• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Threshold Metode Otsu Untuk Deteksi Bangun Ruang Pada Citra Digital

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Threshold Metode Otsu Untuk Deteksi Bangun Ruang Pada Citra Digital"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK

DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

DEWA MADE SURYADHARMA

091401058

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK

DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijasah Sarjana Ilmu Komputer

DEWA MADE SURYADHARMA

091401058

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PERSETUJUAN

Judul : IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

Kategori : SKRIPSI

Nama : DEWA MADE SURYADHARMA

Nomor Induk Mahasiswa : 091401058

Program Studi : S1 ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Herriyance, ST, M.Kom Syahriol Sitorus, S.Si, MIT NIP. 19801024 201012 1 002 NIP. 19710310 199703 1 004

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom

(4)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK DETEKSI

BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali

beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2013

Dewa Made Suryadharma

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom. selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan Dosen Pembanding II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc. M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.

5. Bapak Syahriol Sitorus, S.Si, MIT selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Herriyance, S.T, M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

7. Bapak Prof. Dr. Iryanto, M.Si selaku Dosen Pembanding I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Semua dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Dewa Putu Siantara dan Ibu Jero Metasari yang memberikan dukungan baik materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan kepada saudara penulis, Dewa Putu Adityadharma dan Dewa Nyoman Indradharma yang memberikan semangat kepada penulis.

(6)

11.Teman-teman pengurus IMILKOM Fasilkom-TI 2012-2013.

12.Teman-teman sekaligus keluarga besar Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

13.Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu demi satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Oktober 2013

Penulis,

(7)

ABSTRAK

Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang dibatasi oleh beberapa sisi dan disebut juga bangun tiga dimensi. Jumlah model sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Unsur-unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi. Proses deteksi citra bangun ruang merupakan salah satu proses awal untuk menentukan ciri-ciri dari sebuah bangun ruang. Hal tersebut memungkinkan untuk membuat suatu sistem pengolahan citra yang dapat menerima masukan berupa citra objek yang kemudian akan diproses, dideteksi, dan diberikan keluaran berupa deskripsi objek. Proses deteksi citra bangun ruang dilakukan dengan proses Threshold metode otsu dan dateksi tepi

roberts. Metode otsu ini digunakan untuk menentukan nilai ambang dengan menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang. Langkah awal dari pembuatan sistem ini adalah pembuatan basis data dari enam jenis bangun ruang yaitu balok, kubus, bola, kerucut, tabung dan limas segitiga. Berdasarkan hasil uji deteksi implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital menghasilkan ketepatan pendeteksian bangun ruang sebesar 100%.

(8)

IMPLEMENTATION THRESHOLD METHOD OTSU FOR DETECTION GEOMATRIC AT DIGITAL IMAGE

ABSTRACT

Geometric is a waking restricted by some side and called also wake up in three dimensions. The number of model which limits wake up the sides determine the name and shape up. Elements of a geometric is the point angle, ribs, and sides. The process of detection geometric image is one of the initial processes to determine the characteristics of a geometric. It makes it possible to make an image processing system that can receive input in the form of the image of the object then will be processed, detected, and given the outflows in the form of a description of an object. The process of detection the image of geometric done with the process of threshold a method of otsu and edge detetion roberts. A method of otsu is used to determine the value of the verge of by using analysis diskriminan. Analysis diskriminan would maximize the the side variables in order to separate the object and the background. The initial step of manufacture of systems of this is making database of the six kinds of geometric, namely the beam cube, the ball, conical, a tube and limas of a triangle. Based on the detection of the implementation of test methods otsu threshold for the detection of geometric on digital image produce exactness detection geometric amounting to 100 %.

(9)

DAFTAR ISI

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metode Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan

(10)

Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem

3.1 Analisis Sistem 22

3.1.1 Analisis Masalah 22

3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem 25

3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem 25 3.1.2.2 Kebutuhan Non-Fungsional Sistem 26

Bab 4 Implementasi dan Pengujian

(11)

Hal. 4.2.2 Pengujian Deteksi Bangun Ruang 56 4.2.2.1 Proses Uji Deteksi 58

4.3 Hasil Pengujian 65

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 74

5.2 Saran

Daftar Pustaka

Lampiran Listing Program Lampiran Curriculum Vitae

74

75

(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 2.1 Gradasi warna grayscale 8 Gambar 2.2 Proses perubahan citra warna menjadi grayscale 9

Gambar 2.3 Format 8 bit 9

Gambar 2.10 Proses Threshold

Gambar 2.11 Contoh citra setelah dilakukan threshold

Gambar 2.12 Contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu

Gambar 2.13 Contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang rahang Gambar 3.8 Sequence Diagram Proses Implementasi Pendeteksian

Bangun Ruang

Gambar 3.9 Sequence Diagram Proses Uji Deteksi Citra Bangun Ruang

Gambar 3.10 Activity Diagram Implementasi Pendeteksian Bangun Ruang

29

30

31

Gambar 3.11 Activity Diagram Uji Deteksi Bangun Ruang 32

Gambar 3.12 Flowchart Sistem 33 Gambar4.4 Utama Setelah Dilakukan Threshold Otsu 44 Gambar4.5 Form Utama Setelah Dilakukan Deteksi Tepi Terhadap

Citra

(13)

Hal. Gambar 4.12 Uji Deteksi Bangun Ruang Balok 59 Gambar 4.13 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Balok 59 Gambar 4.14 Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus 60 Gambar 4.15 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus

Gambar 4.16 Uji Deteksi Bangun Ruang Bola

60 61 Gambar 4.17 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Bola 61 Gambar 4.18 Uji Deteksi Bangun Ruang Limas

Gambar 4.19 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Limas Gambar 4.20 Uji Deteksi Bangun Ruang Kerucut Gambar 4.21 Hasil Uji Bangun Ruang Kerucut Gambar 4.22 Deteksi Bangun Ruang Tabung

Gambar 4.23 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Tabung

(14)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 4.1 Rencana Pengujian

Tabel 4.2 Pengujian Hasil Input Citra Digital Oleh Pengguna Tabel 4.3 Pengujian Hasil Threshold Otsu Oleh Sistem Tabel 4.4 Pengujian Hasil Deteksi Tepi Oleh Sistem Tabel 4.5 Citra Bangun Ruang

Tabel 4.6 Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang

50 51 52 52 55 65 Tabel 4.7 Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang Dengan Citra Yang

Telah Mengalami Kerusakan

(15)

ABSTRAK

Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang dibatasi oleh beberapa sisi dan disebut juga bangun tiga dimensi. Jumlah model sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Unsur-unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi. Proses deteksi citra bangun ruang merupakan salah satu proses awal untuk menentukan ciri-ciri dari sebuah bangun ruang. Hal tersebut memungkinkan untuk membuat suatu sistem pengolahan citra yang dapat menerima masukan berupa citra objek yang kemudian akan diproses, dideteksi, dan diberikan keluaran berupa deskripsi objek. Proses deteksi citra bangun ruang dilakukan dengan proses Threshold metode otsu dan dateksi tepi

roberts. Metode otsu ini digunakan untuk menentukan nilai ambang dengan menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang. Langkah awal dari pembuatan sistem ini adalah pembuatan basis data dari enam jenis bangun ruang yaitu balok, kubus, bola, kerucut, tabung dan limas segitiga. Berdasarkan hasil uji deteksi implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital menghasilkan ketepatan pendeteksian bangun ruang sebesar 100%.

