• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon pembantu Pegawai Pencatat Nikah Di Luar KUA Kecamatan Pinang Tanggerang (Suatu Tinjauan Implementasi PMA No 24 Tahun 2014)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon pembantu Pegawai Pencatat Nikah Di Luar KUA Kecamatan Pinang Tanggerang (Suatu Tinjauan Implementasi PMA No 24 Tahun 2014)"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan unt

PRO

F

Skripsi

ukan untuk memenuhi salah satu syarat memperol Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Mujahidah NIM: 1111044100085

ROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( AHWAL SYAKHSIYYAH )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1437H/2015 M

(2)
(3)
(4)
(5)

i

PENCATAT NIKAH DI LUAR KUA KECAMATAN PINANG KOTA TANGERANG (Suatu Tinjauan Implementasi PMA No 24 Tahun 2014). Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1436 H/ 2015 M. xi +91 halaman +101 halaman lampiran.

Tujuan utama dari adanya pencatat perkawinan adalah untuk menciptakan ketertiban yang berkaitan dengan administratif kenegaraan yang diharapkan akan mengarah kepada terciptanya ketertiban sosial kemasyarakatan. Dengan adanya pencatatan perkawinan, maka akan mendapatkan bukti pencatatan perkawinan yaitu akta nikah, oleh karena itu perkawinan yang dilangsungkan oleh seseorang akan mempunyai kekuatan yuridis.

Pendaftaran perkawinan seharusnya dilakukan langsung di KUA, akan tetapi karena kurangnya sosialisasi dari pihak KUA Kecamatan Pinang, sehingga mengakibatkan sebagian besar masyarakat bingung bagaimana alur pendaftaran perkawinan dan apa saja yang diperlukan untuk pendaftaran perkawinan serta berapa biaya perkawinan. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat melakukan pendaftaran perkawinan di rumah kediaman amil atau P3N yang dipercayai.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisa peran P3N di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah PMA No. 24 Tahun 2014. Selain itu juga untuk menganalisa respon P3N di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah PMA No. 24 Tahun 2014.

Berdasarkan analisis dan interpretasi data, maka dapat disimpulkan Peran Pembantu Pengawai Pencatat Nikah di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2014 adalah sebagai “Mitra Kerja” dalam pendaftaran pernikahan karena SK mereka dari departemen agama sudah tidak berlaku lagi dalam masalah pendaftaran pernikahan. Sebagian P3N memberikan respon positif terhadap peraturan dalam PMA No. 24 Tahun 2014, meski tidak sedikit yang memberikan tanggapan negative.

Hendaknya kepala KUA kecamatan Pinang atau pihak-pihak yang berada di KUA kecamatan Pinang supaya mensosialisasikan tentang Peraturan Menteri Agama (PMA) No 24 Tahun 2014 tentang biaya nikah di luar kantor urusan agama kecamatan, karena selama ini pihak KUA Pinang belum pernah mensosialisasikan dan pihak P3N tidak mengetahui berapa hak mereka sesungguhnya di dalam biaya tersebut.

Kata kunci: Peran, Respon, Pembantu Pengawai Pencatat Nikah. Pembimbing : H. Riza Afwi, MA.

(6)

ii

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat, taufiq, hidayatya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “RESPON PEMBANTU PEGAWAI PENCATAT NIKAH DI LUAR KUA KECAMATAN PINANG TANGERANG (Suatu Tinjauan Implementasi PMA No 24 Tahun 2014) ”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat yang dengan jasa mereka semua manusia semakin tercerahkan.

Tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang Penulis jumpai dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan sadar bahwa tidak mungkin menyelesaika semua ini sendirian. Penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan, karena dengan adanya mereka segala macam hembatan dapat teratasi oleh penulis.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Asep Saepudin JaharM.A.Phd.Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembantu Dekan I,II dan III.

(7)

iii

yang sangat berarti demi kelancaran penulisan skripsi.

4. Dr H. Kamarusdiana, S.Ag, M.H Dosen Pembimbing Akademik yang membimbing selama ini.

5. Bapak Lukman Hakim, M,Ag kepala KUA kecamatan Pinang, Asep Syaifuddin S.Ag dan Bahroji S.Ag penghulu di KUA Pinang, bapak Yayat S.sos sekretaris kelurahan Pakojan dan bapak Basuni S.sos selaku sekretaris kelurahan Kunciran Jaya yang telah bersedia membantu memberikan data dan informasi kepada Penulis.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, selama duduk dibangku perkuliahan, semoga menjadi bekal hidup kami.

7. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama staf Perpustakaan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

(8)

iv

9. Hadi Nur Pakar SH yang selalu memberikan semangat, perhatian, bantuan pemikiran, dan motivasi kepada Penulis. Terima kasih anak-anak tangga yang di berikan, seningga Penulis dapat terus melanjutkan penulisan skripsi ini.

10. Kawan-kawan seperjuangan Program studi Hukum Keluarga angkatan 2011 terutama Nadia Nur syahidah, Kamelia sari, Triana Aprianita, Nabillah, Lilis Sumiati, Savira Maharani, Epiyulianti, Burhanatut Diana, Hendrawan dan Andi Asyraf Rahman. Terima kasih atas motivasi, dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini. Semonga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi Penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian terima kasih.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Jakarta, 12 Oktober 2015 Penulis

(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii

LEMBAR PERYATAAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...7

1. Pembatasan Masalah...7

2. Perumusan Masalah...7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1. Tujuan Penelitian...8

2. Manfaat Penelitian...9

D. Metode Penelitian... ...9

E. Review Studi Terdahulu...14

F. Sistematika Penulisan...15

BAB II PENCATATAN PERKAWINAN DALAM TINJAUAN TEORI A. Pernikahan...17

(10)

x

4. Administrasi Pernikahan……… 25

B. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan………...27

1. Menurut HukumIslam...27

2. Menurut Undang-Undang………30

C. Teori Penegakan Hukum Dalam Pencatatan Perkawinan...33

D. Prosedur Pencatatan Perkawinan...35

BAB III PERAN PEMBANTU PEGAWAI PENCATAT NIKAH DALAM MENENTUKAN BIAYA NIKAH DI KECAMATAN PINANG A. Petugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di Kecamatan Pinang... 40

1. Pengertian Pembantu Pegawai Pencatat Nikah...40

2. Syarat Pengangkatan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah...41

3. Tugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah...42

4. Profil Kecamatan Pinang………43

5. Stuktur KUA Kecamatan Pinang...44

(11)

xi

BAB IV RESPON PEMBANTU PEGAWAI PENCATAT NIKAH PASCA

PMA NO 24 TAHUN 2014

A. Respon Pegawai KUA Pinang………...61

B. Respon Pegawai Kelurahan...62

C. Respon Pembantu Pegawai Pencatat Nikah ...63

D. Analisa Penulis...76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...81

B. Saran-Saran...83

DAFTAR PUSTAKA...84

LAMPIRAN A. Surat kesediaan Pembimbing………..92

B. Surat Permohonan Wawancara………...…...93

C. Surat Keterangan Sudah Wawancara………99

D. Daftar P3N di Kecamatan Pinang……….104

E. Daftar Peristiwa Nikah di KUA Pinang………...105

F. Surat Peryataan P3N Sudah Diwawancarai………....106

G. Surat Peryataan Masyarakat Sudah Diwawancarai……..….116

H. PMA No. 24 Tahun 2014………..………..125

(12)

xii

L. HasilWawancara Dengan P3N………..………..…….144

M. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat…..………..161

(13)

