• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan aplikasi steganograft pada citra digital menggunakan metode pixel value differencing (PVD) dan algoritma Rijndael untuk keamanan data

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembangunan aplikasi steganograft pada citra digital menggunakan metode pixel value differencing (PVD) dan algoritma Rijndael untuk keamanan data"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Nama Lengkap : Rahmat Setiawan

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 20 November 1991

Alamat : Komp. Bumi Panyileukan Blok L8 no 23 RT 02 RW 11

Kec. Panyileukan Kel. Cipadung Kidul,

Cibiru, Bandung. 40164

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tinggi Badan : 175

Berat Badan : 67

Email : Rahmatkid@yahoo.com

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Kewarganegaraan : Indonesia

PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 1997 – 2003 : SDN Panyileukan 01, Bandung

Tahun 2003 – 2006 : SLTPN 18, Bandung

Tahun 2006 – 2009 : SMA Karya Pembangunan 2, Bandung

Tahun 2009 – 2013 : S1 Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer

Jurusan Teknik Informatika

(6)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Ujian Akhir Sarjana Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer

RAHMAT SETIAWAN

10109124

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

(7)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan

karunia dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang

berjudul “Pembangunan Aplikasi Steganografi Pada Citra Digital

Menggunakan Metode Pixel Value Differencing dan Algoritma Rijndael

Untuk Keamanan Data”.

Penulis menyadari bahwa banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada

saat penyelesaian tugas akhir ini, namun berkat bantuan, bimbingan, dan

dukungan dari banyak pihak, tugas akhir ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan baik berupa doa dan

materil.

2. Bapak Iskandar Ikbal, S.T.,M.Kom. sebagai pembimbing dan penguji 2

yang telah mengorbankan waktu dan tenaganya untuk memberikan

masukan untuk tugas akhir ini.

3. Bapak Eko Budi Setiawan, S.Kom.,M.T. sebagai penguji 1 yang telah

memberikan kritik dan sarannya kepada penulis untuk menyelesaikan

tugas akhir ini.

4. Bapak Irawan Afrianto, S.T.,M.T. sebagai penguji 3 yang telah

memberikan kritik dan sarannya kepada penulis untuk menyelesaikan

(8)

iv

kritik, masukan dan dukungannya untuk penyelesaian tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis memohon maaf jika masih terdapat kekurangan pada

penulisan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Agustus 2013

(9)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SIMBOL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang Masalah... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 2

I.3 Maksud dan Tujuan ... 2

I.4 Batasan Masalah ... 3

I.5 Metodologi Penelitian ... 4

I.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 4

I.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak... 4

I.6 Sistematika Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

II.1 Keamanan Informasi ... 7

II.2 Citra digital ... 8

II.3 Pengukuran Error Citra ... 10

II.4 Steganografi ... 10

II.5 Steganografi Pada Citra Digital ... 12

II.5.1 Transform Domain ... 13

II.5.2 Image Domain ... 13

II.6 Pixel Value Differencing (PVD) Steganografi ... 14

II.7 Kriptografi ... 15

II.7.1 Algoritma Kriptografi ... 17

(10)

vi

II.7.2.2 Sub Bytes ... 19

II.7.2.3 Shift Rows ... 20

II.7.2.4 Mix Columns ... 21

II.8 Unified Modelling Language (UML) ... 21

II.9 Teknologi Java ... 26

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ... 29

III.1 Analisis Sistem ... 29

III.1.1 Analisis Masalah ... 29

III.1.2 Analisis Algoritma ... 29

III.1.2.1 Analisis Algoritma Rijndael ... 31

III.1.2.1.1 Analisis Penjadwalan Kunci ... 31

III.1.2.1.2 Analisis Proses Enkripsi Algoritma Rijndael... 33

III.1.2.2 Analisis Metode Pixel Value Differencing (PVD) ... 35

III.1.2.2.1 Analisis Proses Penyisipan/Embedding ... 35

III.1.2.2.2 Analisis Proses Pengungkapan / Ekstraksi. ... 38

III.1.3 Analisis Kebutuhan non-Fungsional ... 40

III.1.3.1 Analisis Pengguna ... 40

III.1.3.2 Analisis Kebutuhan Perangkat Keras ... 40

III.1.3.3 Analisis Perangkat Lunak ... 41

III.1.4 Analisis Kebutuhan Fungsional ... 42

III.1.4.1 Use Case Diagram ... 42

III.1.4.2 Skenario Use Case ... 43

III.1.4.3 Activity Diagram ... 48

III.1.4.4 Sequence Diagram... 56

III.1.4.5 Class Diagram ... 62

III.2 Perancangan Sistem ... 63

III.2.1 Perancangan Arsitektur ... 63

(11)

vii

III.2.2 Perancangan Method ... 70

III.2.2.1 Perancangan Method Penyisipan ... 70

III.2.2.2 Perancangan Method Ekstraksi ... 72

III.2.3 Perancangan Pengujian PerformansiMetode Steganografi ... 73

BAB IV IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM ... 75

IV.1 Implementasi Sistem ... 75

IV.1.1 Implementasi Perangkat Keras... 75

IV.1.2 Implementasi Perangkat Lunak ... 75

IV.1.3 Implementasi Antarmuka ... 76

IV.2 Pengujian Sistem ... 78

IV.2.1 Rencana Pengujian ... 78

IV.2.2 Pengujian White Box ... 78

IV.2.2.1 Pengujian Enkripsi Rijndael ... 79

IV.2.2.2 Pengujian Dekripsi Rijndael ... 82

IV.2.2.3 Pengujian Key Schedule Rijndael ... 85

IV.2.3 Pengujian Black Box ... 88

IV.2.3.1 Pengujian Kapasitas... 88

IV.2.3.2 Pengujian Performansi... 91

IV.2.3.3 Pengujian Kualitas Citra ... 114

IV.2.3.4 Pengujian Ketahanan ... 119

IV.2.4 Kesimpulan Hasil Pengujian ... 122

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

V.1 Kesimpulan ... 123

V.2 Saran ... 123

(12)

xxii

[2] Kim, David, dan Michael G Solomon. 2012. Fundamentals of Information

Systems Security. Jones & Bartlett Learning, United State of America.

[3] Morkel, T., JHP. Eloff, dan MS. Olivier. An Overview of Image

Steganography. Information and Computer Security Architecture (ICSA)

Research Group, Department of Computer Science, University of Pretoria,

Pretoria.

[4] Munir, Rinaldi. 2004. Pengolahan Citra Digital. Informatika, Bandung.

[5] Munir, Rinaldi. 2006. Kriptografi. Informatika, Bandung.

[6] Salomon, David. 2007. Data Compression The Complete Reference 4th

Edition. Springer, London.

[7] Sommerville, Ian. 2011. Software Engineering 9th edition. Addison-Wesley

Publications.

[8] Surian, Didi. Algoritma Kriptografi Aes Rijndael. Jurnal Teknik Elektro TESLA Vol. 8 No. 2, 97 – 101, 2006.

[9] Widodo, Prabowo Pudjo. Herlawati. 2011. Menggunakan UML. Informatika

Bandung, Bandung.

[10]Wu, Hsien-Chu., Na-I Wu, Chwei-Shyong Tsai, dan Min-Shiang Hwang.

2004. An Image Steganographic Scheme Based on Pixel Value Differencing

and LSB Replacement Methods. Department of Management Information

(13)

1

Steganografi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengamankan informasi. Steganografi berbeda dengan kriptografi atau metode

keamanan informasi lainnya, metode ini yaitu menyembunyikan informasi atau

pesan kedalam media lain seperti citra digital, teks, suara atau video sehingga

tidak menimbulkan kecurigaan orang lain. Steganografi membutuhkan dua

properti, yaitu informasi dan media penampung[4]. Media penampung yang

banyak digunakan untuk menyembunyikan informasi yaitu citra digital.

penyisipan informasi pada media citra digital dilakukan pada bit – bit pixel yang

terdapat pada citra. Penggunaan citra digital sebagai media penampung

mempunyai kelebihan karena indera penglihatan manusia memiliki keterbatasan

terhadap warna, sehingga dengan keterbatasan tersebut manusia sulit

membedakan citra digital yang asli dengan citra digital yang telah disisipi pesan

rahasia.