(16)

IMPLEMENTATION THRESHOLD METHOD OTSU FOR DETECTION GEOMATRIC AT DIGITAL IMAGE

ABSTRACT

Geometric is a waking restricted by some side and called also wake up in three dimensions. The number of model which limits wake up the sides determine the name and shape up. Elements of a geometric is the point angle, ribs, and sides. The process of detection geometric image is one of the initial processes to determine the characteristics of a geometric. It makes it possible to make an image processing system that can receive input in the form of the image of the object then will be processed, detected, and given the outflows in the form of a description of an object. The process of detection the image of geometric done with the process of threshold a method of otsu and edge detetion roberts. A method of otsu is used to determine the value of the verge of by using analysis diskriminan. Analysis diskriminan would maximize the the side variables in order to separate the object and the background. The initial step of manufacture of systems of this is making database of the six kinds of geometric, namely the beam cube, the ball, conical, a tube and limas of a triangle. Based on the detection of the implementation of test methods otsu threshold for the detection of geometric on digital image produce exactness detection geometric amounting to 100 %.

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi merupakan salah satu bagian penting dari kemajuan banyak bidang di

seluruh dunia pada saat ini. Salah satu bidang yang sudah banyak terbantu dengan

kemajuan teknologi yaitu bidang matematika dan bangun ruang merupakan salah

satu topik dari matematika. Bangun ruang merupakan bagian ruang yang dibatasi

oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun dan juga

merupakan objek 3D (Tiga Dimensi). Contoh bangun ruang yaitu balok, kubus,

bola, dan lain-lain.

Pengolahan citra merupakan salah satu ilmu dalam bidang ilmu komputer

yang banyak mengembangkan hal-hal mengenai matematika untuk dijadikan

suatu teknologi yang dapat memberi banyak manfaat kepada kemajuan banyak hal

di dunia ini. Salah satu contohnya yaitu program aplikasi seperti photoshop untuk

melakukan desain gambar yang bisa berupa gambar-gambar seperti bangun ruang

atau gambar-gambar lain yang berhubungan dengan bidang matematika dan

bidang ilmu lainnya.

Analisis dengan menggunakan thresholding adalah salah satu cara untuk mengenali sebuah citra sesuai dengan nilai ambangnya. Dalam analisisnya,

dengan memanfaatkan Metode Otsu untuk menentukan nilai ambang dari suatu citra. Metode Otsu merupakan metode pendekatan yang digunakan dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat

(18)

diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan

objek dengan latar belakang . [6]

Kelebihan dari Metode Otsu akan memaksimalkan kecocokan dari sebuah threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua ini diperoleh dengan menentukan nilai threshold yang memberikan pembagian kelas yang terbaik untuk semua piksel yang ada di dalam image. Dasar

yang digunakan adalah dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi

dimana jumlah tiap point pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada

image.

Banyaknya pemanfaatan ilmu pengolahan citra dalam banyak bidang

inilah yang akhirnya membuat penulis berkeinginan untuk melakukan

implementasi Threshold metode Otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana

melakukan pengimplementasian suatu sistem deteksi bangun ruang pada citra

digital dengan menggunakan threshold metode otsu dan bagaimana menghasilkan aplikasi untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang menjadi acuan dalam pengerjaan skripsi ini adalah:

1. Citra yang digunakan adalah file dalam bentuk *JPEG (.jpg). 2. Ukuran file cira digital yaitu berukuran 40 x 70 piksel.

3. Metode yang digunakan untuk deteksi menggunakan metode otsu.

4. Bangun ruang yang akan dideteksi ada 6 yaitu kubus, balok, bola, tabung,

limas segitiga, dan kerucut.

(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan aplikasi untuk mendeteksi bangun ruang dengan menggunakan

metode otsu.

2. Dengan menggunakan aplikasi ini dapat dimanfaatkan berbagai

permasalahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan tentang implementasi metode otsu dalam bidang pengolahan citra.

2. Dapat memberikan solusi berupa aplikasi dan informasi bagaimana cara

mendeteksi citra bangun ruang yang dapat memberikan kemudahan untuk

mengetahui hasil dari citra bangun ruang yang akan dideteksi.

1.6 Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan bahan referensi yang

terkait dengan thresholding dan metode otsu yang dapat berupa buku-buku, artikel-artikel atau e-book serta jurnal nasional dan internasional yang didapatkan melalui internet

2. Analisis dan Perancangan Perangkat Lunak

Pada tahap ini digunakan untuk mengolah data yang ada dan kemudian

(20)

menjadi suatu informasi. Kemudian seluruh hasil analisa terhadap studi

literatur yang dilakukan seperti proses threshold dan mengenai metode otsu itu sendiri, digunakan untuk merancang perangkat lunak yang akan

dihasilkan. Dalam tahapan ini, dilakukan perancangan bagaimana sistem

nantinya akan dibuat dan dikembangkan sesuai dengan proses thresholding

dan menerapkan metode otsu sehingga tercipta suatu sistem yang dapat membantu mendeteksi bangun ruang dengan menggunakan analisis

threshold metode otsu.

3. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pembuatan coding dengan memasukkan data-data serta pengolahan data.

4. Pengujian sistem

Pada tahap ini dilakukan pengujian sistem yang telah dibuat untuk

mendapatkan hasilnya apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan.

5. Dokumentasi

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi data-data dan dokumentasi hasil dari

(21)

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membuat sistematika sebagai berikut :

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodeologi

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2: LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai teori – teori yang terkait dengan

penelitian ini diantaranya adalah membahas tentang pengolahan citra, citra digital,

threshold, dan metode otsu.

BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini berisi analisis terhadap fokus permasalahan penelitian dan perancangan

terhadap sistem deteksi bangun ruang pada citra digital.

BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab ini membahas tentang implementasi dan pengujian sistem.

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memuat kesimpulan isi dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya

dan saran-saran dari hasil yang diperoleh yang diharapkan dapat bermanfaat untuk

(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi

gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini

mempunyai data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra.

Teknik-teknik pengolahan citra biasanya digunakan untuk melakukan transformasi dari

satu citra ke citra yang lain.

Pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari

suatu citra kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur dan

berbagai manipulasi citra lainnya. Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan

citra diterapkan pada citra untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk

menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra,

mengelompokkan elemen pada citra dan menggabungkan citra dengan yang lain.

