• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh tipe kepribadian big five dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial satuan Polisi Pamong Praja kota Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh tipe kepribadian big five dan kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial satuan Polisi Pamong Praja kota Tangerang"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN

BIG FIVE DAN

KECERDASAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk

memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh

RIKHA FARIKHA NIM : 106070002202

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN

BIG FIVE DAN

KECERDASAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk

memenuhi syarat-syarat mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh

RIKHA FARIKHA NIM: 106070002202

Di bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ikhwan Lutfi, M. Psi NIP.196806141997041001 NIP.19730710 200501 1 006

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Prososial Satuan Polisi Pamong Praja kota Tangerang telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Fakultas Psikologi.

Jakarta, 06 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Anggota

Bambang Suryadi, Ph.D Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag

NIP. 197005292003121002 NIP.196806141997041001

(4)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rikha Farikha

NIM : 106070002202

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, Juni 2011 Yang Menyatakan

(5)

Inti kemampuan pribadi dan

sosial yang

merupakan kunci utama

keberhasilan seseorang

sesungguhnya adalah kecerdasan

emosi

.

(6)

Dari Abu Hurairah ra,

ia berkata: Rasulullah SAW

bersabda:

Sesungguhnya Allah tidak melihat

kepada tubuh dan bentuk kalian,

tetapi Allah melihat kepada hati

dan

amal perbuatan kalian .

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang telah

menghamparkan bumi tanpa batas dan mendirikan langit tanpa tiang peyangga,

yang menguasai kerajaan langit dan bumi, yang memberikan begitu banyak

kenikmatan iman, kenikmatan Islam, dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan ummat Islam Nabi

besar Muhammad SAW.

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas terselesaikannya skripsi ini.

Meskipun penulis banyak hambatan dan rintangan dalam perjuangan bangku

kuliah hingga penyusunan skripsi yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana

Psikologi. Semua itu tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, beserta jajarannya.

2. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, dan Ikhwan Lutfi, M.Psi yang telah

membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dengan kesabaran serta

memberikan dukungan yang membuat penulis merasa sangat beruntung

karena arahan dan bimbingan yang diberikan terasa sangat membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan.

4. Instasi pemerintah kota Tangerang dengan seluruh jajaran anggota Satpol PP

yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian disana.

5. Kedua orang tua penulis, ibunda tercinta atas jasamu yang tak kenal lelah

mendoakan anakmu ini. Ayahanda tercinta yang selalu memberikan

dukungan dan bantuan berupa doa dan materi sehingga penulis dapat bertahan

hidup menuntut ilmu di sini.

6. Kakak tercinta almarhumah Nur Minkhatullaila yang tidak sempat

menyaksikan adikmu ini meraih gelar sarjana dan maafkan adikmu yang tak

sempat melihat kepergianmu untuk terakhir kalinya, doaku akan selalu

mengalir untukmu, semoga Allah menempatkanmu disisiNya. Penulis selalu

(8)

dimasa kecil kita berdua. Adik penulis Emi, Indah, Ayu, Khalwa, Kia yang

menjadikan semangat dalam hidup penulis.

7. Om haji Alwani dan Kak Mei, yang telah berkenan membantu dan

meluangkan waktunya ketika proses pengambilan data penelitian, dan

memberikan nasehat kepada penulis.

8. Mas Bayu yang dengan perhatian dan pengorbanannya selalu memberikan

bantuan disaat penulis membutuhkannya, tak pernah lelah memberi semangat,

menemani penulis dikala suka dan duka, yang membuat penulis tertawa dan

menangis, dan slalu setia mengantarkan kemana penulis inginkan. Takkan

pernah penulis mampu membayar semua ketulusanmu kecuali dengan cinta

dan kesetiaan.

9. Rahma teman terbaik penulis, dengan kebersamaan kita dikala senang dan

duka, atas tumpangan motornya ketika ke kampus, penulis takkan dapat

melupakan kenangan itu. Kak Via yang telah mengizinkan tempatnya yang

dijadikan pangkalan penulis ketika menunggu dosen pembimbing buat

bimbingan. Teman kosan, Anna yang dengan baik hati membantu penulis

ketika sedang skirpsi, menemani penulis kala sepi, dengan sabar dan selalu

pengertian. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2006, khususnya kelas

A dan juga sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu, yang turut

merangkai guratan-guratan garis kenangan di kanvas hidup penulis, yang

dengannya terasa penuh warna.

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk

menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini

memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang

membaca.

Jakarta, Juni 2011

(9)

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi

(B) Juni 2011

(C) Rikha Farikha

(D) Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Dan Kecerdasan Emosi Terhadap Perilaku Prososial Anggota Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang

(E) 107 Halaman + 30 Lampiran

(F)Dalam institusi pemerintahan Satpol PP memiliki andil yang cukup penting seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2004 Pasal 148 yaitu menertibkan dan menjaga ketentraman lingkungan masyarakat daerah. Untuk itu perilaku prososial merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk menjaga citra Satpol PP dimasyarakat. Perilaku prososial Satpol PP dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian big five dan aspek-aspek kecerdasan emosi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kepribadian big five

(neuroticism, extrovertness, openness to experience, agreeableness, councientiousness) dan kecerdasan emosi (kesadaran, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, ketrampilan sosial) terhadap perilaku prososial anggota Satpol PP kota Tangerang.

Sampel penelitian kuantitatif ini pada anggota Satpol PP yang berjumlah 118 orang. Instrument pengumpulan data dengan menggunakan 5 skala Likert. Alat ukur kepribadian big five diadaptasikan dari skala International Personality Item Pools (IPIP) big five oleh Goldberg, L. R. Alat ukur kecerdasan emosi dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Goleman, dan alat ukur perilaku prososial dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi perilaku prososial yang dikemukakan oleh Wispe. Analisis data pada penelitian ini menggunakan tehnikMultiple Regression Analysis.

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari variabel

neuroticism, extrovertness, openness to experience, agreeableness,

councientiousness, kesadaran, mengelola emosi, memotivasi diri, empati, ketrampilan sosial terhadap perilaku prososial. Berdasarkan koefisien regresi

(10)

variable penelitian sebesar 56.5%, dan proporsi varian 12 independent variabel menunjukkan hanya ada empat variabel yang tidak signifikan pengaruhnya pada perilaku prososial yaitu agreeableeness sebesar 6%,

kesadaran 0%, memotivasi diri 3% dan empati 0%.

Hasil diskusi menyatakan bahwa untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan untuk mengambil sampel tidak hanya pada anggota Satpol PP kota Tangerang saja tapi diperluas ke wilayah yang lain. Kemudian juga perlu mengkaji variabel lain diluar penelitian ini yang menjadi faktor dan mempengaruhi perilaku prososial. Untuk anggota Satpol PP, terutama di kota Tangerang.

