• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Strategi Pengendalian Mutu Dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil Di PT. Perkenunan Nusantara III Dan Minyak Goreng Di PT. Astra Agro Lestari, Tbk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Strategi Pengendalian Mutu Dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil Di PT. Perkenunan Nusantara III Dan Minyak Goreng Di PT. Astra Agro Lestari, Tbk"

Copied!
386
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU

DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN

MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

CHRISTIN IMELDA GIRSANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2007

(3)

ABSTRACT

CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Strategy Formulation of Quality Control and Food Safety Product of Crude Palm Oil at PT. Perkebunan Nusantara III and Cooking Oil at PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Under the direction of ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA and DONALD SIAHAAN.

Deviation of CPO quality cause standard addition which be applied by CPO’s importer countries like environmental and food safety standard. Therefore, quality standard has been used by the food industry to fulfill the trade market and consumer through of quality management system on ISO 9001:2000 and food safety system with HACCP system approach.

The aim of this study was formulating strategy of quality control based on quality management system and food safety management system. The research method and data analyze was done with some steps, there were : (1) consumer survey with weighting AHP (pairwise comparison) and QFD, (2) the valuation of ISO 9001:2000 implementation with self assessment method ,(3) the valuation of HACCP implementation with self assessment method, (4) the determination and valuation of internal-external factors with pairwise comparison, (5) the determination of company position with IE Matrix, and also (6) formulating the alternative formula of quality control strategy with SWOT Matrix.

The result showed that the strategy should be done by PKS Rambutan were: increasing commitment management to implementing SOP (Standard Operating Procedure) of grading and SMK3 tightly; building the better sanitation system/SSOP; increasing the production activity of specific quality (DOBI, PAH, Dioxin, Pesticide residues, etc); increasing the customer loyalty with giving the quality assurance by HACCP certification;, and also developing new product/product diversification which employed the competitive advantage in solving environment problems. The strategy that could be done by PMG Cap Sendok were : development and relevant training SDM especially with the system HACCP; increasing the product quality with give the quality assurance like ISO and HACCP certification; increasing the production technology by advance machine and equipment; and also developing new product/product diversification which export oriented by performing a alliance strategic with the frying oil foreign company by blending palm oil with soy oil, palm oil with corn oil, palm oil with the other of vegetation oil in state export target.

(4)

RINGKASAN

CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Dibimbing oleh ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJA dan DONALD SIAHAAN.

Beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan dan keamanan pangan. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu dalam memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

Penelitian bertujuan untuk membuat suatu formulasi strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan. Metode penelitian dan analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) survei konsumen dengan pembobotan AHP (pairwise comparison) dan Quality Function Deployment (QFD), (2) penilaian penerapan ISO 9001:2000 dengan metode Self Assessment, (3) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (4) penentuan dan penilaian faktor internal dan eksternal perusahaan dengan pairwise comparison, (5) penentuan posisi perusahaan dengan analisis Matriks IE, serta (6) perumusan formulasi strategi pengendalian mutu dengan analisis Matriks SWOT.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa strategi yang perlu dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan adalah : peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku; pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik; peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida; peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP; serta pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya). Strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok adalah : pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP; pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk; peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju; serta pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor.

(5)

FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN

KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN

MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk

CHRISTIN IMELDA GIRSANG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk NAMA : Christin Imelda Girsang

NRP : F 351040151

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev Ketua

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Dr. Ir. Donald Siahaan Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian.

Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.Dev; Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA; dan Dr. Ir. Donald Siahaan selaku komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, nasehat dan dorongan moral kepada penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dr. Ir. Witjaksana Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengerjakan proyek penelitian ini. Secara khusus penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada Staf/Pegawai Laboratorium Pengolahan Hasil dan Mutu (Lab PAHAM-PPKS), Ibu Sabarida Silalahi, Bapak Pontas Siahaan, Ibu Ijah, Lia, Jhon, serta Maslan Sinaga atas bantuannya selama penulis berada di Medan dan dalam pengumpulan data di lapangan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rediman Silalahi selaku Manajer PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Bapak Pudjianto selaku General Manager PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery– Fractionation yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan banyak masukan selama penulis mengadakan penelitian di lapangan. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ponten M. Naibaho (PT. SUCOFINDO), Dr. Razak Purba (PPKS), Drs. Wagino (PKS Rambutan), Ir. Suyono (PKS Rambutan), Ir. Darwin (PT. AAL, Tbk), Makmur Siregar (PT. AAL, Tbk), Ir. Irwanto (PT. AAL, Tbk), serta Ir. Syarief Lambaga (PT. MAL) yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan curahan pemikiran dan pendapat dalam tesis ini. Demikian juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Staf/Pegawai PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–Fractionation atas segala bantuannya selama penulis berada di lapangan.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta, Ir. Annel Girsang dan Nella Samosir, S.Pd beserta saudara-saudariku terkasih, Ir. Fransisca Juniaty; Hardi Utami, SE; Mona Yosefa, S.Pd; Fenny Krisna dan Anfrischa Chrisyofi yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa dan dukungannya selama ini.

(8)

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Oktober 2007

Christin Imelda Girsang

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putri ketiga dari Bapak Ir. Annel Girsang dan Ibu Nella Samosir, S.Pd yang dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 24 Mei 1980. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematangsiantar dan diterima di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Program Studi Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Bali.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN.. ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Ruang Lingkup Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Mutu Pangan ... 6

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000 ... 7

Sistem Manajemen Keamanan Pangan ... 9

Keamanan Pangan ... 9

Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) ... 11

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ... 12

Crude Palm Oil (CPO) ... 14

Minyak Goreng Sawit... 18

METODOLOGI PENELITIAN ... 21

Kerangka Pemikiran ... 21

Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

Tata Cara Pengumpulan Data ... 23

Analisis Data... 25

Metode Pembobotan AHP ... 25

Metode Quality Function Deployment (QFD) ... 28

Metode Self Assessment ... 34

Metode Analisis SWOT... 34

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN... 37

PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) ... 37

Sejarah Perusahaan ... 37

Letak Pabrik ... 38

Struktur Organisasi Perusahaan ... 38

Produk dan Bahan Baku ... 39

Proses Produksi CPO ... 39

PT. Astra Agro Lestari, Tbk ... 53

Sejarah Perusahaan ... 53

Lokasi Pabrik ... 54

Struktur Organisasi Perusahaan ... 54

Produk dan Bahan Baku ... 57

(11)