2.1.1 Citra

Citra adalah gambar analog dalam dua dimensi. Dari sudut pandang matematika

citra adalah fungsi menerus dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi, di

dalam sebuah citra mengandung banyak informasi yang sering mengalami derau

(23)

Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Sebuah citra

grayscale ukuran 150x150 piksel (elemen terkecil dari sebuah citra) diambil

sebagian berukuran 9x8 piksel. Maka, monitor akan menampilkan sebuah kotak

kecil. Namun, yang disimpan dalam memori komputer hanyalah angka-angka

yang menunjukkan besar intensitas pada masing-masing piksel tersebut. [8]

Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M yang tersusun

sebagai berikut:

Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale). Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 menyatakan intensitas hitam dan

G menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit nilai G = 28 = 256 warna (derajat

keabuan). Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra

digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan

kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB). [3]

2.1.1.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel

(24)

white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner.

Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti

segmentasi, pengambangan, morfologi, ataupun dithering. [6]

2.1.1.2 Citra Grayscale

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada

setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian Red = Green = Blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas warnanya. Warna yang dimiliki

adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan

warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga putih. [6]

Citra grayscale memiliki derajat keabuan 8 bit seperti yang dapat dilihat berikut ini :

Gambar 2.1 : Gradasi warna grayscale

Operasi grayscale bertujuan untuk merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dikarenakan lebih

sederhana. karena hanya menggunakan sedikit kombinasi warna dan dengan citra

abu-abu dirasakan sudah cukup untuk memproses suatu gambar. Perubahan citra

24 bit RGB menjadi citra abu-abu adalah dengan menghitung rata-rata dari

intensitas 0.299*red, 0.587*green, 0.114*blue dari citra 24 bit RGB. [2]

Grayscale sendiri merupakan sebuah proses pengolahan citra yang biasa

(25)

dirubah menjadi citra digital dengan skala keabuan. Berikut merupakan contoh

perubahan dari citra warna menjadi citra keabuan dengan proses grayscale :

Gambar 2.2 : Proses perubahan citra warna menjadi citra grayscale

2.1.2 Citra Warna (8 bit)

Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya mewakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 356 warna. Ada dua jenis warna 8

bit. Pertama, citra warna 8 bit dengan menggunakan palet warna 256 dengan

setiap paletnya memiliki pemetaan nilai (colormap) RGB tertentu. Model ini lebih sering digunakan. Kedua, setiap pixel memiliki format 8 bit sebagai berikut. [6]

Gambar 2.3 : Format 8 bit

2.1.3 Citra Warna (16 bit)

Citra warna 16 bit (biasanya disebut sebagai citra highcolor) dengan setiap

(26)

Warna 16 bit memiliki 65.536 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah

dan biru mengambil tempat di 5 bit di kanan dan kiri. Komponen hijau memiliki 5

bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen hijau dengan deret 6 bit

dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif terhadap warna hijau. [6]

2.1.4 Citra Warna (24 bit)

Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk

memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia.

Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna

saja. Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit

kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah. [6]

2.2 Bangun Ruang

Bangun Ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang

terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Permukaan bangun itu disebut

sisi. Dalam memilih model untuk permukaan atau sisi, sebaiknya digunakan

model berongga yang tidak transparan. Model untuk bola lebih baik digunakan

sebuah bola sepak dan bukan bola bekel yang pejal, sedangkan model bagi sisi

balok lebih baik digunakan kotak kosong dan bukan balok kayu. Hal ini

mempunyai maksud untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud sisi bangun ruang

adalah himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi

suatu bangun ruang tersebut . [9]

2.2.1 Kubus

(27)

1. Jumlah sisi ada 6 buah yang memiliki bentuk bujur sangkar.

2. Memiliki 8 titik sudut.

3. Memiliki 12 rusuk dengan panjang yang sama.

4. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 2.4 : Kubus

2.2.2 Balok

Balok memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Alasnya berbentuk segi empat

2. Memiliki 12 rusuk

3. Memiliki 6 bidang sisi

4. Memiliki 8 titik sudut

5. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 2.5 : Balok

2.2.3 Bola

Bola memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(28)

2. Tidak memiliki sudut dan tidak memiliki rusuk

Gambar 2.6 : Bola

2.2.4 Tabung

Tabung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memiliki 2 rusuk

2. Alas dan atapnya berupa lingkaran

3. Memiliki 3 bidang sisi yaitu 2 bidang sisi lingkaran dan 1 bidang selimut

Gambar 2.7 : Tabung

2.2.5 Limas Segitiga

Limas Segitiga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Alasnya berbentuk segitiga

2. Memiliki 4 bidang sisi (alas dan 3 sisi tegak)

3. Memiliki 6 rusuk

(29)

Gambar 2.8 : Limas Segitiga 2.2.6 Kerucut

Kerucut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Memiliki 2 bidang sisi

2. Memiliki 2 rusuk dan 1 titik sudut

Gambar 2.9 : Kerucut

2.3 JPEG

JPEG (Joint Photographic Expert Group) merupakan format file yang

paling tinggi tingkat popularitasnya dalam dunia digital fotografi. JPEG memiliki

kemampuan dalam kedalaman warna 24 bit (3 saluran warna dimana

(30)

JPEG menghasilkan ukuran file kecil dengan memanfaatkan kompresi

lossy. Kompresi lossy menghilangkan detail pada gambar sehingga dapat

dikatakan sebagai kurangnya informasi. [4]

2.4 Thresholding

Dalam pengolahan citra, proses operasi ambang batas atau sering disebut

thresholding ini merupakan salah satu operasi yang sering digunakan dalam menganalisis suatu obyek citra. Threshold merupakan suatu cara bagaimana mempertegas citra dengan mengubah citra menjadi hitam dan putih (nilainya

hanya tinggal menjadi antara 0 dan 1). Di dalam proses threshold ini harus ditetapkan suatu variabel yang berfungsi sebagai batas untuk melakukan konversi

elemen matriks citra menjadi hitam atau putih. Jika nilai elemen matriks dibawah

ini dikonversi menjadi nilai 0 (hitam) dan jika diatas nilai ini elemennya

dikonversi menjadi 1. [10]

Pengembangan citra (image thresholding) merupakan metode yang paling sederhana untuk melakukan segmentasi. Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Proses thresholding ini pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra. Untuk mendapatkan hasil

segmentasi yang bagus, beberapa operasi perbaikan kualitas citra dilakukan

terlebih dahulu untuk mempertajam batas antara objek dengan latar belakangnya.

[1]

Dalam pemanfaatan threshold biasanya untuk citra RGB (Red, Green, Blue) akan dirubah dulu menjadi citra grayscale (keabuan) terlebih dahulu baru nantinya akan dilakukan proses thresholding.

