• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting Dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting Dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

iv

Penelitian ini di bawah bimbingan : Melly Maulin P., S.Sos., M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi humas HTI Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui program Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai strategi tersebut, penyusun menganalisa rencana, manfaat, pesan, media, dan tujuan program Intellectual Meeting.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam yang ditunjang oleh observasi, studi kepustakaan, dan pencarian data di internet. Adapun informan pada penelitian ini adalah naqib (manajer) Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa program Intellectual Meeting adalah program humas HTI Chapter UPI yang memiliki rencana untuk mengartikuasikan tema aktual yang didukung oleh fakta, data, nara sumber dan pembanding yang sesuai, serta media yang representatif. Bagi HTI Chapter UPI, program ini bermanfaat sebagai agregasi di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan bertujuan untuk membangun eksistensi HTI Chapter UPI.

(2)

iv Indonesian Freedom Party chapter Indonesian Education University through Intellectual Meeting programe to persuade khilafah for the participant. To know deeperly about the strategy, the author analized plan, benefit, message, and aim of Intellectual Meeting program.

The used phenomenological in this research was qualitative with descriptive method. The used technique to collect data was indeepth interview that was supported by observation, literature study, and internet searching. The informan in this research was manager in Indonesian Freedom Party chapter Education Indonesia University.

The result from this research showed that Intellectual Meeting was public relation program of HTI Chapter UPI that had plan to articulate actual theme that supported by fact, data, suitable keynote speaker and representative media. For HTI Chapter UPI, this program had benefit as aggregation in Indonesian Education University and purpose to build HTI Chapter UPI existence.

(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Intellectual Meeting (Pertemuan Intelktual) merupakan salah satu dari

beberapa program kerja (proker) Humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Chapter Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang biasa dilaksanakan sebulan sekali, setiap hari Rabu pukul 16.00 sampai dengan 17.30 WIB di beberapa tempat misalnya : gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) UPI, kantin Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FP MIPA), taman-taman sekitar komplek UPI.

Program tersebut adalah jenis Talk Show yang membahas dinamika khususnya mahasiswa di Kota Bandung yang update (mutakhir) atau di-setting (dirancang) sehingga tema yang diangkat oleh HTI Chapter UPI memiliki kesan penting, urgen, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari namun ironisnya sering terlupakan dan lebih memfokuskan terhadap masalah nasional yang dampaknya belum tentu bisa dirasakan langsung oleh penduduk Kota Bandung.

Pada dasarnya, program Intellectual Meeeting dalam rangka mempersuasikan khilafah (sistem pemerintahan Islam). Program tersebut disesuaikan dengan budaya mahasiswa UPI yang secara umum cukup kritis, enerjik, dan vokal dalam menyuarakan isi hatinya layaknya mahasiswa di universitas lain dalam merespon masalah-masalah sosial, politik dan religi.

(4)

Kondisi seperti di atas, mendorong HTI Chapter UPI untuk membuat program yang relefan, sehingga pada bulan November 2009 dibuatlah program untuk mewadahi dan merepresentasikan pergerakan mahasiswa yang orinteasinya khilafah. Teknik, lokasi, nama, tema dan pembicara program, adalah beberapa hal

yang menjadi pertimbangan humas supaya acara tersebut bisa menarik massa dalam mengupas permasalahan yang diangkat secara tegas, aktual, dan faktual.

HTI chapter UPI tak sia-sia mengadakan program talk show. Terbukti mereka menjadi pelopor melalui Intellectual Meeting-nya dengan konsep yang interaktif antara peserta dan pembicara. Indikasi kepeloporannya, beberapa waktu setelah program tersebut dilaksanakan, terdapat organisasi kemahasiswaan lainnya diikuti oleh bahkan dengan nama dan waktu yang sama, inipula sebenarnya yang menyebabkan mengapa program HTI Chapter UPI baik nama atau teknik pelaksanannya kerap kali dimodifikasi.

Beberapa modifikasi yang membuat Intellectual Meeting menarik diantaranya : jika sesi tanya jawab atau pandangan umum peserta talk show pada umumnya dilaksanakan di penghujung acara, maka pada Intellectual Meeting tak jarang dilaksanakan di awal acara, posisi duduk para peserta pun tak selamanya konfensional berjajar atau setengah lingkaran, posisi duduk berbentuk huruf X pun pernah dilakukan pada program ini.

(5)

pembanding tema, disamping keynote speaker (pembicara utama) dari HTI yang khusus menguasai suatu bidang.

HTI Chapter UPI adalah salah satu Cabang Dewan Pimpinan Daerah 2 (DPD 2) HTI tingkat Kota Bandung tegasnya Bandung Utara. HTI Chapter UPI memiliki keunggulan dari segi aktivasi kegiatan-kegiatan jika dibandingkan dengan HTI Chapter Kampus lain di Kota Bandung, salah satu buktinya KMIJ (Konfrensi Mahasiswa Islam Jabar) dilaksanakan di Universitas Pendidikan Idonesia pada tahun 2008 berdasarkan kesepakatan bersama organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jawa Barat karena melihat aktivasi HTI Chapter UPI selain juga karena faktor fasilitas.

Penggunaan kata Chapter memang terdengar unik, tak seperti kebiasaan pada organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi politik (orpol) yang menggunakan istilah Cabang atau Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Disamping penggunaan istilah Chapter terdengar unik, juga untuk membedakan segmentasi. Jika Cabang/DPC segmentasinya adalah masyarakat secara umum, maka Chapter segmentasinya khusus, yaitu mahasiswa.

Setiap Chapter kampus dikelola Humas. Humas memegang peranan penting dalam mengelola HTI Chapter UPI khususnya dalam mengelola program kerja. Program-program tersebut, haruslah inovatif, komunikatif, dan tentu saja menjalankan misi untuk menyebarkan khilafah sebagai bentuk persuasi kepada semua peserta program baik anggota, simpatisan, dan umum.

(6)

sentuhan logika (logos), atau gabungan dari semua itu.” (Pawito, 9 : 6 ). Berpijak dari pengertian tadi, jika dikaitkan dengan strategi persuasi HTI Chapter UPI, maka unsur-unsur persuasinya relatif terpenuhi. Kridibilitas sumber dalam Intellectual Meeting

Aktivasi HTI Chapter UPI kiranya cukup representasi dalam memberikan gambaran peta pergerakah partai politik Islam independen yang memiliki khittah (ciri khas) memperjuangkan berdirinya formalisasi syariah dalam bingkai khilafah yang kaffah (sempurna) secara persuasif dalam semua aspek kehidupan :

politik, sosial , ekonomi, budaya dan sebagainya, tidak sekedar dalam tataran ibadah yang selama ini kita kenal secara : shalat, zakat, shaum dan sebagainya.

Berdasarkan sejarah organisasi, HTI melakukan penetrasi mainstream-nya (jalan pikiran) yaitu Khilafah dengan gencar mengadakan aktivitas dakwah di kampus-kampus sejak tahun 1980-an. Maka tak heran pada dua dekade selanjutnya berdiri beberapa jaringan HTI di kampus-kampus yang dinamakan HTI Chapter kampus, sebagai contoh HTI Chapter Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dijadikan objek penelitian.

