• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Pembiayaan Pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Pembiayaan Pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan Jakarta Selatan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

1 A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, karena mempunyai

andil besar dalam menyumbangkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

Pendidikan tidak hanya membentuk manusia unggul namun juga sebagai

landasan yang kuat dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi bangsa.

Karena itu, tidaklah heran apabila semakin baik kualitas pendidikan yang

diselenggarakan oleh suatu bangsa, maka akan berdampak pula pada semakin

baik kualitas bangsa tersebut.

Sebagaimana Islam pun telah mengajarkan dalam perintah pertamanya

yaitu membaca. Secara luas diartikan bahwa manusia diperintahkan untuk

senantiasa meneliti, mengkaji, memahami, melakukan proses pembelajaran

dan proses pendidikan dalam kehidupannya. Sesuai dengan firmanNya:



















































(2)

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq 1-5)1

“Dalam konteks SDM yang handal kita dapat mencermati hasil studi

World Bank (Bank Dunia) terhadap 150 negara, bahwa kemajuan suatu

negara ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) innovation and

creativity 45%; (2) networking 25%; (3) technology 20%; (4) natural

resources 10%.”2 Berdasarkan hasil tersebut, tiga dari empat faktor menempatkan SDM yang handal sebagai faktor yang sangat strategis.

Dimaksudkan bahwa ke depan sumber daya manusia dituntut: (1) memiliki

daya kreatif dan inovatif; (2) mampu membangun jaringan dan kerjasama; (3)

mampu mengembangkan dan mendayagunakan teknologi; (4) mampu

mengelola sumber daya alam yang dimiliki.

Studi Bank Dunia juga menunjukkan bahwa “investasi pendidikan

sebagai kegiatan inti pengembangan SDM terbukti telah memiliki,

sumbangan yang sangat signifikan terhadap tingkat keuntungan ekonomi

(MC Machon dan Boediono, 1992).”3

Negara berkembang seperti Indonesia semakin menyadari betapa

penting pendidikan bagi bangsa yang terwujud dalam Program Wajib Belajar

9 Tahun. Pendidikan berkualitas akan menyediakan investasi berupa sumber

daya manusia, yang pada akhirnya memberikan sumbangan terhadap

pembangunan sosial ekonomi melalui cara-cara meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, kecakapan, sikap dan produktivitas.

Pemerintah memang harus lebih berani menginvestasikan dana yang

cukup besar untuk sektor yang satu ini bila dibandingkan dengan sektor

lainnya. Meskipun investasi dalam sektor ini tidak menjanjikan timbal balik

atau keuntungan dalam waktu cepat bahkan mungkin baru bisa diperoleh

manfaatnya dalam kurun waktu yang cukup lama.

1

DEPAG RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema), h. 597.

2

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), Cet. I, h. 93.

3

(3)

Perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan bila dibandingkan

dengan negara lain memang masih jauh tertinggal. Misalnya dalam hal

anggaran pendidikan sesuai amanat UUD 1945 dan UU No.20 Tahun 2003

mensyaratkan anggaran untuk pendidikan alokasi 20 persen atau hanya

sebesar 1,4 persen dari GDP, sedangkan Malaysia sebesar 5,2 persen,

Singapura 3,0 persen, Thailand 4,1 persen bahkan Australia mencapai 5,6

persen.4 Pemerintah memang masih perlu didorong untuk lebih sungguh-sungguh berupaya melindungi serta memenuhi hak atas pendidikan bagi

warga negaranya.

Dewasa ini, dunia pendidikan Indonesia perlu penataan dan inovasi

dalam rangka mewujudkan manusia-manusia unggul. Sesuai dengan UU No.

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal

3, menjelaskan bahwa:

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.5

Penyelenggaraan pendidikan dengan menghasilkan output berkualitas

menjadi harapan banyak pihak namun dalam penyelenggaraan pendidikan

membutuhkan komponen-komponen yang dapat mendukung terhadap

penyelenggaraan pendidikan salah satunya yaitu komponen biaya. Komponen

biaya merupakan masukan instrumental yang penting dalam menentukan

terlaksananya proses belajar mengajar di sekolah bersama

komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di

sekolah) tidak akan berjalan karena hampir di setiap item kegiatan pendidikan

4

Joko Suryanto, dkk., Efisiensi Penggunaan APBN di Daerah: Tinjauan Terhadap Pelaksanaan BOS, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD, 2010), h. 2.

5

Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, (Jakarta: DEPAG, 2003), h. 37.

(4)

dan pembelajaran yang dilakukan sekolah menuntut pembiayaan dalam

jumlah yang mencukupi dan efisien penggunaannya.

Pengadaan sumber-sumber pembiayaan bagi pendidikan masih menjadi

masalah yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, yang diperparah dengan

krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998. Syaiful Sagala menjelaskan

bahwa keterpurukan ini menimbulkan masalah penganggaran, seperti 1) gaji

pendidik serta biaya operasional pendidikan tidak memadai, 2) dana

pemerintah yang sudah dianggarkan untuk pendidikan digunakan untuk

membayar hutang negara yang membumbung tinggi dan kebutuhan

barang-barang konsumsi, 3) masalah kritis sekolah dalam penyediaan sarana dan

prasarana pendidikan, 4) kesulitan bagi para orang tua dalam memberikan

dukungan finansial terhadap pendidikan anak-anak mereka.6 Keadaan ini disadari semakin menambah deretan anak-anak putus sekolah.

Peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah pendidikan sangat

diharapkan oleh masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang yang

telah ditetapkan pada Pasal 6 ayat 1 bahwa: “Setiap warga negara yang

berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan

dasar.”7 Ditekankan pula melalui PP No. 47 Tahun 2008 Bab VI Pasal 9 Ayat 1:”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program

wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”

8

Tetapi amanat konstitusi tersebut nampaknya masih terkendala dengan

belum meratanya anggaran pendidikan dari pemerintah. Meski pemerintah

telah menyisihkan anggaran 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan Daerah (APBN dan APBD) untuk pendidikan tetapi itu masih

perlu dijabarkan lebih rinci.9

6

Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: PT Rakasta Samasta, 2004), Cet. I, h. 186.

7

Arifin, op.cit., h. 39.

8

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, 2014, h. 6, (www.dikdas.kemdikbud.go.id)

9

(5)

Program sekolah gratis bagi siswa SD, SMP dan sederajat yang mulai

diselenggarakan oleh pemerintah sejak tahun 2005 nampak masih ada

keluhan. Pengertian gratis bukanlah gratis untuk segalanya, namun gratis

yang terbatas.10 Meskipun pendidikan dasar yang telah digratiskan masih ditemui sekolah-sekolah yang memungut biaya kepada peserta didik, seperti

uang pangkal, uang daftar ulang, uang ujian, dan iuran lain yang

memberatkan orang tua peserta didik. Kebutuhan sekolah yang tidak sedikit,

namun dana tidak mencukupi memaksa sekolah harus mencari sumber dana

lain diantaranya pungutan bagi orang tua murid. Sehingga anak didik dari

keluarga kurang mampu yang tidak sanggup membayar akhirnya memilih

untuk menghentikan pendidikan anak-anak mereka.

