BENTUK PENYAJIAN ANSAMBEL GONDANG SABANGUNAN
SEBAGAI PENGIRING TORTOR PADA PESTA ADAT TUGU
SILAHISABUNGAN DI DESA SILALAHI NABOLAK
KECAMATAN SILAHISABUNGAN
KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
MARIA MAGDALENA SIMBOLON
NIM. 2113340029
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Maria Magdalena Simbolon. NIM 2113340029. Bentuk Penyajian Ansambel Gondang Sabangunan Sebagai Pengiring Tortor Pada Pesta Adat Tugu Silahisabungan Di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahiabungan Kabupaten Dairi. Fakultas Bahasa Dan Seni. Universitas Negeri Medan 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk penyajian Ansambel Gondang Sabangunan, penggunaan instrumen dalam musik Gondang Sabangunan dan tanggapan keturunan marga silahisabungan terhadap pesta adat tugu silahisabungan di desa Silalahi Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.
Penelitian ini berdasarkan landasan teoritis yang menjelaskan teori bentuk penyajian, pengertian ansambel, pengertian alat musik, pengertian gondang sabangunan, teori pengiring tortor, pengertian pesta adat tugu marga dan pengertian silahisabungan.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah penatuah adat atau Raja Turpuk, perwakilan dari marga silahisabungan yang sedang melaksanakan pesta adat tugu silahisabungan, pargonsi atau pemain musik yang memainkan gondang sabangunan yang merupakan keturunan marga silahisabungan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan menggunakan metode observasi atau pengamatan, wawancara, audiovisual dan studi kepustakaan. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi dan penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2015 sampai dengan Januari 2016.
Hasil peneltian ini menunjukan bahwa bentuk penyajian ansambel gondang sabangunan sebagai pengiring tortor dilaksanakan selama tiga hari, hari pertama acara Ulaon Hahomion di Jabu Parsaktian Tugu Raja Silahisabungan, Dilanjutkan dengan manortor gondang mula-mula, gondang sombah, gondang mangaliat dan gondang sitio-tio hasahatan. Hari kedua pergi ke Aek Lassabunga untuk melaksanakan ritual Martapian/Maranggir. Dilanjutkan dengan manortor. Diakhiri dengan acara hiburan. Hari ketiga yaitu diawali dengan jiarah ke makam Raja Silahisabungan, dilanjutkan dengan acara Ibadah bersama (Oikumene) dan dilanjutkan dengan kata sambutan, kemudian diakhiri dengan gondang penutup. Penggunaan instrument musik dalam ansambel Gondang Sabangunan pada pesta tugu Silahisabungan adalah Taganing sebagai pembawa ritem, sarune bolon sebagai pembawa melodi dan ogung oloan, ihutan, panggora, doal sebagai pembawa iringan. Menurut masyarakat Pesta Tugu berjalan dengan baik dan lancar, walaupun ada sedikit kekurangan bukan menjadi masalah besar bagi masyarakat, karena tujuan utama dari pesta tugu ini adalah mengenang atau penghormatan kepada leluhur Raja Silahisabungan dan mempersatukan kembali seluruh keturunan Raja Silahisabungan serta menjalin silaturahmi.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademis dalam menempuh ujian sarjana (S-1) di Jurusan Pendidikan Musik Universitas Negeri Medan. Adapun judul Skripsi ini adalah: “Bentuk Penyajian Ansambel
Gondang Sabangunan Sebagai Pengiring Tortor Pada Pesta Adat Tugu
Silahisabungan Di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan
Kabupaten Dairi”.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk mencapai hasil terbaik dalam penyelesaian Skripsi ini dan juga menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak, Skripsi ini tiak akan mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan
2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
3. Uyuni Widiastuti, M.Pd., Ketua Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
4. Dr. Pulumun P Ginting, S.Sn.,M.Sn., Ketua Program Studi Pendidikan Musik sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi I.
5. Lamhot B Sihombing, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi II
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pendidikan Musik Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan, terima kasih banyak untuk ilmu dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.
iii
dan Willy Simbolon yang tak henti-hentinya mendukung dalam doa, semangat, dukungan moril dan dana kepada penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
8. Keluarga Situngkir / br. Napitupulu selaku narasumber yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.
9. Seluruh keluarga Simbolon dan Tindaon yang selalu memberikan bantuan dan semangat selama penyusunan Skripsi ini.
10. Seorang pria terkasih Irwan S. P Sihombing yang selalu menjadi teman, sahabat, abang dan kekasih bagi penulis, yang selalu setia dan sabar mendampingi, memberi semangat dan menemani penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
11. Teman-teman penulis Innda, Kiki, Zakki dan Opik yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis dalam penyusunan Skripsi ini.
12. Hendra Fisher Lingga yang telah menjadi guru dan panutan bagi penulis. 13. Semua teman-teman seperjuangan dalam penyusunan Skripsi ini dan
seluruh teman-teman Jurusan Pendidikan Musik stambuk 2011 (Delfi Sinaga, Arimawati Pasaribu, Fenny Purba, Triadil Saragih, Bg Agus, Itin, Dedi, Ely, Tantri, Sari) serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
14. Seluruh anggota UK-KMK St. Martinus Universitas Negeri Medan.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang turut serta mendukung dan membantu penyelesaian Skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan berkat yang melimpah kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini memberi manfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2016 Penulis
iv
v BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian ... 35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36
C. Populasi dan Sampel ... 36
1. Populasi ... 36
2. Sampel ... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ... 38
1. Observasi ... 38
2. Wawancara ... 39
3. Dokumentasi ... 41
4. Studi Kepustakaan ... 41
E. Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45
B. Bentuk Penyajian Gondang Sabangunan Pada Pesta Adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi ... 49
C. Penggunaan Instrument Musik dalam Ansambel Gondang Sabangunan pada Pesta Adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi ... 77
D. Tanggapan Keturunan Marga Silahisabungan terhadap Bentuk Penyajian Ansambel Gondang Sabangunan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 92
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 PolaRitme / Irama... 16
Gambar 2. 2 Melodi ... 17
Gambar 2. 3 Harmoni ... 20
Gambar 2. 4 Sarune Bolon ... 22
Gambar 2. 5Gondang Bolon dan Taganing... 23
Gambar 2. 6 Gondang Bolon ... 23
Gambar 2. 7 Ogung ... 24
Gambar 2.8 Tabel Kerangka Konseptual ... 34
Gambar 4.1 Persiapan menjelang Pesta Tugu Silahisabungan ... 52
Gambar 4. 2 Jabu Parsaktian Raja Silahisabungan ... 54
Gambar 4. 3 Keluarga besar Tambun Raja Silahisabungansedang manortormenujulapangan ... 55
Gambar 4. 4 Partitur Gondang Mula-Mula ... 57
Gambar 4. 5 keturunan Raja Silahisabungan memulai tortor mula-mula ... 58
Gambar 4. 6 Partitur Gondang Somba ... 59
Gambar 4. 7 keturunan Raja Silahisabungan memulai tortor sombah ... 65
Gambar 4. 8 Partitur Gondang Mangaliat ... 66
Gambar 4.9 Keturunan Raja Silahisabungan memulai tortorMangaliat ... 68
Gambar 4. 10 Partitur Gondang Siti-tio Hasahatan ... 70
vii
Gambar 4.12 Masyarakat dan tamu undangan makan bersama ... 72
Gambar 4. 13 Kata sambutan dari Panitia pesta, utusan pomparan Raja Silahisabungan dan Pemda setempat ... 74
Gambar 4.14 manortormanjalo hula-hula ... 75
Gambar 4.15 Katasambutan dari hula-hula ... 75
Gambar 4.16 Penyeraahan Bolahan Amak kepada Loho Raja ... 77
Gambar 4. 17 Partitur Ritem Taganing ... 78
Gambar 4. 18 Partitur Melodi Sarune Bolon ... 79
Gambar 4. 19Partitur iringan irama Ogung... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap masyarakat dalam
kelompok masyarakat tertentu. Manusia menciptakan suatu kebudayaan tidak dapat terlepas dari manusia lainnya yang artinya ada terjadi ikatan sosial dalam kehidupan manusia itu sendiri. Manusia yang satu dengan yang lainnya saling
berinteraksi dan saling berhubungan. Dalam budaya kita melihat adanya berbagai macam hal yang mencakup adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman suku dan budaya dimana hal ini menjadi suatu kebanggaan bagi Indonesia di dunia internasional.
