1 A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa, karena mempunyai
andil besar dalam menyumbangkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.
Pendidikan tidak hanya membentuk manusia unggul namun juga sebagai
landasan yang kuat dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi bangsa.
Karena itu, tidaklah heran apabila semakin baik kualitas pendidikan yang
diselenggarakan oleh suatu bangsa, maka akan berdampak pula pada semakin
baik kualitas bangsa tersebut.
Sebagaimana Islam pun telah mengajarkan dalam perintah pertamanya
yaitu membaca. Secara luas diartikan bahwa manusia diperintahkan untuk
senantiasa meneliti, mengkaji, memahami, melakukan proses pembelajaran
dan proses pendidikan dalam kehidupannya. Sesuai dengan firmanNya:
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Alaq 1-5)1
“Dalam konteks SDM yang handal kita dapat mencermati hasil studi
World Bank (Bank Dunia) terhadap 150 negara, bahwa kemajuan suatu
negara ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu: (1) innovation and
creativity 45%; (2) networking 25%; (3) technology 20%; (4) natural
resources 10%.”2 Berdasarkan hasil tersebut, tiga dari empat faktor menempatkan SDM yang handal sebagai faktor yang sangat strategis.
Dimaksudkan bahwa ke depan sumber daya manusia dituntut: (1) memiliki
daya kreatif dan inovatif; (2) mampu membangun jaringan dan kerjasama; (3)
mampu mengembangkan dan mendayagunakan teknologi; (4) mampu
mengelola sumber daya alam yang dimiliki.
Studi Bank Dunia juga menunjukkan bahwa “investasi pendidikan
sebagai kegiatan inti pengembangan SDM terbukti telah memiliki,
sumbangan yang sangat signifikan terhadap tingkat keuntungan ekonomi
(MC Machon dan Boediono, 1992).”3
Negara berkembang seperti Indonesia semakin menyadari betapa
penting pendidikan bagi bangsa yang terwujud dalam Program Wajib Belajar
9 Tahun. Pendidikan berkualitas akan menyediakan investasi berupa sumber
daya manusia, yang pada akhirnya memberikan sumbangan terhadap
pembangunan sosial ekonomi melalui cara-cara meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, kecakapan, sikap dan produktivitas.
Pemerintah memang harus lebih berani menginvestasikan dana yang
cukup besar untuk sektor yang satu ini bila dibandingkan dengan sektor
lainnya. Meskipun investasi dalam sektor ini tidak menjanjikan timbal balik
atau keuntungan dalam waktu cepat bahkan mungkin baru bisa diperoleh
manfaatnya dalam kurun waktu yang cukup lama.
1
DEPAG RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema), h. 597.
2
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), Cet. I, h. 93.
3
Perhatian pemerintah terhadap sektor pendidikan bila dibandingkan
dengan negara lain memang masih jauh tertinggal. Misalnya dalam hal
anggaran pendidikan sesuai amanat UUD 1945 dan UU No.20 Tahun 2003
mensyaratkan anggaran untuk pendidikan alokasi 20 persen atau hanya
sebesar 1,4 persen dari GDP, sedangkan Malaysia sebesar 5,2 persen,
Singapura 3,0 persen, Thailand 4,1 persen bahkan Australia mencapai 5,6
persen.4 Pemerintah memang masih perlu didorong untuk lebih sungguh-sungguh berupaya melindungi serta memenuhi hak atas pendidikan bagi
warga negaranya.
Dewasa ini, dunia pendidikan Indonesia perlu penataan dan inovasi
dalam rangka mewujudkan manusia-manusia unggul. Sesuai dengan UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab II Pasal
3, menjelaskan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.5
Penyelenggaraan pendidikan dengan menghasilkan output berkualitas
menjadi harapan banyak pihak namun dalam penyelenggaraan pendidikan
membutuhkan komponen-komponen yang dapat mendukung terhadap
penyelenggaraan pendidikan salah satunya yaitu komponen biaya. Komponen
biaya merupakan masukan instrumental yang penting dalam menentukan
terlaksananya proses belajar mengajar di sekolah bersama
komponen-komponen lainnya. Dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan (di
sekolah) tidak akan berjalan karena hampir di setiap item kegiatan pendidikan
4
Joko Suryanto, dkk., Efisiensi Penggunaan APBN di Daerah: Tinjauan Terhadap Pelaksanaan BOS, (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPD, 2010), h. 2.
5
Anwar Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang SISDIKNAS, (Jakarta: DEPAG, 2003), h. 37.
dan pembelajaran yang dilakukan sekolah menuntut pembiayaan dalam
jumlah yang mencukupi dan efisien penggunaannya.
Pengadaan sumber-sumber pembiayaan bagi pendidikan masih menjadi
masalah yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, yang diperparah dengan
krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1998. Syaiful Sagala menjelaskan
bahwa keterpurukan ini menimbulkan masalah penganggaran, seperti 1) gaji
pendidik serta biaya operasional pendidikan tidak memadai, 2) dana
pemerintah yang sudah dianggarkan untuk pendidikan digunakan untuk
membayar hutang negara yang membumbung tinggi dan kebutuhan
barang-barang konsumsi, 3) masalah kritis sekolah dalam penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan, 4) kesulitan bagi para orang tua dalam memberikan
dukungan finansial terhadap pendidikan anak-anak mereka.6 Keadaan ini disadari semakin menambah deretan anak-anak putus sekolah.
Peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah pendidikan sangat
diharapkan oleh masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang yang
telah ditetapkan pada Pasal 6 ayat 1 bahwa: “Setiap warga negara yang
berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan
dasar.”7 Ditekankan pula melalui PP No. 47 Tahun 2008 Bab VI Pasal 9 Ayat 1:”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program
wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”
8
Tetapi amanat konstitusi tersebut nampaknya masih terkendala dengan
belum meratanya anggaran pendidikan dari pemerintah. Meski pemerintah
telah menyisihkan anggaran 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Daerah (APBN dan APBD) untuk pendidikan tetapi itu masih
perlu dijabarkan lebih rinci.9
6
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: PT Rakasta Samasta, 2004), Cet. I, h. 186.
7
Arifin, op.cit., h. 39.
8
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, 2014, h. 6, (www.dikdas.kemdikbud.go.id)
9
Program sekolah gratis bagi siswa SD, SMP dan sederajat yang mulai
diselenggarakan oleh pemerintah sejak tahun 2005 nampak masih ada
keluhan. Pengertian gratis bukanlah gratis untuk segalanya, namun gratis
yang terbatas.10 Meskipun pendidikan dasar yang telah digratiskan masih ditemui sekolah-sekolah yang memungut biaya kepada peserta didik, seperti
uang pangkal, uang daftar ulang, uang ujian, dan iuran lain yang
memberatkan orang tua peserta didik. Kebutuhan sekolah yang tidak sedikit,
namun dana tidak mencukupi memaksa sekolah harus mencari sumber dana
lain diantaranya pungutan bagi orang tua murid. Sehingga anak didik dari
keluarga kurang mampu yang tidak sanggup membayar akhirnya memilih
untuk menghentikan pendidikan anak-anak mereka.
Pemerintah sebagai pemangku kewajiban utama mengalami keterbatasan
kemampuan dalam hal pembiayaan pendidikan. Oleh karena itu, diberlakukan
desentralisasi pendidikan demi mewujudkan pemerataan dan mutu
pendidikan, sehingga pembiayaan menjadi tanggung jawab bersama.
Berdasarkan payung hukum Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pada BAB XIII Pasal 46 ayat 1 yaitu:
“Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat”.11 Dengan kata lain, pemerintah tidak boleh melepaskan tanggung jawabnya dalam pembiayaan, melainkan
bersama-sama membantu penyediaan sumber dana pendidikan.