Pemerintah sebagai pemangku kewajiban utama mengalami keterbatasan

kemampuan dalam hal pembiayaan pendidikan. Oleh karena itu, diberlakukan

desentralisasi pendidikan demi mewujudkan pemerataan dan mutu

pendidikan, sehingga pembiayaan menjadi tanggung jawab bersama.

Berdasarkan payung hukum Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, pada BAB XIII Pasal 46 ayat 1 yaitu:

“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat”.11 Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dalam pembiayaan, melainkan

bersama-sama membantu penyediaan sumber dana pendidikan.

Disahkannya konstitusi tersebut, mendorong beberapa pihak swasta turut

ambil bagian dalam penyelenggaraan pendidikan. Jika diperhatikan saat ini

telah menjamur lembaga pendidikan yang mengedepankan proses

pembelajaran menarik, memadukan kurikulum mandiri dengan kurikulum

nasional maupun internasional, melengkapi fasilitas pendidikan untuk

menunjang kegiatan belajar mengajar. Namun, sekolah-sekolah ini hanya

dapat diakses oleh masyarakat kelas atas, sedang masyarakat kelas bawah

hanya dapat mengenyam pendidikan dengan kualitas rendah. Padahal harapan

10

Ibid., h. 166.

11

(6)

besar terhadap konstitusi tersebut, pendidikan menjadi lebih murah bahkan

gratis sehingga dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa

diskriminasi.

Pada dasarnya, masyarakat miskin yang menjadi korban dari

komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi “barang mewah” yang sulit

dijangkau masyarakat luas, khususnya masyarakat kurang mampu. Padahal

seharusnya mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negara sesuai UU

No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas BAB IV Pasal 12 ayat 1 berbunyi:

“Setiap peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka

yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.”12 Dan untuk peserta didik yang berprestasi namun tidak mampu juga telah dijamin oleh

pemerintah pada Pasal 12 ayat 1:”setiap peserta didik berhak mendapatkan

beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai

pendidikannya.”13

Namun menjadi lain kondisinya, bila kita melihat keberadaan SD Juara

yang berada di bawah naungan Rumah Zakat. SD Juara merupakan bagian

dari salah satu program Educare milik Rumah Zakat. Sekolah dasar ini

membebaskan dari segala iuran atau gratis kepada peserta didiknya. Sesuatu

yang berbeda antara SD Juara dengan sekolah pada umumnya yaitu sumber

pembiayaannya yang berasal dari zakat, infak, dan shodaqah. Tetapi sayang

biaya satuan siswa (unit cost) belum menjadi prioritas kajian dalam

manajemen pembiayaannya. Padahal sebagai lembaga pendidikan dengan

sumber dana berasal dari zakat, infak, shadaqah maka pengelolaan

pembiayaan dituntut harus transparansi serta dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, sumber dana pendidikan di sekolah ini hanya mengandalkan dana

dari Yayasan, sehingga tidak jarang mengalami keterbatasan dana untuk

penyelenggaraan pendidikannya.

Tetapi fakta menunjukkan bahwa SD Juara merupakan lembaga

pendidikan yang mampu mengelola pembiayaan pendidikannya tanpa

12

Ibid., h. 38.

13

(7)

bantuan dana pemerintah. Meskipun baru didirikan pada tahun 2007, namun

SD Juara sudah tersebar dibeberapa daerah termasuk Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Medan, Surabaya dan Jakarta.

Pendidikan dasar merupakan landasan awal peserta didik melanjutkan

melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan tidak mengesampingkan

proses pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Apabila pendidikan

dasar tidak bermutu, maka sulit diharapkan penyelenggaraan pendidikan

menengah dan pendidikan tinggi memiliki peserta didik dengan kemampuan

memadai.

memiliki peran penting sebagai landasan awal peserta didik agar dapat,

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis terdorong untuk

meneliti bagaimana manajemen pembiayaan pendidikan serta kendala yang

dihadapi dalam pembiayaan di Sekolah Dasar Juara Kebagusan-Jakarta

Selatan sehingga mampu mewujudkan sekolah gratis bagi seluruh siswanya.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk

mengadakan penelitian/membahas skripsi yang berjudul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Dasar Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan

masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini yaitu pembiayaan

pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan . Penjabaran

dari hal tersebut adalah:

1. Tingginya biaya pendidikan sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua

lapisan masyarakat.

2. Terbatasnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin.

3. Belum meratanya anggaran pendidikan dari pemerintah.

(8)

5. Belum sesuai penerapan manajemen pembiayaan di sekolah dengan

kaidah-kaidah manajemen pembiayaan pendidikan.

C. Pembatasan Masalah

Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian

selanjutnya, penulis memberikan batasan masalah sehingga kajian skripsi ini

terfokus pada pelaksanaan manajemen pembiayaan pendidikan yang meliputi

proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan

terhadap penggunaan dana demi memperlancar penyelenggaraan pendidikan

serta kendala yang dihadapi dalam manajemen pembiayaan di SD Juara

Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

D. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah

dalam skripsi ini sebagai berikut:

a. Bagaimana perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan

pembiayaan pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta

Selatan?

b. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pembiayaan di SD Juara

Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan?

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian terhadap pembiayaan pendidikan di Sekolah Dasar Juara

Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan ini diharapkan dapat memberikan

sejumlah manfaat/kegunaan, antara lain:

1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh

temuan-temuan yang menunjang pengembangan ilmu pengetahuan

dibidang pembiayaan pendidikan.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan

(9)

a. Bagi sekolah, adanya penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan

manajemen pembiayaan yang lebih baik sehingga mampu

memberikan biaya pendidikan yang lebih optimal.

b. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

kepekaan sosial dengan berkontribusi biaya pendidikan, baik yang

langsung disalurkan ke lembaga pendidikan atau melalui lembaga

zakat.

c. Bagi Dinas Pendidikan/PEMDA, adanya penelitian ini diharapkan

dapat memberikan acuan dalam pengambilan kebijakan yang lebih

bijak dalam hal pembiayaan pendidikan.

d. Bagi peneliti lainnya, adanya penelitian ini dapat menambah

pengetahuan terkait dengan manajemen pembiayaan serta dapat

dijadikan literatur dalam salah satu referensi untuk menindaklanjuti

(10)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Manajemen

1. Pengertian Manajemen

Istilah manajemen memiliki banyak makna, diantaranya pengelolaan

pengaturan, pengurusan dan lain sebagainya. Untuk menghindari tafsiran

yang berbeda-beda diantara satu dengan lainnya, maka penulis perlu

menjelaskan pengertian secara komprehensif.

Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu kata manus yang berarti

tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata tersebut kemudian

digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Kata

managere diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris dengan bentuk

kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan orang yang

melakukan kegiatan manajemen disebut manager. Akhirnya, management

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau

pengelolaan.13F 14

Sedangkan istilah manajemen belum memiliki definisi yang tetap dan

dapat diterima secara universal. Para ahli banyak mengemukakan definisi

yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan pendekatannya

masing-masing. Pada hakikatnya istilah manajemen mengandung tiga pengertian,

yaitu:

(1) Manajemen sebagai proses,

(2) Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas

manajemen,

14

(11)

(3) Manajemen sebagai ilmu dan seni.

Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai proses,

berbeda-beda definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satu pendapat

tersebut adalah menurut encyclopedia of the social science dikatakan bahwa

“manajemen adalah suatu proses dengan proses dimana pelaksanaan suatu

tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.”15

Menurut pengertian yang kedua, “manajemen sebagai kolektivitas

orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Maksud dari definisi di atas

adalah segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam

suatu badan tertentu disebut manajemen.”16

Definisi manajemen yang ketiga, yaitu manajemen sebagai ilmu dan seni.

Mengenai ini pun belum ada keseragaman pendapat di antara para ahli. Ada

yang mengatakan manajemen sebagai ilmu dan ada pula yang berpendapat

manajemen sebagai seni.

Tokoh yang mengatakan manajemen sebagai seni, yaitu Mary Parker

Follet. Definisi yang dikemukakan oleh Follet bahwa “manajemen sebagai

seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (The art of getting

things done through people).”17 Definisi ini menjelaskan bahwa cara yang dilakukan oleh seorang manajer untuk mengatur dan mengarahkan orang lain

untuk mencapai tujuan organisasi.

Adapun Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai “suatu bidang

ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami

mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan

membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat untuk kemanusiaan.”18 Definisi di atas menjelaskan bahwa manajemen dapat dikatakan sebagai suatu

15

M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1992), Cet. XIII, h. 14.

16

Ibid.

17

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. VIII, h. 3.

18

(12)

ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari sejak lama dan telah

diorganisasikan menjadi suatu teori.

Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, penulis memberikan

kesimpulan bahwa manajemen merupakan segenap orang yang melakukan

aktivitas manajerial yang diatur dan diawasi oleh seorang manajer untuk

pencapaian tujuan organisasi.

Istilah manajemen baru mulai populer pada tahun 1903 ketika Taylor

mempublikasikan karya ilmiahnya yang berjudul Shop Management. Mulai

saat itu, beberapa negara seperti Amerika dan Inggris lebih banyak

menggunakan istilah tersebut untuk organisasi komersilnya. Dewasa ini,

istilah manajemen telah digunakan hampir di semua organisasi tidak hanya

organisasi komersil namun juga organisasi non-komersil/sosial. Seperti

halnya kata manajemen telah digunakan dalam dunia pendidikan, sehingga

muncul istilah manajemen pendidikan yang pada sekarang sering digunakan.

Adapun definisi pendidikan ditinjau dari sudut hukum, definisi

pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1), yaitu:

Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.19

Sedangkan definisi manajemen pendidikan menurut Husaini Usman

dapat didefinisikan menjadi tiga bagian, yaitu:

Pertama, manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

19

(13)

Kedua, manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

Ketiga, manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

20

Dari ketiga definisi tersebut terdapat kata-kata yang sama yaitu sumber

daya pendidikan. Yang dimaksud sumber daya pendidikan adalah segala

sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada

umumnya meliputi antara lain: manusia (man), uang (money), metode

(methods), bahan-bahan (material), mesin (machine), pasar (market) yang

disingkat dengan 6 M.

2. Prinsip-prinsip Manajemen

Manajemen memiliki prinsip-prinsip yang berfungsi sebagai pedoman

umum dalam pelaksanaan aktivitas manajerial. Prinsip-prinsip tersebut tentu

saja akan menjadi penentu berhasil atau tidaknya suatu organisasi.

Prinsip-prinsip umum manajemen menurut pandangan Henry Fayol, yaitu sebagai

berikut:

a. Pembagian kerja (Division of work).

b. Wewenang dan tanggungjawab (Authority and responsibility). c. Disiplin (Discipline).

d. Kesatuan perintah (Unity of command). e. Kesatuan arah (Unity of direction).

f. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi

(Subordination of individual to the general interest). g. Imbalan atau pemberian upah (Remuneration). h. Sentralisasi atau pemusatan (Centralization). i. Jenjang (Hierarchy).

j. Keteraturan atau tatatertib (Order).

k. Keadilan (Equity).

l. Stabilitas masa jabatan personalia (Stability of tenure of personel).

m.Prakarsa (Initiative).

n. Semangat korps (Esprit’s de corps). 21

20

Usman, op. cit., h. 12.

21

(14)

Menurut Fayol prinsip-prinsip dalam manajemen di atas, perlu diaplikasikan

pada semua bentuk organisasi namun tidak bersifat kaku/luwes. Jadi dengan kata

lain, prinsip-prinsip tersebut perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi

organisasi.

Adapun Harrington Emerson melihat masalah yang terjadi pada sistem

industri seperti pemborosan dan ketidak-efisienan. Oleh karena itu Emerson

mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal, sebagai

berikut;

1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas. 2. Kegiatan yang dilakukan masuk akal. 3. Adanya staf yang cakap.

4. Disiplin.

5. Balas jasa yang adil.

6. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat dan ajeg – system informasi dan akuntansi.

7. Pemberian perintah – perencanaan dan pengurutan kerja.

8. Adanya standar-standar dan skedul-skedul – metode dan waku setiap kegiatan.

9. Kondisi yang distandardisasi. 10.Operasi yang distandardisasi.

11.Instruksi-instruksi praktis tertulis yang standar. 12.Balas jasa efisiensi – rencana insentif.22

3. Tujuan Manajemen

Pada dasarnya setiap aktivitas selalu mengarah pada tujuan yang hendak

dicapai. Pencapaian tujuan dengan tepat sasaran harus melewati proses

manajemen. Dalam hal ini tujuan manajemen adalah sesuatu yang ingin

direalisasikan.

Menurut Shrode dan Voich, tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasan. Tujuan ini bersifat jamak, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.23

22 Hani Handoko., op. cit., h. 44-45.

23

(15)

Tujuan yang hendak dicapai selalu ditetapkan dalam sebuah rencana,

karena itu tujuan yang telah ditetapkan sebaiknya harus jelas, realitas dan

menantang untuk diperjuangkan bersandar pada kemampuan yang dimiliki.

Jika tujuan yang hendak dicapai jelas, realitas dan cukup menantang maka

usaha yang dilakukan pun cukup besar namun jika tujuan terlalu mudah maka

motivasi untuk melakukan pun akan rendah.

4. Fungsi Manajemen

Kegiatan manajemen selalu mengarah pada pencapaian output organisasi

yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien,

maka manajer dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen atau

sering disebut dengan fungsi manajerial.

Sama hal dengan definisi manajemen, hingga dewasa ini belum ada

kesepakatan umum mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan mengenai fungsi-fungsi

manajemen menurut beberapa ahli, di antaranya:

Pertama, Harold Koontz dan O’Donnel berpendapat bahwa

fungsi-fungsi manajemen, meliputi:

1. Planning,

2. Organizing,

3. Staffing,

4. Directing,

5. Controlling.24

Kedua, menurut Henry Fayol menjelaskan fungsi-fungsi manajemen,

sebagai berikut:

1. Planning,

2. Organizing,

3. Commanding,

4. Cordinating,

24

(16)

5. Controlling.25

Ketiga, fungsi-fungsi manajemen sederhana yang sering diterapkan

dalam organisasi yaitu menurut George .R. Terry, meliputi:

1. Planning,

2. Organizing,

3. Actuating,

4. Controlling.26

Keempat, berbeda dengan pendapat para ahli di atas, Luther Gullick

membagi fungsi-fungsi manajemen menjadi tujuh, yaitu:

1. Planning,

2. Organizing,

3. Staffing,

4. Directing,

5. Cordinating,

6. Reporting,

7. Budgeting. 27

Kelima, menurut Lyndak F. Urwick fungsi-fungsi manajemen, sebagai

berikut:

1. Forecasting,

2. Planning,

3. Organizing,

4. Commanding,

5. Cordinating,

6. Controlling.28

Beberapa tokoh di atas berbeda pendapat mengenai fungsi-fungsi

manajemen, namun bila dicermati pada esensinya adalah sama. Dalam

fungsi perencanaan (planning) semua tokoh sepakat dan meletakkan fungsi

25

Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), Cet. II, h. 3.