Pada operasi ini nilai pixel yang memenuhi syarat ambang batas dipetakan ke suatu nilai yang dikehendaki. Dalam hal ini syarat ambang batas dan nilai yang

(31)

2.4.1 Proses Threshold

Proses thresholding atau binerisasi pada prinsipnya adalah melakukan pengubahan nilai derajat keabuan menjadi dua nilai yaitu 0 atau warna hitam dan

255 atau warna putih. Pemilihan nilai threshold yang digunakan berpengaruh terhadap ketajaman suatu citra. [2] Secara umum proses threshold citra grayscale

untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut:

g(x,y) = �0 jika �(�,�) ≥ � 1 jika �(�,�) < � �

keterangan:

g(x,y) = citra biner dari citra grayscale f(x,y) T = nilai threshold

Proses threshold dilakukan dengan memeriksa nilai derajat keabuan pada citra. Jika nilai derajat keabuan kurang dari nilai threshold maka warna piksel berubah menjadi hitam, begitu juga sebaliknya jika piksel lebih dari nilai

threshold maka warna piksel akan berubah menjadi putih. [6]

Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses

pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat tergantung pada nilai T yang

digunakan. Nilai threshold antara 0 – 255, dimana artinya bila ada intensitas pixel

yang bernilai diatas threshold maka intensitas pixel tersebut akan bernilai sama

dengan threshold. [6]

(32)

Gambar 2.10 : Proses Threshold

a) Thresholding global

Salah satu cara untuk memilih nilai ambang adalah dengan melihat histogram citra

tersebut. Histogram adalah menggambarkan citra yang memiliki dua mode

berbeda sehingga memudahkan untuk memilih yang berbeda hingga ada yang

ditemukan sehingga mengahasilkan T ambang batas yang memisahkannya. Cara

lain untuk memilih T adalah dengan trial dan eror, memilih nilai ambang batas

yang berbeda hingga ada yang ditemukan sehingga menghasilkan hasil yang baik.

[1]

b) Thresholding lokal

Metode thresholding global dapat gagal jika kontras latar belakang tidak merata. Thresholding akan dikatakan sebagai thresholding lokal jika nilai T (nilai ambang) bergantung pada nilai gray level f(x,y) dan nilai properti lokal citra

p(x,y). Dalam thresholding lokal citra akan dibagi ke dalam bagian yang lebih kecil – kecil dan proses pengembangan akan dilakukan secara lokal. Kelebihan

yang dimiliki thresholding adalah secara subyektif,citra yang dihasilkan akan lebih bagus. Thresholding lokal dapat ditunjukkan bahwa proses ini adalah setara dengan thresholding f(x,y) dengan fungsi lokal yang bervariasi T ambang (x,y) [1] :

g(x,y) = �0 jika �(�,�) ≥ � 1 jika �(�,�) < � �

Dimana :

(33)

�0(x,y) adalah membuka morfologi dari f,dan �0 konstan adalah hasil dari fungsi graytresh digunakan pada �0.

Pada pengambangan global, seluruh pixel pada citra dikonversikan menjadi hitam dan putih dengan nilai ambang T. Kemungkinan besar pada

pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan

satu nilai T untuk keseluruhan pixel. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif. Pada pengambangan lokal, suatu

citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal

pada setiap blok dengan nilai T yang berbeda. [6]

Gambar 2.11 : Contoh citra setelah dilakukan threshold

2.4.2 Metode Otsu

Metode Otsu menghitung nilai ambang T secara otomatis berdasarkan citra

masukan. Pendekatan yang digunakan oleh metode otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan

antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan

akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan

latar belakang. [5]

Untuk memilih nilai ambang batas secara otomatis, Gonzalez dan Woods

(34)

1. Dipilih dahulu perkiraan awal untuk T. (disarankan estimasi awal adalah titik

tengah antara nilai-nilai intensitas minimun dan maksimum citra).

2. Bagi citra menggunakan T. Ini akan menghasilkan dua kelompok pixel G1, yang terdiri dari semua pixel dengan nilai-nilai intensitas ≥ T, dan G2 yang terdiri dari pixel dengan nilai-nilai <T.

3. Menghitung nilai rata-rata intensitas µ1 dan µ2 untuk pixel di daerah G1 dan G2.

4. Menghitung nilai ambang baru dengan persamaan :

T = 1

2 (µ1+µ2)

5. Ulangi langkah 2 hingga langkah 4 sampai perbedaan t di iterasi

berturut-turut lebih kecil dari T0 parameter standar.

Gambar 2.12 : Contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu

Sebuah fungsi yang menghitung graythresh disebut batas menggunakan metode otsu (Otsu,1979). Formulasi dari metode otsu adalah sebagai berikut [2]:

Nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra gray level dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan nilai L = 255.

Sedangkan jumlah pixel pada tingkat keabuan i dilambangkan oleh n1 dan jumlah pixel pada citra oleh N = n1 + n2 + .... + nL [2].

Misalkan nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k

(35)

Probabilitas untuk pixel i dinyatakan dengan :

P

i = ��

(1)

Dengan ni menyatakan jumlah pixel dengan tingkat keabuan I dan N

menyatakan banyaknya pixel pada citra.

Nilai momen kumulatif ke nol, momen kumulatif ke satu, dan nilai

rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut.

w(k) = ∑�=1�� (2)

�(�)= =1� .�� (3)

�T = ∑�=1� .�� (4)

Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan :

2 (k*) = max1≤�<�2

� (�) (5)

Dengan :

2

� (k) =

[���(�)−�(�)]²

�(�)[1−�(�)] (6)

Keterangan :

pi : probabilitas pixel

(36)

k : nilai ambang suatu citra

w : momen kumulatif

µ : nilai rata-rata

µT : nilai rata-rata total

δ : varians kelas

Metode ini adalah metode yang sangat populer diantara semua metode

thresholding yang ada. Teknik Otsu ini memaksimalkan kecocokan dari sebuah

threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua ini didapatkan dengan memilih nilai threshold yang memberikan pembagian kelas yang terbaik untuk semua piksel yang ada didalam image. Dasarnya adalah

dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi dimana jumlah tiap poin

pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada image[5].

Gambar 2.13 : contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang rahang

2.5 Deteksi Tepi

Deteksi tepi berfungsi untuk memperoleh tepi objek. Deteksi tepi memanfaatkan

perubahan nilai intensitas yang drastis pada batas dua area. Defenisi tepi disini

adalah himpunan piksel yang terhubung yang terletak pada batas dua area.

Umumnya, deteksi tepi menggunakan dua macam detektor, yaitu detektor

baris (Hy) dan detektor kolom (Hx). Beberapa contoh yang tergolong jenis ini

(37)

2.5.1 Deteksi Tepi Roberts

Operator Roberts, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1965, terdiri atas dua filter berukuran 2x2. Ukuran filter kecil membuat komputasi sangat cepat.

Namun, kelebihan ini sekaligus menimbulkan kelemahan, yakni sangat

terpengaruh oleh derau. Selain itu, operator roberts memberikan tanggapan lemah

terhadap tepi, kecuali kalau tepi sangat tajam[10].

X x+1

y

z

1

z

2 1 0 0 -1

y+1

z

3

z

4 0 -1 1 0

(a) Posisi pada citra f (b) Gx (c) Gy

Gambar 2.14 : Operator Roberts (b) dan (c) serta posisi pada cita f

(38)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1. Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan tahap awal dari sebuah penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui masalah yang terkait dalam pembuatan sistem dengan

mempelajari dan memahami masalah yang akan diselesaikan dengan

menggunakan sistem ini. Setelah mengetahui permasalahan yang ingin

diselesaikan maka dilanjutkan dengan proses perancangan model yang nantinya

akan memenuhi kebutuhan dan permintaan pengguna. Analisis selanjutnya yang

merupakan analisis terakhir yaitu analisis proses yang diimplementasikan dalam

sebuah sistem.

