• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

SUDAH D\

SCAN

Skripsi

Diajukan kepacla fセQォオャエ。ウ@ Psikologi untuk m.:Jmenuhi syer<=.t-syarat rnencapai gelar· Sarjami Psii:olooi

Oleh •

MARLINA GU FRON NIM 00710204·12

Di bawah Bimbingan

Pernbimbing II

Ora. Aficlah Mc :s'ud, M. Pel

FAKUL TAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HID.1\YATUU .. JUi JAKARTA

(2)

PERILAKU ASSERTIF Pt:REMPUAN PEKERJA telah diujikan dalam Sidang fvlunaqasyah Fakultas P:;ikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tc,nggal 19 Januari 2005. Skripsi ini 1.elah diterima sebagai salah satu syarat unt,-1k memperoleh gelar Sarjana Program Strata1 (S1) pada Fakultas Psikologi

,,;

Dra.Hj. n・セ@ Hartati, M. Psi. NIP. 150\2c\l38

I

Pembimbi

g

I,

I

Ora. 'J. nセエエケ|@ artati, M. Psi jセipN@ 150 RQセX@

1:•enguji I,

N!P. 160 215 283

Jakarta, 18 Januari 2005

Sidang Munaqasyah

Anggota:

Pembimbir1g II, '

Dra. Afidah Mas'ud, M. Pd NIP. 150 228 775

Pei 1guji II,

ora. HJ. セz@ AMlセイエ。エゥL@ M. Psi

Nlf.'. 15(1 2 UセQSセ[@

(3)

")lcfa 6anyak, sef?s>fan, tempat-tempat k,ursus yang k,nusus

mengajarkg,n perempuan untuk, menjatfi seorang pek§tja

yang 6aiki, tapi ticfak,peman acfa sef?s>fa/i, ataupun tempat

k,ursus yang k,nusus mengajarkg,n perempuan menjatfi

seorang i6u yang 6aift' .

.Semuanya 6etpufang k§pacfa pri6adi perempuan, se6a6

pri6atfi menunjukg,n perifak,u seseorang. <Ber6angga natifa/i,

menjacfi seorang perempuan se6a6 ia sym6o{ ak,an

k§tegunan, k§sa6aran, dan tetadan akg,n k§fem6utan,

dimana segafa k.§6aik,an acfa pacfanya. <Perempuan acfafan

mak,n{uk, mu{ia yang JI{(a/i, ciptakg,n untuk, mefanirkg,n

generasi-generasi pem6erani '](arena itu, mari jatfikg,n

perempuan tefadan generasi terse6ut cfengan cara

menunjuk,kg,n perifak,u

·

yang "ter6aift' dimanapun,

k,apanpun, cfan k§pada siapapun.

(4)

insan. Walaupun dengan jalan yang lambat dan tertatih-tatih, akhirnya

penulis ditakdirkan untuk menjadi sarjana psikologi tahun ini. Dengan

limpahan rahmatNya penulis mampu melewati berbagai kesulitan dalam

proses pembuatan skripsi ini, semua itu merupakan pengalaman dan

pelajaran yang sangat berharga untuk menghadapi kE hidupan ke depan yang

tentunya semakin tidak mudah. Salam sejahtera bagi =<.asulullah beserta

keluarga dan segenap pengikutnya, kegigihan dan kei;abaran beliau menjadi

teladan bagi penulis untuk tetap tegar dalam menghadapi segala

permasalahan yang timbul selama proses pembuatan skripsi ini.

/ i \ / / ' · ' . . . . i / セ⦅DLNLLLLNャャG@

Seka Ii lagi Bセwi@ y _) "'" ... i.',.;Ji" atas nikmat yang besar ini, tentunya banyak

/

pihak yang terlibat dan membantu penulis hingga rampungnya tugas berat

ini, untuk itu ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kiranya patut

penulis sampaikan pada:

1. Ayah, lbu yang selalu membantu ananda dengan kasih sayang serta

doa, support, dan materi yang tidak sedikit. Selama hidup penulis pun

tidak akan pernah dapat membalasnya, skripsi ini penulis

persembahkan khusus untuk mereka. Juga keluarga di rumah Bang

Dias, Kak Nana, Mas Chandra, lik, dan Daus yang selalu mendukung

penulis untuk terus maju dan tetap semangat.

2. lbu Netty dan lbu Afidah pembimbing skripsi, yang terus membantu

penulis mewujudkan sebuah skripsi yang "bernilai". Di sela-sela

kesibukan beliau masih mau meluangkan waktu untuk penulis guna

(5)

3. Perpustakaan Nasional, Fakultas Psikologi UIN dan UI serta

Soemantri Brodjonegoro, yang setia dan mempermudah penulis untuk

mendapatkan literatur agar skripsi ini dapat terealisasi.

4. Kak Yudi yang senantiasa mendo'akan penulis dari kejauhan, selalu

memberi support agar penulis berusaha menyelesaikan skripsi tahun

ini. Harapan untuk ketemu kamu secepatnya menjadi pemicu untuk

terus bersabar dan tetap jadi yang terbaik dalam melakukan apapun

dan keadaan bagaimanapun.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan di Fak. Psikologi angkatan 2000.

terutama sahabat-sahabatku Rien, Niq, Wie, Aka yang selalu memberi

support sehingga penulis tetap semangat dan ingin segera

menyelesaikan tugas ini. Umeh dan Adi yang setia menemani penulis

kapan saja, dan kemana saja, selalu siap jadi teman curhat dan bisa

membuat penulis sedikit tenang selama proses ini, "you are the best".

Daus dan Hadi yang membantu penulis untuk penelitian di Telkom,

"kalian memang dewa penolong ... !" Bowo, Rena dan Emi juga David

yang telah membantu penulis mengolah data penelitian ini, sehingga

hasil dari usaha penulis dapat terlihat. lyoh, Nafil, Ara, Eva, Aci, terima

kasih banyak alas semua masukannya ... Pokoknya "I love you all".

Yang terpenting terima kasih banyak untuk semua pihak yang telah

membantu dari awal hingga skripsi ini selesai, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Saya tidak dapat membalas apa-apa, hanya do'a

semoga kebaikan kalian mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT,

Amin.

(6)

{D) MARLINA GUFRON

ABSTRAKSI

{A) FAKUL TAS PSIKOLOGI (B) JURUSAN PSIKOLOGI

{C) JANUARI 2005

{E) HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EKONOMI DENGAN PERILAKU ASSERTIF PEREMPUAN PEKERJA

(F) xi+ 82

{G) Seringkali perempuan mendapat diskriminasi dalam kehidupan

sehari-hari, dan kaum perempuan tidak mengerti bahwa mereka memiliki hak-hak untuk merubah tradisi diskriminasi tersebut, sehingga mereka tidak assertif menyikapi hal ini. Dalam rumah tangga sering terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan, pembagian tugas rumah tangga yang tidak seimbang,dan banyak kasus lainnya. Perempuan tidak dapat berperilaku assertif, sementara dari hasil penelitian

diketahui alasan terkuat karena perempuan tidak memiliki kemandirian ekonomi. Untuk dapat mandiri ekonomi perempuan harus bekerja. Akan tetapi fenomena di kantor juga sama, perempuan sering mengalami diskriminasi. Kurangnya kesempatan untuk

mengembangkan diri, memajukan karir, dan gaji yang tidak seimbang. Perempuan tidak bisa assertif untuk menegakkan hak-haknya

tersebut. Namun ada perempuan-perempuan pekerja yang sukses dan mandiri ekonomi, mereka dapat berperilaku assertif. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka dalam mempelopori gerakan-gerakan

kewanitaan yang tujuannya membela hak perempuan dalam dunia kerja, mengangkat martabatnya, serta meningkatkan taraf ekonomi perempuan. Perempuan pekerja tersebut lebih aktif, ekspressif dan assertif dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah maupun di kantor. Jadi, apakah ketika seorang perempuan pekerja memiliki kemandirian ekonomi ia dapat berperilaku assertif dalam

kehidupannya, baik di rumah maupun di kantor? Dari fenomena tersebut penulis menarik sebuah masalah tentang hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja.

Kemandirian ekonomi dalam penelitian ini adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain dalam masalah ekonomi, artinya seseorang mampu menghasilkan uang atas usahanya sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Perilaku assertif yang dimaksud adalah mampu dengan tegas mengungkapkan perasaan dalam diri,

mempertahankan hak pribadi, dengan tetap menjaga perasaan dan

(7)

hak ッイ。ョセj@ lain. Perempuan pekerja disini adalah perempuan yang bekerja pada sektor formal dan memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kriteria berusia 20-50 tahun, telah menikah 0-25 tahun dan bekerja di PT. Telkom Jakarta Pusat.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja, baik perilaku assertif di rumah maupun perilaku assertif di kantor.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan skala forced choice sebagai alat

pengumpt1I data. Kuesioner kemandirian ekonomi terdiri dari 21 point pertanyaa1. Skala assertif terdiri dari 33 item dan memiliki reliabilitas Alpha Cro1bach sebesar 0.8172. Populasi penelitian adalah karyawan perempua,1 PT. Telkom Jakarta Pusat dengan sampel 38 orang, dan teknik samplingnya adalah Purposif Sampling.