26

Usman, op.cit., h. 44.

27

Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, op.cit., h. 13.

28

(17)

tersebut pada awal proses manajemen dan fungsi budgeting termasuk di

dalamnya. Fungsi pengorganisasian (organizing) dari beberapa literatur sama

dengan fungsi penyusunan personalia (staffing), dan cordinating. Fungsi

directing dan commanding termasuk bagian dari fungsi pelaksanaan

(actuating). Sedangkan fungsi reporting sama dengan fungsi controlling.

Sehingga dapat disederhanakan menjadi empat fungsi pokok manajemen,

yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan

(actuating) dan pengawasan (controling). Dari empat fungsi manajemen

tersebut, sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh George .R. Terry

atau biasa disingkat dengan istilah POAC. Fungsi manajemen inilah yang

akan menjadi bahasan dalam penelitian ini.

B.

Pembiayaan Pendidikan

1. Pengertian Pembiayaan Pendidikan

Tidak dapat dipungkiri dalam praktek manajemen pendidikan tidak dapat

terlepas dari masalah pembiayaan. Karena itu, pembiayaan pendidikan

merupakan salah satu unsur yang penting dalam kegiataan pendidikan.

Keberadaannya sebagai instrumental input untuk mencapai tujuan pendidikan

berperan sangat dominan bersama komponen-komponen lainnya. Pada

dasarnya pembiayaan pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk

memperoleh dana dan kemudian mengalokasikan dana tersebut untuk

kegiatan pendidikan. Untuk lebih jelas, ada beberapa definisi terkait dengan

pembiayaan pendidikan, yaitu:

Uhar Suharsaputra dalam bukunya Administrasi Pendidikan

mendefinisikan, “pembiayaan pendidikan merupakan kajian tentang

bagaimana pendidikan dibiayai, siapa yang membiayai serta siapa yang perlu

dibiayai dalam suatu proses pendidikan.”28F 29

29

(18)

Sedangkan Indra Bastian dalam bukunya Akuntansi Pendidikan,

mendefinisikan “pembiayaan pendidikan adalah upaya pengumpulan dana

untuk membiayai operasional dan pengembangan sektor pendidikan.” 30 Apabila dicermati dari dua pendapat di atas, pada dasarnya pembiayaan

pendidikan mencakup dua aspek, yaitu:

1. Sumber pembiayaan pendidikan

2. Alokasi pembiayaan pendidikan

2. Biaya Pendidikan

Kegiatan pendidikan pada lembaga pendidikan formal tidak lepas dari

kebutuhan akan biaya. “Dalam arti yang luas, biaya pendidikan bersifat

budgetair maupun nonbudgetair.”31

Biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya yang bersifat

budgetair yaitubiaya yang diperoleh dan dibelanjakan oleh sekolah.

Dedi Supriadi mendefinisikan, “biaya adalah semua jenis pengeluaran

yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang

maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang).”32

Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Syaiful Sagala mendefinisikan

“biaya pendidikan adalah seluruh usaha yang dicurahkan oleh pemerintah dan

masyarakat pendidikan berupa uang atau non moneter.”33

Selanjutnya Nanang Fattah menjelaskan mengenai definisi biaya

pendidikan adalah:

Sebagai jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk keperluan penyelenggaraaan pendidikan sekolah dasar yang mencakup: gaji guru, peningkatan kemampuan profesional guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang belajar, pengadaan perabot/mebeler, pengadaan alat-alat pelajaran, pengadaan buku-buku pelajaran, alat tullis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi/pembinaan pendidikan serta ketatausahaan sekolah yang semuanya diselenggaraan dalam RAPBS selama satu tahun anggaran.34

30

Bastian, op.cit., h. 160.

31

Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 23.

32

Dedi Supriadi, Satuan Biaya pendidikan dan Menengah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. VI, h. 3.

33

Sagala, op. cit., h. 176.

34

(19)

Menurut penulis berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa biaya

pendidikan adalah mencakup segala potensi baik dalam bentuk moneter/non

moneter yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan demi

pencapaian tujuan yang tentunya telah direncanakan secara sungguh-sungguh.

Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan dikenal beberapa

kategori biaya pendidikan. Kategori pertama, yaitu: (1) direct cost (biaya

langsung) dan (2) inderect cost (biaya tidak langsung).Pengertian direct cost

(biaya langsung) yaitu segala pengeluaran yang secara langsung dikeluarkan

oleh sekolah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang

dimaksud dengan inderect cost (biaya tidak langsung) adalah segala

pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan, seperti

biaya kesempatan yang hilang selama peserta didik mengikuti kegiatan

pendidikan.

Dalam bukunya, Uhar Suharsaputra menjelaskan bahwa biaya langsung

yaitu:

1. Gaji guru dan karyawan 2. Pembelian buku

3. Fasilitas kegiatan belajar mengajar 4. Alat laboratorium

5. Buku pelajaran 6. Buku perpustakaan

Sedang indirect cost (biaya tidak langsung) yaitu meliputi: 1. Biaya hidup

2. Transportasi dan

3.

biaya-biaya lainnya. 35

E. Mulyasa berpendapat bahwa “dana/biaya langsung ialah biaya yang

langsung digunakan untuk operasional sekolah dan langsung dikeluarkan

untuk kepentingan pelaksanaan proses belajar mengajar, terdiri atas biaya

pembangunan dan biaya rutin.” 36 Yang dimaksud dengan biaya pembangunan adalah biaya yang bersifat investasi dan biaya rutin adalah

35

Suharsaputra. op.cit. h. 261-262.

36

(20)

biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun. Sedang biaya tidak

langsung ialah “dana berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk

kesempatan yang hilang yang dikorbankan oleh peserta didik selama

mengikuti kegiatan belajar-mengajar.” 37

Kategori kedua, biaya pendidikan lainnya adalah social cost dan private

cost. Pengertian social cost atau biaya publik, yaitu biaya yang dikeluarkan

oleh masyarakat untuk pendidikan baik yang disalurkan langsung ke sekolah

maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan

untuk membiayai pendidikan. Sedang private cost atau disebut dengan biaya

pribadi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh keluarga untuk pendidikan

anak-anaknya, dan termasuk didalamnya forgone opportunities (biaya

kesempatan yang hilang).

C.

Klasifikasi Sumber-Sumber Biaya Pendidikan

Kebutuhan akan biaya dalam pendidikan tidaklah sedikit, karena itu

diperlukan bantuan dana dari berbagai pihak agar penyelenggaraan

pendidikan dapat terselenggara dengan baik. Sekolah perlu berupaya keras

dalam menggali sumber dana pendidikan, yaitu khususnya bagi

sekolah-sekolah swasta.

