Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
OLEH:
HANIFAH MUFIDATI
NIM 1112104000025
PROGRAM STUDI ILMU KEPRAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, Juni 2016
Hanifah Mufidati, NIM 1112104000025
Factors Related to the Public Perception of The Filariasis in RW 03, Village Cimanggis
xx + 85 pages + 17 tables + 2 schemes + 2 figures + 4 attachements
ABSTRACK
The succes of prevention programs Filariasis with mass treatment is to give Diethilcarbamazyne combinate with albendazole once a year at least 5 years
still low. This condition can be caused by a negative public perception, so it’s
important to explore deeper into the public’s. The purpose of the study to determine the factors releted to the public perception of the susceptibility, severity, benefits and barriers Filariasis disease. This research is a quantitative analysis design with cross sectional approch. Samples were 90 residents in RW 03, Village Cimanggis. The sampling technique using the proportionate clustering sampling. Data analysis using Chi Square. The results showed that there was no
relationship between gender, age, and education level with the people’s perception
and susceptible perception Filariasis, severity, benefits and barriers. Knowledge shows their relationship by the public perception with a P value of 0,018 (P<0,005) with OR of 3.249 and show relationship of knowledge to the perception of the severity of the produce P value of 0,002 (P<0,05) with OR 5.667. Researchers suggested that the health center personnel to optimize the role of nurse as health educators to provide information in prevention program filariasis.
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN
Skripsi, Juni 2016
Hanifah Mufidati, NIM 1112104000025
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis
xx + 85 halaman + 18 tabel + 2 bagan + 2 gambar + 4 lampiran
ABSTRAK
Keberhasilan program pencegahan filariasis dengan pengobatan masal yaitu memberikan Diethilcarbamazyne yang dikombinasi dengan albendazol sekali setahun minimal 5 tahun masih rendah. Kondisi ini bisa diakibatkan oleh persepsi masyarakat yang negatif, sehingga penting untuk digali lebih dalam mengenai persepsi masyarakat mengenai filariasis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan penyakit filariasis. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah Sampel penelitian 90 warga di RW 03 Desa Cimanggis. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan proportionate clustering sampling. Teknik analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis maupun persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan hambatan. Pengetahuan menunjukkan adanya hubungan dengan persepsi masyarakat dengan P value sebesar 0,018 (P<0,05) dengan nilai OR sebesar 3,249 dan menunjukkan adanya hubungan pengetahuan dengan persepsi keseriusan yang menghasilkan P value sebesar 0,002 (P<0,05) dengan nilai OR 5,667. Peneliti menyarankan agar petugas puskesmas untuk mengoptimalkan peran perawat sebagai health educator untuk memberikan informasi dalam program pencegahan filariasis.
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Hanifah Mufidati
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Mei 1994
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Jln Pajang III RT 09/RW 14 Blok AH No. 09 Pabuaran, Bojonggede, Bogor.
Telepon : 085715368488
E-mail : hanifahmufidati08@gmail.com Riwayat Pendidikan :
1. TK Harapan (1999-2000)
2. SD Negeri 03 Pabuaran (2000-2006)
3. SMP Negeri 2 Cibinong (2006-2009)
4. SMA Negeri 6 Depok (2009-2012)
5. S1 Keperawatan UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta (2012-Sekarang)
Riwayat Organisasi :
1. Paskibra SMAN 6 Depok 2. BEM PSIK
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Masyarakat Mengenai Filariasis Di RW 03 Desa
Cimanggis” yang disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini banyak mengalami kendala namun berkat bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H., Arif Sumantri, S.KM., M.Kesselaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
4. Ibu Ita Yuanita,S.Kp, M.Kep dan Ibu Uswatun Khasanah, S.Kep.,MNS selaku dosen pembimbing, terimakasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu, tenaga, arahan serta kesabaran selama membimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya selama penulis mengikuti perkulihan.
6. Seluruh staf dan karyawan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Daliman S.pd dan Ibu Sri Martanti S.pd yang tidak pernah lelah untuk memberikan dukungan baik moril, material, kasih sayang dan selalu mendoakan penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, kakak ku Damar Ihsan Zhafari yang telah memberikan semangat.
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor khususnya Dr. Intan selaku Kepala Bidang Filariasis yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data. 9. Masyarakat RW 03 Desa Cimanggis khususnya bapak ketua RT dan RW
yang telah membantu saya dalam mengumpulkan data penduduk.
10. Teman–teman satu bimbingan (Lulu dan Ria) dan sahabatku Devi, Ulfah, Ica, Ani, Ikrima dan Allaily yang telah bersama–sama untuk saling
mendukung, memotivasi dan mendo’akan dikala penulis telah lelah untuk
xi
11.Seluruh angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih karena telah saling mengingatkan, mendoakan dan menjadi penyemangat untuk berjuang menggapai semua impian.
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi inimasih jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulias memohon sarandan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaanmya dan semoga apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat bermanfaat dan diamalkan dengan baik. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, Juni 2016
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Lembar Pernyataan... ii
Pernyataan Persetujuan ... iii
Lembar Pengesehan ... iv
Lembar Pengesahan ... v
Abstrack ... vi
Abstrak ... vii
Daftar Riwayat Hidup ... viii
Kata Pengantar ... ix
Daftar Isi... xii
Daftar Singkatan... xv
Daftar Bagan ... xvi
Daftar Gambar ... xvii
Daftar Tabel ... xviii
Daftar Lampiran ... xx
BAB IPENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Pertanyaan Penelitian ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Ruang Lingkup Penelitian... 10
BAB IILANDASAN TEORI ... 11
A. Persepsi ... 11
B. Filariasis ... 21
xiii
BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 37
A. Kerangka konsep ... 37
B. Hipotesis ... 38
C. Definisi Operasional ... 40
BAB IVMETODELOGI PENELITIAN ... 43
A. Desain Penelitian ... 43
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
C. Populasi dan Sampel ... 44
D. Instrumen Penelitian ... 47
E. Pengujian Instrumen ... 52
1. Uji validitas... 52
2. Uji Reliabilitas ... 53
D. Metode Pengumpulan Data ... 54
E. Pengolahan Data ... 56
1. Editing ... 56
2. Coding ... 56
3. Data entry ... 56
4. Cleaning... 56
F. Teknik Analisa Data ... 57
1. Analisa Univariat ... 57
2. Analisa Bivariat... 57
G. Etika Penelitian ... 58
1. Lembar persetujuan (Informed consent) ... 58
2. Tanpa nama (Anonymity) ... 59
xiv
BAB VHASIL PENELITIAN ... 60
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 60
B. Karakteristik Responden ... 61
C. Pengetahuan Responden ... 62
D. Persepsi Responden ... 62
E. Perilaku Minum Obat ... 63
F. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi ... 64
G. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat dan Hambatan ... 67
BAB VIPEMBAHASAN ... 75
A. Karakteristik Responden ... 75
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 76
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 76