Dari hasil penelitian terdapat 21 orang responden yang memiliki kemandirian ekonomi dan 17 orang responden yang tidak memiliki kemandirian ekonomi. Hasil uji hipotesis dengan Chi Square tentang hubungan kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja menghasilkan Asymp Sig. 0.723, maka dengan

menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasilnya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja".

Uji hipotesis selanjutnya memperoleh Asymp Sig. 0.723, maka dengan menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasilnya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah. Uji hipotesis

selanjutnya memperoleh Asymp Sig. 0.695 , maka dengan

menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasinya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor".

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja, Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah, Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor. Artinya perempuan pekerja yang memiliki kemandirian

(8)

mempunyai kecenderungan yang sama dalam berperilaku assertif, baik itu di rumah maupun di kantor.

Saran-saran yang diberikan peneliti adalah (1) untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik menambah point asuransi unluk meneliti kemandirian ekonomi, mencari perusahaan yang lebih 「セウ。イ@ agar memperoleh responden lebih banyak, perbanyak teori kemandirian ekonomi, meneliti tingkat assertifitas perempuan pekerja. (2)

perempuan pekerja yang masih pasif dan agresif ag;;if meningkatkan assertifitas mereka, perempuan pekerja yang behJnUnandiri ekonomi agar meningkaikail prestasi supaya memiliki kemaf'idirian ekonomL (3) kepada perus'Elhaan agar mengadakan pelatihan assertifitas bagi karyawan.

(9)

DAFTAR ISi

KAT A PEN GANT AR. . . . . .... I-II

ABSTRAKSL ... . . ... 111-V

DAFT AR ISL ... . . ... vi-viii

DAFTAR TABEL. ... . . ... ix-x

DAFTAR LAMPIRAN. . ... XI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masai ah ... 1-7

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Pembatasan Masai ah ... . . .... 9

1.4. Tujuan Penelitian ... . . ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... . . ... 10

1.6. Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 TINJAUAN PUST AKA

2.1. Perilaku Assertif

2.1.1. Definisi Assertif ... 12-14

2.1.2. Hak lndividu Dalam Hidup ... 14-15

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Perilaku

Assertif pada Seseorang ... 16-18

2.1.4. Alasan Seseorang Bertindak Assertif dan Tidak

Assert if.. ... 18-21

2.1.5. Karakteristik Orang Yang Assertif.. ... .21-22

2.1.6. Perilaku Assertif Pada Perempuan ... 22-25

2.2. Kemandirian Ekonomi

(10)

2.2.2. Karakteristik Orang yang Mandiri Secara

Ekonomi... . . ... .28-30

2.2.3. Stereotipe Masyarakat tentang Kemandirian Ekonomi

Perempuan... . . . . . . 30-32

2.3. Perempuan Bekerja Dalam Pandangan Islam.. . ... 33-38

2.4. Kerangka Berfikir ... 38-42

2.5. Hipotesis Penelitian ... .42-43

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian ... .44

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... .44-45

3.3. Definisi Operasional... .. . . . ... ... ... . . ... .. . ... . . . ... .45-47

3.4. Teknik Pengumpulan Data... ... ... ... ... ... . ... .47-52

3.5. Prosedur Penelitian ... 52-53

3.6. Teknik Analisa Data ... 53-55

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Responden

4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jabatan ... 56-57

4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia, Usia Perkawinan,

dan Pendidikan ... 57-58

4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja, Status

Bekerja, dan Usia Bekerja ... 59-60

4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Kemandirian

Ekonomi. ... 60-63

4.2. Gambaran Umum Responden Yang Memiliki

Kemandirian Ekonomi dan Yang Tidak Memiliki Kemandirian

Ekonomi

[image:10.595.80.497.116.666.2]
(11)

4.2.2. Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja ... 65

4.2.3. Gambaran Responden Berdasarkan Rentang Usia dan Tingkat

Pendidikan ... 65

4.2.4. Gambaran Responden Berdasarkan Penghasilan, Pengeluaran

Pribadi Perbulan ... 66-68

4.3. Gamba ran Um um Perilaku Assertif Responden ... 68-70

4.4. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja ... 70-71

4.5. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja di Rumah ... 71-72

4.6. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja di Kantor ... 73-7 4

BAB 5 PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 75-76

5.2. Diskusi... . . . ... 76-80

5.3. Saran ... 81-82

DAFT AR PUST AKA

(12)
[image:12.595.86.498.105.676.2]

Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Taoel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. DAFTAR TABEL

Kisi-kisi skala uji coba 1 . . . ... . . . . . . ... 50

Kisi-kisi ska la uji coba ... . . ... 51

Gambaran jabatan responden ... . . ... 56

Gambaran usia responden ... 57

Gamba ran usia perkawinan responden... .. . . .. . . . .. 58

Gambaran tir·gkat pendidikan responden ... 58

Gambaran alasan bekerja responden ... 59

Gambaran status kerja responden... . . ... 59

Gambaran usia kerja responden ... 60 .·

Jawaban responden pada ketiga pertanyaan inti ... 61

Penghasilan responden perbulan ... 61

Tabel 4.10. Pengeluaran pribadi responden perbulan ... 62

Tabel 4.11. Apakah pendapatan anda lebih besar dari suami? ... 63

Tabel 4.12. Jabatan responden ... 64

Tabel 4.13. Alasan bekerja responden ... 65

Tabel 4.14. Rentang usia responden ... 65

Tabel 4.15. Tingkat pendidikan responden ... 66

Tabel 4.16. Penghasilan responden perbulan ... 66

Tabel 4.17. Pengeluaran pribadi responden perbulan ... 67

Tabel 4.18. Apakah pendapatan anda lebih besar dari suami? ... 67

Tabel 4.19. Gambaran perilaku responden ... 68

Tabel 4.20. Gambaran perilaku responden di rumah berdasarkan usia perkawinan ... 69

Tabel 4.21. Gambaran perilaku responden di kantor berdasarkan usia kerja ... 69

(13)

Tabel 4.23. Chi Square Test.... . ... . . .... 71

Tabel 4.24. Kemandirian Ekonomi * Perilaku Assertif di rumah

Crosstabulation ... . . ... 71

Tabel 4.25. Chi Square Test... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . ... 72

Tabel 4.26. Kemandirian Ekonomi * Perilaku Assertif di kantor

Crosstabulation ... 73

[image:13.595.45.488.74.537.2]
(14)

DAFT AR LAMPI RAN

1. Kuesioner Kemandirian Ekonomi

2. Gambaran Kemandirian Ekonomi Responden

3. Kisi-kisi Skala Assertif Uji Caba 1

4. Kisi-kisi Skala Assertif Valid Uji Caba 1

5. Skala Assertif Uji Caba 1

6. Kisi-kisi Skala Assertif Uji Caba 2

7. Kisi-kisi Skala Assertif Valid Uji Caba 2

8. Skala Assertif Uji Caba 2

9. Kisi-kisi Skala Assertif Penelitian

10. Skala Assertif Penelitian

11 . Hasil Perhitungan Spearmen Uji Caba 1

12. Item-item Valid Uji Caba 1

13. Hasil Perhitungan Spearman Uji Caba 2 dan Item Validnya

14. Hasil Perhitungan Spearman Skala Penelitian dan Perilaku Assertif

Responden

15. Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Assertif Penelitian

16. Data Perilaku Assertif Responden di rumah

17. Data Perilaku Assertif Responden di kantor

18. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja

19. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja di rumah

20. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku

Assertif Perempuan Pekerja di kantor

21. Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN

(15)
(16)

1.1. Latar Belakang Masalah

Perempuan memang selalu menarik untuk dibicarakan, banyak hal dalam diri

Jerempuan yang menarik untuk dicermati. Tidak bisa dipungkiri bahwa

:;elama ini kehidupan perempuan memang selalu paradoks. Di satu sisi,

perempuan dibutuhkan dan diagungkan, tetapi disisi lain ia dinilai rendah dan

dimarginalkan. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan diciptakan

sederajat dan semartabat. Derajat dan martabat manusia tidak diukur secara

anatomis, ia tercermin pada segenap perilaku dalam kehidupan keseharian,

yang bermula dan berakhir pada kesadaran moral, ketakwaan, dan

ketulusan, bukan pada pembuktian klinis berdasarkan jenis kelamin.