Halaman

ANALISIS QUALITY FUNCTIONAL DEPLOYMENT (QFD) ... 67

Konsumen CPO ... 67

Konsumen Minyak Goreng ... 75

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000... 83

Manajemen Umum ... 83

Manajemen Pemasok... 86

Manajemen SDM dan Infrastruktur... 87

Manajemen Operasional ... 89

PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN HACCP.... 95

Kebijakan Mutu ... 96

Organisasi ... 97

Deskripsi Produk ... 98

Persyaratan Dasar ... 99

Bagan Alir Proses ... 117

Prinsip HACCP ... 118

Penanganan Konsumen... 121

Prosedur Recall... 121

Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen... 121

STRATEGI PENGENDALIAN MUTU ... 123

PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III... 123

Faktor-Faktor Lingkungan Internal... 123

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ... 124

Analisis Matriks IFE dan EFE ... 125

Perumusan Alternatif Strategi ... 128

PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ... 130

Faktor-Faktor Lingkungan Internal... 130

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ... 131

Analisis Matriks IFE dan EFE ... 132

Perumusan Alternatif Strategi ... 134

KESIMPULAN DAN SARAN ... 137

Kesimpulan... 137

Saran ... 137

DAFTAR PUSTAKA ... 139

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 ... 16

2. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992 ... 18

3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002 ... 19

4. Daftar Nama Pakar ... 24

5. Nilai dan Defenisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty ... 26

6. Nilai Indeks Random (RI) ... 27

7. Model Matriks SWOT ... 36

8. Kriteria Kematangan TBS, Persyaratan Mutu dan Komposisi Panen yang Ideal ... 41

9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO... 67

10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO... 67

11. Hasil analisis Planning Matriks untuk Atribut CPO PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 69

12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO ... 69

13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO PKS Rambutan ... 71

14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations CPO ... 71

15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO... 73

16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng ... 75

17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng ... 75

18. Hasil Analisis Planning Matriks atribut Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ... 77

19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng ... 77

20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ... 79

21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical Correlations Minyak Goreng ... 80

22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng ... 81

23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 83

24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 85

25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 87

26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen SDM dan Infrastruktur ... 87

27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 90

28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 91

(13)

Halaman 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang

Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 92

31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ... 93

32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP ... 95

33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan ... 123

34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan ... 125

35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) PKS Rambutan ... 126

36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok ... 130

37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok ... 131

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Pendekatan Terintegrasi Dalam Pengendalian Keamanan

Mikrobiologis dan Mutu Pangan ... 10

2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO ... 18

3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng ... 19

4. Diagram Alir Penelitian... 22

5. Rumah Mutu Perusahaan X ... 30

6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 74

7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk... 82

8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 127

9. Matriks SWOT PKS Rambutan ... 129

10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ... 134

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Pohon Industri Kelapa Sawit ... 145

2. Struktur Organisasi PKS Rambutan ... 147

3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan ... 148

4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk ... 149

5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ... 150

6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ... 151

7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ... 152

8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Crude Palm Oil (CPO) ... 153

9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap Atribut Minyak Goreng Cap Sendok ... 154

10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III ... 155

11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan ... 156

12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ... 157

13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan ... 158

14. Contoh Jadwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan ... 159

15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 160

16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 166

17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ... 168

18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ... 170

19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk... 174

(16)

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu.

Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsur-unsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global, industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi, tetapi juga aman untuk dikonsumsi.

Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan standar perdagangan yang berlaku.

(17)

kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141 kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan 39 kasus (Hermawan, 2005).

Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

(18)

No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan kandungan betacarotene pada CPO sebesar 500-2.500 mg per kilogram mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1) kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3) kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4) kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon (PAH), dan dioxins.

Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara lain: (1) kurang memadainya infrastruktur pelabuhan Indonesia yang mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan Malaysia.

(19)

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.

RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan rangkaian dari produk hulu ke produk hilir.

2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang diinginkan konsumen.

3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

(20)

KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di

PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk.

2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak goreng.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

MUTU PANGAN

Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang.

Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total (TQM).

(22)

(2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5) aspek halal.

Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (Jouve, 2000).

SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9001: 2000

ISO 9000 dikeluarkan oleh International Standarization For Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen, dengan tujuan menjamin bahwa pemasok (perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001, ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).

Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000 dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut terdapat empat standar utama, di bawah ini :

ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan

(23)

Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 : 2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO 9001. Standar diatas menyarankan adopsi pendekatan proses saat mengembangkan, mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu, dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan (BSN, 2000).

Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja karyawan menjadi kultur mutu.

Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN, 2000).

(24)

SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN Keamanan Pangan

Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz (1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan Indonesia, sebagai berikut :

1. Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dalam peredarannya.

2. Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya. 3. Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak

memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga dan penjual makanan jajanan.

4. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan pangan.

Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan sesuai dengan standar mutu yang berlaku.

(25)

Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam Jouve, 2000)

Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice (GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada tingkat yang aman (Jouve, 2000).

(26)

Dalam CPO yang merupakan bahan baku produk pangan, dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam berat, pestisida, dan lain-lain (http://www.fediol.be, 2006). Hiel (2005) juga pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun penyimpanan di pelabuhan.

Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett, 1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi.

Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses berlangsung. Di Indonesia, tuntutan kepada produsen pangan untuk menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan.

(27)

perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan mutu dan manajemen mutu.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995).

SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1) keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4) penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5) perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan (8) pencegahan hama penyakit.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman (Jouve, 2000).

