• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasaan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta (survei Pada Pegawai Disnakersostrans Kab. Purwakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasaan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta (survei Pada Pegawai Disnakersostrans Kab. Purwakarta)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilakukan secara berkelanjutan berlandaskan kemampuan memanfaatkan dan mendayagunakan potensi, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusia, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan tantangan perkembangan bak regional, nasional maupun global.

Sumber daya manusia adalah salah satu faktor terpenting dalam penyatuan, faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dalam usaha untuk mencapai tujuannya, karena sumber daya manusia suatu perusahaan dapat mengendalikan dan menggerakan faktor-faktor produksi lainnya serta aktivitas-aktivitas yang dimiliki perusahaan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.

(2)

Dalam suatu organisasi atau perusahaan seorang pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda dan tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan dari masing-masing gaya kepemimpinan.

Dengan adanya kelemahan dan kekuatan dari gaya kepemimpinan, maka dalam hal ini penulis mengkhususkan pada gaya kepemimpinan situasional dimana kualitas gaya kepemimpinan ini mempunyai dampak terhadap baik buruknya kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan ini pada gilirannya merupakan sarana untuk mengarahkan segenap kekuatan dibawahnya sehingga secara bersama-sama mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.

Karena pada kenyataanya para pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membentuk kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan.

Mengingat pentingnya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin, maka seorang pemimpin yang baik harus dapat memberikan sumbangan yang positif bagi organisasi dalam hal ini meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

(3)

Namun dari wawancara dengan pegawai Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi diduga belum optimalnya pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional yang dilakukan pimpinan yang berdampak pada ketidakpuasan kerja karyawan dalam melaksanakan tugasnya, contoh : terlalu kakunya pimpinan dalam mengimplementasikan dan menafsirkan aturan tentang angka kredit sehingga pegawai kesulitan memperoleh kesempatan untuk mengumpulkan angka kredit tersebut yang berakibat pada terlambatnya naik pangkat pegawai fungsional. Tentunya hal ini perlu digaris bawahi sebagai bukti menurunya kepuasan kerja dikarenakan ketidaksesuaian dengan pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional dimana karyawan sudah tidak optimis lagi dalam mendapatkan angka kredit sebagai syarat kenaikan pangkat.

Contoh lain yaitu adakalanya seorang pegawai yang kurang berprestasi mendapatkan promosi jabatan karena dekat dengan atasan. Hal ini dikhawatirkan bagi beberapa pegawai yang merasa tidak puas dengan apa yang terjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

(4)

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Gaya kepemimpinan situasional yang tidak berjalan secara tepat dengan ketentuan yang sudah ditetapkan yang salah satunya dikarenakan kedekatan antara seorang pegawai dengan atasan yang kemudian dijadikan acuan dalam kenaikan pangkat serta promosi jabatan. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak puas terhadap apa yang telah karyawan kerjakan.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dalam menganalisa pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja karyawan, sering di jumpai banyak kendala dalam penelitian ini, sehingga peneliti membatasi pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana gaya kepemimpinan situasional dilaksanakan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

2. Bagaimana kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi

3. Sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

(5)

yaitu mengetahui Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin penulis capai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Pelaksanaan gaya kepemimpinan situasional pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

2. Untuk mengetahui Kepuasan kerja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap kepuasan karja pegawai pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi.

1.4 Kegunaan Penelitiaan 1.4.1. Kegunaan Praktis

1. Pengembangan Ilmu Manajemen

(6)

2. Bagi Penulis

Diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dan pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga penulis dapat melakukan penelitian-penelitian berkelanjutan.

1.4.2. Kegunaan Akademis

1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, terutama mengenai analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan Membandingkan antara ilmu pengetahuan dan teori-teori sumber daya manusia dan perilaku organisasi yang telah dipelajari dengan kenyataan empiris yang terjadi dalam dunia usaha.

2. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat menjadi tambahan informasi serta gambaran bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan kajian yang sama mengenai dengan analisis pelatihan kerja pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. 3. Bagi Penulis

(7)

karyawan serta sebagai bahan pembanding antara teori yang didapat dalam bangku kuliah dengan pelaksanaan dilapangan.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Dalam penyusunan usulan penelitian untuk skripsi ini, penulis melakukan penelitian pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi, Jalan Veteran No. 03 Ciseureuh, Purwakarta.

(8)

2.1

Tinjauan Pustaka

2.1.1

Gaya Kepemimpinan Situasional

2.1.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional

Perkataan pemimpin/leader

mempunyai macam-macam pengertian. Definisi

mengenai pemimpin banyak sekali yaitu sebanyak pribadi yang meminati masalah

pemimpin tersebut. Oleh karena itu gaya kepemimpinan merupakan dampak

interaktif dari faktor individu/pribadi dengan faktor situasi.

“Teori Kepemimpinan Situasional “ dari Harsey dan Blanchard (dikutip oleh

Miftah Thoha,(1996:64) mengemukakan bahwa : gaya kepemimpinan situasional

didasarkan atas hubungan antara :

1. kadar bimbingan dan arahan (prilaku tugas) yang diberikan oleh pemimpinan.

2. tingkat dukungan emosional (prilaku hubungan) yang disediakan pemimpin.

3. tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi

atau tujuan tertentu.

(9)

Menurut Paul Hersey dan Blanchard (dikutip Miftah Thoha, (1996:64) gaya

kepemimpinan situasional didasarkan pada saling berhubungan diantaranya hal-hal

berikut ini:

a. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan

b. Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pemimpin

c. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam

melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu

Konsepsi ini telah dikembangkan untuk membantu orang untuk menjalankan

gaya kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan perannya yang lebih efektif

didalam interaksinya dengan orang lain. Konseptual melengkapi pemimpin dengan

pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat

kematangan para pengkutnya. Dengan demikian walaupun terdapat banyak

variabel-variabel situasional yang penting lainnay misalnya : organisasi, tugas-tugas

pekerjaan, pengawasan dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam gaya

kepamimpinan situasional ini hanyalah pada prilaku pemimpian dan bawahannya

saja.

Prilaku pengikut atau bawahan ini amat penting atau mengetahui gaya

kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu, ia menerima

atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat

menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai pemimpin.

(10)

menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing anggota, dan bagai

mana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan adalah perilaku seorang

pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antara pribadi di antara

dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikut dengan cara membuka

lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan

kesempatan pada bawahan untuk menggunakan potensinya.

Berdasarkan teori gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli diatas,

maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah pola prilaku

yang diperlihatkan seorang pemimpin pada saat memimpin pada saat mempengaruhi

aktivitas orang lain baik sebagai individu maupun kelompok.

2.1.1.2 Gaya dasar Kepemimpinan Situasional

Dalam hubungannya dengan prilaku pemimpin ini, ada dua hal yang biasanya

dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey dan Blanchard

yang dikutip oleh Miftah Thoha,( 2003:65) yakni : prilaku mengarahkan atau prilaku

mendukung.

