1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan memanfaatkan dan mendayagunakan potensi, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan tantangan perkembangan bak regional, nasional maupun global.
Sumber daya manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam penyatuan, faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dalam usaha untuk mencapai tujuannya, karena sumber daya manusia suatu perusahaan dapat mengendalikan dan menggerakan faktor-faktor produksi lainnya serta aktivitas-aktivitas yang dimiliki perusahaan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan seorang pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda dan tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan dari masing-masing gaya kepemimpinan.
Dengan adanya kelemahan dan kekuatan dari gaya kepemimpinan, maka dalam hal ini penulis mengkhususkan pada gaya kepemimpinan situasional dimana kualitas gaya kepemimpinan ini mempunyai dampak terhadap baik buruknya kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya merupakan sarana untuk mengarahkan segenap kekuatan dibawahnya sehingga secara bersama-sama mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Karena pada kenyataanya para pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membentuk kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan.
Mengingat pentingnya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin, maka seorang pemimpin yang baik harus dapat memberikan sumbangan yang positif bagi organisasi dalam hal ini meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Namun dari wawancara dengan pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi diduga belum optimalnya pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional yang dilakukan pimpinan yang berdampak pada ketidakpuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya, contoh : terlalu kakunya pimpinan dalam mengimplementasikan dan menafsirkan aturan tentang angka kredit sehingga pegawai kesulitan memperoleh kesempatan untuk mengumpulkan angka kredit tersebut yang berakibat pada terlambatnya naik pangkat pegawai fungsional. Tentunya hal ini perlu digaris bawahi sebagai bukti menurunya kepuasan kerja dikarenakan ketidaksesuaian dengan pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional dimana karyawan sudah tidak optimis lagi dalam mendapatkan angka kredit sebagai syarat kenaikan pangkat.
Contoh lain yaitu adakalanya seorang pegawai yang kurang berprestasi mendapatkan promosi jabatan karena dekat dengan atasan. Hal ini dikhawatirkan bagi beberapa pegawai yang merasa tidak puas dengan apa yang terjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
Gaya kepemimpinan situasional yang tidak berjalan secara tepat dengan ketentuan yang sudah ditetapkan yang salah satunya dikarenakan kedekatan antara seorang pegawai dengan atasan yang kemudian dijadikan acuan dalam kenaikan pangkat serta promosi jabatan. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak puas terhadap apa yang telah karyawan kerjakan.
1.2.2 Rumusan Masalah
Dalam menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja karyawan, sering di jumpai banyak kendala dalam penelitian ini, sehingga peneliti membatasi pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana gaya kepemimpinan situasional dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.
2. Bagaimana kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi
3. Sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
yaitu mengetahui Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.
2. Untuk mengetahui Kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan karja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.
1.4 Kegunaan Penelitiaan 1.4.1. Kegunaan Praktis
1. Pengembangan Ilmu Manajemen
2. Bagi Penulis
Diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dan pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga penulis dapat melakukan penelitian-penelitian berkelanjutan.
1.4.2. Kegunaan Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, terutama mengenai analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan Membandingkan antara ilmu pengetahuan dan teori-teori sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang telah dipelajari dengan kenyataan empiris yang terjadi dalam dunia usaha.
2. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat menjadi tambahan informasi serta gambaran bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan kajian yang sama mengenai dengan analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. 3. Bagi Penulis
karyawan serta sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat dalam bangku kuliah dengan pelaksanaan dilapangan.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penyusunan usulan penelitian untuk skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi, Jalan Veteran No. 03 Ciseureuh, Purwakarta.
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Gaya Kepemimpinan Situasional
2.1.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional
Perkataan pemimpin/leader
mempunyai macam-macam pengertian. Definisi
mengenai pemimpin banyak sekali yaitu sebanyak pribadi yang meminati masalah
pemimpin tersebut. Oleh karena itu gaya kepemimpinan merupakan dampak
interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi.
“Teori Kepemimpinan Situasional “ dari Harsey dan Blanchard (dikutip oleh
Miftah Thoha,(1996:64) mengemukakan bahwa : gaya kepemimpinan situasional
didasarkan atas hubungan antara :
1. kadar bimbingan dan arahan (prilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpinan.
2. tingkat dukungan emosional (prilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.
3. tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi
atau tujuan tertentu.
Menurut Paul Hersey dan Blanchard (dikutip Miftah Thoha, (1996:64) gaya
kepemimpinan situasional didasarkan pada saling berhubungan diantaranya hal-hal
berikut ini:
a. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
b. Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pemimpin
c. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam
melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu
Konsepsi ini telah dikembangkan untuk membantu orang untuk menjalankan
gaya kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan perannya yang lebih efektif
didalam interaksinya dengan orang lain. Konseptual melengkapi pemimpin dengan
pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat
kematangan para pengkutnya. Dengan demikian walaupun terdapat banyak
variabel-variabel situasional yang penting lainnay misalnya : organisasi, tugas-tugas
pekerjaan, pengawasan dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam gaya
kepamimpinan situasional ini hanyalah pada prilaku pemimpian dan bawahannya
saja.
Prilaku pengikut atau bawahan ini amat penting atau mengetahui gaya
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu, ia menerima
atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat
menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai pemimpin.
menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan bagai
mana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan adalah perilaku seorang
pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antara pribadi di antara
dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka
lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan
kesempatan pada bawahan untuk menggunakan potensinya.
Berdasarkan teori gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah pola prilaku
yang diperlihatkan seorang pemimpin pada saat memimpin pada saat mempengaruhi
aktivitas orang lain baik sebagai individu maupun kelompok.
2.1.1.2 Gaya dasar Kepemimpinan Situasional
Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, ada dua hal yang biasanya
dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey dan Blanchard
yang dikutip oleh Miftah Thoha,( 2003:65) yakni : prilaku mengarahkan atau prilaku
mendukung.
b. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri
dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan
dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan
keputusan.