Disahkannya konstitusi tersebut, mendorong beberapa pihak swasta turut
ambil bagian dalam penyelenggaraan pendidikan. Jika diperhatikan saat ini
telah menjamur lembaga pendidikan yang mengedepankan proses
pembelajaran menarik, memadukan kurikulum mandiri dengan kurikulum
nasional maupun internasional, melengkapi fasilitas pendidikan untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar. Namun, sekolah-sekolah ini hanya
dapat diakses oleh masyarakat kelas atas, sedang masyarakat kelas bawah
hanya dapat mengenyam pendidikan dengan kualitas rendah. Padahal harapan
10
Ibid., h. 166.
11
besar terhadap konstitusi tersebut, pendidikan menjadi lebih murah bahkan
gratis sehingga dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa
diskriminasi.
Pada dasarnya, masyarakat miskin yang menjadi korban dari
komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi “barang mewah” yang sulit
dijangkau masyarakat luas, khususnya masyarakat kurang mampu. Padahal
seharusnya mereka berhak mendapatkan perlindungan dari negara sesuai UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas BAB IV Pasal 12 ayat 1 berbunyi:
“Setiap peserta didik berhak mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka
yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya.”12 Dan untuk peserta didik yang berprestasi namun tidak mampu juga telah dijamin oleh
pemerintah pada Pasal 12 ayat 1:”setiap peserta didik berhak mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya.”13
Namun menjadi lain kondisinya, bila kita melihat keberadaan SD Juara
yang berada di bawah naungan Rumah Zakat. SD Juara merupakan bagian
dari salah satu program Educare milik Rumah Zakat. Sekolah dasar ini
membebaskan dari segala iuran atau gratis kepada peserta didiknya. Sesuatu
yang berbeda antara SD Juara dengan sekolah pada umumnya yaitu sumber
pembiayaannya yang berasal dari zakat, infak, dan shodaqah. Tetapi sayang
biaya satuan siswa (unit cost) belum menjadi prioritas kajian dalam
manajemen pembiayaannya. Padahal sebagai lembaga pendidikan dengan
sumber dana berasal dari zakat, infak, shadaqah maka pengelolaan
pembiayaan dituntut harus transparansi serta dapat dipertanggungjawabkan.
Selain itu, sumber dana pendidikan di sekolah ini hanya mengandalkan dana
dari Yayasan, sehingga tidak jarang mengalami keterbatasan dana untuk
penyelenggaraan pendidikannya.
Tetapi fakta menunjukkan bahwa SD Juara merupakan lembaga
pendidikan yang mampu mengelola pembiayaan pendidikannya tanpa
12
Ibid., h. 38.
13
bantuan dana pemerintah. Meskipun baru didirikan pada tahun 2007, namun
SD Juara sudah tersebar dibeberapa daerah termasuk Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Medan, Surabaya dan Jakarta.
Pendidikan dasar merupakan landasan awal peserta didik melanjutkan
melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, dengan tidak mengesampingkan
proses pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Apabila pendidikan
dasar tidak bermutu, maka sulit diharapkan penyelenggaraan pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi memiliki peserta didik dengan kemampuan
memadai.
memiliki peran penting sebagai landasan awal peserta didik agar dapat,
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis terdorong untuk
meneliti bagaimana manajemen pembiayaan pendidikan serta kendala yang
dihadapi dalam pembiayaan di Sekolah Dasar Juara Kebagusan-Jakarta
Selatan sehingga mampu mewujudkan sekolah gratis bagi seluruh siswanya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk
mengadakan penelitian/membahas skripsi yang berjudul “Manajemen Pembiayaan Pendidikan di Sekolah Dasar Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini yaitu pembiayaan
pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan . Penjabaran
dari hal tersebut adalah:
1. Tingginya biaya pendidikan sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua
lapisan masyarakat.
2. Terbatasnya akses pendidikan bagi masyarakat miskin.
3. Belum meratanya anggaran pendidikan dari pemerintah.
5. Belum sesuai penerapan manajemen pembiayaan di sekolah dengan
kaidah-kaidah manajemen pembiayaan pendidikan.
C. Pembatasan Masalah
Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian
selanjutnya, penulis memberikan batasan masalah sehingga kajian skripsi ini
terfokus pada pelaksanaan manajemen pembiayaan pendidikan yang meliputi
proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap penggunaan dana demi memperlancar penyelenggaraan pendidikan
serta kendala yang dihadapi dalam manajemen pembiayaan di SD Juara
Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah
dalam skripsi ini sebagai berikut:
a. Bagaimana perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan
pembiayaan pendidikan di SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta
Selatan?
b. Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam pembiayaan di SD Juara
Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan?
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian terhadap pembiayaan pendidikan di Sekolah Dasar Juara
Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan ini diharapkan dapat memberikan
sejumlah manfaat/kegunaan, antara lain:
1. Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh
temuan-temuan yang menunjang pengembangan ilmu pengetahuan
dibidang pembiayaan pendidikan.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan
a. Bagi sekolah, adanya penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan
manajemen pembiayaan yang lebih baik sehingga mampu
memberikan biaya pendidikan yang lebih optimal.
b. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kepekaan sosial dengan berkontribusi biaya pendidikan, baik yang
langsung disalurkan ke lembaga pendidikan atau melalui lembaga
zakat.
c. Bagi Dinas Pendidikan/PEMDA, adanya penelitian ini diharapkan
dapat memberikan acuan dalam pengambilan kebijakan yang lebih
bijak dalam hal pembiayaan pendidikan.
d. Bagi peneliti lainnya, adanya penelitian ini dapat menambah
pengetahuan terkait dengan manajemen pembiayaan serta dapat
dijadikan literatur dalam salah satu referensi untuk menindaklanjuti
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Istilah manajemen memiliki banyak makna, diantaranya pengelolaan
pengaturan, pengurusan dan lain sebagainya. Untuk menghindari tafsiran
yang berbeda-beda diantara satu dengan lainnya, maka penulis perlu
menjelaskan pengertian secara komprehensif.
Manajemen berasal dari bahasa latin, yaitu kata manus yang berarti
tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata tersebut kemudian
digabung menjadi kata kerja managere yang artinya menangani. Kata
managere diterjemahkan kembali ke dalam Bahasa Inggris dengan bentuk
kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan orang yang
melakukan kegiatan manajemen disebut manager. Akhirnya, management
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen atau
pengelolaan.13F 14
Sedangkan istilah manajemen belum memiliki definisi yang tetap dan
dapat diterima secara universal. Para ahli banyak mengemukakan definisi
yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan pendekatannya
masing-masing. Pada hakikatnya istilah manajemen mengandung tiga pengertian,
yaitu:
(1) Manajemen sebagai proses,
(2) Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas
manajemen,
14
(3) Manajemen sebagai ilmu dan seni.
Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai proses,
berbeda-beda definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Salah satu pendapat
tersebut adalah menurut encyclopedia of the social science dikatakan bahwa
“manajemen adalah suatu proses dengan proses dimana pelaksanaan suatu
tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.”15
Menurut pengertian yang kedua, “manajemen sebagai kolektivitas
orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen. Maksud dari definisi di atas
adalah segenap orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen dalam
suatu badan tertentu disebut manajemen.”16
Definisi manajemen yang ketiga, yaitu manajemen sebagai ilmu dan seni.
Mengenai ini pun belum ada keseragaman pendapat di antara para ahli. Ada
yang mengatakan manajemen sebagai ilmu dan ada pula yang berpendapat
manajemen sebagai seni.