(11)

b. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri

dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan

dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut dalam pengambilan

keputusan.

Kedua norma prilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang terpisah dan

berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat diketahui 4 (empat)

gaya dasar kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (dikutip oleh Miftah

Thoha, (2003:65)

Empat gaya dasar kepemimpinan situasional terlihat pada gambar 2.1 sebagai

berikut :

Perilaku

Mendukung

Sumber : Miftah Thoha, (2003:65)

Gambar 2.1

Empat Gaya Dasar Kepemimpinan Situasional

Tinggi Dukungan Dan Rendah Pengarahan

(Partisifasi) G3

Tinggi Pengarahan Dan Tinggi Dukungan

(Konsultasi) G2

Rendah Dukungan Dan Rendah Pengarahan

(Delegasi) G4

Tinggi Pengarahan Dan Rendah Dukungan

(Instruksi) G1

Tinggi

(12)

Gaya 1 (G1), seorang pemimpin menunjukan perilaku yang banyak

memberikan pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin ini memberikan instruksi

yang spesifik tentang peranan dan tujuan bagi pengikutnya, dan secara ketat

mengawasi tugas mereka. Dalam hal ini pemimpin memberikan batasan peranan

pengikutnya dan memberitahu merekatentang apa, bagaimana, bilamana dan dimana

melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan

semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan

diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.

Gaya 2 (G2), pemimpin menunjukan perilaku yang banyak mengarahkan dan

banyak memberikan dukungan. Dalam gaya ini dirujuk sebagai Konsultasi, karena

dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan

masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikutu dengan

meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan

berusaha mendengar perasaan pengikut serta ide-ide dan saran-saran mereka. Tetapi

tetap pemimpin harus terus memberikan pengawasan dan pengarahan dalam

penyelesaian tugas-tugas pengikutnya.

(13)

pemimpin juga mmendukung usaha-usaha mereka dalam menyelesaikan tugas

pengikutnya.

Gaya 4 (G4), perilaku pemimpin yang memberikan sedikit dukungan dan

sedikit pengarahan. Gaya ini dirujuk sebagai Delegasi,

karena pemimpin

mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai

kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuat keputusan

didelegasikan secara keseluruhan kepada bawahan. Pemimpin memberikan

kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melakasanakan pengontrolan atas

tugas-tugasnya, karena mereka memiliki kemampuan dan keyakina untuk mengemban

tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.

Sesuai dengan uraian tersebut diatas, bahwa empat gaya dasar kepemimpinan

merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin dalam hubungannya dengan

perilaku pemimpin itu sendiri dalam mempengaruhi bawahannya dalam hal ini

perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung yang nantinya akan melibatkan

hubungan kerja yang berorientasi akan tugas.

2.1.1.3 Teori-teori kepemimpinan

Beberapa teori kepemimpinan, yaitu :

a. Teori Sifat Kepemimpinan

(14)

telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi

seorang pemimpin.

Keith Davis mengiktisarkan ada 4(empat) ciri utama yang mempunyai

pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :

1. Kecerdasan (intelligence)

2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas

(social motuorty

and breadth)

3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi

4. sikap-sikap hubunga manusiawi

Ciri-ciri yang dikemukakan Davis diatas hanyalah salah satu daftar diantara

banyak kemungkinan sifat-sifat penting kepemimpinan organisasi.

b. Teori kelompok

Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok

harus ada pertukaran yang positif antara pimpinan dan bawahannya.

Kepemimpinan itu merupakan suatu proses pertukaran (exchange process)

antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi

tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak.

c. Teori Situasional (contingency)

(15)

sebagai Contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan

hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau

menyenangkan.

Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh Fiedler dalam tiga dimensi empiri,

yaitu :

a. Hubungan pimpinan anggota

b. Tingkat dalam stuktur tugas

c. Posisi kekuasaan pemimpin yang didapat melalui wewenang formal

Situasi-situasi itu menguntungkan bagi pemimpin bila ketiga dimensi diatas

adalah berderajat tinggi, bila setuasi terjadi sebaliknya maka akan sangat tidak

menguntungkan bagi pemimpin. Atas dasar penemuannya, Fiedler berkeyakinan

bahwa situasi-situasi menguntungkan yang dikombinasikan dengan gaya

kepemimpinan akan menetukan efektivitas pelaksanaan kerja kelompok.

(16)

Gambar 2.2

akan meringkas dan menjelaskan hubungan antara

kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan.

Sumber : (Sukanto Reksohadi Prodjo dan T.Hani Handoko, (1994)

Gambar 2.2

Model Kepemimpinan Fieder

Sebagai contoh, mengapa tiap pemimpin yang orientasi tugas, sukses dalam

situasi yang sangat menguntungkan Fiedler memberikan penjelasan bahwa

dalam kondisi yang sangat menguntungkan dimana pemimpin mempunyai

O

Menguntungkan

Sangat

Menguntungkan

+

_

_

Tidak Menguntungkan Sangat tidak

Menguntungkan O

Hubungan manusiawi Orientasi tugas

(17)

kekuasaan, dukungan informal dan struktur tugas yang relative baik, kelompok

siap untuk diarahkan dan mengharapkan pentunjuk apa yang harus dikerjakan.

d. Teori Path-Goal

Telah diakui secara luas bahwa teori kepemimpinan dikembangkan dan

mempergunakan kerangka dasar teori motivasi. Ini merupakan pengembangan

yang wajar, sebab kepemimpinan itu erat hubungannya dengan motivasi disatu

pihak dan dengan kekuasaan dipihak lain. Teori Path-Goal ini menganalisa

pengaruh (dampak) kepemimpinan (terutama prilaku pemimpin) terhadap

motivasi bawahan kepuasan dan pelaksanaan kerja. Teori ini memasukan 4

(empat) tipe atau gaya pokok prilaku kepemimpinan yaitu :

a. Kepemimpinan Direktif (Directive Leadership)

Bawahan tahu jelas apa yang diharapkan dari mereka dan perintah-perintah

khusus diberikan oleh pemimpin. Disini tidak ada partisipasi oleh bawahan

(pemimpin yang otokratis). Hasil penemuan menyatakan bahwa gaya

kepemimpinan direktif mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan

dan harapan bawahan melakukan pekerjaan mendua (ambiguous), dan

mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan dan harapan bawahan

yang melakukan tugas-tugas yang jelas.

b. Kepemimpinan Suportif (Supportive Leadership)

(18)

kepemimpinan ini mempunyai pengaruh yang sangat positif pada kepuasan

bawahan yang bekerja dengan tugas-tugas yang penuh tekanan, frustasi dan

tidak memuaskan.

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership)

Kepemimpinan mengajukan tantangan-tantangan dengan tujuan yang

menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan

tersebut serta melaksanakannya dengan baik. Diperoleh penemuan bahwa

untuk bawahan yang melaksanakannya tugas-tugas mendua dan tidak rutin,

makin tinggi orientasi pemimpin akan berprestasi, makin banyak bawahan

yang percaya bahwa usaha mareka akan menghasilkan pelaksanaan kerja

yang efektif.

