SUDAH D\
SCAN
Skripsi
Diajukan kepacla fセQォオャエ。ウ@ Psikologi untuk m.:Jmenuhi syer<=.t-syarat rnencapai gelar· Sarjami Psii:olooi
Oleh •
MARLINA GU FRON NIM 00710204·12
Di bawah Bimbingan
Pernbimbing II
Ora. Aficlah Mc :s'ud, M. Pel
FAKUL TAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HID.1\YATUU .. JUi JAKARTA
PERILAKU ASSERTIF Pt:REMPUAN PEKERJA telah diujikan dalam Sidang fvlunaqasyah Fakultas P:;ikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tc,nggal 19 Januari 2005. Skripsi ini 1.elah diterima sebagai salah satu syarat unt,-1k memperoleh gelar Sarjana Program Strata1 (S1) pada Fakultas Psikologi
,,;
Dra.Hj. n・セ@ Hartati, M. Psi. NIP. 150\2c\l38
I
Pembimbi
g
I,I
Ora. 'J. nセエエケ|@ artati, M. Psi jセipN@ 150 RQセX@
1:•enguji I,
N!P. 160 215 283
Jakarta, 18 Januari 2005
Sidang Munaqasyah
Anggota:
Pembimbir1g II, '
Dra. Afidah Mas'ud, M. Pd NIP. 150 228 775
Pei 1guji II,
ora. HJ. セz@ AMlセイエ。エゥL@ M. Psi
Nlf.'. 15(1 2 UセQSセ[@
")lcfa 6anyak, sef?s>fan, tempat-tempat k,ursus yang k,nusus
mengajarkg,n perempuan untuk, menjatfi seorang pek§tja
yang 6aiki, tapi ticfak,peman acfa sef?s>fa/i, ataupun tempat
k,ursus yang k,nusus mengajarkg,n perempuan menjatfi
seorang i6u yang 6aift' .
.Semuanya 6etpufang k§pacfa pri6adi perempuan, se6a6
pri6atfi menunjukg,n perifak,u seseorang. <Ber6angga natifa/i,
menjacfi seorang perempuan se6a6 ia sym6o{ ak,an
k§tegunan, k§sa6aran, dan tetadan akg,n k§fem6utan,
dimana segafa k.§6aik,an acfa pacfanya. <Perempuan acfafan
mak,n{uk, mu{ia yang JI{(a/i, ciptakg,n untuk, mefanirkg,n
generasi-generasi pem6erani '](arena itu, mari jatfikg,n
perempuan tefadan generasi terse6ut cfengan cara
menunjuk,kg,n perifak,u
·
yang "ter6aift' dimanapun,
k,apanpun, cfan k§pada siapapun.
insan. Walaupun dengan jalan yang lambat dan tertatih-tatih, akhirnya
penulis ditakdirkan untuk menjadi sarjana psikologi tahun ini. Dengan
limpahan rahmatNya penulis mampu melewati berbagai kesulitan dalam
proses pembuatan skripsi ini, semua itu merupakan pengalaman dan
pelajaran yang sangat berharga untuk menghadapi kE hidupan ke depan yang
tentunya semakin tidak mudah. Salam sejahtera bagi =<.asulullah beserta
keluarga dan segenap pengikutnya, kegigihan dan kei;abaran beliau menjadi
teladan bagi penulis untuk tetap tegar dalam menghadapi segala
permasalahan yang timbul selama proses pembuatan skripsi ini.
/ i \ / / ' · ' . . . . i / セ⦅DLNLLLLNャャG@
Seka Ii lagi Bセwi@ y _) "'" ... i.',.;Ji" atas nikmat yang besar ini, tentunya banyak
.·
/pihak yang terlibat dan membantu penulis hingga rampungnya tugas berat
ini, untuk itu ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kiranya patut
penulis sampaikan pada:
1. Ayah, lbu yang selalu membantu ananda dengan kasih sayang serta
doa, support, dan materi yang tidak sedikit. Selama hidup penulis pun
tidak akan pernah dapat membalasnya, skripsi ini penulis
persembahkan khusus untuk mereka. Juga keluarga di rumah Bang
Dias, Kak Nana, Mas Chandra, lik, dan Daus yang selalu mendukung
penulis untuk terus maju dan tetap semangat.
2. lbu Netty dan lbu Afidah pembimbing skripsi, yang terus membantu
penulis mewujudkan sebuah skripsi yang "bernilai". Di sela-sela
kesibukan beliau masih mau meluangkan waktu untuk penulis guna
3. Perpustakaan Nasional, Fakultas Psikologi UIN dan UI serta
Soemantri Brodjonegoro, yang setia dan mempermudah penulis untuk
mendapatkan literatur agar skripsi ini dapat terealisasi.
4. Kak Yudi yang senantiasa mendo'akan penulis dari kejauhan, selalu
memberi support agar penulis berusaha menyelesaikan skripsi tahun
ini. Harapan untuk ketemu kamu secepatnya menjadi pemicu untuk
terus bersabar dan tetap jadi yang terbaik dalam melakukan apapun
dan keadaan bagaimanapun.
5. Seluruh teman-teman seperjuangan di Fak. Psikologi angkatan 2000.
terutama sahabat-sahabatku Rien, Niq, Wie, Aka yang selalu memberi
support sehingga penulis tetap semangat dan ingin segera
menyelesaikan tugas ini. Umeh dan Adi yang setia menemani penulis
kapan saja, dan kemana saja, selalu siap jadi teman curhat dan bisa
membuat penulis sedikit tenang selama proses ini, "you are the best".
Daus dan Hadi yang membantu penulis untuk penelitian di Telkom,
"kalian memang dewa penolong ... !" Bowo, Rena dan Emi juga David
yang telah membantu penulis mengolah data penelitian ini, sehingga
hasil dari usaha penulis dapat terlihat. lyoh, Nafil, Ara, Eva, Aci, terima
kasih banyak alas semua masukannya ... Pokoknya "I love you all".
Yang terpenting terima kasih banyak untuk semua pihak yang telah
membantu dari awal hingga skripsi ini selesai, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Saya tidak dapat membalas apa-apa, hanya do'a
semoga kebaikan kalian mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT,
Amin.
{D) MARLINA GUFRON
ABSTRAKSI
{A) FAKUL TAS PSIKOLOGI (B) JURUSAN PSIKOLOGI
{C) JANUARI 2005
{E) HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN EKONOMI DENGAN PERILAKU ASSERTIF PEREMPUAN PEKERJA
(F) xi+ 82
{G) Seringkali perempuan mendapat diskriminasi dalam kehidupan
sehari-hari, dan kaum perempuan tidak mengerti bahwa mereka memiliki hak-hak untuk merubah tradisi diskriminasi tersebut, sehingga mereka tidak assertif menyikapi hal ini. Dalam rumah tangga sering terdapat kasus kekerasan terhadap perempuan, pembagian tugas rumah tangga yang tidak seimbang,dan banyak kasus lainnya. Perempuan tidak dapat berperilaku assertif, sementara dari hasil penelitian
diketahui alasan terkuat karena perempuan tidak memiliki kemandirian ekonomi. Untuk dapat mandiri ekonomi perempuan harus bekerja. Akan tetapi fenomena di kantor juga sama, perempuan sering mengalami diskriminasi. Kurangnya kesempatan untuk
mengembangkan diri, memajukan karir, dan gaji yang tidak seimbang. Perempuan tidak bisa assertif untuk menegakkan hak-haknya
tersebut. Namun ada perempuan-perempuan pekerja yang sukses dan mandiri ekonomi, mereka dapat berperilaku assertif. Hal ini terlihat dari keterlibatan mereka dalam mempelopori gerakan-gerakan
kewanitaan yang tujuannya membela hak perempuan dalam dunia kerja, mengangkat martabatnya, serta meningkatkan taraf ekonomi perempuan. Perempuan pekerja tersebut lebih aktif, ekspressif dan assertif dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah maupun di kantor. Jadi, apakah ketika seorang perempuan pekerja memiliki kemandirian ekonomi ia dapat berperilaku assertif dalam
kehidupannya, baik di rumah maupun di kantor? Dari fenomena tersebut penulis menarik sebuah masalah tentang hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja.