Tokoh yang mengatakan manajemen sebagai seni, yaitu Mary Parker
Follet. Definisi yang dikemukakan oleh Follet bahwa “manajemen sebagai
seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang (The art of getting
things done through people).”17 Definisi ini menjelaskan bahwa cara yang dilakukan oleh seorang manajer untuk mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi.
Adapun Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai “suatu bidang
ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami
mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan
membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat untuk kemanusiaan.”18 Definisi di atas menjelaskan bahwa manajemen dapat dikatakan sebagai suatu
15
M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1992), Cet. XIII, h. 14.
16
Ibid.
17
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. VIII, h. 3.
18
ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari sejak lama dan telah
diorganisasikan menjadi suatu teori.
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, penulis memberikan
kesimpulan bahwa manajemen merupakan segenap orang yang melakukan
aktivitas manajerial yang diatur dan diawasi oleh seorang manajer untuk
pencapaian tujuan organisasi.
Istilah manajemen baru mulai populer pada tahun 1903 ketika Taylor
mempublikasikan karya ilmiahnya yang berjudul Shop Management. Mulai
saat itu, beberapa negara seperti Amerika dan Inggris lebih banyak
menggunakan istilah tersebut untuk organisasi komersilnya. Dewasa ini,
istilah manajemen telah digunakan hampir di semua organisasi tidak hanya
organisasi komersil namun juga organisasi non-komersil/sosial. Seperti
halnya kata manajemen telah digunakan dalam dunia pendidikan, sehingga
muncul istilah manajemen pendidikan yang pada sekarang sering digunakan.
Adapun definisi pendidikan ditinjau dari sudut hukum, definisi
pendidikan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Pasal 1 ayat (1), yaitu:
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.19
Sedangkan definisi manajemen pendidikan menurut Husaini Usman
dapat didefinisikan menjadi tiga bagian, yaitu:
Pertama, manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
19
Kedua, manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Ketiga, manajemen pendidikan dapat pula didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengarahan dan pengendalian sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
20
Dari ketiga definisi tersebut terdapat kata-kata yang sama yaitu sumber
daya pendidikan. Yang dimaksud sumber daya pendidikan adalah segala
sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada
umumnya meliputi antara lain: manusia (man), uang (money), metode
(methods), bahan-bahan (material), mesin (machine), pasar (market) yang
disingkat dengan 6 M.
2. Prinsip-prinsip Manajemen
Manajemen memiliki prinsip-prinsip yang berfungsi sebagai pedoman
umum dalam pelaksanaan aktivitas manajerial. Prinsip-prinsip tersebut tentu
saja akan menjadi penentu berhasil atau tidaknya suatu organisasi.
Prinsip-prinsip umum manajemen menurut pandangan Henry Fayol, yaitu sebagai
berikut:
a. Pembagian kerja (Division of work).
b. Wewenang dan tanggungjawab (Authority and responsibility). c. Disiplin (Discipline).
d. Kesatuan perintah (Unity of command). e. Kesatuan arah (Unity of direction).
f. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
(Subordination of individual to the general interest). g. Imbalan atau pemberian upah (Remuneration). h. Sentralisasi atau pemusatan (Centralization). i. Jenjang (Hierarchy).
j. Keteraturan atau tatatertib (Order).
k. Keadilan (Equity).
l. Stabilitas masa jabatan personalia (Stability of tenure of personel).
m.Prakarsa (Initiative).
n. Semangat korps (Esprit’s de corps). 21
20
Usman, op. cit., h. 12.
21
Menurut Fayol prinsip-prinsip dalam manajemen di atas, perlu diaplikasikan
pada semua bentuk organisasi namun tidak bersifat kaku/luwes. Jadi dengan kata
lain, prinsip-prinsip tersebut perlu dipertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi
organisasi.
Adapun Harrington Emerson melihat masalah yang terjadi pada sistem
industri seperti pemborosan dan ketidak-efisienan. Oleh karena itu Emerson
mengemukakan 12 prinsip-prinsip efisiensi yang sangat terkenal, sebagai
berikut;
1. Tujuan-tujuan dirumuskan dengan jelas. 2. Kegiatan yang dilakukan masuk akal. 3. Adanya staf yang cakap.
4. Disiplin.
5. Balas jasa yang adil.
6. Laporan-laporan yang terpercaya, segera, akurat dan ajeg – system informasi dan akuntansi.
7. Pemberian perintah – perencanaan dan pengurutan kerja.
8. Adanya standar-standar dan skedul-skedul – metode dan waku setiap kegiatan.
9. Kondisi yang distandardisasi. 10.Operasi yang distandardisasi.
11.Instruksi-instruksi praktis tertulis yang standar. 12.Balas jasa efisiensi – rencana insentif.22
3. Tujuan Manajemen
Pada dasarnya setiap aktivitas selalu mengarah pada tujuan yang hendak
dicapai. Pencapaian tujuan dengan tepat sasaran harus melewati proses
manajemen. Dalam hal ini tujuan manajemen adalah sesuatu yang ingin
direalisasikan.
Menurut Shrode dan Voich, tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasan. Tujuan ini bersifat jamak, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, tanggung jawab sosial. Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman.23
22 Hani Handoko., op. cit., h. 44-45.
23
Tujuan yang hendak dicapai selalu ditetapkan dalam sebuah rencana,
karena itu tujuan yang telah ditetapkan sebaiknya harus jelas, realitas dan
menantang untuk diperjuangkan bersandar pada kemampuan yang dimiliki.
Jika tujuan yang hendak dicapai jelas, realitas dan cukup menantang maka
usaha yang dilakukan pun cukup besar namun jika tujuan terlalu mudah maka
motivasi untuk melakukan pun akan rendah.
4. Fungsi Manajemen
Kegiatan manajemen selalu mengarah pada pencapaian output organisasi
yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien,
maka manajer dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen atau
sering disebut dengan fungsi manajerial.
Sama hal dengan definisi manajemen, hingga dewasa ini belum ada
kesepakatan umum mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan mengenai fungsi-fungsi
manajemen menurut beberapa ahli, di antaranya:
Pertama, Harold Koontz dan O’Donnel berpendapat bahwa
fungsi-fungsi manajemen, meliputi:
1. Planning,
2. Organizing,
3. Staffing,
4. Directing,
5. Controlling.24
Kedua, menurut Henry Fayol menjelaskan fungsi-fungsi manajemen,
sebagai berikut:
1. Planning,
2. Organizing,
3. Commanding,
4. Cordinating,
24
5. Controlling.25
Ketiga, fungsi-fungsi manajemen sederhana yang sering diterapkan
dalam organisasi yaitu menurut George .R. Terry, meliputi:
1. Planning,
2. Organizing,
3. Actuating,
4. Controlling.26
Keempat, berbeda dengan pendapat para ahli di atas, Luther Gullick
membagi fungsi-fungsi manajemen menjadi tujuh, yaitu:
1. Planning,
2. Organizing,
3. Staffing,
4. Directing,
5. Cordinating,
6. Reporting,
7. Budgeting. 27
Kelima, menurut Lyndak F. Urwick fungsi-fungsi manajemen, sebagai
berikut:
1. Forecasting,
2. Planning,
3. Organizing,
4. Commanding,
5. Cordinating,
6. Controlling.28
Beberapa tokoh di atas berbeda pendapat mengenai fungsi-fungsi
manajemen, namun bila dicermati pada esensinya adalah sama. Dalam
fungsi perencanaan (planning) semua tokoh sepakat dan meletakkan fungsi
25
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000), Cet. II, h. 3.
26
Usman, op.cit., h. 44.
27
Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, op.cit., h. 13.