Gaya-gaya kepemimpinan ini dapat digunakan oleh pemimpin yang sama

dalam berbagai situasi yang berbeda. Baik model Fiedler maupun teori

Path-Goal

memasukan tiga variabel penting dalam kepemimpinan, yaitu : pemimpin, kelompok

dan situasi.

2.1.1.4 Gaya-gaya kepemimpinan

(19)

Menurut Susilo Martoyo (1996:146) gaya kepemimpinan diantaranya :

1. Gaya Kepemimpinan Direktif Otokratif

Gaya kepemimpinan ini memberikan peluang yang sangat luas kepada pemimpin

untuk melaksanakan otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan untuk

mengemukakan pendapat sangat terbata. Pemimpin merupakan pusat komando,

pusat perintah terhadap bawahan.

2. Gaya Kepemimpinan Persuasif

Pemimpin melaksanakan otoritas dan kontrol terutama dalam proses pemecahan

masalah dan pengambilan keputusan. Pemimpin memperhatikan

masukan-masukan dari bawahan, bawahan mendapat kebebasan terbatas untuk

mengemukakan pendapatnya, mereka diikut sertakan dalam pengambilan

keputusan. Dalam hal ini, putusan pimpinan merupakan keputusan bersama

meskipun jumlah/persentase masukan dari bawahan masih terhitung mini.

3. Gaya Kepemimpinan Konsultatif

(20)

4. Gaya Kepemimpinan Partisipatif

Pemimpin memberikan kesempatan dan kebebasan yang seluas-luasnya kepada

bawahan untuk mengemukakan pendapatnya. Pemimpin dan bawahan

bekerjasama secara penuh dalam team. Cara lain, pemimpin dan bawahan bekerja

dalam team tetapi pemimpin tidak berperan langsung melainkan mendelegasikan

kepada staff senior. Pendelegasian pembuatan keputusan menunjukan adanya

kebebasan bertindak dalam batas tertentu, meskipun bawahan sangat dominant

tapi tetap tanggung jawab berada pada pimpinan.

5. Gaya Kepemimpinan Musyawarah

Kepemimpinan berdasarkan tata nilai kebersamaan yang diwujudkan dalam

bentuk kekeluargaan dan gotong royang, tindakan pemimpin ditandai oleh rasa

tolong menolong, saling membantu dan berkerja sama berdasarkan kasih saying,

serta tetap berpegang pada efisiensi dan efektif. Tindakan yang dilakukan oleh

pemimpin dalam pengambilan keputusan mengikuti prosedur penentuan masalah,

pengumpulan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan.

2.1.2

Kepuasan kerja

2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja

(21)

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual.

Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem

nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan

sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan

tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evakuasi yang menggambarkan

seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas

dalam bekerja.

Adapun pengertian kepuasan kerja menurut H.Malayu S.P Hasibuan edisi

refisi (2002;203) adalah :

“Sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaanya. Sikap ini

dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja

dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan dan kombinasai dalam dan luar

pekerjaan.”

Kepuasan kerja menurut Sondang P.Siagian (2001;295) adalah : “Suatu cara

pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang

pekerjaannya”.

Kepuasan kerja menurut T. Hani Handoko (2000:199) adalah : “Keadaan

emosional yang menyenangkan dengan cara bagaimana para karyawan memandang

pekerjaan mereka.”

(22)

Menurut Mathis dan Jackson (2001:98), kepuasan kerja adalah keadaan emosi

yang positif dari mengevakuasi pengalaman kerja seseorang

Perasaan ketidakpuasan kerja karyawan muncul pada saat harapan-harapan

mereka tidak terpenuhi secara formal, kepuasan kerja adalah tingkat perasaan

seseorang terhadap pekerjaannya.

Wood, Wallace, dan Zeffane (2001:113), mendefinisikan kepuasan kerja

sebagai berikut:

“job statisfactionis the degree to which individuals feel positively

about there jobs. As a concept, job statisfaction also indicated the degree to which

expectation in someone’s psychological contract are fulfilled”

Artinya, kepuasan

kerja adalah tingkat perasaan positif yang dimiliki idividu terhadap pekerjaan mereka.

Artinya, kepuasan kerja juga menunjukan terpenuhinya harapan-harapan individu

secara psikologis.

Berdasarkan definisi kepuasan kerja dari beberapa ahli diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi/perasaan karyawan baik

yang menyenangkan ataupun yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang

dilaksanakan yang ditandai dengan upah atau imbalan, keadaan pekerjaan,

kesempatan promosi, penyelia dan rekan kerja.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

(23)

1. Faktor Intrinsik, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa

oleh setiap diri karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya.

2. Faktor Ekstrinsik, yaitu yang menyangkut hal-hal yang berasal dari luar

karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan

karyawan lain, system penggajian dan sebagainya.

Kepuasan kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji,

tetapi terkait dengan pekerjaan itu sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan

dengan atasan,rekan sekerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan. Berdasarkan para

ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang

berkaitan dengan beberapa aspek menurut Marihot (2006:291), yaitu :

1. Gaji, yaitu jumlah bayaran yang diterima sesorang sebagai akibat dari

pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2. Pekerjaan itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah

memiliki elemen yang memuaskan.

3. Rekan sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi

dalam pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat

menyenangkan atau tidak menyenangkan.

4. Atasan, yaitu sesorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk dalam

pelaksanaan kerja. Cara-caraatasan dapat tidak menyenangkan bagi sesorang atau

menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

(24)

jabatan atau tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga

dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.

6. Lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan psikologis.

Untuk menungkatkan kepuasan kerja, perusahaan harys merespons kebutuhan

peegawai, dan hal ini sekali lagi secara tidak langsung telah dilakukan pada

berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia seperti dijelaskan

sebelumnya. Namun demikian, tindakan lain masih perlu dilakukan dengan cara

yang disebut peningkatan kualitas kehidupan kerja.

2.1.2.3 Teori Kepuasan Kerja

Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang

dikemukakan oleh Edward Lawyer yang dikenal dengan Equty Model Theory atau

teori kesetaraan. Intinya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan dengan

pembayaran perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang

dipresepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya

ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan karyawan, yaitu :

a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan ;

b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak mau

pindah ke empat lain

(25)

Menurut Anwar Perabu (2006:475) Tentang teori tentang kepuasan kerja yang cukup

dikenal adalah :

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy theory). Teori ini mengukur kepuasan kerja

seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan

kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh dari yang

diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat

Discrepancy, tetapi merupakan

Discrepancy

yang positif. Kepuasan kerja

seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan

dengan apa yang dicapai.

2. Teori Keadilan (Equity theory). Teori ini mengemukakan bahwa orang akan

merasa puas atau tidak puas., tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity)

dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama

dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input adalah

faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukun pekerjaannya, seperti

pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau

perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.