(7)

yang nantinya sangat membutuhkan koordinasi dari satu negara ke negara lain dan dari satu DT ke DT lainnya baik fertikal maupun horisontal,

Hierarkis HTI dari tingkat paling atas sampai tingkat paling bawah, sama-sama memiliki peran yang saling melengkapi tidak ada yang lebih berat atau lebih ringan dalam mempersuasikan Khilafah, masing-masing Daerah Tingkat memiliki tantangan tersendiri, di dunia kampus misalnya didalamnya tak bisa dihindari terjadi perang pemikiran (ghazwul fikri) dari berbagai idiologi liberalis, sosialis, Islam dan sebagainya yang tentu saja tak mudah untuk bisa melakukan dakwah jika strategi HTI yang digunakan konfensional, seadanya, dan menjemukan.

Hierarkis tersebut dimulai dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang berada pada tingkat negara, Dewan Pimpinan Daerah 1 (DPD1) di tingkat provinsi, Dewan Pimpinan Daerah 2 (DPD 2 di ) tingkat Kabupaten/Kota, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di tingkat Kecamatan, maupun bagian otonom diantaranya HTI Chapter Kampus.

(8)

Denmark, Inggris, Jerman, Malaysia, Prancis, Polandia, Indonesia dan negara lain mereka bahu-membahu mengusung ide yang sudah lama tidak diminati, atau bahkan ditanggapi dengan penuh sinisme.

Strategi gerakan HT dimanapun berada termasuk di Indonesia (HTI) adalah memuat pesan-pesan politik atau dengan kata lain komunikasi politik. Hal itu dapat diketahui dari tujuan berdirinya HT sendiri sebagai salah satu partai politik Islam internasional yang mengusung konsep negara dan pemerintahan Islam. Berbicara mengenai pemerintahan terlepas dari apapun konsepnya artinya berbicara mengenai politik praktis dimana salah satu kajiannya adalah pemerintahan.

(9)

Dari penjelasan dan data-data di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan detil lagi mengenai strategi Humas HTI chapter UPI melalui Intellectual Meeting dalam rangka memperkenalkan, memahamkan, dan

sama-sama menjalankan Khilafah untuk mengatur negara dan pemerintahan dari skup terkecil sampai terbesar secara islami sehingga pada akhirnya peneliti dapat melihat bagaimana strategi tersebut dikelola dari tahap awal hingga tahap akhir oleh Humasnya sehingga menjadi salah satu strategi jitu dalam mempersuasikan Khilafah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang dimunculkan pada penelitian ini adalah : “Bagaimana Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya ? ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan bagian vital dari suatu penelitian yang berfungsi untuk mendiagnosa dan memberi arah yang sistematis mengenai indikator-indikator apa saja yang akan diteliti, sehingga peneliti bisa fokus mencari, mengolah, dan menganalisa data yang berkaitan dengan indikator yang telah ditentukan tersebut. Pada penelitian ini, peneliti menyusun identifikasi masalah sebagai berikut :

(10)

2. Bagaimana manfaat humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

3. Bagaimana pesan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

4. Bagaimana media humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

5. Bagaimana tujuan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

6. Bagaimana strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian adalah untuk mencari data, mengolah, dan menganalisa mengenai strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting dalam Mempersuasi Konsep Khilafah kepada pesertanya.

1.3.2 Tujuan penelitian

(11)

2. Untuk mengetahui manfaat humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

3. Untuk mengetahui pesan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

4. Untuk mengetahui media humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

5. Untuk mengetahui tujuan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

6. Untuk mengetahui strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

(12)

 Memberikan informasi mengenai praktek komunikasi di lapangan yang merupakan bagian dari strategi Humas dalam membentuk opini publik dan persetujuan terhadap suatu pesan yang disampaikan kepada publik dalam Intellectual Meeting yang diselenggarakan oleh HTI chapter UPI.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Bagi Peneliti

Peneliti berharap dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam kajian ilmu komunikasi khususnya konsentrasi humas, disamping itu sebagai suatu media dan kesempatan yang baik untuk mempelajari ilmu agama Islam yang mana hal tersebut merupakan kewajiban bagi bagi setiap muslim.

 Bagi Universitas

Peneliti berharap dapat memberikan aspirasi melalui penelitian ini kepada Unikom (Universitas Komputer Indonesia) mengenai teori dan praktek penelitian guna menjadi bahan pertimbangan untuk menjadi salah satu literatur dalam pengelolaan organisasi.

 Bagi Hizbut Tahrir Indonesia Chapter UPI

(13)

dianggap wacana, melainkan sebuah konsep yang memiliki daya tarik untuk diperkenalkan, dipelajari, didiskusikan, difahami, dan diaplikasikan sesuai dengan tuntunan syariah (hukum agama) sebagaimana prinsip dasar dari Hizbut Tahrir itu sendiri.

1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kerangka Teoretis

Intellectual Meeting yang secara garis besar telah dijelaskan pada

latar belakang penelitian layak dikategorikan sebagai peristiwa komunikasi. Pelaksanaan program tersebut telah memenuhi persyaratan dari unsur utama komunikasi yaitu penyaji tema yang berasal dari intern HTI chapter UPI dan pembanding dari luar institusi. Kedua unsur tadi berperan sebagai komunikator (encoder/sender), tema aktual yang menjadi pembahasan berkaitan dengan politik, ekonomi, agama dan tema lain yang menjadi message (pesan) yang dikomunikasikan, dan peserta yang mengikuti jalannya program, memperhatikan, bertanya, dan menyanggah pembahasan baik penyaji maupun pembanding berperan sebagai komunikan (decoder/receiver). Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa peristiwa komunikasi terjadi dalam intellectual meeting, mengutip definisi komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi, adalah :

“Proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna

(14)

maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.” (Effendi, 989 : 6 )

Berdasarkan definisi di atas, komunikasi mempunyai tujuan untuk mengubah baik sikap, pandangan ataupun prilaku dari komunikan, artinya komunikasi merupakan proses untuk mengubah diri komunikan, tidak semata-mata mengomunikasikan pesan belaka tanpa tujuan yang jelas. Hal ini dikuatkan oleh definisi komunikasi menurut Hovelan, Janis, dan Kelley sebagaimana dikutip oleh Muhammad : “Komunikasi adala proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk menguba tingka laku orang lain.” (Mu ammad, : )

Bidang dalam sebuah institusi, organisasi, perusahaan, partai dan lain sebagainya yang memiliki program kerja untuk mengomunikasikan visi, misi, dan tujuan institusinya kepada publik internal misalnya karyawan, anggota, dan kader dan mengomunikasikan kepada publik ekternal misalnya pemerintah, civitas akademika, dan masyarakat umum, adalah Publik Relation atau humas. Bidang inilah yang mempunyai andil besar yang bekerjasama dengan manajemen dalam menciptakan citra positif sebuah institusi guna mendapatkan pengakuan dan dukungan baik dari publik internal dan ekternal dalam mencapai visi dan misi yang telah dicanangkan institusi.

(15)

mencurahkan daya untuk membangun dan menjaga saling pengertian antara organisasi dan publiknya” (Ruslan, 8 : 8).