Kemandirian ekonomi dalam penelitian ini adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain dalam masalah ekonomi, artinya seseorang mampu menghasilkan uang atas usahanya sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Perilaku assertif yang dimaksud adalah mampu dengan tegas mengungkapkan perasaan dalam diri,
mempertahankan hak pribadi, dengan tetap menjaga perasaan dan
hak ッイ。ョセj@ lain. Perempuan pekerja disini adalah perempuan yang bekerja pada sektor formal dan memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kriteria berusia 20-50 tahun, telah menikah 0-25 tahun dan bekerja di PT. Telkom Jakarta Pusat.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja, baik perilaku assertif di rumah maupun perilaku assertif di kantor.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan skala forced choice sebagai alat
pengumpt1I data. Kuesioner kemandirian ekonomi terdiri dari 21 point pertanyaa1. Skala assertif terdiri dari 33 item dan memiliki reliabilitas Alpha Cro1bach sebesar 0.8172. Populasi penelitian adalah karyawan perempua,1 PT. Telkom Jakarta Pusat dengan sampel 38 orang, dan teknik samplingnya adalah Purposif Sampling.
Dari hasil penelitian terdapat 21 orang responden yang memiliki kemandirian ekonomi dan 17 orang responden yang tidak memiliki kemandirian ekonomi. Hasil uji hipotesis dengan Chi Square tentang hubungan kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja menghasilkan Asymp Sig. 0.723, maka dengan
menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasilnya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja".
Uji hipotesis selanjutnya memperoleh Asymp Sig. 0.723, maka dengan menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasilnya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah. Uji hipotesis
selanjutnya memperoleh Asymp Sig. 0.695 , maka dengan
menggunakan cx0.05 dapat dikatakan Ho diterima, sehingga hasinya "tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor".
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja, Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah, Tidak ada hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor. Artinya perempuan pekerja yang memiliki kemandirian
mempunyai kecenderungan yang sama dalam berperilaku assertif, baik itu di rumah maupun di kantor.
Saran-saran yang diberikan peneliti adalah (1) untuk penelitian selanjutnya akan lebih baik menambah point asuransi unluk meneliti kemandirian ekonomi, mencari perusahaan yang lebih 「セウ。イ@ agar memperoleh responden lebih banyak, perbanyak teori kemandirian ekonomi, meneliti tingkat assertifitas perempuan pekerja. (2)
perempuan pekerja yang masih pasif dan agresif ag;;if meningkatkan assertifitas mereka, perempuan pekerja yang behJnUnandiri ekonomi agar meningkaikail prestasi supaya memiliki kemaf'idirian ekonomL (3) kepada perus'Elhaan agar mengadakan pelatihan assertifitas bagi karyawan.
DAFTAR ISi
KAT A PEN GANT AR. . . . . .... I-II
ABSTRAKSL ... . . ... 111-V
DAFT AR ISL ... . . ... vi-viii
DAFTAR TABEL. ... . . ... ix-x
DAFTAR LAMPIRAN. . ... XI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masai ah ... 1-7
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Pembatasan Masai ah ... . . .... 9
1.4. Tujuan Penelitian ... . . ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... . . ... 10
1.6. Sistematika Penulisan ... 11
BAB 2 TINJAUAN PUST AKA
2.1. Perilaku Assertif
2.1.1. Definisi Assertif ... 12-14
2.1.2. Hak lndividu Dalam Hidup ... 14-15
2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Perilaku
Assertif pada Seseorang ... 16-18
2.1.4. Alasan Seseorang Bertindak Assertif dan Tidak
Assert if.. ... 18-21
2.1.5. Karakteristik Orang Yang Assertif.. ... .21-22
2.1.6. Perilaku Assertif Pada Perempuan ... 22-25
2.2. Kemandirian Ekonomi
2.2.2. Karakteristik Orang yang Mandiri Secara
Ekonomi... . . ... .28-30
2.2.3. Stereotipe Masyarakat tentang Kemandirian Ekonomi
Perempuan... . . . . . . 30-32
2.3. Perempuan Bekerja Dalam Pandangan Islam.. . ... 33-38
2.4. Kerangka Berfikir ... 38-42
2.5. Hipotesis Penelitian ... .42-43
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian ... .44
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... .44-45
3.3. Definisi Operasional... .. . . . ... ... ... . . ... .. . ... . . . ... .45-47
3.4. Teknik Pengumpulan Data... ... ... ... ... ... . ... .47-52
3.5. Prosedur Penelitian ... 52-53
3.6. Teknik Analisa Data ... 53-55
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Responden
4.1.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jabatan ... 56-57
4.1.2. Gambaran Responden Berdasarkan Usia, Usia Perkawinan,
dan Pendidikan ... 57-58
4.1.3. Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja, Status
Bekerja, dan Usia Bekerja ... 59-60
4.1.4. Gambaran Responden Berdasarkan Kemandirian
Ekonomi. ... 60-63
4.2. Gambaran Umum Responden Yang Memiliki
Kemandirian Ekonomi dan Yang Tidak Memiliki Kemandirian
Ekonomi
[image:10.595.80.497.116.666.2]4.2.2. Gambaran Responden Berdasarkan Alasan Bekerja ... 65
4.2.3. Gambaran Responden Berdasarkan Rentang Usia dan Tingkat
Pendidikan ... 65
4.2.4. Gambaran Responden Berdasarkan Penghasilan, Pengeluaran
Pribadi Perbulan ... 66-68
4.3. Gamba ran Um um Perilaku Assertif Responden ... 68-70
4.4. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja ... 70-71
4.5. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja di Rumah ... 71-72
4.6. Uji Hipotesis Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja di Kantor ... 73-7 4
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan ... 75-76
5.2. Diskusi... . . . ... 76-80
5.3. Saran ... 81-82
DAFT AR PUST AKA
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Taoel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. DAFTAR TABEL
Kisi-kisi skala uji coba 1 . . . ... . . . . . . ... 50
Kisi-kisi ska la uji coba ... . . ... 51
Gambaran jabatan responden ... . . ... 56
Gambaran usia responden ... 57
Gamba ran usia perkawinan responden... .. . . .. . . . .. 58
Gambaran tir·gkat pendidikan responden ... 58
Gambaran alasan bekerja responden ... 59
Gambaran status kerja responden... . . ... 59
Gambaran usia kerja responden ... 60 .·
Jawaban responden pada ketiga pertanyaan inti ... 61
Penghasilan responden perbulan ... 61
Tabel 4.10. Pengeluaran pribadi responden perbulan ... 62
Tabel 4.11. Apakah pendapatan anda lebih besar dari suami? ... 63
Tabel 4.12. Jabatan responden ... 64
Tabel 4.13. Alasan bekerja responden ... 65
Tabel 4.14. Rentang usia responden ... 65
Tabel 4.15. Tingkat pendidikan responden ... 66
Tabel 4.16. Penghasilan responden perbulan ... 66
Tabel 4.17. Pengeluaran pribadi responden perbulan ... 67
Tabel 4.18. Apakah pendapatan anda lebih besar dari suami? ... 67
Tabel 4.19. Gambaran perilaku responden ... 68
Tabel 4.20. Gambaran perilaku responden di rumah berdasarkan usia perkawinan ... 69
Tabel 4.21. Gambaran perilaku responden di kantor berdasarkan usia kerja ... 69
Tabel 4.23. Chi Square Test.... . ... . . .... 71
Tabel 4.24. Kemandirian Ekonomi * Perilaku Assertif di rumah
Crosstabulation ... . . ... 71
Tabel 4.25. Chi Square Test... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . ... 72
Tabel 4.26. Kemandirian Ekonomi * Perilaku Assertif di kantor
Crosstabulation ... 73
[image:13.595.45.488.74.537.2]DAFT AR LAMPI RAN
1. Kuesioner Kemandirian Ekonomi
2. Gambaran Kemandirian Ekonomi Responden
3. Kisi-kisi Skala Assertif Uji Caba 1
4. Kisi-kisi Skala Assertif Valid Uji Caba 1
5. Skala Assertif Uji Caba 1
6. Kisi-kisi Skala Assertif Uji Caba 2
7. Kisi-kisi Skala Assertif Valid Uji Caba 2
8. Skala Assertif Uji Caba 2
9. Kisi-kisi Skala Assertif Penelitian
10. Skala Assertif Penelitian
11 . Hasil Perhitungan Spearmen Uji Caba 1
12. Item-item Valid Uji Caba 1
13. Hasil Perhitungan Spearman Uji Caba 2 dan Item Validnya
14. Hasil Perhitungan Spearman Skala Penelitian dan Perilaku Assertif
Responden
15. Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Assertif Penelitian
16. Data Perilaku Assertif Responden di rumah
17. Data Perilaku Assertif Responden di kantor
18. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja
19. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja di rumah
20. Hasil Chi Square Hubungan Kemandirian Ekonomi dengan Perilaku
Assertif Perempuan Pekerja di kantor
21. Surat lzin Penelitian dari Fakultas Psikologi UIN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perempuan memang selalu menarik untuk dibicarakan, banyak hal dalam diri
Jerempuan yang menarik untuk dicermati. Tidak bisa dipungkiri bahwa
:;elama ini kehidupan perempuan memang selalu paradoks. Di satu sisi,
perempuan dibutuhkan dan diagungkan, tetapi disisi lain ia dinilai rendah dan
dimarginalkan. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan diciptakan
sederajat dan semartabat. Derajat dan martabat manusia tidak diukur secara
anatomis, ia tercermin pada segenap perilaku dalam kehidupan keseharian,
yang bermula dan berakhir pada kesadaran moral, ketakwaan, dan
ketulusan, bukan pada pembuktian klinis berdasarkan jenis kelamin.