(26)

input hasil orang lain/ bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan

akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan

bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu

tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

3. Teori dua faktor (Two factor theory). Menurut teori ini kepuasan kerja dan

ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidak

puasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu.

Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu

satisfies

atau motivator dan

dissatisfies.

Satisfies

ialah factor-faktor atau situasi

yand g dibutuhkan sbagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang

menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan

memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan

menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu

mengakibatkan ketidakpuasan.

(27)

2.1.2.4 Keputusan Penting Menyangkut Kepuasan Kerja

Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative Deprivation

Theory,

ada 6 (enam) keputusan penting menyangkut kepuasan dengan pembayaran

menurut Anwar Perabu (2006:478) adalah :

a. Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan

b. Perbedaan antara pengeluaran dengan permintaan

c. Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih

d. Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan

e. Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan

f.

Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk.

2.1.3

Hubungan Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kepuasan Kerja

Pada masa era reformasi sekarang ini mencari seorang pemimpin yang tepat

memang tidak gampang, hal tersebut disebabkan terlalu banyaknya suplay tenaga

professional yang tersedia tetapi cenderung kurang siap untuk menjadi pemimpin

yang matang. Walaupun punya pendidikan yang sangat tinggi sayangnya tidak

didukung oleh pengalaman yang cukup, atau banyak pengalaman namn kurang

didukung oleh pendidikan dan wawasan yang luas. Ketimpangan-ketimpangan

tersebut bagi seorang pemimpin perusahaan/organisasi memiliki dampak yang sangat

signifikan terhadap keharmonisan dan kinerja dari perusahaan/organisasi.

(28)

seperti malas, rajin, produktif, dan lain-lain, atau mempunyai hubungan dengan

beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang baik kepada bawahan maka

kepuasan kerja karyawan akan meningkat, karena karyawan akan merasa

diperhatikan oleh atasnnya. Jadi ada hubungan yang baik/seimbang antara atasan dan

bawahan yaitu, pemimpin memperoleh hasil yang memuaskan dari karyawan dan

karyawan terpenuhinya kepuasan kerja yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Lucky (2000;19)

mengemukakan bahwa

“Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin

dalam menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan

pemimpin-bawahan, struktur tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga

aspek kepemimpinan situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja

karyawan.”

2.2

Kerangka Pemikiran

Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah

faktor penting efektivitas manajer apabila kepemimpinan telah efektif maka

diharapkan karyawan pun dapat berkerja secara efektif pula. Karena kita ketahui

bahwa keberadaan pemimpin dapat mempengaruhi moral, kepuasan kerja, keamanan,

kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.

(29)

Oleh kerena itu pemimpin dibebani tanggung jawab untuk mengarahkan

setiap tindakan yang dapat memungkinkan setiap individu mau memberikan

kontribusinya sebaik mungkin demi tujuan organisasi. Agar bawahan mau

menyumbangkan tenaga dan ide-ide bagi tujuan organisasi, maka pimpinan harus

berusaha

melaksanakan

fungsi

kepemimpinan

sebaik-baiknya

sehingga

memungkinkan timbulnya kepuasan kerja karyawan.

Ada pun pengertian gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan

Kennth Blonchard (1996:193) adalah :” Suatu kemampuan dan kemauan dari

orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri,

berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya.”

Indikator gaya kepemimpinan situasional menurut Paul Hersey dan Kennth

Blonchard (1997;161) :

1. perilaku tugas

adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan

menentukan peran-peran para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang

dilaksanakan, kapan, dimana dan bagaimana tugas-tugas dapat selesai.

2. perilaku hubungan

adalah berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dan individu atau para

anggota kelompoknya.

(30)

Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam

organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi prilaku kerja

seperti malas, rajin dan produktif atau mempunyai hubungan dengan beberapa jenis

prilaku yang sangat penting dalam organisasi.

Ada pun pengertian kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi (2005:291)

adalah : “Sikap atau rasa seseorang puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan

sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja”.

Adapun idikator-indikator kepuasan kerja menurut (Marihot tua Efendi

(2005:291) meliputi antara lain :

1. Gaji

adalah jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan

kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.

2. Pekerjaan itu sendiri

adalah isi pekerjaan yang dilakukan seseorang apakah memiliki elemen yang

memuaskan.

3. Rekan sekerja

adalah teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam

pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat

menyenangkan atau tidak menyenangkan.

(31)

5. Promosi

adalah kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan.

6. Lingkungan kerja

adalah lingkungan fisik dan psikologis.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah

keadaan emosional atau perasaan karyawan baik yang menyenangkan maupun yang

tidak menyenangkan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan yang ditandai dengan

gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja.

Dalam penegakan kepuasan, seorang pemimpin tidaklah cukup dengan

menentukan dan mengeluarkan peraturan kerja yang harus dilaksanakan oleh

pegawai, karena pegawai adalah manusia yang memiliki sifat salah dan benar dalam

artian pegawai cenderung melakukan suatu kesalahan.

Untuk memperkuat mengenai gaya kepemimpinan situasional terhadap

kepuasan kerja

Lucky (2000;19)

mengemukakan bahwa :

“Menurut teori gaya kepemimpinan situasional efektivitas seorang pemimpin dalam

menjalankan tugasnya sangat ditentukan hubungan pemimpin-bawahan, struktur

tugas dan kekuatan posisi pemimpin. Efektivitas ketiga aspek kepemimpinan

situasional ini akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.”

(32)

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

NO PENELITI TAHUN

PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN

[image:32.612.67.548.155.708.2]
(33)

NO PENELITI TAHUN

PENELITIAN JUDUL KESIMPULAN PERBEDAAN PERSAMAAN

Wisata

Jaya

Divisi

Agrowisat

a

besar dari

ttabel yaitu

1,672

nan

Situasional

Terhadap

Kepuasan

Kerja

Pegawai

3

Endah

Suryanti

2004

Pengaruh

Gaya

Kepemim

pinan

Situasiona

l

Terhadap

Kepuasan

Kerja

Karyawan

Pada PT.

PLN Unit

Pelayanan

Bandung

Utara

Terdapat

hubungan

positif yang

signifikan atau

berarti antara

gaya

kepemimpinan

situasional

dengan

kepuasan kerja

karyawan,

dimana nilai

Masing-masing

variabel adalah

0.664 dan

0.658.

1. Indikator

gaya

kepemimpi

nan

situasional

(variabel

X)

2. Jumlah

Populasi

dan

Sampel

3. Tempat

Penelitian

1. Kepuasan

Kerja

Pegawai

sebagai

variabel Y

2. Menggunaka

n

uji t

Dari uraian diatas, tampak jelas pengaruh gaya kepemimpinan berperan

penting dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

(34)

Gaya kepemimpinan

Situasional

(Variabel X)

Prilaku tugas :

- Menetapkan tujuan

- Mengorganisasi situasi

kerja

- Menetapkan batas waktu

- Memberikan arahan

spesifik

Prilaku hubungan :

-

Memberikan dukungan - Melibatkan bawahan

dalam diskusi

- Memudahkan interaksi

- Menyimak pendapat

bawahan

[image:34.612.134.535.122.668.2]

Harsey dan Blanchard

(1996:64)

Gambar 2.3

Paradigma Penelitian

Kepuasan kerja

(Variable Y)

a. Gaji

b. Pekerjaan itu sendiri

c. Rekan sekerja

d. Atasan

e. Promosi

f.