Mengomunikasikan dalam definisi di atas tentunya tidak satu arah, malainkan mengomunikasi organisasi kepada publik sekaligus mengomunikasikan publik kepada organisasi. Aspirasi publik terhadap organisasi juga harus didengar dalam rangka evaluasi eksistensi organisasi, apakah diterima atau ditolak publik, setelah diterima publik apakah berkembang, stagnan, atau bahkan turun.

Untuk lebih menguatkan peran Public Relation atau humas bekerjasama dengan manajemen, mengutip definisi Internasional Public Relation Association (IPRA) adalah sebagai berikut :

Public relation adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk menanggapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang se at dan etis sebagai sarana utama.” (ibid)

(16)

upaya organisasi politik untuk bisa menyelaraskan dirinya dengan lingkungan.

Strategi menurut James Brian Quinn adala : “Pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan pokok, kebijakan, dan rangkaian tindakan sebua organisasi ke dalam satu kesatuan yang ko esif.” (Iriantara, 4 :

12). Pengertian strategi menurut Quinn di atas memberikan penegasan bahwa strategi berfungsi untuk menyelaraskan antara rencana dan tujuan dalam sebuah organisasi. Rencana dibuat semata-mata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus meminimalisir kendala yang menjadi penghambat di lapangan.

Selaras dengan Quinn, Stainner dan Minner pun berpendapat bahwa harus terdapat kesamaan antara misi dan tujuan, sehingga dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian dari implementasi dan pengendalian misi tersebut agar tidak terjadi distorsi dari tujuan awal. Pengertian tersebut sebagaimana dikutip Iriantara dalam Robson :

“Formulasi misi, tujuan, dan objektif dasar organisasi, strategi-strategi program dan kebijakan untuk mencapainya, dan metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa strategi yang diimplementasikan untuk tujuan-tujuan organisasi.” (ibid. )

(17)

erat dan seimbang antara organisasi dan lingkungannya agar hubungan keduanya tidak bekerja masing-masing. Lebih jelasnya Iriantara mengutip Porter dalam Robson, menjelaskan strategi sebagai :

“Formula berbasis luas mengenai cara bisnis bersaing, tujuan apa yang ingin dicapai, dan kebijakan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hakikat perumusan strategi yang kompetitif adalah mengaitkannya organisasi dengan lingkungannya”. (ibid. )

Peneliti mengutip juga definisi strategi menurut Ahmad S Adnan Putra, Presiden Institut Bisnis dan Manajemen Jayakarta, beliau memberikan batasan strategi sebagai : “Alternatif optimal yang dipili

untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relation dalam kerangka suatu rencana public relation.” (Ruslan, 8 : 34).

Tentunya tak sekedar strategi yang komprehensif dalam mencapai tujuan organisasi, teknik komunikasinya pun perlu mendapatkan perhatian agar dalam perjalanan mengaplikasikan strategi tersebut tak terbentur dengan cara penyampaiannya. Kekinian teknik komunikasi persuasif cukup diandalkan sebagai mediasi mempertemukan dua kepentingan antara organisasi dan publik tanpa ada salah satu yang mendominasi lainnya. Namun, bukan berati teknik komunikasi lainnya tidak penting, melainkan setelah melihat studi kasus, teknik komunikasi persuasiflah yang paling ideal untuk mengomunikasikan strategi.

(18)

memacu produktifitas publik, alih-alih memacu produktifitas publik yang terjadi justru sebaliknya, resistensi publik. Kenyataan tersebut menginspirasi banyak pimpinan organisasi untuk mempersuasi publiknya dengan menjelaskan, mengajak, dan menganjurkan dari satu budaya organisasi ke budaya organisasi lainnya. Realitas ini dijelaskan Senjaya sebagai berikut :

“Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberinya perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pemimpin sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. “ (Senjaya, 7 : 4. )

1.5.2 Kerangka Konseptual

Kader partai politik, anggota, dan simpatisan pada dasarnya adalah sumber daya manusia yang membutuhkan kenyamanan dalam berkomunikasi, tidak hanya aspirasi dan kritiknya yang ingin didengarkan juga kenyamanan pada saat memperhatikan dan berpartisipasi pada acara yang diselenggarakan oleh partai.

(19)

Dalam upaya perencanaan, peranan humas mempunyai fungsi untuk mempersiapkan tema yang akan diangkat pada Intellectual Meeting, pembicara yang menguasai permasalahan dan melihat permasalahan sesuai dengan misi Hizbut Tahrir, pembanding yang bisa melihat permasalahan dari sudut pandang lain, tempat yang kondusif, sosialisasi acara dan lain-lain.

Manfaat Humas tentu sangat dibutuhkan dalam menyukseskan acara tersebut, tinggi rendahnya etos kerja Humas akan berimbas pada kondusif tidaknya Intellectual Meeting. Bagaimana tidak, disamping humas harus berkoordinasi ke dalam HTI Chapter UPI, juga harus berkoordinasi dengan pihak luar yang dilibatkan dalam acara tersebut.

Materi yang disampaikan oleh pembicara dari HTI Chapter UPI sebagai pesan tentunya tak bisa dilepaskan dari peran Humas, sehingga materi yang disampaikan cukup detil, argumentatif, dan islami sesuai dengan metode dakwah Hizbut Tahrir secara umum.

(20)

infokus, flipchart, OHP. Sarana dan prasarana tersebut, biasa digunakan

oleh Humas HTI Chapter UPI untuk mendukung kekuatan pesan yang disampaikan pada Intellectual Meeting.

Metode dakwah atau komunikasi politik HTI Chapter UPI selalu diakhiri dengan solusi yang ditawarkan dari sudut pandang Islam. Tujuannya adalah memahamkan peserta bahwa Islam memang agama yang sanggup menyelesaikan beragam permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia ditengah arus kehidupan yang kian jauh dari nilai-nilai agama. Dalam memaksimalkan peran Islam tersebut harus didukung oleh sistem pemerintahan yang mendukung terselenggaranya negara agama, dan satu-satunya sistem pemerintahan yang bisa mendukung penuh terlaksananya adalah Khilafah. Maka konsep inilah yang senantiasa menjasdi acuan Humas Chapter UPI dalam melaksanakan setiap kegiatannya.

1.6 Pertanyaan Penelitian

I. Rencana 1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam melaksanakan Intellectual Meeting ?

2. Apakah faktor-faktor tadi pengaruhnya signifikan dalam pelaksanaan Intellectual Meeting ?

3. Apakah yang menjadi daya tarik Intellectual Meeting menurut Humas HTI Chapter UPI ?

(21)

II.Manfaat 1. Apakah fungsi Intellectual Meeting menurut Humas HTI Chapter UPI ?

2. Apakah indikasi keberhasilan dari pelaksanaan Intellectual Meeting ?

3. Sebanyak apakah fungsi Intellectual Meeting dalam menginformasikan Khilafah ?

III. Pesan 1. Apa saja tema Intellectual Meeting ?

2. Bagaimana menentukan tema Intellectual Meeting ? 3. Bagaimana proses menyusun materi yang akan

disampaikan pada Intellectual Meeting ?

4. Mengapa solusi yang ditawarkan dalam Intellectual Meeting dikaitkan dengan Khilafah ?

5. Apa saja kendalanya dalam menyampaikan materi pada Intellectual Meeting ?

IV. Media 1. Apa langkah yang ditempuh oleh Humas HTI Chapter UPI untuk menyosialisasikan Intellectual Meeting kepada publik ?