Steganografi mempunyai banyak metode yang dapat digunakan, namun

metode yang banyak digunakan saat ini masih mempunyai kekurangan dalam hal

kualitas, kapasitas, dan ketahanan[3]. Metode – metode yang digunakan dalam

pembuatan steganografi mempunyai kriteria – kriteria yaitu kapasitas media

penampung menyimpan informasi (payload capacity), kualitas media penampung

yang telah disisipi pesan (fidelity), ketahanan terhadap manipulasi (robustness)

dan tidak menimbulkan kecurigaan pada media penampung yang telah disisipi

pesan (Unsuspicious file)[2]. Kriteria – kriteria ini harus dipenuhi oleh metode

yang digunakan dalam pembuatan steganografi, agar media yang menampung

informasi tidak menimbulkan kecurigaan. Namun dari kriteria – kriteria tersebut,

steganografi tidak memastikan keamanan terhadap informasi yang tersembunyi

pada media penampung. Sehingga jika media penampung dapat diungkap oleh

orang yang tidak bertanggung jawab, maka informasi yang tersembunyi akan

(14)

Metode pixel value differencing (PVD) merupakan salah satu metode yang

dapat digunakan dalam pembuatan steganografi. Metode ini menawarkan

kapasitas penyimpanan pesan yang lebih besar, dengan kualitas citra yang lebih

baik dibandingkan dengan metode lain[10]. Untuk menambah tingkat keamanan

dari informasi yang akan disisipkan kedalam citra, steganografi dapat

dikombinasikan dengan enkripsi, sehingga informasi yang disisipkan tidak akan

mudah dibaca oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Salah satu enkripsi yang

dapat digunakan yaitu algoritma rijndael yang merupakan algoritma yang

digunakan untuk standar kriptografi Advanced Encryption Standard (AES).

Berdasarkan uraian tersebut, maka pada tugas akhir ini akan dilakukan “PEMBANGUNAN APLIKASI STEGANOGRAFI PADA CITRA DIGITAL

MENGGUNAKAN METODE PIXEL VALUE DIFFERENCING (PVD) DAN

ALGORITMA RIJNDAEL UNTUK KEAMANAN DATA”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah

yang didapat pada tugas akhir ini adalah bagaimana membangun aplikasi

steganografi menggunakan metode pixel value differencing (PVD) dan algoritma

rijndael pada citra digital.

I.3 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka maksud dari penulisan

tugas akhir ini adalah untuk membangun aplikasi steganografi pada citra digital

menggunakan metode pixel value differencing (PVD) dan algoritma rijndael

untuk keamanan data.

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengimplementasikan penyembunyian pesan atau informasi

kedalam citra digital menggunakan metode pixel value differencing (PVD)

dan algoritma rijndael.

2. Untuk mengetahui performansi pada metode pixel value differencing

(15)

3. Untuk mengetahui besar pesan yang dapat disembunyikan kedalam citra

digital menggunakan metode pixel value differencing (PVD).

4. Untuk mengetahui kualitas citra yang telah disisipi pesan menggunakan

metode pixel value differencing (PVD).

5. Untuk mengetahui ketahanan pesan pada citra yang telah disisipi pesan.

I.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ditentukan pada pembangunan aplikasi steganografi

menggunakan metode pixel value differencing (PVD) dan algoritma rijndael

untuk keamanan data ini adalah sebagai berikut :

1. Media penampung pesan hanya file citra berformat *.bmp, *.png, *.gif dan

*.jpg.

3. Dua pesan dapat disisipkan kedalam citra.

4. Menggunakan algoritma rijndael 128bit untuk enkripsi pesan yang akan

disisipkan kedalam citra.

5. Hal – hal yang akan diujikan pada aplikasi yang dibangun yaitu:

a. Besar pesan yang dapat disembunyikan kedalam citra.

b. Performansi pada metode pixel value differencing (PVD).

c. Kualitas citra yang telah disisipi pesan yang dinyatakan dalam PSNR.

d. Ketahanan pesan pada citra yang telah disisipi pesan (robustness).

6. Aplikasi yang dibangun berbasis desktop.

7. Perangkat lunak yang digunakan untuk pembangunan aplikasi yaitu :

a. Sistem operasi yang digunakan yaitu windows.

(16)

I.5 Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini

menggunakan metode analisis deskriptif yang yang terdiri dari dua metode yaitu

metode pengumpulan data, dan metode pembangunan perangkat lunak.

I.5.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode studi literatur. Studi literatur merupakan pengumpulan data

dengan cara mengumpulkan literatur, jurnal, paper dan bacaan – bacaan yang ada

kaitannya dengan judul penelitian. Data yang akan dikumpulkan dari literatur dan

pustaka yaitu mengenai steganografi pada citra digital, metode steganografi pixel

value differencing (PVD) dan algoritma kriptografi rijndael.

I.5.2 Metode Pembangunan Perangkat Lunak

Metode pembangunan perangkat lunak ini menggunakan metode waterfall

seperti pada gambar I.1 yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Requirement

Requirement merupakan tahapan analisis terhadap apa saja yang dibutuhkan

oleh sistem yang akan dibangun. Analisis yang dilakukan meliputi analisis

pengguna dan kebutuhan sistem.

2. Design

Design merupakan tahap melakukan perancangan terhadap keseluruhan sistem.

Perancangan yang dilakukan yaitu perancangan antarmuka dari sistem yang

dibangun.

3. Implementation

Implementation merupakan tahap merubah perancangan dan analisis yang

dilakukan sebelumnya kedalam kode pemrograman yang digunakan. Tahap ini

juga dilakukan unit testing untuk mengetahui apakah telah sesuai dengan

kebutuhan sistem.

4. Testing

Testing merupakan tahap dimana sistem yang telah dikodekan dilakukan

pengujian. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan

(17)

5. Maintenance

Maintenance merupakan tahap perawatan jika terjadi kesalahan pada sistem.

Perawatan yang dilakukan yaitu mengkoreksi jika terjadi kesalahan, menambah

fungsionalitas dan requirement sistem.

Gambar I.1 Metode Waterfall[7]

I.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini disusun untuk memberikan gambaran umum

tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan tugas akhir ini adalah

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang permasalahan, merumuskan

inti permasalahan yang dihadapi, menentukan tujuan dan kegunaan penelitian,

yang kemudian diikuti dengan pembatasan masalah, serta sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini membahas berbagai konsep dasar dan teori-teori yang berkaitan

dengan topik penelitian yang dilakukan dan hal-hal yang berguna dalam proses

analisis permasalahan serta tinjauan terhadap penelitian-penelitian serupa yang

telah pernah dilakukan sebelumnya termasuk sintesisnya.

BAB III ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini membahas mengenai sub-sub sistem yang diuraikan dari sistem

utama dengan tujuan untuk mengetahui cara kerja dan interaksi dari tiap sub

sistem dalam fungsinya untuk mencapai tujuan sistem. Didalamnya terdapat

(18)

proses penyisipan dan proses ekstraksi, selain itu terdapat juga kebutuhan

fungsional dan nonfungsional dari sistem, perancangan antarmuka untuk aplikasi

yang akan dibangun sesuai dengan hasil analisis yang telah dibuat.

BAB IV PENGUJIAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM

Bab ini membahas tentang implementasi dari aplikasi yang dibangun.

Implementasi dilakukan berdasarkan analisis dan perancangan yang telah

dilakukan, kedalam bahasa pemrograman tertentu. Hasil dari implementasi,

kemudian dilakukan pengujian apakah aplikasi telah sesuai seperti yang

diharapkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan dan masukan-masukan yang dapat digunakan untuk pengembangan

(19)

7

penelitian yang dilakukan pada tugas akhir. Teori-teori yang digunakan meliputi

keamanan informasi, citra digital, Pengukuran error pada citra, steganografi,

kriptografi, Unified Modelling Language (UML), dan teknologi java.

II.1 Keamanan Informasi

Keamanan informasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam

berkomunikasi, namun keamanan seringkali dilupakan ketika melakukan

komunikasi. Informasi yang jatuh ke tangan yang salah dapat menimbulkan

masalah yang besar seperti penipuan, pencurian, pemerasan dan masih banyak

lagi masalah yang akan ditimbulkan.