(11)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang... 1

1.2 Pembatasan dan perumusan masalah ... 11

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ... 12

1.4 Sistematika penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Perilaku Prososial 14 2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial ... 14

2.1.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Prososial ... 16

2.1.3 Faktor-Faktor Penentu Perilaku Prososial... 20

2.2 KepribadianBig Five ... 25

2.2.1 Pengertian kepribadianbig five ... 25

2.2.2 Trait-trait dalam kepribadianbig five ... 26

2.3 Kecerdasan Emosional ... 35

2.3.1 Pengertian kecerdasan emosional ... 35

2.3.2 Aspek-aspek dalam kecerdasan emosi ... 36

2.4 Kerangka Berfikir ... 40

2.5 Hipotesis Penelitian ... 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode pengumpulan data ... 47

3.1.1 Populasi ... 47

3.1.2 Sampel ... 47

3.2 Variabel Penelitian ... 48

3.3 Definisi Koseptual dan Operasional Variabel ... 48

3.4 Pengumpulan Data ... 51

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 51

3.4.3 Prosedur Pengumpulan Data ... 58

3.5 Metode Analisis Data ... 58

3.5.1 Uji Validitas ... 58

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 59

(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Deskriptif ... 63

4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ... 63

4.1.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 64

4.1.3 Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 65

4.1.4 Responden Berdasarkan Etnis ... 66

4.1.5 Tipe KepribadianBig Five ... 67

4.1.6 Kecerdasan Emosi ... 69

4.1.7 Perilaku Prososial ... 71

4.2 Uji Hipotesis Penelitian ... 72

4.2.1 Analisis Regresi Variable Penelitian ... 72

4.2.2 Pengujian ProporsiVarians Untuk Masing-Masing Independent Variabel... 77

BABV KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Diskusi ... 82

5.3 Saran ... 88

5.3.1 Saran Teoritis ... 89

5.3.2 Saran Praktis ... 90

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue PrintTry Out Skala Tipe KepribadianBig Five... 52

Tabel 3.2 Blue PrintField Test Skala Tipe KepribadianBig Five... 53

Table 3.3 Blue PrintTry Out Skala Kecerdasan Emosi ... 54

Table 3.4 Blue PrintField Test Skala Kecerdasan Emosi ... 55

Table 3.5 Blue PrintTry Out Skala Perilaku Prososial... 56

Table 3.6 Blue PrintField Test Skala Perilaku Prososial ... 57

Table 3.7 Bobot Skor Skala ... 57

Table 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 63

Table 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan ... 64

Table 4.3 Gambaran Responden Berdasarkan Masa Kerja... 65

Table 4.4 Gambaran Responden Berdasarkan Etnis/Suku Bangsa... 66

Table 4.5Descriptive Statistics Tipe KepribadianBig Five... 67

Table 4.6 Gambaran Responden Berdasarkan Tipe KepribadianBig Five ...68

Table 4.7 Descriptive Statistics Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ... 69

Table 4.8 Descriptive Statistics Kecerdasan Emosi... 70

Table 4.9 Interpretasi Skor Kecerdasan Emosi ... 70

Table 4.10Descriptive Statistics Perilaku Prososial... 71

Table 4.11. Kategori Perilaku Prososial... 71

Table 4.12 Anova ... 72

Table 4.13 R Square... 73

Table 4.14 Koefisien Regresi... 74

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Reabilitas dan validitasbig five

2. Reabilitas dan validitas kecerdasan emosi 3. Reabilitas dan validitas perilaku prososial 4. Regresi berganda

5. Data mentah itembig five

6. Data mentah item kecerdasan emosi 7. Skor Z item big five

8. Data mentah perilaku prososial

9. Data mentah latar belakang responden

10. Surat permohonan izin penelitian dari kampus 11. Surat balasan peneitian dari Satpol PP

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian

perilaku prososial, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan

sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang

bertugas memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Tugas tersebut

diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

Pasal 148 yang berbunyi ”Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan

Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat dibentuklah Satuan Polisi Pamong Praja", Ayat (1) untuk membantu

Kepala Daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum

dan ketentraman masyarakat dibentuk Satpol PP, Ayat (2) Pembentukan dan

susunan organisasi Satpol PP sebagaimana dimaksud ayat (1) berpedoman pada

Peraturan Pemerintah.

Tugas-tugas Satpol PP pun terus dikembangkan, sehingga diharapkan

mampu tercapai tujuan dalam pelaksanaan tugas di dalam masyarakat. Seperti

yang diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2010 tentang Satuan

Polisi Pamong Praja, disebutkan dalam Pasal 6 tentang kewenangan Satpol PP

adalah melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,

(16)

peraturan kepala daerah. Dalam melaksanakan tugas diatur pada Pasal 5, Satpol

PP mempunyai fungsi: penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda;

penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta

perlindungan masyarakat; pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan

kepala daerah; pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketenteraman masyarakat di daerah; pelaksanaan kebijakan perlindungan

masyarakat; pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala

daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah,

atau aparatur lainnya; pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan

hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah; dan

pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah. Tetapi untuk

melakukannya, anggota Satpol PP diwajibkan pula untuk menjunjung tinggi

norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang

hidup dan berkembang di masyarakat.

Kesuksesan pelaksanaan tugas Satpol PP sangat dipengaruhi oleh peran

anggotanya. Oleh karena itu, masing-masing anggota harus mampu mengatasi

masalah yang sedang dihadapi dengan baik, benar, dan tepat. Anggota Satpol PP

harus mampu menghadapi tekanan-tekanan yang ada dalam dirinya dan

menyikapi konflik yang ada di dalam maupun di luar dirinya.

Namun, media massa maupun elektronik memberitakan fenomena

perilaku Satpol PP yang negatif dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga saat ini

(17)

di internet jejaring pertemanan facebook yang membuat ”Gerakan Sejuta

Facebooker Bubarkan Satpol PP” dengan jumlah link 125 (Wijaya, 2010). Hal

yang sama juga datang dari sejumlah massa yang tergabung dalam Front

Perjuangan Pemuda Indonesia berunjuk rasa menolak kekerasan oknum Satpol PP

di depan Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Jumat, 16 April 2010.

Mereka menuntut dicabutnya Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 2004 tentang

Satpol PP yang dinilai telah menjadi penyebab perilaku anarkis pada peristiwa

kerusuhan di Koja, Jakarta Utara serta pemecatan Hariyanto Bajuri salah satu

anggota dari Satpol PP (Prambuda, 2010). Ratusan warga miskin yang terdiri dari

pedagang kaki lima, pengamen, pemulung, sopir bajaj dan waria bergabung

dengan ”Persatuan Rakyat Miskin” dalam protes yang dilakukan beberapa waktu

lalu untuk mendesak pembubaran Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP

(Dwi, 2010).

Sebanyak 23 LSM (ANBTI, ARMP, Arus Pelangi, Bingkai Merah,

Hammurabi, IKOHI Jabodetabek, Imparsial, Infid, JCSC, JRMK, Kasum, KM

Raya, Kontras, KPI, KSMT, LBH Apik, LBH Jakarta, PRP Jakarta, Sebaja,

Sebumi, Senja, SRMI, UPCI) yang tergabung dalam Komite Pembubaran Satpol

PP menuntut bubarkan Satpol PP yang dinilainya kerap melakukan kasus tindak

kekerasan saat menggelar proses penggusuran rakyat miskin. Kasus terakhir yang

menjadi acuan desakan itu adalah bentrokan antara Satpol PP dan warga di Koja,

Tanjung Priok, Jakarta Utara beberapa waktu yang lalu (Rahmat, 2010).