2. Media apa saja yang digunakan untuk mendukung terlaksana Intellectual Meeting ?

3. Bagaimana cara menanggulanginya jika sarana yang digunakan tidak berfungsi dengan baik ?

4. Bagaimanakah hasil Intellectual Meeting dipublikasikan ? V. Tujuan 1. Apakah Khilafah telah tersampaikan dengan baik dalam p

Intellectual Meeting ?

2. Apakah tujuan utama Intellectual Meeting hanya untuk mempersuasikan Khilafah ?

(22)

VI. Strategi 1. Bagaimana materi Intellectual Meeting disampaikan kepada seluruh peserta ?

2. Apakah program Intellectual Meeting adalah program unggulan HTI Chapter UPI ?

3. Apakah Humas HTI Chapter UPI akan terus mempertahankan program Intellectual Meeting ?

1.7 Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1 Subjek Penelitian

Spradley menjelaskan subjek penelitian merupakan :

Social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.” (Spradley dalam Sugiono, 2009 : 215).

Subjek penelitian atau situasi sosial pada penelitian ini adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) chapter Universitas Pendidikan Indonesia yang salah satu stategi Humasya adalah Intellectual Meeting dan ditujukan bagi anggota, simpatisan HTI, dan umum.

1.7.2 Informan

(23)

menjadi bagian penting yang akan memberikan informasi atau data yang berkaitan dengan subjek penelitian.

Pada dasarnya tidak ada batasan berapa jumlah informan yang dibutuhkan pada penelitian kualitatif, karena adakalanya sampel yang banyak mengurangi kedalaman analisa karena kompleksitas data yang diterima oleh peneliti. Inilah salah satu yang membedakan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jika pada penelitian kuantitatif peneliti sebelum ke lapangan telah mengetahui sebelumnya berapa jumlah sampel yang akan diambil, sementara dalam penelitian kualitatif jumlah sampel sifatnya fleksibel, tergantung data seperti apa yang dibutuhkan oleh peneliti, itu akan membimbingnya untuk menentukan jumlah informan.

Tentu saja terdapat acuan dalam menentukan informan tersebut, oleh karena itu peneliti menggunakan teknik sampel purposif (purposive sampling). Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

“Secara umum orang merupakan unit sampel utama. Identifikasi terhadap satu sampel akan menentukan kriteria siapa-siapa yang termasuk (dan yang tidak termasuk) dalam riset ini. Ini tidak lain merupakan batasan-batasan antara mereka yang termasuk ke dalam riset, dan yang tidak termasuk didalamnya. Anggota sampel biasanya memiliki karakteristik dan pengalaman tententu yang penting bagi perkembangan riset.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 247)

(24)

lisensi kepada peneliti untuk menetapkan jumlah informan yang resmi hanya satu orang, yaitu Bapak Chandra Purna Irawan, S.Pd. yang menjabat sebagai humas HTI chapter UPI.

Hasil wawancara berupa pernyataan dan tanggapan dari pertanyaan yang diajukan, dianggap resmi dan representatif apabila berasal dari informan yang dimaksud. Sedangkan informan di luar yang telah ditentukan hanya berfungsi sebagai data sekunder.

1.8 Metode Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif sehubungan dengan hasil wawancara studi awal penelitian kepada Humas Hizbut Tahrir DPD1 (tingkat Provinsi Jawa Barat) bahwa hal yang jauh lebih penting dari pada membicarakan kuantitas atau jumlah anggota dan simpatisan (syabab) mereka adalah bagaimana syabab secara individu atau kolektif mempersuasikan khilafah kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, maka peneliti berkesimpulan untuk bisa melakukan pendekatan ideal terhadap studi kasus yang peneliti ajukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Deacon menjelaskan :

(25)

Lebih jelasnya lagi mengenai gambaran aplikasi dari pendekatan kualitatif ini, seorang peneliti disyaratkan untuk melaksanakan beberapa kegiatan yang akan dijelaskan seperti di bawah ini :

“Mereka harus, pertama-tama, aktif terlibat didalamnya sebelum menafsirkan atau menginterpretasikan praktek itu. Keterlibatan di “lapangan” memungkinkan peneliti mampu mengonsep kenyataan dari sudut pandang orang-orang yang telibat di dalamnya. Dengan mengeksplorasi bukti sebelum melakukan penafsiran ter adap “realitas”, peneliti meyakini gagasan bahwa teori dan konsep muncul dari data, yang mereka hubungkan secara langsung dengan situasi tertentu yang tengah berlangsung secara alami. Dengan kata lain, apa yang Anda temukan di lapangan tidak ditentukan oleh teori atau model yang Anda temukan di literatur sebelum penelitian dimulai.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 6-7)

Adapun metode deskriptif dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat sebagai berikut :

“Metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.” (Rak mat, 997 : 5). Maka, pada penelitian ini, peneliti tidak mengajukan hipotesa terlebih dulu sebagai pegangan penelitian, seperti pada penelitian kuantitatif, melainkan temuan atau hasil penelitian adalah realitas yang terjadi di lapangan.

1.9 Teknik Pengumpulan Data

1.9.1 Wawancara Mendalam (Indeepth Interview)

Sebelum menjelaskan wawancara mendalam, perlu kiranya untuk diketahui terlebih dahulu pengertian wawancara,

(26)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau disebut juga wawancara mendalam (indeepth interview) yang ditujukan kepada humas HTI chapter UPI sebagai

informan penelitian. Sebagai acuan pedoman wawancara, susunan pertanyaan telah disusun untuk mengarahkan pembicaraan, pertanyaan, dan waktu yang tersedia.

Teknik wawancara ini tidak menghalangi peneliti jika jawaban informan menimbulkan pertanyaan baru yang belum terdapat dalam susunan pertanyaan untuk lebih mempertajam, memperdalam, dan memperbanyak informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk dianalisa pada tahap selanjutnya. Teknik wawancara ini dijelaskan sebagai berikut :

”Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia tingkat pendidikan, pekerjaan, dsb.).” (Mulyana, 6 : 8 )

1.9.2 Observasi

(27)

ditegaskan lagi secara detil mengenai operasionalnya sebagaimana Daymon dan Holloway jelaskan, yaitu :

“Observasi menyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis mengenai sebuah peristiwa, artefak-artefak, dan perilaku-perilaku informan yang terjadi dalam situasi tertentu, bukan seperti yang belakangan mereka ingat, diceritakan kembali, dan digenerelasikan oleh partisipan itu sendiri. Metode-metode observasi jarang digunakan sendiri, tapi sering dikaitkan dengan

wawancara.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 321)

1.9.3 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan gambaran serta informasi teoretis dengan membaca dan menelaah buku, kamus, surat kabar, undang-undang, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti, sehingga, didapatkan data-data yang dapat mendukung anilisis penelitian. Hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh Supranto sebagai berikut :

“Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan.” (Supranto dalam Ruslan, 2004 : 31)

1.9.4 Internet Searching (Pencarian Data di Internet)

(28)

Sebagai gambaran bahwa pencarian data di internet akan membantu peneliti dalam menemukan informasi yang lama dan baru, dijelaskan oleh Jack Febrian sebagai berikut :

“Pada tahun 1996, terdapat sebanyak 30.000 website. Perkembangan dan peningkatannya cukup menakjubkan, yaitu sebesar 200 % setiap 53 hari. Bisa sama-sama kita bayangkan, betapa kayanya informasi yang ada disana. Tiap website mempunyai ciri khasnya masing-masing. Hebatnya lagi, kita bisa mendapatkan berita-berita terkini tanpa harus menungggu Koran esok pagi, sehingga jika kita mengetahui informasi terkini, bukalah internet !”. (Febrian, 2005 : 25)

1.10 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan rangkaian kegiatan dari penelitian yang mengacu kepada penelaahan atau pengujian data secara sistematis dalam rangka menentukan bagian-bagian atau hubungan-hubungan data yang berasal dari subjek dan informan penelitian. Langkah-langkah peneliti dalam menganalisa data diawali dengan pengumpulkan data sebelum diintepretasikan dan disimpukan. Dengan kata lain, melalui proses berjenjang terlebih dahulu.