Kedua norma prilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan
berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat diketahui 4 (empat)
gaya dasar kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (dikutip oleh Miftah
Thoha, (2003:65)
Empat gaya dasar kepemimpinan situasional terlihat pada gambar 2.1 sebagai
berikut :
Perilaku
Mendukung
Sumber : Miftah Thoha, (2003:65)
Gambar 2.1
Empat Gaya Dasar Kepemimpinan Situasional
Tinggi Dukungan Dan Rendah Pengarahan
(Partisifasi) G3
Tinggi Pengarahan Dan Tinggi Dukungan
(Konsultasi) G2
Rendah Dukungan Dan Rendah Pengarahan
(Delegasi) G4
Tinggi Pengarahan Dan Rendah Dukungan
(Instruksi) G1
Tinggi
Gaya 1 (G1), seorang pemimpin menunjukan perilaku yang banyak
memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin ini memberikan instruksi
yang spesifik tentang peranan dan tujuan bagi pengikutnya, dan secara ketat
mengawasi tugas mereka. Dalam hal ini pemimpin memberikan batasan peranan
pengikutnya dan memberitahu merekatentang apa, bagaimana, bilamana dan dimana
melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan
diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Gaya 2 (G2), pemimpin menunjukan perilaku yang banyak mengarahkan dan
banyak memberikan dukungan. Dalam gaya ini dirujuk sebagai Konsultasi, karena
dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan
masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikutu dengan
meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan
berusaha mendengar perasaan pengikut serta ide-ide dan saran-saran mereka. Tetapi
tetap pemimpin harus terus memberikan pengawasan dan pengarahan dalam
penyelesaian tugas-tugas pengikutnya.
pemimpin juga mmendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas
pengikutnya.
Gaya 4 (G4), perilaku pemimpin yang memberikan sedikit dukungan dan
sedikit pengarahan. Gaya ini dirujuk sebagai Delegasi,
karena pemimpin
mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai
kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuat keputusan
didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Pemimpin memberikan
kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melakasanakan pengontrolan atas
tugas-tugasnya, karena mereka memiliki kemampuan dan keyakina untuk mengemban
tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
Sesuai dengan uraian tersebut diatas, bahwa empat gaya dasar kepemimpinan
merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin dalam hubungannya dengan
perilaku pemimpin itu sendiri dalam mempengaruhi bawahannya dalam hal ini
perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung yang nantinya akan melibatkan
hubungan kerja yang berorientasi akan tugas.
2.1.1.3 Teori-teori kepemimpinan
Beberapa teori kepemimpinan, yaitu :
a. Teori Sifat Kepemimpinan
telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi
seorang pemimpin.
Keith Davis mengiktisarkan ada 4(empat) ciri utama yang mempunyai
pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
1. Kecerdasan (intelligence)
2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas
(social motuorty
and breadth)
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi
4. sikap-sikap hubunga manusiawi
Ciri-ciri yang dikemukakan Davis diatas hanyalah salah satu daftar diantara
banyak kemungkinan sifat-sifat penting kepemimpinan organisasi.
b. Teori kelompok
Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok
harus ada pertukaran yang positif antara pimpinan dan bawahannya.
Kepemimpinan itu merupakan suatu proses pertukaran (exchange process)
antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi
tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak.
c. Teori Situasional (contingency)
sebagai Contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan
hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau
menyenangkan.
Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh Fiedler dalam tiga dimensi empiri,
yaitu :
a. Hubungan pimpinan anggota
b. Tingkat dalam stuktur tugas
c. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapat melalui wewenang formal
Situasi-situasi itu menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga dimensi diatas
adalah berderajat tinggi, bila setuasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak
menguntungkan bagi pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan
bahwa situasi-situasi menguntungkan yang dikombinasikan dengan gaya
kepemimpinan akan menetukan efektivitas pelaksanaan kerja kelompok.
Gambar 2.2
akan meringkas dan menjelaskan hubungan antara
kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan.
Sumber : (Sukanto Reksohadi Prodjo dan T.Hani Handoko, (1994)
Gambar 2.2
Model Kepemimpinan Fieder
Sebagai contoh, mengapa tiap pemimpin yang orientasi tugas, sukses dalam
situasi yang sangat menguntungkan Fiedler memberikan penjelasan bahwa
dalam kondisi yang sangat menguntungkan dimana pemimpin mempunyai
O
Menguntungkan
Sangat
Menguntungkan
+
_
_
Tidak Menguntungkan Sangat tidakMenguntungkan O
Hubungan manusiawi Orientasi tugas
kekuasaan, dukungan informal dan struktur tugas yang relative baik, kelompok
siap untuk diarahkan dan mengharapkan pentunjuk apa yang harus dikerjakan.
d. Teori Path-Goal
Telah diakui secara luas bahwa teori kepemimpinan dikembangkan dan
mempergunakan kerangka dasar teori motivasi. Ini merupakan pengembangan
yang wajar, sebab kepemimpinan itu erat hubungannya dengan motivasi disatu
pihak dan dengan kekuasaan dipihak lain. Teori Path-Goal ini menganalisa
pengaruh (dampak) kepemimpinan (terutama prilaku pemimpin) terhadap
motivasi bawahan kepuasan dan pelaksanaan kerja. Teori ini memasukan 4
(empat) tipe atau gaya pokok prilaku kepemimpinan yaitu :
a. Kepemimpinan Direktif (Directive Leadership)
Bawahan tahu jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah
khusus diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan
(pemimpin yang otokratis). Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan direktif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan
dan harapan bawahan melakukan pekerjaan mendua (ambiguous), dan
mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan dan harapan bawahan
yang melakukan tugas-tugas yang jelas.
b. Kepemimpinan Suportif (Supportive Leadership)
kepemimpinan ini mempunyai pengaruh yang sangat positif pada kepuasan
bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang penuh tekanan, frustasi dan
tidak memuaskan.
c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)
Kepemimpinan mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang
menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan
tersebut serta melaksanakannya dengan baik. Diperoleh penemuan bahwa
untuk bawahan yang melaksanakannya tugas-tugas mendua dan tidak rutin,
makin tinggi orientasi pemimpin akan berprestasi, makin banyak bawahan
yang percaya bahwa usaha mareka akan menghasilkan pelaksanaan kerja
yang efektif.