1 A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua mahluk-Nya, karena perkawinan adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk memberikan keturunan dan melestarikan hidupnya.1 Bila menelusuri ketentuan-ketentuan hukum Islam dalam permasalahan perkawinan, keempat imam mazhab, secara minimal semuanya mendefinisikan perkawinan dengan hubungan seksual.2

Seiring dengan berjalannya waktu, definisi tentang perkawinan mulai berubah dan disempurnakan oleh para ulama kontemporer, dengan lebih menekankan aspek tujuan dan maksud perkawinan, sebagaimana ditetapkan di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.3

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan Yang Maha Esa.4 Kemudian dalam pasal 2 ayat (2)

1

Tihami dan Sohari, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: kencana 2010), h. 6

2

Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Kontemporer, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2011), h. 259

3

Ahmad Tholabi Kharlie dan Asep Syarifuddin Hidayat, h. 160

4

(14)

dijelaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.5Sedangkan dalam KHI6pada pasal 5 dijelaskan:

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perawinan harus dicatat.

(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1954.7

Tujuan utama dari adanya pencatat perkawinan adalah untuk menciptakan ketertiban yang berkaitan dengan administratif kenegaraan yang diharapkan akan mengarah kepada terciptanya ketertiban sosial kemasyarakatan.8Sebagaimana Pasal 7 ayat 1 KHI, perkawinan “hanya” dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.9dan dengan buku nikah, mereka dapat membuktikan pula keturunan sah yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.10

Pada dasarnya Al Qur’an dan Hadits tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan.11 Namun situasi, kondisi dan kebutuhan

5

Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia, No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

6

Selanjutnya penulis akan menyebut KHI Hukum Islam dengan singkatan KHI. 7

Pasal 5 KHI.

8

Imam Syaukani,Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam Indonesia dan Relevansinya Bagi Pembangunan Hukum Nasional, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 252

9

Abdurrahman, KHI Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), cet. Ke-4, h.115

10

Abdul Manan,Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: kencana, 2006), h, xx

11

(15)

jaman sudah berubah. Jika jaman dahulu pencatatan perkawinan tidak terlalu penting, akan tetapi jaman sudah berubah justru pencatatan perkawinan merupakan hal yang penting yang harus dilakukan saat ini.12

Pelaksanaan pencatatan nikah diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975. Bahwa untuk yang beragama Islam dilaksanakan di KUA, sedangkan untuk yang non Islam dilaksanakan oleh Kantor Catatan Sipil,13 Maka pencatatan perkawinan dilakukan hanya dua instansi, yaitu Pegawai pencatat nikah, talak, rujuk dan kantor catatan sipil atau instansi penjabat yang membantunya.14

Kantor Urusan Agama15 merupakan lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat terkait dengan masalah-masalah keagamaan. Berdasarkan tatanan organisasi di lingkungan Kementrian Agama RI, KUA Kabupaten dan Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah seluruh Kecamatan di Indonesia.16 Struktur Organisasi KUA terdiri dari Kepala KUA, sekretaris, dan anggota yang terdiri dari Pegawai Pencatat Nikah (PPN). Dibawah PPN, terdapat para Pembantu Pegawai Pencatat Nikah17(P3N).

12

Yayan Sofyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam Dalam Hukum Nasional,(Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia Anggota IKAPI), h. 130

13

Yayan Sofyan, (Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia Anggota IKAPI), h. 136

14

Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia,(Jakarta: 2010), h. 23

15

Selanjutnya penulis akan menyebut Kantor Urusan Agama dengan singkatan KUA.

16

Alimin dan Euis Nurlaelawati,Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (Ciputat Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2013), h.40-41

17

(16)

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang P3N Pasal 4 ayat (3) bahwa Diangkatnya P3N sangat penting sekali dalam rangka pelayanan pernikahan kepada masyarakat, dalam suatu kecamatan terdapat banyak desa atau kelurahan, dan sangat jauh dari kantor KUA, oleh karena itu perlu diangkat seorang P3N. Selain itu P3N juga berkewajiban melaksanan pembinaan ibadah.18 Kemudian pada Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (4) tentang pencatatan nikah, bahwa yang dimaksud dengan P3N adalah anggota masyarakat tertentu yang diangkat oleh Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten atau kota untuk membantu tugas-tugas PPN di desa tertentu.19

P3N yang berkedudukan disetiap desa atau Pegawai Pencatat Nikah yang berkedudukan di setiap kecamatan yang berada di bawah struktur KUA.20 Peran Amil atau P3N, berdasarkan Surat Keputusan Kementrian Agama RI Kabupaten Kota, ada dua tugas pokok yaitu pertama bertugas membantu penghulu dalam pelayanan nikah dan rujuk, dan kedua melakukan pembinaan kehidupan beragama Islam. Akan tetapi kedudukannya di KUA bukanlah sebagai Pegawai Negeri Sipil, mereka hanya membatu penghulu dalam melancarkan administrasi perkawinan di KUA. Oleh karena itu amil atau P3N tidak mendapatkan gaji dari pemerintah.

18

Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 1989 tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah pasal 4 ayat (3)

19

Peraturan Menteri Agama RI No. 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah pasal 1 ayat (4)

20

(17)

Tarif pencatatan perkawinan telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004, tentang tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku di Departemen Agama. Biaya perkawinan apabila di KUA dan pada jam kerja dan luar jam kerja sebesar 0 rupiah atau gratis, berlaku kepada orang miskin maupun orang kaya, dan apabila di lakukan di luar KUA pada jam kerja maupun bukan jam kerja sebesar Rp 600.000, dan disetorkan atau transfer oleh calon pengantin melalui bank.21

Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 tentang tarif Nikah dan rujuk di luar KUA kecamatan, bahwa biaya nikah adalah Rp 600.00022 dan tujuan dibentuknya Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 karena untuk zona integritas KUA bebas gratifikasi dan korupsi.23

Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 bahwa P3N diangkat oleh kepala kantor Departemen Agama kabupaten atau kota yang diberitahukan oleh kepala desa atau lurah di wilayah kerjanya. Adapun tugas pokok dan fungsi P3N dalam administrasi pernikahan adalah membantu tugas Pegawai Pencatat Nikah di desa atau kelurahan tertentu seperti mengantar calon pengantin ke KUA, akan tetapi tidak termasuk menerima uang tunai pendaftaran pernikahan.

21

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

22

Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 Tentang biaya nikah dan rujuk di luar KUA kecamatan, pasal 6 ayat (1).

23

(18)

Pada Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (1) tentang biaya nikah dan rujuk di luar KUA kecamatan, bahwa mekanisme pendaftaran pernikahan calon pengantin langsung menyetorkan atau transfer melalui bank sebesar Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah), kemudian pada pasal 7 ayat (2) bukti setor biaya nikah diserahkan kepada Kepala KUA kecamatan sebagai kelengkapan administrasi pernikahan.

Pendaftaran perkawinan seharusnya dilakukan langsung di KUA, akan tetapi karena kurangnya sosialisasi dari pihak KUA Kecamatan Pinang, sehingga mengakibatkan sebagian besar masyarakat bingung bagaimana alur pendaftaran perkawinan dan apa saja yang diperlukan untuk pendaftaran perkawinan serta berapa biaya perkawinan. Hal ini mengakibatkan banyak masyarakat melakukan pendaftaran perkawinan di rumah kediaman amil atau P3N yang dipercayai di KUA Kecamatan Pinang. Adapun Mekanisme pembayaran pendaftaran pernikahan melalui P3N tidak disetorkan langsung oleh calon pengantin melalui bank tetapi yang menyetorkannya adalah P3N, sehingga biaya pendaftaran pernikahan beraneka ragam. Seharusnya amil atau P3N menjelaskan tentang berapa biaya pernikahan dan bagaimana mekanisme pendaftaran yang sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014.

(19)

melebihi ketentuan. Kemudian P3N sudah menjabat melebihi 10(sepuluh) tahun hingga lebih. Oleh karena itu penulis tertarik meneliti lebih lanjut lagi tentang “RESPON PEMBANTU PEGAWAI PENCATAT NIKAH DI LUAR KUA KECAMATAN PINANG TANGERANG (Suatu Tinjauan Implementasi PMA No. 24 Tahun 2014)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan penelitian ini, dari sekian banyak tugas P3N seperti membantu tugas-tugas Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan melaksanan pembinaan ibadah melayani pelaksanaan pada umumnya bagi masyarakat yang beragama Islam di wilayah tersebut, pembantu Badan Kesejahteraan Masjid (BKM), pembinaan pengamalan agama Islam (P2H), lembaga pengembagan Tilawatil Qur’an (LPTQ), dan badan

penasehat perkawinan perselisihan dan perceraian (BP4).

Maka pemasalahan penelitian ini akan dibatasi, meliputi tentang peran pembantu Pegawai pencatat nikah dalam masalah administrasi perkawinan. Dalam administrasi perkawinan ada berbagai macam dan jenisnya yaitu pencatat nikah, talak, dan rujuk. Maka untuk tidak melebar dalam meneliti, oleh karena itu peneliti hanya membatasi tentang peran P3N dalam administrasi pencatatan perkawinan.

2. Rumusan Masalah

(20)

dengan das sein.24 Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana peran Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2014 ?

b. Bagaimana respon Pembantu Pegawai Pencatat Nikah terhadap pelayanan pernikahan setelah Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2014?

c. Berapa besaran biaya yang dikeluarkan masyarakat kecamatan Pinang untuk pendaftaran pencaatan perkawinan pasca Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2014?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan batasan dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan:

a. Untuk mengetahui peran P3N di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah PMA No. 24 Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui respon P3N di Kecamatan Pinang terhadap pelayanan pernikahan setelah PMA No. 24 Tahun 2014 diutamakan para P3N yang sudah bertugas 10 tahun keatas.

24

(21)

c. Untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk pendaftaran pencaatan perkawinan pasca Peraturan Menteri Agama No. 24 Tahun 2014.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Secara teoritis, memberikan penjelasan tentang peran P3N setelah Peraturan Menteri Agama No.24 Tahun 2014.

b. Secara praktis, memberikan masukan dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang prosedur administrasi pernikahan dan biaya pernikahaan yang sah menurut Undang-undang sehingga tidak dimanfaatkan dengan oknum-oknum tertentu.

c. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih gelar Sarjana Syariah dalam Program Studi Hukum Keluarga di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

D. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian

Penelitian ini termasuk tipe penelitian hukum normatif (normative legal reseach). Penelitian ilmiah ini dimaksudkan untuk menentukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Metode ini sering disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen, yakni menggunakan peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum terkemuka.25

25

(22)

2. Pendekatan Penelitian

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan di dalam penelitian ini, yaitu:

a. Pendekatan Perundang-undangan

Suatu penelitian normative tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.26 Pendekatan ini dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang aturan-aturan penormaannya menjelaskan tentang peran amil atau P3N setelah Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014. b. Pendekatan Sistematika Hukum

Tujuan dari pendekatan tentang sistematika hukum adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian pokok. Pendekatan ini penting sebab masing-masing pengertian pokok tersebut mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum.27Dalam penelitian ini adalah mengenai pengertiaan P3N atau amil di KUA. 3. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori

26

Johnny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,cet.IV, (Malang: Bayumedia, 2008), h.303.

27

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, cet.I, (Jakarta:

(23)

hukum yang menjadi objek penelitian.28yang mana penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu tentang data yang dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, kata-kata yang diambil dari kalimat hasil wawancara antara peneliti dan informasi.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh pengumpul data dari objek risetnya, sedangkan data sekunder adalah semua data yang diperoleh secara tidak langsug dari objek yang diteliti.29Kedua sumber data tersebut adalah:

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder tersebut dibagi menjadi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni bahan hukum yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari Undang Undang Dasar

28

Zainuddin Ali,Metode penelitian Hukum, cet II, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 105. 29

(24)

1945; Undang Undang Perkawinan 1974; Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2004 tentang keputusan tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada depertemen agama; Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2014 tentang tarif nikah rujuk bukan pajak yang berlaku pada departemen agama; Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014 tentang tarif nikah rujuk di luar KUA kecamatan.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana, dan lain sebagainya. Bahan hukum sekunder berguna untuk memberikan peneliti semacam petunjuk atau inspirasi peneliti untuk menyelesaikan penelitiannya.30

3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus, ensklopedia, indeks dan seterusnya.

5. Metode pengumpulan data

30

(25)

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi, observasi dilakukan untuk pengamatan secara langsung objek penelitian. Tentang hal-hal yang dilakukan dalam observasi adalah mengenai keadaan di lokasi penelitian yang berkaitan dengan penelitian. Dalam hal ini penulis akan mengamati tentang sikap dan perilaku pembantu Pegawai pencatat nikah di kecamatan Pinang. b. Wawancara, ialah metode pengumpula data dengan cara Tanya

jawab kepada pihak yang bersangkutan secara langsung antara dua orang atau lebih.31 Wawancara ini dengan pihak-pihak yang terkait di Kecamatan. Pinang. Wawancara ini dilakukan terhadap 10 masyarakat kecamatan Pinang yang baru menikah dan setiap kelurahan diwakil satu orang, Kepala KUA, dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

6. Metode analisis data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa hasil studi literer (kepustakaan). Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatagorikan sebagai penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum. Sistematisasi berarti membuat

31

(26)

klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.32

7. Pedoman penulisan

Adapun sebagai pedoman dalam penulisan proposal penelitian ini, penulis mempergunakan buku pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta tahun 2012.

E. Review Studi Terdahulu

Sebelum masuk lebih jauh pembahasan ini. Penulis menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang menggangkat pembahasan tentang peran P3N dalam administrasi perkawinan akan tetapi mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun penelitian tersebut diantaranya:

1. Biaya Pencatatan Nikah (studi kasus di kecamatan pagedangan kabupaten Tangerang), Muhammad Irfan Rizkiani, NIM 111044100082 Tahun 2014. Dalam skripsi ini membahas tentang factor penyebab tingginya biaya pernikahan dan peranan amil dalam administrasi pernikahan tersebut. Perbedaannya dalam skripsi penulis membahas peran P3N dalam administrasi perkawinan pasca Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014.

2. Pemahaman Masyarakat Kecamatan Pasar Rebo Terhadap Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) studi di KUA Pasar Rebo Jakarta

32

(27)

Timur, Nurul Kawaakib, NIM 20404410352, tahun 2010. Skripsi ini membahas tentang pemahaman masyarakat terhadap P3N karena sebagian masyarakat pasar rebo memahami P3N sebagai Pegawai resmi KUA. Perbedaan skripsi penulis membahas peran P3N setelah Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014.

F. Sistematika Penulisan

Seluruh hasil penelitian di atas akan disusun dalam sebuah karya tulis dengan sistematika:

BAB I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah; pembatasan dan perumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian; metode penelitian; review studi terdahulu; kerangka teori, dan sistematika penulisan.

BAB II Berisi teori tentang perkawinan; Pengertian Perkawinan, Dasar hukum pencatatan perkawinan; menurut fiqih, pandangan para ulama, menurut undang-undang. Teori penegakan hukum dalam pencatatan perkawinan, Prosedur pencatatan perkawinan.

(28)

biaya pencatatan pernikahan menurut peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014

BAB IV Berisi penjelasan tentang respon pembantu pegawai pencatat nikah pasca Peraturan Mentri Agama Nomor 24 Tahun 2014; respon pegawai KUA Pinang, respon pegawai kelurahan, respon pembantu pegawai pencatat nikah, analisis peran P3N dan respon P3N terhadap Peraturan Menteri Agama Nomor 24 Tahun 2014

(29)

BAB II

PENCATATAN PERKAWINAN DALAM TINJAUAN TEORI A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj. Kedua kata tersebut yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi. Al-Nikah mempunyai arti Al-Wath’i, Al-Dhommu, Al-Tadakhul, al-Jam’u atau ibarat ‘an al-wath wa al-aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan, berkumpul, jima, dan akad.33

Secara terminologis perkawinan yaitu akad yang membolehkan terjadinyaistimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebab keturunan atau sebab susuan.34

Perkawinan menurut bahasa35 dapat berarti kebersamaan, berkumpul, dan menjalin ikatan antara suami istri.36 Kata nikah berasal dari bahasa Arabﺢ ﻜ ﻧ – -ح ﺎ ﻜ ﻧ ا yang berarti kawin atau perkawinan. Kata ini sudah diadopsi dan menjadi kata bahasa Indonesia yang sangat popular

33

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu), h. 4

34

Mardani,Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern,h. 4 35

Sedangkan menurut Amir, yang disebut nikah (dalam bahasa Arab), atauMarry(dalam bahasa Inggris), ialah hidup bersama antara suami dengan istri. Lihat Amir Taat Nasution,Rahasia Perkawinan Dalam Islam,Cet ke-3, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 30.

36

Abdul Aziz bin Abdurrahman, Perkawinan Dan Masalahnya, cet ke-2, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h.17

(30)

serta ditunjukan pada hajat manusia yang lain jenis dalam meresmikan perjodohannya.37

Definisi nikah menurutsyara’ adalah melakukan akad (perjanjian) antar calon suami dan istri agar dihalalkan melakukan “pergaulan” sebagaimana suami istri dengan mengikuti norma, nilai-nilai sosial dan etika agama. Sedangkan Perkawinan menurut istilah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.38

Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak jaman dulu, sekarang, dan masa akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai ikatan yang kuat(mitsậ qan ghalidzậ ),ikatan yang suci

(transenden), suatu perjanjian yang mengandung makna magis, suatu ikatan yang bukan saja hubungan atau kontrak keperdataan biasa, tetapi juga hubungan menghalalkan hubungan badan antara suami istri sebagai penyaluran libido seksual manusia yang terhormat. Oleh karena itu, hubungan tersebut dipandang sebagai ibadah.39

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam pasal 1 berbunyi:

37

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), h. 17.

38

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7

39

Yayan Sofyan, Islam-Negara (Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

(31)

“perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”

Pada pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut di atas, dapat disimpulkan rumusan arti dan tujuan dari pekawinan. Perkawinan berarti ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, sedangkan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.40

2. Rukun dan Syarat Perkawinan

Menurut syariat agama Islam, setiap perbuatan hukum harus memenuhi dua unsur, yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah unsur pokok (tiang) dalam setiap perbuatan hukum, sedangkan syarat ialah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Apabila kedua unsur ini tidak dipenuhi, maka perbuatan dianggap tidak syah menurut hukum, demikian pula untuk syahnya suatu pernikahan harus dipenuhi rukun dan syaratnya.41

Ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam upacara pernikahan. Rukun nikah adalah merupakan bagian dari hakikat akan kelangsungan perkawinan seperti laki-laki, perempuan, wali, saksi, dan sebagainya. Tanpa adanya hakikat dari pernikahan semisal laki-laki atau

40

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Azas-Azas Hukum Perkawinan Di Indonesia,

(Jakarta: Bina Aksara, 1987), h.3.

41

Kantor Kementrian Agama,Pedoman Pelaksanaan Akad Nikah Dan Beberapa Kasus

(32)

perempuan, suatu pernikahan tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan syarat nikah adalah suatu yang pasti atau harus ada ketika pernikahan berlangsung, tetapi tidak termasuk pada salah satu bagian dari hakikat pernikahan, misalnya syarat saksi untuk suatu pernikahan harus laki-laki, dewasa (baligh), berakal, dan sebagainya.42

Adapun syarat, menurut terminologi para fuqaha seperti diformulasikan oleh Muhammad Al-Khudlari dalam buku Muhammad Amin Suma” sesuatu yang ketidakadaannya mengharuskan

(mengakibatkan) tidak adanya hukum itu sendiri.”43

Menurut Jumhur ulama rukun perkawinan ada lima dan masing-masing rukun memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk memudahkan pembahasan maka uraian rukun perkawinan akan disamakan dengan uraian syarat-syarat dari rukun tersebut.44

1. Calon Suami, syaratnya adalah: a. Beragama Islam;

b. Laki-laki; c. Jelas orangnya;

d. Dapat memberikan persetujuan; e. Tidak terdapat halangan perkawinan.

42

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta:

Darussalam, 2004), h. 50.

43

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2005), h. 95

44

Kamarusdiana dan Jaenal Aripin,Perbandingan Hukum Perdata,cet ke-1 (Jakarta: UIN

(33)

2. Calon Isteri, syaratnya adalah:

a. Beragama, meskipun Yahudi atau Nashrani; b. Perempuan;

c. Jelas orangnya;

d. Dapat memberikan persetujuan; e. Tidak terdapat halangan perkawinan. 3. Wali nikah, syaratnya adalah:

a. Laki-laki; b. Dewasa;

c. Mempuyai hak perwalian;

d. Tidak terdapat halangan perwalian. 4. Saksi nikah, syaratnya adalah:

a. Minimal dua orang laki-laki; b. Hadir dalam ijab qabul; c. Dapat mengerti maksud akad; d. Islam;

e. Dewasa.

5. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:

a. Adanya peryataan mengawinkan dari wali;

b. Adanya peryataan penerimaan dari calon mempelai;

c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut;

(34)

e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;

f. Orang yang terkait dengan ijab qabul tidak sedang ihram haji atau umrah;

g. Majlis ijab dan qabul itu harus dihindari minimum empat orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.45

3. Tujuan Pernikahan

Pernikahan itu pada dasarnya suci dan mulia, ia mengandung manfaat yang banyak dalam kehidupan ini baik untuk dunia maupun untuk akhirat.46 Untuk membangun rumah tangga ideal tersebut, harus melalui ikatan perkawinan yang sah sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran islam.47Jadi tujuan yang hakiki dalam sebuah pernikahan adalah mewujudkan mahligai rumah tangga yang sakinah, yang selalu dihiasi

mawaddahdanrahmah.48

Abdullah Nasheh dalam buku Abdul Qadir Jailani (1995) menyatakan hikmah atau tujuan perkawinan antara lain sebagai berikut: a. Untuk memelihara populasi manusia.

45

Kamarusdiana dan Jaenal Arifin,Perbandingan Hukum Perdata, h. 5-6

46

Sidi Nazah Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (keluarga yang sakinah),(Jakarta: Pedomaan Ilmu Jaya, 1993), h. 26

47

Hasanuddin AF, Perkawinan dalam perspektif Al-Qur an Nikah Talak Cerai Ruju , (Jakarta: Nusantara Damai Press, 2011), h. 12

48

Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan Dan Perbedaan, (Yogyakarta:

(35)

Dengan perkawinan, manusia dapat melangsungkan kelanjutan jenis keturunannya, dengan jalan berkembang biak dan saling berhubungan satu dengan lainnya.

b. Untuk memelihara keturunan.

Dengan perkawinan anak-anak senantiasa dapat berbangga dengan garis keturunan orang tua mereka. Dengan garis keturunan ini, pertanggungjawaban pendidikan akhlak dan pemeliharaan dari segala bentuk kebejatan.

c. Menyelamatkan masyarakat dari kerusakan akhlak.

Dengan perkawinan, masyarakat dapat diselamatkan dari kerusakan akhlak dan mengamankan setiap individu dari kerusakan pergaulan.

d. Menyelamatkan masyarakat dari bermacam-macam penyakit.

Dengan perkawinan, masyarakat dapat diselamatkan dari bermacam-macam penyakit seperti penyakit sipilis, raja singa, dan penyakit keturunan yang dapat mengancam orang-orang dewasa dan anak-anak.

e. Untuk menenteramkan jiwa setiap pribadi.

Perkawinan dapat menenteramkan jiwa suami dan istri. Mereka saling melindungi dan menenteramkan serta membahagiakan.

(36)

Dengan kerja sama yang harmonis di antara suami istri, bahu membahu, untuk mencapai hasil baik.

g. Menyuburkan rasa kasih sayang ibu dan bapak.

Dari perasaan kasih sayang ini, lahirlah perasaan yang saling member dan menerima satu dengan lainnya. Dengan akal yang sehat dan perasaan yang halus, sebagai hasil kasih sayang, akan mampu dipelihara keturunan yang mulia dan cerdik.49

Tujuan pernikahan sebagaimana yang diungkapkan di atas termaktub secara jelas dalam firman Allah Swt:

Surat An-Nisa ayat (1)

                                               

Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya. Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.

Surat Ar-Rum Ayat 21:

                                     49

(37)

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir

4. Administrasi Perkawinan

Secara terminologi yang disebut “ Administrasi” adalah mengurus, mengatur, mengelola.50Menurut The Liang Gie, yang dimaksud dengan administrasi suatu prosedur penyelenggaraan oleh administratur secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.51

Administrasi atau dalam hal ini pencatatan perkawinan diberlakukan di hampir semua Negara muslim di dunia, meskipun berbeda satu sama lain dalam penekanannya. Menurut Khoiruddin Nasution, aturan pencatatan perkawinan di Negara-negara muslim dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok Negara yang mengharuskan pencatatan dan memberikan sanksi (akibat hukum) bagi mereka yang melanggar, seperti halnya di Brunei Darussalam, Singapura, Iran, India, Pakistan, Yordania, dan Republik Yaman. Sementara yang kedua, Negara-negara yang menjadikan pencatatan hanya sebagai syarat administrasi dan tidak memberlakukan sanksi atau denda bagi yang melanggar, seperti Filipina, Lebanon, Maroko, dan Libya. Ketiga, Negara yang mengharuskan

50

Faried Ali, Teori dan Konsep Administrasi Dari Pemikiran Paradigmatik Menuju

Redefinisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 19.

51

(38)

pencatatan tetapi tetap mengakui adanya perkawinan yang tidak dicatatkan. Hal ini hanya terjadi di Syiria.52

Perkawinan dianggap sah adalah perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya dan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di Negara Indonesia ada dua instansi atau lembaga yang diberi tugas untuk mencatat perkawinan dan rujuk. Adapun instansi atau lembaga yang dimaksud adalah kantor urusan agama kecamatan untuk nikah, talak, dan rujuk bagi yang beragama islam dan kantor catatan sipil untuk non islam.53

Fungsi dan kegunaan pencatatan dalam perkawinan adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensi atau akibat hukum dari perkawinan yang dilaksanakannya itu. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapatkan salinannya, apabila terjadi pada salah satu pihak tida bertanggung jawab, maka yang lainnya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan.

52

Ahmad Tholabi Kharlie,Hukum Keluarga Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.

182.

53

Abdul manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, cet 2 (Jakarta:

(39)

Karena dengan akta tersebut, baik istri maupun istri memiliki bukti otentik atas perubahan hukum yang telah mereka lakukan.54

B. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan 1. Menurut Hukum Islam

Pada mulanya syariat Islam baik dalam Al-Qur’an atau al-Sunnah tidak mengatur secara konkret tentang adanya pencatatan perkawinan.55 Pencatatan perkawinan tidak diberi perhatian yang serius oleh fikih walaupun ada ayat al-Qur’an mengajurkan untuk mencatat segala bentuk transaksi muamalat.56

Mengenai pencatatan transaksi mu’amalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas di dalam al-Qur’an. Ketentuan ini diungkap dalam surat al-baqarah ayat 282 yang dikenal oleh para ulama dengan ayat al-mudayanah(ayat hutang piutang) :

                                                            

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah

tidak secara tunai untuk waktu yang tidak ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang

54

Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

Nasional, (Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2012), h. 131-132.

55

Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2013), h. 91

56

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia(Studi

(40)

berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. (QS. Al-Baqarah: 282)

Secara garis besar, ayat ini berbicara tentang anjuran bahwa menurut sebagian ulama bersifat kewajiban untuk mencatat hutang piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang di hadapan pihak ketiga yang dipercaya. Selain itu, ayat ini juga menekankan perlunya menulis hutang walaupun hanya sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya. Tujuannya untuk menghindarkan terhadinya sengketa di kemudian hari.57

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bukti autentik sangat diperlukan untuk menjaga kepastian hukum bahkan secara redaksional menunjukkan bahwa catatan didahulukan daripada kesaksian, yang dalam perkawinan persaksian menjadi salah satu rukun yang harus dilaksanakan.

Pada hal yang penting sebagai keniscayaan jaman dan kebutuhan legalitas hukum adalah adanya pencatatan perkawinan.58 Suatu perkawinan, pencatatan mutlak diperlukan. Adapun fungsi dan kegunaan pencatatan adalah untuk memberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, berdasarkan i’tikad baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar-benar akan menjalankan segala konsekuensi atau akibat hukum dari perkawinan yang dilaksanakannya itu.