(28)

pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan, karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992).

HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan, mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan khususnya adalah sebagai berikut :

1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya yang mungkin timbul dari makanan.

2. Mempelajari cara memproduksi makanan dengan memberikan perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis. 3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan

makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan. 4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator

dan karyawan.

Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya, mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul akibat masalah keamanan produk.

(29)

penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (Jouve, 2000; Moy, et al., 1994; Pierson dan Corlett, 1992).

Menurut Jouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2) mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7) menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta (12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi.

Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area, sebagai berikut :

(1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada saat pra-panen.

(2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda. (3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa

bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari tindakan yang akan dilakukan.

CRUDE PALM OIL (CPO)

(30)

Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon. Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 1.

CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya. Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut :

a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan rendemen bila tidak segera diolah.

b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain.

(31)

Tabel 1.Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 (juta Ton) Tahun Produksi Ekspor

1994 2,8 1,3

1995 3,5 1,7

1996 3,7 3,0

1997 5,4 1,5

1998 5,4 3,3

1999 6,0 4,1

2000 6,6 4,1

2001 7,9 5,0

2002 9,7 6,3

2003 10,0 6,4

2004 10,3 8,7

2005 13,5 10,4 2006 15,1 13,2 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004

Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001) :

1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya.

2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya.

3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar.

4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di industri logam sebagai rolling oil.

(32)

6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang membahayakan terhadap kesehatan manusia.

7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan.

Selain hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal Perkebunan (2007) mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai Pro-Vitamin A.

Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 – 8,7 %) (PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001).

Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003), rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006), parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses

panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk

(33)
[image:33.595.104.513.95.637.2]

pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

ABU

INCINERATOR LAND APPLICATION

STERILISASI

THRESHER

TANDAN KOSONG

MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER

CAIRAN MINYAK

FIBRE

12-16%

BIJI

11 %

21 % 50 –65 %

DIGESTER 9-10% PRESSING 40 % 23 % MINYAK 6%

NOS SLUDGE

5-7% CANGKANG KERNEL 12 -15% MINYAK 6-8% BUANGAN LIMBAH 4-6% BOILER 92-94% AIR CONDENSAT

Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006)

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI 01-2901-2006

No Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu

1. 2. 3.

4.

Warna

Kadar air dan kotoran Asam lemak bebas (sebagai asam palmitat)

Bilangan Yodium

-

%, fraksi massa %, fraksi massa

g Yodium / 100 g

Jingga kemerah-merahan 0,5 maks

0,5 maks

50-55 Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2006

MINYAK GORENG SAWIT

(34)

bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak.

Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO, sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah, warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002

No Indikator Satuan Syarat

1. 2.

3.

4.

5. 6. 7. 8.

Kandungan air Bilangan peroksida

Kandungan Asam lemak bebas (asam pelarut)

Kandungan logam berbahaya (Pb, Cu, Mg)

Kandungan minyak pelikan Bau / aroma

Warna Rasa

% mg oksigen /

100 oksigen %

-

- - - -

0.3 % maks 1.0 % maks

0.3 % maks

negatif

negatif normal normal normal Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002

(35)

baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang disebabkan oleh besi.

Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum (degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization). Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3.

CPO

Proses degumming

Proses bleaching

NPO Proses Filtrasi

RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil) Proses deodorisasi

Proses Fraksinasi

Proses penyaringan

[image:35.595.100.497.103.778.2]

RBD Olein RBD Stearin

(36)

METODOLOGI PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL

Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi industri, khususnya industri pangan untuk memenuhi harapan dan tuntutan konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu. Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP.