Masyarakat lebih sering menganggap bahwa perempuan pada dasarnya
makhluk yang berkualitas rendah, kekeliruan ini sangat merugikan dan
menjadikan peradaban pincang. Pendidikan perempuan diabaikan,
intelektualitas dan spiritualitas mereka diremehkan dan akhirnya suara-suara
mereka hanya terdengar samar-samar, sayup-sayup dan terlupakan. Hal ini
sama saja dengan membuang setengah dari sumber daya manusia yang
perempuan lebih sering dihambat untuk mengembangkan dirinya (Zulkarnaini
Abdullah, 2003: 63).
Perempuan sering menciptakan masalah karena mereka mengatakan "ya"
pada saat ingin mengatakan "tidak" , tetapi ketika mengatakan "tidak" mereka
merasa bersalah. Karena itu, mereka harus melatih berkata jujur dan
menampilkan diri sebagaimana adanya. Perempuan sulit untuk
mengungkapkan perasaan dan haknya, hal inilah yang menghambat kaum
perempuan untuk maju dan hak-haknya kurang diakui. Mampu mengatakan
keinginan, dan berkata "tidak" pada hal yang tidak disukainya, dalam istilah
psikologi disebut assertif. Assertif adalah yakin dan teguh dalam berbicara
dan memberikan pendapat (Peter Salim, 1991: 44 ).
Menu rut Fernsterheims dan Baer ( dalam Vera Yumira, 1992: 11 ), orang yang
assertif adalah orang yang merasa bebas untuk mengungkapkan diri, dapat
berkomunikasi dengan berbagai macam orang dalam berbagai situasi,
memiliki orientasi aktif dalam kehidupan serta menyadari keterbatasannya
dan menghargai diri sendiri. la mampu bertindak dengan kesadaran bahwa
dia berhak untuk meminta pertolongan, tetapi orang lain juga berhak untuk
menolaknya. Sementara ini dalam masyarakat, perempuan identik dengan
agama (Kompas, 27 April 2004).
Menurut Kartini Kartono (1992: 31 ), seorang perempuan memiliki tendensi
narsisme, masokhisme, pasivitas dan aktivitas, yakni rasa ingin menunjukkan
kasih sayang pada orang yang dicintainya sehingga rela mengorbankan diri
untuk orang yang dicintainya, dan menerima begitu saja perlakuan orang
yang disayang dengan tetap menjalankan profesi keibuannya. Dengan
melakukan hal tersebut, perempuan menjadi bangga dan bahagia. Karena
itulah perempuan sulit untuk berperilaku assertif. Sebagai contoh, seringkali
terjadi kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh orang-orang
terdekatnya, pembagian tugas dalam rumah tangga yang tidak seimbang,
kurang didengarnya pendapat perempuan dalam pengambilan suatu
keputusan rumah tangga. Contoh-contoh tersebut mengisyaratkan bahwa
perempuan tidak bisa mempertahankan haknya dan seringkali bertindak
pasif. Dari banyak kasus diketahui bahwa alasan utamanya karena
kebanyakan perempuan tidak mandiri secara ekonomi. la sangat bergantung
hidup dengan pasangan sehingga sulit untuk berkata "tidak". (Fathul Ojannah
dkk, 2003: 6).
Perempuan yang bekerja pun seringkali mengalami ketidakadilan.
kerja seringkali hak-hak perempuan diabaikan, seperti lebih kecilnya upah
yang diterima dan tidak sebanding dengan pekerjaannya, sulit untuk
meningkatkan karir artinya prospek perempuan dalam pekerjaan tidak pernah
cerah karena sering dihambat untuk mengembangkan kemampuan. Hal ini
semakin subur karena sebagian besar perempuan tidak assertif menyikapi
hal ini, padahal dengan berperilaku assertif ia akan lebih berhasil dalam
pekerjaannya. Perilaku assertif perempuan pekerja bisa terlihat denf;an
terbentuknya gerakan-gerakan buruh perempuan yang dimotori oleh
perempuan-perempuan yang sukses dan mandiri ekonomi. Gerakan ini
menjadi wadah bagi perempuan untuk mengadukan nasibnya, dan bertujuan
mengangkat derajat kaum perempuan, sehingga dapat lebih maju, dan bisa
mengembangkan kemampuannya, juga membantu perempuan agar lebih
assertif (Suzanne. S, 2003: 17).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku assertif perempuan adalah
kemandirian dibidang ekonomi. Kemandirian ini membuat perempuan dapat
mengatur kehidupannya dengan lebih baik. Kemandirian ekonomi bisa
diperoleh dengan bekerja, seperti yang ditunjukkan hasil survey AC Nelson
dan pernah dimuat dalam harian Republika pada tanggal 7 Desember 1997,
adanya kebangkitan kaum perempuan di Asia Tenggara dalam hal jabatan
membuktikan bahwa jumlah kaum perempuan yang keluar dari rumah untuk
mengisi jabatan di organisasi tertentu makin hari semakin meningkat. Bahkan
Indonesia dan Philipina mengangkat wanita menduduki jabatan eksekutif
tertinggi (Ubaydillah. AN, 2003).
Seperti yang dikemukakan Jacinta F. Rini (2002), ada beberapa alasan yang
memotivasi seorang perempuan untuk bekerja:
1. Kebutuhan finansial.
2. Kebutuhan sosial-relasional.
3. Kebutuhan aktualisasi diri.
4. Kebutuhan Lain-lain.
Pada dasarnya alasan tersebut bertujuan untuk meraih kemandirian ekonomi.
Dengan penghasilan yang mereka dapatkan, perempuan bisa memenuhi
kebutuhan hidupnya. Kemandirian ekonomi membuat perempuan !ebih
dihargai dan didengar pendapatnya, ia lebih dihormati dan kesetaraannya
diakui, karena dalam dunia kerja perempuan masih sering dianggap makhluk
nomor dua yang kurang dihargai hak-haknya. Di dalam rumah tangga,
kemandiriannya tersebut bisa digunakan untuk saling berbagi dalam tugas
baik.
Kemandirian ekonomi inilah yang membuat seseorang bisa berperilaku
assertif. Untuk menunjukkan bahwa perempuan dapat berperilaku assertif
dan mempertahankan haknya, banyak dilakukan seminar, workshop tentang
perempuan, bahkan konferensi-konferensi yang dipelopori oleh wanita-wanita
sukses dan mandiri ekonomi. Seperti dalam Konferensi tingkat Dunia tentang
Perempuan ke IV di China pada tanggal 4-15 September 1995 yang dikutip
www.theceli.com/apik/fact-25.htm menghasilkan Beijing Declaration and
Platform for Action yang memuat berbagai masajah tentang perempuan,
diantaranya mengenai perempuan dan ekonomi yang salah satu butirnya
berisi:
"Memajukan hak-hak dan kemandirian ekonomiperempuan, termasuk akses
mereka atas /apangan kerja, kondisi-kondisi kerjayang memadai serta
pengendalian sumber-sumber ekonomi."
Perilaku assertif sangat dibutuhkan ketikaseseorang bergaul dan berinteraksi
baik di rumah atau di kantor. Penelitian Woolfolk & Denver (dalam Vera
Yumira, 1992: 10) menunjukkan, bahwa orang menilai perilaku assertif
baik dengan orang-orang disekitarnya. Mental yang sehat sangat dibutuhkan
oleh seorang perempuan, karena dia adalah pendidik dan pembentuk
generasi berikutnya. Sebagai seorang ibu ia wajib menjadi contoh yang baik
bagi anak-anaknya dan menjadi istri yang baik bagi suaminya.
Fenomena yang terjadi pada perempuan pekerja tersebut mengindikasikan
bahwa kemandiri;m ekonomi akan memunculkan perilaku assertif, sebab
perempuan tidak Gungkan lagi untuk mempertahankan hak-haknya. Apakah
perilaku assertif ini memang betul dimiliki oleh para perempuan pekerja yang
mempunyai kemandirian ekonomi?. Penulis mencoba meneliti hal ini dan
mengangkat sebuah skripsi yang berjudul Hubungan Antara Kemandirian
1.2. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang diteliti lebih fokus maka penulis membatasi masalah
sebagai berikut:
1. Kemandirian ekonomi adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung kepada orang lain dalam masalah ekonomi, artinya
mampu menghasilkan uang at'3s usahanya sendiri, dan mampu
mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Perilaku Assertif adalah mampu dengan tegas mengungkapkan
perasaan dalam diri, mempertahankan hak pribadi, dengan tetap
menjaga perasaan dan hak orang lain.