57

M. Quraish Shihab,Tafsir al-Misbah, vol. 1,(Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 602

58

(41)

Pencatatan perkawinan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan di dunia modern seperti sekarang ini, seseorang yang menikah tanpa dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau tidak mempunyai akta nikah, maka nikahnya tidak sah menurut undang-undang yang berlaku di suatu negara.59

Adapun pencatatan perkawinan ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh, yakni Al-Mashlahatul Mursalah.

Bahwa terdapat satu makna yang dirasa ketentuan itu cocok dengan akal

sedang dalil yang disepakati tentang (hal tersebut) tidak terdapat.

Maksud dari kaidah Ushul Fiqh diatas adalah bahwa di dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pencatatan perkawinan, maka berdasarkan Mashlahatul Mursalah untuk kedepannya pencatatan perkawinan sangat diperlukan karena dengan melakukan pencatatan perkawinan akan mendapatan bukti percatatan perkawinan yaitu akta nikah, maka pencatatan hukumnya wajib.

Perlu kita perhatikan pula Q.S An-Nisa ayat 59:

































Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad) dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan).

Kemudian berdasarkan ayat diatas dijelaskan bahwa diwajibkan melaksanakan keputusan pemerintah, dalam hal ini tentang pencatatan

59

(42)

perkawinan. Oleh karena itu setiap warga Negara yang ingin menikah harus mendaftarkan perkawinannya kepada instansi yang berwenang 2. Menurut Undang-undang

Sebelum terwujudnya Undang Undang Perkawinan Nasional60, perkawinan merupakan kumpulan kaidah (lembaga hukum) yang bertitik berat pada segi perdataannya sebagai perikatan.61

Pasal 2 Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terdiri dari 2 ayat: ayat 1 tentang sahnya, ayat 2 tentang pendaftarannya. Pasal 2 tersebut berbunyi:

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perauran perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 22 tahun 1946 itu menentukan: Nikah yang dilakukan menurut agama islam diawasi oleh Pegawai pencatatan nikah yang diangkat oleh mentri agama atau oleh Pegawai yang ditunjuk olehnya. Disini terlihat bahwa Pegawai pencatatan nikah itu hanya bertugas mengawasi terlaksana perkawinan agar perkawinan itu berlangsung menurut ketentuan-ketentuan agama islam.62

Bagi yang tidak mendaftarkan perkawinan atau yang enggan melangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai pencatat nikah, maka

60

Perkawinan sebelum berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 sifatnya sekunder, penguasa memandangnya lepas dari agama, karena itu sahnya hanya apabila sah menurut perundang-undangan Negara; dan karena sifatnya sekunder, dulu peranan Pegawai

Catatan Sipil bagi yang Kristen adalah peneguh perkawinan, artinya dialah yang menentukan

sahnya suatu perkawinan. Tanpa dia, perkawinan pada asanya tidak ada; soal apakah kemudian

diadakn upacara menurut agama atau tidak, tidak dihiraukan. Andi Tahir Hamid, Peradilan

Agama Dan Bidangnya,(Jakarta:Sinar Grafika, 1996), h.17 61

Andi ahir Hamid,Peradilan Agama Dan Bidangnya,(Jakarta:Sinar Grafika, 1996), h.17

62

Sayuti Thalib, Hukum kekeluargaan Indonesia, cet.5 (Jakarta: Universitas Indonesia,

(43)

akan menanggung risiko yuridis, perkawinannya dikualifikasikan sebagai perkawinan liar dalam bentuk kumpul kepo atau compassionate marriage.63

Pada Kompilasi hukum islam, masalah pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 5-7.

Pasal 5

(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.

Pasal 6

(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah

(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 7

(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan istbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3) Istbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas

mengenai hal-hal-hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; b. Hilangnya Akta Nikah;

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974.

63

Addul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

(44)

(4) Yang berhak mengajukan permohonan istbat nikah ialah suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

Aturan-aturan di dalam Kompilasi Hukum Islam sudah melangkah lebih jauh dan tidak hanya bicara masalah administratif. Pertama, didalam pasal 5 ada klausul yang menyatakan agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Ketertiban disini menyangkut ghayat al-tasyri’ (tujuan hukum Islam) yaitu menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat. Kedua, pada pasal 6 ayat (2) ada klausul tidak mempunyai kekuatan hukum. Jadi perkawinan yang tidak dicatat dipandang tidak sah.64

Formalitas yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan diatur dalam PP No. 9 Tahun 1974 tentang pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Peraturan tentang pencatatan pernikahan ini telah pula diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 yang berlaku sejak 2 November 1954 melalui UU No. 32 tahun 1954, yakni UU Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.65

Menurut Khairuddin Nasution yang dikutip oleh Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, bahwa Undang-undang Perkawinan bukanlah Undang-undang pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan bagi Muslim Indonesia. Sebelumnya sudah ada Undang-undang No. 22

64

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia(Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 124.

65

Addul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,

(45)

Tahun 1946, yang mengatur tentang pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk. Di dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1946 disebutkan: (i) perkawinan diawasi oleh Pegawai pencatat nikah (ii) bagi pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari Pegawai pencatat nikah dikenakan hukuman karena merupakan satu pelanggaran.66

Tujuan utama dari adanya pencatatan perkawinan adalah untuk menciptakan ketertiban yang berkaitan dengan administratif kenegaraan yang diharapkan akan mengarah kepada terciptanya ketertiban sosial kemasyarakatan. Dengan adanya tertib administrasi kenegaraan itu diharapkan peristiwa-peristiwa perkawinan di Indonesia dapat dikontrol sehingga tidak ada pihak-pihak (terutama perempuan) yang dirugikan. Dengan kata lain, peraturan perundang-undangan itu dibuat bukanya tanpa tujuan. Ketentuan pencatatan perkawinan itu hanya masalah administrasi Negara saja dan tidak ada hubungannya dengan katagori sah atau tidaknya sebuah perkawinan.67

C. Teori Penegakan Hukum Dalam Pencatatan Perkawinan

Perkawinan mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarat dan

66

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia(Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI),(Jakarta: Kencana, 2004), h. 134

67

Imam Syaukani,Rekonstuksi Epistemology Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT Raja

(46)

bernegara pada umumnya. Ada hal yang penting sebagai keniscayaan jaman dan kebutuhan legalitas hukum adalah adanya pencatatan perkawinan.68

Unsur kebijakan Negara dapat terlihat pada beberapa aturan perkawinan. Jika merujuk pada doktrin hukum islam klasik, perkawinan dianggap sah jika akad (ijab dan qabul) diucapkan di hadapan saksi, yang terdiri dari satu orang muslim laki-laki atau dua orang muslim perempuan. Fiqih tidak mengatur adanya pencatatan atau pendaftaran, namun untuk mewujudkan tujuan kemaslahatan bagi pasangan dan keluarga, pencatatan diatur dalam undang-undang di beberapa Negara muslim. Meskipun detail dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk membuat aturan itu efektif berbeda-beda, aturan pencatatan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan pada pasangan. Istri dan anak-anak utamanya.

Melalui kompilasi, Indonesia mengatur bahwa perkawinan harus dilaksanakan dengan hadirnya pencatat perkawinan yang resmi atau harus didaftarkan. Pasangan yang tidak mendaftarkan perkawinan akan mendapatkan sanksi atau akibat dari gagalnya upaya pencatatan, yaitu mereka tidak akan memperoleh bantuan hukum ketika memerlukan, ini berarti bahwa kompilasi tidak memberi ruang bagi perkawinan yang tidak terdaftar.