3.1.1. Analisis Masalah

Bangun ruang disebut juga bangun tiga dimensi. Bangun ruang merupakan sebuah

bangun yang memiliki ruang yang dibatasi oleh beberapa sisi. Jumlah dan model

sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun

tersebut. Unsur – unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi.

Bangun ruang yang nantinya akan dianalisis yaitu

a) Kubus

Kubus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

5. Jumlah sisi ada 6 buah yang memiliki bentuk bujur sangkar

6. Memiliki 8 titik sudut

7. Memiliki 12 rusuk dengan panjang yang sama

(39)

Gambar 3.1 : Kubus

b) Balok

Balok memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

6. Alasnya berbentuk segi empat

7. Memiliki 12 rusuk

8. Memiliki 6 bidang sisi

9. Memiliki 8 titik sudut

10. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 3.2 : Balok

c) Bola

Bola memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

3. Hanya memiliki 1 bidang

4. Tidak memiliki sudut dan tidak memiliki rusuk

Gambar 3.3 : Bola

d) Tabung

(40)

4. Memiliki 2 rusuk

5. Alas dan atapnya berupa lingkaran

6. Memiliki 3 bidang sisi yaitu 2 bidang sisi lingkaran dan 1 bidang selimut

Gambar 3.4 : Tabung

e) Limas Segitiga

Limas Segitiga memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

5. Alasnya berbentuk segitiga

6. Memiliki 4 bidang sisi (alas dan 3 sisi tegak)

7. Memiliki 6 rusuk

8. Memiliki 4 titik sudut

Gambar 3.5 : Limas

f) Kerucut

Kerucut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

3. Memiliki 2 bidang sisi

(41)

Gambar 3.6 : Kerucut

Permasalahan yang akan diselesaikan dengan menggunakan sistem ini

adalah untuk mengenali citra bangun ruang dari enam objek bangun ruang yang

akan di deteksi. Dalam sistem ini citra bangun ruang tersebut akan dideteksi

dengan menggunakan threshold metode otsu dan menggunakan deteksi tepi

robert.

3.1.2. Analisis Kebutuhan Sistem

Analisis kebutuhan sebuah sistem dibagi menjadi dua kategori yaitu : analisis

kebutuhan fungsional dan analisis kebutuhan non-fungsional.

3.1.2.1. Kebutuhan Fungsional Sistem

Kebutuhan fungsional sistem merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan sistem.

Dalam pengimplementasian sistem deteksi citra bangun ruang threshold metode

otsu ini memiliki kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi, antara lain :

1. Citra digital yang akan dideteksi adalah citra digital berformat .jpg atau

.jpeg.

2. Ukuran citra yang akan dideteksi adalah citra yang berukuran 40 x 70

pixel.

3. Proses awal implementasi pada sistem ini dilakukan dengan melakukan

(42)

4. Sistem nantinya melakukan pengujian apakah bangun ruang yang akan

diuji dapat di deteksi sistem atau tidak.

5. Sistem akan menampilkan hasil identitas bangun ruang yang telah diuji.

3.1.2.2. Kebutuhan Non-Fungsional Sistem

Agar membantu kinerja sistem agar lebih baik, terdapat kebutuhan non-fungsional sistem, antara lain :

1. Performa

Sistem dan perangkat lunak yang dibangun harus dapat menunjukkan hasil

dari proses implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

2. Mudah digunakan ( user friendly)

Sistem dan perangkat lunak yang dibangun harus sederhana agar mudah

digunakan oleh user. Sistem yang nantinya digunakan memiliki interface

yang menarik dan memliki cara penggunaan yang mudah dalam

pengoperasian sistem.

3. Hemat biaya

Sistem atau perangkat lunak yang digunakan tidak memerlukan perangkat

tambahan atau perangkat pendukung lainnya yang dapat mengeluarkan

biaya.

4. Dokumentasi

Sistem atau perangkat lunak yang dibangun dapat menyimpan citra digital

yang merupakan hasil pengimplementasian threshold metode otsu dengan format file jpg.

5. Kontrol

Sistem yang akan dibangun harus memiliki kontrol berupa enable dan

(43)

tertentu yang merupakan bagian dari fungsi pengimplementasian akan

aktif.

3.1.3. Analisis Proses

Dalam sistem ini menggunakan threshold metode otsu dan deteksi tepi robert yang kemuadian nantinya akan dilakukan proses pelatihan untuk mendeteksi citra

bangun ruang yang akan dikenali. Proses threshold metode otsu membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah yang berbeda tanpa membutuhkan bantuan user untuk memasukkan nilai ambang yang dilakukan dengan analisis deskriminan yaitu menentukan suatu variable yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami, analisis deskriminan akan

memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang suatu citra. Kemudian dilakukan proses deteksi tepi dengan

menggunakan deteksi tepi robert dari citra bangun ruang yang telah melakukan

threshold otsu dan dilakukan proses pelatihan untuk mendeteksi citra bangun ruang yang akan dikenali.

3.2. Pemodelan

Pada pengimplementasian deteksi citra bangun ruang ini digunakan UML sebagai

bahasa pemodelan yang berfungsi untuk membantu merancang sistem deteksi

bangun ruang. Model UML yang digunakan dalam penelitian ini yaitu use case,

sequence diagram, dan activity diagram.

3.2.1. Use Case Diagram

Use case diagram adalah suatu diagram yang merupakan teknik untuk merekam

persyaratan fungsional dan berfungsi untuk menggambarkan interaksi antara

pengguna sistem dengan sistem itu sendiri kemudian memberi suatu penjelasan

(44)

dari sistem yang dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat dilihat pada

gambar 3.7

Sistem Uji Deteksi Citra

Bangun Ruang

Implementasi Threshold Otsu

Uji Deteksi Bangun Ruang User

Deteksi Tepi Robert

<<include>> <<include>>

Proses

Gambar 3.7 Use Case Diagram Sistem Deteksi Bangun Ruang

3.2.2 SquenceDiagram

Sequence diagran adalah diagram yang menunjukkan kelompok-kelompok objek

yang saling berkolaborasi dalam beberapa kebiasaan (behavior). Sequence

diagram menunjukkan sejumlah objek contoh dan pesan-pesan yang lewat

objek-objek tersebut dalam use case. Berikut ini merupakan gambaran dari sequence

diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat

(45)

Input Citra

Threshold Otsu

Deteksi Tepi

Reduksi Data

Proses

Input Citra Bangun Ruang

Proses Reduksi (matriks)

Proses Deteksi Tepi( matriks)

Proses Threshold Otsu

Proses Implementasi

Simpan Proses Implementasi ( Bobot)

(46)

Input Citra

Threshold Otsu

Deteksi Tepi

Reduksi Data

Uji Deteksi

Input Citra Bangun Ruang

Proses Reduksi (matriks)

Proses Deteksi Tepi( matriks)

Proses Threshold Otsu

Proses Simulai Uji Deteksi

Set String ( Identitas Bangun Ruang)

(47)

3.2.3. Activity Diagram

Activity diagram adalah diagram yang berfungsi untuk menggambarkan logika

procedural, jalur kerja suatu sistem. Diagram ini hampir memiliki peran yang sama dengan diagram alir yang mana memungkinkan siapapun yang melakukan

proses agar dapat memilih urutan dalam melakukan kinerja sistem sesuai yang

diinginkan. Berikut ini merupakan activity diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat dilihat pada gambar 3.10 dan

gambar 3.11.