Industri yang telah menerapkan sistem manajemen mutu standar internasional ISO 9001, dinilai telah menempatkan mutu sebagai syarat mutlak bukan hanya pada produk yang dihasilkannya tetapi juga sistem yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut. Penerapan HACCP memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan telah mengedepankan persyaratan keamanan produk dalam semua rantai pengolahan pangan hingga produk tersebut dipasarkan kepada konsumen. Kedua sistem tersebut memiliki unsur-unsur yang harus diterapkan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan perbaikan terus-menerus untuk menjamin efektifitas sistem yang diterapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penilaian penerapan SMM dan SMKP melalui pengamatan langsung di industri untuk mengetahui kondisi obyektif sistem dalam menghasilkan produk yang bermutu, aman dan memiliki daya saing dengan produk sejenisnya. Penilaian penerapan SMM dan SMKP dilakukan dengan menilai kesesuaian sistem yang diterapkan di perusahaan dibandingkan dengan persyaratan ISO 9001:2000 dan HACCP.

(37)

tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu, lingkungan eksternal perusahaan juga akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumennya.

Penilaian lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat digunakan untuk menentukan posisi perusahaan saat ini. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat banyaknya perusahaan yang berada dalam industri sejenis sehingga sebelum bertindak, perusahaan harus mengetahui posisinya. Dari posisi perusahaan saat ini diformulasikan strategi pengendalian mutu bagi industri CPO dan minyak goreng. Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Mulai

Penilaian penerapan SMM dan SMKP CPO

di PTP. N III

Identifikasi Faktor mutu CPO (survei konsumen)

AHP dan QFD

Analisis Self Assessment

Penilaian penerapan SMM dan SMKP Minyak Goreng di

PTP.AAL,Tbk Identifikasi faktor mutu minyak

goreng (survei konsumen)

Penentuan Faktor internal dan eksternal

Penentuan Faktor internal dan eksternal

Penilaian faktor lingkungan Penilaian faktor

lingkungan AHP

Analisis Matriks IE

Penentuan posisi perusahaan Penentuan posisi

perusahaan

Analisis Matriks SWOT

Perumusan alternatif strategi Perumusan

alternatif strategi

Rekomendasi Strategi

Rekomendasi Strategi

[image:37.595.105.510.220.745.2]

Selesai

(38)

Dasar pemilihan industri CPO dan minyak goreng sebagai obyek penelitian adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas karena diekspor ke negara-negara seperti kawasan Eropa yaitu Belanda, Spanyol, Jerman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC, Bangladesh; dan kawasan Amerika, oleh karena itu aspek mutu dan keamanan pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan lainnya.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai bulan Agustus 2006 sampai Januari 2007 di industri CPO dan minyak goreng yang ada di Sumatera Utara, yaitu di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Pabrik Minyak Goreng (PMG) Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Survei konsumen CPO dilakukan di industri minyak goreng yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya, sedangkan survei konsumen minyak goreng dilakukan di beberapa supermarket dan swalayan yang menjual minyak goreng merek Cap Sendok.

TATA CARA PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan

responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang industri CPO dan industri minyak goreng serta mengadakan pengamatan langsung di lapangan pada industri CPO dan minyak goreng.

(39)

Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Responden konsumen

Responden konsumen digunakan untuk menilai faktor mutu yang diinginkan konsumen minyak goreng. Responden terdiri dari para wanita dan ibu rumah tangga yang membeli dan mengggunakan minyak goreng Cap Sendok. Jumlah responden konsumen tersebut adalah 30 orang.

2. Responden pakar

Responden pakar digunakan untuk menentukan atribut mutu CPO, menentukan permasalahan pada SMM dan SMKP, dan menentukan faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Responden pakar berasal dari PT. Perkebunan Nusantara III, PT Astra Agro Lestari. Tbk, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Lembaga Sertifikasi Mutu, dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Daftar nama pakar dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Daftar Nama Pakar

Topik Nama Jabatan Instansi

1. Prof. Dr. Ponten M. Naibaho

1. Tenaga ahli

2. Staf Pengajar

3. Tenaga ahli

1. PT Sucofindo, Unit Agribisnis

2. Universitas Sumatera Utara & Universitas Nommensen 3. Dinas Perkebunan

SUMUT 2. Dr. A. Razak Purba,

MS

Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan dan Kepala Satuan Usaha Strategis