Percatatan perkawinan hanya merupakan masalah administrasi yang jika tidak terpenuhi tidak menyebabkan pernikahan dianggap tidak sah. Mendudukan pendaftaran sebagai murni persoalan administratif, kompilasi tidak mengatur sanksi bagi mereka yang tidak mematuhinya. Undang-undang

68

Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum

(47)

1975 yang menjelaskan penerapan undang-undang perkawinan menyebut sanksi itu tetapi ia diterapkan hanya pada para pencatata tidak mendaftar perkawinan, dia akan di denda 7.500 rupiah. Undang undang ini cenderung yang tidak mendaftarkan perkawinannya akan dihukum membayar denda.69

Agaknya masalah pencatatan perkawinan ini tidak hanya diperdebatkan apakah sebagai syarat sah atau syarat administratif. Tetapi bagaimana dibangun cara pandang baru dalam kerangka pembaharuan hukum keluarga islam di Indonesia. Menurut pendapat Atho’ Muzhar yang dikutip

oleh Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, beliau menyatakan bahwa pencatatan perkawinan harus dilihat sebagai bentuk baru cara mengumumkan (mengi’lankan perkawinan).70

D. Prosedur Pencatatan Perkawinan 1) Persyaratan Umum:

a. Calon pengatin beragama Islam

b. Umur minimal 19 Tahun untuk Pria, dan 16 Tahun untuk wanita c. Ada persetujuan kedua calon pengantin

d. Tidak ada hubungan saudara yang dilarang agama antara kedua calon pengantin.

e. Calon pengantin wanita tidak sedang terikat perkawinan dengan orang lain.

69

Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia,

(Ciputat Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2013), h.22-24

70

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan,Hukum Perdata Islam di Indonesia(Studi

(48)

f. Duda atau Janda harus sudah habis masa iddahnya.

g. Wali dan saksi harus beraga islam, dan minimal usianya adalah 19 tahun

h. Calon pengantin, wali dan saksi sehat akal. 2) Persyaratan Administrasi

a. Foto copy KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang sah. b. Foto copy KK (Kartu Keluarga)

c. Foto copy ijazah atau akte kelahiran

d. Foto copy Buku Nikah orang tua, bagi wanita

e. Pas foto berwarna (Latar biru) ukuran 2x3=4 lembar.

f. Surat keterangan Model N1, N2, N4 ditanda tangani kepala desa atau kelurahan.

g. Surat persetujuan mempelai. h. Izin Orang Tua (Model N3)

i. Surat peryataan jejaka atau perawan, bagi calon pengantin berumur 25 tahun ke atas, bermaterai Rp

6000,-j. Surat rekomendasi nikah/ numpang nikah bagi calon pengantin dari luar wilayah.

k. Izin pengadilan agama jika pria berumur kurang dari 19 tahun, dan wanita kurang dari 16 tahun.

l. Izin pengadilan agama bagi yang berpoligami

(49)

n. Surat kematian suami/isteri bagi janda/duda cerai mati dan model N6 ditanda tangani kepala desa atau kelurahan

o. Akta cerai beserta salin putusan/ penetapan dari pengadilan yang mengelurkan akta cerai

p. Bukti imunisasi TT dari Puskesmas.

Dari hasil studi dokumen diketahui prosedur pendaftaran nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pinang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Calon pengantin datang ke Ketua RT meminta surat pengantar nikah ke

Kelurahan.

2. Calon pengantin datang ke Kelurahan membawa; a. Surat pengantar dari Ketua RT

b. Foto copy Kartu Keluarga c. Foto copy KTP

d. Foto copy lunas PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Dari kelurahan calon pengantin akan mendapatkan: a. Surat keterangan untuk nikah(N1)

b. Surat keterangan asal-usul(N2) c. Surat keterangan mempelai(N3) d. Surat keterangan orang tua(N4)

e. Surat keterangan kematian suami atau istri (N6) untuk janda atau duda mati

(50)

4. Calon pengantin ke KUA atau pembantu Pegawai pencatat nikah (P3N) untuk mendaftarkan pencatatan nikah minimal 10 hari kerja sebelum akad nikah dilaksanakan, dengan membawa;

a. Surat keterangan untuk nikah(N1) b. Surat keterangan asal-usul(N2) c. Surat keterangan mempelai(N3) d. Surat keterangan orang tua(N4)

e. Surat izin orang tua apabila calon pengantin di bawah umur 21 tahun (N5)

f. Surat keterangan kematian suami/istri (N6) untuk janda/duda mati g. Dispensasi Pengadilan agama apabila di bawah umur 19 tahun bagi

calon pengantin laki-laki dan 16 tahun bagi calon pengantin perempuan. h. Akte cerai dari pengadilan apabila calon pengantin janda atau duda

cerai hidup

i. Surat izin dari atasan atau kesatuan jika calon pengantin adalah anggota TNI/PORLI

j. Rekomendasi dari camat apabila kurang dari 10 hari k. Foto kedua calon pengantin

5. Calon pengantin mengikuti kursus calon pengantin (suscatin) 6. Pelaksanaan akad nikah dipimpin oleh PPN/Penghulu/P3N.

(51)

8. PPN/Penghulu/P3N menyerahkan buku kutipan akta nikah kepada kedua mempelai sesaat akad nikah dilaksanakan.71

71

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama RI,Himpunan

(52)

45 BAB III

PERAN PEMBANTU PEGAWAI PENCATAT NIKAH DALAM MENENTUKAN BIAYA NIKAH DI KECAMATAN PINANG

A. Petugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di Kecamatan Pinang 1. Pengertian Pembantu Pegawai Pencatat Nikah

Peraturan Menteri Agama RI Nomor 11 Tahun 2007 pada Pasal 1 ayat (4) tentang pencatatan nikah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan P3N adalah anggota masyarakat tertentu yang diangkat oleh Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten atau kota untuk membantu tugas-tugas PPN di desa tertentu.72

P3N yang berkedudukan di setiap desa atau Pegawai Pencatat Nikah yang berkedudukan di setiap kecamatan berada di bawah struktur KUA.73 Pada Surat dan Intruksi Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/113 Tahun 2009 tentang penggunan dana Peneriman Negara Bukan Pajak nikah dan rujuk termasuk penataan pembantu Pegawai pencatat nikah, dijelaskan bahwa tidak boleh memperpanjang masa kerja P3N dan menggangkat P3N yang baru, kecuali untuk daerah-daerah yang sangat

72

Peraturan Menteri Agama RI No. 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah pasal 1 ayat (4)

73

(53)

memerlukan seperti daerah perdalaman, perbatasan daerah, dan kepulauan dengan persetujuan tertulis dari Dirjen Bimas Islam.74

Surat Inspektur Jenderal Kementrian Agama RI: 1J/INV/STL/R/PS. 01.5/0078/2013 tentang penataan dan batasan kewenangan P3N menegaskan bahwa P3N yang melangar atau mengabaikan tugas pokok dan fungsinya termasuk melibatkan diri dalam politik praktis dapat dikenakan sanksi pemberhentian.