Hal ini senada dengan penjelasan Miles dan Huberman, mereka menjelaskan ada tiga tahap dalam kegiatan analisa data kualitatif. Adapun tahap-tahapnya sebagai berikut :

1.Data Reduction (Reduksi Data)

(29)

2.Data Display (Penyajian Data)

“Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan men-display-kan data, maka amen-display-kan memudahmen-display-kan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.” (ibid : 49)

3.Conclusion Drawing (Verfikasi/Penarikan Kesimpulan)

“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masing remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, ipotesis atau teori.” (ibid : 53)

1.11 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1 Lokasi Penelitian

Ada beberapa lokasi penelitian, mengingat program Intellectual Meeting tidak hanya dilaksanakan di satu tempat melainkan di beberapa

tempat, sebagai berikut :

Tabel 1.1 Lokasi penelitian

No. Tempat Alamat

1. Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Gd PKM Lantai 1, Universitas Pendidikan Indonesia, 3. Taman di Komplek Kampus UPI http://upi.ac.id,

Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung 40154, Jawa Barat - Indonesia

Telp: +62-22-2013161/4 Fax: +62-22-2013651

(30)

1.11.2 Waktu Penilitian

Waktu penelitian yang akan dilakukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi dan PR adalah dari bulan April sampai dengan awal bulan Agustus 2010. Untuk lebih jelasnya mengenai rincian jadwal penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Kegiatan April Mei Bulan Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan Judul

Penulisan Bab I

Bimbingan

Sidang Usulan Penelitian

Penulisan Bab II

Bimbingan

(31)

1.12 Sistematika Penulisan BAB. I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, populasi dan sampel penelitian, serta waktu dan tempat penelitian.

BAB. II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan teori-teori berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan tinjauan tentang komunikasi, tinjauan tentang komunikasi organisasi, tinjauan tentang komunikasi politik, tinjauan tentang partai politik, dan teknik komunikasi persuasif.

BAB. III Objek Penelitian

Dalam bab ini berisikan gambaran umum tentang Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia, yakni meliputi sejarah singkat partai, sejarah HTI Chapter UPI, misi, visi, dan logo partai, struktur organisasi, struktur HTI Chapter UPI, job description, sarana dan prasarana. BAB. IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

(32)

BAB. V Kesimpulan dan Saran

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Komunikasi

2.1.1 Pengertian Ilmu Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Ilmu

Dewasa ini ilmu komunikasi semakin matang dan semakin diakui eksistensinya sebagai salah satu ilmu yang semakin dibutuhkan dalam segala bidang ilmu baik eksakta maupun non eksakta. Ilmu komunikasi secara akademik memang relatif lebih muda jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya yang telah lebih dulu diakui kemandirian dan fungsinya dalam kehidupan sehari secara teoretis maupun praktis.

(34)

Sedikit lebih detil dari pada Nazir, Shepare berpendapat bahwa ilmu tidak sekedar umum atau general, disamping itu ada dua aspek lainnya yang tidak boleh dinafikan, yaitu adanya rasionalitas dan yang paling nampak adalah dapat disistematisasi. Aspek yang disebutkan terakhir nampaknya yang paling sering disebut sebagai ciri ilmu kekinian. Tambahan informasi oleh Shepere mengenai ilmu tergambar pada pengertian ilmu sebagai berikut : “Konsepsi ilmu pada dasarnya ada tiga : adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi, dan dapat disistematisasi.” (Shepere dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

Hampir sama dengan pengertian ilmu yang diberikan oleh Shepere, hanya saja dalam pengertian ilmu di bawah ini, sifat-sifat ilmu semakin bertambah, yaitu interpretasi logis dimana setiap ilmu harus sesuai dengan akal pikiran dan interpretasi subjektif, tentu saja bukan kesewenang-wenangan interpretasi ini melainkan berlandaskan ilmu lainnya yang turut mendukung sistematisasi dari ilmu yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya Schutz berpendapat bahwa pengertian ilmu adalah : “mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistensi dengan realitas sosial.” (Schutz dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

(35)

satu cabang ilmu pengetahuan sebagaimana tadi telah dijelaskan, yaitu : “Ilmu tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi.” (Tan dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

(36)

2.1.1.2 Pengertian Komunikasi

Setelah membahas mengenai ilmu, maka pada sub judul ini akan mencoba membahas mengenai komunikasi yang pada saat ini sudah menjadi kata yang tidak asing lagi dalam kehidupan sehari. Untuk mengetahui penggunaan kata komunikasi itu telah sesuai kita gunakan atau belum, bisa disimak dari beberapa definisi sebagai berikut.

“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan sesesorang kepada yang lain, baik langsung tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan dan prilaku. Berasal dari bahasa Latin communication yang berarti pergaulan, persatuan, peran, serta kerjasama, bersumber dari istilah communis yang berarti sama makna.” (Effendi, 1989 : 60)

Lambang, dalam hal ini bahasa/pesan yang disampaikan kepada orang lain menjadi bagian pokok dalam pengertian komunikasi di atas, lambang tersebut adalah isi dari komunikasi yang kemudian akan disampaikan melalui media baik tatap muka maupun menggunakan media lain sebagai perantara. Lambang tersebut jika sengaja disampaikan tentunya tidak sekedar beralih tempat dari komunikator kepada komunikan melainkan maksud dari penyampaian tersebut untuk merubah sesuatu dari komunikan sesuai dengan keinginan pembicara setelah adanya persamaan persepsi.

(37)

secara detil dijelaskan melalui media apa disampaikan pesan tersebut. Dalam hal ini cukup jelas bahwa tujuan komunikasi adalah mempengaruhi komunikan dengan pemikiran komunikator yang disampaian melalui pesan dalam situasi-situasi tertentu yang dapat mendukung penerimaan pesan tersebut, untuk lebih jelasnya pengertian komunikasi menurut Miller adalah sebagai berikut :

“Komunikasi sebagai situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.” (Miller dalam Mulyana, 2008 : 60 – 61)

Lain halnya dengan Tubb dan Mos, mereke lebih menitik beratkan komunikasi sebagai hasil dari interaksi dan transaksi kemudian menciptakan suatu makna-makna tertentu dari lambang yang mereka gunakan, makna tersebut berasal dari proses interaksi antara komunikator dan komunikan yang jumlahnya tak ditentukan dan melakukan interaksi dan transaksi dalam waktu tertentu sehingga melahirkan makna. “Komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator 2) atau lebih.” (Tub dan Moss dalam Mulyana, 2008 : 65)

(38)

Hampir sama dengan Tubb dan Moss, Wenberg dan Wilmot pun menerangkan bahwa komunikasi bertujuan untuk mencari makna dari pesan/lambang yang beredar diantara peserta komunikasi. Dalam proses pencarian makna tersebut tentunya akan membutuhkan waktu sampai kepada penetuan makna yang pas dan diakui oleh semua peserta komunikasi. “Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.” (Wenburg dan Wilmot dalam Mulyana, 2008 : 76)

Begitu juga dijelaskan oleh Robert dan Kincaid,

“Komunikasi adala suatu proses dimana dua orang atau lebi membentuk atau melakukan pertukaran informasi terhadap satu sama lain, yang pada gilirannya akan tiba kepada saling pengertian.” (Robert dan Kincaid dalam Cangara dalam Dewi, 2007 : 2)

Sebagai mahluk sosial tentunya manusia tak bisa lepas dari interaksi dan transaksi sosial. Pada interaksi dan transaksi tersebut dapat dipastikan terjadinya komunikasi baik disengaja maupun tidak disengaja dan pada gilirannya berbagi informasi akan terjadi dengan sendirinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Byker dan Anderson : “Komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.” (Byker dan Andrson dalam Mulyana, 2008 : 76)

(39)

pesan/lambang yang beragam untuk disampaikan kepada komunikan sedangkan perasaan untuk membatu akal pikiran dalam menginterpretasikan pesan yang disampaikan komunikator, “komunikasi sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.” (Gorden dalam Mulyana, 2008 : 76)

Pearson dan Neson dalam menjelaskan pengertian komunikasi pada prinsipnya tak jauh berbeda dengan Tub dan Moss dalam usaha memberikan makna pada komunikasi. Hanya saja dalam pengertiannya, pemahaman menjadi langkah awal dalam pemberian makna tersebut. Lebi jelasnya sebagai berikut “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna.” (Pearson dan Neson dalam Mulyana, 2008 : 76)

Pada hakikatnya komunikasi tak memiliki awal dan tak memiliki akhir, bahkan ketika peserta komunikasi (komunikator dan komunikan) telah berspisah, komunikasi masih bisa terus berjalan. Ini menjadi indikasi bahwa kontinuitas dan dinamika komunikasi akan terus berjalan seperti yang dijelaskan Ivy dan Backland sebagai berikut : “Komunikasi adalah proses yang terus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan tujuan berbagi makna.” (Ivy dan Backland dalam Mulyana, 2008 : 76)

(40)

proses pengaturan lingkungan melalui penguatan sikap, dan untuk membentuk penguatan sikap tersebut ditempuh melalui komunikasi. Komunikasi yang menukarkan pesan secara seimbang dan efektif berdampak pada pengaturan lingkungan, sebagaimana dijelaskan Book : “Komunikasi adalah suatu pertukaran, proses simbolik yang menghendaki agar orang-orang mengatur lingkungannya dengan mengatur antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha merubah sikap dan tingkah laku itu.” (Book dalam Cangara dalam Dewi, 2007 : 2)

Tak ada definisi komunikasi yang komprehensif, semuanya tergantung dari latar belakang disiplin ilmu dan pengalaman. Hal tersebut identik dengan sudut pandang komunikasi sehingga melahirkan definisi yang sifat, skup, dan fungsinya berbeda. Keberagaman tersebut secara garis besar dijelaskan oleh Dewi, sebagai berikut :

(41)

2.1.1.3 Pengertian Ilmu Komunikasi

Pengertian ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Chafee memberikan 3 (tiga) pokok pikiran :

Pertama, objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia. Kedua, ilmu komunikasi bersifat ilmiah-empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dan dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk-bentuk teori) harus berlaku umum. Ketiga, ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.” (Senjaya, 7 : . )

Berdasarkan definisi Berger dan Chafee serta uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya tentang ciri-ciri ilmu, dapatlah dikatakan bahwa ilmu komunikasi pada dasarnya ialah ilmu pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui penelitian secara sistematis, serta kebenarannya, diuji dan digenerelasikan.

Seperti telah dijelaskan, bahwa sistematis merupakan ciri ilmu yang paling nampak dalam manifestasi fungsinya, begitu pula dalam ilmu komunikasi, sistematisasi tersebut nampak pada perumusan prinsip-prinsip komunikasi yang menjadi esensi dari perkembangan dan pemanfaatannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Hoveland :

(42)

Berger dan Chafee mencoba untuk lebih merinci hal-hal yang diperoleh, diproses, dan ditampilkan oleh ilmu komunikasi yaitu lambang yang menjadi objek dari sistematika tersebut. Setelah lambang tersebut disistematisasi akan menghasilkan sebuah produk yang nantinya akan menjadi dasar analisa fenomena di lingkungan. Berger dan Chafee menjelaskan,

“Ilmu Komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digenerelasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.” (Berger dan Chafee dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

2.1.2 Unsur Komunikasi

2.1.2.1 Komunikator

Pada pembahasan sebelumnya sudah di sebut-sebut peserta komunikasi yakni komunikator dan komunian. Namun, pengertian secara definitif mengenai peserta komunikasi tersebut baru akan dibahas secara rinci pada sub judul ini.

(43)

komunikasi, maka peneliti akan mulai membahas komunikator terlebih dahulu.

Effendi selain menegaskan bahwa komunikator adalah orang yang menyampaikan lambang/pesan yang tentu saja memiliki makna tersendiri yang akan diterjemahkan secara sadar maupun tidak sadar oleh komunikan, juga merinci mengenai apa saja yang biasa disampaikan oleh komunikator/penyampai pesan berupa ide, informasi, opini, kepercayaan, perasaan. Ini menggambarkan bahwa makna yang terkandung dalam pesan itu tak hanya satu. Komunikator akan menyampaikan pesan tersebut kepada komunikan dengan makna yang secara tersurat atau tersirat pada pesan. Hal tersebutlah yang akan menentukan arah pembicaraan selanjutnya dengan komunikan. Effendi menjelaskan bahwa komunikator adalah :

Communicator - Komunikator adalah orang yang menyampaikan lambang-lambang bermakna atau pesan yang mengandung ide, informasi, opini, kepercayaan, perasaan atau lainnya, kepada orang lain.” (Effendi, 2003 : 66)

(44)

tak disengaja. Sedangkan pengertian komunikator yang akan membuat komunikasi yang disengaja adalah sebagai berikut :

“Pengirim pesan adala individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan. Oleh sebab itu sebelum pengirim mengirimkan pesan si pengirim harus menciptakan dulu pesan yang akan dikirimkannya. Menciptakan pesan adalah menentukan arti apa yang akan dikirimkan kemudian menyandikan/encode arti tersebut ke dalam satu pesan. Sesudah itu baru dikirim melalui saluran.” (Mu ammad, 2002 : 17)

2.1.2.2 Komunikan

Tak lengkap rasanya jika setelah membahas komunikator tak diikuti oleh pembahasan komunikan. Ada hal yang menarik ketika membahas kata komunikan itu sendiri. Sebab, dalam bahasa Inggris komunikan (communicant) bukanlah penerima pesan melainkan peserta komunikasi secara umum, baik komunikator atau komunikan disebut komunikan. Dalam hal ini terdapat sedikit perbedaan penggunaan istilah ilmu komunikasi di Indonesia dan ilmu komunikasi dalam bahasa Inggris. Sebagai penjelasan lebih lanjut, pengertian komunikan dalam bahasa Inggris adalah :

(45)

Maka, sebagai perbandingan istilah yang digunakan, peneliti menganggap penting untuk menyebutkan dan menjelaskan kata yang digunakan sebagai istilah dalam ilmu komunikasi yang menjelaskan tentang orang atau sekelompok orang yang menerima pesan, yaitu : “Communicatee (komunikati-komunikan) adalah seseorang atau

sejumlah orang sebagai penerima pesan yang dilancarkan komunikator kepadanya.” (Effendi, 2003 : 60).