Gaya-gaya kepemimpinan ini dapat digunakan oleh pemimpin yang sama
dalam berbagai situasi yang berbeda. Baik model Fiedler maupun teori
Path-Goal
memasukan tiga variabel penting dalam kepemimpinan, yaitu : pemimpin, kelompok
dan situasi.
2.1.1.4 Gaya-gaya kepemimpinan
Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya :
1. Gaya Kepemimpinan Direktif Otokratif
Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada pemimpin
untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan untuk
mengemukakan pendapat sangat terbata. Pemimpin merupakan pusat komando,
pusat perintah terhadap bawahan.
2. Gaya Kepemimpinan Persuasif
Pemimpin melaksanakan otoritas dan kontrol terutama dalam proses pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin memperhatikan
masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat kebebasan terbatas untuk
mengemukakan pendapatnya, mereka diikut sertakan dalam pengambilan
keputusan. Dalam hal ini, putusan pimpinan merupakan keputusan bersama
meskipun jumlah/persentase masukan dari bawahan masih terhitung mini.
3. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
4. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahan untuk mengemukakan pendapatnya. Pemimpin dan bawahan
bekerjasama secara penuh dalam team. Cara lain, pemimpin dan bawahan bekerja
dalam team tetapi pemimpin tidak berperan langsung melainkan mendelegasikan
kepada staff senior. Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya
kebebasan bertindak dalam batas tertentu, meskipun bawahan sangat dominant
tapi tetap tanggung jawab berada pada pimpinan.
5. Gaya Kepemimpinan Musyawarah
Kepemimpinan berdasarkan tata nilai kebersamaan yang diwujudkan dalam
bentuk kekeluargaan dan gotong royang, tindakan pemimpin ditandai oleh rasa
tolong menolong, saling membantu dan berkerja sama berdasarkan kasih saying,
serta tetap berpegang pada efisiensi dan efektif. Tindakan yang dilakukan oleh
pemimpin dalam pengambilan keputusan mengikuti prosedur penentuan masalah,
pengumpulan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan.
2.1.2
Kepuasan kerja
2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan
sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan
tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evakuasi yang menggambarkan
seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas
dalam bekerja.
Adapun pengertian kepuasan kerja menurut H.Malayu S.P Hasibuan edisi
refisi (2002;203) adalah :
“Sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja
dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasai dalam dan luar
pekerjaan.”
Kepuasan kerja menurut Sondang P.Siagian (2001;295) adalah : “Suatu cara
pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang
pekerjaannya”.
Kepuasan kerja menurut T. Hani Handoko (2000:199) adalah : “Keadaan
emosional yang menyenangkan dengan cara bagaimana para karyawan memandang
pekerjaan mereka.”
Menurut Mathis dan Jackson (2001:98), kepuasan kerja adalah keadaan emosi
yang positif dari mengevakuasi pengalaman kerja seseorang
Perasaan ketidakpuasan kerja karyawan muncul pada saat harapan-harapan
mereka tidak terpenuhi secara formal, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya.
Wood, Wallace, dan Zeffane (2001:113), mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai berikut:
“job statisfactionis the degree to which individuals feel positively
about there jobs. As a concept, job statisfaction also indicated the degree to which
expectation in someone’s psychological contract are fulfilled”
Artinya, kepuasan
kerja adalah tingkat perasaan positif yang dimiliki idividu terhadap pekerjaan mereka.
Artinya, kepuasan kerja juga menunjukan terpenuhinya harapan-harapan individu
secara psikologis.
Berdasarkan definisi kepuasan kerja dari beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi/perasaan karyawan baik
yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang
dilaksanakan yang ditandai dengan upah atau imbalan, keadaan pekerjaan,
kesempatan promosi, penyelia dan rekan kerja.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
1. Faktor Intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa
oleh setiap diri karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya.
2. Faktor Ekstrinsik, yaitu yang menyangkut hal-hal yang berasal dari luar
karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan
karyawan lain, system penggajian dan sebagainya.
Kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji,
tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan
dengan atasan,rekan sekerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan. Berdasarkan para
ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang
berkaitan dengan beberapa aspek menurut Marihot (2006:291), yaitu :
1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima sesorang sebagai akibat dari
pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah
memiliki elemen yang memuaskan.
3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi
dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
4. Atasan, yaitu sesorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Cara-caraatasan dapat tidak menyenangkan bagi sesorang atau
menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga
dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
6. Lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan psikologis.
Untuk menungkatkan kepuasan kerja, perusahaan harys merespons kebutuhan
peegawai, dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada
berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan
sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara
yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja.
2.1.2.3 Teori Kepuasan Kerja
Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang
dikemukakan oleh Edward Lawyer yang dikenal dengan Equty Model Theory atau
teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan dengan
pembayaran perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang
dipresepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan karyawan, yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan ;
b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak mau
pindah ke empat lain
Menurut Anwar Perabu (2006:475) Tentang teori tentang kepuasan kerja yang cukup
dikenal adalah :
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja
seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh dari yang
diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat
Discrepancy, tetapi merupakan
Discrepancy
yang positif. Kepuasan kerja
seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan
dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan
merasa puas atau tidak puas., tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity)
dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama
dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah
faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukun pekerjaannya, seperti
pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau
perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.
input hasil orang lain/ bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan
akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan
bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu
tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.
3. Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidak
puasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu.
Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu
satisfies
atau motivator dan
dissatisfies.
Satisfies
ialah factor-faktor atau situasi
yand g dibutuhkan sbagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang
menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan
memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan
menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu
mengakibatkan ketidakpuasan.
2.1.2.4 Keputusan Penting Menyangkut Kepuasan Kerja
Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative Deprivation
Theory,
ada 6 (enam) keputusan penting menyangkut kepuasan dengan pembayaran
menurut Anwar Perabu (2006:478) adalah :
a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan
b. Perbedaan antara pengeluaran dengan permintaan
c. Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih
d. Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan
e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan
f.
Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk.
2.1.3
Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kepuasan Kerja
Pada masa era reformasi sekarang ini mencari seorang pemimpin yang tepat
memang tidak gampang, hal tersebut disebabkan terlalu banyaknya suplay tenaga
professional yang tersedia tetapi cenderung kurang siap untuk menjadi pemimpin
yang matang. Walaupun punya pendidikan yang sangat tinggi sayangnya tidak
didukung oleh pengalaman yang cukup, atau banyak pengalaman namn kurang
didukung oleh pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan-ketimpangan
tersebut bagi seorang pemimpin perusahaan/organisasi memiliki dampak yang sangat
signifikan terhadap keharmonisan dan kinerja dari perusahaan/organisasi.
seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan
beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.
Dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang baik kepada bawahan maka
kepuasan kerja karyawan akan meningkat, karena karyawan akan merasa
diperhatikan oleh atasnnya. Jadi ada hubungan yang baik/seimbang antara atasan dan
bawahan yaitu, pemimpin memperoleh hasil yang memuaskan dari karyawan dan
karyawan terpenuhinya kepuasan kerja yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Lucky (2000;19)
mengemukakan bahwa
“Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin
dalam menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan
pemimpin-bawahan, struktur tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga
aspek kepemimpinan situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan.”
2.2
Kerangka Pemikiran
Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah
faktor penting efektivitas manajer apabila kepemimpinan telah efektif maka
diharapkan karyawan pun dapat berkerja secara efektif pula. Karena kita ketahui
bahwa keberadaan pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan,
kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.
Oleh kerena itu pemimpin dibebani tanggung jawab untuk mengarahkan
setiap tindakan yang dapat memungkinkan setiap individu mau memberikan
kontribusinya sebaik mungkin demi tujuan organisasi. Agar bawahan mau
menyumbangkan tenaga dan ide-ide bagi tujuan organisasi, maka pimpinan harus
berusaha
melaksanakan
fungsi
kepemimpinan
sebaik-baiknya
sehingga
memungkinkan timbulnya kepuasan kerja karyawan.
Ada pun pengertian gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan
Kennth Blonchard (1996:193) adalah :” Suatu kemampuan dan kemauan dari
orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri,
berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya.”
Indikator gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan Kennth
Blonchard (1997;161) :
1. perilaku tugas
adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan
menentukan peran-peran para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang
dilaksanakan, kapan, dimana dan bagaimana tugas-tugas dapat selesai.
2. perilaku hubungan
adalah berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dan individu atau para
anggota kelompoknya.
Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam
organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi prilaku kerja
seperti malas, rajin dan produktif atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis
prilaku yang sangat penting dalam organisasi.
Ada pun pengertian kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi (2005:291)
adalah : “Sikap atau rasa seseorang puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan
sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja”.
Adapun idikator-indikator kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi
(2005:291) meliputi antara lain :
1. Gaji
adalah jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan
kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
2. Pekerjaan itu sendiri
adalah isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang
memuaskan.
3. Rekan sekerja
adalah teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam
pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
5. Promosi
adalah kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan.
6. Lingkungan kerja
adalah lingkungan fisik dan psikologis.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah
keadaan emosional atau perasaan karyawan baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan yang ditandai dengan
gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja.
Dalam penegakan kepuasan, seorang pemimpin tidaklah cukup dengan
menentukan dan mengeluarkan peraturan kerja yang harus dilaksanakan oleh
pegawai, karena pegawai adalah manusia yang memiliki sifat salah dan benar dalam
artian pegawai cenderung melakukan suatu kesalahan.
Untuk memperkuat mengenai gaya kepemimpinan situasional terhadap
kepuasan kerja
Lucky (2000;19)
mengemukakan bahwa :
“Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin dalam
menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan pemimpin-bawahan, struktur
tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga aspek kepemimpinan
situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.”
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
NO PENELITI TAHUN
PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN
[image:32.612.67.548.155.708.2]NO PENELITI TAHUN
PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN
Wisata
Jaya
Divisi
Agrowisat
a
besar dari
ttabel yaitu
1,672
nan
Situasional
Terhadap
Kepuasan
Kerja
Pegawai
3
Endah
Suryanti
2004
Pengaruh
Gaya
Kepemim
pinan
Situasiona
l
Terhadap
Kepuasan
Kerja
Karyawan
Pada PT.
PLN Unit
Pelayanan
Bandung
Utara
Terdapat
hubungan
positif yang
signifikan atau
berarti antara
gaya
kepemimpinan
situasional
dengan
kepuasan kerja
karyawan,
dimana nilai
Masing-masing
variabel adalah
0.664 dan
0.658.
1. Indikator
gaya
kepemimpi
nan
situasional
(variabel
X)
2. Jumlah
Populasi
dan
Sampel
3. Tempat
Penelitian
1. Kepuasan
Kerja
Pegawai
sebagai
variabel Y
2. Menggunaka
n
uji t
Dari uraian diatas, tampak jelas pengaruh gaya kepemimpinan berperan
penting dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Gaya kepemimpinan
Situasional
(Variabel X)
Prilaku tugas :
- Menetapkan tujuan
- Mengorganisasi situasi
kerja
- Menetapkan batas waktu
- Memberikan arahan
spesifik
Prilaku hubungan :
-
Memberikan dukungan - Melibatkan bawahandalam diskusi
- Memudahkan interaksi
- Menyimak pendapat
bawahan
[image:34.612.134.535.122.668.2]Harsey dan Blanchard
(1996:64)
Gambar 2.3
Paradigma Penelitian
Kepuasan kerja
(Variable Y)
a. Gaji
b. Pekerjaan itu sendiri
c. Rekan sekerja
d. Atasan
e. Promosi
f.
Lingkungan kerja
Marihot tua Efendi
(2005:291
)
Lucky
2.3
Hipotesis
Menurut
Sugiyono (2002:39)
hipotesis penelitian merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena
jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan
pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
36
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sebagai topik
penulisan dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk
memperoleh data – data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut yang
berjudul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional terhadap Kepuasan Kerja
pegawai Dinas Tenaga Kerja , Sosial Dan Transmigrasi”. Oleh karena itu yang
menjadi objek penilitian adalah gaya kepemimpinan situasional dan kepuasan kerja
karyawan.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dan metode verifikatif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian kesatu dan kedua. Menurut Nazir (2003 : 54) mengatakan bahwa :
“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.”
Adapun
deskriptif
ini
dilaksanakan
untuk
mengetahui
gambaran
sesungguhnya tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap
Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial, Dan Transmigrasi Kab.
Purwakarta. Sedangkan Sugiyono (2001:16) mengatakan bahwa :
“Metode verifikatif adalah metode yang digunakan untuk memilih metode
penelitian,
menyusun
instrument
penelitian,
mengumpulkan
data
dan
menganalisanya.”
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data.
3.2.1 Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh gaya kepemimpinan situasional
terhadap kepuasan kerja karyawan dengan melakukan observasi, wawancara dan
penyebaran angket/kuesioner pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi.
Desain penelitian yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah metode
penelitian lapangan, yaitu suatu metode penelitian yang mengambil sample dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
Dalam penelitian ini populasi yang diteliti mempunyai tingkatan atau
berstrata, maka sampel ini diambil stratum sehingga setiap strata atau tingkatan
mempunyai sampel yang mewakili dalam penelitian untuk mengetahui keeratan
hubungan antara variabel X (gaya kepemimpinan) dengan variabel Y (kepuasan kerja
karyawan).
Penulis menggunakan analisis korelasi rank spearman, karena untuk
mempermudah menganalisis data.
3.2.2 Operasional Variabel
Adapun definisi dan istilah variabel menurut Sugiyono (2001:21)
adalah sebagai
berikt:
1.
Variabel bebas (
Independent variable
)
Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas adalah gaya kepemimpinan situasional.
2.
Variabel terikat (
Dependent Variable
)
Variabel terikat adalah merupaka variabel yang dapat dipengaruhi oleh
variabel lain
(Independent variable)
. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel terikat adalah kepuasan kerja karyawan.
[image:39.612.48.593.518.704.2]Untuk lebih jelasnya tentang hubungan variabel tersebut digunakan desain secara
detail dalam tabel :
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran No.
Kuesioner Skala Sumber Data Gaya Kepemimpinan Situasional (X) Suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung
Perilaku tugas Menetapkan tujuan
Mengorganisasi situasi kerja
Menetapkan batas waktu
Memberikan arahan spesifik
Memberikan dukungan
Melibatkan bawahan dalam
jawab dalam mengarahkan prilakunya sendiri, berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya
(Paul Hersey dan
Kennth Blonchard, (1996:193) Perilaku Hubungan diskusi
Memudahkan interaksi
Menyimak pendapat
bawahan 10,11 12 Kepuasan Kerja (Y)
Sikap atau rasa
seseorang puas
atau tidak puas
terhadap pekerjaannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, Gaji Pekerjaan itu sendiri Rekan sekerja Atasan
Gaji yang diterima sesuai pekerjaan
Gaji yang diterima selalu tepat waktu
pekerjaan yang dimiliki sesuai dengan keahlian dan pengalaman
pekerjaan yang dimiliki karyawan sesuai keinginan
Hubungan yang harmonis dengan rekan kerja
Kerjasama dengan rekan kerja sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran bekerja
3.2.3. Sumber dan Teknik Penentuan Data
3.2.3.1. Sumber Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian mengenai “ Pengaruh
Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas
Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kab. Purwakarta” adalah data primer dan
sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari obyek penelitian.
Menurut Umi Narimawati (2007:47) menyatakan bahwa :
“Ada dua cara pokok untuk memperoleh data primer, yaitu dengan cara
berkomunikasi dengan obyek yang diteliti atau responden dan melakukan
observasi.
Komunikasi
dengan
responden
dilakukan
dengan
cara
promosi dan lingkungan kerja (Marihot tua Efendi,(2005:291) Promosi Lingkungan kerja
atasan selalu memberikan bimbingan apabila karyawan menghadapi kesulitan dalam bekerja
Pemberian promosi jabatan kepada karyawan yang berprestasi
kesempatan karyawan untuk mendapatkan kenaikan jabatan
Lingkungan kerja yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan
Lingkungan kerja yang
nyaman akan cepat
menyelesaikan pekerjaan
9,10
menggunakan kuesioner. Kuesioner dapat secara tertulis maupun lisan.
Sedang observasi dilakukan dengan tanpa pertanyaan”.
Dalam penelitian ini data primer yang diambil langsung dari seluruh pegawai
Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kab. Purwakart. Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :
1) Interview,
langsung dilakukan dengan pihak terkait di perusahaan tempat obyek
penelitian yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti oleh
penulis. Terdapat dua tipe yaitu :
interview
terbuka dan
interview
tertutup.
2) Kuesioner, teknik pengumpulan data dengan
form
yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada obyek penelitian guna mendapat
informasi.
2. Data Sekunder
3.2.3.2 Teknik Penentuan Data
1.Populasi
Menurut Umi Narimawati (2008:72) menyatakan bahwa :
”Populasi merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang
dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai,
peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat
menjadi sumber data penelitian”.