Masyarakat lebih sering menganggap bahwa perempuan pada dasarnya

makhluk yang berkualitas rendah, kekeliruan ini sangat merugikan dan

menjadikan peradaban pincang. Pendidikan perempuan diabaikan,

intelektualitas dan spiritualitas mereka diremehkan dan akhirnya suara-suara

mereka hanya terdengar samar-samar, sayup-sayup dan terlupakan. Hal ini

sama saja dengan membuang setengah dari sumber daya manusia yang

(17)

perempuan lebih sering dihambat untuk mengembangkan dirinya (Zulkarnaini

Abdullah, 2003: 63).

Perempuan sering menciptakan masalah karena mereka mengatakan "ya"

pada saat ingin mengatakan "tidak" , tetapi ketika mengatakan "tidak" mereka

merasa bersalah. Karena itu, mereka harus melatih berkata jujur dan

menampilkan diri sebagaimana adanya. Perempuan sulit untuk

mengungkapkan perasaan dan haknya, hal inilah yang menghambat kaum

perempuan untuk maju dan hak-haknya kurang diakui. Mampu mengatakan

keinginan, dan berkata "tidak" pada hal yang tidak disukainya, dalam istilah

psikologi disebut assertif. Assertif adalah yakin dan teguh dalam berbicara

dan memberikan pendapat (Peter Salim, 1991: 44 ).

Menu rut Fernsterheims dan Baer ( dalam Vera Yumira, 1992: 11 ), orang yang

assertif adalah orang yang merasa bebas untuk mengungkapkan diri, dapat

berkomunikasi dengan berbagai macam orang dalam berbagai situasi,

memiliki orientasi aktif dalam kehidupan serta menyadari keterbatasannya

dan menghargai diri sendiri. la mampu bertindak dengan kesadaran bahwa

dia berhak untuk meminta pertolongan, tetapi orang lain juga berhak untuk

menolaknya. Sementara ini dalam masyarakat, perempuan identik dengan

(18)

agama (Kompas, 27 April 2004).

Menurut Kartini Kartono (1992: 31 ), seorang perempuan memiliki tendensi

narsisme, masokhisme, pasivitas dan aktivitas, yakni rasa ingin menunjukkan

kasih sayang pada orang yang dicintainya sehingga rela mengorbankan diri

untuk orang yang dicintainya, dan menerima begitu saja perlakuan orang

yang disayang dengan tetap menjalankan profesi keibuannya. Dengan

melakukan hal tersebut, perempuan menjadi bangga dan bahagia. Karena

itulah perempuan sulit untuk berperilaku assertif. Sebagai contoh, seringkali

terjadi kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh orang-orang

terdekatnya, pembagian tugas dalam rumah tangga yang tidak seimbang,

kurang didengarnya pendapat perempuan dalam pengambilan suatu

keputusan rumah tangga. Contoh-contoh tersebut mengisyaratkan bahwa

perempuan tidak bisa mempertahankan haknya dan seringkali bertindak

pasif. Dari banyak kasus diketahui bahwa alasan utamanya karena

kebanyakan perempuan tidak mandiri secara ekonomi. la sangat bergantung

hidup dengan pasangan sehingga sulit untuk berkata "tidak". (Fathul Ojannah

dkk, 2003: 6).

Perempuan yang bekerja pun seringkali mengalami ketidakadilan.

(19)

kerja seringkali hak-hak perempuan diabaikan, seperti lebih kecilnya upah

yang diterima dan tidak sebanding dengan pekerjaannya, sulit untuk

meningkatkan karir artinya prospek perempuan dalam pekerjaan tidak pernah

cerah karena sering dihambat untuk mengembangkan kemampuan. Hal ini

semakin subur karena sebagian besar perempuan tidak assertif menyikapi

hal ini, padahal dengan berperilaku assertif ia akan lebih berhasil dalam

pekerjaannya. Perilaku assertif perempuan pekerja bisa terlihat denf;an

terbentuknya gerakan-gerakan buruh perempuan yang dimotori oleh

perempuan-perempuan yang sukses dan mandiri ekonomi. Gerakan ini

menjadi wadah bagi perempuan untuk mengadukan nasibnya, dan bertujuan

mengangkat derajat kaum perempuan, sehingga dapat lebih maju, dan bisa

mengembangkan kemampuannya, juga membantu perempuan agar lebih

assertif (Suzanne. S, 2003: 17).

Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku assertif perempuan adalah

kemandirian dibidang ekonomi. Kemandirian ini membuat perempuan dapat

mengatur kehidupannya dengan lebih baik. Kemandirian ekonomi bisa

diperoleh dengan bekerja, seperti yang ditunjukkan hasil survey AC Nelson

dan pernah dimuat dalam harian Republika pada tanggal 7 Desember 1997,

adanya kebangkitan kaum perempuan di Asia Tenggara dalam hal jabatan

(20)

membuktikan bahwa jumlah kaum perempuan yang keluar dari rumah untuk

mengisi jabatan di organisasi tertentu makin hari semakin meningkat. Bahkan

Indonesia dan Philipina mengangkat wanita menduduki jabatan eksekutif

tertinggi (Ubaydillah. AN, 2003).

Seperti yang dikemukakan Jacinta F. Rini (2002), ada beberapa alasan yang

memotivasi seorang perempuan untuk bekerja:

1. Kebutuhan finansial.

2. Kebutuhan sosial-relasional.

3. Kebutuhan aktualisasi diri.

4. Kebutuhan Lain-lain.

Pada dasarnya alasan tersebut bertujuan untuk meraih kemandirian ekonomi.

Dengan penghasilan yang mereka dapatkan, perempuan bisa memenuhi

kebutuhan hidupnya. Kemandirian ekonomi membuat perempuan !ebih

dihargai dan didengar pendapatnya, ia lebih dihormati dan kesetaraannya

diakui, karena dalam dunia kerja perempuan masih sering dianggap makhluk

nomor dua yang kurang dihargai hak-haknya. Di dalam rumah tangga,

kemandiriannya tersebut bisa digunakan untuk saling berbagi dalam tugas

(21)

baik.

Kemandirian ekonomi inilah yang membuat seseorang bisa berperilaku

assertif. Untuk menunjukkan bahwa perempuan dapat berperilaku assertif

dan mempertahankan haknya, banyak dilakukan seminar, workshop tentang

perempuan, bahkan konferensi-konferensi yang dipelopori oleh wanita-wanita

sukses dan mandiri ekonomi. Seperti dalam Konferensi tingkat Dunia tentang

Perempuan ke IV di China pada tanggal 4-15 September 1995 yang dikutip

www.theceli.com/apik/fact-25.htm menghasilkan Beijing Declaration and

Platform for Action yang memuat berbagai masajah tentang perempuan,

diantaranya mengenai perempuan dan ekonomi yang salah satu butirnya

berisi:

"Memajukan hak-hak dan kemandirian ekonomiperempuan, termasuk akses

mereka atas /apangan kerja, kondisi-kondisi kerjayang memadai serta

pengendalian sumber-sumber ekonomi."

Perilaku assertif sangat dibutuhkan ketikaseseorang bergaul dan berinteraksi

baik di rumah atau di kantor. Penelitian Woolfolk & Denver (dalam Vera

Yumira, 1992: 10) menunjukkan, bahwa orang menilai perilaku assertif

(22)

baik dengan orang-orang disekitarnya. Mental yang sehat sangat dibutuhkan

oleh seorang perempuan, karena dia adalah pendidik dan pembentuk

generasi berikutnya. Sebagai seorang ibu ia wajib menjadi contoh yang baik

bagi anak-anaknya dan menjadi istri yang baik bagi suaminya.

Fenomena yang terjadi pada perempuan pekerja tersebut mengindikasikan

bahwa kemandiri;m ekonomi akan memunculkan perilaku assertif, sebab

perempuan tidak Gungkan lagi untuk mempertahankan hak-haknya. Apakah

perilaku assertif ini memang betul dimiliki oleh para perempuan pekerja yang

mempunyai kemandirian ekonomi?. Penulis mencoba meneliti hal ini dan

mengangkat sebuah skripsi yang berjudul Hubungan Antara Kemandirian

(23)

1.2. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih fokus maka penulis membatasi masalah

sebagai berikut:

1. Kemandirian ekonomi adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa

bergantung kepada orang lain dalam masalah ekonomi, artinya

mampu menghasilkan uang at'3s usahanya sendiri, dan mampu

mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Perilaku Assertif adalah mampu dengan tegas mengungkapkan

perasaan dalam diri, mempertahankan hak pribadi, dengan tetap

menjaga perasaan dan hak orang lain.

3. Perempuan Pekerja adalah perempuan yang bekerja pada sektor

formal dan memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya p・イ・ューセ。ョ@ yang telah menikah dan berusia 20-50

tahun, dengan usia perkawinan 0-25 tahun, serta bekerja di PT.