Keamanan informasi mempunyai beberapa aspek yang harus dipenuhi,

agar informasi dapat terjamin keaslian dan keamanannya. Aspek-aspek umum

tersebut meliputi confidentiality, integrity, authentication, availability dan non

repudiation[2].

1. Confidentiality

Confidentiality atau kerahasiaan yaitu keamanan informasi harus dapat

menjamin kerahasiaan dari informasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu

dengan membatasi hanya orang yang mempunyai hak saja yang dapat membaca

atau mengubah suatu informasi.

2. Integrity

Integrity berhubungan dengan keaslian informasi. Integrity yaitu menjamin

keutuhan dan keaslian informasi yang dikirimkan, agar informasi tidak dirusak

atau diubah oleh orang yang tidak berhak. Untuk menjaga integritas data, sistem

harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi manipulasi data oleh pihak-pihak

yang tidak berhak, antara lain penyisipan, penghapusan, dan pensubsitusian data

(20)

3. Authentication

Authentication yaitu usaha atau metode untuk mengetahui keaslian dari

informasi, dan memastikan bahwa informasi diterima oleh orang yang benar.

Untuk menjaga otentikasi terhadap informasi, dapat digunakan digital signature

untuk memastikan keaslian informasi.

4. Availability

Availability atau ketersediaan data yaitu keamanan informasi harus dapat

menjamin bahwa data atau informasi harus tersedia ketika akan digunakan. Untuk

menjamin ketersediaan data, sistem harus mempunyai cadangan data jika data

tersebut hilang.

5. Non Repudiation

Non repudiation yaitu menjamin bahwa seorang pengirim informasi tidak

dapat menyangkal keaslian dari informasi yang dikirimnya. Sehingga penerima

informasi dapat memastikan bahwa informasi yang diterima merupakan informasi

yang asli.

II.2 Citra digital

Citra secara harafiah, adalah gambar pada bidang dua dimensi (dwimatra).

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

(continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sedangkan citra digital

adalah citra yang dapat diolah oleh komputer[4].

Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M

kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut pixel,

yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Sebuah citra digital dapat ditulis dalam

bentuk fungsi II.1 berikut.

, =

(21)

Beberapa contoh format umum, pada citra digital yaitu Bitmap (BMP), Joint

Photographic Group Experts (JPEG), Graphics Interchange Format (GIF), dan

Portable Network Graphics (PNG).

1. Bitmap(BMP)

Bitmap merupakan format baku citra pada sistem operasi windows dan IBM

OS/2. Citra berformat BMP merupakan citra yang tidak terkompresi, sehingga

pada umumnya citra berformat BMP mempunyai ukuran yang relatif lebih besar

dibandingkan dengan forman citra lainnya. Intensitas pixel dari citra berformat

BMP dipetakan ke sejumlah bit tertentu. Panjang setiap pixel pada bitmap yaitu 4

bit, 8 bit, sampai 24 bit yang merepresentasikan nilai intensitas pixel. Dengan

demikian ada sebanyak 28 = 256 derajat keabuan, mulai dari 0 sampai 255[4].

2. Joint Photographic Group Experts (JPEG)

Joint Photographic Group Experts (JPEG) merupakan standar kompresi file

yang dikembangkan oleh Group Joint Photographic Experts menggunakan

kombinasi DCT dan pengkodean Huffman untuk mengkompresikan citra. Citra

JPEG merupakan citra terkompresi yang bersifat lossy, artinya citra tidak bisa

dikembalikan ke bentuk aslinya. Citra ini memiliki ukuran yang relatif lebih kecil

dibandingkan dengan citra berformat BMP karena telah terkompresi.

3. Graphics Interchange Format (GIF)

Graphics Interchange Format (GIF) merupakan format citra terkompresi.

Ukuran dari citra berformat GIF merupakan yang terkecil dari semua format citra

digital. Kombinasi warna yg tersedia sebanyak 256 warna. Citra jenis ini banyak

dugunakan untuk keperluan website, untuk membuat sebuah icon, logo dan

keperluan lainnya yang mengharuskan menggunakan citra dengan ukuran yang

kecil. Citra jenis ini juga dapat dibuat animasi.

4. Portable Network Graphics (PNG)

Portable Network Graphics (PNG) adalah salah satu format penyimpanan

citra yang menggunakan metode kompresi yang tidak menghilangkan bagian dari

citra tersebut (lossless compression). Citra berformat PNG merupakan salah satu

format yang baik untuk digunakan pengolahan citra, karena format ini selain tidak

(22)

II.3 Pengukuran Error Citra

Pengukuran error citra dilakukan untuk mengetahui tingkat kesamaan

antara citra asli dengan citra yang telah dimanipulasi. Pengukuran error dilakukan

dengan menghitung Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio

(PSNR) dari citra.

Mean Square Error (MSE) adalah tingkat kesalahan pixel pixel citra

hasil dari pemrosesan terhadap citra aslinya. Rumus untuk menghitung MSE pada

citra digital yaitu menggunakan persamaan II.2. Sedangkan Peak Signal to Noise

Ratio (PSNR) merupakan nilai (rasio) yang menunjukan tingkat toleransi noise

tertentu terhadap banyaknya noise pada suatu citra. Semakin tinggi nilai PSNR

dari suatu citra, maka semakin kecil tingkat kesalahan yang dimiliki citra tersebut.

Untuk menghitung nilai PSNR digunakan persamaan II.3.

� = 1

I’(x,y) adalah nilai pixel pada citra hasil kompresi. M, N adalah dimensi citra.

= 10 �10 2552 ………....(II.3)

Semakin besar nilai PSNR dari citra, maka citra yang telah dimanipulasi

semakin mendekati citra aslinya, dengan kata lain semakin bagus kualitas citra

hasil manipulasi tersebut. Sebaliknya, semakin kecil nilai PSNR semakin

berkurang kualitas citra hasil manipulasi. Nilai PSNR pada umumnya berada pada

rentang 20 – 40 db[6].

II.4 Steganografi

Steganografi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mengamankan informasi. Steganografi berbeda dengan kriptografi atau metode

keamanan informasi lainnya, metode ini yaitu menyembunyikan informasi atau

pesan kedalam media lain seperti citra digital, teks, suara atau video sehingga

(23)

properti, yaitu informasi dan media penampung[4]. Media penampung yang dapan

digunakan yaitu citra digital, audio, teks, dan video.

Tujuan dari steganografi adalah menyembunyikan data/pesan pada suatu

media. Media penampung data/pesan yang akan disembunyikan dapat berupa

gambar digital, suara, video dan media lainnya. Jika pada media yang telah

disisipi pesan rahasia tersebut terlihat mencurigakan, maka tujuan dari

steganografi tersebut tidak tercapai.

Teknik steganografi sudah dikenal sejak jaman Yunani dan Romawi kuno.

Misalnya dengan mencukur kepala budak, lalu pesan rahasia ditulis pada kulit

kepalanya. Setelah rambut budak tersebut tumbuh, budak terebut dikirim untuk

menyampaikan pesan rahasia tersebut.

Steganografi mempunyai dua proses utama yaitu embed/penyisipan dan

ekstrak/pengungkapan terlihat pada gambar II.1. Proses penyisipan merupakan

proses menyisipkan hidden object atau informasi/pesan yang akan disisipkan, ke

dalam sebuah cover object atau media penampung, sehingga menghasilkan file

baru yang telah tersisipi pesan didalamnya yang disebut dengan stego file.

Sedangkan proses ekstrak merupakan proses pengembalian hidden object secara

utuh setelah disisipkan ke dalam cover object.

(24)

Ada beberapa criteria-kriteria yang harus dipenuhi dalam pembuatan steganografi. Kriteria – kriteria tersebut yaitu[3] :

1. Impercepbility, yaitu keberadaan pesan tidak dapat dipersepsi oleh indrawi.

Jika pesan disisipkan ke dalam sebuah citra, citra yang telah disisipi pesan

harus tidak dapat dibedakan dengan citra asli oleh mata. Begitu pula dengan

suara,telinga harus mendapati perbedaan antara suara asli dan suara yang telah

disisipi pesan.

2. Fidelity, yaitu mutu media penampung tidak berubah banyak akibat

penyisipan. Perubahan yang terjadi harus tidak dapat dipersepsi oleh indrawi.