Lingkungan kerja

Marihot tua Efendi

(2005:291

)

Lucky

(35)

2.3

Hipotesis

Menurut

Sugiyono (2002:39)

hipotesis penelitian merupakan jawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena

jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan

pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

(36)

36

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sebagai topik

penulisan dalam rangka menyusun suatu laporan. Penelitian ini dilakukan untuk

memperoleh data – data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut yang

berjudul “ Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional terhadap Kepuasan Kerja

pegawai Dinas Tenaga Kerja , Sosial Dan Transmigrasi”. Oleh karena itu yang

menjadi objek penilitian adalah gaya kepemimpinan situasional dan kepuasan kerja

karyawan.

(37)

3.2 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

dan metode verifikatif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk menjawab tujuan

penelitian kesatu dan kedua. Menurut Nazir (2003 : 54) mengatakan bahwa :

“Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok

manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang, dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang diselidiki.”

Adapun

deskriptif

ini

dilaksanakan

untuk

mengetahui

gambaran

sesungguhnya tentang Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap

Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial, Dan Transmigrasi Kab.

Purwakarta. Sedangkan Sugiyono (2001:16) mengatakan bahwa :

“Metode verifikatif adalah metode yang digunakan untuk memilih metode

penelitian,

menyusun

instrument

penelitian,

mengumpulkan

data

dan

menganalisanya.”

(38)

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yaitu

penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data.

3.2.1 Desain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan melihat pengaruh gaya kepemimpinan situasional

terhadap kepuasan kerja karyawan dengan melakukan observasi, wawancara dan

penyebaran angket/kuesioner pada Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi.

Desain penelitian yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah metode

penelitian lapangan, yaitu suatu metode penelitian yang mengambil sample dari suatu

populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.

Dalam penelitian ini populasi yang diteliti mempunyai tingkatan atau

berstrata, maka sampel ini diambil stratum sehingga setiap strata atau tingkatan

mempunyai sampel yang mewakili dalam penelitian untuk mengetahui keeratan

hubungan antara variabel X (gaya kepemimpinan) dengan variabel Y (kepuasan kerja

karyawan).

Penulis menggunakan analisis korelasi rank spearman, karena untuk

mempermudah menganalisis data.

3.2.2 Operasional Variabel

(39)

Adapun definisi dan istilah variabel menurut Sugiyono (2001:21)

adalah sebagai

berikt:

1.

Variabel bebas (

Independent variable

)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab berubahnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel bebas adalah gaya kepemimpinan situasional.

2.

Variabel terikat (

Dependent Variable

)

Variabel terikat adalah merupaka variabel yang dapat dipengaruhi oleh

variabel lain

(Independent variable)

. Dalam penelitian ini yang menjadi

variabel terikat adalah kepuasan kerja karyawan.

[image:39.612.48.593.518.704.2]

Untuk lebih jelasnya tentang hubungan variabel tersebut digunakan desain secara

detail dalam tabel :

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran No.

Kuesioner Skala Sumber Data Gaya Kepemimpinan Situasional (X) Suatu kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung

 Perilaku tugas  Menetapkan tujuan

 Mengorganisasi situasi kerja

 Menetapkan batas waktu

 Memberikan arahan spesifik

 Memberikan dukungan

 Melibatkan bawahan dalam

(40)

jawab dalam mengarahkan prilakunya sendiri, berhubungan dengan tugas-tugas spesifik yang harus dilakukannya

(Paul Hersey dan

Kennth Blonchard, (1996:193)  Perilaku Hubungan diskusi

 Memudahkan interaksi

 Menyimak pendapat

bawahan 10,11 12 Kepuasan Kerja (Y)

Sikap atau rasa

seseorang puas

atau tidak puas

terhadap pekerjaannya dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan,  Gaji  Pekerjaan itu sendiri  Rekan sekerja  Atasan

Gaji yang diterima sesuai pekerjaan

Gaji yang diterima selalu tepat waktu

 pekerjaan yang dimiliki sesuai dengan keahlian dan pengalaman

pekerjaan yang dimiliki karyawan sesuai keinginan

Hubungan yang harmonis dengan rekan kerja

Kerjasama dengan rekan kerja sangat diperlukan dalam menunjang kelancaran bekerja

(41)

3.2.3. Sumber dan Teknik Penentuan Data

3.2.3.1. Sumber Data

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian mengenai “ Pengaruh

Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Dinas

Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kab. Purwakarta” adalah data primer dan

sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari obyek penelitian.

Menurut Umi Narimawati (2007:47) menyatakan bahwa :

“Ada dua cara pokok untuk memperoleh data primer, yaitu dengan cara

berkomunikasi dengan obyek yang diteliti atau responden dan melakukan

observasi.

Komunikasi

dengan

responden

dilakukan

dengan

cara

promosi dan lingkungan kerja (Marihot tua Efendi,(2005:291)  Promosi  Lingkungan kerja

 atasan selalu memberikan bimbingan apabila karyawan menghadapi kesulitan dalam bekerja

Pemberian promosi jabatan kepada karyawan yang berprestasi

kesempatan karyawan untuk mendapatkan kenaikan jabatan

Lingkungan kerja yang baik akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan

Lingkungan kerja yang

nyaman akan cepat

menyelesaikan pekerjaan

9,10

(42)

menggunakan kuesioner. Kuesioner dapat secara tertulis maupun lisan.

Sedang observasi dilakukan dengan tanpa pertanyaan”.

Dalam penelitian ini data primer yang diambil langsung dari seluruh pegawai

Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kab. Purwakart. Teknik yang

digunakan dalam pengumpulan data primer adalah sebagai berikut :

1) Interview,

langsung dilakukan dengan pihak terkait di perusahaan tempat obyek

penelitian yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang diteliti oleh

penulis. Terdapat dua tipe yaitu :

interview

terbuka dan

interview

tertutup.

2) Kuesioner, teknik pengumpulan data dengan

form

yang berisikan

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada obyek penelitian guna mendapat

informasi.

2. Data Sekunder

(43)

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data

1.Populasi

Menurut Umi Narimawati (2008:72) menyatakan bahwa :

”Populasi merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang

dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai,

peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat

menjadi sumber data penelitian”.

Sedangkan Sugiyono (2004:72) mengemukakan bahwa :

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kuantitas dan krakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Dinas

Tenaga Kerja, Sosial Dan Tranmsigrasi yang berjumlah 66 orang.

2.Sampel

(44)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

penarikan

sampling jenuh.