(24)

Untuk lebih memudahkan penulis dalam meneliti masalah ini maka dibuat

perumusan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan perilaku assertif perempuan pekerja?

2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan per laku assertif perempuan pekerja di rumah?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis untuk memperoleh data tentang

hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan

pekerja, hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif

perempuan pekerja di rumah dan perilaku assertif perempuan pekerja di

(25)

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori

psikologi, khususnya yang berkaitan dengan masalah psikologi sosial dan

psikologi wanita.

2. Manfaat Praktis

Penulis berharap penelitian ini akan memberi wawasan tentang

keperempuanan, dan dapat dijadikan sumbangsih untuk meningkatkan

martabat perempuan sehingga tidak lagi dianggap sebagai makhluk

nomor dua, mempertahankan hak-hak perempuan agar lebih bisa

mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja, dan lebih

berprestasi. Mengetahui pentingnya perilaku assertif dalam kehidupan

rumah tangga pada perempuan pekerja. Sehingga perempuan bisa

assertif terhadap pasangannya, agar keluarga menjadi lebih harmonis

(26)

Pada penelitian ini, penulis menggunakan gaya penulisan APA (American

Psychological Association) style sesuai acuan pada APA Style Essentials

(Degelman & Harris, 2003). Hasil penelitian ditulis dan tersusun menjadi lima

Bab, dengan sistematika sebagai berikut:

1. Bab 1 pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

2. Bab 2 membahas teori-teori yang mendasari penelitian ini, kerangka

berfikir, dan hipotesis penelitian.

3. Bab 3 berisi metodologi penelitian, terdiri dari metode penelitian yang

dilakukan, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, teknik

pengumpulan data, prosedur penelitian, dan teknik analisa data.

4. Bab 4 berisi hasil penelitian, yang mempresentasikan gambaran umum

responden, gambaran umum responden yang memiliki kemandirian

ekonomi dan yang tidak memiliki kemandirian ekonomi, gambaran umum

perilaku assertif responden, serta analisa hasil uji hipotesis.

5. Bab 5 penutup, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, diskusi, dan

(27)
(28)

2.1.

Perilaku Assertif

2.1.1. Definisi Assertif

Assertif berasal dari kata Assert, yang artinya adalah menyatakan

(mengatakan sesuatu dengan penuh keyakinan), menerangkan;

mempertahankan. Assertif berarti mengatakan sesuatu secara terbuka,

seringkali mengetahui bahwa hal itu akan di tentang (Depdikbud, 1999:

130-131 ). Assertif merupakan sikap percaya terhadap diri sendiri dan sangat

berani, yakin dan teguh dalam berbicara dan memberikan pendapat. (Peter

Salim, 1991: 44)

Menurut Counseling Center University of Illinois (2004), "Assertiveness is the

ability to express yourself and your rights without violating the rights of others.

It is appropriately direct, open, and honest communication which is

self-enhancing and expressive". Definisi ini memberi penekanan pada hasil dari

(29)

baik, sebab ia akan berbicara jujur dan apa adanya dengan tetap menghargai

pendapat orang lain.

Lange & Jakubowski (1976) mengemukakan bahwa perilaku assertif adalah

"standing up for personal rights and expressing thoughts, feelings, and beliefs

in direct, honest and appropriate ways". Definisi ini menggambarkan bahwa

sebagai manusia kita harus menegakkan hak-hak pribadi, agar lebih dihargai

orang lain. Caranya dengan selalu menghormati serta menghurgai orang

lain, yakni dengan berperilaku assertif{dalam JF.Calhoun, 1990: 352).

Rathus & Nevid (1983: 343) mendefinisikan perilaku assertif sebagai "The

expression of your genuine feelings, standing up for your legitimate rights,

and refusing unreasonable request" Definisi ini menekankan pada hal

pengungkapan diri sehingga kita bebas untuk mengungkapkan apa yang ada

dalam diri kita, menerima, dan menolak sesuatu bila kita tidak

menghendakinya. Dengan berperilaku assertif kita dapat menyampaikan hal

itu dengan baik.

Dari definisi perilaku assertif yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perilaku assertif menyangkut sejumlah hal. Hal-hal tersebut adalah

mengungkapkan perasaan positif, perasaan negatif, mengemukakan

(30)

hak orang lain. Jadi, perilaku assertif yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak demi

kebaikan dirinya tanpa merasa cemas, mampu mengungkapkan perasaan

positif dan negatif secara nyaman dengan menghargai perasaan orang lain,

juga mempertahankan haknya tanpa melanggar hak orang lain.

2.1.2. Hak lndividu Dalam Hidup

Sebelum mempertahankan hak dalam perilaku assertif, terlebih dahulu kita

harus meyakini mana yang menjadi hak dan mana yang bukan. Dalam

Counseling Center University of lllnois (2004) dikatakan bahwa seseorang

mempunyai beberapa hak, diantaranya:

1. Hak untuk memutuskan bagaimana mengarahkan atau membawa

diri, termasuk memutuskan bagaimana mencapai tujuan, mimpi dan

menentukan prioritas.

2. Hak terhadap nilai-nilai kita sendiri, kepercayaan, pendapat dan

emosi, hak untuk menghargai diri sendiri dengan tidak

mempermasalahkan pendapat orang lain.

3. Hak untuk menerangkan perasaan atau perbuatan kita kepada orang

(31)

4. Hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana kita ingin

diperlakukan.

5. Hak untuk mengekspresikan diri dan mengatakan "tidak" atau "tidak

tahu" atau "saya tidak mengerti" bahkan "saya tidak peduli". Kita juga

memiliki hak utuk memformulasikan kata-kata sebelum

mengekspresikannya.

6. Hak untuk meminta informasi atau pertolongan.

7. H<1k untuk merubah pikiran, berbuat salah atau kadang-kadang

melakukan ha! yang irrasional dengan menyadari dan menerima

konsekuensinya.

8. Hak untuk menyukai diri sendiri walaupun kita tidak sempurna, dan

hak untuk sesekali melakukan sesuatu yang tidak optimal.

9. Hak untuk memiliki hubungan yang positif, memuaskan, nyaman,

dan bebas untuk mengekspresikan diri, dan hak untuk merubah atau

mengakhiri hubungan jika kebutuhan kita tidak terpenuhi didalamnya.

10.

Hak untuk berubah, meningkatkan hidup dengan cara yang

memungkinkan.

Dari hak-hak yang telah dikemukakan, setiap individu memiliki kewajiban

untuk menghargai serta menghormati hak-hak orang lain, agar tercipta

(32)

2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Perilaku Assertif

Pada Seseorang

Perilaku assertif muncul pada pribadi seseorang karena beberapa faktor,

yakni:

1. Lingkungan Sosial

Show & Costanzo (1970) berpendapat bahwa lingkungan sosial

berpengaruh terhadap proses individual, sehingga kehadiran orang lain,

keberadaan seseorang dalam kelompok tertentu atau norma-norma yang

berlaku dalam suatu masyarakat mempengaruhi persepsi, motivasi,

proses belajar, sikap dan perilaku juga sifat seseorang (dalam Sarwono,

1999:20).

2. Pola Asuh

Pola asuh yang memberi peluang pada anak untuk belajar berperilaku

assertif adalah pola asuh demokratis, sebab orang tua memberikan

kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapat, ikut berpartisipasi

dalam kehidupannya sehari-hari. Dari sini menimbulkan rasa percaya diri

pada anak, sehingga ia bisa mandiri dan dapat menentukan sikap dan

perilaku yang terbaik bagi dirinya ( Hurlock, 1973).

3. Kebudayaan

Menurut Sarwono (1999), kebudayaan yang berbeda akan menyebabkan

(33)

sehingga tindak-tanduk suku tertentu akan berbeda dengan suku lainnya.

Kebudayaan dimana seseorang tinggal sangat mempengaruhi

kepribadiannya, termasuk perilakunya.

4. Tingkat Pendidikan

Menurut Lewin (1947), segala informasi yang masuk diproses dalam

kognisi manusia sebelum akhirnya dijadikan keputusan, simpulan,

pandangan, sikap dan perilaku. Manusia cenderung berfikir sebab akibat,

dan cenderung menggolongkan segala sesuatu (baik dan buruk, benar

atau salah). Pendidikan merupakan sarana informasi yang mengajarkan

manusia segala hal, apa yang didapat dari proses belajar itu mengubah

pola pikir, dan pola pikir itu mengubah perilaku manusia, sehingga individu

akan berperilaku sesuai dengan tingkat pendidikannya (dalam Sarlito,

1999: 84).

5. Kepercayaan diri

Anne Dickson (2001) berpendapat, bahwa orang yang assertif adalah

pribadi yang percaya diri, komunikatif, selalu siap, tidak terganggu,

seimbang, dan efektif. Singkatnya ia selalu menjadi pemenang.