User menekan tombol ambil citra Open dialog dan membaca citra bangun ruang ke axes

User menthreshold Otsu citra bangun ruang

Sistem akan melakukan threshold otsu pada citra bangun ruang

User menekan tombol deteksi tepi

Sistem akan melakukan deteksi tepi pada citra bangun ruang

User Mengisi Identitas bangun ruang

Sistem akan menyimpan citra hasil threshold dan deteksi tepi User menekan tombol reduksi data

Sistem meereduksi data

User Sistem

User menekan tombol simpan

User menekan tombol proses untuk melakukan implementasi pendeteksian

bangun ruang

Sistem melakukan pelatihan pendeteksian bangun ruang

Sistem menyimpan bobot pelatihan

(48)

User menekan tombol ambil citra Open dialog dan membaca citra bangun ruang yang akan dideteksi ke dalam axes

User menthreshold Otsu citra bangun ruang

Sistem akan melakukan threshold otsu pada citra bangun ruang

User menekan tombol deteksi tepi

Sistem akan melakukan deteksi tepi pada citra bangun ruang

User menekan tombol uji deteksi bangun ruang

Sistem melakukan deteksi citra bangun ruang

User Sistem

Sistem menampilkan hasil deteksi citra bangun ruang

(49)

3.3. Pseudocode Program

Pseudocode merupakan algoritma yang diterjemahkan dengan bahasa tingkat tinggi, bahasa yang digunakan agar mudah dimengerti manusia dan dapat

digambarkan dengan mudah sehingga dapat dipahami oleh manusia itu sendiri.

3.3.1. Pseudocode Proses Implementasi Pendeteksian Bangun Ruang

THRESHOLD OTSU

otsu2 ← graythresh(citra2);

citra_otsu2 ← im2bw(rgb2gray(citra2),otsu2);

DETEKSI TEPI ROBERT

nilai_det ← 240;

citra_gray ← rgb2gray(citra);

[b k]← size(citra_gray);

input← reduksi_data

target ← target';

input ← input';

[net,output]← adapt (net,input,target);

[net,tr] ← train (net,input,target);

(50)

3.3.2. Pseudocode Proses Uji Deteksi Bangun Ruang

THRESHOLD OTSU

otsu2 ← graythresh(citra2);

citra_otsu2 ← im2bw(rgb2gray(citra2),otsu2);

DETEKSI TEPI

nilai_det ← 240;

citra_gray ← rgb2gray(citra);

[b k]← size(citra_gray);

input← reduksi_data

citra_gray[A B]← citra_gray

ujidata ← reshape(citra_gray,1,2800)

ujidata ←ujidata * signal

target ← target’

(51)

3.4. Perancangan Sistem

3.4.1. Perancangan Flowchart Sistem

Start

Ambil Citra

Proses Threshold

Otsu

Reduksi Data

Proses Pengenalan

Finish Edge Detection

Uji Deteksi

Gambar 3.12 Flowchart Sistem

3.4.2. Perancangan Antarmuka (Interface)

Sistem uji deteksi bangun ruang ini dirancang dan dibangun dengan bahasa

pemrograan MATLAB R2012a. Perancangan antarmuka atau interface ini

bertujuan untuk memudahkan interaksi antara manusia dengan komputer sehingga

manusia dapat menggunakan sistem yang telah dirancang dan dibangun dapat

(52)

3.4.2.1. Form Awal

Form awal merupakan tampilan pertama pada sistem deteksi bangun ruang. Didalam form awal terdapat tombol menu utama yang dugunakan untuk menuju

proses selanjutnya. Berikut rancangan form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Rancangan Form Awal

Keterangan :

1. Merupakan label untuk keterangan judul skripsi.

2. Merupakan label untuk penempatan logo.

3. Merupakan label untuk keterangan nama dan nim.

(53)

3.4.2.2. Form Utama

Setelah menekan tombol utama maka akan menuju form utama. Berikut rancangan

form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Rancangan Form Utama

Keterangan :

1. Merupakan label untuk keterangan judul skripsi.

2. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang pertama.

3. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file

(54)

4. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu

pada citra bangun ruang pertama.

5. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang pertama.

6. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang kedua.

7. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file

citra/ gambar bangun ruang kedua.

8. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu

pada citra bangun ruang kedua.

9. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang kedua.

10.Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang ketiga.

11.Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file

citra/ gambar bangun ruang ketiga.

12.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu

pada citra bangun ruang ketiga.

13.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang ketiga.

14.Merupakan label untuk keterangan nama bangun ruang.

15.Merupakan Text Box yang digunakan untuk memasukkan nama bangun

ruang sebagai identitas.

16.Merupakan Button yang berfungsi untuk menyimpan citra yang telah melakukan proses threshold dan deteksi tepi.

17.Merupakan Button yang berfungsi untuk mereduksi data hasil dari

thresholdotsu sehingga data menjadi lebih kecil.

18.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses pelatihan yang nantinya citra bangun ruang akan dikenali.

(55)

20.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah yang akan menuju sub-menu Uji Deteksi.

21.Merupakan Button yang berfungsi untuk mengakhiri sistem.

22.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah yang terdapat pada bantuan.

23.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah agar kembali ke sub-menu sebelumnya.

3.4.2.3. Form Uji Deteksi

Form uji deteksi merupakan form yang digunakan untuk mengetahui hasil dari pengimplementasian sebelumnya. Berikut rancangan form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.15.

(56)

Keterangan :

1. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar yang akan dideteksi.

2. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file citra/ gambar.

3. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses thresholdotsu.

4. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi. 5. Merupakan Text Box yang digunakan untuk menampilkan keterangan dari

proses yang telah dikerjakan sistem.

6. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses uji deteksi bangun ruang.

7. Merupakan Button yang berfungsi untuk me-reset sistem yang nantinya sistem akan kembali keadaan semula yang belum melakukan proses.

8. Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah agar kembali ke sub-menu sebelumnya.

9. Merupakan Button yang berfungsi untuk mengakhiri sistem.

(57)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

4.1. Implementasi

Setelah tahap analisis dan perancangan sistem maka tahap selanjutnya adalah

implementasi dan pengujian terhadap sistem yang dibangun. Sistem deteksi citra

bangun ruang ini menggunakan bahasa pemrograman MATLAB R2012a dan menggunakan Microsoft Exel 2007. Bahas pemrograman MATLAB R2012a

digunakan agar memudahkan penulis membangun sistem yang akan dibuat dan

Microsoft Exel 2007 digunakan untuk penyimpanan data. Pada sistem ini terdapat 5 form yang digunakan dimana form tersebut terdiri dari form Awal, form Utama,

form Uji Deteksi, form bantuanUtama, form bantuanPengujian.