28
tersebut pada awal proses manajemen dan fungsi budgeting termasuk di
dalamnya. Fungsi pengorganisasian (organizing) dari beberapa literatur sama
dengan fungsi penyusunan personalia (staffing), dan cordinating. Fungsi
directing dan commanding termasuk bagian dari fungsi pelaksanaan
(actuating). Sedangkan fungsi reporting sama dengan fungsi controlling.
Sehingga dapat disederhanakan menjadi empat fungsi pokok manajemen,
yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating) dan pengawasan (controling). Dari empat fungsi manajemen
tersebut, sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh George .R. Terry
atau biasa disingkat dengan istilah POAC. Fungsi manajemen inilah yang
akan menjadi bahasan dalam penelitian ini.
B.
Pembiayaan Pendidikan
1. Pengertian Pembiayaan Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri dalam praktek manajemen pendidikan tidak dapat
terlepas dari masalah pembiayaan. Karena itu, pembiayaan pendidikan
merupakan salah satu unsur yang penting dalam kegiataan pendidikan.
Keberadaannya sebagai instrumental input untuk mencapai tujuan pendidikan
berperan sangat dominan bersama komponen-komponen lainnya. Pada
dasarnya pembiayaan pendidikan merupakan upaya yang dilakukan untuk
memperoleh dana dan kemudian mengalokasikan dana tersebut untuk
kegiatan pendidikan. Untuk lebih jelas, ada beberapa definisi terkait dengan
pembiayaan pendidikan, yaitu:
Uhar Suharsaputra dalam bukunya Administrasi Pendidikan
mendefinisikan, “pembiayaan pendidikan merupakan kajian tentang
bagaimana pendidikan dibiayai, siapa yang membiayai serta siapa yang perlu
dibiayai dalam suatu proses pendidikan.”28F 29
29
Sedangkan Indra Bastian dalam bukunya Akuntansi Pendidikan,
mendefinisikan “pembiayaan pendidikan adalah upaya pengumpulan dana
untuk membiayai operasional dan pengembangan sektor pendidikan.” 30 Apabila dicermati dari dua pendapat di atas, pada dasarnya pembiayaan
pendidikan mencakup dua aspek, yaitu:
1. Sumber pembiayaan pendidikan
2. Alokasi pembiayaan pendidikan
2. Biaya Pendidikan
Kegiatan pendidikan pada lembaga pendidikan formal tidak lepas dari
kebutuhan akan biaya. “Dalam arti yang luas, biaya pendidikan bersifat
budgetair maupun nonbudgetair.”31
Biaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya yang bersifat
budgetair yaitubiaya yang diperoleh dan dibelanjakan oleh sekolah.
Dedi Supriadi mendefinisikan, “biaya adalah semua jenis pengeluaran
yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang
maupun barang dan tenaga (yang dapat dihargakan dengan uang).”32
Tidak berbeda dengan pendapat di atas, Syaiful Sagala mendefinisikan
“biaya pendidikan adalah seluruh usaha yang dicurahkan oleh pemerintah dan
masyarakat pendidikan berupa uang atau non moneter.”33
Selanjutnya Nanang Fattah menjelaskan mengenai definisi biaya
pendidikan adalah:
Sebagai jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk keperluan penyelenggaraaan pendidikan sekolah dasar yang mencakup: gaji guru, peningkatan kemampuan profesional guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang belajar, pengadaan perabot/mebeler, pengadaan alat-alat pelajaran, pengadaan buku-buku pelajaran, alat tullis kantor, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi/pembinaan pendidikan serta ketatausahaan sekolah yang semuanya diselenggaraan dalam RAPBS selama satu tahun anggaran.34
30
Bastian, op.cit., h. 160.
31
Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 23.
32
Dedi Supriadi, Satuan Biaya pendidikan dan Menengah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. VI, h. 3.
33
Sagala, op. cit., h. 176.
34
Menurut penulis berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa biaya
pendidikan adalah mencakup segala potensi baik dalam bentuk moneter/non
moneter yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pendidikan demi
pencapaian tujuan yang tentunya telah direncanakan secara sungguh-sungguh.
Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan dikenal beberapa
kategori biaya pendidikan. Kategori pertama, yaitu: (1) direct cost (biaya
langsung) dan (2) inderect cost (biaya tidak langsung).Pengertian direct cost
(biaya langsung) yaitu segala pengeluaran yang secara langsung dikeluarkan
oleh sekolah untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan. Sedang yang
dimaksud dengan inderect cost (biaya tidak langsung) adalah segala
pengeluaran yang secara tidak langsung menunjang proses pendidikan, seperti
biaya kesempatan yang hilang selama peserta didik mengikuti kegiatan
pendidikan.
Dalam bukunya, Uhar Suharsaputra menjelaskan bahwa biaya langsung
yaitu:
1. Gaji guru dan karyawan 2. Pembelian buku
3. Fasilitas kegiatan belajar mengajar 4. Alat laboratorium
5. Buku pelajaran 6. Buku perpustakaan
Sedang indirect cost (biaya tidak langsung) yaitu meliputi: 1. Biaya hidup
2. Transportasi dan
3.
biaya-biaya lainnya. 35
E. Mulyasa berpendapat bahwa “dana/biaya langsung ialah biaya yang
langsung digunakan untuk operasional sekolah dan langsung dikeluarkan
untuk kepentingan pelaksanaan proses belajar mengajar, terdiri atas biaya
pembangunan dan biaya rutin.” 36 Yang dimaksud dengan biaya pembangunan adalah biaya yang bersifat investasi dan biaya rutin adalah
35
Suharsaputra. op.cit. h. 261-262.
36
biaya yang harus dikeluarkan dari tahun ke tahun. Sedang biaya tidak
langsung ialah “dana berupa keuntungan yang hilang dalam bentuk
kesempatan yang hilang yang dikorbankan oleh peserta didik selama
mengikuti kegiatan belajar-mengajar.” 37
Kategori kedua, biaya pendidikan lainnya adalah social cost dan private
cost. Pengertian social cost atau biaya publik, yaitu biaya yang dikeluarkan
oleh masyarakat untuk pendidikan baik yang disalurkan langsung ke sekolah
maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan
untuk membiayai pendidikan. Sedang private cost atau disebut dengan biaya
pribadi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh keluarga untuk pendidikan
anak-anaknya, dan termasuk didalamnya forgone opportunities (biaya
kesempatan yang hilang).
C.
Klasifikasi Sumber-Sumber Biaya Pendidikan
Kebutuhan akan biaya dalam pendidikan tidaklah sedikit, karena itu
diperlukan bantuan dana dari berbagai pihak agar penyelenggaraan
pendidikan dapat terselenggara dengan baik. Sekolah perlu berupaya keras
dalam menggali sumber dana pendidikan, yaitu khususnya bagi
sekolah-sekolah swasta.
Sumber dana pendidikan adalah “pihak-pihak yang memberikan bantuan
subsidi dan sumbangan yang diterima setiap tahun oleh lembaga sekolah dari
lembaga sumber resmi dan diterima secara teratur.”38
Dedi Supriadi mengungkapkan sumber-sumber biaya pendidikan pada
tingkat makro, meliputi:
1) Pendapatan negara dari sektor pajak 2) Pendapatan dari sektor non-pajak 3) Keuntungan dari ekspor barang dan jasa
4) Usaha-usaha negara lainnya termasuk saham di BUMN
5) Bantuan dalam bentuk hibah (grant) dan pinjaman luar negeri (loan).39
37
Ibid.169.
38
Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 113.
39
Yang semuanya, dituangkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) setiap tahunnya.