PPKS

3. Dr. Ir. Donald Siahaan

1. Ketua Kelompok Peneliti, Divisi Pengolahan Hasil dan Mutu

2. Tenaga ahli klaster industri kelapa sawit

1. PPKS

2. Dinas Perindustrian & Perdagangan SUMUT 4. Sabarida Silalahi, S.Si Kepala Laboratorium

Pangan dan Mutu

PPKS

5. Ir. M. Syarif Lambaga, M.Si

Manajer Divisi HACCP Lembaga Sertifikasi Mutu, PT. Mutu Agung Lestari 6. Ir. Rediman Silalahi Manajer Unit Bisnis PKS

Rambutan

PTP. Nusantara III

7. Ir. Wagino Masinis Kepala

PKS Rambutan

PTP. Nusantara III CPO

8. Ir. Suyono Kepala Laboratorium, PKS Rambutan

PTP. Nusantara III

1. Ir. Pudjianto General Manajer /Kepala Divisi

PT. Astra Agro Lestari, Tbk

2. Ir. Darwin Hasibuan Deputi Manajer Pabrik PT. Astra Agro Lestari, Tbk 3. Makmur Effendi Asisten Quality Assurance PT. Astra Agro Lestari, Tbk Minyak

Goreng

(40)

ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Metode Pembobotan AHP

Metode pembobotan untuk analisis data pada survei konsumen dan strategi pengendalian mutu menggunakan pembobotan pairwise comparison AHP. AHP (Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1993), yang ditujukan untuk memodelkan problema-problema tidak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, sosial maupun manajemen. Proses Hierarki Analitik ini merupakan suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.

Menurut Saaty (1993), terdapat tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik, yaitu sebagai berikut :

a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis (menyusun secara hierarki) persoalan-persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut dengan penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat relatif kepentingannya.

c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembobotan pairwise comparison adalah sebagai berikut :

1. Penilaian kriteria dan alternatif

(41)

skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 .

Tabel 5. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty

Identitas Kepentingan

Defenisi Nilai

1 Kedua elemen sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya bernilai 1/3)

5 Elemen yang satu essensial atau sangat penting (kebalikannya bernilai 1/5)

7 Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya bernilai 1/7) 9 Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya bernilai 1/9) 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan

(kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8)

Sumber : Saaty, 1993

2. Penentuan Prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.

3. Konsistensi Logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk menentukan bobot atau prioritas dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector) yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :

a. Penyelesaian dengan manipulasi matriks

Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah : 1) Kuadratkan matriks tersebut.

2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi. 3) Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua

perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu. b. Penyelesaian dengan persamaan matriks

(42)

1) Langkah 1 :

Wi / Wj = aij (i, j = 1,2,...,n) Wi = bobot input dalam baris Wj = bobot input dalam lajur 2) Langkah 2 :

Wi = aij Wj (i, j = 1,2,...,n)

Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

= = n i j j ij

i a w

n

w 1 (i, j = 1,2,...,n)

Wi = rataan dari ai1w1,...,ainwn

3) Langkah 3 :

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah

wi/wj. Jika n juga berubah maka n diubah menjadi λmaks sehingga

diperoleh :

= = n j j ij maks

i a w

w

1

1

λ (i, j = 1,2,...,n)

PerhitunganConsistency Ratio (CR)

RI CI CR = ) 1 ( ) ( − − = n n p CI

Dimana : CI = konsistensi indeks

RI = indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge P = nilai rata-rata consistency vector

[image:42.595.101.490.72.776.2]

N = banyaknya alternatif atau kriteria

Tabel 6. Nilai Indeks Random (RI) Ukuran Matriks Indeks Random (RI) Ukuran Matriks Indeks Matriks (MI) 1 2 3 4 5 6 7 8 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 9 10 11 12 13 14 15 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59

(43)

Penggabungan Pendapat Responden

Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian criteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu. Pendapat yang konsistensi tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik (Marimin, 2004).

n i n

G x

X = π

____

Dimana : XG = rata-rata geometrik

n = jumlah responden

xi = penilaian oleh responden ke-i

Metode Quality Function Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan dan pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan mendefenisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan dan mengevaluasi kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan tersebut. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan pelanggan.