“Recipient – Komunikan ; Penerima adalah seseorang atau sejumlah orang sebagai suatu penerima pesan yang disampaikan kepadanya oleh komunikator.” (Effendi, 2003 : 307)

Perbedaan penggunaan istilah tersebut kiranya dapat difahami karena bahasa dan atmosfer perkembangan ilmu komunikasi yang berbeda. Yang penting adalah pada saat penyebutan komunikan bisa difahami maksudnya adalah penerima pesan dalam istilah komunikasi Indonesia, dan peserta komunikasi dalam bahasa Inggris.

(46)

menjelaskan : “Penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.” (Mu ammad, 7 : 18)

2.1.2.3 Pesan

Pesan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi. Efektif atau tidaknya komunikasi ditentukan pada pahamnya peserta komunikasi khususnya komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Pesan menjadi terasa sangat penting manakala perasaan terlibat didalamnya dalam menerjemahkan pesan komunikator, sebab dalam proses penerjemahan tersebut seringkali perasaan terlibat didalamnya. Seperti Effendi menjelaskan :

“Message – Pesan, suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang bahasa atau lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain.” (Effendi, 2003 : 224)

Sifat komunikasi membagi pesan menjadi dua bagian besar, verbal dan non verbal. Verbal artinya pesan yang disampaikan melalui lisan atau tulisan yang nampak sekali pada media massa, sedangkan non verbal adalal artinya pesan yang disampaikan tanpa melalui lisan atau tulisan, misalnya isyarat/kial. Pembagian pesan verbal dan non verbal lah yang menjadi penekanan Muhammad dalam menjelaskan definisi pesan, yaitu :

(47)

majalah, memo, sedangkan pesan secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dan sebagainya. Pesan yang nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.” (Mu ammad, : 7)

2.1.2.4 Saluran

Effendi menjelaskan pengertian pesan dari sudut pandang kondisi komunikan yang jauh atau jumlahnya banyak. Ini mengesankan bahwa media berbentuk alat bantu untuk menyampaikan pesan ketika kondisi medan komunikasi tak memungkinkan melalui pesan verbal atau non verbal. Media dalam arti alat bantu memang akan sangat penting pada saat pesan harus diketahui oleh komunikan yang jaraknya jauh atau jumlahnya banyak. Media tersebut lebih jelasnya Effendi jelaskan :

“Media bentuk tunggalnya Medio – Media, sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh letaknya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya.” (Effendi, 2003 : 220)

(48)

media yang bisa membantu komunikator, sebagaimana Muhammad jelaskan :

“Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Channel yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya suara dan suara yang dapat kita dengan. Akan tetapi alat dengan cahaya dan suara itu berpindah mungkin berbeda-beda. Misalnya jika ada dua orang berbicara tatap muka gelombang suara dan cahaya di udara berfungsi sebagai saluran. Tetapi jika pembicaraan itu melalui surat yang dikirimkan, maka gelombang surat dan cahaya yang memungkinkan kita dapat melihat huruf pada surat tersebut. Kertas dan tulisan itu sendiri adalah sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Kita dapat menggunakan bermacam-macam alat untuk menyampaikan pesan seperti buku, radio, film, televisi, surat kabar tetapi saluran pokoknya adalah gelombang suara dan cahaya. Disamping itu kita juga dapat menerima pesan melalui alat indera penciuman, alat pengecap, dan peraba.” (Mu ammad, 2002 : 18)

2.1.2.5 Umpan Balik

(49)

kepada komunikator, setelah komunikan menilai suatu pesan yang ditujukan kepadanya.” (Effendi, 2003 : 60)

Pengertian Muhammad mengenai komunikan tak jauh berbeda dengan Effendi bahkan cenderung mirip, dimana komunikasi efektif dapat diukur bila umpan balik sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator. Kemiripan tersebut nampak pada pengertian umpan balik dibawah ini :

“Balikan adala respons ter adap pesan yang diterima yang dikirimkan kepada penerima pesan. Dengan diberikan reaksi ini kepada si pengirim, pengirim akan dapat mengetahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut diinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Bila arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim diinterpretasikan sama oleh penerima berarti komunikasi tersebut efektif.” (Mu ammad, 2002 : 18)

2.1.3 Prinsip Komunikasi

Menurut Seiler, ada empat prinsip dasar komunikasi yaitu : 1) suatu proses, 2) suatu sistemik, 3) interaksi dan transaksi, dan 4) dimaksudkan atau tidak dimaksudkan. Masing-masing dari prinsip ini dijelaskan sebagai berikut

a. Komunikasi adalah suatu proses

(50)

cara yang persis sama yaitu : saling hubungan diantara orang, lingkungan, keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan, perasaan, semua menetukan komunikasi yang terjadi pada pada suatu waktu tertentu. Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak berarti, tetapi bila dipandang sebagi suatu proses, maka kepentingannya sangat besar. Misalnya : Suatu komunikasi yang hanya terdiri atas satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi langsung atau tidak langsung, bararti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai hasil dari proses komunikasi. Jadi, komunikasi tersebut disamping berubah-ubah juga dapat menimbulkan perubahan.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 19)

b. Komunikasi adalah suatu sistemik

“Komunikasi terdiri atas beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas dari komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Antara satu komponen dengan komponen lain saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 20)

c. Komunikasi adalah interaksi dan transasksi

“Yang dimaksud dengan istilah interaksi adalah saling bertukar komunikasi. Misalnya seseorang berbicara dengan dengan temannya mengenai sesuatu, kemudian temannya yang mendengar memberikan reaksi atau komentar terhadap apa yang sedang dibicarakan. Dalam keadaan demikian komunikasi bersifat transaksi. Jadi komunikasi yang tersaji diantara manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 20)

d. Komunikasi adalah dimaksudkan atau tidak dimaksudkan

(51)

yang sengaja dikirimkan kepada orang yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang itu.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 21 – 22)

Deddy Mulyana menjelaskan lebih dalam dan detil lagi prinsip-prinsip komunikasi menjadi dua belas macam, termasuk didalamnya dibahas apa yang telah dibahas Seitel yaitu komunikasi adalah proses sistemik. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

Prinsip 1 : Komunikasi adalah proses simbolik

“Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama, misalnya memasang berdera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antar manusia dan objek (baik nyata ataupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tertentu. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan.” (Mulyana, 2008 : 92)

Prinsip 2 : Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi

(52)

ragu-ragu, tidak setuju, tidak peduli, marah, atau bahkan malas atau bodoh.” (Mulyana, 2008 : 108)

Prisnsip 3 : Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan “Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non verbal. Dimensi ini menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana pesan itu ditafsirkan.” (Mulyana, 2008 : 109)

Prinsip 4 : Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan

(53)

Prisnsip 5 : Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu “Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik dan ruang (termasuk iklim, suhu, intensitas cahaya, dan sebagainya), waktu, sosial dan psikologis. Topik-topik yang lazim dipercakapkan di rumah, tempat kerja, atau tempat iburan seperti “lelucon”, “acara televisi”, ”mobil”, “bisnis”, atau “perdagangan” terasa kurang sopan bila dikemukakan di masjid. Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian dengan warna menyala, seperti merah, sebagai perilaku non verbal yang wajar dalam suatu acara pesta persepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan dalam acara pemakaman.” (Mulyana, 2008 : 114)

Prinsip 6 : Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi “Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek prilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespon. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering berlangsung cepat. Kita dapat memprediksi perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.” (Mulyana, 2008 : 115)

Prinsip 7 : Komunikasi bersifat sistemik

“Setiap individu adalah suatu sistem yang hidup (a living system). Setidaknya dua sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi itu : sistem internal dan sistem eksternal. Sistem internal adalah seluruh sistem sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialisasinya (keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya). Istilah-istilah lain yang identik dengan sistem internal ini adalah kerangka rujukan (frame of refrence), bidang pengalaman (field of experience), struktur kognitif (cognitive structure), pola pikir (thinking partnerns), keadaan intenal (internal states), dan sikap (attitude).

(54)

Prinsip 8 : Semakin mirip latar belakang budaya semakin efektiflah komunikasi

“Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Dalam kenyataanya tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar yang diasuh dan dilahirkan dalam keluarga yang sama, diberi makan yang sama dan diasuh dengan cara yang sama. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tindak pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif. Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahani bahasa yang sama.” (Mulyana, 2008 : 117 - 118) Prisnsip 9 : Komunikasi bersifat nonsekunsial

“Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu arah seperti sebenarnya komunikasi manusia pada bentuk dasarnya (komuniaksi tatap muka) bersifat dua arah. Ketika seseorang berbicara dengan yang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti dalam rapat atau kuliah, sebetulnya komunikasi itu berjalan dua arah, karena orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu lewat perilaku nonverbal mereka.” (Mulyana, 2008 : 118) Prinsip 10 : Komunikasi bersifat prosedural, dinamis, dan transaksional

“Seperti juga waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, melainkan merupakan proses yang sinambung (continuous). Bahkan kajadian yang sangat sederhana sekalipun.” (Mulyana, 2008 : 120)

Prinsip 11 : Komunikasi bersifat irreversible

(55)

Prinsip 12 : Komunikasi bukan panasea yang bisa menyelesaikan berbagai masalah.

“Banyak konflik dan persoalan antarmanusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan konflik dan persoalan itu, karena persoalan atau konflik itu berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif kendala struktural ini juga harus diatasi.” (Mulyana, 2008 : 126)

2.1.4 Tipe Komunikasi

Tipe komunikasi diklasifikasikan berdasarkan sudut pandang dan pengalaman dari masing-masing pakar. Dibawah ini akan dijelaskan tipe-tipe komunikasi yang tak hanya menurut satu kelompok pakar komunikasi, melainkan dari beberapa kelompok pakar yang lainnya.

(56)

2.1.5 Komunikasi Efektif

Pada pembahasan umpan balik telah sedikit dibahas mengenai komunikasi efektif. Yaitu, ketika umpan balik sesuai dengan maksud komunikator. Meskipun komunikasi bukanlah panasea (obat mujarab) bagi setiap masalah, namun dengan kesamaan makna dan maksud peserta komunikasi langkah awal yang positif telah didapatkan yaitu, masalah telah teridentifikasi. Kemudian diikuti dengan penanganan berikutnya yang lebih relefan dengan masalah tersebut. Dewi memaparkan manfaat komunikasi efektif adalah sebagai berikut :

“Komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain untuk berfikir atau melakukan sesuatu. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif akan menambah keberhasilan individu maupun organisasi. Komunikasi yang efeketif akan membantu mengantisipasi masalah-masalah, membuat keputusan yang tepat, mengoordinasikan aliran kerja, mengawasi orang lain, dan mengembangkan berbagai hubungan.” (Dewi, 2007 : 14)

Berbicara tentang komunikasi efektif, lebih jauh akan ditemukan fakta bukan hanya alat ukurnya berupa persamaan makna, melainkan hal-hal apa saja yang menjadi faktor utama komunikasi efektif seperti Dewi jelaskan :

1.Kredibilitas dan daya tarik komunikator

(57)

Seorang komunikator yang memiliki daya tarik akan dikagumi, disenangi, dan komunikannya bersedia melakukan upaya perubahan sikap. Contoh komunikator yang memiliki daya tarik adalah seorang artis. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak organisasi melibatkan artis agar komunikasi menjadi lebih efektif.

2. Kemampuan pesan untuk membangkitkan minat

Suatu pesan akan menimbulkan reaksi dan umpan balik apabila memenuhi kondisi berikut :

-Menarik perhatian, agar menarik perhatian, pesan dirancang dengan format yang baik, pilihan kata yang tepat, serta waktu dan penyampaian yang tepat.

-Menggunakan lambang atau bahasa yang dipahami komunikan -Mampu memahami kebutuhan pribadi komunikan

3. Kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami pesan

Komunikasi akan berlangsung secara efektif apabila komunikan memiliki kemampuan untuk memahami pesan, sadar akan kebutuhan dan kepentingannya, serta secara fisik dan mental mampu menerima pesan.” (Dewi, 2007 : 15)

2.1.6 Hambatan Komunikasi

Untuk berkomunikasi secara efektif tidaklah cukup hanya dengan memahami faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas komunikasi, tetapi juga disertai dengan pemahaman mengenai hambatan-hambatannya. Hambatan komunikasi bisa terjadi diantara individu (antarmanusia) maupun dalam organisasi. “Hambatan komunikasi antara manusia bisa berupa :

1. Perbedaan persepsi dan bahasa

Gambar

Tabel 1.1 Lokasi penelitian
Tabel 1.2
Tabel 2.1
SyeikhGambar 3.1  Taqiyuddin
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: bagaimana strategi komunikasi MUI dalam mensosialisasikan fatwa sesat

judul penelitian, yaitu: “ STRATEGI PROMOSI PROGRAM WISATA “ SHINING BATU ” (STUDI PADA HUMAS KOTA BATU).. 9. 1.2

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil metakognisi dan peningkatan

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana strategi komunikasi pemasaran terpadu yang

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil belajar kognitif siswa dalam penerapan strategi Whole

1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan aktivitas belajar bahasa Indonesia melalui metode role playing

Rumusan Masalah Mengingat latar belakang permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengembangan e-modul memuat teka-teki

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengembangan e-modul interaktif