Kepercayaan diri membuat seseorang yakin dengan diri dan

kemampuannya, ia bisa mengemukakan perasaan dan haknya tanpa

(34)

6. Kemandirian

Menurut Brewer (1973) kemandirian merupakan perilaku yang timbul

karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena pengaruh orang lain.

Dengan kemandirian seseorang mampu menunjukkan adanya kontrol

terhadap perilakunya. Orang yang mandiri memiliki otonomi dan identitas

yang jelas, dan menunjukkan perkembangan pribadi yang terintegrasi

serta dorongan-dorongannya lebih terkontrol. la memiliki pribadi yang

khas, penuh percaya diri dan mampu menguasai perilakunya. (dalam

Supartinah, 1992: 18)

2.1.4. Alasan Seseorang Bertindak Assertif dan Tidak Assertif

Situasi dan kondisi sangat menentukan seseorang untuk berperilaku. Berikut

ini beberapa alasan yang mendasari seseorang memutuskan untuk bertindak

assertif atau tidak assertif. Kelley (1979) mengemukakan alasan-alasan

tersebut:

Alasan-alasan mengapa seseorang memilih untuk bertindak tidak assertif

adalah:

a. Resiko yang akan timbul terlalu besar.

(35)

c. Akibat yang ditimbulkan terhadap orang lain lebih besar daripada

keuntungan dari bertindak assertif bagi diri sendiri.

d. Orang lain sudah mengubah tingkah lakunya atau situasi dengan

tepat.

Sedangkan alasan-alasan mengapa seseorang memilih untuk bertindak

assertif adalah karena tingkah laku assertif:

a.

Bersifat menghargai kedua belah pihak.

b. Menimbulkan perasaan yang lebih baik bagi kedua belah pihak.

c. Memberikan perasaan bahwa ia dapat mengendalikan tingkah

lakunya.

d. Biasanya lebih berhasil daripada non assertif atau agresif, dan orang

lebih menyukai hasil "menang-menang".

e. Lebih memberikan kebebasan, tanggung jawab, dan kekuatan untuk

memilih.

f. Meningkatkan ketenangan.

g. Membantu seseorang mengkomunikasikan apa yang dirasakannya,

dipikirkannya, dan diinginkannya.

h. Membantu seseorang untuk membuat orang lain mengetahui dirinya

(36)

Perilaku assertif merupakan tipe perilaku yang ideal, namun tidak semua

orang mampu berperilaku assertif kapan saja dan dimana saja dia berada,

situasi dan kondisi sangat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku.

Selain tipe perilaku assertif dan non assertif (pasif) ada juga perilaku agresif

yang dapat dipilih seseorang ketika berada dalam situasi tertentu. Berikut ini

ciri-ciri dari tipe perilaku tersebut menurut JF.Calhoun (1990):

a. Perilaku Pasif (non assertif)

Seseorang dikatakan bersikap pasif, jika ia gaga! mengekspresikan

perasaan, pikiran dan pandangan atau keyakinannya; atau jika orang

tersebut mengekspresikannya sedemikian rupa hingga orang lain malah

memberikan respon yang tidak dikehendaki atau negatif.

b. Perilaku Agresif

Perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali

bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang

(secara verbal atau pun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam,

sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar),

sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip. Dalam agresif, ekspresi

yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, menyakiti,

merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain sehingga tidak ada rasa

(37)

c. Perilaku Assertif

Seseorang dikatakan assertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus

dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangannya

pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas

pihak lain.

2.1.5. Karakteristik Orang Yang Assertif

Menurut Jacinta F. Rini (2004) ada beberapa karakteristik orang yang

assertif, yaitu sebagai berikut:

1. Terbiasa mengekspresikan secara jelas perasaan atau

pandangannya pada orang lain.

2. Mampu meminta pertolongan pada orang lain pada saat dia

memang membutuhkan pertolongan.

3. Mampu mengekspresikan kemarahan atau pun rasa tidak enak

secara proporsional pada pihak lain yang telah membuatnya

merasa sakit hati.

4. Suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi

kebingungan.

5. Mampu memberikan pandangan secara terbuka saat ia merasa

tidak sepaham dengan pendapat orang lain.

(38)

7. Mampu untuk berkata "tidak" pada saat ia tidak ingin melakukan

suatu pekerjaan.

8. Berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara

hangat.

9. Memandang wajah lawan bicaranya pada saat ia berbicara.

2.1.6. Perilaku Assertif Pada Perempuan

Dalam tatanan kehidupan sosial kerap kali berkembang asumsi bahwa

perempuan adalah makhluk lemah, bukan hanya secara fisik tapi juga

secara psikologis. Perempuan adalah makhluk yang lembut, penuh

perasaan, pasif dan patuh. Berbeda dengan laki-laki yang berwatak keras,

dapat berpikir lebih rasional, dan penuh inisiatif. Karena itu muncul

anggapan bahwa watak dasar perempuan seperti itulah yang

menyebabkan ia harus tunduk kepada laki-laki, dan laki-laki adalah

pelindung dan pembimbingnya (Zulkarnaini Abdullah, 2003: 110).

Wolfe & Fodor (1975) mengemukakan bahwa mitos-mitos yang tidak

rasional telc::h tersosialisasikan dan mengakar pada sebagian perempuan,

mereka mengatakan "saya butuh bersandar pada seseorang yang lebih

kuat dari saya, yaitu -laki-laki". Banyak perempuan yang mempercayai hal

(39)

dapat berkiprah di dunia kerja, dan tidak sanggup melakukan pekerjaan

berat. Selanjutnya mereka menawarkan sebuah pendapat alternatif yang

lebih rasional "akan lebih baik jika kita bisa bersandar pada seseorang,

tetapi kita mampu untuk mempelajari sesuatu sehingga dapat memecahkan

permasalahan yang kita hadapi". Hal ini akan menjadikan perempuan

makhluk yang lebih aktif dan assertif. (dalam Rathus & Nevid, 1983: 348)

Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk diperlakukan dan mendapat

kesempatan untuk berperilaku. Karena dalam Al-Quran pun dikatakan

bahwa tiap orang memiliki hak yang sama baik laki-laki maupun

perempuan.

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya

menurut cara yang ma'ruf' (Al-Baqarah:228).

Karena itu setiap orang bebas memilih perilaku apa yang ia perbuat. Akan

tetapi karena manusia hidup bermasyarakat, dengan berbagai watak, ia

harus saling menghargai agar tercipta kehidupan yang damai. Perilaku

assertif adalah salah satu kunci kemaslahatan umat, dengan begitu akan

terjalin komunikasi yang baik diantara sesama manusia baik laki-laki

maupun perempuan. Komunikasi yang baik mengindikasikan seseorang

(40)

berperilaku assertif yang telah diajarkan dalam Al-Quran, seperti kutipan

ayat berikut:

"Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang

mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki

orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (Az-zumar: 3)

Gerakan-gerakan kewanitaan membantu pere11puan untuk lebih assertif,

dan membangun kesadaran bahwa sebagaimuna laki-laki, ia juga memiliki

hak untuk bertindak assertif. Berikut ini rancangan hak-hak yang

dikemukakan oleh wanita-wanita masa kini agar dapat bertindak assertif

seperti yang dikatakan Rathus & Nevid (1983: 347) :

1. Hak untuk mengekspresikan keinginan dan perasaan dalam dirinya.

2. Hak untuk bersaing secara sehat dalam dunia bisnis.

3. Hak untuk menangani keuangan.

4. Hak untuk mengeluh jika orang lain mengacuhkan apa yang ia

inginkan.

5. Hak untuk bernegosiasi dalam tugas-tugas rumah tangga.

6. Hak untuk bernegosiasi dalam tugas membesarkan anak.

7. Hak untuk mendapatkan informasi agar dapat membuat suatu

(41)

8. Hak untuk berbuat kesalahan.

9. Hak untuk berkata tidak dan hak untuk berkata iya.

Hak tersebut boleh saja diterapkan selama bertujuan untuk kebaikan dan

tidak merugikan pihak laki-laki atau perempuan. Al-Quran pun menjelaskan

bahwa sesama manusia harus saling tolong menolong dalam kebaikan,

serta diciptakannya laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, bahu

mE mbahu agar kehidupan lebih harmonis.

"Dan orang-orang yang beriman, /elaki dan perempuan, sebagian mereka

(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh

(mengerjakan) yang ma'ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan

shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada'Al/ah dan Rasul-Nya."

(At-Taubah: 71)

Sesungguhnya jika hak-hak diatas dibuat untuk melarikan diri dari tanggung

jawab sebagai perempuan, maka yang timbul bukanlah perilaku assertif,

sebab perilaku assertif bertujuan menciptakan hubungan interpersonal yang

efektif dan memuaskan kedua belah pihak.