4.1.1. Form Awal

Form awal merupakan form yang pertama kali tampil ketika aplikasi dimulai.

(58)

Gambar 4.1. Form Awal

4.1.2. Form Utama

Setelah form awal selesai maka lanjut ke form berikutnya yaitu form utama. Form

utama merupakan bagian utama dari sistem yang didalamnya terdapat

fungsi-fungsi utama dari sistem yang dibangun. Dimana pada form ini akan dilakukan implementasi citra bangun ruang. Langkah pertama pada sistem ini yaitu dengan

memasukkan tiga citra bangun ruang yang berbeda yang dilakukan dengan

menekan tombol ambil citra. Setelah ketiga citra tersebut dimasukkan akan

dilakukan proses threshold otsu kemudian dideteksi tepi dengan menekan tombol

threshold otsu dan deteksi tepi. Lalu setelah dilakukan proses threshold otsu dan deteksi tepi citra tersebut disimpan sesuai dengan nama citra bangun ruang.

Langkah ini dilakukan terhadap enam bangun ruang yang nantinya akan dideteksi.

Proses selanjutnya setelah semua citra bangun ruang sudah disimpan akan

dilakukan reduksi data dengan menekan tombol reduksi yang digunakan untuk

(59)

dengan menekan tombol proses. Adapun tampilan form utama dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.3, 4.4, 4.5.

(60)

Gambar 4.3. Form Utama Setelah Dimasukan Citra

(61)

Gambar 4.5. Form Utama Setelah Dilakukan Deteksi Tepi Terhadap Citra

4.1.3. Form Uji Deteksi

Form selanjutnya yaitu form uji deteksi, disini akan dilakukan pengujian terhadap citra yang nantinya akan dideteksi apakah citra tersebut memliki informasi sesuai

dengan yang diinginkan. Pada form ini langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan memasukan citra bangun ruang yang akan dideteksi dengan menekan

tombol ambil citra, setelah citra dimasukkan dilakukan proses threshold otsu

dengan menekan tombol threshold otsu kemudian citra tersebut dideteksi tepi

dengan menekan tombol deteksi tepi. Proses selanjutnya setelah citra bangun

ruang tersebut telah dilakukan proses threshold otsu dan deteksi tepi kemudian

tersebut akan dideteksi dengan menekan tombol uji deteksi. Hasil uji deteksi akan

(62)

hasil uji deteksi tepat, dan sebaliknya jika hasil uji deteksi tidak tepat. Adapun

tampilan form uji deteksi dapat dilihat pada gambar 4.6, 4.7, 4.8, 4.9.

Gambar 4.6. Form Uji Deteksi

(63)

Gambar 4.8. Form Uji Deteksi Setelah Dilakukan Threshold Otsu

(64)

4.1.4. Form Bantuan Utama

Form ini digunakkan untuk membantu user (pengguna) agar mengetahui cara penggunaan sistem pada form bantuan utama. Adapun tampilan form bantuan utama dapat dilihat pada gambar 4.10.

(65)

4.1.5. Form Bantuan Pengujian

Form ini digunakkan untuk membantu user (pengguna) agar mengetahui cara penggunaan sistem pada form bantuan pengujian. Adapun tampilan form bantuan pengujian dapat dilihat pada gambar 4.11.

(66)

4.2. Pengujian

Uji deteksi akan dilakukan pada citra digital berformat JPG, yang mana citra

tersebut berukuran 40 x 70 piksel. Awalnya citra dilakukan threshold metode otsu

dan deteksi tepi terlebih dahulu, kemudian setelah itu dilakukan uji deteksi pada

citra digital tersebut.

4.2.1 Pengujian Black Box

Pada proses pengujian Black Box akan dilakukan ujicoba perangkat lunak untuk mendapatkan serangkaian input yang digunakan untuk semua persyaratan fungsional untuk suatu program.

4.2.1.1 Rencana Pengujian

Rencana pengujian ini akan dilakukan dengan menguji sistem dengan Alpha dan

Betha.

Tabel 4.1 Rencana Pengujian

Item Pengujian Detail Pengujian Jenis Pengujian Thresholding

menggunakan Threshold Otsu

Lakukan Threshold Otsu Black Box

Tampilkan hasil

Lakukan deteksi tepi Black Box

Tampilkan hasil deteksi

tepi

(67)

4.2.1.2 Kasus dan Hasil Pengujian Alpha

Berdasarkan rencana pengujian, maka dapat dilakukan pengujian Alpha pada sistem sebagai berikut:

Tabel 4.2 Pengujian Hasil Input Citra Digital Oleh Pengguna

Kasus dan Hasil Uji (Input Normal)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

Citra Digital

Kasus dan Hasil Uji(Input Tidak Normal)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

(68)

Tabel 4.3 Pengujian Hasil Threshold Otsu Oleh Sistem

Kasus dan Hasil Uji (Proses Threshold Otsu dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

Proses Threshold

Kasus dan Hasil Uji (Proses Threshold Otsu tidak dilakukan

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

Proses Threshold

Tabel 4.4 Pengujian Hasil Deteksi Tepi Oleh Sistem

Kasus dan Hasil Uji (Proses Deteksi Tepi dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

Proses Deteksi

Kasus dan Hasil Uji (Proses Deteksi Tepi tidak dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan

(69)

4.2.1.3 Kesimpulan Hasil Pengujian Alpha

Berdasarkan hasil pengujian Alpha yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa sistem sudah berjalan dengan cukup maksimal dimana

perkembangan selanjutnya dapat terjadi kesalahn yang menyebakan hasil tidak

berjalan sesuai hasil pengujian Alpha pada saat sistem digunakan.

4.2.1.4 Kasus dan Hasil Pengujian Betha

Pada proses pengujian ini akan dilakukan pengujian secara langsung pada

pengguna. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas sistem yang telah

dibuat apkah sistem sudah sesuai yang diharapkan atau belum. Pengujian ini

dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada masing-masing pengguna,

kuisioner ini dibagikan kepada 15 Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

Adapun kuisioner yang ditanyakan kepada pengguna, adalah sebagai berikut:

1. Apakah sistem yang dibangun mudah digunakan?

2. Apakah sistem yang dibangun mudah dipelajari?

3. Apakah sistem ini dapat membantu dalam mendeteksi citra bangun ruang?

4. Apakah sistem yang dibangun sesuai dengan judul skripsi penulis?

5. Apakah sistem yang dibangun melakukan fungsi sesuai dengan yang

digambarkan penulis?