Pemberitaan tentang perilaku aparat keamanan daerah ini masih menjadi

(18)

Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta PAM Monas, melakukan

pencabulan dan pemerasan terhadap pasangan muda-mudi di Monas yang

berakibat pada pemecatan pada kedua anggota Satpol PP tersebut. Sebelumnya

juga, pemberitaan Satpol PP mengenai tragedi ”Mbah Priuk” yang mengakibatkan

banyaknya korban luka-luka dan yang meninggal dunia dari kalangan sipil. Dari

kasus mbah priuk ini juga menewaskan beberapa personil Satpol PP, puluhan

lainnya mengalami luka-luka dan membuat cidera pada sisi psikologisnya.

Bahkan dari kejadian bentrokan Satpol PP dengan warga sekitar makam mbah

priuk ditaksir kerugian dari pihak Satpol PP sendiri mencapai Rp. 22. 955.074.000

(Yadisetia, 2010). Apalagi dengan adanya berita tentang Satpol PP yang akan

dipersenjatai, hal ini mengundang kontroversi dari berbagai kalangan masyarakat.

Masyarakat yang menyetujui beralasan untuk menunjang keberhasilan jalannya

tugas Satpol PP. Akan tetapi, masyarakat yang tidak menyetujui dengan alasan

bahwa yang dihadapi Satpol PP adalah rakyat-rakyat miskin, bukan musuh dan

masyarakat juga khawatir bila Satpol PP dibekali senjata akan bertindak lebih

semena-mena dan lebih arogan. Masalah yang melarbelakangi kasus-kasus itulah

yang menjadi sorotan publik saat-saat ini.

Seharusnya sebagai penegak keamanan dan ketertiban masyarakat

memberikan contoh yang baik, tetapi mengapa dengan mudahnya melakukan

hal-hal yang membuat masyarakat seakan-akan menjadi musuh dengannya. Dari

contoh-contoh perilaku Satpol PP tersebut, ternyata masih ada anggota yang

menunjukkan perilaku antisosial, yang diwarnai dengan tindakan agresifitas dan

(19)

Dalam pengabdiannya terhadap masyarakat seorang anggota Satpol PP

seharusnya memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Apabila

dilihat dari tugasnya yang harus menjaga ketentraman dan ketertiban daerah,

pekerjaan tersebut sangat mulia dimana secara tidak langsung Satpol PP menjadi

sosok yang harus dapat memberikan suri tauladan bagi masyarakat setempat.

Dengan adanya berita-berita perilaku negatif maka yang menjadi pertanyaan

adalah dimana perilaku prososial Satpol PP?

Perilaku prososial merupakan perilaku yang menguntungkan orang lain

atau memiliki konsekuensi sosial yang positif. Perilaku prososial juga sudah ada

di Al Qur’an, Allah berfirman:” Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan taqwa, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan

dosa”(QS: 5;2). Ayat lainnya juga, Allah berfirman ”Perumpamaan harta yang

dikeluarkan di jalan Allah, serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh

bilir, pada setiap bulir seratus biji”(QS: 2; 261). Dalam hadis Rasulullah bersabda

bahwa: “Hamba yang paling dicintai Allah adalah orang yang bermanfaat untuk

orang lain dan amal yang paling baik adalah memasukkan rasa bahagia kepada

mukmin, menutupi rasa lapar membebaskan kesulitan atau membayarkan utang.”

(HR Muslim). Dalam hadis lain “Sesungguhnya Allah senantiasa menolong

hambanya selama hambanya menolong orang lain” (HR Muslim).

Perilaku prososial merupakan salah satu hal yang penting dalam

kehidupan bermasyarakat karena manusia adalah mahluk sosial yang saling

membutuhkan satu dengan yang lainnya. Dalam kaitannya dengan perilaku

(20)

mengenai perilaku prososial. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh

Dahriani (2007) tentang perilaku prososial terhadap pengguna jalan dengan

sample polisi lalu lintas. Hasil penelitiannya adalah perilaku prososial

memerlukan proses evaluasi, berupa pertimbangan-pertimbangan tertentu, sampai

pada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial subjek.

Perilaku prososial merupakan sebuah tindakan yang secara lahiriah ada di

dalam diri manusia. Hal ini karena manusia adalah mahluk sosial yang harus

bersosialisasi dengan sesama dan tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain dalam

arti saling membantu, menolong, melengkapi dan saling menyanyangi. Akan

tetapi perilaku menolong seseorang dipengaruhi juga faktor eksternal dan faktor

internal. Dimana faktor internal bisa dari pengalaman sosial individu tersebut dan

kepribadian yang dimiliki orang tersebut.

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan mengenai perilaku prososial pada

paragraf sebelumnya, maka perilaku prososial sangat penting dimiliki oleh

seorang anggota Satpol PP dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Akan lebih

bagus jika anggota Satpol PP memiliki kecenderungan perilaku prososial yang

tinggi karena berkaitan dengan tugasnya yang menjaga ketertiban dan

ketentraman masyarakat. Akan tetapi, kejadian perilaku prososial masih sangat

minim pemberitaannya di media cetak maupun elektronik bahkan banyak

masyarakat yang memberikan kritikan tajam dan mengeluh atas tindakan yang

dilakukan oleh anggota Satpol PP. Hal ini seakan-akan menjadi sebuah peringatan

(21)

Walaupun banyak kritikan yang disampaikan oleh masyarakat mengenai

perilaku negatif yang dilakukan anggota Satpol PP. Hal itu memunculkan

gerakan-gerakan yang menginginkan Satpol PP dibubarkan Seperti disalah satu

situs jejaring sosial facebook yang mengatasnamakan ”Gerakan Sejuta Facebooker Bubarkan Satpol PP”, namun ada juga pemberitan-pemberitaan yang

positif tentang Satpol PP. Hal ini disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi

personil seperti faktor kepribadian masing-masing anggota yang dapat

mempengaruhi perilaku prososial. Seperti yang dikemukakan oleh Kartono (dalam

Jannah, 2008) kepribadian merupakan keseluruhan individu yang terorganisir dan

terdiri atas disposisi-disposisi fisik serta psikis yang memberi kemungkinan untuk

membedakan ciri-ciri yang umum dengan pribadi lainnya. Perilaku prososial

dipengaruhi oleh beberapa aspek dalam diri individu baik secara internal maupun

eksternal. Faktor internal individu yang mempengaruhi perilaku prososial

seseorang diantaranya adalah tipe kepribadian seseorang (Staub, dikutib dari

Jannah, 2008). Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi perilaku prososial (Wrightmans, 1977).

Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Rahmani

(2009) dengan judul tipe kepribadian lima faktor dengan perilaku prososial

perawat, menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe

kepribadian dengan perilaku prososial. Smith (2003) menyatakan bahwa

kepribadian anda memiliki pengaruh pada cara anda berpikir, merasa dan

(22)

David O. Sears (1994) menyatakan faktor situasional dapat meningkatkan

atau menurunkan kecenderungan orang untuk melakukan tindakan prososial.

Namun, apa yang juga diperlihatkan oleh Sears tentang penelitian lain bahwa

beberapa orang tetap memberikan bantuan meskipun kekuatan situasional

menghambat pemberian bantuan, dan yang lain tidak memberikan bantuan

meskipun berada dalam kondisi yang sangat baik. Ada perbedaan individual

dalam usaha memahami mengapa ada orang yang lebih mudah menolong

dibandingkan orang lain, para peneliti menyelidiki karakteristik kepribadian yang

relatif menetap maupun suasana hati dan psikologis yang lebih mudah berubah.

Adapun penelitian sebelumnya tentang kepribadian dengan perilaku

prososial yang dilakukan yang berjudul ”Perbedaan Perilaku Prososial ditinjau

dari Tipe Kepribadian pada Anggota Palang Merah Remaja” menyatakan bahwa

orang dengan tipe kepribadian ekstravert memiliki kecenderungan intensi

prososial yang lebih tinggi (Susanto dalam Jannah, 2008).

Hal ini menunjukkan bahwa kepribadian merupakan aspek psikologi yang

penting dalam menentukan perilaku individu. Banyak sekali para psikolog

menggunakan tes-tes kepribadian untuk memperoleh gambaran yang representatif

tentang kepribadian individu. Salah satunya menggunakan kepribadian big five

faktor atau five factor modeluntuk memperoleh gambaran individu. Kepribadian

Big Five sendiri merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah

domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.

(23)

bentuk lima dimensi dasar (McCrae & Costa.Jr dalam Pervin, 2005). Kelima

dimensi dasar tersebut adalah Openness to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, Neuroticism.

Berbagai penelitian tentang big five personality sudah banyak dilakukan salah satunya adalah mahasiswa pascasarjana UGM yang meneliti tentang

evaluasi faktor dalam big five: pendekatan analisis faktor konfirmatori studi ini bertujuan untuk melihat konsistensi lima faktor big five di Indonesia. Instrumen yang digunakan adalahFive Factor Personality Inventory. Melalui analisis faktor konfirmatori, ditemukan bahwa kelima faktor yang dikonfirmasi konsisten dengan

faktor di dalambig five(Widhiarso, 2004).

Endah Mastuti (2005) meneliti tentang analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari IPIP) pada mahasiswa suku Jawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa validitas konstrak alat ukur kepribadian big five

yang diambil dariInternational Personality Item Pools (IPIP), tidak terbukti. Hal ini karena data yang didapatkan tidak sesuai dengan teori kepribadian big five

yang diteorikan. Pada penelitian ini dengan analisis faktor menunjukkan bahwa trait kepribadian terdiri dari enam faktor yaitu Opennes to Experience, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, Neuroticism, dan morality.

Penelitian-penelitian mengenaibig five personality ini banyak dilakukan di negara barat maupun timur oleh beberapa ahli dengan menggunakan tes tersebut

(24)

dan berbagai metode analisis faktor. Big five dapat digunakan lagi dengan beragam bahasa, tidak hanya dalam bahasa Inggris namun juga di seluruh ragam

bahasa (Costa & MeCrae, 1997; DeRaad, Perugini, Hrebickova, & Szarota, 1998;

McCrae et al., 1998 dikutib dalam Smith, 2003). Hasil analisis dari

perbedaan-perbedaan individu dalam sifat yang ditulis dalam berbagai bahasa terwakili dalambig five factor ini (O Sterdorf dan Angleitner dalam Caprara, 2000).

Selain tipe kepribadian big five, peneliti juga menghubungkan dengan kecerdasan emosi seperti yang dikutib dari Baron, Byrne, Branscombe (dalam Sarwono, 2009) bahwa emosi seseorang dapat mempengaruhi kecenderungannya untuk menolong. Emosi positif secara umum meningkatkan tingkah laku

menolong dan pada emosi negatif memungkinkan menolong yang lebih kecil.

Kecerdasan Emosi atau Emotional Quostiont (EQ) adalah akumulasi kecenderungan individu yang bersifat bawaaan dengan faktor lingkungannya.

Dampak yang terjadi jika pengelolaan EQ kurang salah satunya adalah tindakan

anarkisme. Dewasa ini telah terjadi banyak kasus karena kurangnya kemampuan

kesadaran dan pengetahuan untuk mengelola kecerdasan emosi, misalnya kasus

pemukulan seorang perdana mentri disuatu negara, atau meninggalnya seorang

pejabat daerah saat menghadapi massa yang sedang berdemonstrasi, atau

banyaknya tayangan reality show yang justru memberikan tontonan berbagai kekerasan fisik.

(25)

bahwa faktor-faktor yang ada dalam kepribadian big five dan kecerdasan emosi memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial Satpol PP.

Dari fenomena-fenomena yang telah dikemukakan dan

penelitian-penelitan sebelumnya yang telah diselenggarakan, maka peneliti sangat tertarik

untuk meneliti topik tersebut. Dengan demikian penelitian ini berjudul “Pengaruh

Tipe Kepribadian Big Five dan Kecerdasan Emosi terhadap Perilaku Prososial Satuan Polisi Pamong Praja”.

1.2 Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang berkaitan dengan judul

penelitian diatas dibatasi sebagai berikut:

− Tipe kepribadian big five dari Costa yang meliputi unsur NEOAC antara

lain: Neuroticism (keterbukaan terhadap tekanan-tekanan), Extrovertness

(keterbukaan diri terhadap orang lain), Oppennes to experience

(keterbukaan terhadap pengalaman hidup), Agreeableness (keterbukaan terhadap kesepakatan),Counsenciousness (sikap yang hati-hati).

− Kecerdasan emosional adalah keterampilan dalam mengontrol dan

mengatur emosi diri sendiri. Dalam penelitian ini kecerdasan emosional

dari teori Goleman yang diteliti meliputi kesadaran, mengelola emosi,

memotivasi diri, empati dan ketrampilan sosial.

− Perilaku prososial adalah suatu perilaku menolong yang menguntungkan

(26)

orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan

suatu resiko bagi orang yang menolong.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut:

• ”Apakah ada pengaruh tipe kepribadian big five terhadap perilaku prososial

pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh openness to experience pada big five terhadap

perilaku prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruhconcienciusness padabig five terhadap perilaku

prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh extravertion pada big five terhadap perilaku

prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh agreeableness pada big five terhadap perilaku

prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh neuroticm pada big five terhadap perilaku

prososial pada Satpol PP?”

• “Apakah ada pengaruh aspek-aspek kecerdasan emosi terhadap perilaku

prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh self ewarreness (kesadaran) pada kecerdasan

(27)

− “Apakah ada pengaruh mengelola emosi pada kecerdasan emosi

terhadap perilaku prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh motivating oneself (memotivasi diri) pada

kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh empathy (empati) pada kecerdasan emosi

terhadap perilaku prososial pada Satpol PP?”