(42)

2.2.Kemandirian Ekonomi

2.2.1. Definisi Kemandirian Ekonomi

lstilah kemandirian berasal dari kata mandiri. Mandiri secara bahasa adalah

keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain.

Kemandirian adalah hal atau keadaaan dapat berdiri sendiri tanpa

bergantung kepada orang lain (Depdikbud, 1999: 625). Dalam JP. Chaplin

( 1999: 48) dikatakan bahwa kemandirian sama artinya dengan autonomy

(otonomi); keadaan pengaturan diri, yakni kebebasan individu manusia untuk

memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan

menentukan dirinya sendiri. Havighurst (1972) mengemukakan bahwa salah

satu aspek dari kemandirian adalah aspek ekonomi, aspek ini ditunjukkan

dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan

ekonomi pada orang lain. (dalam Zainun Mu'tadin, 2003)

Sedangkan dalam Depdikbud (1999: 251) dikatakan, ekonomi secara bahasa

adalah pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga;

tata kehidupan perekonomian; laporan urusan keuangan rumah tangga

(organisasi, negara). Dalam istilah ekonomi, kemandirian diartikan sebagai

(43)

kemampuan sendiri, mampu melihat peluang, serta pantang menyerah

(Goeffrey G. et.al, 2002 6).

Menu rut DJ. Schwartz ( 1996: 387-388) orang yang sukses dalam pekerjaan

akan memiliki kemandirian ekonomi dan kehidupan yang damai. Kemandirian

ekonomi yang dimaksud adalah jika seseorang:

1. Memiliki penghasilan.

2. Dapat memenuhi kebutuhan hidupnya_

3. Memiliki investasi atau tabungan dari penghasilannya untuk

menghadapi masalah ekonomi yang mungkin saja terjadi.

Kemandirian ekonomi tidak diukur secara mutlak dengan nominal, tetapi dari

bagaimana seseorang dapat memaksimalkan apa yang ia dapatkan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, ia dapat meminimalisir dan

mengatur kebutuhan ekonominya dengan cerdik, sehingga tidak

membelanjakan uangnya dengan sia-sia (DJ. Schwartz, 1996: 389).

Jadi dari definisi-definisi di atas, kemandirian ekonomi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada

orang lain dalam masalah ekonomi, artinya mampu menghasilkan uang atas

usahanya sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan

(44)

2.2.2. Karakteristik Orang Yang Mandiri Secara Ekonomi

Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Namun ada saatnya seseorang harus bisa mandiri dan bebas dari ketergantungan dengan orang lain. Menurut Ubaydillah AN (2003), ada dua hal yang mendasari kemandirian seseorang:

1. Bebas lntimidasi 2. Memiliki ketegasan.

Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa memiliki kemandirian lebih baik daripada bergantung pada orang lain.

"Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah" (HR. Tabrani)

Untuk dapat memberi kepada orang lain kemandirian ekonomi sangat berperan dalam diri seseorang. Agar memiliki kemandirian seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta

(45)

1. Memiliki komitmen dalam diri untuk mengumpulkan uang.

2. Mampu menyisihkan pendapatan untuk ditabung atau diinvestasikan.

3. Memaksimalkan pendapatan yang diterima, dengan cara

meminimalkan kebutuhan.

4. Berfikir secara mikro ekonomi, artinya mampu hidup sederhana.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa kemandirian

meru:Jakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari

pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi

tersebut seseorang diharapkan akan lebih berkembang dan bertanggung

jawab terhadap diri dan keluarganya (dalam Zainun Mu'tadin, 2003)

Menurut DJ. Schwartz (1996: 6-7), orang yang memiliki kemandirian ekonomi

.merupakan orang yang sukses dalam keuangan. Orang-orang seperti ini

biasanya memiliki karakter:

1. Yakin dan bersemangat dalam bekerja.

2. Berkemampuan di bidangnya, dan professional.

3. Disiplin.

4. Menikmati pekerjaannya.

Lerner R. M (1976: 188) mengatal<an bahwa dengan l<emandiriannya

(46)

!ingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Hal ini sesuai dengan

pendapat DJ. Schwartz (1996: 391-395), bahwa mereka yang mandiri

ekonomi biasanya pandai mengatur keuangan, bebas menggunakan uang

untuk kebaikan, dan berfikir maju agar kebutuhan hidup bisa terpenuhi.

2.2.3. Stereotipe Masyarakat Tentang Kemandirian Ekonomi Perempuan

Seringkali masyarakat berpendapat bahwa "wanita itu tempatnya di dapur''.

Artinya untuk wanita tidaklah diperlukan pendidikan yang serius atau

pengalaman kerja yang luas. Karena mereka nantinya akan mengakhiri

semuanya dalam kehidupan rumah tangga yang klasik. Wanita memang

berbeda secara kodrati dari pria. Karena itu kemandirian wanita tidaklah

berarti wanita mengerjakan segala sesuatunya sendiri, namun dengan

kemandirian tersebut diharapkan dapat saling melengkapi, saling membantu

antara pria dan wanita, yang akan memperkaya kedua belah pihak. (Franz

Dahler & Julius Chandra, 1984: 122)

Penelitian yang dilakukan oleh Kimmel (1974) menunjukkan bahwa orang

menganggap wanita lebih mudah dipengaruhi, sangat submissif, pasif, tidak

menyukai petualangan, merasa kesulitan dalam memutuskan sesuatu,

kurang percaya diri, tidak ambisius, dan sangat tergantung (dalam Tina

(47)

Dalam ekonomi, umumnya perempuan sulit untuk mengembangkan diri dan

mandiri. Menurut Telly dan Scott (1978), pada abad 19 perempuan yang

masuk angkatan kerja usianya masih muda dan lajang, karena akan sulit

menggabungkan pengasuhan anak dan kerja produktif di dunia ekonomi

industri. Sedang perempuan menikah dan punya anak cenderung bekerja di

luar rumah jika keuangan keluarga benar-benar tidak tercukupi. Padahal

perempuan memiliki kemampuan untuk bekerja dan mengembangkan karir

sesuai keahliannya. (dalam Suzanne S, 2003: 17). Hal inilah yang menjadi

faktor penghambat kemandirian ekonomi pada perempuan, dan stereotip

bahwa perempuan makhluk yang tidak mandiri semakin melekat pada

masyarakat.

Di banyak negara berkembang, partisipasi ekonomi kaum wanita terhalangi

oleh norma-norma tertentu yang menganggap wanita bekerja sebagai suatu

aib yang harus dihindari. Hal ini merupakan faktor yang mengakibatkan terus

bertahannya status ekonomi kaum wanita yang rendah, yang selanjutnya

semakin membatasi kontrol mereka terhadap tingkat penghasilan atau

sumber-sumber daya ekonomi keluarga. (Michael. P, 2000: 204)

Untuk memajukan taraf hidup kaum perempuan dan meningkatkan

kemandirian ekonomi perempuan, Konferensi tingkat Dunia tentang

(48)

Beijing Declaration and Platform for Action, memuat beberapa masalah mengenai perempuan dan ekonomi yang berisi:

1. Memajukan hak-hak dan kemandirian ekonomi perempuan, termasuk akses mereka alas lapangan kerja, kondisi-kondisi kerja yang

memadai serta pengendalian sumber-sumber ekonomi.

2. Memfasilitasi persamaan akses perempuan pada sumber-sumber, kesempatan kerja, pasar dan perdagangan.

3. Menyediakan pelayana:1-pelayanan bisnis, pelatihan dan akses atas pasar-pasar, informasi dan teknologi, terutama bagi perempuan yang berpenghasilan rendah.

4. Memperkuat kapasitas ekonomi perempuan dan jaringan kerja komersialnya.

5. Menghapus pengkotak-kotakan jabatan dan semua bentuk diskriminasi ketenagakerjaan.

6. Memajukan harmonisasi kerja dengan tanggung jawab terhadap keluarga bagi perempuan dan laki-laki. (dalam

www.theceli.com/apik/fact-25.htm)

(49)

2.3.

Perempuan Bekerja Dalam Pandangan Islam

Perempuan merupakan bagian potensial dan memiliki peranan penting dalam

kehidupan. Tugas perempuan yang pertama, yang paling besar, dan tidak

ada pertentangannya adalah mendidik generasi yang telah dipersiapkan oleh

Allah, baik secara fisik maupun jiwa. Bagi perempuan wajib untuk tidak

melupakan tugas mulia ini disebabkan karena pengaruh materi atau

modernisasi apa pun, karena tidak ada seorang pun yang mampu melakukan

tugas agung ini, serta sangat menentukan masa depan umat kecuali dia.