3. Perempuan Pekerja adalah perempuan yang bekerja pada sektor
formal dan memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya p・イ・ューセ。ョ@ yang telah menikah dan berusia 20-50
tahun, dengan usia perkawinan 0-25 tahun, serta bekerja di PT.
Untuk lebih memudahkan penulis dalam meneliti masalah ini maka dibuat
perumusan sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan perilaku assertif perempuan pekerja?
2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan per laku assertif perempuan pekerja di rumah?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor?
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan oleh penulis untuk memperoleh data tentang
hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif perempuan
pekerja, hubungan antara kemandirian ekonomi dengan perilaku assertif
perempuan pekerja di rumah dan perilaku assertif perempuan pekerja di
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori
psikologi, khususnya yang berkaitan dengan masalah psikologi sosial dan
psikologi wanita.
2. Manfaat Praktis
Penulis berharap penelitian ini akan memberi wawasan tentang
keperempuanan, dan dapat dijadikan sumbangsih untuk meningkatkan
martabat perempuan sehingga tidak lagi dianggap sebagai makhluk
nomor dua, mempertahankan hak-hak perempuan agar lebih bisa
mengembangkan kemampuannya dalam dunia kerja, dan lebih
berprestasi. Mengetahui pentingnya perilaku assertif dalam kehidupan
rumah tangga pada perempuan pekerja. Sehingga perempuan bisa
assertif terhadap pasangannya, agar keluarga menjadi lebih harmonis
Pada penelitian ini, penulis menggunakan gaya penulisan APA (American
Psychological Association) style sesuai acuan pada APA Style Essentials
(Degelman & Harris, 2003). Hasil penelitian ditulis dan tersusun menjadi lima
Bab, dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bab 1 pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
2. Bab 2 membahas teori-teori yang mendasari penelitian ini, kerangka
berfikir, dan hipotesis penelitian.
3. Bab 3 berisi metodologi penelitian, terdiri dari metode penelitian yang
dilakukan, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, teknik
pengumpulan data, prosedur penelitian, dan teknik analisa data.
4. Bab 4 berisi hasil penelitian, yang mempresentasikan gambaran umum
responden, gambaran umum responden yang memiliki kemandirian
ekonomi dan yang tidak memiliki kemandirian ekonomi, gambaran umum
perilaku assertif responden, serta analisa hasil uji hipotesis.
5. Bab 5 penutup, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian, diskusi, dan
2.1.
Perilaku Assertif
2.1.1. Definisi Assertif
Assertif berasal dari kata Assert, yang artinya adalah menyatakan
(mengatakan sesuatu dengan penuh keyakinan), menerangkan;
mempertahankan. Assertif berarti mengatakan sesuatu secara terbuka,
seringkali mengetahui bahwa hal itu akan di tentang (Depdikbud, 1999:
130-131 ). Assertif merupakan sikap percaya terhadap diri sendiri dan sangat
berani, yakin dan teguh dalam berbicara dan memberikan pendapat. (Peter
Salim, 1991: 44)
Menurut Counseling Center University of Illinois (2004), "Assertiveness is the
ability to express yourself and your rights without violating the rights of others.
It is appropriately direct, open, and honest communication which is
self-enhancing and expressive". Definisi ini memberi penekanan pada hasil dari
baik, sebab ia akan berbicara jujur dan apa adanya dengan tetap menghargai
pendapat orang lain.
Lange & Jakubowski (1976) mengemukakan bahwa perilaku assertif adalah
"standing up for personal rights and expressing thoughts, feelings, and beliefs
in direct, honest and appropriate ways". Definisi ini menggambarkan bahwa
sebagai manusia kita harus menegakkan hak-hak pribadi, agar lebih dihargai
orang lain. Caranya dengan selalu menghormati serta menghurgai orang
lain, yakni dengan berperilaku assertif{dalam JF.Calhoun, 1990: 352).
Rathus & Nevid (1983: 343) mendefinisikan perilaku assertif sebagai "The
expression of your genuine feelings, standing up for your legitimate rights,
and refusing unreasonable request" Definisi ini menekankan pada hal
pengungkapan diri sehingga kita bebas untuk mengungkapkan apa yang ada
dalam diri kita, menerima, dan menolak sesuatu bila kita tidak
menghendakinya. Dengan berperilaku assertif kita dapat menyampaikan hal
itu dengan baik.
Dari definisi perilaku assertif yang ada, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku assertif menyangkut sejumlah hal. Hal-hal tersebut adalah
mengungkapkan perasaan positif, perasaan negatif, mengemukakan
hak orang lain. Jadi, perilaku assertif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah perilaku yang memungkinkan seseorang untuk bertindak demi
kebaikan dirinya tanpa merasa cemas, mampu mengungkapkan perasaan
positif dan negatif secara nyaman dengan menghargai perasaan orang lain,
juga mempertahankan haknya tanpa melanggar hak orang lain.
2.1.2. Hak lndividu Dalam Hidup
Sebelum mempertahankan hak dalam perilaku assertif, terlebih dahulu kita
harus meyakini mana yang menjadi hak dan mana yang bukan. Dalam
Counseling Center University of lllnois (2004) dikatakan bahwa seseorang
mempunyai beberapa hak, diantaranya:
1. Hak untuk memutuskan bagaimana mengarahkan atau membawa
diri, termasuk memutuskan bagaimana mencapai tujuan, mimpi dan
menentukan prioritas.
2. Hak terhadap nilai-nilai kita sendiri, kepercayaan, pendapat dan
emosi, hak untuk menghargai diri sendiri dengan tidak
mempermasalahkan pendapat orang lain.
3. Hak untuk menerangkan perasaan atau perbuatan kita kepada orang
4. Hak untuk mengatakan kepada orang lain bagaimana kita ingin
diperlakukan.
5. Hak untuk mengekspresikan diri dan mengatakan "tidak" atau "tidak
tahu" atau "saya tidak mengerti" bahkan "saya tidak peduli". Kita juga
memiliki hak utuk memformulasikan kata-kata sebelum
mengekspresikannya.
6. Hak untuk meminta informasi atau pertolongan.
7. H<1k untuk merubah pikiran, berbuat salah atau kadang-kadang
melakukan ha! yang irrasional dengan menyadari dan menerima
konsekuensinya.
8. Hak untuk menyukai diri sendiri walaupun kita tidak sempurna, dan
hak untuk sesekali melakukan sesuatu yang tidak optimal.
9. Hak untuk memiliki hubungan yang positif, memuaskan, nyaman,
dan bebas untuk mengekspresikan diri, dan hak untuk merubah atau
mengakhiri hubungan jika kebutuhan kita tidak terpenuhi didalamnya.
10.
Hak untuk berubah, meningkatkan hidup dengan cara yangmemungkinkan.
Dari hak-hak yang telah dikemukakan, setiap individu memiliki kewajiban
untuk menghargai serta menghormati hak-hak orang lain, agar tercipta
2.1.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Perilaku Assertif
Pada Seseorang
Perilaku assertif muncul pada pribadi seseorang karena beberapa faktor,
yakni:
1. Lingkungan Sosial
Show & Costanzo (1970) berpendapat bahwa lingkungan sosial
berpengaruh terhadap proses individual, sehingga kehadiran orang lain,
keberadaan seseorang dalam kelompok tertentu atau norma-norma yang
berlaku dalam suatu masyarakat mempengaruhi persepsi, motivasi,
proses belajar, sikap dan perilaku juga sifat seseorang (dalam Sarwono,
1999:20).
2. Pola Asuh
Pola asuh yang memberi peluang pada anak untuk belajar berperilaku
assertif adalah pola asuh demokratis, sebab orang tua memberikan
kesempatan pada anak untuk mengeluarkan pendapat, ikut berpartisipasi
dalam kehidupannya sehari-hari. Dari sini menimbulkan rasa percaya diri
pada anak, sehingga ia bisa mandiri dan dapat menentukan sikap dan
perilaku yang terbaik bagi dirinya ( Hurlock, 1973).
3. Kebudayaan
Menurut Sarwono (1999), kebudayaan yang berbeda akan menyebabkan
sehingga tindak-tanduk suku tertentu akan berbeda dengan suku lainnya.
Kebudayaan dimana seseorang tinggal sangat mempengaruhi
kepribadiannya, termasuk perilakunya.