Setiap suku di negara Indonesia memiliki budaya yang berbeda, termasuk adat istiadat, musik dan bahasa.
Tidak berbeda dengan suku-suku lainnya, masyarakat Sumatera Utara
memiliki banyak kebudayaan. Tiga kelompok etnik besar Sumatera Utara adalah Batak, Melayu Pesisir, dan Nias. Kelompok etnik Batak dibagi kepada lima
komunitas utama, yaitu: Batak Toba, Pakpak-Dairi, Angkola Sipirok, Mandailing, Karo, dan Simalungun.
Suku Batak sebagai salah satu golongan etnis terbesar yang ada di
2
modrenisasi yang terjadi dalam segala segi hidup zaman ini tidak mengubah kepribadian itu, karena orang-orang Batak kota pun tetap berpedoman
pada filsafat leluhur yang tertuang diatas landasan Dalihan Na Tolu yang merupakan satuan tungku tempat memasak yang terdiri dari tiga batu yang
menjaadi filsafah ataupun landasan hidup yang yang dimaknakan sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak. Ketiga tungku yang dimaksudkan adalah somba marhula-hula (hormat kepada keluarga pihak
istri), elek marboru (sikap membujuk/mengayomi kaum wanita), manat mardongan tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga).
Dalam adat suku Batak Toba terdapat upacara-upacara atau pesta adat yang unik, menarik dan tidak dimiliki oleh suku lain, walaupun dalam suku lain
terdapat adat seperti ini namun bentuk dan pelaksanaannya sudah pasti berbeda. Pesta adat dalam suku Batak Toba misalnya pesta adat pernikahan, pesta adat kematian baik sari matua ataupun saur matua, pesta adat syukuran panen
(Gatilon) , pesta adat sulang-sulang pahompu , pesta adat sulang hariapan , dan
salah satunya adalah pesta adat tugu marga.
Marga merupakan dasar untuk menentukan Partuturan, hubungan persaudaraan, baik untuk kalangan marga maupun marga lainnya. Marga yang merupakan sautu persekutuan orang-orang yang sedarah (bersaudara),
seketurunan menurut garis keturunan ayah yang mempunyai tanah sebagai milik bersama ditanah asal atau tanah leluhurnya, sehingga dengan adanya marga
3
Tugu merupakan salah satu hasil dari sebuah kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, terutama masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat dijumpain saat
melintasi tanah Batak Toba. Pembangunan Tugu di tanah Batak tidak didasarkan kepada alasan dan persyaratan yang dapat diterima menurut bahkan bakukan antar
bangsa dalam melakukan kegiatan membangun tugu. Membangun tugu bukanlah kegiatan yang hakiki dari kebudayaan batak serta tidak pula merupakan kebudayaan yang perlu dipinjam oleh suku bangsa batak toba karena tidak
mempunyai faedah yang berarti kalau dilihat dari segi ekonomi dan sosial. Tetapi banyak orang batak toba jatuh cinta kepada pembangunan Tugu dan telah
memandang kegiatan yang perlu atau wajib dilakukan. Salah satu pesta adat tugu marga yang akan dilaksanakan pada bulan November mendatang yang bertempat
di daerah Silalahi adalah pesta adat Tugu Marga Silahisabungan. Dalam marga Silahisabungan setiap tahunnya pasti mengadakan Pesta Tugu Silahisabungan,
yang panitianya merupakan keturunan Raja Silahisabungan secara bergantian..
Jadi semua keturunan marga Silahisabungan yang tersebar diseluruh tanah air akan berkumpul untuk merayakan pesta Tugu Silahisabungan ini. Pesta tugu
marga ini akan dilaksanakan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.
Kebudayaan masyarakat Batak Toba dalam merayakan pesta tugu marga
tidak terlepas dari musik tradisional Batak Toba yang juga merupakan salah satu musik yang hidup dan berkembang sampai saat ini. Musik tradisi Batak Toba ini
4
dalam upacara adat toba. Ansambel musik Gondang Sabangunan inilah yang sering dipergunakan dalam upacara adat dan ritual serta sering dipergunakan
mengiringi tarian Tortor pada masyarakat batak toba. Musik tradisional Batak Toba memiliki peran atau kedudukan tersendiri dalam upacara adat atau upacara
ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat atau suku Batak Toba. Setiap kegiatan adat atau ritual yang dilaksanakan masyarakat Batak Toba selalu menggunakan musik tradisional sebagai bagian yang penting dari setiap kegiatan upacara adat
tersebut dan salah satunya adalah bentuk dan penyajiannya. Dalam pesta tugu marga ini tarian Tortor merupakan salah satu ritual yang yang sangat penting,
dimana tarian ini menjadi media komunikasi bagi sesama masyarakat yang ikut serta dalam pesta atau acara adat batak toba.
Tortor merupakan tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang
batak. Tortor ini digunakan sebagai sarana penyampaian batin baik kepada roh-roh leluhur maupun kepada orang-orang yang dihormati (para tamu) dan
disampaikan dalam bentuk tarian yang menunjukan rasa hormat. Salah satu tortor yang disajikan pada pesta adat Tugu Silahisabungan adalah Tortor Somba. Tortor
Somba merupakan Tortor untuk menghormati Tuhan Yang Maha Kuasa, Raja
serta para undangan agar mendapat berkat dan restu dari Tuhan Yang Maha Kuasa dalam bekerja.
5
Gondang Sabangunan memiliki peranan penting dalam proses pesta adat tugu marga ini. Maka dari penjelasan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk
mengangkat judul “Bentuk Penyajian Ansambel Gondang Sabangunan Sebagai Pengiring Tortor Pada Pesta Adat Tugu Sihisabungan Di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi”.
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian perlu dilakukan identifikasi masalah. Hal ini dilakukan agar penelitian menjadi terarah serta dapat mencakup masalah yang dibahas tidak
terlalu luas. Menurut pendapat Sugiyono (2011 : 30) mengatakan bahwa:
“Dalam merumuskan ataupun membatasi permasalahan dalam suatu penelitian sangatlah bervariasi dan tergantung pada kesenangan peneliti. Oleh karena itu perlu hati-hati dan jeli dalam mengevaluasi rumusan permasalahan peneltian, dan dirangkum kedalam beberapa pertanyaan yang jelas.”