− “Apakah ada pengaruh social skill (ketrampilan sosial) pada

kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial pada Satpol PP?”

• “Apakah ada pengaruh tingkat usia terhadap perilaku prososial?”

• “Apakah ada pengaruh masa bekerja terhadap perilaku prososial?”

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh aspek-aspek

kepribadian big five dan aspek-aspek kecerdasan emosi terhadap perilaku prososial anggota Satuan Polisi Pamong Praja kota Tangerang.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih

bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya pada ranah psikologi

sosial-kepribadian. Yang mana hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data tambahan

(28)

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi para

mahasiswa, para pendidik ataupun bagi instansi pemerintah dalam mengetahui

kepribadian yang dimiliki oleh petugas Satpol PP agar lebih dapat selektif dalam

melakukan rekuitmen.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, penulis

membagi dalam 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut:

Bab 1 Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang mengapa perlu

dilakukannya penelitian tentang perilaku prososial pada anggota Satpol PP,

perumusan, pembatasan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB 2 Landasan Teoritis, yang berisi sejumlah teori yang berkaitan

dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan

hipotesis penelitian.

BAB 3 Metodologi Penelitian, yang terdiri dari populasi dan sampel

penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, dan teknik analisa data.

BAB 4 Hasil Penelitian, yang membahas mengenai hasil penelitian

meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran, dalam bab ini peneliti akan

merangkum keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian, serta

(29)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Bab yang

akan dipaparkan terdiri dari lima sub bab yaitu sub bab tentang perilaku prososial,

kepribadian big five, kecerdasan emosi, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Perilaku Prososial

2.1.1 Pengertian perilaku prososial

Zanden (1993) menyatakan bahwa prosocial behaviors ways of responding to other people through sympathetic, cooperative, helpful, rescuing, comforting, and giving acts. Bahwa perilaku prososial merupakan cara merespon orang lain seperti simpati, kerjasama, menolong, menyelamatkan, menenangkan,

dan tindakan memberi.

Wispe (dalam Brown, 2006) menyatakan bahwa perilaku prososial

merupakan tindakan apa saja yang tanpa memperhatikan keuntungan lain atau

pengorbanan pelaku. Sedangkan Wispe (dalam Vaughan dalam Luthfi dkk, 2009)

mendefinisikan bahwa perilaku prososial adalah bentuk perilaku yang memiliki

konsekuensi sosial secara positif dan berkontribusi terhadap kebahagiaan fisik

atau psikologis orang lain.

Staub (dalam Luthfi dkk, 2009) mengartikan secara sederhana perilaku

(30)

prososial mencakup segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan

untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif si penolong (Sears

dkk,1994)

Tingkah laku prososial adalah suatu tindakan menolong yang

menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung

pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan

suatu risiko bagi orang yang menolong (Baron & Byrne, 2005).

Latane dan Darley (dalam Baron, et.al., 2005) menggambarkan tingkah

laku prososial sebagai titik akhir dari lima langkah yang berurutan – lima pilihan

dalam menghadapi keadaan darurat yang menimbulkan respons prososial atau

tidak.

Prosocial behavior is voluntary behavior that is carried out to benefit another person(Batson & Powell dalam Franzoi, 2006), bahwa perilaku prososial merupakan perilaku sukarela yang dilaksanakan untuk memberi manfaat pada

orang lain. Perilaku prososial mengacu pada tindakan dengan tujuan untuk

menguntungkan orang lain (Kenrick,2003).

Prosocial behavior is narrower, in that the action is intended to improve the situation of the help-recipent, the actor is not motivated by the fulfillment of professional obligations, and the recipient is a person and not an organization. (Bierhoff, 2002), bahwa arti perilaku prososial lebih dangkal dimana tindakannya

bermaksud untuk memperbaiki situasi si penerima pertolongan, tindakan tersebut

tidak dimotivasi oleh penyempurnaan tanggung jawab profesional, dan penerima

(31)

Perilaku prososial meliputi semua bentuk tindakan yang dilakukan atau

direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif si

penolong. Baron dan Byrne (dalam Nashori, 2008) mengungkapkan bahwa

perilaku prososial dapat didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki nilai positif

pada orang lain.

Jadi, dari berbagai tokoh yang mendefinisikan perilaku prososial dapat

disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan suatu tindakan atau perilaku

untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan, tanpa adanya unsur

paksaan, dan memberikan keuntungan secara langsung kepada orang yang

ditolong.

2.1.2 Bentuk-bentuk perilaku prososial

Perilaku prososial merupakan perilaku yang memberikan keuntungan bagi

orang lain. Menurut Wispe (dalam Luthfi dkk, 2009), perilaku prososial meliputi

berbagai bentuk, antara lain:

1. Empati

Bordens & Horowitz (2008) menyatakan bahwa empati adalah suatu emosi

yang tidak langsung diarahkan untuk semua individu dalam suatu kebutuhan.

Perilaku yang didasarkan atas perasaan positif terhadap orang lain, sikap peduli,

serta ikut merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain. Menurut Duan (dalam

Robert, 2004), empati meliputi komponen afektif dan kognitif. Secara afektif,

orang yang berempati merasakan yang orang lain rasakan. Secara kognitif, orang

(32)

2. Kerjasama (Cooperation)

Baron & Byrne (2005) mengartikan kerja sama sebagai perilaku dimana

kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang sama.

Kerja sama timbul karena orientasi yang sama antar individu terhadap

kelompoknya (in group) dan kelompok lainnya (out group). Kerja sama mungkin akan bertambah apabila ada bahaya luar yang mengancam atau tindakan-tindakan

yang menyinggung kesetiaan yang telah tertanam didalam kelompok, dalam diri

seseorang.

Sebuah situasi sosial yang kooperatif didefinisikan sebagai sebuah situasi

dimana wilayah tujuan dari setiap anggota kelompok sedemikian rupa sehingga

bila wilayah tujuan itu dimasuki oleh individu manapun, semua anggota

kelompok yang lain terfasilitasi dalam pencapaian wilayah tujuan mereka

masing-masing.

Situasi kerjasama dalam suatu kelompok dapat dikatakan bahwa tujuan

dari kelompok itu homogen, setiap anggota menginginkan hal sama. Saat anggota

dari sebuah kelompok menyetujui sebuah tujuan dan kerjasama untuk mencapai

goal tersebut, mereka lebih tertarik satu dengan yang lain, lebih menunjukkan

keakraban dan keramahan satu dengan yang lain, menjadi lebih kooperatif dalam

diskusi kelompok, bertingkah laku lebih positif terhadap kontribusi anggota

lainnya dan secara umum bertingkah laku positif terhadap kelompok (Shaw,

(33)

3. Membantu (Helping)

Wrightsman (1977) menyatakan bahwa membantu adalah perilaku yang

menguntungkan orang lain dari pada diri sendiri. Suatu tindakan tetap dapat

dikategorikan sebagai membantu (helping) selama terjadi perbaikan kesejahteraan pada seseorang yang dilakukan oleh orang lain (seperti memberi hadiah,

membantu menyelesaikan tugas). Bentuk menolong sendiri dapat dibedakan atas

beberapa macam mulai dari tindakan yang hanya memerlukan pengorbanan paling

kecil atau mudah dilakukan, seperti memberitahukan jam pada orang lain yang

bertanya, memberikan bantuan kepada organisasi sosial, sampai dengan tindakan

yang memerlukan pengorbanan yang lebih besar.

