• Tidak ada hasil yang ditemukan

.BENTUK PENYAJIAN GONRANG SIPITU-PITU PADA UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA DI DESA RAYA KECAMATAN PEMATANG RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ".BENTUK PENYAJIAN GONRANG SIPITU-PITU PADA UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA DI DESA RAYA KECAMATAN PEMATANG RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BENTUK PENYAJIAN DAN FUNGSI GONRANG SIPITU-PITU

PADA UPACARA KEMATIAN SAYUR MATUA DI DESA

RAYA KECAMATAN PEMATANG RAYA

KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh :

MARIA FABYOLA MANURUNG

NIM 2111542012

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

MARIA FABYOLA MANURUNG.NIM 2111542012.Bentuk penyajian

Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya

Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2016

Penelitian ini merupakan Bentuk Penyajian Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk penyajian musik gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur matua, untuk mengetahui Fungsi gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur matua, untuk mengetahui penggunaan instrument musik dalam Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur matua di Desa Raya kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun.

Penelitian berdasarkan landasan teoritis yang menjelaskan Teori bentuk penyajian, teori fungsi, teorimusik, teori instrument musik, dan teori upacara kematian sayurmatua.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah seniman–seniman serta pihak yang mendukung upacara kematian sayurmatua. Pengumpulan data ini dilakukan dengan metode observasi atau pengamatan, wawancara, dokumentasi dan kerja laboratorium.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Medan. Skripsi ini berjudul “Bentuk penyajian Gonrang

sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan

Pematang Raya Kabupaten Simalungun.”.

Dalam penyelesaian Skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik moral maupun materil. Oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis menuturkan ucapan terimakasih yang tiada terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd Rektor Universitas Negeri Medan,

2. Dr. Isda Pramuniati, M. Hum Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ,

3. Uyuni Widiastuti, M.Pd Ketua Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

4. Dra. Pita HD Silitonga, M.Pd Sekretaris Jurusan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan

5. Dr. Pulumun P. Ginting, S.Sn, M. Sn Ketua Prodi Pendidikan Musik dan Narasumber I.

6. Lamhot B Sihombing M.Pd sebagai Narasumber II 7. Esra PT Siburian, M.Sn Pembimbing Skripsi I 8. Herna HirzaS.Pd, M.Sn Pembimbing Skripsi II

9. Seluruh Dosen di Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri Medan,

10. Para Pegawai Tata Usaha FBS Universitas Negeri Medan : Kurnia Hendra Putra, Indri Hapsari, Dahliana, Albert Paul Sirait, M Abror Harahap dan yang lain tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

(8)

motivasi, semangat dan doa yang tulus tiada hentinya demi kesuksesan Penulis.

12. Sahat Damanik, Kepala Sanggar tor-tor elak-elak, Keluarga Drs Jansudin Damanik serta Keluarga Bapak Surya Purba yang telah membantu dan memberikan informasi kepada penulis untuk menyelesaikan Skripsi.

13. Hendra Gunawan Siregar yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta membantu penulis untuk menyelesaikan Skripsi.

14. Teman-teman terbaik penulis, Ajeng, Tinton, Hana, Petra, Grace, Tika, Ade, Yesaya, Nancy, Kristina, Sisilia, Monalisa, dan Andre Barus serta teman-teman seperjuangan Pendidikan Musik 2011 yang telah memberikan doa ,motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga kebaikan mereka mendapat imbalan dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, baik berkenan dengan bentuk maupun isinya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan koreksi yang bersifat membangun demi penyempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan mermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam usaha peningkatan mutu pendidikan, khususnya dibidang pendidikan musik.

Medan, April 2016 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian... 9

F. Manfaat Penelitian... 10

BAB II LANDASAN TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL... 12

A. Landasan Teoritis ... 12

1. Teori Bentuk Penyajian ... 12

2. Teori Fungsi... 14

3. Teori Musik ... 18

4. Teori instrumen Musik ... 24

5. Pengertian Gonrang sipitu-pitu ... 25

6. Pengertian upacara kematian Sayur Matua ... 29

B. Kerangka konseptual... ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Metode Penelitian... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel penelitian... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Observasi ... 37

(10)