Sedang sumber pembiayaan pada tingkat mikro sesuai dengan PP No. 48
Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan Pasal 2 ayat 1:”Pendanaan
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.”40
Secara jelas dipaparkan oleh Tim Dosen UPI, bahwa pada lazimnya sumber pembiayaan untuk sekolah mengenal dua macam pembiayaan, yaitu: pembiayaan rutin dan pembiayaan pembangunan. Untuk memperoleh biaya rutin, pimpinan sekolah harus dapat menyusun anggaran sekolah tiap tahunnya. Pimpinan juga harus memotivasi komite sekolah, sekolahnya dan masyarakat setempat dalam rangka pengumpulan dana untuk menunjang pelaksanaan pendidikan yang ditawarkan. Semua dana yang diperoleh harus dikelola secara efektif untuk menjamin agar siswa memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.41
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sumber
dana pendidikan dapat diperoleh dari berbagai pihak baik dari pemerintah
maupun dari masyarakat. Maka dari itu, pengelola sekolah perlu
mengembangkan kreativitas dalam menggali dana pendidikan tersebut.
Meskipun demikian dalam situasi bagaimanapun negara tidak boleh
melepaskan tanggung jawabnya terhadap pembiayaan pendidikan.
Adapun menurut penulis, usaha-usaha untuk mengembangkan sumber
dana pendidikan yang berasal dari masyarakat, dapat dilakukan dengan cara:
a) Menyewakan tempat usaha di lingkungan sekolah yang ditawarkan
kepada masyarakat seperti kantin, kemudian dari iuran yang mereka
bayar, akan menghasilkan pemasukan bagi sekolah.
b) Bagi sekolah islam khususnya, dapat bekerja sama dengan lembaga zakat
melalui pemberian subsidi dan sumbangan untuk penyelenggaraan
pendidikan, seperti pemberian beasiswa bagi peserta didik yang
berprestasi.
40
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, PP No. 48 Tahun 2008tentang Pendanaan Pendidikan, op.cit., h. 2.
41
Selain sumber dana pendidikan yang telah diuraikan di atas, Abudin Nata
menjelaskan ada sumber dana lain, yaitu: zakat, sedekah, wakaf, hibah.42 a. Zakat
Sebagai salah satu dari rukun islam, zakat merupakan ibadah yang
berhubungan dengan harta benda dan bernilai kemasyarakatan atau sosial.
Apabila dana zakat dikelola dengan tepat maka dapat mengentaskan
kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial.
Salah satu yang berhak menerima zakat adalah fiisabilillah (untuk jalan
Allah), menurut Al-Maraghi menegaskan yang dimaksud dengan jalan Allah
ialah “kemaslahatan umum kaum muslimin yang karenanya haruslah urusan
agama dan Negara, bukan urusan individu.”43 Seperti dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) budak, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajibkan dari Allah, dan Allah mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S. At Taubah: 60)44
b. Sedekah
Sedekah merupakan suatu pemberian secara suka rela yang dilakukan
oleh seorang muslim dengan hanya mengharap keridhaan dan pahala semata
42
Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 344-353.
43
Ibid., h. 346.
44
dari Allah SWT. Beberapa ulama Fiqh menyebut istilah sedekah memiliki
arti sama dengan zakat. Dengan begitu, sedekah dapat diberikan kepada orang
berhak menerima zakat. Untuk itu, sedekah dapat digunakan sebagai sumber
dana pendidikan yang meliputi gaji guru, sarana dan prasarana, serta
beasiswa.
Tercantum dalam firman Allah SWT yang berbunyi:
Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan mereka dari orang yang menyuruh (orang)bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberikan pahala yang besar.(Q.S. An Nisa: 114)45
c. Wakaf
Wakaf secara bebas diartikan sebagai sumbangan keagamaan (religious
endowment) yang mengandung makna keshalehan yang digunakan bagi
kepentingan umum dijalan Allah SWT.46 Ayat mengenai wakaf yang berbunyi:
45
Ibid., h. 97.
46
Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha mengetahui.(Q.S. Ali Imron: 92)47
d. Hibah
Hibah adalah pemberian harta benda kepada orang lain semasa hidup
tanpa mengharap imbalan untuk kepentingan seseorang atau untuk badan
sosial, keagamaan, ilmiah.
Ada beberapa fungsi hibah yaitu:
a. Menjembatani kesenjangan antara golongan yang mampu dan yang
tidak mampu,
b. Sarana mewujudkan keadilan sosial,
c. Salah satu upaya untuk menolong golongan yang lemah. 48
Dengan melihat kepada fungsi hibah itu sendiri, jelas bahwa hibah juga
termasuk salah satu sumber pembiayaan dalam pendidikan. Hibah ini dapat
dilihat dalam Ayat Al Qur’an yang berbunyi:
Kebajikan itu bukanlah mengahadapkan wajahmu ke arah timur dan Barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan
47
DEPAG RI, op.cit., h. 62.
48
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang-orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-Baqarah: 177)49
Sumber-sumber dana tersebut bersifat insidental, sangat dibutuhkan
kreativitas pengelola sekolah. Bagi sekolah negeri mungkin tidak perlu
khawatir bagaimana mendapatkan sumber dana, karena sebagian besar
dibiayai oleh pemerintah pusat maupun daerah. Lain hal dengan sekolah
swasta yang memiliki sumber dana sangat terbatas yaitu hanya bersumber
dari dana iuran siswa dan yayasan, walaupun dalam hal ini pemerintah masih
mungkin membantu.
Padahal menurut data yang dilansir oleh Depdiknas, keberadaan sekolah
dasar swasta mengalami pertumbuhan pesat dibandingkan dengan sekolah
[image:25.595.115.520.240.633.2]dasar negeri. Keadaan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 50
Tabel 2.1
Jumlah SD Negeri dan SD Swasta
Indikator SD
Negeri Swasta Total
Jumlah Sekolah 2007/2008
132.513 12.054 144.567
Jumlah Sekolah
2008/2009 131.490 12.738
144.228
Jumlah Sekolah
2009/2010 130.563 12.689
143.252
Sumber: Departemen Pendidikan Nasional
49
DEPAG RI, op.cit., h. 27.
50
D.
Alokasi Pembiayaan Pendidikan
Alokasi merupakan aspek lain dalam pembiayaan pendidikan. Dalam hal
ini, pembiayaaan terbagi menjadi dua, ada biaya tidak langsung dan biaya
langsung. Biaya tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan oleh keluarga
untuk membiayai proses pendidikan anak-anaknya, misalnya biaya
transportasi, biaya kesehatan, biaya hidup dan biaya kesempatan. Pembiayaan
ini sulit dihitung, karena tidak ada catatan resmi dan besarnya variatif tiap
siswa.
Sedang pembiayaan langsung adalah biaya yang dikeluarkan sekolah
dalam menunjang proses pendidikan. Pembiayaan jenis ini, lebih mudah
untuk dihitung dan menjadi pokok pokok pembahasan dalam penelitian ini.
Nanang Fattah menjelaskan hal-hal yang termasuk ke dalam biaya
langsung diantaranya:
1. Pembelian alat-alat pengajaran, 2. Sarana belajar,
3. Biaya transportasi, 4. Gaji guru.
Pada dasarnya pengeluaran-pengeluaran sekolah dikategorikan ke dalam
beberapa item, yaitu:
1. Pengeluaran untuk pelaksanaan pengajaran, 2. Pengeluaran untuk tata usaha sekolah, 3. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, 4. Kesejahteraan pegawai,
5. Administrasi,
6. Pembinaan teknis educative, dan 7. Pendataan.50F
51
Sebagaimana telah diuraikan oleh Nanang Fattah bahwa jumlah
pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan pendidikan di SD presentase sangat
besar yaitu (81,46%) dipergunakan untuk gaji dan kesejahteraan pegawai,
selanjutnya disusul pengeluaran untuk sarana dan prasarana yaitu hanya
51
(4,92%), pengadaan alat-alat pelajaran (3,72%), pembiayaan profesi guru
(3,18%), dan yang paling kecil adalah pengeluaran sekolah (0,40%).52 Pengalokasian biaya yang sangat besar untuk gaji dan kesejahteraan pegawai
menunjukkan kecenderungan umum biaya tersebut berkontribusi paling
signifikan terhadap mutu pendidikan. Guru sebagai profesi selayaknya
memiliki hak yang sama dengan profesi lainnya. Semboyan pahlawan tanpa
tanda jasa seharusnya tidak melenakan pemerintah untuk tidak
memperjuangkan hak guru berupa gaji yang sesuai standar. Bila dicermati,
guru tidak memiliki standar upah minimum selayaknya profesi lain. Hal
demikian bukan semakin menyampingkan hak-hak mereka untuk dapat
menyejahterakan hidupnya. Bagi guru-guru PNS, mungkin tidak terlalu risau
akan gaji karena sudah mendapat anggaran dari pemerintah sesuai dengan
golongannya. Namun bagaimana dengan nasib para guru bantu yang digaji
hanya Rp. 460.000 perbulan sebelum dipotong pajak penghasilan (PPh) yang
diatur dalam Lampiran 1 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 034/U/2003 Pasal 2 ayat 2.53 Sebenarnya honorarium guru bantu belumlah memadai bila dibandingkan dengan beban tugas yang diterima.
Adapun standar pembiayaan yang telah diatur dalam Permendiknas 2006
tentang SI dan SKL Bab IX Pasal 62 adalah:
1) Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
2) Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya penyediaan sarana dan modal kerja tetap.
3) Biaya personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
4) Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
52
Ibid., h. 116.
53
c. Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
d. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.54
Selain itu, dalam PP No. 48 Tahun 2008 Tentang Pendanaan Pendidikan
dijelaskan pada Pasal 3, yaitu:
(1) Biaya pendidikan terdiri atas biaya satuan pendidikan dan biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, dan biaya pribadi peserta didik.
(2) Biaya satuan pendidikan, meliputi:
a. Biaya investasi terdiri atas biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. Biaya operasi yang terdiri atas biaya personalia dan biaya non personalia.
c. Bantuan biaya pendidikan. d. Beasiswa.
(3) Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, meliputi:
a. Biaya investasi terdiri dari biaya investasi lahan pendidikan dan biaya investasi selain lahan pendidikan.
b. Biaya operasi terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. (4) Biaya personalia, meliputi:
a. Biaya personalia satuan pendidikan terdiri atas: gaji pokok bagi pegawai, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural bagi pejabat struktural, tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional, tunjangan fungsional bagi guru dan dosen, tunjangan profesi bagi guru dan dosen, tunjangan khusus bagi guru dan dosen, maslahat tambahan bagi guru dan dosen, tunjangan kehormatan bagi dosen yang mmiliki jabatan professor atau guru besar.
b. Biaya personalia penyelenggaran dan/atau pengelolaan pendidikan terdiri atas gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan struktural bagi pejabat struktural, tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional.55
E.
Manajemen Pembiayaan Pendidikan
54
Redaksi Sinar Grafika, Permendiknas 2006 tentang SI dan SKL, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. II, h. 202-203.
55
Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan investasi dana yang tidak
sedikit. Agar investasi tersebut tepat sasaran membutuhkan pengelolaan
secara efektif dan efisien.
Manajemen pembiayaan pendidikan yaitu semua kegiatan yang
berkenaan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban dana
pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan. Memahami pengertian di
atas bahwa manajemen memiliki tiga tahapan penting, yaitu tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian. Pada dasarnya
manajemen pembiayaan di lembaga pendidikan diturunkan dari konsep
manajemen yang telah diuraikan sebelumnya. Menurut Thomas H. Jones
manajemen pembiayaan meliputi tiga fase, yaitu financial planning,
implementation involves accounting, dan evaluation involves auditing. 56 Tahap pertama yang lebih dikenal dengan budgeting memiliki fungsi sebagai
kegiatan pengkoordinasian semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai
sasaran yang diinginkan. Tahap kedua memfokuskan pada pelaksanaan
anggaran yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang telah dibuat. Tahap ketiga
lebih memfokuskan pada kegiatan pertanggungjawaban penerimaan dan
penggunaan dana.
Berdasarkan pendapat tersebut maka proses pembiayaan pendidikan di
lembaga pendidikan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Perencanaan Anggaran
Tahap pertama Financial Planning atau lebih dikenal dengan sebutan
budgeting yaitu kegiatan pengkoordinasian semua sumber daya yang tersedia
untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara sistematis.
Budgeting menurut Henry Fayol adalah pendanaan yang dibutuhkan
untuk setiap kegiatan yang biasanya telah ada dalam perencanaan.57
Pendapat lain mengenai anggaran adalah “rencana yang diformulasikan
dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu tertentu (periode), serta alokasi
sumber-sumber kepada setiap bagian aktivitas.”58
56
Mulyasa, op.cit., h. 48-49.
57
Mengutip penjelasan Nanang Fattah, “anggaran merupakan rencana
operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang
yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
lembaga dalam kurun waktu tertentu. Anggaran memuat tentang kegiatan
atau program yang akan dilaksanakan dinyatakan dalam unit (satuan)
moneter.”59
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa anggaran
merupakan proses perencanaan tentang suatu kegiatan yang akan dilakukan
dalam waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk uang untuk pencapaian
sasaran yang tepat. Sebenarnya anggaran itu tidak semata-mata berkaitan
dengan moneter, namun juga memberi gambaran terkait dengan program
yang akan dilaksanakan dalam periode tertentu.
Fungsi Anggaran
Keberadaan anggaran dalam lembaga pendidikan memiliki beberapa
fungsi. Nanang Fattah mengungkapkan fungsi-fungsi Anggaran, sebagai
berikut:
1) Fungsi perencanaan
2) Fungsi pengendalian
3) Fungsi alat bantu manajemen mengarahkan suatu lembaga
menempatkannya pada posisi yang kuat atau lemah.60
Anggaran memiliki fungsi yang sangat penting dalam mencerminkan
kekuatan lembaga/organisasi dalam mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
Anggaran terdiri dari dua sisi, yaitu sisi penerimaan dan sisi pengeluaran.
Yang dimaksud dengan sisi penerimaan adalah sejumlah dana yang diperoleh
lembaga dari beberapa sumber dana, seperti pemerintah, orang tua,
58
Muhaimin, Suti’ah, dan Sugeng Listyo Prabowo, Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cet. II, h. 357.
59
Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit., h. 47.
60
masyarakat dan sumber lainnya. Sedang sisi pengeluaran adalah penentuan
besarnya biaya pendidikan untuk setiap komponen yang harus dibiayai.
Asas-asas dalam Anggaran
Uang merupakan benda ekonomi yang cara memperolehnya tidak mudah,
artinya diperlukan pengorbanan untuk mendapatkannya. Begitu pula dalam
sebuah organisasi khususnya pendidikan, uang sebagai sumber pembiayaan
pendidikan perlu dikelola dengan baik. Oleh karena itu, perlu ada ketentuan
atau asas yang dapat mengatur agar uang yang telah dijatahkan dapat
digunakan tepat sasaran. Berpedoman pada ketentuan atau asas-asas
anggaran tersebut adalah:
a) Asas plafond, artinya bahwa anggaran belanja tidak boleh melebihi
jumlah tertinggi yang telah ditentukan. Misalnya anggaran untuk
untuk pelatihan guru tahun ini sebesar delapan juta rupiah, apabila
dana tersebut tidak mencukupi maka dapat diajukan kembali kedalam
anggaran tahun berikutnya.
b) Asas pengeluaran berdasarkan mata anggaran, artinya bahwa
“pengeluaran pembelanjaan harus didasarkan atas mata anggaran yang
telah ditetapkan.”61 Misalnya pembelian ATK sudah dijatahkan sebesar tiga juta rupiah, jika tidak cukup maka tidak bisa semaunya
menggeser uang pelatihan guru untuk menutupi kekurangan anggaran
pembelian ATK tersebut.
c) Asas tidak langsung yaitu suatu ketetapan bahwa setiap penerimaan
uang tidak boleh secara langsung digunakan untuk suatu keperluan
pengeluaran. Misalnya seluruh uang yang masuk dari sumber-sumber
dana harus disetorkan terlebih dahulu kepada bendahara agar
pengalokasian dana untuk penyelenggraan pendidikan dapat
dipertanggungjawabkan.
61
Prinsip-prinsip dan Prosedur Penyusunan Anggaran
Prinsip-prinsip penyusunan anggaran apabila dikaitkan dengan anggaran
sebagai alat perencanaan dan pengendalian menurut Nanang Fattah adalah
sebagai berikut:
• Adanya pembagian wewenang dan tanggung jawab yang jelas dalam sistem manajemen organisasi.
• Adanya sistem akuntansi yang memadai dalam melaksanakan anggaran.
• Adanya dukungan dari pelaksana dari tingkat atas sampai tingkat yang paling bawah.62
Di dalam anggaran yang disusun harus memuat informasi/data minimal
tentang; informasi dan rencana kegiatan, uraian kegiatan program, informasi
kebutuhan, data kebutuhan, jumlah anggaran, dan sumber dana.
Persoalan penting dalam penyusunan anggaran adalah bagaimana
memanfaatkan dana secara efisien dan efektif. Itulah sebabnya dalam
penyusunan anggaran memerlukan tahapan-tahapan yang sistematik. Tahapan
penyusunan anggaran sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan.
2. Mengidentifikasi sumber-sumber yang dinyatakan uang, jasa dan barang. 3. Semua sumber dinyatakan dalam bentuk uang sebab anggaran pada
dasarnya merupakan pernyataan finansial.
4. Memformulasikan anggaran dalam bentuk format yang telah disetujui dan dipergunakan oleh instansi tertentu.
5. Menyusun usulan Anggaran untuk memperoleh persetujuan dari pihak yang berwenang.
6. Melakukan revisi usulan anggaran. 7. Persetujuan revisi usulan anggaran. 8. Pengesahan anggaran.63
Proses penyusunan anggaran membutuhkan data yang akurat dan lengkap
sehingga semua perencanaan kebutuhan untuk masa yang akan datang dapat
diantisipasi dalam rencana anggaran. Proses tersebut melibatkan pimpinan
tiap-tiap unit organisasi. Pada dasarnya, penyusunan anggaran merupakan
kesepakatan antara puncak pimpinan dengan pimpinan dibawahnya untuk
menentukan besarnya alokasi biaya suatu penganggaran.
62
Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen, op.cit., h. 260.
63
2) PelaksanaanAnggaran.
Tahap kedua, pelaksanaan anggaran adalah kegiatan berdasarkan rencana
yang telah dibuat dan dapat dilakukan penyesuaian jika diperlukan.
Pelaksanaan baru bisa dilakukan apabila telah mendapat persetujuan
pemimpin. Pelaksanaan anggaran bukan kegiatan yang mudah, setiap
penerimaan dan penggunaan biaya harus dilakukan pembukuan (accounting)
yang tertib sesuai peraturan yang berlaku. Seyogyanya manajer/kepala
sekolah harus bertanggung jawab terhadap jalannya pelaksanaan anggaran
tersebut agar tercipta akuntabilitas.
Accounting atau akuntansi sebagaimana pendapat Arens & Loebbecke
merupakan “proses pencatatan, pengelompokkan pengikhtisaran
kejadian-kejadian ekonomi dalam bentuk yang teratur dan logis dengan tujuan
menyajikan informasi keuangan yang dibutuhkan untuk pengambilan
keputusan.”64
Kegiatan akuntansi membutuhkan sistem akuntansi yang benar. Sistem
akuntansi tersebut bertujuan untuk memastikan data keuangan dan transaksi
kegiatan diinputkan secara tepat ke dalam catatan akuntansi, sehingga apabila
laporan keuangan tersebut dibutuhkan dapat lebih akurat dan tepat waktu.
Beberapa hal terkait dengan komponen-komponen yang harus dibiayai
oleh sekolah, terdiri dari:
a. Biaya rutin 1) gaji pegawai,
2) biaya pemeliharaan gedung, 3) biaya operasional,
4) fasilitas dan alat-alat pengajaran (barang habis pakai), 5) dan sebagainya.
b. Biaya pembangunan
1) biaya pembangunan fisik, 2) pembelian tanah,
3) perbaikan gedung,
4) biaya lain untuk pembelian barang-barang tidak habis pakai. 65
64
Tim Dosen Administrasi UPI, op.cit., h. 265.
65
Dana yang telah diterima oleh sekolah harus dialokasikan sesuai dengan
ketentuan pemerintah, seperti SPP, DPP, serta dana BOS.
Berdasarkan SKB Mendikbud dan Menkeu No. 0585/K/1997 dan No.
590/kmk. 03/03/1987, tanggal 24-9-1987 tentang penggunaan SPP
(Sumbangan Pembinaan Pendidikan) dan DPP (Dana Penunjang Pendidikan)
meliputi:
•Untuk pelaksanaan pelajaran sekolah
•Untuk tata usaha sekolah
•Untuk perbaikan sarana
•Untuk kesejahteraan pegawai sekolah
•Untuk pekan olahraga dan seni (PORSENI)
•Untuk pengadaan buku rapor
•Untuk penyelenggaraan EBTA dan STTB
•Untuk supervisi
•Untuk pembinaan pengelolaan Subsidi/Bantuan
•Untuk pendataan 66
Sejak tahun 2005 dana BOS telah dialokasikan baik ke sekolah negeri
maupun sekolah swasta. Alokasi dana BOS pada tahun anggaran 2012 untuk
SD sebesar Rp. 580.000 per siswa per tahun dan SMP sebesar Rp. 710.000,-
per siswa per tahun.67Bagi setiap sekolah dana BOS hanya dapat dialokasikan sesuai dengan Buku Panduan 2006, yaitu:
1. Pembiayaan kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru:
Biaya pendaftaran, Penggandaan formulir, Administrasi pendaftaran, Pendaftaran ulang, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut.
2. Pembelian buku teks pelajaran dan buku referensi untuk dikoleksi di perpustakaan.
3. Pembelian bahan-bahan habis pakai: buku tulis, kapur tulis, pensil, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran, gula, kopi dan teh untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah.
4. Pembiayaan kegiatan kesiswaan: program remedial, program pengayaan, olah raga kesenian, karya ilmiah remaja, palang merah remaja dan sejenisnya.
66
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. II, h. 192.
67
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Tentang BOS,
5. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa.
6. Pengembangan profesi guru: pelatihan, KKG/MGMP, dan KKKS/MKKS. 7. Pembiayaan perawatan sekolah: pengecatan, perbaikan atap bocor,
perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler dan perawatan lainnya. 8. Pembiayaan langganan daya dan jasa: listrik, air, telepon termasuk untuk
pemasangan baru jika sudah ada jaringan disekitar sekolah.
9. Pembiayaan honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer sekolah. tambahan insentif untuk kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan sekolah ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah daerah. 10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang
menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah.
11. Khusus untuk pesantren salafiyah dan sekolah agama non Islam dana BOS dapat digunakan untuk biaya asrama/pondokan dan pembelian peralatan ibadah.
12. Pembiayaan pengelolaan BOS: ATK, pengandaan, surat menyurat dan penyusunan laporan.
13. Bila seluruh komponen komponen di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran.68
3) Pengawasan Anggaran
Tahap ketiga dalam manajemen biaya adalah pengawasan anggaran.
Pengawasan adalah proses pengamatan terhadap pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Sedang yang dimaksud
dengan “pengawasan anggaran adalah suatu sistem penggunaan
bentuk-bentuk sasaran yang telah ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi
kegiatan-kegiatan manajerial dengan melakukan perbandingan pelaksanaan
nyata dan pelaksanaan yang direncanakan.”69
Pada dasarnya, pengawasan anggaran bertujuan untuk mengukur,
membandingkan, menilai alokasi biaya, dan tingkat penggunaannya.
Diharapkan pengawasan anggaran tidak hanya berfungsi untuk menilai
sebuah kegiatan berjalan atau tidak sesuai rencana namun perlu ada timbal
balik (feed back) dari hasil pengawasan. Hal pokok dari pengawasan adalah
68
Suryanto, dkk., op. cit., h. 19-20.
69
untuk mengetahui sejauhmana tingkat efektifitas dan efisiensi sumber dana
yang tersedia.
Prinsip-Prinsip pengawasan
Dalam kebijakan umum pengawasan Departemen Pendidikan dan
kebudayaan (Rakernas, 1999), dinyatakan bahwa sistem pengawasan harus
berorientasi kepada hal-hal berikut:
a) Sistem pengawasan fungsional
b) Hasil temuan pengawasan harus ditindaklanjuti
c) Pengawasan hendaknya lebih diarahkan pada bidang-bidang yang strategis d) Pengawasan hendaknya memberi dampak terhadap penyelesaian masalah e) Pengawasan dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten
f) Akurat g) Tepat waktu
h) Objektif dan komprehensif
i) Tidak mengakibatkan pemborosan.
j) Pengawasan bertujuan untuk menyamakan rencana atau keputusan yang telah dibuat.
k) Pengawasan harus mampu mengoreksi dan menilai pelaksanaan pekerjaan sesuai rencana semula. 70
Pendapat Nanang Fattah bahwa proses pengawasan terdiri dari kegiatan
pokok, diantaranya:
1) Memantau
2) Menilai, dan
3) Melaporkan 71
Proses pengawasan anggaran dapat digambarkan sebagai berikut:
INPUT PROSES
Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam proses pengawasan yaitu:
70
Fattah, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan, op.cit.,, h. 65-66.
71
Ibid, h. 66
1) Membuat patokan yang dipergunakan berupa ukuran kuantitas, kualitas,
biaya dan waktu, sehingga pengawasan fokus pada apa yang ingin dinilai;
2) Mengukur dan membandingkan antara realita yang terjadi di lapangan
dengan standar yang telah ditetapkan;
3) Identifikasi penyimpangan;
4) Menentukan tindakan perbaikan yang kemudian menjadi materi
rekomendasi.
Cara-cara mengawasi
Supaya pengawasan yang dilakukan oleh seorang atasan efektif, maka
haruslah terkumpul fakta-fakta di tangan pemimpin yanag bersangkutan.
Guna pengawasan seperti ini, ada beberapa cara untuk mengumpulkan
fakta-fakta, yaitu:
1. Peninjauan pribadi,
2. Interview atau lisan,
3. Laporan tertulis,
4. Laporan dan pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa.72
Pertama, peninjauan pribadi (personal inspection) adalah mengawasi
dengan jalan meninjau secara pribadi sehingga dapat dilihat sendiri
pelaksanaan pekerjaan.
Kedua, lisan yaitu pengawasan yang dilakukan dengan mengumpulkan
fakta-fakta melalui laporan lisan yang diberikan bawahan.
Ketiga, laporan tertulis merupakan suatu pertanggungjawaban kepada
atasan mengenai pekerjaan yang dilaksanakannya sesuai dengan intruksi dan
tugas-tugas yang diberikan atasan kepadanya.
Keempat, pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa adalah
suatu sistem pengawasan yang ditujukan apabila ditemui peristiwa-peristiwa
yang khusus.
72
Dalam pengawasan anggaran biasanya dilakukan oleh pihak luar
lembaga, seperti BPK dan pimpinan langsung terhadap penerimaan dan
pengeluaran biaya yang dilakukan.
KERANGKA BERFIKIR
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu
menghasilkan manusia-manusia berkualitas sehingga kelak dapat
berkontribusi dalam membangun bangsanya. Berbagai sumber daya saling
mendukung dalam menunjang pencapaian tujuan pendidikan yang efektif dan
efisien. Salah satu sumber daya yang memiliki peran penting adalah uang.
Uang sebagai barang ekonomi yang cara perolehannya membutuhkan
pengorbanan perlu pengolaaan atau manajemen yang baik, agar dana-dana
yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal. Manajemen pembiayaan secara
efisien dan efektif merupakan suatu kegiatan yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan, karena tahapan pengelolaan pembiayaan yang baik
akan menentukan kegiatan sekolah dapat terselenggara dengan baik.
Salah satu yang paling menentukan dalam manajemen pembiayaan
adalah pengelolaan pembiayaan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Apabila langkah-langkah
manajemen tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka tujuan pendidikan
akan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Manajemen Pembiayaan
Tujuan Pendidikan
Pelaksanaan Pengorganisasian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai
melalui penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pelaksanaan manajemen pembiayaan di Sekolah Dasar Juara
Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
2. Mengetahui kendala dan upaya yang dilakukan oleh SD Juara Rumah
Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan dalam manajemen pembiayaan
pendidikan.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Juara Rumah Zakat yang
berlokasi di Jalan Joe Kebagusan Dalam I No. 4 Rt 007/04 Kebagusan Pasar
Minggu-Jakarta Selatan. Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian ini
[image:40.595.115.512.265.744.2]sesuai dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No Jenis Kegiatan Keterangan
1. Persetujuan Judul September 2012
2. Konsultasi dengan Pembimbing September 2012
3. Pendekatan ke Sekolah Agustus 2012
4. Meminta Izin ke Sekolah Juli 2013
5. Pengumpulan Data Juli 2013
C.
Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini “untuk
memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara
sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.” 73
Digunakannya metode deskriptif dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
menggambarkan suatu kegiatan manajemen pembiayaan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan di SD Juara
Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
Agar mendapatkan hasil penelitian yang mendekati akurasi yang baik
maka penulis dalam teknis penelitian menggunakan metode Field Research
(penelitian lapangan). Penelitian lapangan merupakan tindakan penelitian
yang dilakukan dimana peneliti mengamati langsung di lapangan untuk
mendapatkan data yang diperlukan.
D.
Sumber Penelitian
Agar mendapatkan informasi secara maksimum, penelitian ini diperoleh
dari beberapa sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian manajemen
pembiayaan pendidikan, terdiri dari:
1. Kepala SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
2. Bendahara SD Juara Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
3. Perwakilan guru SD Rumah Zakat Kebagusan-Jakarta Selatan.
E.
Teknik Pengumpulan Data
73
Setiap kegiatan penelitian pada akhirnya salalu terjadi proses
pengumpulan data. Teknik/metode pengumpulan data yang tepat akan
berpengaruh terhadap hasil penelitian. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara:
1. Teknik Observasi
Teknik observasi yaitu “kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan
pancaindera lainnya.”74 Dalam penelitian ini penulis melakukan
pengamatan terkait:
a. Lingkungan SD Juara Kebagusan-Jakarta Selatan.
b. Kegiatan siswa di SD Juara Kebagusan-Jakarta Selatan.
c. Proses manajemen pembiayaan di SD Juara Keba