Menurut Sugiyono (2007:68) dikemukakan tentang Sampling Jenuh, yaitu

teknik pengumpulan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau

penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan

sampel.

Pada penelitian ini jumlah populasinya sebesar 66 orang, karena jumlah

populasi kurang dari 100 orang, maka metode penarikan sampel yang penulis pilih

adalah sampling jenuh atau sensus, dimana seluruh pegawai Dinas Tenaga Kerja,

Sosial Dan Transmigrasi dijadikan sampel.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1) Wawancara

(45)

2) Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formulir yang

berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada

seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau

tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti.

Menghasilkan kesimpulan yang bisa jika datanya kurang reliabel dan kurang

valid, sedangkan kualitas data penelitian ditentukan oleh kualitas instrumen yang

digunakan untuk mengumpulkan data.

3.2.4.1 Uji Validitas

Uji validitas ini bertujuan menguji sejauh mana alat ukur,dalam hal ini

kuesioner mengukur mengukur apa yang hendak diukur. Menurut Sugiyono

(2003:124) alat ukur yang digunakan adalah dengan menggunakan rumus teknik

korelasi pearson produck moment,

guna menghitung korelasi antara masing-masing

pernyataan dengan skor total. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

pernyataan-pernyataan mana yang valid dan mana yang tidak valid, dengan mengkonsultasikan

data tersebut dengan tingkat signifikan r kritis =0,3, apabila alat ukur tersebut berada

<0,3 (tidak valid).

Pengujian statistic mengacu pada kriteri :

r hitung < r kritis maka tidak valid

r hitung > r kritis maka valid

(46)
[image:46.612.148.493.205.446.2]

Untuk pengujian validitas instrument penelitian, penulis menggunakan

program SPSS 17.0

for windows.

Tabel 3.2

Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional

No Item

Koefisien Validitas

Titik Kritis

Validitas

1

0,617

0,300

Valid

2

0,322

0,300

Valid

3

0,490

0,300

Valid

4

0,529

0,300

Valid

5

0,592

0,300

Valid

6

0,565

0,300

Valid

7

0,568

0,300

Valid

8

0,607

0,300

Valid

9

0,525

0,300

Valid

10

0,419

0,300

Valid

11

0,325

0,300

Valid

12

0,358

0,300

Valid

Koefisien Reliabilitas

0,841

Titik Kritis

0,700

Reliabilitas

Reliabel

(47)
[image:47.612.152.492.128.389.2]

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja Pegawai

No Item

Koefisien Validitas

Titik Kritis

Validitas

1

0,327

0,300

Valid

2

0,594

0,300

Valid

3

0,725

0,300

Valid

4

0,776

0,300

Valid

5

0,330

0,300

Valid

6

0,352

0,300

Valid

7

0,408

0,300

Valid

8

0,399

0,300

Valid

9

0,519

0,300

Valid

10

0,594

0,300

Valid

11

0,725

0,300

Valid

12

0,776

0,300

Valid

Koefisien Reliabilitas

0,793

Titik Kritis

0,700

Reliabilitas

Reliabel

Berdasarkan tabel di atas, diketahui semua item pertanyaan mengenai

kepuasan kerja pegawai memiliki koefisien validitas lebih dari titik kritis 0,300

sehingga dapat disimpulkan bahwa ke-12 pertanyaan mengenai kepuasan kerja

pegawai dinyatakan valid. Sedangkan koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar

0,793, lebih besar dari titik kritis 0,700 sehingga pertanyaan-pertanyaan mengenai

kepuasan kerja pegawai dinyatakan reliabel.

(48)

3.2.4.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran

relative konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Jadi dengan kata

lain reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur

dapat dipercaya dan diandalkan. (Sugiyono.2003:126). Teknik perhitungan

reliabilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teknik Belah Dua

(Split Half Method)

dengan rumus

Spearman Brown.

Untuk itu perhitungan dapat

dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.0

For Windows.

Adapun langkah-langkah uji reliabilitas adalah sebagai berikut :

1. Item variabel dibagi menjadi dua, yaitu belahan pertama (total ganjil) dan belahan

kedua (total genap) lalu dikelompokkan dalam kelompok 1 dan kelompok 2.

2. Skor untuk masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga terdapat skor untuk

kelompok 1 dan kelompok 2.

3. Korelasi skor total kelompok 1 dan skor 2 pada program SPSS 11.0

for windows.

Kemudian output hasil korelasi dimasukan pada persamaan Spearman Brown

dibawah ini :

b b

r

r

Ri

1

)

(

2

Dimana : Ri =Reliabilitas instrument seluruh instrument

(49)

Hasil reliabilitas X_Gaya Kepemimpinan Situasional

(50)
[image:50.612.150.496.124.220.2]

Tabel 3.4

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional

Kepuasan Kerja Karyawan

Variabel Koefisien

Reliabilitas Titik Kritis Keterangan

x

0. 841 0.700 Reliabel

y

0. 793 0.700 Reliabel

Berdasarkan tabel 3.7 dapat diketahui bahwa dari semua item pertanyaan

Pelaksanaan Pelatihan positif dan > r

kritis

sebesar 0,700 maka dapat disimpulkan

bahwa semua item butir pertanyaan Kepuasan kerja karyawan sudah reliabel dan

dapat digunakan sebagai instrumen penelitian

3.2.4.3 MSI

Pada prinsipnya, menaikkan data dari skala ordinal menjadi data interval

merupakan hal yang relatif mudah, namun karena setiap attribute harus dinaikkan

satu per satu, maka pekerjaan ini menjadi rumit dan membosankan karena

membutuhkan ketelitian dan waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi masalah ini,

peneliti menggunakan program

Methode of Succesive Interval

(MSI) pada

Ms.Excel

yang digunakan untuk mentransformasikan dari data ordinal menjadi data interval.

Lagkah-langkah untuk melakukan transformasi data ordinal menjadi interval

menurut Harun Al Rasyid adalah :

(51)

b. Menentukan proporsi setiap responden yaitu dengan cara membagi

freuensi dengan jumlah sampel

c. Menentukan proporsi secara berurutan untuk setiap responden

sehingga diperoleh proporsi kumulatif yang dianggap menyebar

mengikuti sebaran normal baku

d. Menentukan nilai Z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang

dianggap menyebar mengikuti sebaran normal baku

e. Menghitung

Scale Of Value

(SV) untuk masing-masing proporsi

responden, dengan rumus :

dimana :

Density at lower limit

= Kepadatan Batas Bawah

Density at upper limit

= Kepadatan Batas Atas

Area under lower limit

= Daerah di Bawah Batas Bawah

Area under upper limit

= Daerah di Bawah Batas Atas

f.