4. Berderma (Donating)

Wrightsman (1977) menyatakan bahwadonation is the provision of goods or services to a person or organization in need. Yang memiliki arti bahwa berderma merupakan ketentuan yang baik atau pelayanan seseorang atau

organisasi yang membutuhkan.

Derma merupakan perilaku memberikan hadiah atau sumbangan kepada

orang lain. Dalam kamus bahasa indonesia berderma adalah pemberian (kepada

fakir miskin, dsb) atas dasar kemuranhan hati, bantuan uang, makanan,

obat-obatan dsb, kepada perkumpulan sosial atau panti-panti sosial.

5. Suka menolong (Altruisme)

(34)

kebutuhan orang lain. Bordens & Horowitz (2008) menyatakan bahwa altruisme

adalah perilaku yang termotivasi oleh keinginan untuk meringankan penderitaan

korban atau orang lain. Sedangkan Walster & Piliavin (dalam Brown, 2006)

menyatakan bahwa altruisme adalah jenis membantu atau sebuah perilaku prososial yang sukarela, pada biaya untuk membantu dan termotivasi oleh sesuatu

selain harapanreward materi atau sosial.

Perilaku prososial meliputi segala bentuk tindakan atau direncanakan

untuk menolong orang lain, tanpa mempedulikan motif-motif si penolong (David

O Sears, Jonathan Fredman, L. Anne Peplau, 1994). Perilaku prososial berkisar

dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri

sendiri (Rushton, dalam Lutfi dkk, 2009).

Musen, dkk (dalam Nashori, 2008) mengungkapkan bahwa aspek-aspek

perilaku prososial meliputi:

1. Menolong, yaitu membantu orang lain dengan cara meringankan beban fisik

atau psikologis orang tersebut.

2. Berbagi rasa, yaitu kesediaan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang

lain.

3. Kerjasama, yaitumelakukan pekerjaan atau kegiatan secara bersama-sama

berdasarkan kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama pula.

4. Menyumbang, yaitu berlaku murah hati kepada orang lain.

5. Memperhatikan kesejahteraan orang lain, yaitu peduli terhadap permasalahan

(35)

Menurut Morgan (dalam Widodo, 2005) perilaku prososial meliputi

berbagi (sharing), kerjasama (cooperation), altruisme (altruism), suka menolong (helpfulness), menyelamatkan (rescue).

Deaux & Wrigthsman (dalam Widodo, 2005) mengemukakan beberapa

aspek perilaku prososial antara lain menolong, berbagi, kerjasama, bertindak

jujur, menyumbang, dermawan, memperhatikan hak dan kesejahteraan orang lain,

punya kepedulian terhadap orang lain.

Berdasarkan tokoh-tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk perilaku

prososial meliputi berderma, membantu, simpati, kerjasama, dan altruism,

masing-masing memiliki tujuan untuk memberikan keuntungan bagi orang lain

tanpa mementingan imbalan dari orang yang diuntungkan.

2.1.3 Faktor-faktor penentu prososial

David O Sears, et.al., (1994) mengemukakan bahwa perilaku prososial

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut.

A. Karakteristik Situasi

Karakteristik situasi yang mempengaruhi perilaku prososial meliputi

kehadiran orang lain, kondisi lingkungan, dan tekanan keterbatasan waktu.

1. Kehadiran Orang Lain/bystander

Penyebaran Tanggung Jawab. Penyebaran tanggung jawab yang timbul

karena kehadiran orang lain. Bila hanya ada satu orang yang menyaksikan

korban yang mengalami kesulitan, maka orang itu mempunyai tanggung

jawab untuk memberikan reaksi terhadap situasi tersebut dan akan

menanggung rasa salah dan rasa sesal bila tidak bertindak. Bila orang lain

(36)

untuk menolong dan kemungkinan kerugian tidak memberikan pertolongan

akan terbagi. Lebih jauh bila orang mengetahui kehadiran orang lain tetapi

tidak dapat berbicara dengan mereka atau tidak melihat perilaku mereka,

seperti kasus Kitty Genovese yang dibunuh oleh seseorang di depan

apartemennya dan dilihat oleh banyak tetangga-tetangganya dan tidak ada

satupun yang menolongnya, mungkin orang itu beranggapan bahwa orang

lain sudah melakukan sesuatu untuk menolong, seperti, menghubungi polisi.

Efek penonton menyangkut ambiguitas dalam mengintrepretasikan situasi.

Perilaku penonton yang lain dapat mempengaruhi bagaimana

mengintrepretasikan situasi dan bagaimana reaksi. Jika orang lain

mengabaikan suatu situasi atau memberikan reaksi seolah-olah tidak terjadi

apa-apa, mungkin juga beranggapan tidak ada keadaan darurat.

Kekuatan efek penonton adalah rasa takut dinilai. Bila mengetahui bahwa

orang lain memperhatikan perilaku, mungkin berusaha melakukan apa yang

menurut diharapkan oleh orang lain dan memberikan kesan yang baik

(Baumeister, dalam Sears, 1994). Rasa takut dinilai dalam efek penonton

memungkinkan terjadi, hal ini disebabkan adanya kekhawatiran bystander

dan timbulnya pertimbangan. Misalnya rasa takut akan salah jika memberikan

bantuan, rasa takut dinilai menjadi pusat perhatian penonton yang lain dan

menimbulkan rasa malu.

2. Kondisi Lingkungan

Sejumlah penelitian membuktikan pengaruh kondisi lingkungan seperti

(37)

Cuaca.orang cenderung membantu bila hari cerah dan bila suhu udara cukup

menyenangkan (relatif hangat di musim dingin dan relatif sejuk di musim

panas)

Ukuran kota. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ukuran kota

menimbulkan perbedaan dalam usaha menolong orang asing yang mengalami

kesulitan. Persentase orang yang menolong lebih besar di kota kecil daripada

di kota besar.

Kebisingan. Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi perilaku

prososial adalah kebisingan. Beranjak dari gagasan umum bahwa kebisingan

dapat menurunkan daya tanggap orang terhadap semua kejadian di

lingkungan, beberapa peneliti menyelidiki apakah kondisi yang mengurangi

kecenderungan untuk menolong orang asing yang mengalami kesulitan

(Sherrod & Downs dalam Sears, 1994).

3. Tekanan Keterbatasan Waktu

Orang yang sedang tergesa-gesa dan sedang dihadapkan oleh situasi terlambat

akan membuat kecenderungan seseorang untuk tidak berperilaku prososial.