3. Recovery, yaitu pesan yang disembunyikan harus dapat diungkap kembali.

Tujuan steganografi adalah menyembunyikan informasi, maka sewaktu-waktu

informasi yang disembunyikan harus dapat diambil kembali untuk dapat

digunakan lebih lanjut sesuai keperluan.

II.5 Steganografi Pada Citra Digital

Citra digital merupakan media penampung yang banyak digunakan dalam

steganografi. Penggunaan citra digital sebagai media penampung mempunyai

kelebihan karena indera penglihatan manusia memiliki keterbatasan terhadap

warna, sehingga dengan keterbatasan tersebut manusia sulit membedakan citra

digital yang asli dengan citra digital yang telah disisipi pesan rahasia.

Banyak metode yang dapat digunakan dalam pembuatan steganografi pada

citra digital seperti Least Significant Bits (LSB), Bit Plane Complexity

Segmentation (BPCS), Discrete Cosine Transform (DCT), Discrete Wavelet

Transform (DWT), Spread Spectrum dan metode-metode lainnya. Dari banyaknya

metode tersebut, metode steganografi pada citra digital dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu metode pada transform domain dan image domain seperti pada

(25)

Gambar II.2 Kategori Metode Steganografi Pada Citra Digital[3]

II.5.1 Transform Domain

Ranah transform memfokuskan penyisipan pesan ke dalam frekuensi dari

cover-object. Ranah ini memanfaatkan area cover-object yang cenderung tidak

akan mengalami pemrosesan digital[3]. Teknik-teknik yang dapat digunakan

untuk melakukan seteganografi pada citra digital diranah transform di antaranya

adalah sebagai berikut:

1. Discrete Cosine Transform

2. Fourier Transform

3. Wavelet Transform

II.5.2 Image Domain

Image Domain merupakan penyembunyian pesan pada citra digital pada

ranah spasial, ranah spasial ini juga dikenal sebagai teknik subtitusi. Teknik

subtitusi ini dilakukan sedemikian rupa sehingga media penampung yang

disisipkan pesan/informasi tidak dapat dipersepsi oleh indrawi perubahannya.

Metode steganografi yang beroperasi pada ranah spatial diantaranya yaitu least

significantbit (LSB), dynamics cell spreading (DCS), dan pixel value differencing

(PVD).

(26)

II.6 Pixel Value Differencing (PVD) Steganografi

Pixel Value Differencing merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan dalam steganografi. Metode ini beroperasi pada ranah spasial dari citra.

Berdasarkan analisis terhadap sistem penglihatan manusia yang menyatakan

bahwa, mata manusia tidak sensitif terhadap perubahan pada pixel yang memiliki

kekontrasan tinggi melainkan sensitif terhadap perubahan pada pixel yang

memiliki kekontrasan rendah. Melalui sifat tersebut maka lebih banyak bit data

rahasia yang dapat disisipkan pada pixel yang memiliki nilai kekontrasan tinggi,

dan sedikit bit yang dapat disisipkan pada pixel dengan kekontrasan rendah. Hal

tersebut yang menjadi dasar pemikiran metode Pixel value differencing (PVD)

pada steganografi[10].

Proses penyisipan pada metode ini dilakukan dengan cara membandingkan

dua pixel yang bertetangga Pi dan Pi+1 dengan menggunakan persamaan II.4.

� = +1 ………(II.4)

Hasil dari perbandingan tersebut digunakan untuk mengetahui berapa banyak bit

yang dapat disisipkan kedalam dua pixel yang dibandingkan. Metode ini

menggunakan skema Wu dan Tsai untuk mengetahui range dari perbandingan

pixel sebelumnya. Skema Wu dan Tsai yang digunakan yaitu R =

{[0,7],[8,15],[16,31],[32,63],[64,127],[128,255]}. Skema ini digunakan untuk

mengetahui terdapat di range mana selisih dari dua pixel tersebut, jika telah

diketahui dimana letak range nya, maka jumlah bit pesan yang disisipkan dapat

diketahui dengan persamaan II.5.

�= � 2 � ………..(II.5) Dimana : t : Jumlah bit yang dapat disisipkan.

wi : Nilai terkecil dari skema wu dan tsai, letak range selisih

perbandingan dua pixel.

Penyisipan pesan dapat dilakukan dengan mengambil sebanyak t bit dari

pesan yang akan disisipkan. Selanjutnya dihitung nilai difference value yang baru

untuk penyisipan kedalam citra menggunakan persamaan II.6.

��′ = � + �……….(II.6)

(27)

di : Nilai terkecil dari skema wu dan tsai, letak range selisih

perbandingan dua pixel.

Untuk menyisipkan pesan ada beberapa aturan yang harus dipenuhi yaitu :

1. Jika Pi≥ Pi+1dan d’i > di , maka ( � + /2 , �+1 − /2 )

2. Jika Pi < Pi+1dan d’i > di , maka ( � − /2 , �+1 + /2 )

3. Jika Pi≥ Pi+1 dan d’i≤ di , maka ( � − /2 , �+1 + /2 )

4. Jika Pi < Pi+1 dan d’i≤ di , maka ( � + /2 , �+1 − /2 ) Dimana m didapat dari selisih d’i dengan di menggunakan persamaan II.7.

= �′ − � ………..(II.7)

Proses-proses tersebut dilakukan terus hingga bit pesan tersisipi semuanya

kedalam citra.

Proses ekstraksi pesan dari citra stego menggunakan metode ini dimulai

dengan menghitung nilai difference value (di) antara dua pixel yang bertetangga.

Nilai difference value tersebut digunakan untuk mengetahui nilai continuous

ranges (R) yang sudah didefinisikan menggunakan skema wu dan tsai[10].

Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui ukuran data rahasia yang

disisipkan pada kedua pixel menggunakan persamaan II.5, sehingga pesan rahasia

yang telah disisipkan didapatkan kembali. Proses ekstraksi ini dilakukan sampai

semua data rahasia yang telah disisipkan didapatkan kembali.

II.7 Kriptografi

Kriptografi adalah ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang

berhubungan dengan aspek keamanan informasi seperti kerahasiaan, integritas

data, otentikasi, dan autentifikasi data[2]. Kriptografi bukan satu-satunya cara

untuk menyediakan keamanan informasi, melainkan satu set teknik yang dapat

digunakan untuk mengamankan informasi.

Secara umum, kriptografi terdiri dari dua buah bagian utama yaitu bagian

enkripsi dan bagian dekripsi. Enkripsi adalah proses transformasi informasi

menjadi bentuk lain sehingga isi pesan yang sebenarnya tidak dapat dipahami, hal

ini dimaksudkan agar informasi tetap terlindung dari pihak yang tidak berhak

(28)

transformasi data terenkripsi ke data bentuk semula. Proses transformasi dari

plainteks menjadi cipherteks akan dikontrol oleh kunci. Peran kunci sangatlah

penting, kunci bersama-sama dengan algoritma matematisnya akan memproses

plainteks menjadi cipherteks dan sebaliknya.

Kriptografi tidak memenuhi semua aspek dari keamanan informasi.

Kriptografi hanya memenuhi empat aspek dalam keamanan informasi yang

merupakan tujuan dari kriptografi. Keempat aspek tersebut yaitu kerahasiaan

(confidentiality), integritas data (integrity), otentikasi data (authentication), dan

non-repudiation[5].

1. Kerahasiaan

Kerahasiaan adalah layanan yang digunakan untuk menjaga isi dari informasi

dari siapapun kecuali yang memiliki otoritas atau kunci rahasia untuk membuka

informasi yang telah disandi. Kriptografi memenuhi aspek kerahasiaan karena

informasi tidak dapat secara langsung diketahui.

2. Integritas data

Integritas data adalah layanan yang berhubungan dengan penjagaan dari

perubahan data secara tidak sah. Untuk menjaga integritas data, sistem harus

memiliki kemampuan untuk mendeteksi manipulasi data oleh pihak-pihak yang

tidak berhak, antara lain penyisipan, penghapusan, dan pensubsitusian data lain

kedalam data yang sebenarnya.

3. Otentikasi

Otentikasi adalah layanan yang berhubungan dengan identifikasi/ pengenalan,

baik secara kesatuan sistem maupun informasi itu sendiri. Dua pihak yang saling

berkomunikasi harus saling memperkenalkan diri. Informasi yang dikirimkan

melalui jaringan harus diotentikasi keaslian, isi datanya, waktu pengiriman, dan

lain-lain. Untuk alasan ini aspek kriptografi biasanya dibagi menjadi dua kelas

utama yaitu otentikasi entitas dan otentikasi data asal.