4. Tingkat Pendidikan
Menurut Lewin (1947), segala informasi yang masuk diproses dalam
kognisi manusia sebelum akhirnya dijadikan keputusan, simpulan,
pandangan, sikap dan perilaku. Manusia cenderung berfikir sebab akibat,
dan cenderung menggolongkan segala sesuatu (baik dan buruk, benar
atau salah). Pendidikan merupakan sarana informasi yang mengajarkan
manusia segala hal, apa yang didapat dari proses belajar itu mengubah
pola pikir, dan pola pikir itu mengubah perilaku manusia, sehingga individu
akan berperilaku sesuai dengan tingkat pendidikannya (dalam Sarlito,
1999: 84).
5. Kepercayaan diri
Anne Dickson (2001) berpendapat, bahwa orang yang assertif adalah
pribadi yang percaya diri, komunikatif, selalu siap, tidak terganggu,
seimbang, dan efektif. Singkatnya ia selalu menjadi pemenang.
Kepercayaan diri membuat seseorang yakin dengan diri dan
kemampuannya, ia bisa mengemukakan perasaan dan haknya tanpa
6. Kemandirian
Menurut Brewer (1973) kemandirian merupakan perilaku yang timbul
karena dorongan dalam diri sendiri, bukan karena pengaruh orang lain.
Dengan kemandirian seseorang mampu menunjukkan adanya kontrol
terhadap perilakunya. Orang yang mandiri memiliki otonomi dan identitas
yang jelas, dan menunjukkan perkembangan pribadi yang terintegrasi
serta dorongan-dorongannya lebih terkontrol. la memiliki pribadi yang
khas, penuh percaya diri dan mampu menguasai perilakunya. (dalam
Supartinah, 1992: 18)
2.1.4. Alasan Seseorang Bertindak Assertif dan Tidak Assertif
Situasi dan kondisi sangat menentukan seseorang untuk berperilaku. Berikut
ini beberapa alasan yang mendasari seseorang memutuskan untuk bertindak
assertif atau tidak assertif. Kelley (1979) mengemukakan alasan-alasan
tersebut:
Alasan-alasan mengapa seseorang memilih untuk bertindak tidak assertif
adalah:
a. Resiko yang akan timbul terlalu besar.
c. Akibat yang ditimbulkan terhadap orang lain lebih besar daripada
keuntungan dari bertindak assertif bagi diri sendiri.
d. Orang lain sudah mengubah tingkah lakunya atau situasi dengan
tepat.
Sedangkan alasan-alasan mengapa seseorang memilih untuk bertindak
assertif adalah karena tingkah laku assertif:
a.
Bersifat menghargai kedua belah pihak.b. Menimbulkan perasaan yang lebih baik bagi kedua belah pihak.
c. Memberikan perasaan bahwa ia dapat mengendalikan tingkah
lakunya.
d. Biasanya lebih berhasil daripada non assertif atau agresif, dan orang
lebih menyukai hasil "menang-menang".
e. Lebih memberikan kebebasan, tanggung jawab, dan kekuatan untuk
memilih.
f. Meningkatkan ketenangan.
g. Membantu seseorang mengkomunikasikan apa yang dirasakannya,
dipikirkannya, dan diinginkannya.
h. Membantu seseorang untuk membuat orang lain mengetahui dirinya
Perilaku assertif merupakan tipe perilaku yang ideal, namun tidak semua
orang mampu berperilaku assertif kapan saja dan dimana saja dia berada,
situasi dan kondisi sangat mempengaruhi seseorang untuk berperilaku.
Selain tipe perilaku assertif dan non assertif (pasif) ada juga perilaku agresif
yang dapat dipilih seseorang ketika berada dalam situasi tertentu. Berikut ini
ciri-ciri dari tipe perilaku tersebut menurut JF.Calhoun (1990):
a. Perilaku Pasif (non assertif)
Seseorang dikatakan bersikap pasif, jika ia gaga! mengekspresikan
perasaan, pikiran dan pandangan atau keyakinannya; atau jika orang
tersebut mengekspresikannya sedemikian rupa hingga orang lain malah
memberikan respon yang tidak dikehendaki atau negatif.
b. Perilaku Agresif
Perilaku agresif cenderung akan merugikan pihak lain karena seringkali
bentuknya seperti mempersalahkan, mempermalukan, menyerang
(secara verbal atau pun fisik), marah-marah, menuntut, mengancam,
sarkase (misalnya kritikan dan komentar yang tidak enak didengar),
sindiran ataupun sengaja menyebarkan gosip. Dalam agresif, ekspresi
yang dikemukakan justru terkesan melecehkan, menghina, menyakiti,
merendahkan dan bahkan menguasai pihak lain sehingga tidak ada rasa
c. Perilaku Assertif
Seseorang dikatakan assertif hanya jika dirinya mampu bersikap tulus
dan jujur dalam mengekspresikan perasaan, pikiran dan pandangannya
pada pihak lain sehingga tidak merugikan atau mengancam integritas
pihak lain.
2.1.5. Karakteristik Orang Yang Assertif
Menurut Jacinta F. Rini (2004) ada beberapa karakteristik orang yang
assertif, yaitu sebagai berikut:
1. Terbiasa mengekspresikan secara jelas perasaan atau
pandangannya pada orang lain.
2. Mampu meminta pertolongan pada orang lain pada saat dia
memang membutuhkan pertolongan.
3. Mampu mengekspresikan kemarahan atau pun rasa tidak enak
secara proporsional pada pihak lain yang telah membuatnya
merasa sakit hati.
4. Suka bertanya pada orang lain pada saat menghadapi
kebingungan.
5. Mampu memberikan pandangan secara terbuka saat ia merasa
tidak sepaham dengan pendapat orang lain.
7. Mampu untuk berkata "tidak" pada saat ia tidak ingin melakukan
suatu pekerjaan.
8. Berbicara dengan sikap percaya diri, serta berkomunikasi secara
hangat.
9. Memandang wajah lawan bicaranya pada saat ia berbicara.
2.1.6. Perilaku Assertif Pada Perempuan
Dalam tatanan kehidupan sosial kerap kali berkembang asumsi bahwa
perempuan adalah makhluk lemah, bukan hanya secara fisik tapi juga
secara psikologis. Perempuan adalah makhluk yang lembut, penuh
perasaan, pasif dan patuh. Berbeda dengan laki-laki yang berwatak keras,
dapat berpikir lebih rasional, dan penuh inisiatif. Karena itu muncul
anggapan bahwa watak dasar perempuan seperti itulah yang
menyebabkan ia harus tunduk kepada laki-laki, dan laki-laki adalah
pelindung dan pembimbingnya (Zulkarnaini Abdullah, 2003: 110).
Wolfe & Fodor (1975) mengemukakan bahwa mitos-mitos yang tidak
rasional telc::h tersosialisasikan dan mengakar pada sebagian perempuan,
mereka mengatakan "saya butuh bersandar pada seseorang yang lebih
kuat dari saya, yaitu -laki-laki". Banyak perempuan yang mempercayai hal
dapat berkiprah di dunia kerja, dan tidak sanggup melakukan pekerjaan
berat. Selanjutnya mereka menawarkan sebuah pendapat alternatif yang
lebih rasional "akan lebih baik jika kita bisa bersandar pada seseorang,
tetapi kita mampu untuk mempelajari sesuatu sehingga dapat memecahkan
permasalahan yang kita hadapi". Hal ini akan menjadikan perempuan
makhluk yang lebih aktif dan assertif. (dalam Rathus & Nevid, 1983: 348)
Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk diperlakukan dan mendapat
kesempatan untuk berperilaku. Karena dalam Al-Quran pun dikatakan
bahwa tiap orang memiliki hak yang sama baik laki-laki maupun
perempuan.
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf' (Al-Baqarah:228).
Karena itu setiap orang bebas memilih perilaku apa yang ia perbuat. Akan
tetapi karena manusia hidup bermasyarakat, dengan berbagai watak, ia
harus saling menghargai agar tercipta kehidupan yang damai. Perilaku
assertif adalah salah satu kunci kemaslahatan umat, dengan begitu akan
terjalin komunikasi yang baik diantara sesama manusia baik laki-laki
maupun perempuan. Komunikasi yang baik mengindikasikan seseorang
berperilaku assertif yang telah diajarkan dalam Al-Quran, seperti kutipan
ayat berikut:
"Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang
mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar". (Az-zumar: 3)
Gerakan-gerakan kewanitaan membantu pere11puan untuk lebih assertif,
dan membangun kesadaran bahwa sebagaimuna laki-laki, ia juga memiliki
hak untuk bertindak assertif. Berikut ini rancangan hak-hak yang
dikemukakan oleh wanita-wanita masa kini agar dapat bertindak assertif
seperti yang dikatakan Rathus & Nevid (1983: 347) :
1. Hak untuk mengekspresikan keinginan dan perasaan dalam dirinya.
2. Hak untuk bersaing secara sehat dalam dunia bisnis.
3. Hak untuk menangani keuangan.
4. Hak untuk mengeluh jika orang lain mengacuhkan apa yang ia
inginkan.
5. Hak untuk bernegosiasi dalam tugas-tugas rumah tangga.
6. Hak untuk bernegosiasi dalam tugas membesarkan anak.
7. Hak untuk mendapatkan informasi agar dapat membuat suatu
8. Hak untuk berbuat kesalahan.
9. Hak untuk berkata tidak dan hak untuk berkata iya.
Hak tersebut boleh saja diterapkan selama bertujuan untuk kebaikan dan
tidak merugikan pihak laki-laki atau perempuan. Al-Quran pun menjelaskan
bahwa sesama manusia harus saling tolong menolong dalam kebaikan,
serta diciptakannya laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, bahu
mE mbahu agar kehidupan lebih harmonis.
"Dan orang-orang yang beriman, /elaki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka meryuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf mencegah dari yang munkar, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada'Al/ah dan Rasul-Nya."
(At-Taubah: 71)
Sesungguhnya jika hak-hak diatas dibuat untuk melarikan diri dari tanggung
jawab sebagai perempuan, maka yang timbul bukanlah perilaku assertif,
sebab perilaku assertif bertujuan menciptakan hubungan interpersonal yang
efektif dan memuaskan kedua belah pihak.
2.2.Kemandirian Ekonomi
2.2.1. Definisi Kemandirian Ekonomi
lstilah kemandirian berasal dari kata mandiri. Mandiri secara bahasa adalah
keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain.
Kemandirian adalah hal atau keadaaan dapat berdiri sendiri tanpa
bergantung kepada orang lain (Depdikbud, 1999: 625). Dalam JP. Chaplin
( 1999: 48) dikatakan bahwa kemandirian sama artinya dengan autonomy
(otonomi); keadaan pengaturan diri, yakni kebebasan individu manusia untuk
memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan
menentukan dirinya sendiri. Havighurst (1972) mengemukakan bahwa salah
satu aspek dari kemandirian adalah aspek ekonomi, aspek ini ditunjukkan
dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan
ekonomi pada orang lain. (dalam Zainun Mu'tadin, 2003)
Sedangkan dalam Depdikbud (1999: 251) dikatakan, ekonomi secara bahasa
adalah pemanfaatan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga;
tata kehidupan perekonomian; laporan urusan keuangan rumah tangga
(organisasi, negara). Dalam istilah ekonomi, kemandirian diartikan sebagai
kemampuan sendiri, mampu melihat peluang, serta pantang menyerah
(Goeffrey G. et.al, 2002 6).
Menu rut DJ. Schwartz ( 1996: 387-388) orang yang sukses dalam pekerjaan
akan memiliki kemandirian ekonomi dan kehidupan yang damai. Kemandirian
ekonomi yang dimaksud adalah jika seseorang:
1. Memiliki penghasilan.
2. Dapat memenuhi kebutuhan hidupnya_
3. Memiliki investasi atau tabungan dari penghasilannya untuk
menghadapi masalah ekonomi yang mungkin saja terjadi.
Kemandirian ekonomi tidak diukur secara mutlak dengan nominal, tetapi dari
bagaimana seseorang dapat memaksimalkan apa yang ia dapatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain, ia dapat meminimalisir dan
mengatur kebutuhan ekonominya dengan cerdik, sehingga tidak
membelanjakan uangnya dengan sia-sia (DJ. Schwartz, 1996: 389).
Jadi dari definisi-definisi di atas, kemandirian ekonomi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada
orang lain dalam masalah ekonomi, artinya mampu menghasilkan uang atas
usahanya sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan
2.2.2. Karakteristik Orang Yang Mandiri Secara Ekonomi
Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Namun ada saatnya seseorang harus bisa mandiri dan bebas dari ketergantungan dengan orang lain. Menurut Ubaydillah AN (2003), ada dua hal yang mendasari kemandirian seseorang:
1. Bebas lntimidasi 2. Memiliki ketegasan.
Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa memiliki kemandirian lebih baik daripada bergantung pada orang lain.
"Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah" (HR. Tabrani)
Untuk dapat memberi kepada orang lain kemandirian ekonomi sangat berperan dalam diri seseorang. Agar memiliki kemandirian seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta
1. Memiliki komitmen dalam diri untuk mengumpulkan uang.
2. Mampu menyisihkan pendapatan untuk ditabung atau diinvestasikan.
3. Memaksimalkan pendapatan yang diterima, dengan cara
meminimalkan kebutuhan.
4. Berfikir secara mikro ekonomi, artinya mampu hidup sederhana.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Reber (1985) bahwa kemandirian
meru:Jakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari
pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain. Dengan otonomi
tersebut seseorang diharapkan akan lebih berkembang dan bertanggung
jawab terhadap diri dan keluarganya (dalam Zainun Mu'tadin, 2003)
Menurut DJ. Schwartz (1996: 6-7), orang yang memiliki kemandirian ekonomi
.merupakan orang yang sukses dalam keuangan. Orang-orang seperti ini
biasanya memiliki karakter:
1. Yakin dan bersemangat dalam bekerja.
2. Berkemampuan di bidangnya, dan professional.
3. Disiplin.
4. Menikmati pekerjaannya.
Lerner R. M (1976: 188) mengatal<an bahwa dengan l<emandiriannya
!ingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Hal ini sesuai dengan
pendapat DJ. Schwartz (1996: 391-395), bahwa mereka yang mandiri
ekonomi biasanya pandai mengatur keuangan, bebas menggunakan uang
untuk kebaikan, dan berfikir maju agar kebutuhan hidup bisa terpenuhi.
2.2.3. Stereotipe Masyarakat Tentang Kemandirian Ekonomi Perempuan
Seringkali masyarakat berpendapat bahwa "wanita itu tempatnya di dapur''.
Artinya untuk wanita tidaklah diperlukan pendidikan yang serius atau
pengalaman kerja yang luas. Karena mereka nantinya akan mengakhiri
semuanya dalam kehidupan rumah tangga yang klasik. Wanita memang
berbeda secara kodrati dari pria. Karena itu kemandirian wanita tidaklah
berarti wanita mengerjakan segala sesuatunya sendiri, namun dengan
kemandirian tersebut diharapkan dapat saling melengkapi, saling membantu
antara pria dan wanita, yang akan memperkaya kedua belah pihak. (Franz
Dahler & Julius Chandra, 1984: 122)
Penelitian yang dilakukan oleh Kimmel (1974) menunjukkan bahwa orang
menganggap wanita lebih mudah dipengaruhi, sangat submissif, pasif, tidak
menyukai petualangan, merasa kesulitan dalam memutuskan sesuatu,
kurang percaya diri, tidak ambisius, dan sangat tergantung (dalam Tina
Dalam ekonomi, umumnya perempuan sulit untuk mengembangkan diri dan
mandiri. Menurut Telly dan Scott (1978), pada abad 19 perempuan yang
masuk angkatan kerja usianya masih muda dan lajang, karena akan sulit
menggabungkan pengasuhan anak dan kerja produktif di dunia ekonomi
industri. Sedang perempuan menikah dan punya anak cenderung bekerja di
luar rumah jika keuangan keluarga benar-benar tidak tercukupi. Padahal
perempuan memiliki kemampuan untuk bekerja dan mengembangkan karir
sesuai keahliannya. (dalam Suzanne S, 2003: 17). Hal inilah yang menjadi
faktor penghambat kemandirian ekonomi pada perempuan, dan stereotip
bahwa perempuan makhluk yang tidak mandiri semakin melekat pada
masyarakat.
Di banyak negara berkembang, partisipasi ekonomi kaum wanita terhalangi
oleh norma-norma tertentu yang menganggap wanita bekerja sebagai suatu
aib yang harus dihindari. Hal ini merupakan faktor yang mengakibatkan terus
bertahannya status ekonomi kaum wanita yang rendah, yang selanjutnya
semakin membatasi kontrol mereka terhadap tingkat penghasilan atau
sumber-sumber daya ekonomi keluarga. (Michael. P, 2000: 204)
Untuk memajukan taraf hidup kaum perempuan dan meningkatkan
kemandirian ekonomi perempuan, Konferensi tingkat Dunia tentang
Beijing Declaration and Platform for Action, memuat beberapa masalah mengenai perempuan dan ekonomi yang berisi:
1. Memajukan hak-hak dan kemandirian ekonomi perempuan, termasuk akses mereka alas lapangan kerja, kondisi-kondisi kerja yang
memadai serta pengendalian sumber-sumber ekonomi.