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 77
B. Pengetahuan Responden ... 77
C. Persepsi Masyarakat... 78
E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi ... 81
1. Hubungan Jenis kelamin dengan Persepsi ... 81
2. Hungan Usia dengan Persepsi ... 82
3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi ... 83
4. Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi ... 84
F. Keterbatasan Peneliti ... 86
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR SINGKATAN
CDC : Center for Disease Control and Prevention DEC : Diethylcarbamazine Citrate
POMP : Pemberian Obat Masal Pencegahan RI : Republik Indonesia
SD : Sekolah Dasar
xvi
DAFTAR BAGAN
Halaman Bagan 2. 1 Kerangka Teori36
xvii
DAFTAR GAMBAR
[image:17.595.123.496.158.545.2]Halaman Gambar 2. 1 Proses pembentukan persepsi15
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 40
Tabel 4.1 Jumalah Masyarakat RW 03 Desa CimanggisKecamatanBojong gede
2016 44
Tabel 4.2 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian 49
Tabel 4.3 Bobot Nilai 51
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Tingkat Pendidikan, dan Suku Bangsa 61
Tabel 5. 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan62
Tabel 5. 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi 62
Tabel 5. 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Kerentanan,
Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 63
Tabel 5. 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Perilaku Minum Obat 63
Tabel 5. 6 Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi 64
Tabel 5. 7 Hubungan Usia dengan Persepsi 64
Tabel 5. 8 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi65
Tabel 5. 9 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi 65
Tabel 5.10Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 67
Tabel 5.11 Hubungan Usia dengan Persepsi Kerentanan, Keseriusan, Manfaat,
xix
Halaman Tabel 5.12Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Persepsi Kerentanan,
[image:19.595.127.495.191.532.2]Keseriusan, Manfaat, dan Hambatan 71
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Pedoman Wawancara Studi Pendahuluan Lampiran 3 Hasil Olah SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi–tingginya. Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan 2030 atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia (Kementrian Kesehatan RI, 2015).Terwujudnya keberhasilan pembangunan kesehatan perlu adanya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri. Salah satu upaya untuk pembangunan kesehatan yaitu dengan cara peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (Permenkes No 82, 2014). Pencegahan penyakit menular dilakukan dengan tujuan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan spesifik, pengendalian faktor risiko, perbaikin gizi masyarakat dan upaya lain sesuai dengan ancaman penyakit menular sehingga tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Noerjoedianto, Ekawaty, dan Herwansyah, 2013).
luas di pedesaan dan perkotaan dan menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin (KemenkesRI, 2013). Menurut dataWorld Health Organization(WHO) tahun 2016 sejauh ini lebih dari 120 juta orang terinfeksi filariasis dengan sekitar 40 juta mengalami cacat dan lumpuh. Sedangkan sebanyak 1,23 miliar orang yang tersebar di 58 negara beresiko terinfeksi filariasis. Sekitar 80% dari orang-orang tersebut tinggal di 10 negara yaitu Bangladesh, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, India, Indonesia, Myanmar, Nigeria, Nepal, Filipina dan Republik Tanzania.
Di Indonesia filariasis tersebar luas hampir di seluruh provinsi. Rata rata prevalensi microfilaria di Indonesia tahun 2014 adalah 4,7% (KemenkesRI,2015).Hal ini berarti tingkat penularan penyakit filariasis di Indonesia masih tinggi. Di Indonesia lebih dari 100 juta orang beresiko untuk terinfeksi filariasis, sehingga menjadikan Indonesia dengan populasi yang beresiko terinfeksi filariasis terbesar kedua setelah negara India (Naito, 2015). Menurut hasil penelitiandi Indonesia dari tahun 2012 hingga tahun 2014 kejadian filariasis mengalami peningkatan. Secara berturut–turut angka penderita filariasis sebesar 11.903 kasus, 12.714 kasus dan 14.932 kasus. Provinsi Aceh, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua dan Jawa Barat adalah lima provinsi dengan kasus klinis tertinggi (Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2015).
wilayah Kecamatan Rumpin, Gunung Sindur, Sukamakmur, Cisarua, Tenjo, Ciomas, Parungpanjang, Sentul, Bojonggede, Tenjolaya, Dramaga, Citeureup, Parung, Jasinga, Cijeruk, Cibungbulang, Ciawi, Sukaraja, Jonggol, Tajurhalang dan Cibinong. Hasil pemeriksaan croos check sampel filariasis di Kabupaten Bogor menunjukkan Mikrofilaria rate 1,92 % sehingga ditetapkan Kabupaten Bogor sebagai daerah endemis filariasis. Kecamatan Bojonggede sendiri tercatat sebanyak 14,5 % penderita filariasis dan merupakan kecamatan dengan kasus filariasis terbanyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain (PojokJabar, 2015). Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2015) Desa Cimanggis RW 03 merupakan desa yang berada di kecamatan Bojonggede dengan angka filariasis terbanyak yaitu 25 % dari jumlah penderita filariasis di Kecamatan Bojonggede.
gambaran yang menakutkan sehingga dianggap memalukan dan menghalangi peran penderita di masyarakat (WHO, 2013).
Untuk menekan angka kejadian filariasis penanggulangan dan eliminasi penyakit filariasis telah menjadi pusat perhatian dan merupakan salah satu program pengendalian penyakit menular yang harus terus diupayakan secara lebih sistematis dan berkelanjutan. Pada tahun 2000 WHO telah meluncurkan
“The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health
Problem by the Year 2020”. Indonesia sepakat dengan ikut serta dalam program eliminasi filariasis.
Program eliminasi filariasis terdiri dari dua pilar yaitu dengan penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan melalui pengobatan masal. Penatalaksanaan kasus dilakukan dengan berbasis perawatan mandiri dan rumah sakit, sedangkan untuk pengobatan masal dilakukan dengan memberikan DEC yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal 5 tahun (DitJen PP dan PL, 2010). Program eliminasi filariasis untuk pertamakali telah dilaksanakan di Kabupaten Bogor termasuk di Desa Cimanggis pada bulan Oktober 2015 yaitu dengan minum obat pencegahan penyakit filariasis secara serentak. Dari tiga desa yang termasuk dalam wilayah kerja UPF Puskesmas Kemuning, desa cimanggis adalah desa dengan pencapaian terendah dalam pelaksanaan POPM sebesar 83,9 % dari penduduk minum obat yang sesuai dengan pendataan.
masyarakat. Persepsi membentuk pandangan seseorang terhadap suatu kejadian. Pandangan individu ini memotivasi seseorang untuk bersikap dan bertindak dalam sebagain besar aktivitas hidupnya. Adanya Persepsi masyarakat yang salah terhadap suatu penyakit dapat menyebabkan program kesehatan akan berjalan kurang intensif, tidak konsisten dan tidak berkelanjutan. Masih adanya Persepsi masyarakat yang salah mengenai penyakit filariasis dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso, et all(2014) sebagian masyarakat yang tidak mengetahui penyebab Filariasis memiliki persepsi bahwa filariasis bukan penyakit menular melainakan karena keturunan, sehingga bila tidak ada anggota keluarga yang terkena filariasis maka mereka beranggapan bahwa tidak mungkin akan terkena filariasis. Pemahaman masyarakat terhadap suatu penyakit berbeda–beda antara kelompok masyarakat.
penularan melalui kontak langsung dengan penderita, mereka mengatakan tidak rentan terkena filariasis karena belum pernah melihat penderita filariasis.