3. Dokumentasi... 38

4. Kerja Laboratorium ... 40

E. Teknik Analisis data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

B. Bentuk Penyajian Gonrang Sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua... ... 52

C. Fungsi Gonrang sipitu-pitu pada Upacara kematian Sayur Matua... 116

D. Kegunaan Instrumen Musik dalam Gonrang sipitu-pitu pada upacara Kematian Sayur Matua... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 125

A. Kesimpulan... 125

B. Saran ... 127

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Seperangkat Gonrang Sipitu-pitu ... 26

Gambar 2.2 Sarunei... 27

Gambar 2.3 Seperangkat Ogung dan Mongmongan ... 28

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual ... 28

Gambar 4.1. Peta Kabupaten Simalungun... 43

Gambar 4.2. Desa Raya ... 44

Gambar 4.3. Ibadah pembuka acara Mandingguri ... 55

Gambar 4.4. Penyerahan sirih kepada Tondong pamumpus ... 56

Gambar 4.5. Pemberian porsa kepada pihak Tondong Pamumpus... 57

Gambar 4.6. Pamakeon Porsa kepada anak laki-laki dari orangtua yang meninggal ... 58

Gambar 4.7. Pemberian demban dan haporsa kepada panggual ... 59

Gambar 4.8. Pemukulan Gonrang oleh cucu ... 60

Gambar 4.9. Partitur Gual Parahot ... 62

Gambar 4.10. Partitur Gual Sayur Matua ... 68

Gambar 4.11. Partitur Gual Rambing-Rambing ... 72

Gambar 4.12. Partitur Gual Boniala–Boniala (TapeiTuah)... 75

Gambar 4.13. Partitur Gual Haro–Haro ... 79

Gambar 4.14. Partitur Gual Pasu–Pasu ... 86

Gambar 4.15. Partitur Gual Dinggur–Dinggur ... 92

Gambar 4.16. Partitur Gual Batara guru ... 97

Gambar 4.17. Wawancara dengan Tatang atur... 100

Gambar 4.18. Pemberian kain putih kepada Jenazah ... 103

Gambar 4.19 Memasukkan jenazah kedalam peti... 104

Gambar 4.20. Partitur Gual Sabung- Sabungan Dihur ... 105

Gambar 4.21. Tondong pamumpus membawa tombuan sayurmatua ... 108

Gambar 4.22. Proses mangalo-mangalo tondong ... 108

Gambar 4.23. Acara makan Umum... 113

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keanekaragaman suku bangsa dan budaya. Seluruh suku yang tersebar mulai dari sabang sampai merauke mempunyai budaya serta ritual tradisi masing-masing baik dalam hal bahasa, kesenian serta tarian. Keanekaragaman bangsa Indonesia ditandai dengan adat istiadatnya masing- masing dan sesuai dengan kebudayaannya yang dipatuhi dan dilaksanakan warganya. Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku memiliki seni budaya, masing-masing suku di Indonesia mempunyai seni budaya tersendiri yang masih banyak belum diketahui oleh asal usulnya, keberadaannya dan bentuk penyajiannya. Salah satu provinsi yang kaya dengan kesenian serta adat istiadatnya adalah Sumatera Utara.

Sumatera Utara memiliki wilayah yang luas terbagidari beberapa daerah yang dipimpin oleh seorang Gubernur dan terdapat beberapa suku, ras, agama, dan golongan. Diantara semua itu ada beberapa suku yang bertautan dan saling melengkapi menjadi suatu etnis, adapun etnis tersebut terdiri dari Batak Toba, Karo, Mandailing, Simalungun, Pakpak Dairi, Melayu, Pesisir, Sibolga, Nias, inilah sub etnik yang ada di Sumatera Utara.

Salah satu etnis dari Sumatera utara adalah Simalungun, secara Etimologi, kata “Simalungun” menggambarkan karakter masyarakat Simalungun itu sendiri,

(14)

2

dapat dibagi kedalam tiga suku kata yaitu: Si berarti “orang”, Ma sebagai kata sambung yang berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi, kesepian, jarang dikunjungi”. Dengan demikian Simalungun berarti “Ia yang bersedih, sunyi atau

kesepian”. Perkataan Simalungun sudah dipergunakan orang Belanda dengan

nama Simeloengoen-Landen (tanah simalungun) yang meliputi beberapa kerajaan-kerajaan yakni kerajaan-kerajaan Siantar, kerajaan-kerajaan Tanah Jawa, kerajaan-kerajaan Panei, kerajaan-kerajaan Raya, kerajaan Purba, kerajaan Silimakuta, dan kerajaan Dolok Silou. Dimana sebelumnya wilayah itu lebih dikenal dengan nama Batak Timur karena letaknya di sebelah timur Tapanuli akan tetapi suku Batak Timur kemudian berganti nama yaitu Simalungun. Sebelum masuknya Belanda cukup banyak wilayah yang berpenduduk Simalungun menaklukan diri (martuan/marpuang) kepenguasaan wilayah lain seperti Padang, Serdang, Deli, Batubara, Asahan dan Karo. Dan mereka membaurkan diri dengan budaya yang ada dan menanggalkan identitas nya sebagai identitasnya Simalungun, namun ada juga yang masih mempertahan kan indentitasn suku Simalungunnya termasuk dalam sistem pemerintaha huta (kampong) (Dasuha, 2003:1).

(15)

3

sangat dilestarikan pada zamannya. Di Simalungun ada dua ansambel musik tradisional, yaitu Gonrang Sipitu-pitu dan Gonrang dua, Gonrang sidua-dua adalah seperangkat alat musik tradisional Simalungun yang terdiri dari sidua-dua buah Gonrang (Gonrang sidua- dua) satu buah sarunei dan dua buah ogung.

Gonrang Sipitu-pitu (Gonrang bolon) adalah seperangkat alat musik tradisional Simalungun yang terdiri dari tujuh buah gendang yang ditempatkan pada sebuah rak, Gonrang pertama dimulai dari yang terbesar adalah sebagai pangindungi. Gonrang kedua, ketiga, dan keempat disebut panirang. Gonrang keenam dan ketujuh disebut panintingi. Gonrang sipitu-pitu diiringi oleh alat musik sarunei bolon, ogung baggal (gong besar), ogung etek (gong kecil), mongmongan baggal, mongmongan etek. Pargual (pemain) terdiri dari lima orang pemain: satu orang pemain sarunei, tiga orang pemain gendang, satu orang pemain ogung baggal dan ogung etek, satu orang pemain mongmongan baggal dan mongmongan etek. Gonrang sipitu-pitu sebenarnya sama dengan gonrang bolon, bedanya hanya saat gonrang sipitu-pitu digunakan di acara dukacita (pos niuhur) dan gonrang bolon digunakan di acara sukacita (malas niuhur), Dalam penelitian ini penulis fokus terhadap pembahasan Gonrang sipitu-pitu.

(16)

4

gonrang dengan 2 pemain saja (gonraang bolon) hingga membuat musik Gonrang sipitu-pitu pada masyarakat Simalungun jarang digunakan.

(17)

5

Salah satu acara yang masih menggunakan Gonrang sipitu-pitu di Raya kabupaten Simalungun adalah upacara kematian Sayur matua. Adapun keyakinan masyarakat Simalungun untuk mengadakan upacara kematian itu tentunya berlatar belakang dari kepercayaan mereka tentang kehidupan bahwa masih ada kehidupan lain dibalik kehidupan didunia ini. Berbicara tentang upacara kematian pada suku Simalungun terutama di Raya kabupaten Simalungun, dapat kita tinjau dari defenisi dari istilah kematian Namatei Sayur Matua adalah seseorang yang meninggal dunia apakah suami atau isteri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau anak perempuan. Orang yang meninggal Sayur matua bagi masyarakat di Desa Raya kabupaten Simalungun adalah orang yang meninggal tersebut sudah wajar karena telah menyelesaikan semua tugas-tugasnya di dunia kepada semua keturunanya. Apabila seluruh anak-anaknya telah menikah dan melahirkan cucu baginya, orang yang meninggal tersebut telah menyelesaikan tugasnya sebagai seorang orangtua.

(18)

6

artinya penyambutan keluarga atau tamu, namun pada acara mangiligi, mangalo-alo terdapat didalamnya.

Gonrang Sipitu- sipitu dimainkan di luar rumah dan Gonrang sipitu-pitu berhenti dimainkan pada saat mendekati tengah malam, meskipun hasil tradisi yang asli, musik ini dimainkan secara nonstop. Mendekati senja hari setelah berlangsungnya upacara disertai dengan kata-kata penghiburan menuju lokasi penguburan mulai dilaksanakan dengan dipimpin oleh para pemain musik dan pengusung jenazah. Demikianlah seorang warga Simalungun dibaringkan ke peristirahatannya yang terakhir hasil tata cara yang digariskan oleh tradisi.

Gonrang sipitu-pitu sangat berperan penting dalam upacara kematian sayur matua, apalagi ada beberapa acara adat yang wajib dilakukan dan diirngin beberapa gual yang dimintak tatang atur atau bisa disebut protokol dalam upacara tersebut, contoh nya acara mangalo-ngalo tondong oleh pihak tondong pamumpus (keluarga terdekat). Disaat gonrang sipitu-pitu dimainkan bisaanya yang akan dilakukan masyarakat Simalungun adalah menari (menortor), walaupun gonrang sipitu-pitu sering sekali digantikan perannya oleh keyboard, gonrang dan seruling saja.

(19)

7

judul “Bentuk Penyajian Dan Fungsi Gonrang Sipitu-pitu Pada Upacara Kematian Sayur Matua Di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun”.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian perlu dilakukan identifikasi masalah. Hal ini dilakukan agar penelitian menjadi terarah serta dapat mencakup masalah yang dibahas tidak terlalu luas. Hasil pendapat Sugiyono (2011:30) mengatakan bahwa:

“Dalam merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam mengevaluasi rumusan permasalahan peneltian, dan dirangkum kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”

Dengan adanya identifikasi masalah berarti ada upaya untuk mendekatkan serta mengenal permasalahan, sehingga masalah yang akan dibahas tidak meluas dan melebar, serta mencapai sasaran peneliti untuk mencari jawabannya. Adapun beberapa yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keberadaan Gonrang sipitu-pitu pada masyarakat Simalungun di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun ?

2. Alat musik apa saja yang dipakai dalam Gonrang Sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun ?

(20)

8

4. Bagaimana Fungsi Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun ?

5. Bagaimana penggunaan instrumen musik dalam Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun?

C. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu, dana dan kemampuan teoritis, maka penulis perlu membuat pembatasan masalah untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Pembatasan masalah bertujuan untuk mempersempit ruang lingkup permasalahan agar topik yang akan dibahas menjadi terfokus, dan menjaga agar permasalahannya tidak melebar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010:207) bahwa :”Pembatasan masalah fokus dengan yang didasarkan pada tingkat kepentingan

dan fasebilitas masalah yang akan dipecahkan”.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut :

(21)

9

3. Bagaimana penggunaan instrumen musik dalam musik Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun ?

D. Rumusan Masalah

Hasil Sugiyono (2011:288) : ”Rumusan masalah merupakan bentuk pertanyaan yang dapat memandu peneliti untuk mengumpulkan data dilapangan”.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang akan dibahas dan dipecahkan dalam penilitian ini adalah: Bagaimanakah bentuk penyajian dan fungsi Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun ?.

E. Tujuan Penelitian

Hasil Soewadji (2012:92) :”Tujuan penelitian adalah merupakan rumusan dari apa yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitiannya”. Dengan

pendapat tersebut dapat diketahui pikiran dan arah suatu penelitian juga dapat digunakan oleh peneliti untuk memperjelas atau lebih menegaskan penomena yang sedang diteliti. Untuk melihat berhasil tidaknya suatu kegiatan dapat dilihat melalui tercapai tujuan yang telah ditetapkan maka penulis menuliskan tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain ;

(22)

10

2. Untuk mengetahui Fungsi Gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun. 3. Untuk mengetahui kegunaaan instrumen musik dalam musik Gonrang

sipitu-pitu pada upacara kematian Sayur Matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun.

F. Manfaat Penelitian

Selain tujuan penelitian, setiap penelitian harus memiliki manfaat sehingga penelitian tersebut tidak hanya teori semata tetapi dapat dipakai oleh pihak-pihak yang membutuhkan. Hasil Hariwijaya (2008:50) yang mengatakan bahwa :“Manfaat penelitian adalah apa yg diharapkan dari hasil penelitian tersebut, dalam al ini mencakup dua hal yakni kegunaan dalam pengembangan ilmu dan manfaat dibidang praktik.”

Berdasarkan pendapat tersebut maka manfaat penelitian merupakan hal-hal yang diharapkan dari hasil penelitian dalam hal ilmu pengetahuan dan praktik. Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

1. Untuk memahami dan mengetahui Bentuk Penyajian dan Fungsi Gonrang Sipitu-pitu pada Upacara kematian Sayur matua di Desa Raya Kecamatan Pematang Raya Kabupaten Simalungun.

(23)

11

3. Sebagai penambah pengetahuan bagi pembaca tentang Kesenian Simalungun terutama tentang Gonrang Sipitu-pitu.

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan upacara kematian sayur matua di kabupaten Simalungun, penulis mengambil kesimpulan yaitu : 1. Upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat simalungun merupakan upacara

(25)

126

ramos,gual boniala-boniala/ tapei tuah, gual haro-haro, gual pasu-pasu, gual dinggur-dinggur, gual batara guru. Lalu 3) ditutup dengan acara penutup. Pada hari kedua yaitu acara mangiligi yang dilakukan pada pagi hari sampai menjelang sore hari sampai nantinya jenazah diantar ke pemakaman dan dikebumikan. Acara mangiligi adalaha acara adat yang dilakukan pada siang hari dimana di acara mangiligi inilah dilakukan adat “mangalo-ngalo tondong” setiap tondong (keluarga) yang datang dan disambut dengan alunan Gual atau musik Keyboard dan Gonrang saja itu semua tergantung permintaan tatang atur atau permintaan dari setiap tondong. Gual yang dimainkan pada acara mangiligi adalah gual sabung-sabungan dihur, gual sayur matua, dan gual haro-haro. Tondong yang datang dan melakukan adat mangiligi adalah tondong pamumpus, tondong bona niari dan tondong mangihut, tondong sanina dan pariban, simatua dari parboru, boru dan pahoppu. Acara mangiligi diawalai dan diakhiri dengan ibadah, setelah acara mangiligi selesai dilanjutkan lah dengan acara manakkil gonrang, hata podah-podah, menutup peti jenazah dan terakhir acara penguburan.

2. Fungsi musik gonrang sipitu-pitu pada upacara kematian sayur matua, penulis melian 9 fungsi yang terdapat opada upacar tersebut adapun 8 fungsi musik tersebut adalah

1. Fungsi pengungkapan emosional 2. Fungsi penghayatan etetis 3. Fungsi hiburan

(26)

127

5. Fungsi simbolis 6. Fungsi reaksi jasmani

7. Fungsi pengesahan lembaga sosial 8. Fungsi kesinambungan budaya

9. Fungsi sebagai peneguh ritus-ritus keagamaan dan ikatan sosial

3. Gonrang sipitu-pitu merupakan sekelompok alat musik tradisional Batak Simalungun yang digunakan untuk mengiringi upacara adat termasuk upacara kematian sayur matua. Instrument yang digunakan adalah gonrang yang teridir atas pangindungi, panirang, dan paninting. Ada juga sarunei, ogung baggal dan ogung etek serta mongmongan baggal dan mongmongan etek. Gonrang sipitu-pitu pada umumnya dimainkan oleh 5 pargual (pemain) 3 orang pemain gonrang, 1 orang pemain sarunei dan 1 orang pemain ogung baggal dan ogungetek, serta 1 orang pemain mongmongan baggal dan mongmongan etek. Masing-masing instrument musik memiliki kegunaan, dimana adanya keharmonisan dalam permainan msing-masing instrumen yang adalah dalam kelompok gonrang sipitu-pitu.

B. SARAN

(27)

128

memainkan gual saja dari pada memainkan lagu-lagu pop daerah yang sudah dimainkan keyboard (alat musik modern) demi menjaga kelestarian budaya Batak Simalungun

2. Karena faktor pargual (pemain musik) merupakan hal yang sangan penting, hendaknya pembinaan, festival bermain musik dan manortor (menari) dan pengajaran tentang musik tetap diperthan kan, karena pengaruh atau dampak perkembangan jaman dapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni budayanya.

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Banoe, Pono.2003. Pengantar Pengetahuan Harmoni. Yogyakarta: Kaninsus Clauidah T .Khatarina.2015. Fungsi tortor pada acara mandingguri dalam

Upacara kematian Sayur Matua masyarakat Simalungun. skripsi: Universitas Negeri Medan

Dasuha, dkk. 2003. Tole! Den Timorlanden Den DasEvangelium. Kolportase GKPS (bekerjasama dengan Panitia Bolon 100 Tahun Injil di Simalungun).

Djohan, (2005).Psikologi Musik.Yogyakarta : Buku Baik Yogyakarta

Djelantik, A.A.M. 2000.Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat SeniPertunjukan Indonesia.

________________ 2004.Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Hadi, Y. Sumandiyo. 2000. Seni Dalam Ritual Agama.Yogyakarta .yayasan untuk Indonesia.

Hariwijaya, M dan triton.2008, Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi.Yogyakarta. Oryza.

Hasibuan, Melayu S.P, (2006). Manajemen Sumber daya Manusia, Edisi Revisi I. Jakarta: Bumi Aksara.

Kamien. 2004. Musik An Appreciation Usa: Mc Crow Hill, Inc.

Koentjaraningrat.1985, Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Jakarta: Dian Rakyat. Linggono, Budi. 1993, Bentuk dan Analisis Musik, Jakarta.Depdikbud.

Maryeni. 2005.“Metode Penelitian Kebudayaan”. Jakarta : Bumi Pustaka

Merriam , Alan P. 1964. The Aantropogy Of Music. Evanston Illinois: North Western University Press.

Miller. 2002. “The Rule Of Music In My Life” : Quantum teaching.

(29)

130

Sianipar, irvan RH.2011.Studi deskriptif Gondang Sabanguna dalam upacara kematian Saur Matua Pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. skripsi: Universitas Sumatera Utara.

Sinaga. Delfiana .2015. Gondang Hasapi Pada Acara Ritual Parmalim Si Pahasada Di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Kajian Bentuk Penyajina dan Fungsi). skripsi: Universitas Negeri Medan.

Sitohang, R. Lerin. 2014. Bentuk Dan Penyajian Musik Gondang Mangaliat Dalam Upacara Adat Panangkok Saring-Saring di Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir.skripsi : Universitas Negeri Medan.

Soeharto, M.1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia Widiasarana

_________ 2001. Musik Dalam Mencerdaskan Anak. Jakarta .Cakrawala.

Soewadji, 2012, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.Bandung . Alfabeta Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:

Alfabetha

_________2011.“Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabetha

Supranto. 2004. Produser Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Takkari, Muhammad. 2013. Jurnal. Kesenian Sumatera Utara : Bentuk pemikiran mengenai arah dan pengembangan Fungsinya. Jurnal . FIB Universitas Sumatera Utara.

Tini. 2015. Bentuk Penyajan dan fungsi Musik tradisional Bdendo Suku Dayak Kanayant di Kalimantan Barat. skripsi: Universitas negeri Yoyakarta.

Wahyuni Suryanita, (2012). Fungsi dan manfaat Laboratorium Sebagai Sumber Belajar. Artikel. http://wahyunisaryunita.blogspot.com/2012/12/fungsi-dan-manfaat-laboratorium-sebagai.htm

http://www.silaban.net/2006/03/19fungsi-musik-gonrang-pada-masyarakat-simalungun.

Gambar

Gambar 4.25. Keluarga mengantarkan Jenazah kepemakaman........................116

Referensi

Dokumen terkait

upacara adat tradisional yang berisikan unsur-unsur dasar dari suatu pertunjukan musik gondang sabangunan sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan sebelumya dapat ditarik beberapa kesimpulan yang sekaligus menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Dalam upacara adat kematian bagi suku

Penyajian Gendang Binge di laksanakan sesuai dengan aturan adat masyarakat setempat yang dikaji pada saat dimulainya upacara, acara inti, sampai dengan berahirnya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aktivitas Komunikasi pada Upacara Adat Hari Raya Pagerwesi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui situasi komunikatif,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja tahapan-tahapan prosesi upacara adat perkawinan Gayo di desa Umang Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah, juga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bentuk Penyajian Ansambel Gondang Sabangunan di desa Partor Janji Matogu, dan Ansambel Gondang Sabangunan dalam upacara

(3) Porsa sangat penting bagi etnik Simalungun, karena hal ini merupakan tradisi yang sudah mereka jalankan sejak dahulu, sehingga sampai saat ini mereka tidak

Dari hal tersebut, peneliti kemudian akan mengkaji lebih mendalam mengenai unsur-unsur budaya Islam yang terdapat dalam upacara adat kematian yang dilakukan oleh masyarakat Desa