Masing-masing pertanyaan dijawab dengan pilihan sebagai berikut:

a. Setuju

b. Cukup setuju

c. Biasa saja

d. Kurang setuju

(70)

Berdasarkan data hasil jawaban kuisioner, dapat dicari dari masing-masing

jawaban dengan menggunakan rumus Y=P/Q*100%

Keterangan:

P= Banyaknya jawaban responden pada tiap soal

Q= Jumlah Responden

Y= Nilai Persentase

1. Apakah sistem yang dibangun mudah digunakan?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 8 53%

b. Cukup setuju 6 40%

c. Biasa saja 1 7%

d. Kurang setuju 0 0%

e. Tidak setuju 0 0%

2. Apakah sistem yang dibangun mudah dipelajari?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 7 47%

b. Cukup setuju 6 40%

c. Biasa saja 2 13%

d. Kurang setuju 0 0%

(71)

3. Apakah sistem ini dapat membantu dalam mendeteksi citra bangun ruang?

4. Apakah sistem yang dibangun sesuai dengan judul skripsi penulis?

Pilihan Jumlah

5. Apakah sistem yang dibangun melakukan fungsi sesuai dengan yang

(72)

4.2.1.5 Kesimpulan Hasil Pengujian Betha

Berdasarkan hasil persentase di atas yang diperoleh dari pengujian betha maka dapat disimpulkan bahwa sistem deteksi citra bangun ruang sudah sesuai dengan

tujuan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

4.2.2 Pengujian Deteksi Bangun Ruang

Pengujian pada sistem ini akan dilakukan pada citra bangun ruang yang nantinya

akan dideteksi untuk dapat diketahui hasilnya apakah sesuai atau tidak antara citra

bangun ruang dan hasil berupa nama bangun ruang yang akan dideteksi. Berikut

kriteria dari citra yang akan dideteksi :

1. Format citra digital yang digunakan adalah berformat JPEG.

2. File citra bangun ruang berukuran 40 x 70 piksel.

3. Citra asli yang digunakan dalam pengujian sistem ini dapat dilihat pada

tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5. Citra Bangun Ruang

NAMA BANGUN

RUANG

GAMBAR I GAMBAR II GAMBAR III

(73)

KUBUS

BOLA

LIMAS

(74)

TABUNG

Tabel 4.5 merupakan citra bangun ruang yang berukuran 40 x70 piksel yang

menjadi objek yang akan dideteksi nantinya dimana citra bangun ruang yang akan

dilakukan pendeteksian ada 6 buah yaitu balok, kubus, bola, limas, kerucut,

tabung.

4.2.2.1 Proses Uji Deteksi

Pada tahapan ini sistem akan melakukan uji deteksi dari citra bangun ruang.

Ketika user hendak melakukan uji deteksi pada citra maka user dapat membuka menu ambil citra dengan menekan tombol ambil citra setalah aplikasi dijalankan,

kemudian setelah citra di-inputkan citra tersebut akan melakukan proses threshold otsu dengan menekan tombol threshold otsu selanjutnya dikakuan deteksi tepi pada citra dengan menekan tombol deteksi tepi. Berikut ini merupakan tampilan

uji deteksi dari sistem yang telah dibangun.

Pada Gambar 4.12 sampai gambar 4.23 dapat dilihat proses uji deteksi

dimana setiap bangun ruang yang di deteksi berjumlah enam buah bangun ruang.

Proses uji deteksi dinyatakan berhasil jika menghasilkan identitas bangun ruang

yang sesuai dengan citra bangun ruang yang diuji deteksi. Dan dinyatakan tidak

berhasil jika citra bangun ruang yang akan dideteksi menghasilkan identitas

(75)

Gambar 4.12. Uji Deteksi Bangun Ruang Balok

(76)

Gambar 4.14. Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus

(77)

Gambar 4.16. Uji Deteksi Bangun Ruang Bola

(78)

Gambar 4.18. Uji Deteksi Bangun Ruang Limas

(79)

Gambar 4.20. Uji Deteksi Bangun Ruang Kerucut

(80)

Gambar 4.22. Uji Deteksi Bangun Ruang Tabung

(81)

4.3. Hasil Pengujian

Pada tabel 4.6 akan ditunjukkan hasil uji deteksi dari citra bangun ruang, dimana

bangun ruang yang akan diuji berjumlah 6 buah bangun ruang dengan

masing-masing bangun ruang akan diuji 3 citra bangun ruang.

Tabel 4.6. Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang No Nama Bangun

Ruang

Citra Bangun Ruang

Citra Setelah Threshold Otsu dan

Deteksi Tepi

Hasil Uji Deteksi

1 Balok BALOK

BALOK

BALOK

(82)

KUBUS

KUBUS

3 Bola BOLA

BOLA

(83)

4 Limas LIMAS

LIMAS

LIMAS

5 Kerucut KERUCUT

(84)

KERUCUT

6 Tabung TABUNG

TABUNG

TABUNG

Berdasarkan hasil uji deteksi pada tabel 4.6 dapat dilihat hasil pengujian citra

bangun ruang yang dilakukan terhadap delapan belas citra dari enam jenis bangun

ruang dapat mendeteksi dengan tepat delapan belas citra bangun ruang, dengan

kata lain semua citra bangun ruang dapat dideteksi dengan tepat. Dari hasil

tersebut dapat diperoleh persentase ketepatan uji deteksi bangun ruang dengan

(85)

Tabel 4.7. Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang dengan Citra Yang Telah Mengalami Kerusakan

No Nama Bangun Ruang

Citra Bangun Ruang

Citra Setelah Threshold Otsu dan

Deteksi Tepi

Hasil Uji Deteksi

1 Balok BALOK

Tidak Terdeteksi

BALOK

(86)

KUBUS

KUBUS

3 Bola BOLA

(87)

BOLA

4 Limas LIMAS

Tidak Terdeteksi

(88)

5 Kerucut Tidak Terdeteksi

KERUCUT

Tidak Terdeteksi

Gambar

Gambar 2.10 : Proses Threshold
Gambar 3.8  Sequence Diagram Proses Implementasi Pendeteksian Bangun
Gambar 3.9 Sequence Diagram Proses Uji Deteksi Citra Bangun Ruang
gambar 3.11.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian dari penggunaan deteksi tepi mempergunakan operator sobel untuk segmentasi menggunakan profil proyeksi pada citra dokumen beraksara Jawa,

Pada pengolahan citra digital, tepian citra dapat diperjelas dengan menggunakan teknik deteksi tepi, teknik deteksi tepi merupakan teknik yang digunakan untuk

Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah melakukan segmentasi citra digital menggunakan otsu thresholding dan morfologi terhadap citra dengan pendekatan operasi

Citra yang digunakan pada pengujian ini mengandung Noise berjenis Salt and Pepper dan akan dideteksi dengan Metode Interpolasi. Citra Dengan Noise Salt

Non- maximum Suppression Double Thresholding Proses Otsu Edge Tracking Mulai Baca citra aras keabuan Selesai Citra Gradient magnitude Dapat nilai threshold roberts Citra biner

merupakan ruang warna yang paling mirip dengan visi penglihatan manusia.. Proses deteksi keberadaan kulit wajah pada citra dapat dilakukan dengan melakukan. tahapan fungsi

Dari hasil pengujian deteksi lokasi plat nomor yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa teknik pengolahan citra digital yang diterapkan dalam penelitian ini

Berdasarkan hasil pengujian kualitas pada kedua jenis citra, dapat disimpulkan bahwa citra hasil penskalaan dengan interpolasi Bicubic dapat menghasilkan kualitas citra