Sumber dana pendidikan adalah “pihak-pihak yang memberikan bantuan

subsidi dan sumbangan yang diterima setiap tahun oleh lembaga sekolah dari

lembaga sumber resmi dan diterima secara teratur.”38

Dedi Supriadi mengungkapkan sumber-sumber biaya pendidikan pada

tingkat makro, meliputi:

1) Pendapatan negara dari sektor pajak 2) Pendapatan dari sektor non-pajak 3) Keuntungan dari ekspor barang dan jasa

4) Usaha-usaha negara lainnya termasuk saham di BUMN

5) Bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan).39

37

Ibid.169.

38

Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 113.

39

(21)

Yang semuanya, dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (RAPBN) setiap tahunnya.

Sedang sumber pembiayaan pada tingkat mikro sesuai dengan PP No. 48

Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 2 ayat 1:”Pendanaan

pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah

daerah, dan masyarakat.”40

Secara jelas dipaparkan oleh Tim Dosen UPI, bahwa pada lazimnya sumber pembiayaan untuk sekolah mengenal dua macam pembiayaan, yaitu: pembiayaan rutin dan pembiayaan pembangunan. Untuk memperoleh biaya rutin, pimpinan sekolah harus dapat menyusun anggaran sekolah tiap tahunnya. Pimpinan juga harus memotivasi komite sekolah, sekolahnya dan masyarakat setempat dalam rangka pengumpulan dana untuk menunjang pelaksanaan pendidikan yang ditawarkan. Semua dana yang diperoleh harus dikelola secara efektif untuk menjamin agar siswa memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.41

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sumber

dana pendidikan dapat diperoleh dari berbagai pihak baik dari pemerintah

maupun dari masyarakat. Maka dari itu, pengelola sekolah perlu

mengembangkan kreativitas dalam menggali dana pendidikan tersebut.

Meskipun demikian dalam situasi bagaimanapun negara tidak boleh

melepaskan tanggung jawabnya terhadap pembiayaan pendidikan.

Adapun menurut penulis, usaha-usaha untuk mengembangkan sumber

dana pendidikan yang berasal dari masyarakat, dapat dilakukan dengan cara:

a) Menyewakan tempat usaha di lingkungan sekolah yang ditawarkan

kepada masyarakat seperti kantin, kemudian dari iuran yang mereka

bayar, akan menghasilkan pemasukan bagi sekolah.

b) Bagi sekolah islam khususnya, dapat bekerja sama dengan lembaga zakat

melalui pemberian subsidi dan sumbangan untuk penyelenggaraan

pendidikan, seperti pemberian beasiswa bagi peserta didik yang

berprestasi.

40

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PP No. 48 Tahun 2008tentang Pendanaan Pendidikan, op.cit., h. 2.

41

(22)

Selain sumber dana pendidikan yang telah diuraikan di atas, Abudin Nata

menjelaskan ada sumber dana lain, yaitu: zakat, sedekah, wakaf, hibah.42 a. Zakat

Sebagai salah satu dari rukun islam, zakat merupakan ibadah yang

berhubungan dengan harta benda dan bernilai kemasyarakatan atau sosial.

Apabila dana zakat dikelola dengan tepat maka dapat mengentaskan

kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial.

Salah satu yang berhak menerima zakat adalah fiisabilillah (untuk jalan

Allah), menurut Al-Maraghi menegaskan yang dimaksud dengan jalan Allah

ialah “kemaslahatan umum kaum muslimin yang karenanya haruslah urusan

agama dan Negara, bukan urusan individu.”43 Seperti dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) budak, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajibkan dari Allah, dan Allah mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At Taubah: 60)44

b. Sedekah

Sedekah merupakan suatu pemberian secara suka rela yang dilakukan

oleh seorang muslim dengan hanya mengharap keridhaan dan pahala semata

42

Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 344-353.

43

Ibid., h. 346.

44

(23)

dari Allah SWT. Beberapa ulama Fiqh menyebut istilah sedekah memiliki

arti sama dengan zakat. Dengan begitu, sedekah dapat diberikan kepada orang

berhak menerima zakat. Untuk itu, sedekah dapat digunakan sebagai sumber

dana pendidikan yang meliputi gaji guru, sarana dan prasarana, serta

beasiswa.

Tercantum dalam firman Allah SWT yang berbunyi:

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan mereka dari orang yang menyuruh (orang)bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberikan pahala yang besar.(Q.S. An Nisa: 114)45

c. Wakaf

Wakaf secara bebas diartikan sebagai sumbangan keagamaan (religious

endowment) yang mengandung makna keshalehan yang digunakan bagi

kepentingan umum dijalan Allah SWT.46 Ayat mengenai wakaf yang berbunyi:

45

Ibid., h. 97.

46

(24)

Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha mengetahui.(Q.S. Ali Imron: 92)47

d. Hibah

Hibah adalah pemberian harta benda kepada orang lain semasa hidup

tanpa mengharap imbalan untuk kepentingan seseorang atau untuk badan

sosial, keagamaan, ilmiah.

Ada beberapa fungsi hibah yaitu:

a. Menjembatani kesenjangan antara golongan yang mampu dan yang

tidak mampu,

b. Sarana mewujudkan keadilan sosial,

c. Salah satu upaya untuk menolong golongan yang lemah. 48

Dengan melihat kepada fungsi hibah itu sendiri, jelas bahwa hibah juga

termasuk salah satu sumber pembiayaan dalam pendidikan. Hibah ini dapat

dilihat dalam Ayat Al Qur’an yang berbunyi:

Kebajikan itu bukanlah mengahadapkan wajahmu ke arah timur dan Barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan

47

DEPAG RI, op.cit., h. 62.

48

(25)

memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang-orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 177)49

Sumber-sumber dana tersebut bersifat insidental, sangat dibutuhkan

kreativitas pengelola sekolah. Bagi sekolah negeri mungkin tidak perlu

khawatir bagaimana mendapatkan sumber dana, karena sebagian besar

dibiayai oleh pemerintah pusat maupun daerah. Lain hal dengan sekolah

swasta yang memiliki sumber dana sangat terbatas yaitu hanya bersumber

dari dana iuran siswa dan yayasan, walaupun dalam hal ini pemerintah masih

mungkin membantu.

Padahal menurut data yang dilansir oleh Depdiknas, keberadaan sekolah

dasar swasta mengalami pertumbuhan pesat dibandingkan dengan sekolah

[image:25.595.115.520.240.633.2]

dasar negeri. Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 50

Tabel 2.1

Jumlah SD Negeri dan SD Swasta

Indikator SD

Negeri Swasta Total

Jumlah Sekolah 2007/2008

132.513 12.054 144.567

Jumlah Sekolah

2008/2009 131.490 12.738

144.228

Jumlah Sekolah

2009/2010 130.563 12.689

143.252

Sumber: Departemen Pendidikan Nasional

49

DEPAG RI, op.cit., h. 27.

50

(26)

D.

Alokasi Pembiayaan Pendidikan

Alokasi merupakan aspek lain dalam pembiayaan pendidikan. Dalam hal

ini, pembiayaaan terbagi menjadi dua, ada biaya tidak langsung dan biaya

langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga

untuk membiayai proses pendidikan anak-anaknya, misalnya biaya

transportasi, biaya kesehatan, biaya hidup dan biaya kesempatan. Pembiayaan

ini sulit dihitung, karena tidak ada catatan resmi dan besarnya variatif tiap

siswa.