Dari hasil studi pendahuluan dapat dilihat bahwa persepsi individu berbeda–beda, hal tersebut sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007) yang mengungkapkan bahwa persepsi masyarakat dapat berbeda pada tiap kelompok masyarakat. Menurut (Becker, 1974 dalam Noorkasiani, 2009) persepsi yang berbeda di pengaruhi oleh faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan), faktor sosiopsikologis, faktor struktural (pengetahuan, pengalaman terhadap suatu penyakit). Adanya persepsi yang berbeda–beda di RW 03 Desa Cimanggis membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Faktor- faktor yang berhubungan dengan persepsi di RW 03 Desa Cimanggis.
B. Rumusan Masalah
Desa Cimanggis RW 03 termasuk kedalam wilayah Kecamatan Bojonggede dengan penderita filariasis terbanyak sebesar 25% dari jumlah penderita yang berada di Desa Cimanggis. Kecamatan Bojonggede sudah menjalankan program Eliminasi Filariasis untuk menekan angka kejadian filariasis. Berjalannya program–program tersebut dengan optimal perlu adanya dukungan dari berbagai pihak salah satunya dari partisipasi masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat terhadap suatu program kesehatan dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap suatu penyakit (Becker, 1974 dalam Noorkasiani, 2009).
Health Belief Model di Kelurahan Limo Depok Tahun 2011 menunjukkan bahawa persepsi memperngaruhi perilaku seseorang dalam minum obat filariasis. Peneliti memilih judul Faktor–faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis belum pernah diadakan penelitian terkait judul tersebut. Persepsi masyarakat mengenai filariasis merupakan hal yang penting dalam pengendalian penyakit filariasis. Persepsi yang salah mengenai filariasis akan menghambat pengendalian filariasis. Penelitian ini dilakukan agar didapatkan faktor yang dominan yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap filariasis.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karakteristik masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis mengenai filariasis ?
3. Bagaimana gambaran perilaku masyarakat minum obat pencegahan filariasis di RW 03 Desa Cimanggis ?
4. Bagaimana gambaran persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis ? 5. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat
mengenai penyakit filariasis ?
6. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai kerentanan terhadap penyakit filariasis ?
8. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai manfaat minum obat pencegahan filariasis ?
9. Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis ?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat RW 03 Desa Cimanggis mengenai filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik masyrakat RW 03 Desa Cimanggis.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
c. Mengetahui gambaran perilaku masyarakat minum obat pencegahan filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
d. Mengetahui gambaran persepsi masyarakat mengenai filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
e. Mengetahui gambaran persepsi kerentanan, keseriusan penyakit filariasis, manfaat, dan hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis diRW 03 Desa Cimanggis.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keseriusan masyarakat mengenai penyakit filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.
h. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai manfaat untuk minum obat pencegahan filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.
i. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai hambatan untuk minum obat pencegahan filariasis di Rw 03 Desa Cimanggis.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan gambaran mengenai persepsi masyarakat tentang penyakit filariasis dan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat serta dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan keperawatan komunitas dan keperawatan medikal bedah serta dapat dijadikan acuan untuk melakukan pengabdian masyarakat dan dapat memasukkan penyakit filariasis ke dalam kurikulum pembelajaran.
3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
masyarakat mengenai filariasis yang dapat meningkatkan strategi promosi kesehatan guna mensukseskan program eliminasi filariasis.
F. Ruang Lingkup Penelitian
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan suatu objek yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu memberi perhatian, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Persepsi individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan (Sunaryo, 2013). Hal yang sejalan juga diungkapkanThoha (2002)dalam buku Wijayaningsih (2014) persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman.
(2008) berpendapat bahwa persepsi adalah proses dimana impuls-impuls sensorik diatur dan diterjemahkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses pemberian makna atau arti dari sebuah stimulus atau rangsangan yang berupa informasi, peristiwa atau objek yang berasal dari lingkungan sekitar.
2. Macam–macam Persepsi
Menurut Sunaryo (2013) persepsi terdiri dari dua macam, yaitu :
a. External perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu.
b. Self-perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsng yang berasal dari dalam individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.
Mulyana(2001) dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar mengemukakan bahwa pada dasarnya persepsi manusia terbagi menjadi yakni :
a. Persepsi terhadap objek lingkungan fisik
Persepsi tiap orang dalam menilai suatu objek atau lingkungan fisik seseorang dapat melakukan kekeliruan, sebab terkadang indera seseorang menipu diri orang tersebut. Hal tersebut disebabkan karena :
cahaya seperti dalam peristiwa ketika seseorang melihat bahwa tongkat yang dimasukkan ke dalam air akan terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut berposisi lurus. Hai inilah yang biasa disebut dengan ilusi.
2) Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang lain
3) Budaya yang berbeda
4) Suasana psikologis yang berbeda juga dapat menimbulkan perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain didalam mempersepsikan suatu objek
b. Persepsi terhadap manusia atau persepsi sosial
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek–objek sosial dan kejadian yang dialami seseorang didalam lingkungan orang tersebut. Persepsi sosial dikatakan lebih sulit dan kompleks karena :
1) Manusia bersikap dinamis oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu dan lebih cepat dari pada persepsi terhadap objek.
2) Persepsi sosial tidak hanya menanggapi sifat–sifat yang tampak dari luar, namun juga sifat–sifat ataupun alasan–alasan internalnya.
3. Syarat dan Proses Pembentukan Persepsi
Menurut Sunaryo (2013) dengan adanya persepsi, individu dapat menyadari dan memahami keadaan lingkungan sekitar mereka, serta dapat menyadari dan memahami keadaan diri yang bersangkutan (self perception). Persepsi terjadi melalui proses yang didahului dengan pengindraan. Pertama, stimulus diterima oleh reseptor, kemudian diteruskan ke otak atau pusat saraf yang diorganisasikan, dan diintepretasikan sebagai proses psikologis. Akhirnya, individu menyadari tentang apa yang dilihat dan didengar. Terdapat beberapa syarat terjadinya, persepsi yaitu :
a. Adanya objek. Objek berperan sebagai stimulus, sedangkan pancaindra berperan sebagai reseptor
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan persepsi
c. Adanya pancaindra sebagai reseptor penerima stimulus
d. Saraf sensorik sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak (pusat saraf atau pusat kesadaran). Kemudian, dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk mengadakan respons.
menyadari stimulus yang diterima. Jadi, ketiga syarat tersebut sangat diperlukan demi tercapainya suatu persepsi yang baik.