Menurut Sullivan (1986), manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan Quality Function Deployment (QFD) adalah sebagai berikut :

a. Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting karena performansi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari pelanggan apalagi bila para pesaing juga melakukan hal yang sama.

b. Time-efficient, yaitu mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan difokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan.

(44)

d. Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.

[image:44.595.116.512.31.797.2]
(45)

E.

Technical Correlations

Ti

ng

k

at

k

epent

ingan

(Bobot konversi) Perusahaan X Target Rasio perbaikan Bobot Persentase bobot

Hara

p

an Konsumen

Perusahaan X Prioritas Teknis Target Teknis

C.

Technical Response

(Tanggapan atas karakteristik proses)

B.

Planning Matrix

(Riset pasar & rencana strategik) A.

Customer Needs and Benefits

(Harapan Pelanggan)

D.

Relationship

(Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)

F.

Technical Matrix

[image:45.595.109.509.80.607.2]

(Prioritas tanggapan teknis, dan target teknis)

Gambar 5. Ilustrasi Rumah Mutu Perusahaan X

Tahapan pembuatan Rumah Mutu (House of Quality) untuk industri CPO dan minyak goreng adalah sebagai berikut :

A. Customer Needs and Benefits (harapan pelanggan)

(46)

langsung kepada konsumen, serta berdasarkan studi literatur. Penilaian kuisioner menggunakan skala 5 (Likert). Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan cara :

(N1 x 1) + (N2 x 2) + (N3 x 3) + (N4 x 4) + (N5 x 5)

Ket : N1 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat tidak puas” N2 = Jumlah responden dengan jawaban “tidak puas”

N3 = Jumlah responden dengan jawaban “cukup puas” N4 = Jumlah responden dengan jawaban “puas” N5 = Jumlah responden dengan jawaban “sangat puas”

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan tingkat kepuasan konsumen adalah sebagai berikut :

1) Mencari nilai indeks maksimum (NI maks) dan nilai indeks minimum (NI min) kemudian menghitung range (NI maks – NI min).

Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum Bobot jawaban tertinggi

Nilai indeks minimum = Total nilai minimum Bobot jawaban terendah

Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum

2) Membuat interval kelas, yaitu : menentukan selang tingkat kepuasan dari atribut mutu produk yang dinilai. Disini terlebih dahulu dihitung panjang interval kelas.

Panjang interval kelas = Range

Jumlah interval kelas

B. Planning Matrix (Riset pasar dan rencana strategik)

(47)

strategik (target yang diharapkan perusahaan), serta (3) seberapa besar perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan terhadap mutu produknya.

Penilaian masih menggunakan skala likert menurut data sekunder yang diperoleh dari perusahaan. Nilai yang diperoleh pada tahap ini dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Rasio perbaikan = target nilai / skor evaluasi

Bobot = rasio perbaikan x tingkat kepentingan atribut %bobot = bobot/total bobot x 100%

C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)

Technical Response merupakan tahap untuk menentukan aktivitas proses yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur.

D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)

Relationship merupakan pertimbangan tentang hubungan yang kuat atau lemah antara kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap technical response (karakteristik proses). Tujuan dari membangun hubungan keterkaitan adalah untuk menunjukkan karakteristik proses yang memiliki hubungan paling berarti dengan atribut mutu produk, sehingga pada saat matriks sudah selesai dan analisa dilakukan dapat ditentukan karakteristik proses mana yang harus mendapat perhatian utama.

Hubungan antara harapan konsumen dan karakteristik proses dapat dinyatakan dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu sebagai berikut :

= 10 = melambangkan hubungan kuat

= 5 = melambangkan hubungan sedang

= 1 = melambangkan hubungan lemah

E. Technical Correlations

(48)

pada karakteristik proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah (positif) maupun perubahan berlawanan arah (negatif).