2. Syarat-syarat Pengangkatan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah

Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi P3N adalah sebagai berikut:75

a. Warga Negara Republik Indonesia; b. Beragama Islam;

c. Membantu dan mengamalkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari

d. Setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia, serta tidak pernah terlibat dalam gerakan yang menentangnya;

e. Berakhlak mulia;

f. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap;

74

Surat dan Intruksi Dirjen Bimas Islam Nomor DJ.II/113 Tahun 2009 Tentang Penggunan Dana Peneriman Negara Bukan Pajak Nikah dan Rujuk Termasuk Penataan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah

75

(54)

g. Berusia antara 25-56 tahun;

h. Lulus pendidikan sekurang-kurangnya madrasah ibtidaiyah;

i. Lulus testing yang diadakan khusus untuk itu oleh kantor department agama kabupaten/kotamadia. Materi testing untuk diangkat menjadi Pembantu Pegawai Pencatat Nikah adalah sebagai berikut :76

1. Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan-peraturan pelaksanaanya;

3. Hukum munakahat dan Fiqh ibadah; 4. Tulis baca huruf Al-Qur’an;

5. Praktik khutbah dan do’a upacara nikah serta memberikan penasehat perkawinan.

3. Tugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah

Tugas Pembantu Pegawai Pencatat Nikah77sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah adalah:78

a. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di luar jawa, atas nama Pegawai pencatat nikah mengawasi nikah dan menerima pemberitahuan rujuk yang dilakukan menurut agama islam di wilayahnya.

76

Surat Edaran Nomor: D/Kep. 002/02/1990 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Agama RI No. 2 Tahun 1989 Tentang Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.

77

Sedangkan tugas tambahan P3N di Kecamatan Pinang adalah Tugas pembantu Pegawai pencatat nikah di KUA kecamatan Pinang seperti tugas Amil, lebe dan modin. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Lukman Hakim sebagai Kepala KUA Pinang, pada hari selasa, 21 April Tanggal 2015.

78

(55)

b. Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di jawa membantu mengantarkan anggota masyarakat yang hendak menikah ke Kantor Urusan Agama yang mewilahinya dan mendampinginya dalam pemeriksaan nikah dan rujuk.

Tugas P3N Adalah membantu kantor urusan agama (KUA) untuk menyaksikan pernikahan tersebut, serta mengantarkan berkas untuk pernikahan tersebut kepada kantor urusan agama (KUA) dan dicatatkan oleh petugas KUA tersebut, sedangkan P3N hanya mencatat berkas yang diserahkan kembali kepada KUA oleh P3N. Tugas P3N tidak hanya membantu PPN menikahkan saja akan tetapi setiap apa yang berhubungan dengan kegiatan Agama yang berada di daerah tersebut contohnya memandikan jenazah.79

4. Profil Kecamatan Pinang

Kecamatan Pinang merupakan kecamatan di wilayah kota Tangerang yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembentukan 7 (Tujuh) kecamatan. Kecamatan Pinang merupakan pemekaran kecamatan Cipondoh yang terletak di sebelah Kota Tangerang dengan batas wilayah sebagai berikut:80

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Cipondoh Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Karang Tengah Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan

79

Kementrian Agama Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementrian Agama, 2010), h. 12

80

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=profil%20kecamatan%20pinang%20kota %20tangerang&source=web&cd=1&ved=OCBsQFjAAahUKEwin9PDtcvIAhWNo4KHVnZAv4&url=h

(56)

Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tangerang

Adapun terdiri 11 kelurahan yang termasuk kedalam wilayah kecamatan Pinang sebagai berikut:

a. Kelurahan Pinang;

b. Kelurahan Sudimara Pinang; c. Kelurahan Neroktog;

d. Kelurahan Kunciran; e. Kelurahan Kunciran Indah; f. Kelurahan Kunciran Jaya; g. Kelurahan Pakojan; h. Kelurahan Cipete;

i. Kelurahan Panunggangan; j. Kelurahan Panunggangan Utara; k. Kelurahan Panunggangan Timur; 5. Struktur KUA Kecamatan Pinang

(57)

seluruh perka pencatatan dan se

Struktur anggota yang dan P3N.82Di

STR 6. Daftar P3N di K

Peratur Pembantu Pega Pembantu Pega pelayanan perni

81

Alimin dan Eu (Ciputat Tangerang Selata

82

Alimin dan Eu 40

rkawinan di wilayah kerjanya dapat dila n dan sesuai dengan undang-undang.81

uktur organisasi KUA terdiri dari Kepala KUA ng sebagian juga merangkap Pegawai Pencata

[image:57.595.131.508.193.464.2]

Dibawah ini bagan struktur KUA Pinang Tahun Gambar 3.1

TRUKTUR KUA KECAMATAN PINANG di Kecamatan Pinang

turan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun Pegawai pencatat nikah Pasal 4 ayat (3) bahw Pegawai Pencatat Nikah sangat penting sekal

ernikahan kepada masyarakat, dalam suatu kec

81

Euis Nurlaelawati,Potret Administrasi Keperdataan Is latan: Orbit Publishing, 2013), h. 85

82

Euis Nurlaelawati,Potret Administrasi Keperdataan Isla

dilakukan melalui

A, sekretaris, dan atat Nikah (PPN), hun 2015

G

hun 1989 Tentang ahwa diangkatnya kali dalam rangka kecamatan terdapat

81

Islam di Indonesia,

82

(58)

banyak desa atau kelurahan, dan sangat jauh dari kantor KUA, oleh karena itu perlu diangkat seorang P3N.83

[image:58.595.126.517.199.639.2]

Daftar Pembantu Pegawai Pencatat Nikah di KUA Kecamatan Pinang Kota Tangerang terdapat 27 orang P3N, akan tetapi penulis memi

Gambar

Gambar 3.1STRTRUKTUR KUA KECAMATAN PINANG
Tabel 3.1Daftar P3N Kecamatan Pinang Kota Tangerang
Tabel 3. 2Peristiwa Perkawinan di KUA Pinang
Tabel 3.2Jumlah responden bedasarkan kelompok umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah programmer yakin bahwa kode yang dibuat di bahasa abstrak ini telah teruji, maka sudah saatnya untuk melakukan transformasi dari Lingu ke bahasa konkrit yang akan digunakan

19 dengan kerajaan Mataram.Dari sini pulalah kerajaan Mataram terbagi dua.Setelah kraton Yogyakarta mendapat wilayahnya, tanah-tanah kekuasaannya secara mutlak dimiliki oleh

Untuk menjamin keberlangsungan perpustakaan, maka SDM perpustakaan sekolah harus; (1) mengembangkan kemampuan professionalnya; (2) memperhatikan kemampuan yang diperlukan dan

Faktis coklat dari minyak jarak kepyar (castor oil) yang ditambahkan dalam pembuatan selang gas LPG bagian dalam dan luar dapat berfungsi dengan baik sebagai bahan

Gisting merupakan salah satu dari 20 KUA Kecamatan di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tanggamus.. KUA Gisting merupakan pemekaran dari KUA Kecamatan

Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa Pelaksanaan tugas oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) di wilayah KUA Kecamatan Purbaratu yaitu dilaksanakan sesuai dengan

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan berdasarkan pasal 2 KMA No. 517 Tahun 2001 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan, bertugas melaksanakan sebagian tugas kantor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peran Amil dan Pegawai pencatat nikah dari KUA dalam mengatasi nikah tidak tercatat di kecamatan Sawangan Kota Depok