Dengan adanya identifikasi masalah berarti ada upaya untuk mendekatkan
serta mengenal permasalahan, sehingga masalah yang akan dibahas tidak meluas dan melebar, serta mencapai sasaran peneliti untuk mencari jawabannya. Adapun
beberapa yang menjadi identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keberadaan Gondang Sabangunan pada masyarakat Batak
Toba di desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi ?
2. Apa yang melatar belakangi Gondang Sabangunan sebagai pengiring tari
Tortor dalam pesta adat Tugu Silahisabungan di desa Silalahi Nabolak
6
3. Apa yang melatarbelakangi Tortor Somba sebagai salah satu tarian dalam pesta adat Tugu Silahisabungan?
4. Alat musik apa saja yang dipakai dalam ansambel Gondang Sabangunan dalam mengiringi Tortor dalam pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa
Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi ?
5. Bagaimana penggunaan instrument musik dalam ansambel Gondang Sabangunan pada pesta adat Tugu Slahisabungani di Desa Silalahi
Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi?
6. Bagaimana bentuk penyajian musik Gondang Sabangunan sebagai
pengiring Tortor dalam pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi ?
7. Bagaimana peran Gondang Sabangunan pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan
Kabupaten Dairi ?
8. Bagaimana tanggapan keturunan marga Silahisabungan yang ikut serta dalam pesta adat Tugu Silahisabungan terhadap bentuk penyajian
ansambel gondang sabangunan sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan
7
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah, keterbatasan waktu, dana dan
kemampuan teoritis, maka penulis perlu membuat pembatasan masalah untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini.
Pembatasan masalah bertujuan untuk mempersempit ruang lingkup permasalahan agar topik yang akan dibahas menjadi terfokus, dan menjaga agar permasalahannya tidak melebar. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010
: 207) bahwa pembatasan masalah fokus dengan yang didasarkan pada tingkat kepentingan dan fasebilitas masalah yang akan dipecahkan.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk penyajian ansambel Gondang Sabangunan sebagai pengiring Tortor dalam pesta adat Tugu Silahisbaungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi ?
2. Bagaimana penggunaan instrument musik dalam ansambel Gondang Sabangunan pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi
Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi?
3. Bagaimana tanggapan keturunan marga Silahisabungan yang ikut serta dalam pesta adat Tugu Silahisabungan terhadap bentuk penyajian
ansambel gondang sabangunan sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan
8
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan suatau titik fokus dari sebuah penelitian
yang hendak dilakukan, mengingat sebuah penelitian merupakan upaya untuk menemukan jawaban pertanyaan maka perlu dirumuskan dengan baik sehingga
dapat membantu dan mendukung dalam menemukan jawaban pertanyaan. Bungin (2011 : 77) mengatakan bahwa rumusan masalah tidak berarti sama dengan tujuan penelitian, tetapi keduanya tetap berbeda secara subtansial, karena
rumusan masalah dibuat dalam konteks mengungkapkan substansi masalah dengan tujuan penelitian dibuat untuk mengungkapkan keinginan penelitian
dalam suatu penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, maka
rumusan masalah yang akan dibahas dan dipecahkan dalam penilitian ini adalah : Bagaimana Bentuk Penyajian Ansamble Gondang Sabangunan Sebagai Pengiring Tortor pada Pesta Adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak
Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi?
E. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan selalu berorientasi kepada tujuan tertentu. Tanpa adanya suatu tujuan tertentu yang jelas maka kegiatan tersebut tidak dapat terarah karena
tidak tahu apa yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakaukan tersebut. Berhasil tidaknya suatu kegiatan penelitian yang dilaksanakan terlihat pada tercapainya
9
mengungkapkan hal yang diperoleh pada ahli penelitian sehingga dapat dikatakan bahwa “Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan peneliti”. Dalam penelitian ini
tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana bentuk penyajian ansambel Gondang Sabangunan sebagai
pengiring Tortor dalam pesta adat Tugu Silahisbaungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi
2. Bagaimana penggunaan instrument musik dalam ansambel Gondang
Sabangunan pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi
3. Bagaimana tanggapan keturunan marga Silahisabungan yang ikut serta dalam pesta adat Tugu Silahisabungan terhadap bentuk penyajian
ansambel gondang sabangunan sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan
Silahisabungan Kabupaten Dairi
F. Manfaat Penelitian
Selain tujuan penelitian, setiap penelitian harus memiliki manfaat sehingga penelitian tersebut tidak hanya teori semata tetapi dapat dipakai oleh pihak-pihak yang membutuhkan. Menurut Hariwijaya (2008 : 50) yang mengatakan bahwa : “Manfaat penelitian adalah apa yg diharapkan dari hasil penelitian tersebut, dalam
10
Berdasarkan pendapat tersebut maka manfaat penelitian merupakan hal-hal yang diharpkan dari hasil penelitian dalam hal ilmu pengetahuan dan praktik.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
1. Menambah wawasan penulis dalam rangka menuangkan gagasan karya
tulis kedalam bentuk proposal.
2. Sebagai bahan acuan, refrensi atau perbandingan bagi peneliti berikutnya yang berniat melakukan penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian
topik ini.
3. Menambah sumber kajian bagi perpustakaan Jurusan Sendratasik Program
Studi Seni Musik Universitas Negeri Medan.
4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan menambah wawasan mengenai
pesta adat Tugu Marga.
5. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dan menambah wawasan mengenai bentuk penyajian ansambel Gondang Sabangunan sebagai pengiring tari
Tortor pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak
11
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Landasan Teoritis
Landasan teoritis deskriptif dari hasil suatu studi kepustakaan yang berhubungan (relevan) serta mendukung pokok permasalahan yang hendak diteliti
sehingga landasan teoritis diharapkan mampu menjadi landasan atau acuan maupun pedoman dalam penyelesaian masalah-masalah yang timbul dalam
penelitian ini. Sugiyono (2010 : 54) mengatakan bahwa landasan teori adalah alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang disusun secara sistematis.
Suatu penelitian baru tidak bisa terlepas dari penelitian yang terlebih dahulu sudah dilakukan oleh peneliti yang lain. Suatu fenomena baru selalu berkaitan dengan masa lalu, demikian juga halnya dengan sebuah kesenian
tradisional akan selalu berkembang dan mungkin akan punah, oleh karena itu kita harus tetap menjaga seni yang sudah ada meskipun masih bersifat tradisional.