Sebaliknya dengan seseorang yang dalam keadaan santai maka akan cenderung

untuk melakukan perilaku prososial kepada orang lain.

B. Karakteristik penolong

Faktor kepribadian. kepribadian tertentu mendorong orang untuk

memberikan pertolongan dalam beberapa jenis situasi dan tidak dalam

(38)

Suasana hati. Ada sejumlah bukti bahwa orang lebih terdorong untuk

memberikan bantuan bila mereka berada dalam suasana hati yang baik.

Misalnya, orang akan lebih cenderung menolong bila menemukan

sekeping uang ditempat telepon (Isen & Simmonds, dalam Sears, 1994).

Daripada tidak terjadi peristiwa yang meningkatkan suasana perasaan

positif yang dapat meningkatkan kesediaan untuk melakukan tindakan

prososial.

Rasa bersalah. Keadaan psikologis yang mempunyai relevansi khusus

dengan perilaku prososial adalah rasa bersalah, perasaan gelisah yang

timbul bila kita melakukan sesuatu yang kita anggap salah. Keinginan

untuk mengurangi rasa bersalah bisa menyebabkan kita menolong orang

yang kita rugikan, atau berusaha menghilangkannya dengan melakukan

”tindakan yang baik”. Beberapa peneliti memperlihatkan rasa bersalah

yang timbul meningkatkan kesediaan untuk menolong (Cunningham dkk,

dalam Sears, 1994). Penelitian yang lain menyatakan bahwa orang yang

merasa bersalah mungkin mengalami konflik motivasi. Disatu pihak,

mereka ingin memperbaiki tindakan buruk mereka dengan menolong

korban atau melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Di lain pihak,

mereka juga ingin menghindari pertemuan dengan korban, karena takut

ketahuan, malu, atau takut dibalas. Dampak rasa bersalah terhadap

pemberian bantuan yang paling besar terjadi bila orang yang bersalah

(39)

Distres diri dan rasa empatik. Distres diri adalah reaksi pribadi kita

terhadap penderitaan orang lain, perasaan terkejut, takut, cemas, prihatin,

tidak berdaya, atau perasaan apa pun yang kita alami. Sebaliknya yang

dimaksud rasa atau sikap empatik (emphatic concern) adalah perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagai

pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.

Perbedaan utamannya adalah bahwa penderitaan diri terfokus pada diri

sendiri, sedangkan empatik terfokus pada si korban. Distres diri

memotivasi kita untuk mengurangi kegelisahan kita sendiri. Kita bisa

melakukannya dengan membantu orang yang membutuhkan, tetapi kita

juga dapat melakukannya dengan menghindari situasi tersebut arau

mengabaikan penderitaan di sekitar kita. Sebaliknya rasa empati hanya

dapat dikurang dengan membantu orang yang berada dalam kesulitan.

Karena tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan orang lain, jelas

bahwa rasa empatik merupakan sumber altruistik (bukan kepentingan diri)

perilaku pembantu.

C. Karakteristik orang yang di tolong

• Menolong orang yang kita sukai

a. Daya tarik fisik. Dalam beberapa situasi, yang memiliki daya tarik fisik

mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menerima bantuan.

b. Kesamaan. Kesediaan untuk membantu akan lebih besar terhadap orang

(40)

(Fieldman, dalam Sears, 1985), dan terhadap orang yang memiliki sikap

yang sama (Tucker dkk., dalam Sears, 1985)

c. Jenis hubungan antara orang yang minta tolong dengan yang menolong.

Semakin dekat hubungannya, semakin kuat harapan untuk mendapatkan

bantuan, semakin sedikit rasa terima kasih yang diungkapkan pada saat

bantuan diberikan.

• Menolong orang yang pantas ditolong

a. Kelayakan permintaan atau kebutuhan masalah.

b. Menolong seseorang bila yakin bahwa penyebab timbulnya masalah

berada diluar kendali orang tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku prososial yang telah

diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang berperilaku prososial

memiliki berbagai pertimbangan dan tidak selalu memenuhi subjek yang

memerlukan bantuan. Disamping itu juga terdapat pengaruh eksternal maupun

internal dari penolong itu sendiri dan orang yang akan ditolong.

2.2 KepribadianBig Five

2.2.1 Pengertian kepribadianbig five

J.Feist dan G.J Feist (2009) menyatakan bahwa big five adalah salah satu kepribadian yang dapat baik memprediksi dan menjelaskan perilaku. suatu

pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia

melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut

(41)

experiences.

Caprara & Cervone (2000) mengatakan bahwa kepribadianbig five adalah teori kepribadian yang menjelaskan hubungan antara kognisi,affect, dan tindakan. Disamping itu menyatakan bahwa big five faktor dapat menjadi landasan bagi teori kepribadian.

Baron & Byrne (2005) menyatakan bahwa lima besar dimensi kepribadian

adalah dimensi dasar kepribadian manusia, dimensi-dimensi dimana individu

berada seperti (openness, exstravertion, agreeableness, dan neurotisme) sering kali tampak dalam perilaku sehari-hari.

Pervin (2005) menyatakan bahwa big five in trait factor theory, the five major trait categories including emotionality, activity, and sociability factors.

Artinya big five adalah teori faktor trait (sifat, ciri), dengan lima kategori sifat secara umum meliputi emosi, tindakan, dan faktor sosial.

Gufron (2010) menyatakan bahwa kepribadianbig five adalah kepribadian yang dikembangkan oleh McCrae dan Costa yang memiliki lima bentuk

kepribadian yang mendasari perilaku individu.

Kepribadian big five merupakan Pendekatan yang diilustrasikan dalam sebuah taksonomi yang komprehensif dari domain perilaku interpersonal yang

menghasilkan dimensi berlawanan (Wiggins, dalam Mischel, 2003).

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five

merupakan pendekatan psikologi yang memiliki lima trait kepribadian

(42)

kerangka kerja untuk melihat atau menguji secara sistematis psiko-fisiologi,

perilaku, psikologi dan genetik dengan trait yang digunakan untuk

mendeskripsikan kepribadian.

2.2.2 Trait-trait dalambig five personality

Trait (sifat, ciri) merupakan suatu pola tingkah laku yang relative menetap

secara terus menerus dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan

keadaan. McCrae & Costa (dalam Beaumont & Stout, 2003) menyatakan bahwa

Trait-trait dalam domain-domain daribig five personalityadalah sebagai berikut. 1. Neuroticm (N)

Neuroticm menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional

mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah

perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat

neuroticm yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticm yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka

juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.Facet-facet yang terdapat dalamneoroticm adalah:

Anxiety (N1). Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa

(43)

Hostility (N2). Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan

penuh kebencian

Depression (N3). Kecenderungan untuk mengalami depresi pada diri

sendiri

Self-consciousness (N4). Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa

tidak nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah merasa

rendah diri

Impulsiveness (N5). Tidak mampu mengontrol keinginan yang berlebihan

atau dorongan untuk melakukan sesuatu

Vulnerability (N6). Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi

stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila

menghadapi sesuatu yang datang mendadak

2. Extravertion (E)

Faktor pertama adalahextravertion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extravertion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktorextravertion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak

orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extravertion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan

keintiman.Pergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah,fun

(44)

Extravertion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan

banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extravertion

memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan

sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extravertion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat

extravertion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extravertion yang rendah. Extravertion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan

orang-orang dengan tingkat exstravertion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya. Facet-facet yang terdapat dalam extravertion

sebagai berikut:

Warmth (E1). Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih

sayang.