Mengenai perempuan bekerja diluar rumah masih terdapat kontroversi, ada

yang membolehkan dan ada yang tidak. Semuanya berpendapat dengan

dasar yang kuat dan memiliki alasan yang sama benarnya. Tetapi pada

dasarnya asal segala sesuatu dan tindakan itu diperbolelikan jika ada hal

yang memberatkan dan dapat dimaklumi alasannya.

Menurut Yusuf Qardhawi (2004) perempuan bekerja pada dasarnya

diperbolehkan, bahkan bisa jadi diperlukan, terutama bagi janda, dicerai, atau

belum dikaruniai suami. Sementara itu dia tidak mempunyai pemasukan dan

tidak pula ada yang menanggungnya, sedang dia mampu bekerja untuk

mencukupi keperluannya sehingga tidak meminta-minta. Terkadang justru

(50)

mendidik anak-anaknya dan saudara-saudaranya yang masih kecil, atau

membantu bapaknya yang sudah tua. Seringkali masyarakat yang

memerlukan kerja wanita, seperti tenaga dokter, perawat, guru untuk

anak-anak perempuan dan yang lainnya dari setiap aktifitas yang khusus wanita.

Yusuf Qardhawi (2004) juga mengatakan, apabila kita membolehkan

perempuan bekerja maka harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai

berikut:

1. Hendaknya jenis pekerjaan yang memang tidak dilarang, artinya

pekerjaan itu tidak diharamkan dan tidak mengarah pada perbuatan

haram.

2. Hendaknya perempuan Muslimah tetap beradab lslami bila ia keluar dari

rumahnya, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan berpenampilan

3. Hendaknya pekerjaannya itu tidak mengorbankan kewajiban-kewajiban

yang lainnya yang tidak boleh ditelantarkan. Seperti kewajibannya

terhadap suaminya dan anak-anaknya yang merupakan kewajiban

pertama dan tugasnya yang utama.

M. Al-Bahiy (1994: 33) berpendapat, perempuan sebaiknya bertugas di

rumah mengurus keluarganya, sebab itu adalah tanggung jawab utama

(51)

memiliki kemerdekaan ekonomi, dan hal itu bagi seorang perempuan hanya

akan membuatnya mengalami krisis mental sebagai berikut:

1. Lemahnya rasa kewanitaan.

2. Lemahnya rasa keibuan.

3. Timbulnya syak, atau merosotnya hubungan suami istri jika ia sebagai

isteri.

4. Kecenderungan mengasingka l diri yang semakin kuat sejalan dengan

pertambahan umur, teutama ji;ca ia tidak mendapat suami atau anak

yang akan menemani hidupnya Uika ia lajang).

Al Bahiy ( 1994) mengisyaratkan bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga

dan bertanggung jawab menghidupi keluarga, dengan begitu yang wajib

bekerja hanyalah laki-laki. Sementara perempuan bertugas sebagai ibu yang

mengatur urusan rumah tangga, dan mendidik anak-anaknya. Hal ini

dilakukan karena secara psikologis seringkali perempuan menjadi sombong

dan arogan jika ia mempunyai penghasilan. la mampu merendahkan suami

serta kurang menghargai suami karena merasa mampu menghidupi dirinya

dan keluarganya tanpa bantuan sang suami. .

.

Pada dasarnya Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan

seimbang, ada siang ada malam., ada panas dan dingin, ada laki-laki dan

(52)

harus saling bekerja sama dalam tugasnya agar kehidupan menjadi

harmonis. Demikian juga dengan perempuan bekerja, yang sebenarnya

dituntut oleh Islam adalah perempuan boleh bekerja apabila ia mampu

mengatur segala persoalan hidup, dan pekerjaannya membawa

kemaslahatan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, tanpa

menghilangkan perasaan malunya atau bertentangan dengan keterikatannya

dan kewajibannya terhadap Tuhannya, dirinya, dan rumahnya. Sebab tanpa

bekerjapun, seperti yang dikatakan Kartini Kartono (1992: 9-10) bahwa

seorang perempuan telah memiliki tugas dan peran yang penting dalam

kehidupannya, diantaranya adalah:

a. Perempuan sebagai istri

Sebagai seorang istri, perempuan harus memiliki sikap hidup yang

mantap, ia bisa mendampingi suami dalam situasi yang bagaimanapun

juga, disertai rasa kasih sayang, kecintaan, loyalitas dan kesetiaan pada

partner hidupnya. Juga mendorong suami untuk berkarir dengan

cara-cara yang sehat.

b. Perempuan sebagai partner seks

Hal ini mengimplikasikan terdapatnya hubungan heteroseksual yang

memuaskan dengan pasangannya, tanpa disfungsi seks. Ada relasi

(53)

c. Perempuan sebagai ibu dan pendidik

Perempuan dapat menjadi ibu dan pendidik yang baik bagi anak-anaknya,

mampu menciptakan iklim psikis yang gembira-bahagia dan bebas;

sehingga suasana rumah tangga menjadi semarak, dan bisa memberi

rasa aman. Dengan begitu anak-anak dan suami akan betah di rumah ..

d. Perempuan sebagai pengatur rumah tangga

Hal ini cukup berat, dalam hal ini terdapat relasi-relasi formal dan

semacam pembagian kerja; di mana suami terutama sekali bertindak

sebagai pencari nafkah, dan sebagai istri ia berfungsi sebagai pengurus

rumah tangga; tetapi acapkali juga berperan sebagai pencari nafkah.

Yang terpenting adalah kemampuan seorang perempuan membagi waktu

dan tenaga agar segala urusan rumah tangga dapat berjalan baik.

e. Perempuan sebagai partner hidup

Dalam hal ini perempuan memerlukan kebijaksanaan, harus mampu

berpikir luas, dan sanggup mengikuti gerak karir suami. Dengan begitu

terdapat kesamaan pandangan, perasaan, dan sederajat; sehingga bisa

mengurangi kesalahpahaman dalam rumah tangga dan memperkecil

timbulnya kemungkinan perselisihan serta terjadinya perceraian.

Jadi, boleh atau tidaknya perempuan bekerja tergantung kemampuan dia

(54)

mensejahterakan dirinya dan keluarga, serta tidak mengorbankan tugas dan

peranannya sebagai perempuan maka bekerja diperbolehkan.

2.4. Kerangka Berfikir

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai diskriminasi terhadap

perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam lingkunga,1 sosialnya. Di

rumah sering kita dengar kekerasan dan ketimpangan pem.iagian tugas oleh

pasangannya, ini terjadi karena perempuan tidak assertif dalam menyikapi

perlakuan yang ia terima. Sementara dari penelitian-penelitian yang pernah

dilakukan diketahui alasan terkuat adalah ketidakmandirian perempuan

dalam bidang ekonomi (www.rifka-annisa.or.id/links/asp). Hal ini

menyuburkan sikap pasif pada perempuan, sehingga ia tidak berani

mengubah keadaan hidupnya.

Ketidak mampuan untuk menghidupi diri sendiri membuat perempuan takut

untuk lari dari masalah yang dihadapinya. Agar dapat memiliki kemandirian

ekonomi seseorang harus bekerja, dengan bekerja ia dapat menghidupi

dirinya, sehingga memiliki otonomi alas dirinya sendiri tanpa campur tangan

orang lain. Di zaman ini sering kita temui perempuan yang bekerja, mereka

(55)

secara ekonomi. Namun demikian diskriminasi tetap ada, di tempat kerja

perempuan seringkali kurang mendapat kesempatan yang sama dengan

kaum pria. Karena itu banyak gerakan-gerakan yang dipelopori wanita-wanita

yang mandiri ekonomi dan sukses guna memperjuangkan hal ini.

Gerakan-gerakan ini mengusung perilaku assertif, yang tujuannya membela hak-hak

perempuan agar lebih diperhatikan, serta dihapuskannya diskriminasi

perempuan di tempat kerja agar perempuan bisa meningkatkan karir,

mengembangkan kemampuan sehingga bisa sukses dalam pekerjaan dan

memiliki kemandirian ekonomi. Kesuksesan dan kemandirian ekonomi yang

telah diraih perempuan diharapkan mampu membuat perempuan berperilaku

assertif di kantor (Suzanne. S, 2003: 17).