Mengubah

Scale Of Value

(SV) terkecil menjadi sama dengan satu (1)

dan mentransformasikan masing-masing skala menurut prubahan skala

Densityatlowerlim - Densityatupperlim

Scale Of Value =

(52)

terkecil sehingga diperoleh

Transformed Scale Of Value

(TSV) dengan

rumus :

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis

3.2.5.1 Rancangan Analisis

1. Metode Analisis Deskriptif/Kualitatif

Analisis Deskriptif/kualitatif digunakan untuk menggambarkan tentang

ciri-ciri responden dan variabel penelitian, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk

menguji hipotesis dengan menggunakan uji statistik.

Analisis kualitatif digunakan dengan menyusun tabel frekuensi distribusi

untuk mengetahui apakah tingkat perolehan nilai (skor) variabel penelitian masuk

dalam kategori: sangat setuju, setuju, cukup, tidak setuju, sangat tidak setuju.

Selanjutnya untuk menetapkan peringkat dalam setiap variabel penelitian

dapat dilhat dari perbandingan antara skor aktual dengan skor ideal. Skor aktual

diperoleh melalui hasil perhitungan seluruh pendapat responden sesuai klasifikasi

bobot yang diberikan (1,2,3,4, dan 5). Sugiyono (2004:89), mengatakan bahwa

jawaban responden kemudian diberi skor dengan menggunakan skala likert, seperti

terdapat pada tabel 3.8 berikut ini :

(53)
[image:53.612.222.420.503.643.2]

Tabel 3.5

Pernyataan Skala Likert

Sumber : Sugiyono (2004:89)

Sedangkan skor ideal diperoleh melalui perolehan prediksi nilai

tertinggi dikalikan dengan jumlah kuesioner dikalikan jumlah responden.

Sumber : Umi Narimawati (2007:84)

Jawaban

Skala Nilai (Positif)

Sangat setuju

5

Setuju

4

Cukup

3

Tidak Setuju

2

Sangat Tidak Setuju

1

% Skor

=

Skor aktual

Skor ideal

(54)
[image:54.612.169.474.223.393.2]

Selanjutnya hasil perhitungan perbandingan antara skor aktual dengan skor

ideal dikontribusikan dengan tabel 3.9 sebagai berikut :

Tabel 3.6

Kriteria Persentase Skor Tanggapan Responden Terhadap Skor Ideal

No

% Jumlah Skor

Kriteria

1

20.00 - 36.00

Tidak Baik

2

36.01 - 52.00

Kurang Baik

3

52.01 - 68.00

Cukup

4

68.01 - 84.00

Baik

5

84.01 – 100

Sangat Baik

Sumber : Umi Narimawati (2007:84)

a.

Gaya kepemimpinan Situasional

Untuk variabel sumber gaya kepemimpinan situasional dari 2 indikator

dengan 12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria

berikut ini :

(55)

b.

Kepuasan Kerja

Untuk variabel sumber produktivitas kerja karyawan dari 6 indikator dengan

12 item kuesioner dengan jumlah responden 66, maka akan diperoleh kriteria berikut

ini :

Skor Aktual : jawaban seluruh responden 66 atas

kuesioner

12 yang diajukan.

Skor Ideal : Bobot tertinggi 5 X 66 X 12 = 3.960

2. Metode Analisis Verifikatif/ Kuantitatif

a. Analisis Korelasi Pearson

Product Moment

Analisa terhadap data-data yang telah dikumpulkan untuk menyatakan

hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat , maka digunakan korelasi.

“Korelasi digunakan untuk melihat kuat lemahnya hubungan antara variabel

bebas dan tergantung” (Jonathan Sarwono,2006: 37)

(56)

Rumus dari analisis

Korelasi Product Moment

adalah:

   

 

2 2

2

 

2

Y

Y

n

X

X

n

Y

X

XY

n

r

Sumber: Sugiyono, 2008

Keterangan :

r = Koefisien korelasi

X = Gaya Kepemimpinan Situasional

Y = Kepuasan Kerja Karyawan

n = Banyaknya sampel

Kuat atau tidaknya hubungan antara kedua variabel dapat dilihat dari beberapa

kategori koefisien korelasi mempunyai nilai -1

≤ r ≤ +1 dimana :

1. Jika nilai r 

0, artinya terjadi hubungan linear positif, yaitu semakin besar nilai

variabel X (

independent

), maka semakin besar pula nilai variabel Y (

dependent

).

2. Jika nilai r 

0, artinya terjadi hubungan linear negatif, makin kecil nilai variabel

X (

independent

), maka semakin kecil nilai variabel Y (

dependent

).

3. Jika Nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X

(

independent)

dengan variabel Y (

dependent

).

4. Jika nilai r =1 atau -1, artinya terjadi hubungan linear sempurna yaitu berupa garis

lurus untuk r yang semakin mengarah angka 0, maka garis semakin tidak lurus.

(57)

Tabel 3.7

Interprestasi Tingkat Hubungan Korelasi

Interval Koefisien

Tingkat Hubungan

0,00-0,199

Sangat rendah

0,20-0,399

Rendah

0,40-0,599

Sedang

0,60-0,799

Kuat

0,80-1,000

Sangat Kuat

Sugiyono (2010:231)

b.

Koefesien Determinasi

Digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase pengaruh gaya

kepemimpinan situasional dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Tenaga Kerja,

Sosial Dan Transmigrasi. Rumus

koefesien determinasi

yang digunakan Sugiyono

(2003:216) adalah sebagai berikut :

0 0 2

100

x

r

Kd

Keteranagan : Kd = Koefesien determinasi

r

2

Kuadrat koefesien determinasi

Dimana :

(58)
[image:58.612.122.525.251.422.2]

Pengaruh tinggi rendahnya koefisien determinasi tersebut digunakan pedoman

yang dikemukakan oleh Guilford yang dikutip oleh Supranto (2001:227) adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.8

Tinggi Rendahnya Koefisien Determinasi

Pernyataan

Keterangan

>4%

Pengaruh rendah sekali

5% - 16%

Pengaruh rendah tapi pasti

17% - 49%

Pengaruh cukup berarti

50% - 81%

Pengaruh tinggi atau kuat

>80%

Pengaruh tnggi sekali

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis

Selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengatasi apakah pengaruh yang

berarti (signifikan) atau tidak antara variabel X dan variabel Y yang didasarkan atas

aturan berikut :

Ho : ρ = 0, berarti tidak ada pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional

Terhadap Kepuasan Kerja.

H1 : ρ ≠

0, berarti terdapat Pengaruh antara Gaya Kepemimpinan Situasional

(59)

Untuk penguji hipotesis tersebut, maka dilakukan tes signifikan terhadap r dengan

rumus sebagai berikut :

2

1

2

s s

r

n

r

t

(Sudjana, 1996:377)

Dimana : t = Statistik uji korelasi

r = Koefisien korelasi antara variabel X dan Variabel Y

n = Banyaknya sampel dalam penelitian

Selanjutnya nilai

thitung

dibandingkan dengan nilai t yang diperoleh dari table

ditribusi

Student

t dengan

=0,05 (uji dua pihak) dengan dk = n – 2

penguji hipotesis akan diuraikan sebagai berikut :

Ho :

= 0

artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan

situasional terhadap kepuasan kerja

H1 :

0

artinya ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan

situasional terhadap kepuasan kerja

Untuk menentukan apakah H0 diterima atau ditolak, digunaka uji signifikan yaitu :

Bila nilai t

hitung

< nilai t

tabel

, maka Ho diterima

(60)
[image:60.612.146.466.188.355.2]

Maka dengan demikian akan dapat diketahui apakah analisis ini

ditolak/diterima.