Sedang pembiayaan langsung adalah biaya yang dikeluarkan sekolah

dalam menunjang proses pendidikan. Pembiayaan jenis ini, lebih mudah

untuk dihitung dan menjadi pokok pokok pembahasan dalam penelitian ini.

Nanang Fattah menjelaskan hal-hal yang termasuk ke dalam biaya

langsung diantaranya:

1. Pembelian alat-alat pengajaran, 2. Sarana belajar,

3. Biaya transportasi, 4. Gaji guru.

Pada dasarnya pengeluaran-pengeluaran sekolah dikategorikan ke dalam

beberapa item, yaitu:

1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pengajaran, 2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah, 3. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, 4. Kesejahteraan pegawai,

5. Administrasi,

6. Pembinaan teknis educative, dan 7. Pendataan.50F

51

Sebagaimana telah diuraikan oleh Nanang Fattah bahwa jumlah

pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan pendidikan di SD presentase sangat

besar yaitu (81,46%) dipergunakan untuk gaji dan kesejahteraan pegawai,

selanjutnya disusul pengeluaran untuk sarana dan prasarana yaitu hanya

51

(27)

(4,92%), pengadaan alat-alat pelajaran (3,72%), pembiayaan profesi guru

(3,18%), dan yang paling kecil adalah pengeluaran sekolah (0,40%).52 Pengalokasian biaya yang sangat besar untuk gaji dan kesejahteraan pegawai

menunjukkan kecenderungan umum biaya tersebut berkontribusi paling

signifikan terhadap mutu pendidikan. Guru sebagai profesi selayaknya

memiliki hak yang sama dengan profesi lainnya. Semboyan pahlawan tanpa

tanda jasa seharusnya tidak melenakan pemerintah untuk tidak

memperjuangkan hak guru berupa gaji yang sesuai standar. Bila dicermati,

guru tidak memiliki standar upah minimum selayaknya profesi lain. Hal

demikian bukan semakin menyampingkan hak-hak mereka untuk dapat

menyejahterakan hidupnya. Bagi guru-guru PNS, mungkin tidak terlalu risau

akan gaji karena sudah mendapat anggaran dari pemerintah sesuai dengan

golongannya. Namun bagaimana dengan nasib para guru bantu yang digaji

hanya Rp. 460.000 perbulan sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh) yang

diatur dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia Nomor 034/U/2003 Pasal 2 ayat 2.53 Sebenarnya honorarium guru bantu belumlah memadai bila dibandingkan dengan beban tugas yang diterima.

Adapun standar pembiayaan yang telah diatur dalam Permendiknas 2006

tentang SI dan SKL Bab IX Pasal 62 adalah:

1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.

2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan modal kerja tetap.

3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,

b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan

52

Ibid., h. 116.

53

(28)

c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

d. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.54

Selain itu, dalam PP No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan

dijelaskan pada Pasal 3, yaitu:

(1) Biaya pendidikan terdiri atas biaya satuan pendidikan dan biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik.

(2) Biaya satuan pendidikan, meliputi:

a. Biaya investasi terdiri atas biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan.

b. Biaya operasi yang terdiri atas biaya personalia dan biaya non personalia.

c. Bantuan biaya pendidikan. d. Beasiswa.

(3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, meliputi:

a. Biaya investasi terdiri dari biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan.

b. Biaya operasi terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. (4) Biaya personalia, meliputi:

a. Biaya personalia satuan pendidikan terdiri atas: gaji pokok bagi pegawai, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural bagi pejabat struktural, tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional, tunjangan fungsional bagi guru dan dosen, tunjangan profesi bagi guru dan dosen, tunjangan khusus bagi guru dan dosen, maslahat tambahan bagi guru dan dosen, tunjangan kehormatan bagi dosen yang mmiliki jabatan professor atau guru besar.

b. Biaya personalia penyelenggaran dan/atau pengelolaan pendidikan terdiri atas gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural bagi pejabat struktural, tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.55

E.

Manajemen Pembiayaan Pendidikan

54

Redaksi Sinar Grafika, Permendiknas 2006 tentang SI dan SKL, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. II, h. 202-203.

55

(29)

Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan investasi dana yang tidak

sedikit. Agar investasi tersebut tepat sasaran membutuhkan pengelolaan

secara efektif dan efisien.

Manajemen pembiayaan pendidikan yaitu semua kegiatan yang

berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana

pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan. Memahami pengertian di

atas bahwa manajemen memiliki tiga tahapan penting, yaitu tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian. Pada dasarnya

manajemen pembiayaan di lembaga pendidikan diturunkan dari konsep

manajemen yang telah diuraikan sebelumnya. Menurut Thomas H. Jones

manajemen pembiayaan meliputi tiga fase, yaitu financial planning,

implementation involves accounting, dan evaluation involves auditing. 56 Tahap pertama yang lebih dikenal dengan budgeting memiliki fungsi sebagai

kegiatan pengkoordinasian semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai

sasaran yang diinginkan. Tahap kedua memfokuskan pada pelaksanaan

anggaran yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tahap ketiga

lebih memfokuskan pada kegiatan pertanggungjawaban penerimaan dan

penggunaan dana.

Berdasarkan pendapat tersebut maka proses pembiayaan pendidikan di

lembaga pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Perencanaan Anggaran

Tahap pertama Financial Planning atau lebih dikenal dengan sebutan

budgeting yaitu kegiatan pengkoordinasian semua sumber daya yang tersedia

untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara sistematis.

Budgeting menurut Henry Fayol adalah pendanaan yang dibutuhkan

untuk setiap kegiatan yang biasanya telah ada dalam perencanaan.57

Pendapat lain mengenai anggaran adalah “rencana yang diformulasikan

dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu tertentu (periode), serta alokasi

sumber-sumber kepada setiap bagian aktivitas.”58

56

Mulyasa, op.cit., h. 48-49.

57

(30)

Mengutip penjelasan Nanang Fattah, “anggaran merupakan rencana

operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang

yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan

lembaga dalam kurun waktu tertentu. Anggaran memuat tentang kegiatan

atau program yang akan dilaksanakan dinyatakan dalam unit (satuan)

moneter.”59

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa anggaran

merupakan proses perencanaan tentang suatu kegiatan yang akan dilakukan

dalam waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk uang untuk pencapaian

sasaran yang tepat. Sebenarnya anggaran itu tidak semata-mata berkaitan

dengan moneter, namun juga memberi gambaran terkait dengan program

yang akan dilaksanakan dalam periode tertentu.

Fungsi Anggaran

Keberadaan anggaran dalam lembaga pendidikan memiliki beberapa

fungsi. Nanang Fattah mengungkapkan fungsi-fungsi Anggaran, sebagai

berikut:

1) Fungsi perencanaan

2) Fungsi pengendalian

3) Fungsi alat bantu manajemen mengarahkan suatu lembaga

menempatkannya pada posisi yang kuat atau lemah.60

Anggaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam mencerminkan

kekuatan lembaga/organisasi dalam mencapai tujuan secara efektif dan

efisien.

Anggaran terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.

Yang dimaksud dengan sisi penerimaan adalah sejumlah dana yang diperoleh

lembaga dari beberapa sumber dana, seperti pemerintah, orang tua,

58

Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. II, h. 357.