Kemandirian ekonomi dapat diraih bukan alas kegigihan usaha saja, tapi

butuh kemampuan berkomunikasi dengan baik sehingga memunculkan

banyak relasi kerja. Dalam pergaulan pun sangat dibutuhkan perilal<u assertif,

sehingga ketika ada kekurangan, ada kesalahan, dan keingintahuan seorang

perempuan pekerja dapat bertanya serta berbicara dengan leluasa pada

rekannya, sehingga bisnisnya dapat berjalan dengan baik (Anne Dickson,

2001: 5). Seperti halnya Retno lswari Tranggono, perempuan yang ulet

dalam berkarir sehingga mampu menjadi orang nomor satu di PT. lndofood

Sukses Makmur pada tahun 2002. la mampu meraih prestasi gemilang dalam

(56)

mempunyai hak yang sama dengan suami dalam memenuhi kebutuhan

keluarga. (TO. lhrom, 1999: 105)

Seorang perempuan yang mandiri ekonomi tentunya dapat menerapkan

perilaku assertif tersebut baik di rumah maupun di lingkungan kerja, sehingga

ia berhasil dan semakin mantap dalam menjalani hidup dan membangun

keluarg:mya. Menurut Jacinta F. Rini (2004) perempuan pekerja dapat

merasa puas jika ia bebas mengekspresikan dirinya baik di keluarga maupun

di tempat ia bekerja. Ekspresi diri sangat tergantung dengan bisa tidaknya

seseorang berperilaku assertif. Studi lain yang dilakukan oleh WR!ters &

McKenry (1985) dalam Jacinta menunjukkan, bahwa para ibu bekerja akan

merasa bahagia apabila ia dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan

kehidupan kerja secara harmonis, sehingga ia dapat bertindak assertif di

rumah juga di kantor dengan bebas.

Seperti yang telah dikemukakan Rathus & Nevid (1983: 347) bahwa

seorang perempuan dikatakan berperilaku assertif jika mampu

menegakkan hak-haknya. Hak-hak tersebut dapat terealisasi dalam

kehidupan seorang perempuan jika ia memiliki otoritas, dan otoritas itu bisa

hadir dalam diri ketika seseorang mandiri secara ekonomi. Di rumah, di

kantor , maupun di lingkungan sosialnya la dapat dihargal serta mampu

(57)

keberhasilannya adalah work hard dan work smart. Selain itu ia mampu

menjunjung tinggi kepercayaan, menghayati hidup sebagai proses belajar,

mampu menempatkan diri dalam segala posisi, dan yang terpenting ia diberi

kesempatan oleh keluarga, pimpinan, maupun staf untuk memimpin (Panji, 2

Mei 2001).

lnilah hal yang jarang didapatkan perempuan pada umumnya, oadahal itu

semua memberi kesempatan agar seseorang mampu berkarya, mandiri,

berani bersikap, tidak takut bersaing, dan mampu menempatkan diri dengan

baik. lni semua menjadi sarana agar hak asasi perempuan sebagai manusia

diakui. Kemandiriannya inilah yang menuntun perempuan berperilaku assertif

sehingga ia dapat maju dan berkembang dibidangnya.

Seorang perempuan pekerja tidak boleh melupakan kodrat sebagai istri dan

ibu, karenanya ia harus tetap mementingkan keluarga dalam kehidupannya.

Perilaku assertif sangat dibutuhkan dalam hubungan keluarga. Pada saat

pembagian tugas serta pengambilan keputusan dalam rumah tangga

semuanya harus didiskusikan bersama, agar tidak terjadi ketimpangan.

Perilaku assertif berperan agar kesepakatan diantara pasangan dapat

terjalin. Perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi akan mampu

(58)

Perempuan dapat mengembangkan kemampuannya di kantor, mendapat

perilaku dan hak yang sama sebagai pekerja. Sedangkan di rumah,

perempuan dan pasangannya dapat saling melengkapi dalam kebutuhan

hidup, dan memiliki kesetaraan peran dalam keluarga. Pembagian tugas juga

sangat memerlukan diskusi serta kerjasama dari pasangan, dan hal ini dapat

terwujud dengan perilaku assertif yang dimiliki perempuan. Sedangkan

kemandirian ekonomi adalah salah satu faktor yang membentuk perilaku

assertif tersebut pada perempuan. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh

Kartini Kartono (1992:8), bahwa dengan perilaku assertif seorang perempuan

akan dapat menjadi ibu yang baik serta te!adan bagi anak-anaknya.

2.5. Hipotesis Penelitian

Dari paparan teori dan kerangka berfikir diatas, maka dapat ditarik hipotesis

sebagai berikut:

1. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan perilaku assertif perempuan pekerja.

H1: Ada hubunganyang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan

(59)

2. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah.

H1: Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan

perilaku assertif perempuan pekerja di rumah.

3. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi

dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor.

H1: Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan

(60)
(61)

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang

dihasilkan dari hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif, yakni data

yang berbentuk bilangan (Iqbal Hasan, 2002: 200).

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perempuan PT. Telkom

Jakarta Pusat, dengan mengambil sampel sebanyak 38 orang. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non probability

sampling dengan cara purposif sampling, yaitu pengambilan sampel secara

pertimbangan (Sudjana, 1996: 168). Metode ini digunakan untuk

memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, karena jumlah sampel

yang terbatas. Jumlah sampel sebanyak 38 orang sudah termasuk ke dalam

jumlah sampel minimum untuk penelitian, karena menurut Bailey ukuran

sampel yang paling minimum adalah 30 orang (Iqbal Hasan, 2002: 60).

(62)

Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah peneliti tentukan.

Karakteristik responden sebagaimana terlampir dalam pembatasan masalah,

yakni perempuan pekerja di sektor formal berusia 20 - 50 tahun, yang telah

menikah dengan usia perkawinan 0 - 25 tahun. Sesuai tugas

perkembangannya, usia 20 - 50 tahun berada pada masa dewasa, dimana

seseorang mulai memiliki pasangan, membina keluarga, mulai bekerja dan

mencapai prestasi dalam karir pekerjaannya (Hurlock, 1980: 10). Usia

perkawinan O - 25 tahun dipilih karena usia ini merupakan periode awal

perkawinan, dimana ketegangan emosional dan penyesuaian diri pada

pasangan terus terjadi (Hurlock, 1980: 289).

3.3.

Definisi Operasional

Untuk dapat mengukur konsep-konsep dalam penelitian ini, diperlukan

pengoperasionalisasian konsep tersebut yakni dengan cara menetapkan

rincian indikator variabel yang digunakan dalam pengukuran (Kerlinger,

2000). Variabel adalah gejala yang bervariasi (Arikunto, 1987), dalam

penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yakni kemandirian ekonomi dan

perilaku assertif dengan definisi operasional sebagai berikut: .

1. Yang dimaksud dengan kemandirian ekonomi dalam penelitian ini adalah

"keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain dalam

\

(63)

masalah ekonomi, artinya mampu menghasilkan uang atas usahanya

sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya".

lndikator dari kemandirian ekonomi tersebut berdasar pada teori DJ.

Schwartz (1996) dan Havigurst (1972), yakni sebagai berikut:

1. Dapat memenuhi kebutuhan hidup.

2. Mampu mengatur keuangan.

3. Mempunyai penghasilan dan bisa menabungnya.

2. Yang dimaksud perilaku assertif dalam penelitian ini adalah "mampu

mengungkapkan perasaan dan mempertahankan hak pribadi dengan

menjaga perasaan dan hak orang lain.

lndikator perilaku assertif berdasar pada teori Peter Salim (1991 ), Lange &

Jakubowski (1976), Rathus & Nevid (1983), dan Counseling Center

University of Illinois (2004). Dengan indikator yang akan diukur sebagai

berikut:

1. Mengung

Gambar

Gambaran Umum Responden
Tabel 3.1.
Tabel 4.23.
Tabel 3.1 Kisi-kisi ska/a uji coba 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sub DAS Lesti adalah bagian wilayah dari DAS Brantas yang terletak pada bagian hulu ( Brantas Hulu ) yang merupakan Sub DAS prioritas, dimana wilayah tersebut

Perumusan masalah dari tesis ini adalah apakah faktor-faktor yang menentukan terpilihnya kepala desa di kecamatan Jekulo, dan apakah kebijakan camat Jekulo

Maka, saran untuk peneliti selanjutnya adalah mengganti sektor perusahaan yang lain dan menambah tahun pengamatan agar hasil penelitian lebih optimal, karena pada perusahaan

Bela negara adalah tekad, sikap, dan tindakan warga negara yang teratur, menye luruh, terpadu, dan berlanjut, yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesada saran berbangsa

Ciri dari Peningkatan Proses Bisnis adalah, mempelajari bagaimana beroperasinya sebuah organisasi, kemudian mengganti beberapa operasi dengan menggunakan cara

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pembelajaran kooperatif tipe Team Quiz dengan

Moeliono (1963:32) wilayah Papua yang termasuk ke dalam golongan bahasa Melanesia adalah bahasa di Pulau Yapen, Raja Ampat, Biak, Waropen, daerah Teluk Wandamen, sepanjang pantai

• Dianjurkan untuk menggunakan aksesori atau perangkat tambahan ini dengan mesin Makita Anda yang ditentukan dalam petunjuk ini. Penggunaan aksesori atau perangkat tambahan lain