Sedangkan Sugiyono (2004:72) mengemukakan bahwa :
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan krakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas
Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi yang berjumlah 66 orang.
2.Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
penarikan
sampling jenuh.
Menurut Sugiyono (2007:68) dikemukakan tentang Sampling Jenuh, yaitu
teknik pengumpulan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau
penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan
sampel.
Pada penelitian ini jumlah populasinya sebesar 66 orang, karena jumlah
populasi kurang dari 100 orang, maka metode penarikan sampel yang penulis pilih
adalah sampling jenuh atau sensus, dimana seluruh pegawai Dinas Tenaga Kerja,
Sosial Dan Transmigrasi dijadikan sampel.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1) Wawancara
2) Kuesioner
Kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada
seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau
tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti.
Menghasilkan kesimpulan yang bisa jika datanya kurang reliabel dan kurang
valid, sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data.
3.2.4.1 Uji Validitas
Uji validitas ini bertujuan menguji sejauh mana alat ukur,dalam hal ini
kuesioner mengukur mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Sugiyono
(2003:124) alat ukur yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus teknik
korelasi pearson produck moment,
guna menghitung korelasi antara masing-masing
pernyataan dengan skor total. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
pernyataan-pernyataan mana yang valid dan mana yang tidak valid, dengan mengkonsultasikan
data tersebut dengan tingkat signifikan r kritis =0,3, apabila alat ukur tersebut berada
<0,3 (tidak valid).
Pengujian statistic mengacu pada kriteri :
r hitung < r kritis maka tidak valid
r hitung > r kritis maka valid
Untuk pengujian validitas instrument penelitian, penulis menggunakan
program SPSS 17.0
for windows.
Tabel 3.2
Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional
No Item
Koefisien Validitas
Titik Kritis
Validitas
1
0,617
0,300
Valid
2
0,322
0,300
Valid
3
0,490
0,300
Valid
4
0,529
0,300
Valid
5
0,592
0,300
Valid
6
0,565
0,300
Valid
7
0,568
0,300
Valid
8
0,607
0,300
Valid
9
0,525
0,300
Valid
10
0,419
0,300
Valid
11
0,325
0,300
Valid
12
0,358
0,300
Valid
Koefisien Reliabilitas
0,841
Titik Kritis
0,700
Reliabilitas
Reliabel
Tabel 3.3
Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja Pegawai
No Item
Koefisien Validitas
Titik Kritis
Validitas
1
0,327
0,300
Valid
2
0,594
0,300
Valid
3
0,725
0,300
Valid
4
0,776
0,300
Valid
5
0,330
0,300
Valid
6
0,352
0,300
Valid
7
0,408
0,300
Valid
8
0,399
0,300
Valid
9
0,519
0,300
Valid
10
0,594
0,300
Valid
11
0,725
0,300
Valid
12
0,776
0,300
Valid
Koefisien Reliabilitas
0,793
Titik Kritis
0,700
Reliabilitas
Reliabel
Berdasarkan tabel di atas, diketahui semua item pertanyaan mengenai
kepuasan kerja pegawai memiliki koefisien validitas lebih dari titik kritis 0,300
sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-12 pertanyaan mengenai kepuasan kerja
pegawai dinyatakan valid. Sedangkan koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar
0,793, lebih besar dari titik kritis 0,700 sehingga pertanyaan-pertanyaan mengenai
kepuasan kerja pegawai dinyatakan reliabel.
3.2.4.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran
relative konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Jadi dengan kata
lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya dan diandalkan. (Sugiyono.2003:126). Teknik perhitungan
reliabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik Belah Dua
(Split Half Method)
dengan rumus
Spearman Brown.
Untuk itu perhitungan dapat
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.0
For Windows.
Adapun langkah-langkah uji reliabilitas adalah sebagai berikut :
1. Item variabel dibagi menjadi dua, yaitu belahan pertama (total ganjil) dan belahan
kedua (total genap) lalu dikelompokkan dalam kelompok 1 dan kelompok 2.
2. Skor untuk masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor untuk
kelompok 1 dan kelompok 2.
3. Korelasi skor total kelompok 1 dan skor 2 pada program SPSS 11.0
for windows.
Kemudian output hasil korelasi dimasukan pada persamaan Spearman Brown
dibawah ini :
b b
r
r
Ri
1
)
(
2
Dimana : Ri =Reliabilitas instrument seluruh instrument
Hasil reliabilitas X_Gaya Kepemimpinan Situasional
Tabel 3.4
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional
Kepuasan Kerja Karyawan
Variabel Koefisien
Reliabilitas Titik Kritis Keterangan
x
0. 841 0.700 Reliabely
0. 793 0.700 ReliabelBerdasarkan tabel 3.7 dapat diketahui bahwa dari semua item pertanyaan
Pelaksanaan Pelatihan positif dan > r
kritissebesar 0,700 maka dapat disimpulkan
bahwa semua item butir pertanyaan Kepuasan kerja karyawan sudah reliabel dan
dapat digunakan sebagai instrumen penelitian
3.2.4.3 MSI
Pada prinsipnya, menaikkan data dari skala ordinal menjadi data interval
merupakan hal yang relatif mudah, namun karena setiap attribute harus dinaikkan
satu per satu, maka pekerjaan ini menjadi rumit dan membosankan karena
membutuhkan ketelitian dan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi masalah ini,
peneliti menggunakan program
Methode of Succesive Interval
(MSI) pada
Ms.Excel
yang digunakan untuk mentransformasikan dari data ordinal menjadi data interval.
Lagkah-langkah untuk melakukan transformasi data ordinal menjadi interval
menurut Harun Al Rasyid adalah :
b. Menentukan proporsi setiap responden yaitu dengan cara membagi
freuensi dengan jumlah sampel
c. Menentukan proporsi secara berurutan untuk setiap responden
sehingga diperoleh proporsi kumulatif yang dianggap menyebar
mengikuti sebaran normal baku
d. Menentukan nilai Z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang
dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku
e. Menghitung
Scale Of Value
(SV) untuk masing-masing proporsi
responden, dengan rumus :
dimana :
Density at lower limit
= Kepadatan Batas Bawah
Density at upper limit
= Kepadatan Batas Atas
Area under lower limit
= Daerah di Bawah Batas Bawah
Area under upper limit
= Daerah di Bawah Batas Atas
f.
Mengubah
Scale Of Value
(SV) terkecil menjadi sama dengan satu (1)
dan mentransformasikan masing-masing skala menurut prubahan skala
Densityatlowerlim - Densityatupperlim
Scale Of Value =
terkecil sehingga diperoleh
Transformed Scale Of Value
(TSV) dengan
rumus :
3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis
3.2.5.1 Rancangan Analisis
1. Metode Analisis Deskriptif/Kualitatif
Analisis Deskriptif/kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang
ciri-ciri responden dan variabel penelitian, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk
menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik.
Analisis kualitatif digunakan dengan menyusun tabel frekuensi distribusi
untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk
dalam kategori: sangat setuju, setuju, cukup, tidak setuju, sangat tidak setuju.
Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian
dapat dilhat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual
diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi
bobot yang diberikan (1,2,3,4, dan 5). Sugiyono (2004:89), mengatakan bahwa
jawaban responden kemudian diberi skor dengan menggunakan skala likert, seperti
terdapat pada tabel 3.8 berikut ini :
Tabel 3.5
Pernyataan Skala Likert
Sumber : Sugiyono (2004:89)
Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan prediksi nilai
tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan jumlah responden.
Sumber : Umi Narimawati (2007:84)
Jawaban
Skala Nilai (Positif)
Sangat setuju
5
Setuju
4
Cukup
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak Setuju
1
% Skor
=Skor aktual
Skor ideal
Selanjutnya hasil perhitungan perbandingan antara skor aktual dengan skor
ideal dikontribusikan dengan tabel 3.9 sebagai berikut :
Tabel 3.6
Kriteria Persentase Skor Tanggapan Responden Terhadap Skor Ideal
No
% Jumlah Skor
Kriteria
1
20.00 - 36.00
Tidak Baik
2
36.01 - 52.00
Kurang Baik
3
52.01 - 68.00
Cukup
4
68.01 - 84.00
Baik
5
84.01 – 100
Sangat Baik
Sumber : Umi Narimawati (2007:84)
a.
Gaya kepemimpinan Situasional
Untuk variabel sumber gaya kepemimpinan situasional dari 2 indikator
dengan 12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria
berikut ini :
b.
Kepuasan Kerja
Untuk variabel sumber produktivitas kerja karyawan dari 6 indikator dengan
12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria berikut
ini :
Skor Aktual : jawaban seluruh responden 66 atas
kuesioner
12 yang diajukan.
Skor Ideal : Bobot tertinggi 5 X 66 X 12 = 3.960
2. Metode Analisis Verifikatif/ Kuantitatif
a. Analisis Korelasi Pearson
Product Moment
Analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk menyatakan
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat , maka digunakan korelasi.
“Korelasi digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antara variabel
bebas dan tergantung” (Jonathan Sarwono,2006: 37)
Rumus dari analisis
Korelasi Product Moment
adalah:
2 2
2
2
Y
Y
n
X
X
n
Y
X
XY
n
r
Sumber: Sugiyono, 2008
Keterangan :
r = Koefisien korelasi
X = Gaya Kepemimpinan Situasional
Y = Kepuasan Kerja Karyawan
n = Banyaknya sampel
Kuat atau tidaknya hubungan antara kedua variabel dapat dilihat dari beberapa
kategori koefisien korelasi mempunyai nilai -1
≤ r ≤ +1 dimana :
1. Jika nilai r
0, artinya terjadi hubungan linear positif, yaitu semakin besar nilai
variabel X (
independent
), maka semakin besar pula nilai variabel Y (
dependent
).
2. Jika nilai r
0, artinya terjadi hubungan linear negatif, makin kecil nilai variabel
X (
independent
), maka semakin kecil nilai variabel Y (
dependent
).
3. Jika Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X
(
independent)
dengan variabel Y (
dependent
).
4. Jika nilai r =1 atau -1, artinya terjadi hubungan linear sempurna yaitu berupa garis
lurus untuk r yang semakin mengarah angka 0, maka garis semakin tidak lurus.
Tabel 3.7
Interprestasi Tingkat Hubungan Korelasi
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00-0,199
Sangat rendah
0,20-0,399
Rendah
0,40-0,599
Sedang
0,60-0,799
Kuat
0,80-1,000
Sangat Kuat
Sugiyono (2010:231)
b.
Koefesien Determinasi
Digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh gaya
kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Tenaga Kerja,
Sosial Dan Transmigrasi. Rumus
koefesien determinasi
yang digunakan Sugiyono
(2003:216) adalah sebagai berikut :
0 0 2
100
x
r
Kd
Keteranagan : Kd = Koefesien determinasi
r
2
Kuadrat koefesien determinasi
Dimana :
Pengaruh tinggi rendahnya koefisien determinasi tersebut digunakan pedoman
yang dikemukakan oleh Guilford yang dikutip oleh Supranto (2001:227) adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.8
Tinggi Rendahnya Koefisien Determinasi
Pernyataan
Keterangan
>4%
Pengaruh rendah sekali
5% - 16%
Pengaruh rendah tapi pasti
17% - 49%
Pengaruh cukup berarti
50% - 81%
Pengaruh tinggi atau kuat
>80%
Pengaruh tnggi sekali
3.2.5.2 Pengujian Hipotesis
Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengatasi apakah pengaruh yang
berarti (signifikan) atau tidak antara variabel X dan variabel Y yang didasarkan atas
aturan berikut :
Ho : ρ = 0, berarti tidak ada pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional
Terhadap Kepuasan Kerja.
H1 : ρ ≠
0, berarti terdapat Pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional
Untuk penguji hipotesis tersebut, maka dilakukan tes signifikan terhadap r dengan
rumus sebagai berikut :
2
1
2
s sr
n
r
t
(Sudjana, 1996:377)
Dimana : t = Statistik uji korelasi
r = Koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y
n = Banyaknya sampel dalam penelitian
Selanjutnya nilai
thitungdibandingkan dengan nilai t yang diperoleh dari table
ditribusi
Student
t dengan
=0,05 (uji dua pihak) dengan dk = n – 2
penguji hipotesis akan diuraikan sebagai berikut :
Ho :
= 0
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan
situasional terhadap kepuasan kerja
H1 :
≠
0
artinya ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan
situasional terhadap kepuasan kerja
Untuk menentukan apakah H0 diterima atau ditolak, digunaka uji signifikan yaitu :
Bila nilai t
hitung< nilai t
tabel, maka Ho diterima
Maka dengan demikian akan dapat diketahui apakah analisis ini
ditolak/diterima.
Gambar 3.1
Kurva Hipotesis Daerah Penerimaan dan Penolakan
-t tabel
+t tabel
Daerah
Penolakan H
0Daerah
Penerimaan H
161
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta
Sejarah Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi tidak terlepas dari sejarah
perjuangan bangsa dan tantangan politik yang berkembang sejak proklamasi 17 Agustus
1945. sejarah berdirinya Republik Indonesia sampai sekarang, Kementerian atau
Departemen di serahi tugas untuk menangani masalah Ketenagakerjaan berulang kali
mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun
penggabungan perubahan organisasi tersebut di sebabkan oleh berkembangnya beban
kerja yang harus di tangani.
Dalam periode ini perang kemerdekaan yaitu masa Kabinet Presidentil, masalah
perburuhan berada di bawah dan di tangani oleh Kementerian Sosial. Keadaan ini
berlanjut sampai masa Kabinet Syahrir III. Penggantian Kabinet – kebinet yang
berulang kali, serta lahirnya partai – partai politik yang mewarnai gerak kaum buruh,
menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelik, apabila di sertai oleh
memburuknya keadaan ekonomi dan di dalam keadaan perang.
Maklumat presiden Nomor 7 tahun 1947 yang di umumkan tanggal 3 Juli 1947
61
pokok kementerian perburuhan mulai berfungsi, setelah adanya pelimpahan Organisasi
Jawatan Perburuhan, Personil dan Mata anggarannya. Oleh karena itu tanggal 25 Juli
berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep – 288/MEN/1992 ditetapkan
sebagai Hari Departemen Tenaga Kerja. Setelah Amir Syaripudin jatuh dan diganti oleh Kabinet Hatta tugas pokok kementerian perburuhan mencakup pula tugas urusan –
urusan sosial, sehingga nama Kementerian Perburuhan berubah menjadi Kementerian
Perburuhan dan Sosial.
Pada masa Kabinet Hatta terjadi peristiwa clash II yang diikuti dengan bentuknya
Kabinet Darurat, dimana Kementerian kabinet dan perburuhan urusan sosial, di perluas
tugas dan fungsinya, dilakukan penertiban dan pembersihan. Sejalan dengan itu terjadi
perubahan nama Organisasi Kementerian Perburuhan menjadi Departemen Tenaga
Kerja.
Struktur organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Keputusan Menteri
Presium Kabinet AMPERA Nomor : 75 / U / Kep / II / 1966, mengalami
penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja, yang di atur keputusan Presiden
pada masa transisi yaitu pada masa penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah
61
Dalam perkembangan Organisasi Departemen NAKERTRANSKOP mengalami
perubahan dengan di pindahkannya urusan koperasi ke Departemen Perdagangan.
Kemudian di sempurnakan kambali setelah masalah urusan transmigrasi di limpahkan
ke Departemen Transmigrasi.
Penyempurnaan organisasi tersebut bersifat menyeluruh, dari yang semua menganut
pendekatan ” Holding Company Type ” beralih ke pendekatan ” Itegrated ”. Struktur
organisasi yang baru di atur dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 tahun
1984. struktur organisasi ini kemudian di sempurnakan lagi khususnya yang
menyangkut oarganisasi tingkat kantor pusat, yang selanjutnya tertuang dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : kep- 525 / MEN / 1988 yang mencakup
kepada Kepres Nomor 30 Tahun 1987, dan masa Kabinet Pembangunan VI Struktur
Organisasi diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep- 28 / MEN /
1994, mengacu pada Kepres nomor 108 Tahun 1993.
Kabinet Pembangunan VI merupakan awal pembangunan jangka panjang II
merupakan Kebangkitan Nasional II, Organisasi Departeman Tenaga Kerja bertambah 2
( dua ) unit eselon I yaitu Direktorat Jenderal Bilanttas dan Badan Perencanaan dan
61
penyempurnaan Peraturan Perundang – undangan Ketenagakerjaan, perubahan undang
– undang Nomor 25 tahun 1997.
Kabinet pambangunan VII hanya berlangsung selama kurang lebih 2 ( dua ) bulan,
yaitu sampai tanggal 21 Mei 1998 saat dimana Bapak Soeharto menyerahkan jabatan
presiden kepada Bapak Prof. DR. BJ. Habibie. Dalam Kabinet pembangunan VII
maupun kabinet reformasi Pembangunan yang di bentuk oleh Bapak Presiden
BJ.Habibie Departemen Tenaga Kerja tidak mengalami perubahan nama maupun
struktur organisasi.
Sejarah dengan era Reformasi, Departemen Tenaga Kerja telah melakukan strategi
Reformasi Ketenagakerjaan, dengan menempatkan posisinya didalam membela dan
memihak pekerja. Keterpihakan