[image:35.595.138.542.155.524.2]Menurut Damayanti (2000) dalam Oktaviana (2015) menggambarkan proses pembentukan persepsi terdapat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2. 1 Proses pembentukan persepsi Sumber : Damayanti (2000) dalam Oktaviana (2015)
Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon sesui dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsangan lain. Setelah diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian yang digunakan rangsangan– rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk diproses pada tahapan yang lebih lanjut. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasrkan bentuk sesui dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data atau rangsangan tersebut berhasil ditafsirkan. Persepsi seseorang tidak timbul
Rangsangan/Sensasi Seleksi Input Proses pengorganisasian
Pengalaman
Intepretasi Lingkungan
dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor–faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Hal inilah yang menyebabkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang dilihatnya sama, belum tentu persepsi seseorang tersebut sama tergantung dengan pengalaman serta proses belajar yang didapat selama menerima proses rangsangan dari lingkungan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Krech dan Crutchfield faktor – faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :
1) Faktor Fungsional
Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal–hal yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor–faktor personal. Faktor personalterdiri dari usia, jenis kelamin, kebutuhan, pengetahuan. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi disebut kerangka rujukan (frame of reference). Para psikolog menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi sosial. Latar belakang pendidikan dan pengalaman memudahkan memahammi pengertian atau istilah-istilah yang sesuai dengan latar belakang dan pengalamannya.
2) Faktor Struktural
mempersepsikan sesuatu, maka orang tersebut akan mempersepsikannya sebagai sesuatu keseluruhan, seseorang tidak melihat bagian–bagiannya lalu menghimpunnya. Jika ingin memahami suatu peristiwa, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami sesorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.Sesuai dengan prinsip ini Krech dan Crutcfield melahirkan dalil persepsi yang kedua:
―Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti‖. Individu mengorganisasikan stimuli dengan melihat
konteksnya. Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga: ―Sifat– sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan‖. Menurut dalil ini, jika individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan ditentukan oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Menurut teori Health Belief Modelfaktor yang berhubungan dengan persepsi mengenai kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan adalah faktor pemodifikasi yang terdiri dari variabel :
1) Variabel Demografi
Varibel demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, ras, dan pendidikan.
2) Variabel Sosiopsikologis
Varibel pada sosiopsikologis terdiri dari kepribadian, kelas sosial, tekanan dari kawan sebaya.
3) Variabel Struktural
Variabel struktural terdiri dari pengetahuan dan kontak sebelumnya dengan penyakit.
5. Persepsi dalam Health Belief Model
health belief model yang menentukan munculnya perilaku menurut Becker dalam Bastable (2002) :
a. Persepsi tentang kerentanan (Perceived Susceptibility)
Gagasan ini mengacu kepada suatu persepsi subjektif dari penurunan kondisi kesehatan. Dalam konteks Health Belief Model kerentanan individu diartikan sebagai pendapat individu tentang bagaimana kemungkinan perilaku mereka mengambil bagian dalam menghasilkan kesehatan yang negatif. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut. Suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul apabila seseorang telah merasakan ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tertentu. b. Persepsi tentang keparahan (Perceived Severity)
lama di kehidupan. Health belief model berusaha untuk meningkatkan mengenai bagaimana persepsi keseriusan penyakit dapat mempengaruhi perilaku dalam tujuan meningkatkan kualitas hidup seseorang (Burke, 2013).
c. Persepsi tentang manfaat (Perceived Benefits)
Persepsi mengenai manfaat yang dirasakan apabila mengambil tindakan terhadap gejala yang dirasakan untuk mengurangi ancaman. Individu merasa dirinya sangat rentan terhadap serangan penyakit–penyakit tertentu dan tindakan yang dilakukan tergantung pada manfaat yang akan dirasakan nantinya.
d. Persepsi tentang hambatan (Perceived barriers)
Hambatan yang dirasakan adalah aspek negatif dari suatu tindakan kesehatan yang menghalanginya untuk dapat melakukan tindakan tersebut (Anies, 2006). Hambatan untuk bertindak dapat berupa keadaan yang tidak menyenangkan atau rasa sakit yang ditimbulkan saat mendapatkan pengobatan, disamping itu hambatan dapat berupa biaya, baik bersifat monetary cost (biaya pengobatan) maupun time cost (waktu menunggu diruang tunggu, waktu yang digunakan selama perawatan, dan waktu yang digunakan ke tempat pelayanan kesehatan).
Faktor pencetus (cues to action) dapat datang dari dalam diri individu (munculnya gejala–gejala penyakit itu) ataupun dari luar (nasihat orang lain, kampanye kesehatan, terserang seorang teman atau anggota keluarga oleh penyakit yang sama, dan sebagainya).
Seseorang yang memiliki motivasi yang rendah untuk bertindak (misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit itu, yang menganggap remeh akibat dari penyakit tersebut atau yang takut menerima pengobatan) diperlukan rangsangan yang lebih intensif untuk mencetuskan respons yang diinginkan, sebab bagi kelompok semacam ini penghayatan subjektif terhadap hambatan/resiko negatif dari pengobatan penyakitnya, jauh lebih kuat daripada gejala objektif dari penyakit itu ataupun pandangan/saran profesional petugas kesehatan. Tetapi bagi mereka yang sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit saja sudah cukup untuk menimbulkan respons tersebut (Alhamda, 2014).
B. Filariasis
1. Pengertian Filariasis
Health Organization (WHO)tahun 2015, filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis (spesies) nyamuk dan dapat mengakibatkan perubahan pada sistem limfatik dan pembesaran abnormal pada bagian tubuh, menyebabkan rasa sakit, kecacatan dan stigma sosial. Di Indonesia kasus filaria menyerang sekitar 10 juta penduduk terutama di daerah pedesaan (Muslim, 2009). Hal yang sejalan juga dikemukan oleh Rajan (2009) filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit nematoda dari genus Wuchereria dan Brugia. Hal ini terjadi terutama di negara– negara tropis dunia.
Penyakit filariasis terdiri dari dua jenis, yaitu filarisis kelenjar limfe dan filariasis kulit dan jaringan. Penyakit yang terjadi di Indonesia adalah filariasis kelenjar limfe (Irianto, 2013). Filariasis limfatik umumnya dikenal sebagai kaki gajah adalah penyakit tropis yang terabaikan (WHO, 2015).
2. Penyebab Filariasis
a. Hospes 1) Manusia
untuk mendapat infeksi (exposure) (Fakultas Kedokteran UI, 2009).
2) Hewan
Beberapa jenis hewan dapat berperan sebagai sumber penularan filariasis (hewan reservoir). Dari semua spesies cacing filaria yang menginfeksi manusia di Indonesia, hanya Brugia malayi tipe sub periodik nokturna dan non periodik yang ditemukan juga pada lutung (presbytis cristatus), kera (Macaca fascicularis) dan kucing (Felis catus). Penanggulangan filariasis pada hewan reservoir ini tidak mudah, oleh karena itu juga akan menyulitkan upaya pemberantasan Filariasis pada manusia (KemenkesRI, 2014).
3) Lingkungan
Menurut KemenkesRI (2014) secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial ekonomi dan budaya.
a) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik mencakup antara lain keadaan iklim, keadaan geografis, struktur geologi dan sebagainya. Lingkungan fisik erat kaitannya dengan kehidupan vektor, sehingga berpengaruh terhadap munculnya sumber–sumber penularan filariasis. Lingkungan fisik dapat menciptakan tempat–tempat perindukan dan beristirahatnya nyamuk. Lingkungan dengan tumbuhan air di rawa–rawa dan adanya hospes reservoir (kera, lutung dan kucing) berpengaruh terhadap penyebaran B.malayi.
b) Lingkungan Biologik
Lingkungan biologik dapat menjadi rantai penularan filariasis.Contoh lingkungan biologik adalah adanya tanaman air sebagai tempat pertumbuhan nyamuk Mansonia spp. c) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
pada laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan karena umumnya laki-laki lebih kontak dengan vektor karena pekerjaannya.
b. Vektor
Vektor filariasis pada manusia dan binatang dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu nyamuk Anophelini (genus Anopheles) dan non-Anophelini (genus Culex, Aedes dan Mansonia). Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis pada manusia, yaitu Wucheria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori, sedangkan pada hewan ditemukan Brugia kalimantani dan Dirofilaria immitis. Parasit-parasit ini oleh berbagai spesiaes nyamuk yang bertindak sebagai vektor, disebarluaskan di seluruh kepulauan Indonesia (Kemenkes, 2014).
c. Agent
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu W.bancrofti, B.malayi, B.timori, Loa loa, Onchocerca volvulus, Acanthocheilonraema perstants, Mansonella azzardi. Di Indonesia terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu Wuchereria bancrofti,Brugia malayi , Brugia timori.
Organisme Periodicity Distribusi Vektor utama
Wuchereria bancrofti
Nokrutnal periodik
Diseluruh dunia, termasuk Afrika,Indonesia, Melanesia, Mikronesia, Timur Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan.
Anopheles, Culex
Nocturnal sub-periodic
Asia Tenggara Aedes
Diurnal sub-periodic
Polynesia Aedes
Brugia malayi
Nocturnal periodik
India, Indonesia, Asia Tenggara
Anopheles, Mansonia Nocturnal
sub-periodik
Indonesia, Asia Tenggara Mansonia
Diurnal sub-periodik
Tailand Mansonia
Brugia timori
Nocturnal periodik
Alor, Flores, Indonesia, Roti, Timor
[image:46.595.136.548.198.620.2]Anopheles
Gambar 2. 2 Agent Filariasis
6. Manifestasi Filariasis
Menurut Sarojini dan Senthilkumaar (2013) mengatakan bahwa filariasis limfatik ditandai dengan gambaran yang luas dari manifestasi klinis dengan tanda dan gejala berbeda dari satu daerah endemik dengan daerah endemik lainnya. Perjalanan klinis filariasis dapat dibagi menjadi :
a. Tahap asimtomatik
Tahap ini ditandai dengan adanya mikrofilaria dalam darah perifer, meskipun ada atau tidak ada manifestasi klinis filariasis. b. Tahap akut
Manifestasi akut ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri tubuh dan berkeringat. Manifestasi akut berupa :
1) Limfadenitis : Pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha (inguinal), ketiak, di atas siku (epitrochlear), belakang sendi lutut dan paha.
2) Limfangitis : Peradangan akut saluran getah bening, mengakibatkan garis–garis kemerahan pada kulit sepanjang pembuluh limfe yang meradang dan menyebar secara proaksimal dari daerah yang terinfeksi (Eliastam, 2005). 3) Fenuculitis : Peradangan fenikulus spermatikus. Hal ini
berhubungan dengan demam dan radang testis (Orchitis) dan nyeri pada getah bening di selangkangan.
demam, funuculitis dan pembesaran kelenjar getah bening pada selangkangan.
5) Tropical Pulmonary Eosinophilia (TPE) : Individu mengeluh kesulitan bernafas terkait dengan atau tanpa mengi.
c. Gejala Klinis Kronis
Gejala klinis kronis menurtut Depkes (2009) terdiri dari limfadema, lymph scrotum, kiluria, hidrokel.
a) Limfadema
Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi Brugia, terjadi pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan di bawah siku dimana siku dan lutut masih normal.
b) Lymph Scrotum
c) Kiluria
Adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah ginjal (pelvis renal) oleh caing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga cairan limfe dan darah masuk kedalam saluran kemih. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut :
i) Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak, dan kadang–kadang disertai darah (haematuria)
ii) Sukar kencing iii) Kelelahan tubuh
iv) Kehilangan berat badan d) Hidrokel
[image:49.595.137.513.189.527.2]Adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut :
i) Ukuran skrotum kadang–kadang normal tetapi kadang– kadang sangat besar sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi.
ii) Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus
iv) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis W. bancrofti dan dapat digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrofti.
7. Dampak Filariasis
a. Filariasis limfatik stadium lanjut dapat menyebabkan cacat fisik permanen. Cacat mengacu pada penurunan nilai, pembatasan aktivitas dan pembatasan partisipasi (WHO, 2013).
b. Dampak Ekonomi
Orang-orang yang menderita penyakit filariasis dalam jangka waktu lama tidak dapat bekerja seperti biasanya. Jika mereka bekerja keras kadang-kadang menimbulkan penderitaan karena terlalu letih dan mereka harus beristirahat beberapa saat sebelum kembali bekerja. Penderita filariasis kronik akan mengalami kerugian ekonomi setiap tahun akibat kunjungan yang berulang-ulang ke berbagai fasilitas kesehatan, kehilangan produktivitas untuk bekerja, kecapaiaan dan hari produktif bagi anggota keluarga yang hilang karena harus merawat orang yang sakit (Ditjen PP&PL KemenkesRI, 2010).
c. Dampak Sosial
menimbulkan stigmatisasi sosial. Bagi wanita, rasa malu dan tabu berkaitan dengan lymphoedema dan terutama kaki gajah. Pembesaran pada tungkai bawah dan bagian genital dapat menimbulkan stigma yang negatif. Selain itu kerusakan organ-organ seksual dapat menambah masalah dalam kehidupan perkawinan. Penderita Filariasis rentan terhadap depresi dan kesehatan mental yang buruk (WHO, 2013).