2. Memfasilitasi persamaan akses perempuan pada sumber-sumber, kesempatan kerja, pasar dan perdagangan.
3. Menyediakan pelayana:1-pelayanan bisnis, pelatihan dan akses atas pasar-pasar, informasi dan teknologi, terutama bagi perempuan yang berpenghasilan rendah.
4. Memperkuat kapasitas ekonomi perempuan dan jaringan kerja komersialnya.
5. Menghapus pengkotak-kotakan jabatan dan semua bentuk diskriminasi ketenagakerjaan.
6. Memajukan harmonisasi kerja dengan tanggung jawab terhadap keluarga bagi perempuan dan laki-laki. (dalam
www.theceli.com/apik/fact-25.htm)
2.3.
Perempuan Bekerja Dalam Pandangan Islam
Perempuan merupakan bagian potensial dan memiliki peranan penting dalam
kehidupan. Tugas perempuan yang pertama, yang paling besar, dan tidak
ada pertentangannya adalah mendidik generasi yang telah dipersiapkan oleh
Allah, baik secara fisik maupun jiwa. Bagi perempuan wajib untuk tidak
melupakan tugas mulia ini disebabkan karena pengaruh materi atau
modernisasi apa pun, karena tidak ada seorang pun yang mampu melakukan
tugas agung ini, serta sangat menentukan masa depan umat kecuali dia.
Mengenai perempuan bekerja diluar rumah masih terdapat kontroversi, ada
yang membolehkan dan ada yang tidak. Semuanya berpendapat dengan
dasar yang kuat dan memiliki alasan yang sama benarnya. Tetapi pada
dasarnya asal segala sesuatu dan tindakan itu diperbolelikan jika ada hal
yang memberatkan dan dapat dimaklumi alasannya.
Menurut Yusuf Qardhawi (2004) perempuan bekerja pada dasarnya
diperbolehkan, bahkan bisa jadi diperlukan, terutama bagi janda, dicerai, atau
belum dikaruniai suami. Sementara itu dia tidak mempunyai pemasukan dan
tidak pula ada yang menanggungnya, sedang dia mampu bekerja untuk
mencukupi keperluannya sehingga tidak meminta-minta. Terkadang justru
mendidik anak-anaknya dan saudara-saudaranya yang masih kecil, atau
membantu bapaknya yang sudah tua. Seringkali masyarakat yang
memerlukan kerja wanita, seperti tenaga dokter, perawat, guru untuk
anak-anak perempuan dan yang lainnya dari setiap aktifitas yang khusus wanita.
Yusuf Qardhawi (2004) juga mengatakan, apabila kita membolehkan
perempuan bekerja maka harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut:
1. Hendaknya jenis pekerjaan yang memang tidak dilarang, artinya
pekerjaan itu tidak diharamkan dan tidak mengarah pada perbuatan
haram.
2. Hendaknya perempuan Muslimah tetap beradab lslami bila ia keluar dari
rumahnya, dalam berpakaian, berjalan, berbicara, dan berpenampilan
3. Hendaknya pekerjaannya itu tidak mengorbankan kewajiban-kewajiban
yang lainnya yang tidak boleh ditelantarkan. Seperti kewajibannya
terhadap suaminya dan anak-anaknya yang merupakan kewajiban
pertama dan tugasnya yang utama.
M. Al-Bahiy (1994: 33) berpendapat, perempuan sebaiknya bertugas di
rumah mengurus keluarganya, sebab itu adalah tanggung jawab utama
memiliki kemerdekaan ekonomi, dan hal itu bagi seorang perempuan hanya
akan membuatnya mengalami krisis mental sebagai berikut:
1. Lemahnya rasa kewanitaan.
2. Lemahnya rasa keibuan.
3. Timbulnya syak, atau merosotnya hubungan suami istri jika ia sebagai
isteri.
4. Kecenderungan mengasingka l diri yang semakin kuat sejalan dengan
pertambahan umur, teutama ji;ca ia tidak mendapat suami atau anak
yang akan menemani hidupnya Uika ia lajang).
Al Bahiy ( 1994) mengisyaratkan bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga
dan bertanggung jawab menghidupi keluarga, dengan begitu yang wajib
bekerja hanyalah laki-laki. Sementara perempuan bertugas sebagai ibu yang
mengatur urusan rumah tangga, dan mendidik anak-anaknya. Hal ini
dilakukan karena secara psikologis seringkali perempuan menjadi sombong
dan arogan jika ia mempunyai penghasilan. la mampu merendahkan suami
serta kurang menghargai suami karena merasa mampu menghidupi dirinya
dan keluarganya tanpa bantuan sang suami. .
.
Pada dasarnya Allah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan
seimbang, ada siang ada malam., ada panas dan dingin, ada laki-laki dan
harus saling bekerja sama dalam tugasnya agar kehidupan menjadi
harmonis. Demikian juga dengan perempuan bekerja, yang sebenarnya
dituntut oleh Islam adalah perempuan boleh bekerja apabila ia mampu
mengatur segala persoalan hidup, dan pekerjaannya membawa
kemaslahatan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya, tanpa
menghilangkan perasaan malunya atau bertentangan dengan keterikatannya
dan kewajibannya terhadap Tuhannya, dirinya, dan rumahnya. Sebab tanpa
bekerjapun, seperti yang dikatakan Kartini Kartono (1992: 9-10) bahwa
seorang perempuan telah memiliki tugas dan peran yang penting dalam
kehidupannya, diantaranya adalah:
a. Perempuan sebagai istri
Sebagai seorang istri, perempuan harus memiliki sikap hidup yang
mantap, ia bisa mendampingi suami dalam situasi yang bagaimanapun
juga, disertai rasa kasih sayang, kecintaan, loyalitas dan kesetiaan pada
partner hidupnya. Juga mendorong suami untuk berkarir dengan
cara-cara yang sehat.
b. Perempuan sebagai partner seks
Hal ini mengimplikasikan terdapatnya hubungan heteroseksual yang
memuaskan dengan pasangannya, tanpa disfungsi seks. Ada relasi
c. Perempuan sebagai ibu dan pendidik
Perempuan dapat menjadi ibu dan pendidik yang baik bagi anak-anaknya,
mampu menciptakan iklim psikis yang gembira-bahagia dan bebas;
sehingga suasana rumah tangga menjadi semarak, dan bisa memberi
rasa aman. Dengan begitu anak-anak dan suami akan betah di rumah ..
d. Perempuan sebagai pengatur rumah tangga
Hal ini cukup berat, dalam hal ini terdapat relasi-relasi formal dan
semacam pembagian kerja; di mana suami terutama sekali bertindak
sebagai pencari nafkah, dan sebagai istri ia berfungsi sebagai pengurus
rumah tangga; tetapi acapkali juga berperan sebagai pencari nafkah.
Yang terpenting adalah kemampuan seorang perempuan membagi waktu
dan tenaga agar segala urusan rumah tangga dapat berjalan baik.
e. Perempuan sebagai partner hidup
Dalam hal ini perempuan memerlukan kebijaksanaan, harus mampu
berpikir luas, dan sanggup mengikuti gerak karir suami. Dengan begitu
terdapat kesamaan pandangan, perasaan, dan sederajat; sehingga bisa
mengurangi kesalahpahaman dalam rumah tangga dan memperkecil
timbulnya kemungkinan perselisihan serta terjadinya perceraian.
Jadi, boleh atau tidaknya perempuan bekerja tergantung kemampuan dia
mensejahterakan dirinya dan keluarga, serta tidak mengorbankan tugas dan
peranannya sebagai perempuan maka bekerja diperbolehkan.
2.4. Kerangka Berfikir
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai diskriminasi terhadap
perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam lingkunga,1 sosialnya. Di
rumah sering kita dengar kekerasan dan ketimpangan pem.iagian tugas oleh
pasangannya, ini terjadi karena perempuan tidak assertif dalam menyikapi
perlakuan yang ia terima. Sementara dari penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan diketahui alasan terkuat adalah ketidakmandirian perempuan
dalam bidang ekonomi (www.rifka-annisa.or.id/links/asp). Hal ini
menyuburkan sikap pasif pada perempuan, sehingga ia tidak berani
mengubah keadaan hidupnya.
Ketidak mampuan untuk menghidupi diri sendiri membuat perempuan takut
untuk lari dari masalah yang dihadapinya. Agar dapat memiliki kemandirian
ekonomi seseorang harus bekerja, dengan bekerja ia dapat menghidupi
dirinya, sehingga memiliki otonomi alas dirinya sendiri tanpa campur tangan
orang lain. Di zaman ini sering kita temui perempuan yang bekerja, mereka
secara ekonomi. Namun demikian diskriminasi tetap ada, di tempat kerja
perempuan seringkali kurang mendapat kesempatan yang sama dengan
kaum pria. Karena itu banyak gerakan-gerakan yang dipelopori wanita-wanita
yang mandiri ekonomi dan sukses guna memperjuangkan hal ini.
Gerakan-gerakan ini mengusung perilaku assertif, yang tujuannya membela hak-hak
perempuan agar lebih diperhatikan, serta dihapuskannya diskriminasi
perempuan di tempat kerja agar perempuan bisa meningkatkan karir,
mengembangkan kemampuan sehingga bisa sukses dalam pekerjaan dan
memiliki kemandirian ekonomi. Kesuksesan dan kemandirian ekonomi yang
telah diraih perempuan diharapkan mampu membuat perempuan berperilaku
assertif di kantor (Suzanne. S, 2003: 17).
Kemandirian ekonomi dapat diraih bukan alas kegigihan usaha saja, tapi
butuh kemampuan berkomunikasi dengan baik sehingga memunculkan
banyak relasi kerja. Dalam pergaulan pun sangat dibutuhkan perilal<u assertif,
sehingga ketika ada kekurangan, ada kesalahan, dan keingintahuan seorang
perempuan pekerja dapat bertanya serta berbicara dengan leluasa pada
rekannya, sehingga bisnisnya dapat berjalan dengan baik (Anne Dickson,
2001: 5). Seperti halnya Retno lswari Tranggono, perempuan yang ulet
dalam berkarir sehingga mampu menjadi orang nomor satu di PT. lndofood
Sukses Makmur pada tahun 2002. la mampu meraih prestasi gemilang dalam
mempunyai hak yang sama dengan suami dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. (TO. lhrom, 1999: 105)
Seorang perempuan yang mandiri ekonomi tentunya dapat menerapkan
perilaku assertif tersebut baik di rumah maupun di lingkungan kerja, sehingga
ia berhasil dan semakin mantap dalam menjalani hidup dan membangun
keluarg:mya. Menurut Jacinta F. Rini (2004) perempuan pekerja dapat
merasa puas jika ia bebas mengekspresikan dirinya baik di keluarga maupun
di tempat ia bekerja. Ekspresi diri sangat tergantung dengan bisa tidaknya
seseorang berperilaku assertif. Studi lain yang dilakukan oleh WR!ters &
McKenry (1985) dalam Jacinta menunjukkan, bahwa para ibu bekerja akan
merasa bahagia apabila ia dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan
kehidupan kerja secara harmonis, sehingga ia dapat bertindak assertif di
rumah juga di kantor dengan bebas.
Seperti yang telah dikemukakan Rathus & Nevid (1983: 347) bahwa
seorang perempuan dikatakan berperilaku assertif jika mampu
menegakkan hak-haknya. Hak-hak tersebut dapat terealisasi dalam
kehidupan seorang perempuan jika ia memiliki otoritas, dan otoritas itu bisa
hadir dalam diri ketika seseorang mandiri secara ekonomi. Di rumah, di
kantor , maupun di lingkungan sosialnya la dapat dihargal serta mampu
keberhasilannya adalah work hard dan work smart. Selain itu ia mampu
menjunjung tinggi kepercayaan, menghayati hidup sebagai proses belajar,
mampu menempatkan diri dalam segala posisi, dan yang terpenting ia diberi
kesempatan oleh keluarga, pimpinan, maupun staf untuk memimpin (Panji, 2
Mei 2001).
lnilah hal yang jarang didapatkan perempuan pada umumnya, oadahal itu
semua memberi kesempatan agar seseorang mampu berkarya, mandiri,
berani bersikap, tidak takut bersaing, dan mampu menempatkan diri dengan
baik. lni semua menjadi sarana agar hak asasi perempuan sebagai manusia
diakui. Kemandiriannya inilah yang menuntun perempuan berperilaku assertif
sehingga ia dapat maju dan berkembang dibidangnya.
Seorang perempuan pekerja tidak boleh melupakan kodrat sebagai istri dan
ibu, karenanya ia harus tetap mementingkan keluarga dalam kehidupannya.
Perilaku assertif sangat dibutuhkan dalam hubungan keluarga. Pada saat
pembagian tugas serta pengambilan keputusan dalam rumah tangga
semuanya harus didiskusikan bersama, agar tidak terjadi ketimpangan.
Perilaku assertif berperan agar kesepakatan diantara pasangan dapat
terjalin. Perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi akan mampu
Perempuan dapat mengembangkan kemampuannya di kantor, mendapat
perilaku dan hak yang sama sebagai pekerja. Sedangkan di rumah,
perempuan dan pasangannya dapat saling melengkapi dalam kebutuhan
hidup, dan memiliki kesetaraan peran dalam keluarga. Pembagian tugas juga
sangat memerlukan diskusi serta kerjasama dari pasangan, dan hal ini dapat
terwujud dengan perilaku assertif yang dimiliki perempuan. Sedangkan
kemandirian ekonomi adalah salah satu faktor yang membentuk perilaku
assertif tersebut pada perempuan. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
Kartini Kartono (1992:8), bahwa dengan perilaku assertif seorang perempuan
akan dapat menjadi ibu yang baik serta te!adan bagi anak-anaknya.
2.5. Hipotesis Penelitian
Dari paparan teori dan kerangka berfikir diatas, maka dapat ditarik hipotesis
sebagai berikut:
1. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan perilaku assertif perempuan pekerja.
H1: Ada hubunganyang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan
2. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan perilaku assertif perempuan pekerja di rumah.
H1: Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan
perilaku assertif perempuan pekerja di rumah.
3. Ho: Tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi
dengan perilaku assertif perempuan pekerja di kantor.
H1: Ada hubungan yang signifikan antara kemandirian ekonomi dengan
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana data yang
dihasilkan dari hasil penelitian adalah berwujud data kuantitatif, yakni data
yang berbentuk bilangan (Iqbal Hasan, 2002: 200).
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan perempuan PT. Telkom
Jakarta Pusat, dengan mengambil sampel sebanyak 38 orang. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non probability
sampling dengan cara purposif sampling, yaitu pengambilan sampel secara
pertimbangan (Sudjana, 1996: 168). Metode ini digunakan untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, karena jumlah sampel
yang terbatas. Jumlah sampel sebanyak 38 orang sudah termasuk ke dalam
jumlah sampel minimum untuk penelitian, karena menurut Bailey ukuran
sampel yang paling minimum adalah 30 orang (Iqbal Hasan, 2002: 60).
Sampel diambil sesuai dengan karakteristik yang telah peneliti tentukan.
Karakteristik responden sebagaimana terlampir dalam pembatasan masalah,
yakni perempuan pekerja di sektor formal berusia 20 - 50 tahun, yang telah
menikah dengan usia perkawinan 0 - 25 tahun. Sesuai tugas
perkembangannya, usia 20 - 50 tahun berada pada masa dewasa, dimana
seseorang mulai memiliki pasangan, membina keluarga, mulai bekerja dan
mencapai prestasi dalam karir pekerjaannya (Hurlock, 1980: 10). Usia
perkawinan O - 25 tahun dipilih karena usia ini merupakan periode awal
perkawinan, dimana ketegangan emosional dan penyesuaian diri pada
pasangan terus terjadi (Hurlock, 1980: 289).
3.3.
Definisi Operasional
Untuk dapat mengukur konsep-konsep dalam penelitian ini, diperlukan
pengoperasionalisasian konsep tersebut yakni dengan cara menetapkan
rincian indikator variabel yang digunakan dalam pengukuran (Kerlinger,
2000). Variabel adalah gejala yang bervariasi (Arikunto, 1987), dalam
penelitian ini terdapat 2 variabel penelitian, yakni kemandirian ekonomi dan
perilaku assertif dengan definisi operasional sebagai berikut: .
1. Yang dimaksud dengan kemandirian ekonomi dalam penelitian ini adalah
"keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain dalam
\
masalah ekonomi, artinya mampu menghasilkan uang atas usahanya
sendiri, dan mampu mengaturnya agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya".
lndikator dari kemandirian ekonomi tersebut berdasar pada teori DJ.
Schwartz (1996) dan Havigurst (1972), yakni sebagai berikut:
1. Dapat memenuhi kebutuhan hidup.
2. Mampu mengatur keuangan.
3. Mempunyai penghasilan dan bisa menabungnya.
2. Yang dimaksud perilaku assertif dalam penelitian ini adalah "mampu
mengungkapkan perasaan dan mempertahankan hak pribadi dengan
menjaga perasaan dan hak orang lain.
lndikator perilaku assertif berdasar pada teori Peter Salim (1991 ), Lange &
Jakubowski (1976), Rathus & Nevid (1983), dan Counseling Center
University of Illinois (2004). Dengan indikator yang akan diukur sebagai
berikut:
1. Mengung