Gregariousness (E2). Kecenderungan untuk banyak berteman dan

berinteraksi dengan orang banyak.

Assertiveness(E3). Individu yang cenderung tegas.

Activity(E4). Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki

energi dan semangat yang tinggi.

Excitement-seeking (E5). Individu yang suka mencari sensasi dan suka

mengambil resiko.

Positive emotion (E6). Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi

(45)

3. Openness to experience (O)

Faktor openness to experience merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan

tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness to experience mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau

situasi yang baru.

Openness to experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada

berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat

openness to experience yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness to experience yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openness to experience yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit,konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkatopenness to experience yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah

untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Facet-facet yang terdapat dalam

openness to experience (O) sebagai berikut:

(46)

Aesthetic (O2). Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni

dan keindahan

Feelings (O3). Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan

perasannya sendiri

Action (O4). Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru • Ideas (O5). Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak

konvensional

Values (O6). Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social

politik dan agama

4.Agreeableness (A)

Agreeableness dapat disebut juga socialadaptibility yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari

konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan

value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang.

Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang

yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk

memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang

(47)

agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita.

Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Facet-facet yang terdapat dalamagreeableness sebagai berikut:

Trust(A1). Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain

Straightforwardness (A2). Individu yang terus terang, sungguh-sungguh

dalam menyatakan sesuatu

Altruism (A3). Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk

membantu orang lain.

Compliance(A4). Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal

Modesty(A5). Individu yang sederhana dan rendah hati

Tender-mindedness(A6). Simpati dan peduli terhadap orang lain

4. Conscientiousness (C)

Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan

will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline

seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai

seseorang yangwell-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,

terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Disisi negatifnya trait

(48)

membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.Facet-facet yang terdapat dalamconscientiousness sebagai berikut:

Competence (C1). Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam

melakukan sesuatu

Order (C2). Kemampuan mengorganisasi • Dutifulness (C3). Memegang erat prinsip hidup

Achievement-striving (C4). Aspirasi individu dalam mencapai prestasi

Self-discipline (C5). Mampu mengatur diri sendiri

Deliberation (C6). Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak

[image:48.598.116.536.105.772.2]

Perbandingan skor tertinggi dan skor terendah pada big five dapat diketahui pada tabel di bawah ini (Costa & McCrae dalam Pervin, 2005).

Tabel 2.1

Karakteristik skor tinggi dan skor rendah pada skala trait

Skor tinggi Skala Trait Skor rendah

Cemas, gugup, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik

Neuroticism (N)

Menggambarkan stabilitas emosional dengan

cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan,

irritabilitydannervous tension.

Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah.

Optimis,fun- Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama

loving,affectionate.

Exstravertion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan dan kesenangan.

(49)

Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif,

untraditional.

Openness to

Experience(O)Gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individu dan

pengalamannya.

Konvensional, sederhana, minat sempit, tidak artistik, tidak analitis.

Lembut hati, dapat

dipercaya, suka menolong, pemaaf, penurut.

Agreeableness (A) Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.

Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam, kejam, manipulatif.

Teratur, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.

Conscientiousness(C) Mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial.

Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah,.

Ketangguhan model lima faktor telah diamati melalui metode, beberapa

bahasa dan budaya (McCrae & Costa, dalam Caprara & Cervone, 2000) dilakukan

penelitian pada 1980-an dan 1990-an. Para pendukung dari big five (Goldberg &John, dalam Caprara & Cervone, 2000) dan model lima faktor (McCrae &

Costa, dalam Caprara & Cervone, 2000) menyatakan bahwa fakta yang paling

mendasar dari psikologi kepribadian adalah bahwa kecenderungan dapat

menggambarkan dengan baik oleh sifat dari lima dimensi.

Bukti tentang kekuatan dan validitas big five telah terbukti, seperti dalam Mischel (2003) adalah

1. StrukturBig Five Factor telah sering diulang dalam penelitian oleh beragam peneliti dengan menggunakan berbagai sample berbahasa Inggris.

2. Terutama faktor N, E, dan A telah ditemukan dapat meniru dengan baik

(50)

3. Secara keseluruhan, hasilnya mengesankan dan dapat digeneralisasi di

beragam budaya (McCrae et al., 1998), meskipun ada beberapa faktor yang

dapat mengambil bentuk berbeda dalam sampel dan budaya yang berbeda.

4. Struktur faktor dari gambaran individu yang dijelaskan oleh model ini

cenderung relatif stabil selama jangka waktu yang lama pada orang dewasa.

2.3 Kecerdasan Emosional

2.3.1 Pengertian kecerdasan emosional

Goleman (2003) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi

diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri, dan

dalam hubungan dengan orang lain.

Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2003) mendifinisikan kecerdasan

emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan

orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan

tindakan.

Mubayidh (2006) mengatakan kecerdasan emosional merupakan

kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk

menerima, memahami, dan mengelolannya. Menurut David Wechsler (dalam

Mubayidh, 2006) kecerdasan emosi adalah kemampuan sempurna (komprehensif)

Gambar

Tabel 2.1Karakteristik skor tinggi dan skor rendah pada skala trait
Tabel. 3.1
Tabel. 3.2
Tabel. 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepemimpinan Inspirational Motivation Kepala Sekolah dalam Pembelajaran Sains Robotika di SMA Averos Kota Sorong adalah ke pedulian pada guru, staf dan siswa, melibatkan semua

Melihat data potensi perikanan tangkap dipelabuhan-pelabuhan perikanan yang ada di Sulawesi Utara maka pengembangan serta pembangunan infrastruktur kelautan dan

komiknya dengan sebutan commix, dimana ia menggunakan istilah mix sebagai unsur yang menjelaskan karakter komik tersebut yang merupakan campuran jenis gaya penggambaran, cerita dan

Berdasarkan data Tabel 1, menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada kegiatan usahatani kentang dan kubis yang dilakukan oleh petani binaan lebih

KSPPS Tamzis cabang Ujungberung Bandung adalah satu lembaga keuangan yang bergerak dengan sistem syariah yang tidak lepas dari Fatwa DSN sebagai legalitas produk-produk

Berdasarkan berita yang dimuat dalam www.jawapos.com (diakses pada 20 Oktober 2017) rencana Arema FC yang ingin mengganti logo melalui lomba desain logo mendapatkan

 Sehubungan dengan peringatan hari Puspa dan Satwa, seksi Lingkungan Hidup mengajak umat untuk misa bersama bagi tumbuhan dan hewan peliharaan yang dimiliki pada hari

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah audit komunikasi dengan menggunakan model profil komunikasi keorganisasian sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah