KONDISI TERUMBU KARANG DI DAERAH SEIUTAR PELABUHAN DAN NON PELABUHAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA DAN
PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA.
Oleh : Achmad Rozul Huda
C64102083
PROGRAM STUD1 ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKIJLTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
KONDISI TERUMBU KARANG DI DAERAH SEKITAR PELABUHAN DAN NON PELABUHAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA DAN PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA.
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diterbitkan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau d i i t i p dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
ACHMAD R. W D A . Kondisi Terumbu Karang di Daerah Sekitar Pelabuhan dan Non Pelabuhan di Perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh NEVIATY P. ZAMANI dan I WAYAN NURJAYA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kondisi tenunbu karang yang berada pada daerah pelabuhan dan non pelabuhan.
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 hingga 28 April 2007 bertempat di perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengamatan terumbu karang dan ikan karang menggunakan metode LIT (Line Intercent Transect) dan metode visual sensus. Data yann didapatkan dianalisis berdaskkan persebtase penutupan karang keras (HC), indeks mortalitas karang (IMK) serta indeks keanekaragaman (H'), keseragaman (E) dan dominansi (C) ikan karang. Parameter kualitas air yang diukur diantaranya suhu, kedalaman,
kecepatan
arus,
kecerahan, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO),fosfat dan nitrat perairan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, parameter kualitas air baik di daerah pelabuhan maupun di daerah non pelabuhan masih dalam kisaran batas normal untuk pertumbuhan dan perkembangan tenunbu karang, hanya pada kadar nitrat yang masih bemilai di atas nilai baku mutu pada suatu ekosistem terurnbu karang.
Data terumbu karang yang termasuk dalam kategori baik ditemukan di
daerah barat P.Kelapa bemilai 59,92 % (3 m) dan 52,33 % (10 m) serta timur
P.Harapan 59,19 % (3 m) dan 57,OO % (10 m) yang merupakan daerah non
pelabuhan. Kondisi temmbu karang pada daerah pelabuhan semuanya dalam kategori buruk, yakni dermaga utara P.Kelapa bemilai 17,83% (3 m) dan 10,85%
(10 m ), dermaga barat P.Kelapa bemilai 13,56% (3 m) dan 8,99% (10 m),
dermaga selatan P.Kelapa bemilai 22,76% (3 m) dan 24,93% (10 m) serta dermaga P.Harapan bemilai 19,35% (3 m) dan 18,73% (10 m). Nilai indeks mortalitas karang tertinggi terdapat di daerah dermaga utara P.Ke1apa sebesar 0,87 dan nilai terendah sebesar 0,3 1 terdapat di daerah timur P.Harapan.
Indeks keanekaragaman ikan karang di daerah pelabuhan berkisar antara 1,53 hingga 2,35 dengan rerata sebesar 2,08 (3 m) dan 2,06 (10 m), sedangkan di daerah non pelabuhan berkisar antara 1,76 hingga 2,52 dengan rerata sebesar 2,34 (3 m) dan 2,08 (10 m). Indeks keseragaman di daerah pelabuhan berkisar antara 0,55 hingga 0,93 dengan rerata sebesar 0,77 (3 m) dan (10 m), sedangkan indeks keseragaman ikan karang di daerah non pelabuhan berkisar 0,28 hingga 0,73
dengan rerata sebesar 0,72 ( 3 m) dan 0,41 (10 m). Indeks dominansi di daerah
pelabuhan berkisar antara 0,06 hingga 0,36 dengan rerata sebesar 0,17 (3 m) dan 0,20 (1 0 m), sedangkan indeks dominansi di daerah non pelabuhan berkisar antara 0,16 hingga 0,43 dengan rerata sebesar 0,29 (3 m) dan 0,38 (10 m).
O
Hak cipta milik Achmad Rozul Huda, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
Dilarang n~engutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalarn
KONDISI TERUMBU KARANG DI DAERAH SEKITAR PELABUHAN
DAN NON PELABUHAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA DAN
PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan IImu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Achmad Rozul Huda
C64102083
PROGRAM STUD1 ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT P ERTANIAN BOGOR
Judul : Kondisi Terumbu Karang di Daerah Sekitar Pelabuhan dau Non Pelabuhan di Perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan,
Kepulauan Seribu, Jakarta. Nama mahasiswa : Achmad R. Huda
NRP : C64102083
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing I1
n
-
Dr. Ir. h a v a n Nuriava, M . ~ C
NIP. 131 788 592 NIP. 1d1859 209
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW, yang senmtiasa memberikan syafaatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang be rjudul "Kondisi Terumbu Karang
di Daerah Sekitar Pelabuhan dan Non Pelabuhan di Perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta".
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc
dan Dr. Ir. I WayanNurjaya, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan saran dan bimbingannya dalam proses penyusunan skripsi ini, serta
kepada Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA dan Ir. Sri Pujiati, M.Si yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda Ahmad Zaeni Syatiri dan ibunda
Saidah Badrun atas do'a dan kasih sayangnya, kepada kakak dan adii yang telah
memberikan semangat dan motivasinya serta rekan-rekan ITK dan FDC atas
dukungan dan ke rjasamanya.
Penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalarn penulisan ini,
oleh karena itu penulis berharap ada masukan dan saran ataupun kritik yang dapat
membantu kesempurnaan dalarn penyusunan skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
DAFTAR IS1
Halaman
KATA PENGANTAR
...
viDAFTAR TABEL
...
ixDAFTAR GAMBAR
...
xDAFTAR LAMPIRAN
...
xi1
.
PENDAHULUAN...
11.1. Latar belakang
...
11.2. Tujuan
...
22
.
TINJAUAN PUSTAKA...
...
2.1. Kondisi umum perairan
2.2. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
...
2.3. Ekosistem terumbu karang...
2.4. Anatomi hewan karang...
...
2.5. Formasi dan tipe pertumbuhan terumbu karang
2.6. Penyebab kerusakan tenunbu karang
...
2.6.1. P e n g d aktifitas manusia...
...
2.6.2. Pengaruh alam
...
2.7. Fungsi dan manfaat terumbu karang
2.8. Bentuk pertumbuhan karang
...
...
2.9. Deskripsi ikan karang
2.9.1. Interaksi antara terumbu karang dan &an karang
...
2.9.2. Kelompok ikan karang...
3
.
BAHAN DAN METODE...
3.1. Waktu dan tempat
...
3.2. Alat dan bahan...
3.3. Metode pengambilan data...
3.3.1. Kualitas air
...
3.3.2. Terumbu karang...
3.3.3. Ikan karang
...
3.4. Analisis data...
3.4.1. Persentase penutupan karang hidup...
3.4.2. Indeks mortalitas...
3.4.3. Indeks keanekaragaman (H'), keseragaman ( E ) dan
dominansi ( C ) ikan karang
...
3.4.3.1. Indeks keanekaragaman (H ')...
3.4.3.2. Indeks keseragaman (E)
...
...
4
.
HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Gambaran umum t e m b u karang di daerah pengamatan
...
...
4.2. Kondisi perairan Pulau Kelapa
...
4.2.1. Suhu
...
4.2.2. Salinitas
4.2.3. Kecepatan arus
...
4.2.4. Kecerahan...
4.2.5. Derajat keasaman (pH)...
...
4.2.6. Oksigen terlarut (DO)
...
4.2.7. Fosfat
...
4.2.8. Nitrat
...
4.3. Kondisi penutupan subtrat dasar dan ikan karang
4.3.1. Indeks mortalitas karang
...
4.3.2. Dermaga utara Pulau Kelapa (Stasiun 1)
...
4.3.3. Dermaga barat Pulau Kelapa (Stasiun 2)...
4.3.4. Barat Pulau Kelapa (Stasiun 3)...
4.3.5. Dermaga selatan Pulau Kelapa (Stasiun 4)...
4.3.6. Timur Pulau Harapan (Stasiun 5)...
4.3.7. Dermaga Pulau Harapan (Stasiun 6)
...
4.4. Perbandingan rerata penyusun subtrat dasar dan kelimpahanikan karang di daerah pelabuhan dan non pelabuhan
...
4.4.1. Persentase penutupan karang keras (HC) pada daerahPelabuhan
...
4.4.2. Persentase penutupan karang keras (HC) pada daerah
non pelabuhan
...
4.4.3. Indeks mortalitas karang pada daerah pelabuhan dannon ~elabuhan
...
4.4.4. Indeks keanekaragaman (H'). keseragaman
(4
dandorninansi (C) ikan karang di daerah pelabuhan dan daerah non pelabuhan
...
...
5
.
KESIMPULAN DAN SARAN...
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
...
DAFTAR PUSTAKA
...
LAMPIRAN...
...
RIWAYAT HIDUP...
DAFTARTABEL
Halaman
1. Kategori karang keras dan penyusun subtrat dasar
(English et al., 1994)
...
162. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
...
233. Parameter fisika-kimia dan alat serta metode yang digunakan
...
244. Kisaran tingkat persentase penutupan karang
...
27DAFTAR GAMBAR
1. Struktur polip kerangka karang (Suharsono, 1996)
...
102. Formasi terumbu karang. Tahap pembentukan terumbu karang dari yang termudaffinging reef (a), barrier reef (b), dan at01 (c)
(Veron, 1986)
...
11 3. Peta lokasi penelitian...
224. Cara pencatatan data koloni karang pada metode transek garis
(English et al., 1994)
...
255. Pengambilan data ikan karang pada metode sensus visual
...
26...
6. Histogram indeks mortalitas karang 35
7. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah dermaga utara
Pulau Kelapa (Stasiun 1)
...
378. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah dermaga barat Pulau Kelapa (Stasiun 2)
...
409. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah barat Pulau
Kelapa (Stasiun 3)
...
42 10. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah dermaga selatanPulau Kelapa (Stasiun 4)
...
4511. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah timur Pulau
Harapan (Stasiun 5)
...
47 12. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah dermaga PulauDAFTAR LAMPIFUN
Halaman
1
.
Persentase (%) penyusun subtrat dasar...
612
.
Kemunculan karang keras (HC) pada semua stasiun pengamatan...
633
.
Kelimpahan spesies ikan karang (ind/m2) pada semua stasiunpengamatan
...
654
.
Kondisi tenunbu karang di stasiun pengamatan...
701.
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Salah satu ekosistem perairan tropis yang paling unik adalah ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang merupakan ekosistem bahari yang banyak
menarik perhatian karena merupakan daerah alamiah yang mempunyai nilai
estetika tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Terumbu karang
men~pakan ekosistem paling indab dalam ha1 warna dan bentuk serta desainnya
sangat kaya akan keanekaragaman jenis biota yang hidup di dalarnnya (Nybakken,
1992).
Salah satu penyebab tingginya keanekaragaman spesies di terumbu karang
adalah karena adanya variasi habitat. Tingkat adaptasi dan keanekaragaman
spesies di terumbu karang dipengaruhi oleh adanya interaksi yang kompleks
antara biota penyusun ekosistem tersebut (Nybakken, 1992).
Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah utara dari Teluk Jakarta, dahulu
dikenal sebagai kawasan terumbu karang yang kaya akan keanekaragaman jenis
karang batu. Tetapi belakangan ini sejalan dengan pertambahan penduduk yang
pesat membuat kawasan ini dikenal sebagai kawasan terumbu karang yang
menderita kerusakan yang diakibatkan oleh ulah manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Meningkatnya kebutuhan manusia seperti kebutuhan terhadap bahan pangan,
tempat rekreasi, pelabuhan dan aktifitas lain yang berhubungan dengan laut dan
pantai banyak menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem perairan yang berada
di sekitarnya. Pelabuhan merupakan lokasi yang sangat padat dengan aktifitas
perairan di sekitar pelabuhan tersebut contohnya adalah ekosistem terumbu karang.
Sehingga untuk mengetahui seberapa besar dampak dari aktifitas masyarakat
terhadap ekosistem terumbu karang di sekitar pelabuhan, perlu adanya
pengambilan data terumbu karang dan parameter pendukung terumbu karang itu
sendiri serta data tenunbu karang yang berada di daerah non pelabuhan sebagai
pembanding.
Rusaknya ekosistem terumbu karang hams diatasi melalui pengendalian
secara menyeluruh. Pengendalian menyeluruh tersebut merupakan strategi
pengelolaan lingkungan terumbu karang yang meliputi eksploitasi secara lestari,
perlindungan serta pencegahan terhadap polusi dan degradasi yang disebabkan
oleh aktifitas manusia (Suharsono, 1991). Demi kelancaran proses tersebut,
terlebih dahulu perlu diketahui status dan kondisi sumberdaya terumbu karang di
perairan ini dengan melakukan survei dan monitoring langsung ke lapangan,
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan kondisi
terumbu karang yang berada di daerah sekitar pelabuhan dan non pelabuhan di
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi umum perairan
Kepulauan Seribu terdiri dari 108 pulau karang dengan dasar batu karang dan
sebanyak 30 pulau terletak di Teluk Jakarta, khususnya bagian barat (Azkab dan
Hutomo, 1991).
Lebih lanjut Azkab dan Hutomo (1991) menyatakan bahwa tipe terumbu
karang di Kepulauan Seribu merupakan tipe karang tepi winging reeJ), sehingga
proses pertumbuhan dan perkembangannya dipengaruhi ole11 aktifitas pesisir.
Rataan terumbu dan tubir bagian atas pada umumnya didominasi oleh Acropora
dan Montipora.
Menurut Molengraaf (1929) in Huto~no (1991) kedalaman rata-rata perairan
Kepulauan Seribu adalah 30 m dan termasuk bagian dari Laut Jawa. Perairan
antara Pulau Payung dan Pulau Pan mempunyai kedalaman lebih dari 60 m.
Pulau-pulau di Kepulauan Seribu merupakan kelanjutan pertumbuhan terumbu
karang yang sudah berkembang sejak zarnan es (pleistocen) sebelum paparan
sunda tenggelam.
Fluktuasi bulanan suhu dan salinitas permukaan laut rata-rata di bagian barat
perairan Kepulauan Seribu mengikuti fluktuasi suhu dan salinitas perairan Laut
Jawa (Kastoro dan Birowo, 1974 in Hutomo, 1991).
Sistem arus permukaan di Laut Jawa dipengaruhi oleh musim. Pada musim
timur, massa air dengan salinitas tinggi mengalir dari timur ke barat yakni dari
Samudera Hindia melalui Selat Flores dan dari Samudera Pasifik melalui Laut
salinitas rendah mengalir dari Laut Cina Selatan dan bergerak ke timur di Laut
Jawa sampai ke Laut Flores.
Kawasan Pulau Seribu mengalami musin1 kemarau pada bulan Mei hingga
Oktober dengan 4
-
10 hari hujan perbulan dan Agustus merupakan bulanterkering. Musim hujan terjadi pada bulan November hingga April dengan 10 -
20 hari hujan perbulan dan Januari merupakan bulan terbasah. Musim pancaroba
terjadi antara bulan April - Mei dan Oktober -November (Dishidros, 1986).
Mulai bulan Desember hingga Maret, angin barat bertiup di kawasan ini. Arah
angin antara barat daya dan barat laut dengan kecepatan angin rata-rata 7 - 20 knot.
Pada bulan Desember hingga Februari dapat melebihi 20 knot. Musim timur
bertiup mulai Juni hingga September, arah angin antara timur laut dan tenggara
dengan kecepatan 7
-
15 knot. Musim pancaroba terjadi antara April-
Mei dan Oktober -November (Dishidros, 1986).Berdasarkan penelitian yang dilakukan Giyanto dan Sukarno (1997) bahwa
semakin dekat jarak terumbu karang ke daratan Pulau Jawa, maka kondisinya
semakin buruk. Hal ini memberikan i n d i i i bahwa aktivitas manusia berperan
penting dalam pengrusakan ekosistem terumbu karang.
2.2. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan dan
Konservasi Alam Tahun 1998, maka secara ringkas Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu dapat digambarkan sebagai berikut:
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas kurang lebih 108.000 ha
adalah bagian dari wilayah laut dangkal di lepas pantai utara Jakarta. Kawasan
Menteri Kehutanan Nomor 162JKpts-1111995 tanggal 21 Maret 1995 dan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan dengan SK No. 63 10IKpts-IU2002, luas 107.489
ha.
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu secara geografis terletak diantara
5"23' - 5O40' Lintang Selatan dan 106"25' - 106'37' Bujur Timur. Menurut wilayah adrninistrasi pemerintahan, kawasan Pulau Seribu terbagi menjadi dua
kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan
Seribu Selatan yang berada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara.
Dalam rangka mencapai h~juan pengelolaan yang ditetapkan, sebagai langkah
operasionalnya Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dibagi dalam 4 (empat)
zonasi,yaitu :
1. Zona inti
Zona inti merupakan bagian kawasan yang mendapatkan upaya perlindungan
paling ketat demi terjaganya kelangsungan hidup biota laut yang terdapat pada
daerah ini. Kegiatan pada zona ini diarahkan pada kondisi alarni sehingga
perubahan yang terjadi adalah karena proses alam.
2. Zona perlindungan
Zona ini adalah kawasan yang tidak diperbolehkan untuk kegiatan eksploitasi
biota laut dengan tujuan komersil. Perlindungan dan pengamanan di zona ini
masih cukup ketat akan tetapi pemanfaatan secara terbatas untuk kepentingan
3. Zona pemanfaatan intensif
Zona ini dimaksudkan untuk mengakomodasi kepentingan manusia dalam
pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Pada kawasan ini dipebolehkan
pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana untuk rekreasi dan wisata
alam.
4. Zona pemanfaatan tradisional
Zona ini dialokasikan
untuk
pemanfaatan sumberdaya laut secara tradisionaloleh masyarakat setempat dalam upaya mendukung sosial ekonomi dan budaya
masyarakat didalain kawasan seperti penangkapan ikan secara tradisional,
budidaya dan sarana secara umum.
2.3. Ekosistem terumbu karang
Ekosistem ter~unbu karang mempunyai sifat yang sangat menonjol
diantaranya mempunyai produktifitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi
(Sukarno et al., 1983). Besarnya produktifitas yang d i i l i k i terumbu karang
disebabkan karena adanya pendaur ulangan zat-zat hara lewat proses hayati secara
efisien (Odum, 1993).
Khon dan Helfrich (1957) in Nybakken (1992), memperkirakan produktifitas
primer daerah terumbu karang sekitar 1500-3000 gC/mz/th. Hal ini juga
dipertegas oleh White (1987), bahwa produktifitas primer terumbu karang sama
atau melebii semua ekosistem alamiah lainnya dan satu terumbu karang dapat
menghidupi rata-rata sekitar 3000 spesies.
Eldredge (1976) in Sukarno et al. (1983) menyatakan bahwa rangkaian
struktur tropik (jaring-jaring makanan) pada ekosistem terumbu karang yang
ekosistem terumbu karang. Terumbu karang selalu terdapat di perairan tropis
dangkal antara 0 - 50 m, dasar keras dan perairan jernih, dengan suhu rata-rata tahunan tidak l e b i rendah dari 18' C, dan perairan yang berarus.
Beberapa faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu
karang :
1. Suhu
Terumbu karang dapat hidup dan tumbuh subur pada perairan dengan suhu
berkisar antara 25" - 30" C, tersebar di daerali tropis antara 35" LU dan 32" LS (Sukarno et al., 1983). Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi adalah 36' - 40" C (Nybakken, 1992).
2. Salinitas
Salinitas merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan terumbu karang,
salinitas normal air laut adalah 32 - 35 9/00. Diluar kisaran ini karang bermatipik
tidak dapat tumbuh (Nybakken, 1992). Suharsono (1984) mengemukakan bahwa
karang yang hidup di tempat-tempat dalam jarang atau tidak pernah mengalami
perubahan saliitas yang cukup besar, sedangkan karang di tempat-tempat
dangkal seringkali dipengaruhi oleh masukan air tawar dari pantai maupun huian
sehingga terjadi penurunan salinitas perairan.
3 . Cahaya
Cahaya adalah faktor pembatas yang terpenting. Cahaya diperlukan oleh
Zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis, yang dapat membantu koral untuk
membentuk terumbu. Titik kompensasi karang adalah pada kedalaman dimana
4. Sedimentasi
Faktor sedimentasi yang tinggi dalam air maupun koral me~p&aII pengaruh
negatif bagi pertumbuhan terumbu karang. Sedimentasi dapat menutupi karang
dan mengahalangi proses makannya, dan juga dapat mengurangi cahaya yang
diperlukan oleh zooxanthellae dalam melakukan fotosintesis (Nybakken, 1992).
5. Kolom air
Faktor pembatas selanjutnya adalah kolom air, pertumbuhan temmbu karang
ke atas dibatasi oleh adanya udara. Banyak koral mati karena terlalu lama berada
di udara terbuka, sehingga pertumbuhan terumbu karang ke arah atas hanya
terbatas sampai tingkat sumt terendah (Nybakken, 1992).
6 . Arus dan Gelombang
Pada urnumnya, terumbu karang lebih berkembang pada daerah-daerah yang
mengalami arus dan gelombang cukup besar. Arus dan gelombang memberikar:
sumber air yang segar, memberi oksigen dalam air laut, mengurangi dan
menghilaugkan proses sedimentasi pada temmbu karang, serta mensuplai
plankton dan sumber makanan lain yang berguna bagi pertumbuhan dan
perkembangan terumbu karang (Nybakken, 1992).
Arus bermanfaat untuk pemindahan nutrien, larva dan sedimen. Ams juga
berguna untuk menghalau dan membersihkan sampah (Tomascik et al., 1997).
Selain itu kecepatan air dan turbulensi juga memiliki pengaruh kuat terhadap
morfologi umum dan komposisi taksonomi dari ekosistem terumbu karang.
2.4. Anatomi hewan karang
Terumbu karang terbentuk dari asosiasi berbagai biota yang lridup dalam
adalah endapan yang berbentuk seperti batu yang terbentuk dari kalsium karbonat
yang dihasilkan oleh karang. Terumbu yang didapatkan terutama berasal dari
karang (Filum Cnidaria) itu sendiri dengan sedikit tambahan dari alga berkapur
dan organisme-organisme lain yang menghasilkan kalsium karbonat.
Suharsono (1996), menambahkan bahwa karang atau polip karang merupakan
binatang yang sederhana, dimana sebagian besar dari polip karang terdapat
sejumlah alga bersel tunggal yang disebut Zooxanthellae.
Karang merupakan hewan sederhana yang berbentuk tabung dengan mulut
berada di atas yang berfungsi juga sebagai anus. Di sekitar mulut dikelilingi oleh
tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan. Mulut diteruskan dengan
tenggorokan yang pendek yang langsung menghubungkan dengan rongga perut.
Rongga perut berisi semacam usus yang disebut dengan filamen mesenbi yang
befungsi sebagai alat pencerna (Suharsono, 1996).
Dinding polip karang terdiri dari tiga lapisan yaitu elbodernla, endoderma,
mesoglea. Ektoderma men~pakan jaringan terluar yang terdiri dari berbagai jenis
sel yang antara lain sel mukus dan sel nematokis. Jaringan endoderma berada di
lapisan dalam yang sebagaian besar selnya berisi sel alga yang merupakan
simbion karang. Sedangkan mesoglea adalah jaringan yang berada di tengah
antara keduanya yang berupa lapisan seperti jelly. Seluruh permukaan jaringan
karang juga dilengkapi oleh silia danflagela yang berkembang dengan baik di
lapisan luar tentakel. Struktur polip dan kerangka kapur hewan karang terdiri dari
fempeng dasar, epiteka, koralit, koralum, kalik, kosta dan kolztrnella (Gambar 1). Lempeng dasar terletak di dasar sebagai pondasi dari septa yang muncul
Koralit yaitu keseluruhan skeleton yang terbentuk dari satu polip, keseluruhan
skeleton yang dibentuk oleh keseluruhan polip dalam satu individu atau satu
koloni disebut koralum. Kalik merupakan permukaan koralit yang terbuka, septa
yang tumbuh hingga mencapai dinding luar dari koralit dinamakan kosta.
Struktur yang terdapat didasar dan tengah koralit yang merupakan kelanjutan dari
septa disebut kolumella.
GeStvOdemiS
_--- Keangka
Zooxanthellae
Septa Kerangka dala
Gambar 1. Struktur polip kerangka karang (Sd~arsono, 1996)
2.5. Formasi dan tipe pertumbuhan terumbu karang
Berdasarkan tempat terbentuknya, formasi dan tipe pertumbuhan terumbu
karang dapat dibagi menjadi :
1. Terumbu tepi Vjinge reefs ataufringing reefs): terdapat di sepanjang tepi pantai dan merupakan perluasan dari garis pantai dan kadang-kadang dipisahkan
dari pantai oleh laguna yang dangkal.
2. Terumbu penghalang (barrier reefs): terdapat jauh dari pantai dipisahkan oleh
[image:22.523.68.441.49.645.2]pennukaan air laut lebih rendah; dapat sejajar dengan pantai, membentuk sudut,
atau melingkari suatu laguna yang di dalamnya terdapat daratan.
3. At01 (atolls): berbentuk cincin yang melingkari suatu laguna yang di dalamnya
[image:23.523.72.440.46.615.2]terdapat daratan, walaupun mungkin ada terumbu meja atau puing-puing terumbu.
Gambar 2. Formasi terumbu karang. Tahap pembentukan terumbu karang dari yang termudafringing reef (a), barrier reef (b) dan at01 (c) (Veron, 1986).
2.6. Penyebab kerusakan terumbu karang
Ekosistem terumbu karang yang telah ada sebaiknya diatur dalam
pemanfaatanya. Manusia terkadang serakah dalam pemanfaatanya, sehingga
berdampak buruk bagi ekosistem terumbu karang. Beberapa penyebab kerusakan
ekosistem tenunbu karang, dapat disebabkan oleh aktifitas manusia dan alam
diantaranya :
2.6.1. P e n g a ~ h aktifitas manusia
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa disadari aktifitas manusia dapat
penangkapan ikan dengan cara berlebihan dan cara merusak akan merusak
keseimbangan ekosistem terumbu karang.
Aktifitas manusia yang dapat merusak terumbu karang (Suharsono, 1998)
diantaranya adalah :
1. Penambangan karang untuk bahan bangunan dan pembuatan kapur dapat
menimbulkan kerusakan fisik yang besar bagi terumbu karang dan ikan karang.
2.
Kegiatan perikanan yang merusak, seperti penangkapan ikan denganmenggunakan bahan peledak, jaring insang dan pukat dapat membuat
kerusakan fisik terhadap terumbu karang dan ikan karang.
3. Kegiatan wisata bahari jika tidak dikelola dengan baik dan hati-hati akan
berdampak negatif terhadap kondisi terumbu karang yang akan berakhir dengan
kepunahan. Aktifitas wisata bahari dapat mengganggu ekosistem terumbu
karang baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.6.2. Pengaruh alam
Pengamh alam dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang yang sifatnya
tidak permanen. Alam selalu menjaga dan memberikan peranan setiap nlakhluk
hidup di dalam ekosistem. Beberapa penyebab kerusakan ekosistem terumbu
karang yang disebabkan oleh alam.
1. Perubahan iklim.
Pemutihan karang atau Coral Bleaching yaitu pudamya wama terumbu karang
menjadi pucat atau putih. Hal ini terjadi karena karang kehilangan 60-90%
dari jumlah zooxanthellae-nya dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat
kehilangan 50
-
80% dari pigmen fotosintesisnya (Glynn, 1996 in Westmacottsuhu pemukaan laut akibat pemanasan global, selain itu juga pemutihan
karang ini dapat dikaitkan juga dengan peristiwa EL Nino (Glynn, 1990 in
Westmacott et al., 2000).
2. Radai (Storm) dan Tsunami.
Badai, topan dan tsunami merupakan sunber ancainan terhadap ekosistem
terumbu karang yang cukup besar. Karena kerusakan yang diakibatkan badai
cukup besar dan dalam skala yang luas. Kerusakan yang te jadi berupa
kerusakan fisik atau struktur terumbu karang hancur dan partikel karang
berserakan di tepi pantai, menumpuk dan menggunung (Tulungen et al., 2002).
3. Predator alami.
Ancaman alami lain yaitu ledakan hewan bintang laut berduri atau Acanthaster
plancii. Serangan dari hewan ini bisa mengakibatkan kematian karang keras
mencapai 50 - 90% (Sorokin, 1993). Kematian karang yang tejadi karena
Acanthaster plancii menlakan polip karang yang dilewatinya, sehingga yang
tersisa hanya terumbu. Menurut Tulungen et al. (2002), serangan Acanthaster
plancii mengakibatkan karang mati di tempat-tempat tertentu secara lokal dan
pada saat tejadi pemangsaan yang luas oleh hewan ini maka kematian dan
kerusakan karang akan terjadi dalam skala yang besar. Menurut Supriharyono
(2000), bintang laut berduri (Acanthasterplanci) sebagai contoh predator
karang yang cukup terkenal sebagai perusak karang terutama di daerah Indo-
Pasifik. Selain Acanthasterplanci, beberapa jenis hewan lainnya seperti
gastropods Drupella rugosa, bulu babi (terutama Echinometra mathaei,
Diadema setosum dan Tripneustes gratilla), dan beberapa jenis ikan karang
kaka tua (Scarrus spp), kepe-kepe (Chaetodon spp). Menurut Glynn et al.
(1972) in Supriharyono (2000), ikan-ikan yang umumnya sebagai predator
karang adalah species Scarruspenico, Scarrus ghobban, Scarrus
ruhroviolaceus, Arothron meleagris, Arothron hispidus dan Stiflamen verres.
2.7. Fungsi dan manfaat terumbu karang
Terumbu karang mempunyai fungsi dan manfaat serta arti yang amat penting
bagi kehidupan manusia baik segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan
pariwisata. Fungsi dan manfaat serta arti terumbu karang adalah:
1. Tempat tinggal, berkembang biak dan mencari makan ribuan jenis ikan,
hewan dan tumbuhan.
2. Sumberdaya laut yang mempunyai nilai potensi ekonomi yang sangat tinggi.
3. Sebagai laboratorium dam untuk pendidikan dan penelitian kelautan.
4. Temmbu karang merupakan habitat bagi sejumlah spesies yang terancam
punah seperti kima raksasa dan penyu laut.
5. Sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras
dapat meredam gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan
mencegah rusaknya ekosistem pantai lain seperti padang lan~un dan magrove.
6. Terumbu karang merupakan surnber perikanan yang cukup tinggi. Sebanyak
132 jenis ikan yang bemilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis diantaranya hidup
di terumbu karang, berbagai jenis ikan karang menjadi komoditi ekspor.
Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3
-
10 ton ikan Per kilometer PersegiYkrtahua.
7. Kkindahan ttxxinibu karang sangat potensial untuk wisata bahari. Miisyarakat
pusat-pusat penyelaman, restoran, penginapan sehingga pendapatan mereka
bertambah.
8. Terumbu karang potensi lnasa depan untuk sumber lapangan ke rja bagi rakyat
Indonesia.
9. Terumbu karang dapat dijadikan bahan bangunan. Menurut Supriharyono
(2000), batu-batu karang mati banyak ditambang dari terumhu karang untuk
bahan produksi kapur (misalnya Sri Langka, Mauritius, Indonesia, India dan
Filipina), hahan bangunan sebagai pengganti batu bata (misalnya Maldives,
Indonesia dan India), untuk kontruksi (misalnya Seychelles, India dan
Indonesia), untuk produksi kalsium karbonat dan untuk penahan gelombang
(piers, groynes dan seawalls). Pasir dari karang juga banyak ditambang untuk
produksi kapur untuk pertanian dan bahan campuran pembuat semen.
Demikian pula banyak batu-batu karang yang digunakan untuk keperluan
reklamasi pantai. Pemanfaatan batu karang untuk bahan bangunan biasanya
dilakukan oleh masyarakat pantai, terutama mereka yang tinggal di pulau-
pulau terpencil yang jauh dari pusat perkotaan.
Terumbu karang dapat dimanfmtkan secara langsung sebagai tempat
penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias.
Pemanfaatan secara tidak langsung tenunbu karang dapat digunakan sebagai
bahan bangunan, bahan perhiasan dan bahan baku farmasi (Suharsono, 1998).
2.8. Bentuk pertumbuhan karang
Kategori dan kode bentuk pertumbuhan (lifefornt) (English et al., 1994), dapat
Tabel 1. Kategori karang
Hard Coral :
Dead Coral
Dead Coral wilh Algae
Acropora Branching Encrusting
I
SubmassiveI
Digitatekeras dan penyusun substrat dasar (English et al., 1994).
Kode
1
KeteranganHC DC DCA ACB ACE ACS ACD
Karang yang baru mati, berwarna putih. Karang mati yang masih tanlpak bentuknya, tapi sudah muIai diturnbuhi alga halus. Bentuknya bercabang seperti ranting pohon.
Bentuk merayap, biasanya pada Acropora
yang b e l m sempurna.
Percabangan bentuk gadallempeng dan kokoh. Bentuk percabangan rapat dengan cabang Bentuk seperti jari-jari tangan.
Non Acropora Branching Encrusting Tabular Foliose Massive Submassive Mushroom Millepora ACT CS CMR CME
Bentuk bercabang dengan arah nlendatar, rata, bentuk seperti meja.
CHL
Bentuk bercabang seperti ranting pohon. Bentuk merayap, hampir seluruh bagian menempel pada substrat.
Bentuk menyerupai lembaran daun. Bentuk seperti batu besar yang padat dan bentuk kompak.
Bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan kecil. Soliter, bentuk seperti jamur.
1
Adanya warna kuning di ujung koloni dan rasapanas terbakar bila tersentuh.
I Adanya warna biru pada skeletonnya.
I I
Abiotik :
Sand Rzibble
Water
[image:28.530.58.478.53.759.2]Berdasarkan bent& pertumbuhannya, karang batu terbagi atas karang
Acropora dan Non Acropora Fnglish el aL, 1994). Karang Acropora adalah karang yang ciri umumnya memiliki aksial koralit dan radial koralit. Berdasarkan
pertumbuhannya, terdapat dua kelompok karang yang berbeda, yaitu hennatipik
dan ahermatipik. Karang hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedangkan
karang ahermatipik tidak dapat menghasilkan terumbu. Karang ahermatipik
tersebar diseluruh dunia sedangkan karang hermatipik hanya terdapat pada daerah
tropis. Perbedaan mencolok antara kedua karang ini adalah di dalam jaringan
karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan bersimbiosis yang dinamakan
Zooxanthellae, sedangkan karang ahermatipik tidak. Karang hermatipik merupakan kelompok yang dominan di dalam pembentukan dan pemeliharaan
terumbu (Nybakken, 1992).
Peranan Zooxanthellae dalam kalsifikasi sangat penting. Jika Zooxanthellae
dicegah untuk tidak melakukan fotosintesis atau dipindahkan dari jaringan kamng
maka reaksi pertumbuhan CaCO3 rnenjadi sangat lambat. Koloni karang dengan
Zooxanthellae masih dapat inengadakan kalsifikasi yang lebih cepat di dalam
keadaan gelap dari pada koloni tanpa Zooxanthellae dalarn keadaan ada cahaya
(Suharsono, 1984). Peranan Zooxanthellae didalam mekanisme kalsifikasi adalah
nlemindahkan hasil buangan yang dillasilkan oleh karang seperti COz, nitrogen,
fosfor dan sulfur. Dengan adanya proses pemindahan zat-zat ini, kecepatan
metabolisme karang rneningkat (Suharsono, 1984).
Karang memiliki sifat yang sangat unik, yaitu peryaduan antara sifat hewan
dan tumbuhan,
arah
pertumbuhannya selalu bersifat fototropik, yaitu selalubahwa karang yang roboh akan membentuk tunas baru yang menuju ke atas.
Begitu pula karang yang tumbuh pada subtrat miring atau tegak maka
pertumbuhannya akan menuju ke atas (Suharsono, 1984).
1,aju pertumbuhan pada koloni-koloni karang dapat berbeda satu sama lainya.
Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan spesies, unlur koloni, dan daerah
suatu terumbu. Koloni yang muda dan kecil cenderung untuk tumbuh lebih cepat
dari pada koloni yang lebih tua (Nybakken, 1992).
Menurut Suharsono (1984), bentuk pertumbuhan karang bervariasi baik
individu maupun koloni. Suatu jenis karang dari marga yang sarnadapat memiliki
bentuk pertumbuhan yang berbeda. Keanekaragaman morfologi koloni karang
dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, pola sirkulasi massa air, ketersediaan
bahan makanan dan faktor genetik.
Adanya perbedaan perturnbuhan pada karang menyebabkan terjadinya
morfologi yang berbeda-beda. Faktor genetik bertanggung jawab terhadap
keragaman morfologi koloni, tetapi diduga bahwa pengaruh lingkungan
mempunyai andil yang lebih besar dalam mempengaruhi keragaman bentuk
koloni karang (Foster, 1980 in Suharsono, 1984).
Bentuk pemimbuhan dari spesies karang juga bervariasi, bergantung pada
lokasi karang. Gerakan gelombang cenderung memaksa spesies bercabang
mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul, dan
arus
menyebabkan bentukcabang mempunyai penyesuaian arah tertentu (Nybakken, 1992).
2.9. Deskripsi ikan karang
Ikan karang merupakan organisme laut tropis yang sangat banyak dan dapat
dengan terumbu karang yang disebut dengan ikan karang. Ikan karang ini
merupakan penyokong yang ada dalarn ekosistem terurnbu karang (Nybakken,
1992).
Menurut Sale (1991), yang dimaksud dengan ikan karang adalah ikan-ikan
yang hidup pada daerah tenunbu karang sejak dari masa juvenil hingga dewasa.
Biota yang hidup di daerah terumbu karang merupakan suatu komunitas yang
berasal dari kumpulan berbagai organisme, dimana masing-masing organisme ini
mempunyai ketergantungan yang erat satu sama lainnya (Sukarno et al., 1983).
2.9.1. lnteraksi antara terumbu karang dan ikan karang
Interaksi yang te rjadi antara ekosistem tenunbu karang dan ikan karang
(Nybakken, 1992) adalah:
1. Pemangsaan dimana dua kelompok ikan secara aktif memakan koloni karang,
seperti ikan pakol (Balistidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan buntal
(Tetraodontidae), ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan sekelonlpok omnivora
yang meniindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalarn kerangka
karang atau berbagai invertebrata yang hidup dalarn lubang karang.
2. Grazing, dilakukan oleh sekelompok ikan-ikan famili Siganidae,
Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivor g a z e r
pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan
karang dapat terkendali.
2.9.2 Kelompok ikan karang
Menurut Adrim (1993), bahwa ikan karang dapat dibedakan menjadi tiga
1. lkan target yaitu ikan yang dapat disebut juga sebagai ikan konsumsi. Ikan yang dikenal oleh nelayan dan sering dilnanfaatkan seperti Seiranidae,
Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae.
2. lkan indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator perairan terumbu
karang yaitu jenis Chaetodonidae.
3. Ikan mayor yaitu ikan yang belum diketahui perananya kecuali dalam rantai
3.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 hingga 28 April 2007 bertempat di
perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Pengambilan data terumbu karang dan ikan karang dilakukan pada dua lokasi
yang berbeda yakni di daerah pelabuhan yang berada di Pulau Kelapa dan Pulau
Harapan, serta di daerah non pelabuhan yang merupakan daerah pembanding dari
daerah pelabuhan tersebut. Daerah pelabuhan yang terdapat di Pulau Kelapa
bejumlah tiga dermaga yakni dermaga utara Pulau Kelapa, dermaga barat Pulau
Kelapa dan dermaga selatan Pulau Kelapa, sedangkan pelabuhan yang berada di
Pulau Harapan hanya berjumlah satu dermaga yakni dermaga Pulau Harapan.
Pengambilan data terumbu karang dan ikan karang di daerah non pelabuharr
dilakukan di sebelah barat Pulau Kelapa dan sebelah timur Pulau Harapan yang
merupakan daerah pembanding kondisi terumbu karang dari daerah pelabuhan.
Posisi daerah pengambilan data di daerah Pulau Kelapa dan Pulau Harapan dapa$
'Pete Rupa Bumi Digital Indonest8 Skala 1 25.000 Pulau Pramuka
3.2. Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan untuk pengamatan dan pengambilan data terumbu
karang dan ikan karang di tabulasikan pada Tabel
2.
Tabel 2. Alat dan bahan vang. diwnakan dalam penelitian
1
3]
Sabak bawah air1
mencatat data1
No.
1
2
1
41
Alat tulisI
mencatat data1
1
51
Underwater camera1
mengambil gambar sampel1
Alat
Alat SCUBA diving
Roll meter
Kegunaan
/
membantu dalam penyeiaman
mengukur panjang transek
Perlengkapan tambahan dalam pengamatan terumbu karang yaitu buku
identifikasi karang (Veron, 1986) dan buku ikan karang (Kuiter, 1992), yang
merupakan buku identifikasi pengambilan data secara visual.
-
6 Perahu
3.3. Metode pengambilan data 3.3.1. Kualitas air
Kualitas perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran beberapa
parameter fisika dan kimia yang berpengaruh terhadap terumbu karang.
Pengukuran parameter ini dilakukan pada saat di lapangan dan skala laboratorium
dalam pengukurannya, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter fisika - kimia dan alat serta metode yann diwnakan.
I
ParameterI
UnitI
AlatI
MetodeI
(
SalinitasI
O/O~I
Refiaktometer(
Intensitas matahariI
. - Suhu
/
Kecerahan]
mI
Secchi diskI
Kekuatan intensitas matahariI
O
c
Kecepatan m s Termometer air raksa m/s Kedalaman Posisi pH1
,
,
,
(
mgll1
Spectrofotor~zeter(
Dengan metode Brucinespectrofotomehic
1
-
Berdasarkan tingkat pemuaian
DO
Fosfat
3.3.2. Terumbu karang
Metode yang digunakan untuk pengamatan terumbu karang adalah dengan
metode LIT (Line Intercept Transect), pengambilan data di stasiun pengamatan
dilakukan dengan menggunakan transek garis sepanjang 85 m dengan 3 kali
ulangan sepanjang 25 m yang dilakukan pada dua kedalaman, yakni kedalaman 3
m yang mewakili perairan dangkal dan 10 m yang mewakili perairan yang relatif
dalam. Pemasangan transek diletakkan sejajar dengan garis pantai dan mengikuti
kontur. Pengamatan disetiap stasiun hanya dilakukan satu kali transek.
Metode LIT ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain, akurasi data dapat
diperoleh dengan baik, kualitas data lebih baik dan lebii banyak, penyajian
Floating drough, stopwatch m Lintang dan Bujur - Langrangian mg/l mgll Depth gauge GPS Kertas pH (Lakmus)
Jarak permukaan laut ke dasar perairan
Pengukuran pada saat sebelum penyelaman
Menggunakan pH strip
(lnkmzis)
winkler
Spectrofotometer
Dengal menggunakan Titrasi
Winkler
Dengan menggunakan metode
~ ~acid ~ ~ ~ b i ~
[image:36.523.72.471.78.649.2]struktur komunitas seperti persentase penutupan karang hidup ataupun karang
mati, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih
menyeluruh serta dapat menyajikan secara baik data struktur komunitas biota
yang berasosiasi dengan terumbu karang (Suharsono, 1994).
Saat pengambilan data, penyelam berenang sepanjang transek dan kemudian
mencatat transisi dalam sentimeter dan karang yang tersinggung oleh transek yang
tepat berada di bawah transek berdasarkan kode pertumbuhan hidupnya (life forin)
disertai dengan keterangan genus (Gambar 4).
Intercept Category
7-1 - 0 I t lifeform 1
T2 - T1 lifeform 2
T3 - T2 1s lifeform i
Tq - T3 14 lifeform 2
[image:37.523.64.467.32.612.2]T s - T o 1 5 lifofcrrm 1
Gambar 4. Cara pencatatan data koloni karang pada metode transek garis (English et al., 1994).
3.3.3. Ikan karang
Pengambilan data ikan karang dilakukan pada kedalaman yang berbeda yaitu
3 m untuk mewakili daerah dataran terumbu (Reef Flat) dan 10 m yang dianggap
sebagai lereng temmbu (Reef Slope). Pengamatan ini menggunakan metode
sensus visual sepanjang 85 m dengan 3 kali ulangan sepanjang 25 m tiap ulangan.
Batas pengamatan data ikan adalah 2,5
m
ke arah kiri dan ke arah kanan sehinggadata ikan karang ini adalah dengan mengidentifika5i spesies ikaa yang dijumpai
[image:38.530.80.406.104.380.2]dan jumlahnya.
Gambar 5. Pengambilan data ikan karang pada metode sensus visual.
3.4. Analisis data
3.4.1. Persentase penutupan karang hidup
Persentase penutupan biota terumbu karang digunakan untuk menghitung
penutupan biota yang dapat ditentukan sebagai berikut (English et al, 1994):
dimana:
L
= Persentase Penutuapan karang (%)Li
= Panjang Kategori genus ke-iN
= Panjang TransekKondisi penilaian ekosistem terumbu karang berdasarkan persentase
Tabe,
4.
Kisaran tingkat persentase penutupan k.arang.I
25 = 49,9I
SedangI
Persentase
penutupan (%)
0 - 24,9
Kisaran B W U ~
3.4.2. Indeks Mortalitas
Indeks mortalits atau indeks kematian digunakan untuk mengetahui tingkat
kematian dari temmbu karang dan merupakan analisis lanjutan dari persen
penutupan (Gomez, 1994 in Edinger et al., 1998), serta memperlihatkan besarnya
perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio tersebut diketahui melalui
lndeks Mortalitas Karang (XMK) dengan perhitungan:
75 - 100
IMK
=DC+R
LC+DC+R
Sangat baik
dimana: IMK = Indeks Mortalitas
LC = Penutupan karang hidup
DC = Penutupan karang mati
R
= Rubble (patahan karang)Nilai indeks mortalitas yang mendekati no1 menunjukkan bahwa tidak ada
p e ~ b a h a n berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati satu
menunjukkan bahwa terjadi perubahan berarti dari karang hidup menjadi karang
mati.
Persentase penutupan karang mati terdiri dari DC (Death Coral), DCA (Death.
3.43. Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman
(I?)
dan Dominansi (CJ ikan karang.3.4.3.1. Indeks Keanekaragaman ( H 3
Indeks Keanekaragaman atau keragaman (H? menunjukkan ukuran kekayaan
komunitas dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah
individu dalam setiap spesiesnya (Krebs, 1989). Indeks keanekaragaman
menyatakan keadaan populasi organisme secara matematis agar mempemudah
dalam menganalisa informasi jumlah individu masing-nlasing spesies ikan dalam
suatu komunitas habitat ikan dengan mmus :
dimana:
ff'
= indeks keanekaragamanS
= jumlah spesies ikan karangpi
= proporsi jumah individu pada spesies ikan karangLogaritma natural (in) digunakan untuk komunitas ikan karena ikan
mempakan biota yang aktif bergerak, memiliki kelimpahan relatif tinggi dan
preferensi habitat tertenb.
3.4.3.2. Indeks Keseragaman (Q
Mengetahui keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman populasi
(E), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas.
Keseragaman populasi dinyatakan sebagai perbandingan antara keragaman
dengan keseragaman maksimum. Perhitungan keseragaman ( E ) adalah sebagai
E
=
H'
.
. .
.
. . .
. .
.
. .
. . .
.
. . .
. . .
. . . .
. .
. . . .
.
. .
.
. .
. . .
.
. .
.
. .
.
.
.
.
.
.
. . .
. .
.
H
max
(4)dimana :
E
= Indeks keseragamanH'
= lndeks keanekaragamanH
max
= Xndeks keanekaragaman maksimum (In S)Nilai indeks berkisar antara 0 - 1 dengall kriteria sebagai berikut:
E
i
0,4 : Keseragaman kecil, komunitas tertekan0,4 < E 5 0,6 : Keseragaman sedang, komunitas labil
E > 0,6 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil
3.4.3.3. Indeks dominansi (C)
Menghitwig indeks doiiiinarisi suatu ikan karfig diguriakw indeks dominansi
Simpson (Odum, 1993), dengan rumus :
diiana:
C
= Indeks dominansi= perbandingan antara jumlah individu ikan karang spesies
ke-i (ni) dengan jurnlah individu ikan karang (N)
Indeks dnminansi berkisar antara 0 -
I,
apabila nilai mendekatiI
maka adakecenderungan satu individu mendominasi yang lainnya, dengan kriteria :
0,OO < C
i
0,30 : Dominansi rendah0,30 < C 5 0,60 : Dominansi sedang
4.
E4SIL
DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran umum terumbu karang di daerah pengamatan
Komponen penyuswi ekosistem terumbu karang yang ditemukan di perairan
Pulau Kelapa dan Pulau Harapan terdiri dari komponen biotik dan komponen
abiotik. Komponen biotik terdiri dari Acropora, Non Acropora, alga dan fauna
lain sedangkan komponen abiotik terdiri dari karang mati, pasir, serakan karang,
lunlpur, air dan batu.
Keadaan terumbu karang di perairan Pulau Kelapa dan Pulau Harapan
kondisinya banyak dipengaruhi oleh aktifitas manusia. Aktifitas manusia yang
berpengaruh negatif antara lain kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan kimia beracun, pembuangan sauh (jangkar) kapal, pembuangan bahan bakar
kapal ke laut dan pembuangan limbah rumah tangga ke perairan.
1.2. Kondisi perairau Pulau Kelapa
Pada penelitian ini parameter fisika dan kimia perairan diambil pada dua
daerah, yaitu daerah pelabuhan clan daerah non pelabuhan. Nilai kualitas air yang
didapatkan pada kedua daerah tersebut secara umum masih dalam kisaran normal
yang menunjang dalam pertumbuhan dan perkembangan hidup terumbu karang,
kecuali nilai nitrat yang masili di atas baku mutu perairan
Hasil pengukuran beberapa parameter fisika dan parameter kimia perairan
Tabel 5. Paranleter fisika dan kimia di stasiun pengamatan. Daerah Lokasi Pelabuhan Kedalaman
(m)
Kecerahan (m) Kec. danarah h s
/-
,-,
Non Pelabuhan Dermaga utara P.Kelapa (Stasiun 1) Suhu ("C)Salinitas (%o)
PH
D o (mdl)
Fosfat(md1) Nitrat(mgl1) Dermaga barat P.Kelapa (Stasiun 2) 2,47 31,O 31,O 8,OO 7,6 <0,001 <0,001 10 5,70 Dermaga selatan P.Kelapa (Stasiun 4) 3 3,OO 0,05 Barat 29,5 32,O 8,OO 7,6 <0,001 0,370 10 4,lO Dermaga Pulau Harapan (Stasiun 6) 3 3,OO 0,08 Barat 30,5 32,O 8,OO 6,8 <0,001 0,270 10 4,20 Barat P.Kelapa (Stasiun 3) 0,12 Timur 3 3,OO 29,O 33,O 8,OO 8,O <0,001 0,260
[image:43.797.52.741.109.477.2]4.2.1. Suhu
Nilai Suhu dari hasil pengukuran berkisar antara 28,O"C hingga 31,O"C. Suhu
rata-rata dari selumh stasiun pengamatan adalah 29,5'C dengan kisaran 28,O
-
31,O"C yang menunjukkan suhu di perairan Pulau Kelapa. Kehidupan dan
pertumbuhan terumbu karang ditentukan oleh kondisi suhu perairan sekitamya.
Wewan karang biasanya tumbuh pada suhu 18,O"C hingga 36,O"C dengan
pertumbul~an optimum berkisar antara 26,0°C hingga 28,O'C (Sukarno et al.,
1983).
4.2.2. Salinitas
Hasil pengamatan nilai salinitas berkisar antara 30,0960 hingga 33,0%0.
Salinitas rata-rata dari selumh stasiun pengamatan adalah 32,0%0. Pertumbuhan
terumbu karang dipengaruhi oleh kondisi perairan di sekitarnya, salah satunya
adalah salinitas perairan.
Kondisi salinitas yang baik untuk pertumbuhan temmbu karang berkisar
antara 30,O-35,0%0. Nilai salinitas yang diperoleh pada stasiun pengamatan masih
menunjukkan kisaran yang normal untuk pertumbuhan karang hermatipik yaitu
berkisar antara 32,O-35,0960 (Nybakken, 1992). Pengamh salinitas terhadap
karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan air laut dan p e n g a d
alam setempat seperti masukan air sungai, badai, hujan, sehingga kisaran saiinitas
bisa sampai 17,5 - 52,596 (Vaughan, 1919; Wells, 1932 in Supriharyono, 2000)-
4.2.3. Kecepatan arus
Kecepatan arus di lokasi pengamatan berkisar antara 0,04-0,12 d s .
terendah terdapat di dermaga Pulau Harapan sebesar 0,04 m/s ke arah barat dan
nilai tertinggi terdapat di dermaga selatan Pulau Kelapa sebesar 0,12 m/s ke arah
timw.
Kecepatan arus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perkembangan dan pertumbuhan terumbu karang. Adanya arus akan memberikan
oksigen dalam air, menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang dan
dapat memberikan makanan bagi terumbu karang (Nybakken, 1992).
4.2.4. Kecerahan
Tiugkat kecerahan pada kedalaman 3 meter pada semua stasiuu berkisar antara
2,47 meter hingga 3,00 meter, dengan rata-rata 2,91 meter. Nilai terendalr
terdapat di dermaga utara Pulau Kelapa sebesar 2,47 meter. Pada kedalaman 10
meter tingkat kecerahan berkisar antara 4,10 meter hingga 7,50 meter, dengan
rata-rata 5,20 meter. Nilai terendah terdapat di dermaga barat Pulau Kelapa
sebesar 4,10 meter dan nilai tertinggi terdapat di timw Pulau Harapan sebesar
7,50 meter.
Intensitas cahaya didapat dari tingkat kecerahan, cahaya sangat dibutuhkan
zooxanthellae untuk melakukan fotosintesis, yang dapat membantu koral untuk
membentuk terumbu. Titik kompensasi karang adalah pada kedalaman dimana
intensitas cahaya 15,O - 30,0% dari intensitas perrnukaan (Nybakken, 1992).
4.2.5. Derajat keasaman
@m
Nilai pH pada lokasi pengamatan bernilai sama sebesar 8,00 pada semua
stasiun. Derajat keasaman
OH)
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhanperkembangan terumbu karang yaitu pada pH 8,20 - 8,50 (Tomascik et al.,
1997).
Berdasarkan hasil pengamatan nilai pH berada pada batas normal sehingga
dapat dikatakan batas normal yang layak untuk pertumbuhan dan perkembangan
terumbu karang.
4.2.6. Oksigen terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan berkisar
antara 5,2 mg/l - 8,O mgll. Nilai DO tertinggi terdapat pada dermaga barat Pulau
Kelapa dan dermaga selatan Pulau Kelapa sebesar 8;0 mgll di kedalaman 10 meter
dan nilai terendah terdapat pada barat Pulau Kelapa dan dem~aga Pulau Harapan
sebesar 5,2 mgli di kedalaman 3 meter.
Batas normal oksigen terlarut (DO) dari pertumbuhan dan perkembangan
hewan karang addah >4,0 mgll, sedangkan kondisi optimal untuk pertumbuhan
dan perkembangan hewan karang adalah >6,0 mg/l.
4.2.7. Fosfat
Nilai fosfat yang terukur dari semua stasiun bernilai sangat kecil yakni bemilai
minus dapat dikatakan nilainya adalah <0,001 mg/l dengan nilai baku mutu 0,015
mg/l, ha1 ini menunjukkan bahwa nilai fosfat yang didapatkan tergolong rendah.
Nilai fosfat yang terukur sangat kecil, ha1 ini diduga karena adanya kerusakan
4.2.8. Nitrat
Nilai nitrat yang terukur berkisar antara <0,001 mg/l hingga 0,370 mg/l
dengan nilai baku mutu sebesar 0,008 mg/l, ha1 ini menandakan kandungan nitrat
di perairan termasuk kategori cukup tinggi.
Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran
antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia, kadar nitrat nitrogen yang lebih
dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutroJikasi (pengayaan) perairan
yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat
(Effendi, 2003).
4.3. Kondisi penutupan snbtrat dasar dan ikan karang 4.3.1. Indeks mortalitas karang
Kondisi terumbu karang dapat dikatakan memiliki rasio kematian yang tinggi
atau memiliki tingkat kesehatan yang rendah jika nilai indeks mortalitas karang
[image:47.523.68.437.217.754.2](IMK) mendekati satu ( English et al., 1994 ).
Gambar 6. Histogram indeks mortalitas karang.
Nilai indeks mortalitas pada semua stasiun berkisar antara 0,3 1 hingga 0,87,
sebesar 0,31 dan nilai indeks mortalitas tertinggi terdapat di daerah dermaga utara
Pulau Kelapa sebesar 0,87. Hal ini menunjukkan bahwa daerah pelabuhan
memiliki tingkat kematian tenunbu karang lebih tinggi dibanding kan dengan
daerah non pelabuhan.
Daerah timw Pulau Harapan merupakan daerah yang sangat jarang mendapat
tekanan dari aktifitas manusia yang dapat mengganggu ekosistem terumbu karang
sehingga tingkat kematian di daerah ini tergolong kecil, berbeda dengan daerah
dermaga utara Pulau Kelapa yang merupakan daerah pelabuhan dimana aktifitas
manusia sangat sering terjadi sehingga ekosistem terumbu karang dapat terganggu
bahkan mengakibatkan kematian.
Tingginya tingkat kematian dibeberapa stasiun pengamatan dikarenakan oleb
pengaruh dari kondisi perairan, seperti terjadinya proses sedimentasi, kurangnya
masukan oksigen air laut, banyaknya kandungan nutrien dalan~ perairan serta
pengaruh fisik dari aktifitas nelayan dan masyarakat sekitar, seperti penangkapan
ikan dengan zat beracun, penanbangan batu karang dan pasir, pembuangan
jangkar (sauh), turnpahan bahan bakar kapal dan pembuangan limbah rurnah
tawzga
4.3.2. Dermaga utara Pulau Kelapa (Stasiun 1)
Lokasi dermaga utara Pulau Kelapa merupakan lokasi yang diperuntukan
untuk pelabuhan kapal-kapal nelayan. Aktifitas nelayan sangat mempengaruhi
perhunbuhan dan perkenibangan terumbu karang di lokasi ini, selain mendapat
pengaruh dari aktifitas nelayan di lokasi ini juga mendapat ancaman dari kegiatan
dapat merusak ekosistem terumbu karang, ha1 ini disebabkan karena tubir tidak
jauh dari pesisir pantai.
Hasil pengamatan menunjukkan persentase penutupan karang keras (HC)
lebih rendah dibanding persentase penutupan karang yang telah ditumbuhi alga
(DCA) dan patahan karang (R). Penutupan karang batu pada kedalaman 3 meter
bernilai 17,83 % lebih rendah dari penutupan karang yang telah ditumbuhi alga
sebesar 23,55% dan patallan k m g (R) sebesar 55,400/.
I
I
i
. . . ..
HOHo~dComl, DCA=Dead Comldlgae, DC=DeodCorol, Ol'=Ofhcr, S = W
[image:49.530.53.442.26.615.2]SWSpongc, U=firbble, MAAhI(rvo A l p , TA=TqfAAlgo(rc, S e So$ Coml
i
Gambar
7.
Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerahdemaga utara Pulau Kelapa (Stasiun 1).
Pada kedalaman 10 meter penutupan karang keras bernilai 10,85%, kai-ang
yang telah ditumbuhi alga @CA) sebesar 66,39% dan patahan karang (R) sebesar
5,16%. Komposisi lain seperti pasir, sponge dan other juga ditemukan pada
lokasi ini, dengan persentase masing-masing di kedalaman 3 meter sebesar 7,48%
pasir (S), 0,82% sponge (SP) dan 0,56% other (OT), dan pada kedalaman 10
meter sebesar 17,53% pasir (S), 0,12% sponge (SP) dan 5,20% other (OT).
dapat digolongkan bahwa kondisi terumbu karang di lokasi ini dalam kondisi
b d(0-24,9%).
Persentase penutupan karang yang telah ditumbuhi alga @CA) lebih besar
dibanding penutupan karang keras, ha1 ini didukung dengan tingginya kadar nitrat
yang berkisar antara <0,001 mg/l hiigga 0,37 mgll dimana tingginya kadar nitrat
dapat memicu pertumbuhan alga yang sangat pesat serta tingkat kecerahan yang
kurang dapat menghambat pertumbuhan karang keras, di daerah ini juga
menunjukkan bahwa kematian karang te jadi pada waktu yang telah lama
sehiigga alga sudah dapat beradaptasi pada tipe subtrat karang mati. Hal ini
didukung dengan nilai indeks mortalitas karang pada lokasi ini yang bernilai 0,82
pada kedalaman 3 meter dan 0,87 pada kedalaman 10 meter. Kondisi tenunbu
karang dikatakan memiliki rasio kematian yang tinggi atau memiliki kesehatan
yang rendah jika nilai indeks mortalitasnya mendekati satu (English et al., 1994).
Hal ini juga bisa terjadi karena banyak nutrien tersedimentasi di daerah ini yang
dapat mendukung pesatnya pertumbuhan alga.
Tingginya tingkat kematian terumbu karang di daerah ini didukung oleh
banyaknya nelayan yang membuang minyak ke laut. Turnpahan minyak bail;
kecelakaan kapal di laut, kebocoran pipa penyalur minyak atau tumpahan ketika
pengisian bahan bakar kapal dapat mengganggu kesehatan karang. Banyak
penelitian membuktikan bahwa turnpahan minyak tersebut dapat mematikm
karang, walaupun beberapa spesies di antaranya mungkin ada yang tahan terhadap
minyak (Johannes et al., 1972 dan Spooner, 1970 in Supriharyono, 2000).
Komposisi bentuk pertumbuhan karang keras di lokasi ini didominasi oleh
pertumbuhan karang yang umumnya karang kompak menandakan bahwa lokasi
ini mendapat pengaruh pengntsakan yang sangat besar dari aktifitas nelayan dan
masyarakat di sekitar, karena bentuk pertumbuhan karang kompak lebih memiliki
toleransi pertumbuhan yang lebih kuat dibanding dengan bentuk pertumbuhan
karang yalg lain. Jenis genus karang keras (HC) yang umum ditemukan pada
stasiun ini diantaranya terdiri dari Porites, Hydnopora, Montipora, Favites,
Pectinia, Lobophylia, Pavona, Fuvia, Plutygvra dan Sympylia. Secara umum
kondisi terumbu karang pada daerah dermaga utara Pulau Kelapa (Stasiun 1)
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Kelimpahan ikan karang yang ditemukan di daerah dermaga utara Pulau
Kelapa sebanyak 406 ind/m2 dengan nilai indek keanekaragaman (H') sebesar
1,33 (3 m) dan 2,35 (10 m), nilai keseragaman
(4
sebesar 0,93 (3 m) dan 0,87 (10m) sedangkan nilai dominiu~si (C) sebesar 0,27 (3 m) dan 0,13 (1 0 m).
Jenis ikan yang mendominasi di daerah ini adalah Pomacentrus alexanderaa
dari farnili Pomacentridae, Scarus dimidiatus dan Scarus globiceps dari famili
Scaridae dan Apogon compressus dari farnili Apogonidae. Ikan dari famili
Pomacentridae merupakan jenis ikan herbivor pemakan alga bahkan dapai
memakan invertebrata kecil (Sale, 1991).
4.3.3. Dermaga barat Pulau Kelapa (Stasiun 2)
Pengamatan pada lokasi ini dilakukan di sebelah barat dermaga, dermaga ini
be&ngsi selain untuk aktifitas nelayan juga untuk tempat pelabuhan kapal-kapal
penumpang.
Persentase penutupan karang keras (HC) pada lokasi ini bernilai 13,56% pada
kondisi penutupan terumbu k m g pada lokasi ini termasuk dalam kondisi buruk
pada kedalanlan 3m dan 10 m (Gomez dan Yap, 1988), karena lokasi ini
mendapat pengaruh negatif yang sangat besar dari aktifitas nelayan dan
masyarakat sekitar bagi perturnbuhan dan perkembangan terumbu karang.
HC=Hnrd Cord, DCA=Dead Coroldlgoe, DC=DeadComl, OT=Othcr, +Sand
SP=S~orzxe. R=Rubblc. bfA=b4ano Alnoe. TA=TurfAlaop. SC= Sofi Coral
Ganbar 8. Histogram persentase penutupan subtrat dasar di daerah dermaga barat Pulau Kelapa (Stasiun 2).
Persentase penutupan karang yang telah ditumbuhi alga (DCA) di stasiun ini
umumnya bernilai lebih besar daripada penutupan karang keras, penutupan karang
yang telah ditumbuhi alga (DCA) pada kedalaman 3 meter bernilai 38,57% dan
pada kedalaman 10 meter bernilai 41,55%. Selain karang keras dan karang mati
yang telah ditumbuhi alga, di lokasi ini ditemukan juga penutupan pasir (S)
sebesar 26,84% (3 m) dan 40,17% (1 0 m), penutupatl pataban karang (R) sebesar
6,96% (3 m) dan 20,OO % (10 m), sponge (SP) sebesar 0,28% (3 m) dan 3,58%
(10 m), other (OT) sebesar 0,60% (3 m) dan 0,72% (10 m).
Tingginya persentase penutupan karatlg mati yang telah ditumbuhi alga
tekanan yang cukup serius dari aktifitas manusia (antropogenik). Dilihat dari
parameter perairan yang terukur, pada daerah ini masih dalam kriteria yang
kurang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu karang, dapat
dilihat dengan tingginya kadar nitrat yang berkisar antara 0,26 mg/l hingga 0,27
mg/l dimana dapat mendukung pertumbuhan alga. Hal ini didukung oleh indeks
mortalitas karang yang cukup besar yakni sebesar 0,77 pada kedalaman 3 meter
dan sebesar 0,87 pada kedalaman 10 meter. Persentase penutupan karang batu
yang bemilai kecil disebabkan persentase abiotik di daerah ini seperti pasir
memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan hewan karang menjadi lebih
kecil. Bentuk pertumbuhan karang keras di daerah ini didominasi oleh karang
yang memiliki tipe pertumbuhan yang kompak (Coral Massive).
Jenis genus karang batu (HC) yang umum ditemukan pada stasiun ini
diantaranya terdiri dari Porites, Pavona, Echinopora, Fungia, Chypastrea,
Montipora, Favites, Pectinia, Lobophylia, Favia. Secara umum kondisi terumbu
karang pada daerah dermaga barat Pulau Kelapa (Stasiun 2) dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Jenis ikan karang yang ditemukan pada daerah ini didominasi oleh spesies
Pomacentrus alexanderae, Chromis atripectoralis dan Chromis lepidolepis dari
famili Pomacentridae dan Apogon crysoponus, Apogon compressus dari famili
Apogonidae. Kelimpahan ikan karang yang ditemukan sebanyak 1072 ind/m2
dengan nilai indeks keanekaragaman sebesar 2,22 (3 m) dan 2,08 (10 m), nilai
keseragaman sebesar 0,76 (3 m) dan 0,70 (10 m) serta nilai dominansi sebesar
Tingginya penutupan karang mati yang telah ditumbuhi alga memungkinkan
banyaknya jenis ikan dari famili Pomacentridae, ikan karang yang ditemukan
merupakan ikan utama (mayor). Ikan karang ini belum diketahui peranannya
kecuali dalarn rantai makanan (Adrim, 1993).
4.3.4. Barat Pulau Kelapa (Stasiun 3)
Lokasi barat Pulau Kelapa merupakan non pelabuhan yang d i j a d i i
pembanding persentase terumbu karang pada daerah pelabuhan (dermaga utara
Pulau Kelapa, dermaga barat Pulau Kelapa, dermaga selatan Pulau Kelapa dan
dermaga Pulau Harapan).
Terumbu karang akan lebih baik berkembang pada daerah yang bergelombang
dan berarus sedang hingga besar, karena gelombang dan arus akan membawa
nutrien dan oksigen dalam air laut, menghalangi sedimentasi pada koloni karang
[image:54.523.67.434.6.789.2]dan memberi plankton yang baru untuk makanan koloni karang (Nybakken, 1992)
Persentase penutupan karang keras (HC) pada lokasi Barat Pulau Kelapa
bernilai 59,92% di kedalaman 3 meter dan 52,33% di kedalaman 10 meter.
Persentase penutupan karang batu di kedalaman 3 meter lebih besar dibanding
kedalam