4. Non-repudiation

Non-repudiation adalah layanan yang mencegah terjadinya penyangkalan

terhadap pengiriman/terciptanya suatu informasi oleh yang mengirimkan/

(29)

entitas lain dan kemudian berusaha menyangkal otorisasi tersebut diberikan.

Sebuah prosedur yang melibatkan pihak ketiga yang terpercaya diperlukan untuk

menyelesaikan sengketa tersebut.

II.7.1 Algoritma Kriptografi

Algoritma kriptografi yang handal adalah algoritma kriptografi yang

kekuatannya terletak pada kunci, bukan pada kerahasiaan algoritma itu sendiri.

Berdasarkan jenis kuncinya, algoritma kriptografi dibagi menjadi dua jenis yaitu

algoritma simetris dan algoritma asimetris.

II.7.1.1 Algoritma Simetris

Algoritma simetris (symmetric algorithm) adalah suatu algoritma dimana

kunci enkripsi yang digunakan sama dengan kunci dekripsi sehingga algoritma ini

disebut juga sebagai single-key algorithm[5]. Ilustrasi penggunaan algoritma

kriptografi dengan kunci simetris dapat terlihat pada gambar II.3 berikut.

Gambar II.3 Ilustrasi Kriptografi Dengan Kunci Simetris

Algoritma simetris banyak digunakan karena lebih cepat dan lebih simpel,

namun penggunaan kunci simetris juga mempunyai kekurangan, karena jika kunci

dapat diketahui, maka informasi pun dapat diketahui. Beberapa algoritma

kriptografi yang termasuk pada algoritma simetris yaitu DES, AES, Rijndael,

Blowfish, dan IDEA.

II.7.1.2 Algoritma Asimetris

Algoritma asimetris (asymmetric algorithm) adalah suatu algoritma

dimana kunci enkripsi yang digunakan tidak sama dengan kunci dekripsi[5].

(30)

privat (private key). Kunci publik disebarkan secara umum sedangkan kunci

privat disimpan secara rahasia oleh pengguna. Ilustrasi penggunaan algoritma

kriptografi dengan kunci asimetris dapat terlihat pada gambar II.4 berikut.

Gambar II.4. Ilustrasi Kriptografi Dengan Kunci Asimetris.

Algoritma asimetris mempunyai keamanan yang lebih baik, karena jika

public key diketahui, informasi belum tentu dapat diketahui karena private key

kemungkinan berbeda. Namun akan menjadi sulit dan lama ketika

implementasinya. Beberapa algoritma kriptografi yang termasuk pada algoritma

asimetris yaitu Diffie – Hellman, RSA, ElGamal, dan DSA.

II.7.2 Algoritma Rijndael

Rijndael termasuk dalam jenis algoritma simetris dan cipher block.

Dengan demikian algoritma ini menggunakan kunci yang sama saat enkripsi dan

dekripsi serta masukan dan keluarannya berupa blok dengan jumlah bit tertentu.

Rijndael mendukung berbagai variasi ukuran blok dan kunci yang akan

digunakan, namun Rijndael mempunyai ukuran blok dan kunci yang tetap sebesar

128, 192, 256 bit. Pemilihan ukuran blok data dan kunci akan menentukan jumlah

proses yang harus dilalui untuk proses enkripsi dan dekripsi. Tabel II.3 adalah

perbandingan jumlah proses yang harus dilalui untuk masing-masing masukan.

Tabel II.1 Jumlah Proses Berdasarkan Ukuran Bit Blok dan Kunci

Ukuran blok dan kunci

Panjang Kunci (Nk) Dalam words

Ukuran Blok Data

(Nb) Dalam words Jumlah Proses (Nr)

128 bit 4 4 10

192 bit 6 4 12

(31)

Blok-blok data masukan dan kunci dioperasikan dalam bentuk array.

Setiap anggota array sebelum menghasilkan keluaran cipher text dinamakan

dengan state. Setiap state akan mengalami proses yang terdiri dari empat tahap

yaitu, Add Round Key, Sub Bytes, Shift Rows, dan Mix Columns. Kecuali pada

tahap Mix Columns, ketiga tahap lainnya akan diulang pada setiap proses

sedangkan tahap Mix Columns tidak akan dilakukan pada tahap terakhir[8].

II.7.2.1 Add Round Key

Proses Add Round Key yaitu proses menggabungkan subkey dengan state

menggunakan operasi XOR untuk setiap byte dari subkey dengan byte yang dari

state[8]. Untuk setiap tahap, subkey dibangkitkan dari kunci utama dengan

menggunakan proses key schedule. Proses Add Round Key dapat dilihat pada

Gambar II.5.

Gambar II.5 Proses Add Round Key Algoritma Rijndael

II.7.2.2 Sub Bytes

Proses Sub Bytes adalah proses substitusi dengan cara mengganti setiap

byte state dengan byte pada sebuah tabel yang dinamakan tabel S-Box yangdapat

(32)

Tabel II.2 S-Box

Sebuah tabel S-Box terdiri dari 16 baris dan 16 kolom dengan masing-masing

berukuran 1 byte. Proses Sub Bytes dapat dilihat pada Gambar II.6.

Gambar II.6 Proses Sub Bytes Algoritma Rijndael

II.7.2.3 Shift Rows

Proses Shift Rows adalah proses perputaran pada tiga baris terakhir dari

state dengan jumlah putaran yang berbeda-beda. Baris ke-1 akan diputar sebanyak

1 kali, baris ke-2 akan diputar sebanyak 2 kali, dan baris ke-3 akan diputar

sebanyak 3 kali, sedangkan baris ke-0 tidak akan diputar[8]. Proses Shift Rows

diperlihatkan pada Gambar II.7.

(33)

II.7.2.4 Mix Columns

Operasi Mix Columns adalah proses menggabungkan 4 bytes dari setiap

kolom dari tabel state dengan menggunakan transformasi linier[8]. Operasi Mix

Columns memperlakukan setiap kolom sebagai polinomial 4 suku dalam Galois

field dan kemudian dikalikan dengan c(x) modulo (x4+1), dimana

c(x)=3x3+x2+x+2. Kebalikkan dari polinomial ini adalah

c(x)=11x3+13x2+9x+14. Operasi Mix Columns juga dapat dipandang sebagai

perkalian matrix seperti terlihat pada gambar II.8.

Gambar II.8 Proses Mix Columns Algoritma Rijndael

II.8 Unified Modelling Language (UML)

Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah bahasa pemodelan

standar yang memiliki sintaks dan semantic. Pemodelan ini sangat cocok

digunakan untuk merancang dan memodelkan sistem berorientasi objek[9].

Diagram pada UML dibagi menjadi dua bagian yaitu structural diagram

dan behavior diagram. Structural diagram digunakan untuk mendeskripsikan

relasi antar kelas. Tools yang digunakan pada bagian ini yaitu class diagram.

Sedangkan behavior diagram digunakan untuk mendeskripsikan interaksi antara

aktor dan sebuah use case (bagaimana seorang aktor menggunakan sistem). Tools

yang digunakan pada bagian ini yaitu Use case diagram, Sequence diagram,

(34)

1. Diagram Class

Diagram class digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu sistem

dengan menjelaskan keterhubungan antara suatu class dengan class yang lain

yang terdapat pada sistem[9]. Sebuah class terdiri dari nama, atribut dan method.

Atribut dan method dari sebuah kelas mempunyai visibility, Ada tiga jenis

visibility yang digunakan yaitu private, public, dan protected. Setiap class pada

class diagram mempunyai hubungan dengan class lainnya, ada beberapa jenis

hubungan class, yaitu dependency, asosiasi, agregasi, komposisi dan generalisasi.

a. Dependency

Dependency merupakan hubungan terlemah antar class. Dependency

bermakna satu class menggunakan atau memiliki pengetahuan terhadap class lain,

namun hubungannya hanya sementara dan tidak ada batas waktu yang jelas.

b. Asosiasi

Asosiasi mempunyai hubungan yang lebih kuat dari hubungan dependency,

dimana suatu class tetap berhubungan dengan class lain seterusnya. Hubungan

asosiasi dibagi menjadi dua jenis yaitu directional dan bidirectional.

c. Agregasi

Agregasi merupakan bentuk hubungan yang mengimplikasikan kepemilikan

suatu class. Agregasi juga merupakan bentuk yang lebih kuat dari asosiasi.

Hubungan agregasi dinyatakan dengan simbol diamond pada pemilik kelas dan

garis utuh berpanah kekelas yang dimiliki.

d. Komposisi

Komposisi merupakan bentuk hubungan antar class yang paling kuat.

Komposisi digunakan untuk mengambil seluruh bagian dari class yang

berhubungan. Aturan dari komposisi yaitu hanya boleh ada satu komposisi dalam

satu waktu.

e. Generalisasi

Generalisasi merupakan bentuk hubungan antar class, dari class yang umum

dengan class yang lebih khusus. Contoh class hewan memiliki hubungan

generalisasi dengan class kucing, karena kucing merupakan class khusus dari

(35)

2. Diagram Use Case

Diagram use case digunakan untuk mendeskripsikan kejadian-kejadian

apa saja yang dapat dilakukan oleh user/aktor dan fungsionalitas-fungsionalitas

apa saja yang diharapkan dari sistem yang akan dibangun, tanpa mendeskripsikan

bagaimana sistem menyelesaikannya[9]. Sebuah use case menggambarkan suatu

urutan interaksi antara satu atau lebih aktor dan sistem. Dalam fase requirements,

model use case mengambarkan sistem sebagai sebuah kotak hitam dan interaksi

antara aktor dan sistem dalam suatu bentuk naratif, yang terdiri dari input user dan

respon-respon sistem.

Setiap use case menggambarkan perilaku sejumlah aspek sistem, tanpa

mengurangi struktur internalnya. Selama pembuatan model use case secara

pararel juga harus ditetapkan obyek-obyek yang terlibat dalam setiap use case.

Contoh use case diagram diperlihatkan pada gambar II.9.

Gambar II.9 Contoh Use Case Diagram

3. Diagram Sequence

Diagram sequence menggambarkan interaksi antar objek di dalam dan di

sekitar sistem yang menekankan pada pengiriman pesan dalam suatu waktu

tertentu[9]. Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario

atau rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event

untuk menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang men-trigger aktivitas

tersebut, proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output apa

(36)

Gambar II.10 Contoh Sequence Diagram

4. Diagram Collaboration

Diagram collaboration menunjukan informasi yang sama seperti dalam

sequence diagram. Perbedaannya adalah dari cara mengelompokan objek

sequence berdasarkan urutan nomor dari pesan[9]. Contoh collaboration diagram

diperlihatkan pada gambar II.11.

Gambar II.11 Contoh Collaboration Diagram

5. Diagram Statechart

Diagram statechart menggambarkan keadaan-keadaan pada sistem,

memuat status (state), transisi, kejadian serta aktifitas[9]. Contoh Statechart

(37)

Gambar II.12 Contoh Statechart Diagram

6. Diagram Activity

Diagram activity menggambarkan berbagai alir aktivitas dalam sistem

yang sedang dirancang, bagaimana masing-masing alir berawal, decision yang

mungkin terjadi, dan bagaimana mereka berakhir[9]. Activity diagram merupakan

state diagram khusus, di mana sebagian besar state adalah action dan sebagian

besar transisi di-trigger oleh selesainya state sebelumnya (internal processing).

Oleh karena itu activity diagram tidak menggambarkan behaviour internal sebuah

sistem (dan interaksi antar subsistem) secara eksak, tetapi lebih menggambarkan

proses-proses dan jalur-jalur aktivitas dari level atas secara umum. Contoh

Activity diagram diperlihatkan pada gambar II.13.

(38)

II.9 Teknologi Java

Java adalah sebuah teknologi yang diperkenalkan oleh Sun Microsystems

pada pertengahan tahun 1990. Menurut definisi dari Sun, Java adalah nama untuk

sekumpulan teknologi untuk membuat dan menjalankan perangkat lunak pada

komputer stand alone ataupun pada lingkungan jaringan. Java berdiri di atas

sebuah mesin interpreter yang diberi nama Java Virtual Machine (JVM). JVM

inilah yang akan membaca bytecode dalam file .class dari suatu program sebagai

representasi langsung program yang berisi bahasa mesin.

Oleh karena itu, bahasa Java disebut sebagai bahasa pemrograman yang

portable karena dapat dijalankan pada berbagai sistem operasi, asalkan pada

sistem operasi tersebut terdapat JVM. PlatformJava terdiri dari kumpulan library,

JVM, kelas-kelas loader yang dipaket dalam sebuah lingkungan rutin Java, dan

sebuah compiler, debuger, dan perangkat lain yang dipaket dalam Java

Development Kit (JDK)[1].

Java merupakan salah satu bahasa pemrograman yang menggunakan

paradigma pemrograman berbasis objek. Paradigma ini yaitu menggunakan objek

untuk membungkus atribut dan operasi yang mungkin pada objek tersebut. Java

mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu:

A. Kelebihan Java

Beberapa kelebihan dari java yaitu sebagai berikut:

1. Multiplatform

Kelebihan utama dari java ialah dapat dijalankan di beberapa platform/sistem

operasi komputer, sesuai dengan prinsip tulis sekali, jalankan dimana saja.

Kelebihan ini memungkinkan sebuah program berbasis java dikerjakan diatas

sistem operasi linux tetapi dijalankan dengan baik di atas Microsoft Windows.

2. OOP (Object Oriented Programming)

Java merupakan salah satu bahasan pemrograman berbasis objek secara

murni. Semua tipe data diturunkan dari kelas dasar yang disebut objek. Hal ini

sangat memudahkan pemrogram untuk mendesain, membuat,

mengembangkan, dan mengalokasi kesalahan sebuah program dengan basis

(39)

3. Library yang lengkap

Java terkenal dengan kelengkapan library/perpustakaan (kumpulan

program-program yang disertakan dalam pemrogram java) yang sangat memudahkan

dalam penggunaan oleh para pemrogram untuk membangun aplikasinya.

Kelengkapan perpustakaan ini ditambah dengan keberadaan komunitas java

yang besar yang terus menerus membuat perpustakaan-perpustakaan baru

untuk melingkupi seluruh kebutuhan pembangunan aplikasi.

4. Bergaya C++

Java memiliki sintaks seperti bahasa pemrograman C++ sehingga menarik

banyak pemrogram C++ untuk pindah ke java. Saat ini pengguna java sangat

banyak, sebagian besar adalah pemrogram C++ yang pindah ke java.

5. Pengumpulan sampah otomatis

Java memiliki fasilitas pengaturan penggunaan memori sehingga para

pemrogram tidak perlu melakukan pengaturan memori secara langsung

(seperti halnya dalam bahasa C++ yang dipakai secara luas) [1].

B. Kekurangan Java

Beberapa kekurangan Java antara lain :

1. Mudah didekompilasi

Dekompilasi adalah proses membalikkan dari kode jadi menjadi kode sumber.

Ini memungkinkan karena kode jadi java merupakan bytecode yang

menyimpan banyak atribut bahasa tingkat tinggi seperti nama-nama kelas,

metode dan tipe data.

2. Penggunaan memori yang banyak

Penggunaan memori untuk program berbasis java jauh lebih besar daripada

bahasa tingkat tinggi generasi sebelumnya seperti C/C++ dan Pascal (lebih

(40)
(41)

29

Analisis sistem merupakan suatu tahapan yang bertujuan untuk

mengetahui dan mengamati apa saja yang terlibat dalam suatu sistem.

Pembahasan yang ada pada analisis sistem ini yaitu analisis masalah, analisis

algoritma, analisis kebutuhan nonfungsional, dan analisis kebutuhan fungsional.

III.1.1 Analisis Masalah

Analisis masalah dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah apa saja

yang terjadi dalam pembangunan aplikasi steganografi. Masalah yang terjadi

ketika pembangunan steganografi pada citra digital yaitu kapasitas citra yang

dapat disisipkan informasi kecil, kualitas citra digital yang telah disisipkan

informasi, dan keamanan informasi yang disisipkan kedalam citra tidak terjamin,

karena saat ini banyak aplikasi yang digunakan untuk menanalisis citra apakah

terdapat informasi yang disembunyikan dan letak dari informasi yang

disembunyikan. Jika letak dari informasi yang disisipkan pada citra diketahui,

maka informasi akan langsung dapat diketahui.

III.1.2 Analisis Algoritma

Analisis algoritma digunakan untuk mengetahui alur proses dari algoritma

yang digunakan untuk dapat diterapkan ke dalam aplikasi yang dibangun.

Pembangunan aplikasi ini menggunakan algoritma Rijndael untuk proses enkripsi

dan dekripsi dengan panjang kunci 128bit sebagai keamanan terhadap informasi

yang akan disisipkan. Sedangkan metode steganografi yang digunakan yaitu

metode Pixel Value Differencing (PVD) untuk proses penyisipan dan ekstraksi

informasi. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada setiap prosesnya yaitu sebagai

(42)

1. Proses Penyisipan

a. Pengirim memilih file pesan yang akan disisipkan

b. Pengirim melakukan enkripsi terhadap pesan menggunakan algoritma

rijndael 128bit.

c. Pengirim memilih file citra yang akan digunakan sebagai media

penampung dari pesan.

d. Pengirim melakukan proses penyisipan menggunakan metode Pixel Value

Differencing (PVD).

2. Proses Ekstraksi

a. Penerima memilih file citra yang telah disisipkan pesan (stego object)

b. Penerima melakukan proses ekstraksi menggunakan metode Pixel Value

Differencing (PVD).

c. Penerima melakukan dekripsi terhadap pesan menggunakan algoritma

rijndael 128bit.

d. Penerima menyimpan pesan yang telah diekstraksi dari citra.

Tahapan-tahapan proses pada aplikasi steganografi secara umum dapat dilihat

pada gambar III.1.

(43)

III.1.2.1 Analisis Algoritma Rijndael

Algoritma rijndael merupakan algoritma kriptografi yang sifatnya simetris

dan cipher block. Dengan demikian algoritma ini mengunakan kunci yang sama

saat enkripsi dan dekripsi serta masukan dan keluarannya berupa blok dengan

jumlah bit tertentu. Algoritma rijndael yang digunakaan pada aplikasi

steganografi yang dibangun menggunakan ukuran blok dan kunci 128bit.

Algoritma rijndael terdapat dua proses yaitu proses penjadwalan kunci dan

enkripsi.

III.1.2.1.1 Analisis Penjadwalan Kunci

Proses penjadwalan kunci merupakan proses dimana cipherkey di

jadwalkan untuk menghasilkan subkey-subkey yang digunakan untuk proses

enkripsi dan dekripsi pada algoritma rijndael. Contoh penjadwalan kunci pada

algoritma rijndael jika diketahui kunci yang akan digunakan untuk enkripsi

dengan panjang 16 byte yaitu:

Cipherkey = abcdefghijklmnop

Tahap awal ubah cipherkey kedalam bentuk hexadecimal menjadi sebagai berikut:

Cipherkey = 61 62 63 64 65 66 67 68 69 6a 6b 6c 6d 6e 6f 70

Tahap selanjutnya melakukan operasi-operasi penjadwalan kunci.

Operasi-operasi yang dilakukan yaitu RotWord, SubByte, dan melakukan operasi XOR

untuk menghasilkan subkey. Operasi-operasi yang dilakukan yaitu sebagai

berikut:

1. Masukan cipherkey tersebut kedalam blok 16 byte menjadi.

�=

2. Melakukan operasi RotWord pada kolom terakhir dari ciphertext.

6

(44)

6

5. Melakukan operasi XOR untuk untuk kolom selanjutnya dengan kolom yang

baru.

6. Simpan kedalam subkey.

� �=

Subkey ini yang akan digunakan untuk proses enkripsi atau dekripsi pada

algoritma rijndael pada round ke-1 untuk round selanjutnya dilakukan

(45)

III.1.2.1.2 Analisis Proses Enkripsi Algoritma Rijndael

Proses enkripsi pada algoritma rijndael terdiri dari empat operasi yaitu

Add Round Key, Sub Bytes, Shift Rows, dan Mix Columns. Operasi-operasi ini

diulang terus-menerus hingga menghasilkan ciphertext. Jumlah perulangan yang

dilakukan tergantung pada ukuran blok dan kunci yang digunakan, dalam hal ini

ukuran blok dan kunci yang digunakan yaitu 128 bit, sehingga berdasarkan pada

tabel II.1, maka perulangan yang dilakukan sebanyak 10 kali. Contoh enkripsi

pada algoritma rijndael, jika diketahui kunci dan plaintext yang akan digunakan

untuk enkripsi dengan panjang 16 byte.

Cipherkey = abcdefghijklmnop

Plaintext = UNIKOM BANDUNG !

Tahap awal ubah cipherkey dan plaintext kedalam bentuk hexadecimal menjadi

sebagai berikut:

Cipherkey = 61 62 63 64 65 66 67 68 69 6a 6b 6c 6d 6e 6f 70

Plaintext = 55 4e 49 4b 4f 4d 20 42 41 4e 44 55 4e 47 20 21

Masukan cipherkey dan plaintext ke dalam blok 16 byte sehingga menjadi

� =

dilakukan operasi-operasi enkripsi pada algoritma rijndael sebagai berikut:

1. Melakukan operasi AddRoundKey dengan melakukan operasi XOR pada

setiap kolom di state dengan kolom di ciphertext, sehingga menghasilkan state

baru seperti berikut.

� =

2. State yang telah dilakukan operasi AddRoundKey tersebut dilakukan

perulangan dengan urutan operasi pertama yaitu operasi SubByte. Operasi ini

yaitu melakukan subtitusi state dengan tabel s-box pada tabel II.2 sehingga

(46)

� =

baris terakhir dari state seperti berikut:

� =

4. Melakukan operasi MixColumns yaitu melakukan perkalian tiap kolom pada

state dengan matriks seperti berikut.

4

5. Melakukan AddRoundKey kembali dengan menggunakan SubKey hasil dari

penjadwalan kunci CipherKey.

Sehingga menghasilkan state baru yaitu

� =

Semua operasi tersebut diulang sebanyak 10 kali hingga mendapatkan

ciphertext. Untuk perulangan 1 sampai 9 dilakukan operasi SubByte, ShiftRow,

MixColumn, dan AddRoundKey. Sedangkan untuk perulangan terakhir hanya

(47)

Proses dekripsi menggunakan algoritma rijndael merupakan kebalikan dari

proses enkripsi. Operasi-operasi yang dilakukan yaitu InvSubByte, InvShiftRow,

InvMixColumn, dan AddRoundKey.

III.1.2.2 Analisis Metode Pixel Value Differencing (PVD)

Metode Pixel Value Differencing (PVD) merupakan salah satu metode

steganografi pada citra digital yang beroperasi pada ranah spasial. Konsep dari

metode ini yaitu dengan menyisipkan pesan kedalam dua pixel yang bertetangga,

dengan memanfaatkan perbedaan intensitas warna dari kedua pixel yang

bertetangga tersebut. Seperti halnya metode steganografi lainnya, pada metode ini

terdapat dua proses yaitu proses penyisipan/embedding dan pengungkapan/

ekstraksi.

III.1.2.2.1 Analisis Proses Penyisipan/Embedding

Proses penyisipan yaitu proses menyembunyikan informasi kedalam

media penampung, dalam hal ini media penampung berupa citra digital. Proses ini

akan menghasilkan citra yang telah disisipkan pesan (stego-object) yang

menyerupai dengan citra sebelum disisipkan pesan. Proses penyisipan pada

metode pixel value differencing terlihat pada gambar III.2.

Gambar III.2 Proses Penyisipan Pesan

Contoh proses penyisipan, jika diketahui pesan yang akan disisipkan

berupa file unikom.txt dengan isi pesan yaitu “UNIKOM BANDUNG !”. Tahap

awal yang dilakukan yaitu merubah isi pesan kedalam bentuk biner seperti pada

(48)

Gambar III.3 Perubahan Pesan Teks ke Bit

Tahap selanjutnya yaitu mengambil nilai pixel dari citra yang akan disisipkan

pesan. Jika diketahui citra yang digunakan yaitu lena.bmp dengan nilai pixel

seperti pada gambar III.4.

Gambar III.4 Nilai Pixel Dari Citra Cover

Maka tahap selanjutnya yaitu melakukan proses penyisipan menggunakan metode

pixel value differencing dengan tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Mengambil pixel yang bertetangga dari citra. Contoh pixel yang bertetangga

yaitu pixel(0,0) dengan pixel(0,1) seperti pada gambar III.5. Nilai dari pixel

yang bertetangga tersebut diambil untuk dilakukan penyisipan. Jika Pi dan Pi+1

merupakan pixel yang bertetangga, maka � = 100 dan �+1 = 126.

Gambar III.5 Pixel yang Bertetangga Dari Citra Cover

(49)

2. Menghitung nilai differencing value dari kedua pixel tersebut menggunakan

persamaan II.4 yaitu = |100−126|, sehingga didapat = 26.

3. Mencari letak continues range dari nilai difference value pada skema wu dan

tsai R = {[0,7],[8,15],[16,31],[32,63],[64,127],[128,255]}. Letak continues

range yang didapat dari = 26 yaitu [16, 31] dimana = 16, dan = 31.

4. Menghitung berapa banyak bit dari pesan yang dapat disisipkan kedalam

kedua pixel yang dibandingkan menggunakan persamaan II.5 yaitu =

2(31 – 16) sehingga didapat = 4, maka ambil bit dari pesan sebanyak t yaitu 0101.

5. Mengubah nilai bit sebanyak t kedalam nilai decimal. Bit informasi yang

disisipkan yaitu 0101, maka nilai decimal-nya yaitu 5 atau = 5.

6. Menghitung nilai differencing value yang baru menggunakan persamaan II.6, ′ = 16 + 5 sehingga didapat nilai differencing value yang baru yaitu =

21.

7. Melakukan penyisipan dengan mengubah nilai dari pixel yang dibandingkan

dengan nilai pixel yang baru sesuai dengan aturan – aturan yang ada, dimana

m = 5 didapat menggunakan persamaan II.7 yaitu = |21−26|. Aturan yang terpenuhi yaitu ′ < dan�′ < �′+1, maka �′ = 100 + 5/2

dan�′+1 = 126− 5/2 .

8. Menyimpan nilai pixel yang baru yaitu �′ = 102 dan �′+1 = 123 kedalam citra. Tahapan ini dilakukan sampai semua pesan tersisipi, sehingga menjadi

seperti pada gambar III.6.

(50)

III.1.2.2.2 Analisis Proses Pengungkapan / Ekstraksi.

Proses ekstraksi yaitu proses pengambilan informasi yang tersembunyi

pada citra digital. Proses ini akan menghasilkan file informasi yang

disembunyikan, dengan masukan berupa citra stego-object. Proses ekstraksi pada

metode pixel value differencing terlihat pada gambar III.7.

Gambar III.7 Proses Ekstraksi Pesan

Tahap awal pada proses ekstraksi pesan yaitu mengambil nilai pixel dari

citra yang telah disisipkan pesan. Jika diketahui citra yang digunakan yaitu

StegaLena.bmp dengan nilai pixel seperti pada gambar III.8.

Gambar III.8 Nilai Pixel Dari Citra Stego

Maka tahap selanjutnya yaitu melakukan proses ekstraksi menggunakan metode

pixel value differencing dengan tahapan-tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Mengambil pixel yang bertetangga dari citra. Contoh pixel yang bertetangga

yaitu pixel(0,0) dengan pixel(0,1) seperti pada gambar III.9. Nilai dari pixel

yang bertetangga tersebut diambil untuk dilakukan penyisipan. Jika Pi dan Pi+1

(51)

Gambar III.9 Pixel yang Bertetangga Fari Citra Stego

2. Menghitung nilai differencing value dari kedua pixel tersebut menggunakan

persamaan II.4 yaitu = |102−123|, sehingga didapat = 21.

3. Mencari letak continues range dari nilai difference value pada skema wu dan

tsai R = {[0,7],[8,15],[16,31],[32,63],[64,127],[128,255]}. Letak continues

range yang didapat dari = 21 yaitu [16, 31] dimana = 16, dan = 31.

4. Menghitung berapa banyak bit dari informasi yang disisipkan kedalam kedua

pixel. Banyak bit tersebut dihitung menggunakan persamaan II.5 yaitu

= 2(31 – 16) sehingga didapat = 4, atau terdapat 4 bit pesan yang disisipkan pada kedua pixel.

5. Menghitung nilai b atau nilai decimal dari bit pesan yang disisipkan dengan

menggunakan persamaan II.6 yaitu = 21−16 sehingga didapat nilai = 5

atau nilai decimal dari bit pesan adalah 5.

6. Mengubah nilai b atau nilai decimal pesan kedalam bentuk bit sebanyak t,

maka didapat bit pesan 0101.

Tahapan-tahapan pada metode pixel value differencing tersebut diulang

hingga semua pesan yang terdapat di dalam citra terekstrak. Tahap selanjutnya

setelah semua pesan terekstrak yaitu merubah pesan dalam bentuk biner ke bentuk

semula. Jika pesan yang disisipkan berupa pesan teks, maka diubah kedalam

bentuk teks seperti pada gambar III.10.

Gambar III.10 Perubahan Pesan Bit ke Teks

(52)

III.1.3 Analisis Kebutuhan non-Fungsional

Analisis kebutuhan nonfungsional adalah sebuah langkah dimana seorang

pembangun aplikasi menganalisis sumber daya yang dibutuhkan untuk

menggunakan aplikasi yang akan dibangun. Analisis kebutuhan nonfungsional

yang dilakukan dibagi dalam tiga tahap, yaitu analisis pengguna (user), analisis

kebutuhan perangkat keras, dan analisis perangkat lunak.

III.1.3.1 Analisis Pengguna

Pengguna yang akan menggunakan aplikasi steganografi ini dibagi

menjadi dua bagian yaitu bagian pengirim dan penerima dengan kebutuhan

spesifikasi seperti pada tabel III.1.

Tabel III.1 Kebutuhan Pengguna Aplikasi

Tipe

Pengirim Dapat melakukan operasi enkripsi pesan dan

Penerima Dapat melakukan operasi dekripsi pesan dan ekstrak pesan dari citra.

Dapat mengoperasikan

III.1.3.2 Analisis Kebutuhan Perangkat Keras

Perangkat keras merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi

pembuatan steganografi. Perangkat keras akan mempengaruhi kinerja dari

pembuatan steganografi, semakin tinggi spesifikasi dari perangkat keras yang

digunakan maka akan semakin cepat pula pembuatan steganografinya. Perangkat

keras yang digunakan pada pembangunan aplikasi steganografi ini yaitu seperti

Gambar

Gambar II.5.
Gambar III.5 Pixel yang Bertetangga Dari Citra Cover
Gambar III.9 Pixel yang Bertetangga Fari Citra Stego
Gambar III.11 Use Case Diagram Aplikasi Steganografi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kepada skop kajian ini, populasi kajian yang digunakan oleh penyelidik adalah terdiri daripada pelajar tahun akhir (Perdana) Program Kemahiran Hidup (SPH), dari

29 Rosady Ruslan, Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan Pemulihan Citra, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1995), h 66.. profesional dan dapat diandalkan

ASUHAN KEBIDANAN BERKELANJUTAN..., Endah Yuliana Rosita Sari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,

Dari grafik dapat terlihat bahwa berdasarkan Indeks Shannon, terdapat perbedaan yang cukup jelas diantara kedua komunitas tersebut dengan Buyan memiliki indeks keanekaragaman yang

Judul ini dipilih karena dalam proses penulisan penulis ingin melihat bagaimana SH mencoba merekonstruksi sejarah pemerintahan Salomo dalam kerangka ideologi dan hikmat yang mereka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek imunomodulator dan dosis efektif dari ekstrak etanol daun som jawa (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) terhadap

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisis cleavage site asam amino protein F, sampel dari Surabaya merupakan virus ND

DENGAN BEEDOTNET WCMS, DIBANDING MENGGUNAKAN BAHASA PEMROGRAMAN WEB...102 GAMBAR 4.28DIAGRAM PERSENTASE KEMUDAHAN PROSES UPDATE PADA WEBSITE DENGAN BEEDOTNET WCMS...103