59

Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 47.

60

(31)

masyarakat dan sumber lainnya. Sedang sisi pengeluaran adalah penentuan

besarnya biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai.

Asas-asas dalam Anggaran

Uang merupakan benda ekonomi yang cara memperolehnya tidak mudah,

artinya diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Begitu pula dalam

sebuah organisasi khususnya pendidikan, uang sebagai sumber pembiayaan

pendidikan perlu dikelola dengan baik. Oleh karena itu, perlu ada ketentuan

atau asas yang dapat mengatur agar uang yang telah dijatahkan dapat

digunakan tepat sasaran. Berpedoman pada ketentuan atau asas-asas

anggaran tersebut adalah:

a) Asas plafond, artinya bahwa anggaran belanja tidak boleh melebihi

jumlah tertinggi yang telah ditentukan. Misalnya anggaran untuk

untuk pelatihan guru tahun ini sebesar delapan juta rupiah, apabila

dana tersebut tidak mencukupi maka dapat diajukan kembali kedalam

anggaran tahun berikutnya.

b) Asas pengeluaran berdasarkan mata anggaran, artinya bahwa

“pengeluaran pembelanjaan harus didasarkan atas mata anggaran yang

telah ditetapkan.”61 Misalnya pembelian ATK sudah dijatahkan sebesar tiga juta rupiah, jika tidak cukup maka tidak bisa semaunya

menggeser uang pelatihan guru untuk menutupi kekurangan anggaran

pembelian ATK tersebut.

c) Asas tidak langsung yaitu suatu ketetapan bahwa setiap penerimaan

uang tidak boleh secara langsung digunakan untuk suatu keperluan

pengeluaran. Misalnya seluruh uang yang masuk dari sumber-sumber

dana harus disetorkan terlebih dahulu kepada bendahara agar

pengalokasian dana untuk penyelenggraan pendidikan dapat

dipertanggungjawabkan.

61

(32)

Prinsip-prinsip dan Prosedur Penyusunan Anggaran

Prinsip-prinsip penyusunan anggaran apabila dikaitkan dengan anggaran

sebagai alat perencanaan dan pengendalian menurut Nanang Fattah adalah

sebagai berikut:

• Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen organisasi.

• Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran.

• Adanya dukungan dari pelaksana dari tingkat atas sampai tingkat yang paling bawah.62

Di dalam anggaran yang disusun harus memuat informasi/data minimal

tentang; informasi dan rencana kegiatan, uraian kegiatan program, informasi

kebutuhan, data kebutuhan, jumlah anggaran, dan sumber dana.

Persoalan penting dalam penyusunan anggaran adalah bagaimana

memanfaatkan dana secara efisien dan efektif. Itulah sebabnya dalam

penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik. Tahapan

penyusunan anggaran sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.

2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan uang, jasa dan barang. 3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang sebab anggaran pada

dasarnya merupakan pernyataan finansial.

4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu.

5. Menyusun usulan Anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.

6. Melakukan revisi usulan anggaran. 7. Persetujuan revisi usulan anggaran. 8. Pengesahan anggaran.63

Proses penyusunan anggaran membutuhkan data yang akurat dan lengkap

sehingga semua perencanaan kebutuhan untuk masa yang akan datang dapat

diantisipasi dalam rencana anggaran. Proses tersebut melibatkan pimpinan

tiap-tiap unit organisasi. Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupakan

kesepakatan antara puncak pimpinan dengan pimpinan dibawahnya untuk

menentukan besarnya alokasi biaya suatu penganggaran.

62

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen, op.cit., h. 260.

63

(33)

2) PelaksanaanAnggaran.

Tahap kedua, pelaksanaan anggaran adalah kegiatan berdasarkan rencana

yang telah dibuat dan dapat dilakukan penyesuaian jika diperlukan.

Pelaksanaan baru bisa dilakukan apabila telah mendapat persetujuan

pemimpin. Pelaksanaan anggaran bukan kegiatan yang mudah, setiap

penerimaan dan penggunaan biaya harus dilakukan pembukuan (accounting)

yang tertib sesuai peraturan yang berlaku. Seyogyanya manajer/kepala

sekolah harus bertanggung jawab terhadap jalannya pelaksanaan anggaran

tersebut agar tercipta akuntabilitas.

Accounting atau akuntansi sebagaimana pendapat Arens & Loebbecke

merupakan “proses pencatatan, pengelompokkan pengikhtisaran

kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan

menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan

keputusan.”64

Kegiatan akuntansi membutuhkan sistem akuntansi yang benar. Sistem

akuntansi tersebut bertujuan untuk memastikan data keuangan dan transaksi

kegiatan diinputkan secara tepat ke dalam catatan akuntansi, sehingga apabila

laporan keuangan tersebut dibutuhkan dapat lebih akurat dan tepat waktu.

Beberapa hal terkait dengan komponen-komponen yang harus dibiayai

oleh sekolah, terdiri dari:

a. Biaya rutin 1) gaji pegawai,

2) biaya pemeliharaan gedung, 3) biaya operasional,

4) fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang habis pakai), 5) dan sebagainya.

b. Biaya pembangunan

1) biaya pembangunan fisik, 2) pembelian tanah,

3) perbaikan gedung,

4) biaya lain untuk pembelian barang-barang tidak habis pakai. 65

64

Tim Dosen Administrasi UPI, op.cit., h. 265.

65

(34)

Dana yang telah diterima oleh sekolah harus dialokasikan sesuai dengan

ketentuan pemerintah, seperti SPP, DPP, serta dana BOS.

Berdasarkan SKB Mendikbud dan Menkeu No. 0585/K/1997 dan No.

590/kmk. 03/03/1987, tanggal 24-9-1987 tentang penggunaan SPP

(Sumbangan Pembinaan Pendidikan) dan DPP (Dana Penunjang Pendidikan)

meliputi:

•Untuk pelaksanaan pelajaran sekolah

•Untuk tata usaha sekolah

•Untuk perbaikan sarana

•Untuk kesejahteraan pegawai sekolah

•Untuk pekan olahraga dan seni (PORSENI)

•Untuk pengadaan buku rapor

•Untuk penyelenggaraan EBTA dan STTB

•Untuk supervisi

•Untuk pembinaan pengelolaan Subsidi/Bantuan

•Untuk pendataan 66

Sejak tahun 2005 dana BOS telah dialokasikan baik ke sekolah negeri

maupun sekolah swasta. Alokasi dana BOS pada tahun anggaran 2012 untuk

SD sebesar Rp. 580.000 per siswa per tahun dan SMP sebesar Rp. 710.000,-

per siswa per tahun.67Bagi setiap sekolah dana BOS hanya dapat dialokasikan sesuai dengan Buku Panduan 2006, yaitu:

1. Pembiayaan kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru:

Biaya pendaftaran, Penggandaan formulir, Administrasi pendaftaran, Pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.

2. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.

3. Pembelian bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.

4. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olah raga kesenian, karya ilmiah remaja, palang merah remaja dan sejenisnya.

66

Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. II, h. 192.

67

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Tentang BOS,

(35)

5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa.

6. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP, dan KKKS/MKKS. 7. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor,

perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya. 8. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon termasuk untuk

pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah.

9. Pembiayaan honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer sekolah. tambahan insentif untuk kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan sekolah ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. 10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang

menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah.

11. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah agama non Islam dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan pembelian peralatan ibadah.

12. Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, pengandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.

13. Bila seluruh komponen komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran.68

3) Pengawasan Anggaran

Tahap ketiga dalam manajemen biaya adalah pengawasan anggaran.

Pengawasan adalah proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh

kegiatan organisasi untuk menjamin pekerjaan yang sedang dilakukan

berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Sedang yang dimaksud

dengan “pengawasan anggaran adalah suatu sistem penggunaan

bentuk-bentuk sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi

kegiatan-kegiatan manajerial dengan melakukan perbandingan pelaksanaan

nyata dan pelaksanaan yang direncanakan.”69

Pada dasarnya, pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur,

membandingkan, menilai alokasi biaya, dan tingkat penggunaannya.

Diharapkan pengawasan anggaran tidak hanya berfungsi untuk menilai

sebuah kegiatan berjalan atau tidak sesuai rencana namun perlu ada timbal

balik (feed back) dari hasil pengawasan. Hal pokok dari pengawasan adalah

68

Suryanto, dkk., op. cit., h. 19-20.

69

(36)

untuk mengetahui sejauhmana tingkat efektifitas dan efisiensi sumber dana

yang tersedia.

Prinsip-Prinsip pengawasan

Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan

kebudayaan (Rakernas, 1999), dinyatakan bahwa sistem pengawasan harus

berorientasi kepada hal-hal berikut:

a) Sistem pengawasan fungsional

b) Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti

c) Pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis d) Pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyelesaian masalah e) Pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten

f) Akurat g) Tepat waktu

h) Objektif dan komprehensif

i) Tidak mengakibatkan pemborosan.

j) Pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang telah dibuat.

k) Pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana semula. 70

Pendapat Nanang Fattah bahwa proses pengawasan terdiri dari kegiatan

pokok, diantaranya:

1) Memantau

2) Menilai, dan

3) Melaporkan 71

Proses pengawasan anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:

INPUT PROSES

Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam proses pengawasan yaitu:

70

Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit.,, h. 65-66.

71

Ibid, h. 66

(37)

1) Membuat patokan yang dipergunakan berupa ukuran kuantitas, kualitas,

biaya dan waktu, sehingga pengawasan fokus pada apa yang ingin dinilai;

2) Mengukur dan membandingkan antara realita yang terjadi di lapangan

dengan standar yang telah ditetapkan;

3) Identifikasi penyimpangan;

4) Menentukan tindakan perbaikan yang kemudian menjadi materi

rekomendasi.

Cara-cara mengawasi

Supaya pengawasan yang dilakukan oleh seorang atasan efektif, maka

haruslah terkumpul fakta-fakta di tangan pemimpin yanag bersangkutan.

Guna pengawasan seperti ini, ada beberapa cara untuk mengumpulkan

fakta-fakta, yaitu:

1. Peninjauan pribadi,

2. Interview atau lisan,

3. Laporan tertulis,

4. Laporan dan pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa.72

Pertama, peninjauan pribadi (personal inspection) adalah mengawasi

dengan jalan meninjau secara pribadi sehingga dapat dilihat sendiri

pelaksanaan pekerjaan.

Kedua, lisan yaitu pengawasan yang dilakukan dengan mengumpulkan

fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan.

Ketiga, laporan tertulis merupakan suatu pertanggungjawaban kepada

atasan mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya sesuai dengan intruksi dan

tugas-tugas yang diberikan atasan kepadanya.

Keempat, pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa adalah

suatu sistem pengawasan yang ditujukan apabila ditemui peristiwa-peristiwa

yang khusus.

72

(38)

Dalam pengawasan anggaran biasanya dilakukan oleh pihak luar

lembaga, seperti BPK dan pimpinan langsung terhadap penerimaan dan

pengeluaran biaya yang dilakukan.

KERANGKA BERFIKIR

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu

menghasilkan manusia-manusia berkualitas sehingga kelak dapat

berkontribusi dalam membangun bangsanya. Berbagai sumber daya saling

mendukung dalam menunjang pencapaian tujuan pendidikan yang efektif dan

efisien. Salah satu sumber daya yang memiliki peran penting adalah uang.

Uang sebagai barang ekonomi yang cara perolehannya membutuhkan

pengorbanan perlu pengolaaan atau manajemen yang baik, agar dana-dana

yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. Manajemen pembiayaan secara

efisien dan efektif merupakan suatu kegiatan yang sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan, karena tahapan pengelolaan pembiayaan yang baik

akan menentukan kegiatan sekolah dapat terselenggara dengan baik.

Salah satu yang paling menentukan dalam manajemen pembiayaan

adalah pengelolaan pembiayaan pendidikan yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Apabila langkah-langkah

manajemen tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka tujuan pendidikan

akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.

(39)

Manajemen Pembiayaan

Tujuan Pendidikan

Pelaksanaan Pengorganisasian

(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai

melalui penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pelaksanaan manajemen pembiayaan di Sekolah Dasar Juara

Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

2. Mengetahui kendala dan upaya yang dilakukan oleh SD Juara Rumah

Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan dalam manajemen pembiayaan

pendidikan.

B.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Juara Rumah Zakat yang

berlokasi di Jalan Joe Kebagusan Dalam I No. 4 Rt 007/04 Kebagusan Pasar

Minggu-Jakarta Selatan. Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian ini

[image:40.595.115.512.265.744.2]

sesuai dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Jenis Kegiatan Keterangan

1. Persetujuan Judul September 2012

2. Konsultasi dengan Pembimbing September 2012

3. Pendekatan ke Sekolah Agustus 2012

4. Meminta Izin ke Sekolah Juli 2013

5. Pengumpulan Data Juli 2013

(41)

C.

Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini “untuk

memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara

sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.” 73

Digunakannya metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk

menggambarkan suatu kegiatan manajemen pembiayaan yang meliputi

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan di SD Juara

Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

Agar mendapatkan hasil penelitian yang mendekati akurasi yang baik

maka penulis dalam teknis penelitian menggunakan metode Field Research

(penelitian lapangan). Penelitian lapangan merupakan tindakan penelitian

yang dilakukan dimana peneliti mengamati langsung di lapangan untuk

mendapatkan data yang diperlukan.

D.

Sumber Penelitian

Agar mendapatkan informasi secara maksimum, penelitian ini diperoleh

dari beberapa sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian manajemen

pembiayaan pendidikan, terdiri dari:

1. Kepala SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

2. Bendahara SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

3. Perwakilan guru SD Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.

E.

Teknik Pengumpulan Data

73

(42)

Setiap kegiatan penelitian pada akhirnya salalu terjadi proses

pengumpulan data. Teknik/metode pengumpulan data yang tepat akan

berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara:

1. Teknik Observasi

Teknik observasi yaitu “kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan

pancaindera lainnya.”74 Dalam penelitian ini penulis melakukan

pengamatan terkait:

a. Lingkungan SD Juara Kebagusan-Jakarta Selatan.

b. Kegiatan siswa di SD Juara Kebagusan-Jakarta Selatan.

c. Proses manajemen pembiayaan di SD Juara Keba

Gambar

Tabel 2.1 Jumlah SD Negeri dan SD Swasta
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Kepala Sekolah
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Bendahara Sekolah
+5

Referensi

Dokumen terkait