1. Sikluas Penularan Filariasis
Menurut Ditjen PP&PL (2014) siklus penularan filariasis terdiri dari :
a. Tahap Perkembangan dalam Tubuh Nyamuk (Vektor)
Saat nyamuk (vektor) menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung nyamuk. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, tidak langsung menjadi infektif. Beberapa saat setelah berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian menerobos dinding lambung menuju rongga badan dan selanjutnya ke jaringan otot thoraks. Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium 1(L1) berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya berkembang menjadi larva stadium III(L3) yang infektif.
mengigit. Mikrofilaria di badan tubuh nyamuk hanya mengalami perubahan bentuk dan tidak berkembangbiak (Cyclicodevelopmental) sehingga diperlukan gigitan berulang kali untuk terjadinya infeksi.
b. Tahap Perkembangan dalam Tubuh Manusia dan Hewan Perantara (Hospes Reservoir)
Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju sistem limfe dan selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa (makrofilaria), kemudian cacing dewasa ini akan menghasilkan ribuan anak cacing (mikrofilaria) perhari. Mikrofilaria yang berada di peredaran darah tepi akan terhisap oleh nyamuk yang menggigitnya dan kemudian ditularkan kembali pada orang lain.
Ketika larva L3 masuk dalam tubuh manusia memerlukan periode waktu lama untuk berkembang menjadi cacing dewasa. Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan microfilaria untuk W.bancrofti selama kurang lebih 9 bulan ( 6-12 bulan), sedangkan untuk B.malayi dan B. Timori selama 3,5 bulan. Perkembangan seperti ini terjadi juga dalam tubuh hewan reservoar (lutung dan kucing) .
menajdi sumber penularan dalam periode waktu yang sangat panjang.
8. Pencegahan Filariasis
Menurut Depkes (2009) upaya pencegahan filariasis yang dapat dilakukan oleh masyarakat dengan :
a. Menghindari diri dari gigitan nyamuk
1) Menggunakan kelambu sewaktu tidur. Kelambu harus disisipkan dibawah kasur sehingga nyamuk tidak bisa masuk. Jika tidur disawah selama musim tanam atau panen, kelambu bisa dibawa ke sawah untuk mencegah digigit nyamuk.
2) Menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa nyamuk.
3) Menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar 4) Mengoles kulit dengan obat anti nyamuk
b. Memberantas nyamuk
1) Membersihkan tanaman air pada rawa–rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk.
2) Menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk.
3) Membersihkan semak–semak di sekitar rumah. c. Pengobatan massal
bersamaan ini dapat mematikan semua mikrofilaria yang ada di dalam darah setiap penduduk dalam waktu bersamaan, dan mencegah makrofilaria (cacing filaria dewasa) menghasilkan mikrofilaria baru, sehingga rantai penularan filaria dapat diputus. Kegiatan POPM filariasis dilaksanakan sekali setahun selama minimal lima tahun berturut–turut, kemudian diikuti dengan evaluasi dampak setelah POPM Filariasis dihentikan serta menerapkan surveilans ketat pada periode stop POPM filariasis.
Obat yang digunakan dalam penanggulangan filariasis adalah obat Diethylcarbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole yang terbukti efektif dalam memutus rantai penularan pada daerah yang endemis filariasis :
a) Diethylcarbamazine Citrate (DEC)
DEC bersama Albendazole digunakan untuk mengontrol limfatik filariasis, dapat menurunkan mikrofilaria dengan baik selama setahun. Pemberian sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut–turut bertujuan untuk mempertahankan kadar mikrofilaria dalam darah tetap rendah sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan.
langsung dari matinya cacing filaria yang menandakan berhasilnya pengobatan (Dirjen PP&PL, 2012).
b) Albendazole
C. Kerangka Teori
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Sumber : Dimodifikasi dari TeoriHealth Belief Model (Rosentoch, 1975 dan Becker, 1975);(Damayanti, 2000); (Kemenkes, 2014)
: Variabel yang tidak diteliti : Variabel yang diteliti Keterangan :
Persepsi Faktor Pemodifikasi:
1. Variabel Demografi (Usia,Jenis kelamin, Pendidikan, ras)
2. Variabel Sosiopsikologi (Kelas sosial, Kepribadian) 3. Variabel Struktural
(Pengetahuan dan
Pengalaman kontak dengan penyakit)
Teori Health Belief Model Mengenai Filariasis
Persepsi kerentanan (Perceived Susceptibility)
Resiko terkena filariasis : 1. Hospes
a. Manusia b. Hewan c. Lingkungan 2. Vektor : nyamuk
culex, Aedes, dan Anopheles
3. Agent
Rangsangan/Sensasi Seleksi Input Proses pengorganisasian Intepretasi
Persepsi keparahan (Perceived Severity) Dampak filariasis :
1. Kecacatan permanen 2. Kerugian ekonomi 3. Masalah psikososial
Persepsi manfaat (Perceived Benefits) Manfaat minum obat pencegahan filariasis
Persepsi hambatan (Perceived Barriers)
37
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian yang bersifat analitik atau mencari hubungan variabel yang akan diteliti yaitu faktor–faktor yang berhubungan dengan persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis di RW 03 Desa Cimanggis, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah :
Variabel independen Variabel dependen
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsep tersebut, setiap konsep memiliki sebagai variabel sebagai indikasi pengukuran yang digambarkan oleh variabel bebas atau independen yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pengetahuan. Sedangkan varibel terikat atau dependen terdiri dari persepsi masyarakat mengenai penyakit filariasis. Dalam peneletian ini, peneliti tidak
Jenis kelamin Umur Pendidikan Pengetahuan
Persepsi masyarakat mengenai penyakit Filariasis:
a. Persepsi tentang kerentanan (Perceived Susceptibility) b. Persepsi tentang keparahan
(Perceived Severity) c. Persepsi tentang manfaat
(Perceived Benefits)
meneliti faktor pengalaman individu terkena filariasis karena kurangnya keberagaman faktor tersebut. Selain itu, peneliti juga tidak meneliti faktor lingkungan keadaan sosial karena penelitian ini sudah dalam lingkungan yang homogen.
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
2. Ada hubungan antara umur dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
3. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
4. Ada hubungan antara pengetahuan dengan persepsi masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
5. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
6. Ada hubungan umur dengan persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan masyarakat mengenai Filariasis di RW 03 Desa Cimanggis.
C. Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Umur Lamanya tahun yang dilalui responden dihitung sejak responden lahir sampai dilakukan penelitian
Angket Kuisioner 1. Remaja : 12 – 25 tahun
2. Dewasa : 26 – 59 tahun (Hurlock, 2001; Depkes, 2009)
Ordinal
Jenis Kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki- laki dan jenis kelamin perempuan
Angket Kuisioner 1. Laki – laki
2. Perempuan
Nominal
Pendidikan Pendidikan formal yang terakhir pernah diikuti responden
Angket Kuisioner 1. Pendidikan dasar (SD dan SMP atau yang sederajat)
2. Pendidikan menengah (SMA atau sederajat)
3. Pendidikan tinggi (PT atau sederajat) (Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003)
Ordinal
Suku Bangsa Kelompok etnik responden Angket Kuesioner 1. Jawa
2. Sunda 3. Betawi 4. Minang 5. Lain-lain
Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Pengetahuan Tingkat pengetahuan responden
mengenai pengertian, tanda gejala, penyebab, cara penularan dan pencegahan Filariasis
Angket Kuisoner Pengetahuan menggunakan nilai media
sebagai cut of point :
1. Rendah : < 10 (nilai median) 2. Tinggi : > 10 (nilai median)
Ordinal
Persepsi Pandangan masyarakat mengenai penyakit Filariasis, meliputi : 1. Keseriusan penyakit Filariasis 2. Persepsi terhadap kerentanan
penyakit Filariasis 3. Manfaat obat Filariasis
4. Hambatan minum obat antifilariasis
(Noorkasiani, 2009)
Angket Kuisoner
Akan dilakukan skoring dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bagian pernyataan positif :
a.Sangat setuju : 4 b.Setuju : 3 c.Tidak setuju : 2 d.Sangat tidak setuju :
1
2. Bagian pertanyaan negatif:
a.Sangat tidak setuju : 4
b.Tidak setuju : 3 c.Setuju : 2 d.Sangat setuju : 1
Persepsi dikelompokan menjadi persepsi negatif dan positif. Menggunakan median sebagai cut of point :
1. Persepsi
a. Positif < 58 (median) b. Negatif > 58 (median) 2. Persepsi Kerentanan
a. persepsi negatif < 12 (median) b. Persepsi positif > 12 (median) 3. Persepsi Keseriusan
a. Persepsi negatif < 15 (median) b. Persepsi positif > 15 (median) 4. Persepsi Manfaat
a. Persepsi negatif < 18 (median) b. Persepsi positif > 18 (median) 5. Persepsi Hambatan
a. Persepsi negatif < 14 (median) b. Persepsi positif > 14 (median)
Variabel Definisi Operasioanl Cara Ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur Perilaku
minum obat
Tindakan masyarakat untuk meminum obat pencegahan filariasis atau tidak meminum obat filariasis.
Angket Kuesioner 1. Tidak minum obat
2. Minum obat
43
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
Metodelogi penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2011). Bab ini akan menguraikan mengenai desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, instrumen penelitian, uji validitas dan reabilitas instrumen, metode pengumpulan data, pengelolaan data, analisa data dan etika penelitian.
A. Desain Penelitian
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RW 03 Desa Cimanggis. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret–April 2016. Penentuan masyarakat RW 03 Desa Cimanggis sebagai lokasi penelitian adalah karena menurut data yang diperoleh penulis, RW 03 desa Cimanggis merupakan penyumbang terbesar kasus filariasis di Desa Cimanggis kecamatan Bojonggede (DinkesKabupatenBogor, 2015).
C. Populasi dan Sampel
Menurut Sugiyono (2011) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat di RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede.
[image:64.595.135.535.583.739.2]Daftar jumlah masyarakat RW 03 Desa Cimanggis tercantum dalam tabel 4.1.
Tabel 4. 1
Jumlah Masyarakat RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede 2016
No RT Jumlah
1 01 405
2 02 150
3 03 84
4 04 421
5 05 102
6 06 200
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian (Sujarweni, 2014). Sampel dari penelitian ini ditentukan oleh beberapa kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek peneliti dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.
1. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini antara lain:
a. Warga masyarakat yang terdaftar di RW 03 Desa Cimanggis Kecamatan Bojonggede.
b. Usia lebih dari 12 tahun
c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini 2.Kriteria eksklusi sampel dalam penelitian ini antara lain:
a. Warga yang memiliki kelainan pada alat indra b. Wanita hamil ketika diberi obat antifilariasis
c. Warga yang sedang sakit dan tidak diperkenankan mengkonsumsi obat
penelitian ini adalah sesuai dengan rancangan penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua proporsi dengan persisi mutlak ditentukan.
� = �1−∝/2
2� 1− � + �1−� �1 1− �1 + �2 (1− �2) 2 (�1− �2)2
n = Jumlah sampel
1-α = (derajat kemaknaan 95 % CI/confidence interval dengan α sebesar 5 %)
1-β = Kekuatan uji 90 %
P1 = 0,6 P2 = 0,3
P = (P1 + P2)/2 = 0,45 1 – p = 1-0,5 = 0,55
n =1,96 20,45 1−0,55 + 0,842 0,6 1−0,6 +0,3 1−0,3 2 (0,6−0,3)2
n = 1,96 0,495+ 0,842 0,45 2 0,09
n = 1,96 0,7036 +0,842(0,6708 )2 0,09
n = 1,3979+0,5652 0,09
n = 3,779 0,09
n = 82 orang x 10 % (droup out) = 90 Orang.
Perhitungan sampel dalam masing – masing cluster dilakukan dengan perbandingan jumlah masing – masing RT
RT 01 = 405
1362 x 90 = 26 orang RT 02 = 150
1362 x 90 = 10 orang RT 03 = 84
1362 x 90 = 6 orang RT 04 = 421
1362 x 90 = 28 orang RT 05 = 102
1362 x 90 = 7 orang RT 06 = 200
1362 x 90 = 13 orang
Setelah didapatkan cluster, akan dilanjutkan dengan sistem systemic random sampling. Peneliti akan memilih sampel dari sampling frame dalam interval tertentu. Interval ditentukan dengan cara jumlah populasi dibagi dengan jumlah sampel yang dikehendaki peneliti, dalam penelitian ini interval yang didapat adalah 1362/84 = 15,13 jika dibulatkan menjadi 15. Hal ini berarti dari sampling frameyang sudah peneliti rancang diurutkan berdasarkan nomer lalu dipilih dengan interval 15.
D. Instrumen Penelitian
disediakan, sehingga responden diberi kebebasan untuk memilih jawaban tentang kebenaran suatu pernyataan. Instrumen ini terdiri dari empat bagian
1. Kuisoner A data demografi meliputi insial nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa dan apakah responden meminum obat pencegahan filariasis atau tidak.
2. Kuesioner B adalah pertanyaan–pertanyaan pengetahuan mengenai filariasis dan obat pencegahan filariasis. Pertanyaan terdiri dari definisi, penyebab, tanda gejala, cara penularan, efek samping obat pencegahan filariasis dan kontraindikasi pemberian obat pencegahan filariasis. Jumlah pertanyaan sebanyak 14 pertanyaan. 3. Kuisoner C adalah pernyataan–pernyataan persepsi yang peneliti
Tabel 4. 2
Kisi-kisi Kuesioner Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat untuk memperoleh data tentang pengetahuan menggunakan skala guttman, dimana untuk setiap jawaban salah diberi skor 0 dan setiap jawaban benar diberi skor 1. Pengukuran menggunakan skala guttman karena peneliti menginginkan jawaban tegas atas pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan dibuat dalan bentuk pertanyaan pilihan ganda yang hanya mempunyai satu jawaban benar.
Peneliti menggunakan cut of point untuk mengkategorikan pengetahuan responden. Pengetahuan baik apabila total skor yang diperoleh >cut of point, pengetahuan buruk apabila total skor yang diperoleh <cut of point. Cut of point menggunakan mean apabila data terdistribusi normal dan menggunakan median
Variabel Parameter Jumlah
Pertanyaan
Nomer pertanyaan
Data demografi (Kuesioner A)
Nama, Jenis kelamin, alamat, usia, pendidikan terakhir,
suku bangsa dan minum obat atau tidak.
7 1,2,3,4,5,6 dan 7
Pengetahuan mengenai Filariasis dan obat antifilariasis (Kuesioner B) Definisi, penyebab, penularan, pencegahan, tanda dan
gejala, efek samping obat dan kontra indikasi pemberian
obat antifilariasis.
13 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14
Persepsi mengenai Filariasis (Kuesioner C) Kerentanan terhadap penyakit Filariasis, keseruisan penyekit Filariasis, Manfaat obat antifilariasis dan hambatan minum obat
antifilariasis.
20 Pernyataan
positif/Favorable : 1,2,3,4,5,6,7, 8, 9, 10,
apabila data tidak terdistribusi normal. Penentuan data terdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan melihat hasil distribusi data menggunakan menggunakan uji kolmogorov smirnov. Pada hasil distribusi data didapatkan nilai p value 0,00 (p<0,05) maka distribusi data tidak normal, sehingga cut of poin pada penelitian ini untuk mengkategorikan pengetahuan menggunakan median. Oleh karena itu, pengetahuan baik mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh > 10, dan pengetahuan buruk mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh < 10.
Pernyataan-pernyataan persepsi mengenai filariasisdalam bentuk skala likert dengan memberi bobot pada setiap jawaban. Instrumen persepsi menggunakan skala 1-4, dengan katagori :
a. Sangat Setuju (SS) yang berarti sangat sesuai. b. Setuju (S) yang berarti sesuai.
c. Tidak Setuju (TS) yang berarti tidak sesuai.
d. Sangat Tidak Setuju (STS) yang berarti sangat tidak sesuai.
Tabel 4. 3 Bobot Nilai
Pernyataan SS S TS STS
Positive/Favorable 4 3 2 1 Negative/Unfavourable 1 2 3 4
Peneliti menggunakan cut of point untuk mengkategorikan persepsi responden. Persepsi positif apabila total skor yang diperoleh >cut of point, persepsi negatif apabila total skor yang diperoleh <cut of point. Dari hasil distribusi data dengan melihat hasil uji kolmogorov smirnov didapatkan nilai p value 0,00 (p<0,05) maka distribusi data tidak normal, sehingga cut of poin pada penelitian ini untuk mengkategorikan persepsi menggunakan median. Oleh karena itu, persepsi positif mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh > 58, dan persepsi negatif mengenai filariasis apabila total skor yang diperoleh < 58.
Persepsi positif pada kerentanan memiliki arti bahwa responden mengganggap dirinya rentan terkena filariasis, persepsi positif pada keseriusan memiliki arti bahwa responden mengganggap filariasis merupakan penyakit yang serius, persepsi positif pada manfaat minum obat pencegahan memiliki arti bahwa responden mengganggap minum obat pencegahan filariasis sangat bermanfaat, dan persepsi positif pada hambatan adalah responden tidak memiliki hambatan untuk meminum obat pencegahan filariasis.
bahwa responden mengganggap minum obat pencegahan filariasis tidak bermanfaat, dan persepsi negatif pada hambatan adalah responden memiliki banyak hambatan untuk meminum obat pencegahan filariasis.
E. Pengujian Instrumen
1. Uji validitas
Validitas pengukuran merupakan pernyataan tentang derajat kesesuaian hasil pengukuran sebuah alat ukur (instrumen) dengan apa yang sesungguhnya ingin diukur oleh peneliti. Sedang pengukuran (measurement) merupakan prosedur pemberian nilai kuantitatif atau kualitatif terhadap variabel pada subjek penelitian (Streiner dan Norman, 2000). Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Setelah dilakukan judgment expert selanjutnya peneliti melakukan uji validasi yang dilakukan di RW 14 Desa Pabuaran sebanyak 35 responden. Uji yang dilakukan adalah menggunakan rumus Pearson Product Moment. Pernyataan valid apabila r hitung > r table, sedangkan pernyataan dianggap tidak valid jika r hitung < r table (0,279) pada n = 35 (Sujarweni, 2015). Hasil uji validitas pada instrumen pengetahuan didapatkan 14 dari 15 pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 2, sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan karena sudah terwakili dengan pertanyaan yang lainnya. Instrumen persepsi hasil uji validitas didapatkan 20 dari 25 pertanyaan valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah pertanyaan no 2, 5, 6, 12, dan 25, sehingga pertanyaan tersebut dihapus atau ditiadakan karena sudah terwakili dengan pertanyaan yang lainnya.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama. Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yaitu cara menguji suatu alat ukur untuk sekali pengambilan data (Rangkuti, 2008). Uji reliabilitas pada penelitian ini digunakan cara K-R 20 untuk mengukur pengetahuan dan
D. Metode Pengumpulan Data
1. Pertama, peneliti menentukan subjek penelitian, tujuan penelitian, dan tempat penelitian, serta judul penelitian. Peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas untuk diberikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan kepada Kepala Desa Cimanggis.
2. Setelah diberi perizinan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan Kepala Desa Cimanggis, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang akan dilakukan.
3. Peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan seminar proposal penelitian.
4. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti melakukan uji validitas dengan content validity dengan bantuan pakar parasitologi, dosen keperawatan, dan pemegang program filariasis di puskesmas Bojong gede. Kemudian dilakukan uji reliabilitas kuesioner pengetahuan dan persepsi pada 35 responden di RW 14 Desa Pabuaran dengan kriteria responden sama pada penelitian ini. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel, peneliti mulai mengumpulkan data di RW 03 Desa Cimanggis.
6. Setelah sampling frame dibuat peneliti menggunakan teknik systemic random samplingyaitu calon responden akan diacak dengan cara setiap interval 15 peneliti memilih calon responden yang sesuai dengan kriteria inkulisi.
7. Setelah mendapat calon responden, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden. Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.
8. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden selanjutnya diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner. Bagi responden yang tidak bisa membaca dan menulis kuesioner akan dibacakan oleh peneliti.
9. Waktu yang diberikan kepada responden untuk mengisi kuesioner sekitar 15 menit.
10.Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti akan memeriksa kelengkapan kuesioner. Jika terdapat kuesioner yang belum terisi peneliti akan mengembalikan kuesioner untuk dilengkapi terlebih dahulu oleh responden dan ji