Gambar 3.1

Kurva Hipotesis Daerah Penerimaan dan Penolakan

-t tabel

+t tabel

Daerah

Penolakan H

0

Daerah

Penerimaan H

1
(61)

61

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kantor Dinas Tenaga Kerja, Sosial Dan Transmigrasi Kabupaten Purwakarta

Sejarah Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi tidak terlepas dari sejarah

perjuangan bangsa dan tantangan politik yang berkembang sejak proklamasi 17 Agustus

1945. sejarah berdirinya Republik Indonesia sampai sekarang, Kementerian atau

Departemen di serahi tugas untuk menangani masalah Ketenagakerjaan berulang kali

mengalami perubahan, baik berupa pembentukan baru, penyesuaian maupun

penggabungan perubahan organisasi tersebut di sebabkan oleh berkembangnya beban

kerja yang harus di tangani.

Dalam periode ini perang kemerdekaan yaitu masa Kabinet Presidentil, masalah

perburuhan berada di bawah dan di tangani oleh Kementerian Sosial. Keadaan ini

berlanjut sampai masa Kabinet Syahrir III. Penggantian Kabinet – kebinet yang

berulang kali, serta lahirnya partai – partai politik yang mewarnai gerak kaum buruh,

menjadikan penanganan masalah perburuhan semakin pelik, apabila di sertai oleh

memburuknya keadaan ekonomi dan di dalam keadaan perang.

Maklumat presiden Nomor 7 tahun 1947 yang di umumkan tanggal 3 Juli 1947

(62)

61

pokok kementerian perburuhan mulai berfungsi, setelah adanya pelimpahan Organisasi

Jawatan Perburuhan, Personil dan Mata anggarannya. Oleh karena itu tanggal 25 Juli

berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep – 288/MEN/1992 ditetapkan

sebagai Hari Departemen Tenaga Kerja. Setelah Amir Syaripudin jatuh dan diganti oleh Kabinet Hatta tugas pokok kementerian perburuhan mencakup pula tugas urusan –

urusan sosial, sehingga nama Kementerian Perburuhan berubah menjadi Kementerian

Perburuhan dan Sosial.

Pada masa Kabinet Hatta terjadi peristiwa clash II yang diikuti dengan bentuknya

Kabinet Darurat, dimana Kementerian kabinet dan perburuhan urusan sosial, di perluas

tugas dan fungsinya, dilakukan penertiban dan pembersihan. Sejalan dengan itu terjadi

perubahan nama Organisasi Kementerian Perburuhan menjadi Departemen Tenaga

Kerja.

Struktur organisasi Departemen Tenaga Kerja berdasarkan Keputusan Menteri

Presium Kabinet AMPERA Nomor : 75 / U / Kep / II / 1966, mengalami

penyempurnaan termasuk Departemen Tenaga Kerja, yang di atur keputusan Presiden

pada masa transisi yaitu pada masa penertiban dan pembersihan aparatur Pemerintah

(63)

61

Dalam perkembangan Organisasi Departemen NAKERTRANSKOP mengalami

perubahan dengan di pindahkannya urusan koperasi ke Departemen Perdagangan.

Kemudian di sempurnakan kambali setelah masalah urusan transmigrasi di limpahkan

ke Departemen Transmigrasi.

Penyempurnaan organisasi tersebut bersifat menyeluruh, dari yang semua menganut

pendekatan ” Holding Company Type ” beralih ke pendekatan ” Itegrated ”. Struktur

organisasi yang baru di atur dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 tahun

1984. struktur organisasi ini kemudian di sempurnakan lagi khususnya yang

menyangkut oarganisasi tingkat kantor pusat, yang selanjutnya tertuang dalam

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : kep- 525 / MEN / 1988 yang mencakup

kepada Kepres Nomor 30 Tahun 1987, dan masa Kabinet Pembangunan VI Struktur

Organisasi diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep- 28 / MEN /

1994, mengacu pada Kepres nomor 108 Tahun 1993.

Kabinet Pembangunan VI merupakan awal pembangunan jangka panjang II

merupakan Kebangkitan Nasional II, Organisasi Departeman Tenaga Kerja bertambah 2

( dua ) unit eselon I yaitu Direktorat Jenderal Bilanttas dan Badan Perencanaan dan

(64)

61

penyempurnaan Peraturan Perundang – undangan Ketenagakerjaan, perubahan undang

– undang Nomor 25 tahun 1997.

Kabinet pambangunan VII hanya berlangsung selama kurang lebih 2 ( dua ) bulan,

yaitu sampai tanggal 21 Mei 1998 saat dimana Bapak Soeharto menyerahkan jabatan

presiden kepada Bapak Prof. DR. BJ. Habibie. Dalam Kabinet pembangunan VII

maupun kabinet reformasi Pembangunan yang di bentuk oleh Bapak Presiden

BJ.Habibie Departemen Tenaga Kerja tidak mengalami perubahan nama maupun

struktur organisasi.

Sejarah dengan era Reformasi, Departemen Tenaga Kerja telah melakukan strategi

Reformasi Ketenagakerjaan, dengan menempatkan posisinya didalam membela dan

memihak pekerja. Keterpihakan

Gambar

tabel sehingga
Gambar 2.3Paradigma Penelitian
Tabel 3.1
Tabel 3.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan pemeriksaan ini menyangkut apakah jumlah aktiva yang dicatat dalam laporan keuangan. merupakan aktiva yang secara sah dimiliki (menjadi

Dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan, jika harga jual perunit suatu pesanan khusus lebih besar dari pada biaya variabel perunit pesanan khusus,maka suatu

Terbinanya SDM  yang diukur dari  terpenuhinya  kebutuhan guna  melaksananakan  tugas sesuai .

Kepada peserta yang berkeberatan atas Pengumuman Pemenang ini, diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja

Aplikasi pembersih file sampah ini mampu memeriksa setiap file yang terdapat pada tiap folder/subfolder dari suatu drive dan dapat membedakan dengan tepat file-file mana saja

bahwa  baku  mutu  emisi  untuk  pembangkit  listrik  tenaga  uap  berbahan  bakar batu  bara  sebagaimana  tercantum  dalam  Lampiran  III  A  dan  Lampiran  III 

Pada motor bensin, terdapat busi pada celah ruang bakar yang dapat memercikkan bunga api.. yang kemudian membakar campuran bahan bakar dan udara pada suatu titik tertentu

atau modal pada bank sebagai investasi suatu bisnis atau usaha nasabah yang