„Invented tradition‟ is taken taken to mean a set of practices normally governed by overtly or tacitly accepted rules and of ritual or symbolic nature, wich seek to inculcate certain values or norm of behavior by repetition wich automatically implies continuity with the past (Hobsbawm 1988 : 1)
Yang artinya kontinyuitas dengan masa lalu selalu selalu dipelihara dengan cara menyusunnya dari kepingan-kepingan tradisi yang merupakan juga bagian
12
setiap orang bahwa setiap daerah memiliki sejarah (budaya) masing-masing. Dan budaya itu ada karena nenek moyang mereka dahulu, sehingga setiap hal yang telah tinggal harus tetap dijaga dan diteliti kemabli menjadi hal itu
menjadi penelitian yang bersifat ilmiah sehingga semua orang mengetahuinya. Semua penelitian bersifat ilmiah oleh karena itu semua peneliti harus
berbekal teori. Landasan teoritis yang dimaksud sebagai acuan dalam penyelesaian suatu maslah penelitian. Sesuai dengan pendapat Basrowi dan Suwandi (2008 : 39) yang menyatakan bahwa :
Dalam penelitian kualitatif, karena masalah dibawa peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakannya dlam penyusunan proposal juga masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan atau konteks sosial.
Dengan pengmbangan teori –teori yang disimpulkan oleh beberapa
pemegang otoritas yang diangkat dari analisis kepustakaan dan diharapkan dapat mendukung logika pemikiran penulis serta didukung fakta-fakta yang ada
sehingga penelitian ini dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang didasarkan pada tujuan-tujuan yang dibuat. Dalam penelitian ini penulis membuat suatu landasan teoritis berdasarkan kajian dan berbagai kepustakaan yang berhubungan
dengan masalah pokok yang akan diteliti.
1. Teori Bentuk Penyajian
Penyajian menggambarkan dan memaparkan suatu hal yang akan disajikan, seperti halnya dengan penyajian musik menampilkan karya musik
13
Poerwadarminta (2003:912) menyatakan bahwa “Bentuk adalah proses dalam tuntunan perubahan peristiwa dalam perkembangan suatu perubahan jiwa status menjadi dinamis”. Melalui proses akan di dapat wujud bentuk yang
dinamakan dalam suatu kejadian juga mempunyai suatu proses dan tahapan yang membentuk suatu kesatuan yang utuh dari awal sampai akhir.
Langer (1998 : 5) mengatakan bahwa:
“Bentuk dalam pengertian yang paling abstrak berarti struktur, artikulasi sebuah hasil kesatuan yang menyeluruh dari suatu hubungan berbagai faktor yang saling bergayutan, atau lebih tepatnya suatu cara dimana keseluruhan aspek bisa diartikan”.
Dari pengertian diatas dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan bentuk penyajian dalam penelitian ini adalah susunan tata cara struktur menyajikan gondang sabangunan dalam pesta adat Tugu
Silahisabungan.
Djelantik (2000 : 14) menjelaskan bahwa “Bentuk merupakan unsur
-unsur dasar dari sususan pertunjukan. Unsur--unsur penunjang yang membantu bentuk itu dalam mencapai perwujudannya yang khas adalah : seniman, alat musik, kostum dan rias, lagu yang disajikan, tempat pertunjukan, waktu serta
penonton.
Pendapat Djelantik didukung kembali oleh Banoe (2003 : 151) menjelaskan bahwa: “Dalam musik, bentuk itu berdasarkan susunan rangka lagu
yang ditentukan menurut bagian-bagian kalimatnya. Sebagaimana dalam karya sastra bahasa, musik juga frase, kalimat, anak kalimat dan sebagainya.
Pengertian penyajian berasal dari kata “saji” yaitu mempersembahkan,
14
perbuatan dalam menyajikan segala sesuatu yang telah tersedia untuk dinikmati.
Pengertian penyajian menurut Djelantik (1993 : 73) “Penyajian yaitu
bagaimana kesenian itu disuguhkan kepada yang menyaksikan, penonton, para pengamat, pembaca, pendengar, khalayak pada umumnya. Sedangkan unsure
yang berperan dalam penampilan atau penyajian adalah bakat, keterampilan, serta sarana atau media”.
Dari pengertian diatas maka yang dimaksud dengan bentuk penyajian
dalam penelitian ini adalah bentuk penyajian Ansambel Gondang Sabangunan sebagai Pengiring Tortor pada Pesta Adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi
Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.
2. Pengertian Ansambel
Ansambel adalah sekelompok atau grup yang memainkan alat musik secara bersama-sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Soeharto (1992 : 4) yang
mengatakan bahwa “Ansambel adalah sekelompok kegiatan seni musik, terdiri dari beberapa alat musik yang dimainkan secara bersama-sama”. Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa Bentuk Penyajian permainan ansambel melibatkan
beberapa pemain bisa menggunakan alat musik yang sejenis atau campuran. Ada dua macam betuk ansambel musik, yaitu :
15
2. Ansambel Campuran, yaitu bentuk penyajian musik yang dimainkan bersama-sama atau kelompok. Alat musik yang dipakai dalam ansambel ini beragam, campuran dari berbagai jenis alat musik. Seperti alat musik gesek, tiup, petik,
perkusi dan sebagainya.
Pengertian ansambel tidak terlepas dari pengertian musik, karena
ansambel merupakan bagian dari musik. Musik juga merupakan sebuah rangkaian suara yang teratur, yang disebut melodi. Rowen (1997) menjelaskan “Mellody is
succesion of sound ordered according to the laws of rhytem and madulation, so
that is seems agreeable to ear. Vocal melody is called song and instrumental,
symphony”. Yang berarti melodi adalah rangkaian suara yang berurutan dan
bergantung pada aturan ritme dan modulasi, jadi melodi akan menghasilkan keserasian untuk didengar. Melodi vocal disebut dengan nyanyian dan melodi instrumental disebut simponi.
Menurut Soeharto (1992 : 86) bahwa:
“Musik adalah seni mengungkapkan gagasan melalui suara atau bunyi yang unsur dasarnya berupa irama, melodi, harmoni, dengan unsur pendukung berupa gagasan, sifat, dan warna bunyi. Namun dalam penyajianya cenderung terpadu pada unsur bahasa, gerak, dan berbagai hal yang dianggap mendukung”.
a. Ritme / Irama
Irama merupakan urutan gerak yang menjadi unsur dalam musik. Untuk membentuk irama, perlu memperhatikan biramanya yang dipakai dalam not, agar
16
dalam suatau komposisi yang didasari oleh beat atau ketukan dalam lagu. Irama atau ritme adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Irama itu sendiri adalah suatu bagian dari melodi lagu.
Menurut pendapat Peter (2005 : 32) mengatakan bahwa:
“Ritme adalah kata yang dipakai untuk sesuatu lebih rumit, bukan hanya menyangkut ketukan detik yang teratur, namun juga pola yang teratur, dengan beberapa not yang lebih panjang dan beberapa yang lain lebih pendek. Dengan kata lain adalah, campuran berbagai harga not”.
Dari pendapat tersebut dikatakan bahwa irama merupakan rangkaian gerak
yang menjadi unsur dasar musik yang terbentuk dari sekelompok bunyi atau nada yang berbeda durasinya an membentuk pola irama tertentu.
Contoh:
Gambar 2.1 Pola Ritme / Irama
b. Melodi
Melodi adalah suatu susunan rangkaian nada dan memiliki bunyi yang teratur serta terdengar dengan memakai urutan birama. Didalam melodi terdapat
penggabungan unsure-unsur musik dan dapat dirasakan. Miller (2002 : 87) berpendapat bahwa:
“Melodi is defined as logical progression of tones and rhythms, a tone set to a bead. Buy pay close attention to that world logical. A melodi
isn‟t random conglomeration of notes, the notes have relate to abd
17
else ti‟s just a bunch of noise. Melodi is the most memorable part of a
piece of music”.
Artinya musik merupakan nada dan ritme yang mengalami kemajuan yang pesat. Sebuah nada berfungsi mengatur tempo. Untuk memainkan melodi dituntun untuk bermain logika. Melodi bukanlah sekumpulan not yang tidak beraturan dan
setiap not harus saling beraturan. Dengan kata lain melodi sangat berperan penting tidak hanya sebatas nada, tetapi juga merupakan bagian penting dari unsur
musik. Contoh:
Gambar 2. 2 Melodi
c. Dinamik
Menurut Drs. Hakim Thrusman (2004 : 92) Dinamik adalah tanda untuk memainkan volume nada lembut dan nyaring. Dinamika digunakan untuk
menunjukan bagaimana perasaan yang terkandung dalam sebuah komposisi, apakah riang, sedih, atau agresif.
Kemudian menurut Murgianto (1983 : 43) iringan musik dibagi menjadi
18
(1)Ringani internal, yaitu berasal dari penarinya, dapat terdiri dari suara, tarikan nafas, tepukan tangan, depakan kaki ke lantai, hentakan tombak ke lantai, dan bunyian yang timbul karena pakaian atau perhiasan yang dikenakannya; (2)Iringan eksternal, yaitu berasal dari talempong, orchestra musik simfoni, dan juga iringan suara atau musik rekaman.
Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa musik pengering sebenarnya disadari atau tidak disadari telah melekat didalam masyarakat. Baik
pada zaman dahulu maupun pada era modern ini. Musik bisa dikatakan sebagai sarana komunikasi antar individu, bukan hanya bahasa saja yang merupakan alat komunikasi tetapi musik juga bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi.
Contoh:
p (piano) : suara yang dihasilkan lembut.
pp (pianisimo) : suara yang dihasilkan sangat lembut. f (forte) : suara yang dihasilkan nyaring. mf (mezzo-forte) : suara yang dihasilkan agak nyaring.
d. Tempo
Menurut Drs. Hakim Thrusman (2004 : 92) “Tanda tempo merupakan tanda baca dalam suatu komposisi musik yang digunakan untuk menunjukkan lambat atau cepatnya suatu lagu atau pada bagian lagu yang dimainkan”. Tempo
suatu lagu dapat diukur karena pada dasarnya suatu musik terdiri dari ketukan-ketukan. Sementara Miller (penerjemah Bramantyo, 1986 : 24) mengatakan
19
Contoh:
Allegro : cepat Allegratto : agak cepat
Presto : cepat sekali Moderato : sedang
Andante : perlahan-lahan
e. Harmoni
Harmoni merupakan rangkaian nada yang disusun secara teratur dan
memiliki jarak tertentu sehingga terdengar harmonis. Dalam penyusunan akord, harmoni merupakan unsur utama yang dikuasai karena seseorang tidak akan mungkin dapat menyusun akord jika tidak menguasai harmoni. Menurut Banoe
(2003 : 192) mengatakn bahwa : “Harmoni adalah proses usaha yang ingin membuahkan keindahaan suatu melodi , dan ini adalah elemen yang sangat penting dalam teknik aransemen”. Dari pendilkanapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa harmoni adalah suatu proses yang menghubungkan serta memiliki keterkaitan antara nada yang satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan
20
Contoh: Pen
Gambar 2. 3 Harmoni
3. Pengertian Alat Musik
Menurut Brata Addy Surya (2012 : 17) alat musik merupakan suatu alat
yang diciptakan untuk menghasilkan bunyi. Pada umumnya alat musik juga berarti sebuah alat yang khusus ditujukan untuk musik. Sebuah bidang ilmu untuk mempelajari sebuah alat musik dikenal dengan sbutan organologi. Alat musik
dibedakan berdasarkan bunyi dan cara memainkannya.
Menurut Soeharto (2001:55) mengatakan bahwa menurut sumber
bunyinya, instrumen musik dibagi menjadi lima kelompok, yakni:
“Idiofon (jenis instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran tubuh bagian inti instrumen itu sendiri),membranofon (jenis instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput atau membran yang terdapat pada instrumen tersebut, cara memainkannya dipukul dengan jari tangan atau alat pemukul), kordofon (jenis instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari dawi/senar), aerofon (jenis instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran udara dalam tabung, cara memainkannya adalah dengan cara ditiup), elektrofon ( jenis instrumen musik yang sumber bunyinya berasal dari sinyal hasil osilasi (getaran) sirkuit elektronik)”.
21
1. Aerofon : Alat musik yang memiliki sumber bunyi dari hembusan udara pada rongga. Contoh alat musik aerofon pada Gondang Sabangunan antara lain Sarune bolon
2. Idiofon : Alat musik yang sumber bunyi berasal dari bahan dasar. Contoh alat musik Idiofon pada Gondang Sabangunan antara lain ogung dan hesek
3. Membranofon : Alat musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran membran, kulit dan selaput. Contoh alat musik Membranofon pada Gondang Sabangunan antara lain taganing, gordang, odap
4. Kordofon : Alat musik ini memiliki sumber bunyi yang berasal dari dawai. 5. Elektrofon : Alat musik ini adalah alat musik yang sumnber bunyinya
dibangkitkan dengan tenaga listrik.
4. Gondang Sabangunan
Menurut Pasaribu (2004:61) dalam Bahasa Batak Toba mengatakan bahwa:”Gondang mempunyai arti yang majemuk, majemuk yang artinya
instrumen musikal, ensambel musikal”. Musik tradisi Batak Toba disebut sebagai
Gondang. Menurut Situmorang (1992:34) mengatakan bahwa: “Gondang merupakan budaya, adat dan hiburan, perlu ditata dan diarahkan supaya mampu bertahan menghadapi arus budaya global”. Tidak semua masyarakat batak toba
mengetahui struktur gondang . Pada dasarnya ada dua ansambel musik gondang
yaitu: gondang sabangunan dan gondang hasapi.
Gondang sabangunan merupakan seperangkat bagian dari instrument atau
22
Ansambel gondang sabangunan mempunyai nama lain yaitu gondang bolon. Menurut kepercayaan batak toba, gondang sabangunan diciptakan oleh Ompu Mula Jadi Na Bolon atau milik para dewa-dewa dan manusia hanya diberikan
kewajiban untuk menjaga dan menggunakan.
Instrument yang termasuk dalam kelompok gondang sabangunan antara
lain:
a. Sarune Bolon yaitu jenis alat musik tiup yang berlidah ganda
Gambar 2. 4 Sarune Bolon Dokumentasi Maria Simbolon
b. Taganing yaitu seperangkat gendang bernada dan bermuka satu, yang
23
Gambar 2. 5 Gondang Bolon dan Taganing Dokumentasi Maria Simbolon
c. Gordang yaitu Gendang bas bermuka satu yang berukuran besar yang
berukuran besar dan memiliki suara yang besar dan memiliki suara yang lebih rendah
24
d. Ogung, yaitu empat buah gong yang berbeda yaitu gong ihutan, doal,
oloan, dan panggora
Gambar 2.7 Ogung Dokumentasi Maria Simbolon
e. Hesek, yaitu alat perkusi yang terbuat dari besi, botol, atau benda perkusi apa saja yang menghasilkan suara yang melengking.
f. Odap, yaitu sejenis gendang yang bermuka dua. Pengguna Odap dalam ansambel Gondang Sabangunan sangat jarang ditemukan saat ini. Penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukkan dalam
25
Penggunaan odap dalam ansambel gondang sabangunan jarang ditemukan saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak Toba mengatakan bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukan dalam upacara-upacara tertentu.
Odap dianggap alat musik yang sakral.
Ansambel gondang sabangunan pada umumnya dimainkan oleh tujuh
orang, yakni : satu orang memainkan sarune bolon, satu orang memainkan tanganing dan odap, satu orang memainkan gordang bolon, satu orang
memainkan ogung oloan dan ihutan, satu orang memainkan ogung doal, satu
orang memainkan ogung panggora, satu orang memainkan hesek. Formasi dan jumlah pemusik ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat didalam upacar
parmalim. Dalam konteks tersebut umumnya pemusik berjumlah ddelapan orang,
dimana alat musik ogung oloan dan ogung ihutan masing-masing dimainkan oleh satu orang. Kadang-kadang juga bisa ditemukan pemain sarune bolon berjumlah
dua orang pada beberapa upacara ritual parmalim tertentu. Formasi pemusik dalam formasi ansambel semacam ini jarang terjadi pada kebanyakan pertunjukan
ansambel gondang sabangunan.
5. Teori Pengiring Tortor
Menurut Murgianto (1983 : 43) musik iringan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
(1)Iringan internal, yaitu yang berasal dari penarinya terdiri dari suara, tarik nafas, tepuk tangan, depakan kaki ke lantai, hentakan tombak ke lantai dan bunyi-bunyian yang timbul karena pakaian ataupun perhiasan yang digunakan.
26
Sesuai dengan teori diatas musik dan gerakan diciptakan dalam suatu
karya dapat dimulai dengan membuat musik suatu iringan terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan membuat pola gerakan sesuai dengan pola musiknya ataupun sebaliknya iringan dapat dilakukan dengan membuat gerakan
kemudian dilanjutkan dengan membuat musik iringannya.
Menurut Hidajat (2008 : 25) tari tradisional adalah sebuah tata cara menari
atau menyelenggarakan tarian yang dilakukan oleh sebuah komunitas etnik secara turun - temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Menurut Pasaribu (2004 : 64) Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan bersamaan dengan penyajian musik gondang, musik gondang dan tortor adalah ibarat sebuah koin yang kedua sisinya tidak dapat dipisahkan. Tortor tidak
hanya dinilai sebagai karya seni semata, tortor lebih pas diartikan sebagai bentuk ekspresi baik individu maupun kolektif yang muncul pada saat upacara adat
maupun ritual lainnya.
Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dalam dari gerakn-gerakannya menunjukan bahwa tortor merupakan media
komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Hal ini dapat dilihat ketika partisipan upacara memberi dan menerima „hadiah‟ seremonial, seperti ulos batak, beras, uang dan lain
sebagainya. Tortor juga dapat difungsikan sebagai media mentransmisikan kekuatan diantara partisipan upacara. Kegiatan seperti ini dapat kita lihat,
27
Peranan musik pada sebuah gerak Tortor memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis manusia, dimana musik yang berpengaruh pada perasaan seseorang
untuk melakukan gerakan-gerakan yang indah.
6. Pesta Adat Tugu Marga
Tugu merupakan bagian penting bagi kebudayaan Batak. Berbagai upaya dilakukan kelompok marga untuk dapat mendirikannya. Semakin mewah
bentuknya dan semakin besar ukurannya, maka semakin bangga kelompok yang memilikinya. Istilah tugu sendiri sama dengan monument (momentum/monere)
yaitu suatu peringatan atau memorial yang bisa berbentuk bangunan, menara, tiang, patung yang didirikan guna memperingati suatu kejadian besar dan penting dalam sejarah atau menghidupan serta memelihara peringatan kepada seseorang
yang sudah meninggal.
Kepercayaan orang Batak (khususnya Toba) tentang manusia bahwa
manusia itu terdiri dari tubuh (daging) atau sibuk, nafas (hosa) dan roh (tondi). Jika manusia itu meninggal dunia, maka tubuhnya kembali kepada tanah, nafas (hosa) kembali kepada angin (alogo) dan roh (tondi) menjadi begu (arwah, begu,
dll). Begu orang yang meninggal bagi orang Batak mempunyai tingkat sesuai dengan umur dan kedudukan sosial pada masa hidupnya. Begu dari orang tua
28
Batak Toba untuk meninggikan makam orangtuanya sebagai pernyataan kehormatan tertinggi seperti mendirikana tambak, batu napir dan tugu.
(http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2014/02/tugu-batak-tugu-marga-marga-batak-dan.html)
Dari kepercayaan inilah masyarakat batak Toba mendirikan sebuah Tugu
untuk memperingati leluhurnya. Dalam pembangunan sebuah tugu dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk dapat menyelesaikan, oleh sebab itu apabila sebuah
tugu telah selesai dibangun maka dibuatlah sebuah perayaan pesta besar untuk meresmikannya. Pesta ini disebut Pesta Adat Tugu Marga, pesta ini diiringi oleh
musik tradisional batak toba yaitu Gondang Sabangunan yang diikuti dengan sebuah tarian tradisional batak toba yaitu tari tortor. Pesta ini merupakan sebuah wujud kebanggaan bagi keturunan marga yang melaksanakannya. Dengan
diadakannya pesta ini membuktikan bahwa keturunan marga tersebut telah berhasil membangun sebuah monumen yang bersejarah untuk marga dan
keturunannya.
7. Silahisabungan
Nama Raja Silahisabungan berasal dari bahasa Batak mula-mula yakni: Silahi berarti seorang laki-laki dan Sabungan berarti petarung atau pendekar.
Silahi Sabungan dapat diartikan menjadi seorang laki-laki yang pandai bertarung.
Hal ini tampak dari relief-relief yang terdapat pada tugu/makam Raja Silahisabungan . Pada perkembangan selanjutnya nama Raja Silahisabungan
29
suatu daerah yang bernama Balige dan merantau ke suatu daerah di sebelah Barat tepian Danau Toba yang saat kini disebut Desa Silalahi Nabolak, yang pada waktu itu masih berbatasan dengan Paropo. Dalam masa hidupnya Raja
Silahisabungan banyak meninggalkan pusaka-pusaka, baik yang dibuat langsung
olehnya sendiri maupun keturunannya. Keseluruhan pusaka tersebut dapat
menjadi suatu tanda keasalian budaya Indonesia sekaligus menjadi bukti nyata dari kejayaan bangsa Indonesia pada masa silam. Adapun pusaka-pusaka tersebut yakni: pusaka pertama yaitu pusaka yang berupa marga-marga pomparan Raja
Silahisabungan seperti: Loho Raja (Haloho), Nungkir Raja (Situngkir), Sondi
Raja (Rumah Sondi), Butar Raja ( Sinabutar), Dabariba Raja (Sidabariba),
Debang Raja (Sidebang), Batu Raja (Pintu Batu) yang dilahirkan oleh isteri
pertama Raja Silahi Sabungan yaitu Pinggan Matio boru Padang batang hari, dan Tambun Raja (Tambunan) yang dilahirkan oleh isteri keduanya Siboru
Nailing boru Nairasaon. Semasa hidupnya Raja Silahisabungan adalah seorang
yang sering merantau ke berbagai wilayah di Sumatera Utara, sehingga ada pula
dari berbagai daerah tersebut yang disamakan dengan marga Silalahi, di antaranya: Sembiring dari Karo, Sipayung dari Simalungun, Telembanua dari Nias. Pada perkembangan selanjutnya putera dari Raja Silahisabungan
mempunya keturunana yang juga dijadikan marga pomparan Raja Silahisabungan , yakni: Dolok Saribu, Sinurat, dan Nadapdap. Pusaka marga inilah yang sampai
30
Pusaka Kedua Raja Silahisabungan yaitu berupa nasehat yang disebut dengan Poda Sagu-sagu Marlangan, yang secara harfiah: Poda berarti nasehat dari orang memiliki kewenangan, Sagu-sagu berarti semacam bentuk kue orang
Batak yang dibuat dari tepung beras dengan bentuk tertentu misalnya dengan menggenggam dan tetap mempertahankan bentuk genggamannya, Marlangan
berarti berwarna pucat. Poda Sagu-sagu Marlangan ini disampaikan oleh Raja Silahisabungan pada suatu acara pemberangkatan anaknya Tambun Raja ke
Sibisa untuk menemui tulangnya Manurung.Tujuan disampaikannya Poda
Sagu-sagu Marlangan ini adalah untuk menjaga agar di kemudian hari tidak ada anggapan dari ketujuh saudara si Tambun Raja bahwa Tambun Raja bukanlah
anak dari Raja Silahisabungan , sekaligus untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara keturunan Raja Silahisabungan.
(https://www.facebook.com/permalink.php?id=366031817566&story_fbid=10151 453401967567)
B. Kerangka Konseptual
Konsep merupakan yang paling penting dalam melaksanakan penelitian,
konsep juga dapat membatasi dan mengarahkan perhatian penulis pada topik yang telah ditentukan. Konsep diartikan sebagai generalisasi dari kelompok fenomena
tertentu sehingga dapat menggambarkan gejala yang sama.
Berdasarkan uraian yang terdapat pada landasan teoritis, maka penulis menggunakan kernagka konseptual sebagai acuan yang penting untuk
31
sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi.
Bentuk penyajian merupakan gambaran atau paparan suatu hal yang akan
disajikan seperti halnya dengan penyajian musik menampilkan karya musik yang telah dipersiapkan, dilatih untuk disajikan dalam suatu pentas, acara, lomba, atau
upacara adat tradisional yang berisikan unsur-unsur dasar dari suatu pertunjukan musik gondang sabangunan sebagai pengiring Tortor pada pesta adat Tugu Slahisabungani di Desa Silalahi Nabolak Kecamatan Silahisabungan Kabupaten
Dairi.
Anasambel merupakan sekelompok atau grup yang memainkan alat musik
secara bersama-sama. Ansambel juga merupakan kelompok kegiatan seni musik. Dalam ansambel, bentuk peyajian permainan ansambel melibatkan beberapa pemain yang bisa menggunakan alat musik sejenis dan campuran. Pengertian
ansambel tidak terlepas dari pengertian musik, karena ansambel merupakan bagian dari musik Dalam pesta adat Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi
Nabolak, mereka menggunakan ansambel campuran. Dimana mereka menggunakan beberapa alat musik dengan jenis yang berbeda.
Gondang Sabangunan merupakan sekelompok alat musik/ansambel Batak
Toba yang digunakan ataupun berfungsi/berperan untuk mengiringi upacara adat, pesta adat, titual keagamaan dan hiburan.
32
perhiasan yang digunakan, (2)Iringan eksternal, yaitu berasal dari alat musik langsung seperti berasal dari orchestra, band, musik tradisi. Tortor adalah tarian seremonial yang disajikan bersamaan dengan penyajian musik gondang. Peranan
musik pada sebuah gerak Tortor memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis
manusia, dimana musik yang berpengaruh pada perasaan seseorang untuk melakukan gerakan-gerakan yang indah.
Pesta adat tugu marga merupakan sebuah wujud kebanggan bagi
masyarakat yang dapat membangun sebuah tugu bagi keturunan marganya. Dengan diadakannya pesta ini membuktikan bahwa keturunan marga tersebut
telah berhasil membangun sebuah monumen yang bersejarah untuk marga dan keturunannya. Pesta adat tugu marga ini diiringi oleh musik tradisional batak toba yaitu Gondang Sabangunan yang diikuti dengan sebuah tarian tradisional batak
toba yaitu tortor.
Nama Raja Silahisabungan berasal dari bahasa Batak mula-mula yakni:
Silahi berarti seorang laki-laki dan Sabungan berarti petarung atau pendekar. Pada
perkembangan selanjutnya nama Raja Silahisabungan dijadikan marga yaitu Silalahi. Adapun pusaka-pusaka tersebut yakni: pusaka pertama yaitu pusaka yang
berupa marga-marga pomparan Raja Silahisabungan . Pusaka Kedua Raja Silahisabungan yaitu berupa nasehat yang disebut dengan Poda Sagu-sagu
Marlangan, yang secara harfiah: Poda berarti nasehat dari orang memiliki
33
Pesta adat Tugu Silahisabungan merupakan suatu pesta perayaan tugu keturunan marga Silahisabungan. Pesta perayaan ini diadakan pada tanggal 14 november mendatang di Desa Silahisabungan Kecamatan Silahsabungan
34
Tabel Kerangka Konseptual
KKK
Melalui
Gambar 2.8 Tabel Kerangka Konseptual Bentuk Penyajian
(Langer)
Susunan tata cara struktur
Aerofon Idiofon Membranofon Kordofon Elektrofon
BENTUK PENYAJIAN ANSAMBEL GONDANG SABANGUNAN
SEBAGAI PENGIRING TORTOR PADA PESTA ADAT TUGU
SILAHISABUNGAN DI DESA SILALAHI NABOLAKK
KECAMATAN SILAHIASABUNGAN KABUPATEN DAIRI
Instrument Musik (Soeharto)
Tanggapan Masyarakat Pesta Adat Tugu Silahisabungan
89 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan Pesta Adat
Tugu Silahisabungan di Desa Silalahi Nabolak, penulis mengambil kesimpulan, yaitu :
1. Pesta Adat Tugu Silahisabungan yang dilaksanakan oleh seluruh keturunan
marga silahisabungan tersebut merupakan salah satu pesta adat yang sangat skaral yang bertujuan untuk mengenang atau penghormatan kepada leluhur
Raja Silahisabungan. Pesta tugu Silahisabunga ini dilaksanakan selama lima hari, dimana dua hari untuk proses persiapan pesta dan tiga hari untuk proses pelaksanaan pesta. Hari pertama yang dilakukan untuk mempersiapkan pesta
adalah menyambut para tamu dan parhobas mulai menyiapkan segala bahan makanan yang akan dimasak untuk esok harinya. Hari kedua prose persiapan adalah acara Manguras Horbo di Pogu ni Alaman Jabu Parsaktian. Hari
ketiga adalah dimana acara pesta mulai dilaksanakan, dimulai dengan acara Ulaon Hahomion di Jabu Parsaktian Tugu Raja Silahisabungan, acara ini
dimulai pada pukul 08.30 Wib, dimana acara ini merupakan acara sakral yang diadakan di Jabu Parsaktian (Rumah Bolon Raja Silahisabungan). Acara ini hanya boleh dihadiri oleh keturunan marga Silahisabungan saja. Dilanjutkan
90
2. hari keempat diawali dengan seluruh keturunan / marga (Bolahan Amak) Silahisabungan pergi ke Aek Lassabunga untuk melaksanakan ritual Martapian/Maranggir (membersihkan diri). Dan dilanjutkan dengan manortor
kembali seluruh undangan yang dimulai dari gondang mula-mula, gondang sombah, gondang mangaliat dan gondang sitio-tio hasahatan. Dan diakhiri
dengan acara hiburan. Pada hari kelima yaitu hari terakhir Pesta Tugu Silahisabungan diawali dengan jiarah ke makam Raja Silahisabungan, dilanjutkan dengan acara Ibadah bersama (Oikumene) dan dilanjutkan dengan
kata sambutan, kemudian diakhiri dengan gondang penutup.
3. Setiap instrument musik dalam gondang sabangunan memiliki penggunaan
atau peranan yang berbeda-beda, dimana taganing dan sarune bolon adalah dua buah instrument yang membawakan melodi. Hal ini bukan berarti bahwa kedua instrument tersebut membawakan melodi yang sama, dalam arti
unisono yang murni, bagi setiap ritme maupun nada. Namun gondang sabangunan yang mengiringi acara pesta tugu Silahisabungan ini sedikit
berbeda, karena yang membawakan melodinya adalah sarune bolon. Instrument sarune lebih dekat jika dikatakan sebagai instrument yang membawakan melodi secara utuh, sedangkan instrument taganing disamping
memainkan melodi, kadang kala juga memainkan pola ritme yang perkusif dari pada melodik. Secara teknis maka instrument taganing dapat bermain
91
Sedangkan dalam penggunaan ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal memiliki peran yang hampir sama yakni sebagai iringan irama lagu yang konstan dan dengan model yang tetap.
4. Tanggapan masyarakat keturunan Raja Silahisabungan terhadap pesta Tugu Silahisabungan sangat bervariasi. Ada yang mengatakan gondang yang
digunakan untuk mengiringi pesta tugu pada hari sudah sangat baik. Tapi ada sedikit kekurangan, yaitu dibagian sound systemnya. Pada tahun – tahun yang lalu, acara pesta tugu sangat meriah dan tidak ada kendala sedikit pun
dibagian musiknya, tapi sekarang musiknya tidak terlalu terdengar, mungkin keslahan ada pada sound yang digunakan. Ada juga yang mengatakan Pesta
Tugu Silahisabungan tidak jauh berbeda dengan tahun lalu, pesta tugu tahun ini yang dipegang oleh Bolahan Amak Tambun Raja / Raja Tambun juga sangat meriah dan sangat menghibur. Hanya saja pesta Tugu tahun ini cuaca
tidak mendukung, apalagi dihari terakhir, cuaca sangat buruk dan selalu hujan deras. Semoga itu bukan pertanda sesuatu yang buruk. Inti dari tanggapan
masyarakat ini adalah Pesta Tugu berjalan dengan baik dan lancar, walaupun ada sedikit kekurangan bukan menjadi masalah besar bagi masyarak, karena tujuan utama dari pesta tugu ini adalah mengenang atau penghormatan kepada
92
B. Saran
Dari beberapa kesimpulan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengajukan beberapa saran antar lain :
1. Penggunaan alat musik tradisional sebagai musik penympaian doa, pengatur tempo dalam pesta adat Tugu Silahisabungan hendaknya dipertahankan
melihat dampak positif dari penggunaan alat music tradisional tersebut kiranya para pemain musik lebih mendalami tentang penggunaanalat musik tradisional tersebut dengan baik.
2. Kendati kontinuitas pargonsi (pemain musik) senantiasa berlangsung dengan dengan sendirinya, namun pembinaan terhadap generasi muda untuk
kelangsungan keberadaan pargonsi, mengingat pengaruh atau dampak perkembangan zaman yang begitu deras yang dapat mempengaruhi generasi muda untuk berpaling dari tradisi seni budayanya.
93
DAFTAR PUSTAKA
Azril. 2008. “Metode Penelitian”. Jakarta: Bumi Pustaka
Banoe, Pono. 2003. Pengantar Pengetahuan Harmoni. Yogyakarta: Kencana Bungin, Burhan. 2011. “Penelitian Kualitatif”. Jakarta: Kencana
Djelantik. 1999. Estetika: Sejarah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia
Djelantik, AAM. 1990. Pengantar Pasar Estetika. Denpasar: STSI Denpasar Esdawa, Suwardi. 2006. “Penelitian Kebudayaan”. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama
Hadeli. 2006. “Metode Penelitian Pendidikan”. Padang: Quantum Teaching Kamien. 2004. Music An Appreciation USA: Mc Crow Hill, Inc
Moeloeng, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Maryeni. 2005. “Metode Penelitian Kebudayaan”. Jakarta: Bumi Pustaka Miller. 2002. “The Rule Of Music In My Life”. Quantum Teaching
Maduma, Tien. 2012. Karakter Musikal Gondnag Husip-Husip Pada Group Poster Sihotang di Tapanuli Utara. Medan: Universitas Negeri Medan
Peter, Nichol. 2005. Panduan Praktis Membaca Notasi Musik. Jakarta: PT Quantum Teaching
Poerwadarminta, W. J. S. 2003. Pertama III. Jakarta: Balai Pustaka
Pasaribu, Ben M. 2004. “Musikalitas + Etnisitas = Pluralitas”. Dalam Musik Etnik. Medan: Pusat Dokumentasi Kebudayaan Batak HKBP Nomensen.
Soeharto, M. 1992. Kamus Musik. Jakarta: Bumi Pustaka
94
. 2008. Sugiyono. 2010. “Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D”. Bandung: Alfabetha
Surya, Brata Addy. 20012. Jenis-Jenis Alat Musik. Jakarta: Bumi Pustaka
Sitohang, R. Lerin. 2014. Bentuk dan Penyajian Musik Gondang Mangaliat Dalam Upacara Adat Panangkok Sarin-Saring di Desa Sabulan Kecamatan Sitiotio Kabupaten Samosir. Medan. Universitas Negeri Medan
Sinaga. Tiodora. 2013. Keberadan Gondang Naposo Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Sei Muka Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara. Medan. Universitas Negeri Medan
Sianaga. Delfiana. 2015. Gondang Hasapi Pada Acara Ritual Parmalin Si Pahasada Di Huta Tinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Kajian Bentuk Penyajian dan Fungsi). Medan. Universitas Negeri Medan
S. Yetty. 2009. Perbedaan Gondang Hasapi dan Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba dengan Fokus Perhatian Pada Upacara Adat Perkawinan dan Kematian. Medan. Universitas Negeri Medan