Hubungan keterkaitan antara elemen-elemen technical response (karakteristik proses) dinotasikan dengan lambang sebagai berikut :

1) Hubungan kuat positif (++)

Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila salah satu karakteristik proses memiliki ketergantungan terhadap proses yang lain (proses sebelumnya sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan untuk proses selanjutnya).

2) Hubungan positif (+)

Hubungan positif merupakan hubungan searah namun ketergantungannya tidaklah sekuat hubungan pada poin 1, dimana proses sebelumnya memiliki pengaruh sedang dalam penentuan mutu untuk proses selanjutnya.

3) Hubungan negatif (-)

Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila proses yang satu tidak terlalu mempengaruhi mutu produk untuk proses selanjutnya.

4) Hubungan kuat negatif (--)

Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat, dimana proses yang satu tidak memiliki hubungan ketergantungan dalam penentuan mutu produk yang dihasilkan.

Korelasi ini perlu diperhatikan karena dengan adanya hubungan korelasi ini dapat diketahui usaha yang bisa dilakukan untuk memperbaiki suatu karakteristik proses dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan pengaruhnya terhadap karakteristik proses yang lain.

F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis dan target teknis)

(49)

Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-Y =

(Bobot konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-Y)

Nilai relatif karakteristik proses ke-Y = Tingkat kepentingan proses Jumlah total nilai kepentingan

Metode Self Assessment

Data yang diperoleh dari kuesioner di perusahaan mengenai penilaian ISO 9001 dan SMKP akan dianalisis menggunakan metode modifikasi self assessment (Johnson, 1993) dengan tujuan untuk menilai sejauh mana penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diterapkan oleh industri. Tahapan penilaian dari metode modifikasi self assessment adalah sebagai berikut :

a. Jawaban dari setiap pertanyaan dinilai berdasarkan isian kuesioner. Setiap jawaban mempunyai jangkauan penilaian 0 (untuk jawaban tidak) dan 1 (untuk jawaban ya). Bila pertanyaan ditanyakan berulang pada bagian yang berbeda, maka nilainya adalah 0,5.

b. Setiap unsur mempunyai nilai maksimum yang merupakan nilai maksimum unsur jika setiap elemen diterapkan.

c. Nilai setiap unsur yang diterapkan dibandingkan dengan nilai maksimum setiap unsur.

d. Dilakukan interpretasi terhadap nilai penerapan yang diperoleh perusahaan, yaitu sebagai berikut :

ƒ Nilai penerapan < 50 % nilai maksimum = tidak dipenuhi

ƒ Nilai penerapan = 50 % nilai maksimum = dipenuhi sebagian

ƒ Nilai penerapan > 50 % nilai maksimum = dipenuhi.

Interpretasi penilaian penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah diperoleh kemudian dianalisa.

Metode Analisis SWOT

(50)

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).

Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis (Rangkuti, 2000), yaitu sebagai berikut :

a. Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya berupa pengumpulan data, tapi juga pengklasifikasian dan pra-analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti : analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemerintah, analisis pemasok, dan sebagainya, sedangkan data internal diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri, seperti : laporan keuangan, laporan sumber daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran, dan sebagainya.

Data yang diperoleh dimodelkan ke dalam matriks, yang terdiri atas matriks faktor strategi eksternal (Matriks EFE) dan matriks faktor strategi internal (Matriks IFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan.

Kedua matriks tersebut kemudian akan digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE (internal-eksternal). Tujuan matriks ini adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail (Rangkuti, 2000). b. Tahap Analisis

(51)

Menurut David (2002), matriks TOWS (Threats-Opportunities-Weakness-Strengths) atau yang lebih dikenal dengan matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting, yang membantu manajer untuk mengembangkan empat tipe strategi, dimana matriks ini dapat mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah sebagai berikut :

1) S

Gambar

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.......................................................... 37
Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan
Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait