• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Trichoderma harzianum DT 38 dalam Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Trichoderma harzianum DT 38 dalam Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Sektor pertanian dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan pangan manusia, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur essensial dalam diet manusia karena tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan Shane 2002). Salah satu produk pertanian yang banyak mengandung vitamin adalah tomat (Solanum lycopersicum).

Tomat (S. lycopersicum) merupakan tanaman tropis yang berasal dari benua Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim 2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak diusahakan secara komersial, dapat dinikmati dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol) serta merupakan sumber vitamin A dan C (Anissyah 2003).

Secara umum tomat mudah ditumbuhkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara tersebut dapat diserap oleh akar ataupun melalui penangkapan dari udara (fiksasi). Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh tanaman karena terjerap oleh partikel tanah ataupun terbawa oleh aliran air sehingga tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini yang menyebabkan tanaman mengalami defisiensi P walaupun kandungan P total tanah cukup memadai (Isroi 1998).

Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat semakin mendapat perhatian pada beberapa tahun terakhir untuk mengatasi masalah rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai salah satu mikrob tanah yang berfungsi sebagai biokontrol, biodekomposer, dan pemacu pertumbuhan tanaman (Harman 1996). Pada penelitian ini telah diuji kemampuan T. harzianum isolat DT 38 koleksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari pengaruh pemberian T. harzianum DT 38

pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus, dan Mycobacterium. Sedangkan dari golongan jamur antara lain Aspergillus niger, A. candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium, dan Phialotobus (Yuwono 2006).

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang lebih sering dikenal sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA) adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang sangat penting dalam mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme, dan geotropisme (Anonim 2006). Pada penelitian ini juga dipelajari kemampuan T. harzianum DT 38 dalam memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan Agrios (1997) disebutkan bahwa beberapa fungi yang berkemampuan menginduksi produksi IAA pada akar tanaman tempatnya menempel juga mampu memproduksi IAA yang secara langsung dilepaskan ke tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi T. harzianum DT 38 dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan dalam memproduksi IAA, serta menentukan pengaruh pemberian T. harzianum DT 38 pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum).

TINJAUAN PUSTAKA

Trichoderma harzianum

(2)

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Sektor pertanian dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan pangan manusia, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur essensial dalam diet manusia karena tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan Shane 2002). Salah satu produk pertanian yang banyak mengandung vitamin adalah tomat (Solanum lycopersicum).

Tomat (S. lycopersicum) merupakan tanaman tropis yang berasal dari benua Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim 2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak diusahakan secara komersial, dapat dinikmati dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol) serta merupakan sumber vitamin A dan C (Anissyah 2003).

Secara umum tomat mudah ditumbuhkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara tersebut dapat diserap oleh akar ataupun melalui penangkapan dari udara (fiksasi). Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh tanaman karena terjerap oleh partikel tanah ataupun terbawa oleh aliran air sehingga tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini yang menyebabkan tanaman mengalami defisiensi P walaupun kandungan P total tanah cukup memadai (Isroi 1998).

Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat semakin mendapat perhatian pada beberapa tahun terakhir untuk mengatasi masalah rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai salah satu mikrob tanah yang berfungsi sebagai biokontrol, biodekomposer, dan pemacu pertumbuhan tanaman (Harman 1996). Pada penelitian ini telah diuji kemampuan T. harzianum isolat DT 38 koleksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari pengaruh pemberian T. harzianum DT 38

pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus, dan Mycobacterium. Sedangkan dari golongan jamur antara lain Aspergillus niger, A. candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium, dan Phialotobus (Yuwono 2006).

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang lebih sering dikenal sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA) adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang sangat penting dalam mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme, dan geotropisme (Anonim 2006). Pada penelitian ini juga dipelajari kemampuan T. harzianum DT 38 dalam memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan Agrios (1997) disebutkan bahwa beberapa fungi yang berkemampuan menginduksi produksi IAA pada akar tanaman tempatnya menempel juga mampu memproduksi IAA yang secara langsung dilepaskan ke tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi T. harzianum DT 38 dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan dalam memproduksi IAA, serta menentukan pengaruh pemberian T. harzianum DT 38 pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum).

TINJAUAN PUSTAKA

Trichoderma harzianum

(3)

2

Gambar 1 T. harzianum dalam cawan petri

(Harman 1976).

koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua, mempunyai konidia aseksual berbentuk globus yang tersusun seperti buah anggur, dan pertumbuhannya cepat (Anonim 2002). T. harzianum tidak mempunyai tahap aseksual, tetapi mempunyai spora aseksual (Harman 1976).

T. harzianum adalah salah satu jenis fungi yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri dan Samuels 2002; Chet 2001; Harman 1996; Marco dan Felix 2002). Keunggulan T. harzianum antara lain mengunakan biaya relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai pengaruh positif pada keseimbangan tanah, dan tidak mempunyai efek berbahaya pada manusia. Sebagai biokontrol, T. harzianum dapat bertindak antara lain membentuk koloni di tanah atau pada bagian tanaman lalu mencegah pertumbuhan fitopatogen, memproduksi enzim perusak dinding sel fitopatogen, memproduksi antibiotik yang dapat membunuh fitopatogen, menunjang pertumbuhan tanaman, menstimulasi mekanisme pertahanan tanaman (Monte 2001).

Tanaman pada tanah yang diberi perlakuan. T. harzianum mengalami peningkatan pertumbuhan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan perkecambahan, pembungaan, dan berat tanaman (Chang dan Baker 1986). Fenomena peningkatan pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan T. harzianum terlihat pada tanaman jagung, tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986).

Unsur Hara P (Fosfor)

Unsur hara merupakan bahan dasar untuk pabrik raksasa di dalam tubuh tanaman. Tanaman akan mengabsorbsi ion-ion yang terdapat di sekitar daerah perakaran. C, H, O, N, P, dan S merupakan unsur-unsur yang menyusun protein atau protoplasma tanaman. Kerak bumi merupakan sumber cadangan P. Menurut Schulte dan Kelling (1996) P tanah dibagi menjadi dua kategori yaitu P organik dan P anorganik. Keduanya merupakan

sumber P yang penting bagi tanaman, tetapi ketersediaannya dikendalikan oleh karakteristik tanah dan kondisi lingkungan. Unsur P juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukarkan dan terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. P masuk ke dalam biosfer melalui proses serapan oleh tanaman dan jasad mikro (Soepardi 1983).

Unsur P adalah hara utama bagi tanaman yang penting untuk perkembangan akar, awal perbungaan, dan pematangan buah (Anonim 2000). Fungsi P pada tanaman sulit dinyatakan secara rinci, namun penting bagi tanaman yaitu pada (1) pembelahan sel dan pembentukan lemak, (2) pembungaan dan pembuahan termasuk pembentukan biji, (3) perkembangan akar halus berserabut, (4) peningkatan kekuatan batang pada tanaman serelia, (5) peningkatan mutu tanaman, (6) memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu (Brady 1982). Tanaman biasanya mengabsorbsi P dalam bentuk ion H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk HPO42-. Absorbsi kedua ion tersebut oleh tanaman dipengauhi oleh pH tanah sekitar akar (Leiwakabessy et al. 2003). Akar tanaman cenderung tumbuh ke arah daerah yang mengandung banyak P (Ismunadji et al. 1991). Unsur hara P masuk ke dalam tanaman melalui akar rambut, ujung akar, dan sel luar akar. Selanjutnya, P akan didistribusikan ke tiap sel dalam tanaman dan bereaksi secara kimia dengan senyawa organik lainnya membentuk senyawa yang lebih kompleks seperti enzim, asam nukleat, dan protein. Unsur hara P juga digunakan untuk menyimpan dan mentransfer energi melalui senyawa kaya energi, yaitu ATP dan ADP.

Unsur hara P yang tidak memadai akan mengakibatkan berbagai proses kimia di dalam tanaman terhambat. Defisiensi P akan menghambat serapan unsur lain, menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta kematangan buah, juga menghambat perkembangan daun dan perakaran sehingga sintesis protein tidak dapat berlangsung dengan baik (Tisdale dan Nelson 1975). P merupakan unsur yang sangat mobil di dalam tanaman dan ketika terjadi defisiensi, maka akan terjadi translokasi P dari jaringan tanaman yang sudah tua ke jaringan tanaman yang sedang aktif berkembang (Griffith 2004).

(4)

3

Al tinggi (Anonim 2000). Menurut Brady (1982) secara umum ada tiga masalah pada P tanah, yaitu (1) jumlah total dalam tanah yang sedikit, (2) ketersediaan P yang dapat langsung diserap oleh tanaman sangat kecil, dan (3) fiksasi fosfat dapat larut yang ditambahkan melalui pemupukan. Reaksi yang terjadi selama pelarutan P dari bentuk tidak tersedia adalah reaksi kelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Asam organik yang membentuk kompleks lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif melepas Fe, Al, dan mineral tanah lainnya sehingga akan melepas P dalam jumlah lebih banyak (Yuwono 2006).

Mikrob tanah berperan penting dalam proses pelarutan mineral yang tadinya berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam yang dapat diserap oleh akar. Sebagai contoh unsur P dalam senyawa kompleks batuan akan terlarutkan oleh kelompok mikrob pelarut fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman (Aryantha 2003). Mikrob yang berperan dalam pelarutan atau pelepasan unsur hara P adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus, dan Mycobacterium, sedangkan dari golongan jamur antara lain Aspergillus niger, A. Candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium, dan Phialotobus (Yuwono 2006).

Indole Acetic Acid (IAA)

Indole Acetic Acid (IAA) (Gambar 2) adalah auksin endogen atau auksin yang terdapat pada tanaman (Maslahat dan Suharyanto 2005). Seperti telah diketahui bahwa auksin adalah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang pertama kali ditemukan dan menjadi dasar utama sinyal pertumbuhan tanaman (Anonim 2007). Sedangkan ZPT adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (± 1 μM) yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman, senyawa tersebut pada umumnya ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman yang akan menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2001).

IAA adalah suatu molekul yang dapat dihasilkan oleh tanaman dan mikrob. IAA memegang peranan penting dalam pertumbuhan akar dan tunas pada tanaman (Prusty et al 2004). IAA disintesis pada

Gambar 2 Struktur IAA (http:/en.wikipedia. org/wiki/image:IAAII.png 2007). bagian meristem akar suatu tanaman dalam jumlah kecil. Mekanisme kerja IAA dapat mendorong elongasi sel pada kleoptil dan ruas tanaman. Elongasi sel terutama terjadi pada arah vertikal diikuti dengan pembesaran sel. IAA berperan dalam mengaktifkan pembuatan komponen sel, dinding sel, dan menyusun kembali ke dalam suatu matriks dinding sel yang utuh (Maslahat dan Suharyanto 2005).

Beberapa mikrob seperti bakteri, fungi, dan algae tanah mampu menghasilkan IAA yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Lee et al. 2004). IAA yang dihasilkan oleh mikrob akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Mikrob yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain Pseudomonas sp dan Azotobacter sp (Isroi 2004).

Tomat (Solanum lycopersicum) Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu suku Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat (S. lycopersicum) berasal dari negara Peru dan Ekuador (benua Amerika bagian tengah dan selatan), kemudian menyebar ke seluruh benua Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropis. Tomat mulai ditanam di Indonesia sesudah kedatangan penjajah Belanda (Anonim 1999). Klasifikasi tanaman tomat (S. lycopersicum) yaitu kerajaan Plantae, divisi Spermatophyta, anak divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Solanales, suku Solanaceae, marga Solanum, jenis Solanum lycopersicum (Anonim 2007).

(5)

4

Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik yang siap dipanen (Nusrat 2006). antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur hara P sangat penting bagi tanaman tomat karena unsur P penting untuk perkembangan akar, awal perbungaan, dan pematangan buah. Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P maka akan terlihat pada warna tanaman yang hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan kecil (Anonim 2000).

Saat ini juga banyak dikembangkan pertanian secara organik. Pertanian organik adalah suatu sistem manajemen produksi pertanian yang dapat memacu aktivitas biologis lahan atau tanah berdasarkan penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan untuk mengembalikan, memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keselarasan ekologis (Diver et al 1999). Penghematan biaya produksi budidaya tanaman dapat dicapai dengan penerapan sistem pertanian organik, yakni penambahan aplikasi pupuk mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian yang juga disebut sebagai pertanian green house atau pertanian yang mengunakan rumah kaca tersebut juga dilaporkan dapat meningkatkan produksi tomat. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar dari hama, khususnya serangga (Rahardjo 2006).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38, Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar), kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4, (NH4)2SO4, KCl, MgSO4.7H2O, MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4 pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%, ammonium molibdat, K antimonil tartrat, asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4, yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,

laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik, neraca analitik, pemanas, pengaduk bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf 5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis, tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik 300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.

Metode Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode rancangan percobaan RAL pada perhitungan tinggi tanaman dengan persamaan sebagai berikut

Yij = μ + τi + εij i = 1,2

j = 1,2,...,20

Yij = pengamatan tinggi tanaman pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Peremajaan T. harzianum DT 38

Media MEA (Malt Extract Agar) yang telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril. Penuangan dilakukan di laminar air flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke dalam cawan petri, media dibiarkan hingga padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi T. harzianum DT 38 yang telah tersedia ditanam pada media tersebut. Isolat fungi yang tersedia digores dan dipindahkan ke dalam media MEA secara steril. Masing-masing isolat dikulturkan pada 10 media MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5 hari.

Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif (Goenadi dan Saraswati 1993)

(6)

4

Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik yang siap dipanen (Nusrat 2006). antara 6.2 sampai 6.8, dan kandungan unsur hara khususnya P (Anissyah 2003). Unsur hara P sangat penting bagi tanaman tomat karena unsur P penting untuk perkembangan akar, awal perbungaan, dan pematangan buah. Bila tanaman tomat kekurangan unsur hara P maka akan terlihat pada warna tanaman yang hijau gelap, batang yang kerdil, kurus dan kecil (Anonim 2000).

Saat ini juga banyak dikembangkan pertanian secara organik. Pertanian organik adalah suatu sistem manajemen produksi pertanian yang dapat memacu aktivitas biologis lahan atau tanah berdasarkan penggunaan bahan tambahan (pupuk) kimia secara minimal. Sistem pertanian ini bertujuan untuk mengembalikan, memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keselarasan ekologis (Diver et al 1999). Penghematan biaya produksi budidaya tanaman dapat dicapai dengan penerapan sistem pertanian organik, yakni penambahan aplikasi pupuk mikrob (Aryantha 2003). Sistem pertanian yang juga disebut sebagai pertanian green house atau pertanian yang mengunakan rumah kaca tersebut juga dilaporkan dapat meningkatkan produksi tomat. Hal ini dikarenakan tanaman tersebut dapat terhindar dari hama, khususnya serangga (Rahardjo 2006).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat jamur T. harzianum DT 38, Aspergillus sp., MEA (Malt Extract Agar), kentang, gula pasir, D(+)-Glucose, K2HPO4, (NH4)2SO4, KCl, MgSO4.7H2O, MnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, K2HPO4, H2SO4 pekat, FeCl3.6H2O 0.5 M, HCl 25%, ammonium molibdat, K antimonil tartrat, asam askorbat, KH2PO4, HNO3 pekat, HClO4, yeast extract, bubuk agar, akuades, bubuk IAA, tanah miskin (oxisol) Ciomas, dan Promi Alat yang digunakan yaitu peralatan gelas,

laminar air flow cabinet, cawan petri, jarum inokulum, alumunium foil, pipet volumetrik, neraca analitik, pemanas, pengaduk bergoyang, vortex, sentrifus Eppendorf 5417R, autoklaf, spektrofotometer UV-Vis, tabung Eppendorf, mikropipet, gelas plastik 300 g, sekop kecil, dan sarung tangan.

Metode Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode rancangan percobaan RAL pada perhitungan tinggi tanaman dengan persamaan sebagai berikut

Yij = μ + τi + εij i = 1,2

j = 1,2,...,20

Yij = pengamatan tinggi tanaman pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Peremajaan T. harzianum DT 38

Media MEA (Malt Extract Agar) yang telah disterilisasi dituang ke cawan petri steril. Penuangan dilakukan di laminar air flow cabinet secara aseptik. Setelah dituang ke dalam cawan petri, media dibiarkan hingga padat. Setelah media MEA padat, isolat fungi T. harzianum DT 38 yang telah tersedia ditanam pada media tersebut. Isolat fungi yang tersedia digores dan dipindahkan ke dalam media MEA secara steril. Masing-masing isolat dikulturkan pada 10 media MEA. Setelah selesai, cawan petri ditutup dengan mikrofilm dan diinkubasi selama 5 hari.

Analisis Fungi Pelarut P Secara Kualitatif (Goenadi dan Saraswati 1993)

(7)

5

25 oC. Indeks pelarutan P yang dihasilkan diukur setiap hari.

Analisis Fungi Pelarut P Secara Kuantitatif (Altomare et al. 1999)

Media yang digunakan untuk analisis fungi pelarut P secara kuantitatif adalah media cair SY (Sucrose Yeast). Sebanyak 100 mL media cair SY yang ditambah dengan 50 mg K2HPO4 disterilkan, setelah itu diinokulasi oleh 1 mL T. harzianum DT 38 dengan kerapatan 106, lalu diinkubasi di pengaduk bergoyang pada suhu kamar. Sebanyak tiga kali ulangan sampel dianalisis di laboratorium analitik BPBPI dari hari 0 sampai hari ke-4. Sampel yang telah siap ditambah dengan pewarna molibdat sebanyak 5 mL, kemudian didiamkan selama 15 menit untuk pengembangan warna, lalu siap dianalisis menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm.

Analisis Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 (Maslahat dan Suharyanto 2005)

Sebanyak 1 potongan kotak (dadu) biakan T harzianum DT 38 diambil dari cawan petri media MEA, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25 o

C di pengaduk bergoyang. Biakan dalam media cair PDB pada hari ke-3 dan ke-7 diambil masing-masing sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf. Setelah itu diendapkan dengan metode sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 11000 rpm pada suhu kamar (25 o

C). Selanjutnya supernatan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan masing-masing 2 mL pereaksi Salkowski yang dibuat dari 150 mL H2SO4 pekat, 7.5 mL FeCl3.6H2O, dan 250 mL akuades lalu dikocok menggunakan vortex. Larutan ini didiamkan selama 30 menit supaya terbentuk warna. Setelah itu absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm. Perlakuan dilakukan duplo.

Analisis kadar IAA dihitung menggunakan kurva standar larutan IAA berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan sama. Perlakuan dilakukan duplo.

Pembuktian Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (S. lycopersicum) dalam Rumah Kaca

Perlakuan yang dilakukan antara lain adalah 20 gelas tanah miskin plus Promi di bagian atas dan 20 gelas tanah miskin.

Sebanyak 20 kg tanah miskin yang diambil dari Ciomas disiapkan. Tanah disterilisasi dalam waktu 3 hari berturut-turut. Sebanyak 40 gelas plastik ukuran volume 300 mL yang telah dibolongi bagian bawahnya untuk aliran air disiapkan. Tanah yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam gelas plastik tersebut masing-masing 400 g sesuai dengan kelompok perlakuannya masing-masing. Tanah disiram, lalu ditanami dengan bibit tomat yang telah berkecambah pada umur 4 hari. Tiap gelas ditanami oleh 2 kecambah tomat. Tinggi tanaman tomat (S. lycopersicum) diukur setiap 7 hari sekali sampai usia 28 hari.

Analisis Kandungan P pada Tanah

Analisis kandungan P dalam tanah dilakukan antara lain terhadap tanah sebelum dan setelah ditanami tanaman tomat (S. lycopersicum), dari perlakuan dan kontrol. Persiapan yang dilakukan adalah menyisihkan sebanyak 1 kg tanah steril yang akan digunakan untuk media tanam (tanah sebelum tanam), 1 kg tanah setelah tanam yang sudah dijemur kering (masing-masing perlakuan). Setelah itu sampel tanah siap untuk dianalisis. Analisis dilakukan di Laboratorium Analitik BPBPI.

Analisis kandungan P pada tanah yang dilakukan menggunakan metode spektrofotometer dengan ekstraksi HCl 25%. Sebanyak 4 g contoh tanah ditambah 20 mL HCl 25% dimasukkan ke dalam botol, lalu dikocok pada shaker selama 6 jam. Setelah itu ekstrak yang dihasilkan disaring. Ekstrak yang dihasilkan dipipet sebanyak 2 mL, ditambah 2 mL asam fleisman yang dibuat dari H2SO4 pekat dan HNO3 pekat dengan perbandingan 1:1, lalu dipanaskan di atas pemanas sampai cairan berwarna jernih. Setelah didinginkan, larutan ditera pada labu ukur 50 mL dengan akuades. Sebanyak 1 mL larutan tersebut diambil, ditambah 5 mL pereaksi pewarna, didiamkan selama 15 menit untuk pengembangan warna, lalu siap diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm. Analisis kadar P dihitung menggunakan kurva standar larutan P2O5 berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan sama.

(8)

6

pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1 L. Pereaksi dibuat segar.

Analisis Kandungan P pada Daun

Persiapan yang dilakukan adalah memetik semua daun dari tanaman tomat (S. lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC. Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis. Analisis dilakukan di laboratorium analitik BPBPI.

Analisis kandungan P pada daun yang dilakukan menggunakan metode spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g, dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL, ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan selama satu malam. Hari berikutnya bahan dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5 mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih. Setelah itu didinginkan dan ditera dengan akuades.

Larutan hasil destruksi diencerkan sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL pereaksi pewarna, kemudian didiamkan selama 30 menit untuk pengembangan warna. Setelah itu larutan siap untuk diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm. Analisis kandungan P pada daun diukur menggunakan kurva standar larutan P2O5 berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan sama.

Pereaksi pewarna dibuat dengan cara mempersiapkan pereaksi pekat terlebih dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L, ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat kemudian ditera lagi dengan akuades. Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 500 mL. Pereaksi dibuat segar.

Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25 o

C selama 5 hari di pengaduk bergoyang. Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring, lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali ke daun tanaman tomat yang telah ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7 hari sekali sampai usia 21 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.

harzianum DT 38

T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan pada medium agar Pikovskaya tidak menghasilkan zona bening yang diharapkan. T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke dalam medium agar Pikovskaya hanya memperlihatkan koloni yang masih berupa miselium berwarna putih pada pengamatan hari ke-1 sampai dengan hari ke-3. Pengamatan pada hari ke-6 koloni T. harzianum DT 38 menunjukkan miselium berwarna putih yang telah menyebar ke seluruh permukaan media agar Pikovskaya dan adanya titik-titik spora yang berwarna hijau, namun tidak ditemukan adanya zona bening di sekitar koloni.

Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding pada uji pelarutan P secara kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar 4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona bening di sekitar koloninya pada pengamatan hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20 cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi berkurang. Zona bening yang terbentuk mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang sudah berupa spora yang berwarna hitam. Seluruh media agar Pikovskaya di cawan terlihat bening atau jernih pada pengamatan hari ke-6 (Tabel 1).

(9)

6

pekat dan 1.06 g asam askorbat, lalu ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 1 L. Pereaksi dibuat segar.

Analisis Kandungan P pada Daun

Persiapan yang dilakukan adalah memetik semua daun dari tanaman tomat (S. lycopersicum) perlakuan dan kontrol. Daun tersebut dikeringkan di dalam oven 60oC. Setelah itu sampel daun siap untuk dianalisis. Analisis dilakukan di laboratorium analitik BPBPI.

Analisis kandungan P pada daun yang dilakukan menggunakan metode spektrofotometer. Destruksi basah dilakukan dengan cara menimbang contoh daun 0.25 g, dimasukkan ke dalam labu destruksi 50 mL, ditambah 5 mL HNO3 pekat, lalu didiamkan selama satu malam. Hari berikutnya bahan dipanaskan di atas pemanas, lalu ditambah 0.5 mL HClO4 sampai larutan menjadi jernih. Setelah itu didinginkan dan ditera dengan akuades.

Larutan hasil destruksi diencerkan sebanyak 10 kali. Sebanyak 2 mL larutan tersebut diambil, lalu ditambah 10 mL pereaksi pewarna, kemudian didiamkan selama 30 menit untuk pengembangan warna. Setelah itu larutan siap untuk diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 693 nm. Analisis kandungan P pada daun diukur menggunakan kurva standar larutan P2O5 berbagai konsentrasi yang diberi perlakuan sama.

Pereaksi pewarna dibuat dengan cara mempersiapkan pereaksi pekat terlebih dahulu. Pereaksi pekat dibuat dari 100 mL akuades yang ditung ke dalam labu ukur 1 L, ditambah 12 g ammonium molibdat, 0.277 g K antimonil tartrat, dan 120 mL H2SO4 pekat kemudian ditera lagi dengan akuades. Pereaksi pewarna dibuat dari 50 mL pereaksi pekat dan 0.53 g asam askorbat, lalu ditepatkan dengan akuades pada labu ukur 500 mL. Pereaksi dibuat segar.

Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 Biakan T. harzianum DT 38 dipotong dadu dari cawan petri, lalu dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL yang berisi 50 mL media cair PDB steril dan diinkubasi pada suhu 25 o

C selama 5 hari di pengaduk bergoyang. Setelah itu filtrat yang dihasilkan, disaring, lalu siap untuk disemprotkan dua hari sekali ke daun tanaman tomat yang telah ditumbuhkan sebelumnya sebanyak satu semprotan. Tinggi tanaman diukur setiap 7 hari sekali sampai usia 21 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelarutan P Secara Kualitatif oleh T.

harzianum DT 38

T. harzianum DT 38 yang ditumbuhkan pada medium agar Pikovskaya tidak menghasilkan zona bening yang diharapkan. T. harzianum DT 38 yang diinokulasi ke dalam medium agar Pikovskaya hanya memperlihatkan koloni yang masih berupa miselium berwarna putih pada pengamatan hari ke-1 sampai dengan hari ke-3. Pengamatan pada hari ke-6 koloni T. harzianum DT 38 menunjukkan miselium berwarna putih yang telah menyebar ke seluruh permukaan media agar Pikovskaya dan adanya titik-titik spora yang berwarna hijau, namun tidak ditemukan adanya zona bening di sekitar koloni.

Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding pada uji pelarutan P secara kualitatif ini adalah Aspergillus sp. (Gambar 4). Aspergillus sp. dapat menghasilkan zona bening di sekitar koloninya pada pengamatan hari ke-2 (1.41 cm), namun mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-3 (1.20 cm). Hal ini menunjukkan bahwa laju kemampuan melarutkan P tetap ada tetapi berkurang. Zona bening yang terbentuk mengelilingi koloni Aspergillus sp. yang sudah berupa spora yang berwarna hitam. Seluruh media agar Pikovskaya di cawan terlihat bening atau jernih pada pengamatan hari ke-6 (Tabel 1).

(10)

7

Gambar 4 T. harzianum DT 38 (atas) dan Aspergillus sp. (bawah) pada media agar Pikovskaya.

Tabel 1 Nilai indeks pelarutan P

T. harzianum DT 38 dan Aspergillus sp.

Jenis Perlakuan

Rata-rata indeks pelarutan P (cm) hari ke-

1 2 3 6

T. harzianum

DT 38 - - - -

Aspergillus sp. (kontrol +)

- 1.41 1.20 * Ket : - tidak ada indeks pelarutan P

* seluruh permukaan cawan bening

Pelarutan P Secara Kuantitatif oleh T. harzianum DT 38

Medium cair SY yang diinokulasi oleh T. harzianum DT 38 mengalami perubahan warna yang agak keruh setelah waktu inkubasi 1 hari. Bila media didiamkan (tidak digoyang) akan terlihat endapan yang berwarna putih yang merupakan miselium dari T. harzianum DT 38 tersebut. Warna yang semakin keruh akan terlihat seiring dengan lamanya waktu inkubasi.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya pelarutan unsur P pada media cair SY yang ditambah K2HPO4 oleh T. harzianum DT 38 (Gambar 5). Pelarutan P tertinggi adalah pada waktu inkubasi 1 hari dan terendah adalah pada waktu inkubasi 2 hari. Pelarutan P yang bervariasi pada waktu inkubasi 1 sampai 4 hari disebabkan adanya perbedaan aktivitas T. harzianum DT 38 yang diinokulasikan ke dalam medium cair SY tersebut. Pada waktu inkubasi hari ke-0 kemampuan T. harzianum DT 38 dalam melarutkan P masih sedikit, sedangkan pada waktu inkubasi hari ke-1 meningkat pada titik optimumnya (11.4044 μg/mL). Angka konsentrasi P sebesar 5.9879 μg/mL terlihat pada waktu inkubasi 2 hari, kemudian naik lagi pada heri ke-3 (7.7193 μg/mL) dan kembali turun pada hari ke-4 (7.2799 μg/mL). Hal ini menunjukkan bahwa hari ke-1 adalah waktu yang optimum bagi T. harzianum DT

0 5 10 15 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5

0 1 2 3 4 5

H a ri

Ko n se n tr a si (u g /m L )

Gambar 5 Pelarutan HPO4- ( ), kontrol HPO4- ( ), P ( ), kontrol P ( ) oleh T. harzianum DT 38. 38 dalam melarutkan P.

Konsentrasi unsur P yang terukur pada waktu inkubasi hari ke-1 lebih tinggi dibandingkan dengan waktu inkubasi hari ke-0. Hal tersebut disebabkan senyawa K2HPO4 dikonsumsi dan disimpan di miselium T. harzianum DT 38 pada hari ke-0, kemudian akan dikeluarkan kembali dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu unsur P pada hari ke-1. Adanya alasan tersebut memperkuat eksistensi T. harzianum DT 38 sebagai mikrob pengendali (biokontrol) dalam tanah yang berkompetisi dengan mikrob patogen lain seperti Pythium dan Rhizoctonia yang tidak dapat melarutkan P dalam tanah sehingga dapat mengurangi keberadaannya (Altomare et al. 1999). Hal lain yang juga diperkirakan

adalah kemampuan T. harzianum

mengeluarkan asam-asam organik seperti asam sitrat dan asam oksalat pada media cair SY sehingga menyebabkan senyawa K2HPO4 membebaskan P menjadi ion fosfat dengan reaksi

K2HPO4 2K+ + HPO42- Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38

T. harzianum DT 38 yang dikulturkan pada media cair PDB membentuk miselium berwarna putih setelah diinkubasi selama 2 hari. Miselium yang terbentuk semakin banyak seiring lamanya waktu inkubasi. Pada inkubasi hari ke-7, miselium yang terbentuk semakin banyak, sehingga cairan PDB atau filtrat yang ada tinggal sedikit.

(11)

8

konsentrasi IAA yang dihasilkan cukup tinggi (14.90 μM), namun mengalami penurunan pada analisis hari ke-7 (12.70 μM). Hal ini menunjukkan bahwa T. harzianum DT 38 memproduksi IAA yang jauh lebih rendah daripada bakteri rhizosfer (413.75 μM) dengan waktu inkubasi selama 3 hari (Maslahat dan Suharyanto 2005). T. harzianum DT 38 mengalami penurunan produksi IAA setelah masa inkubasi 7 hari diduga karena adanya perubahan lingkungan seperti berkurangnya sumber makanan.

Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 yang diaplikasikan ke tanaman tomat (S. lycopersicum) dilakukan dengan cara menyemprot daun tanaman tomat (S. lycopersicum) usia 35 hari setelah tanam atau 0 hari setelah mulai penyemprotan dengan filtrat media cair PDB yang telah diinokulasi oleh T. harzianum DT 38 usia 5 hari. Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman usia 7 hari setelah mulai penyemprotan analisis sidik ragam statistik menunjukkan bahwa tinggi tanaman yang disemprot dengan filtrat PDB yang diinohkulasi T. harzianum DT 38 dengan kontrol yang hanya disemprot air tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Analisis sisik ragam statistik yang menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap kedua perlakuan di atas juga berlaku pada usia tanaman 14 dan 21 hari setelah mulai penyemprotan. Hasil yang tidak berbeda nyata antara kedua perlakuan dapat disebabkan karena IAA yang diproduksi oleh T. harzianum DT 38 masih tergolong sangat rendah. Berdasarkan hasil analisis produksi IAA yang dilakukan, konsentrasi IAA tertinggi pada hasil inkubasi hari ke-3 (14.90 μM), sedangkan filtrat yang digunakan untuk menyemprot berusia 5 hari. Hal tersebut dapat diperkirakan bahwa T. harzianum DT 38 sudah mengalami penurunan produksi IAA karena hasil analisis produksi IAA dengan waktu inkubasi 7 hari adalah 12.70 μM. Kandungan senyawa lain seperti enzim dan metabolit sekunder lainnya dalam filtrat PDB serta kemampuan penyerapan oleh stomata di daun juga merupakan pengaruh yang dapat dipertimbangkan.

Tabel 2 Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38

Waktu Inkubasi

(hari) [IAA] (μM)

3 14.90 7 12.70

Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (S. lycopersicum)

Pembuktian pemacuan pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum) yang dilakukan di rumah kaca menunjukkan hasil yang berbeda antara perlakuan dan kontrol. Tanaman tomat (S. lycopersicum) perlakuan

menggunakan T. harzianum DT 38

mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi T. harzianum DT 38. Adanya perbedaan dilihat dari tinggi tanaman, lebatnya akar, dan jumlah daun yang lebih banyak pada tanaman perlakuan yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 (Gambar 6).

Perbedaaan antara kontrol dan perlakuan yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 dapat dilihat mulai dari usia tanaman 7 hari setelah tanam. Perbedaan tersebut dapat dikatakan sangat berbeda nyata menggunakan analisis sidik ragam statistik pada taraf 1%. Analisis sidik ragam statistik sangat berbeda nyata juga ditunjukkan pada usia tanaman 14, 21, dan 28 hari setelah tanam. Hal tersebut mengindikasikan bahwa media tanam (tanah) yang diberi T. harzianum DT 38 memang dapat memacu pertumbuan tanaman tomat (S. lycopersicum) dibandingkan dengan kontrol yang tanahnya tidak diberi T. harzianum DT 38 sejak usia tanaman 7 hari setelah tanam.

Kandungan P dalam Tanah dan Daun Kandungan P yang dianalisis dalam tanah adalah penentuan fosfat total tanah yang menggunakan larutan standar P2O5. Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 3), menunjukkan bahwa kadar P dalam tanah miskin yang digunakan sebelum perlakuan memang tergolong sangat rendah (<10 % b/b) (Anonim 2005). Kadar P yang terkandung pada kontrol tanah setelah tanam sedikit berkurang (0.048 % b/b). Hal ini dapat disebabkan fosfat yang ada sebagian telah diserap oleh tanaman melalui akar atau terbawa oleh aliran air siraman.

(12)

9

Kadar P dalam tanah yang diberi T. harzianum DT 38 setelah masa tanam 28 hari menunjukkan angka yang sedikit berbeda dari kontrol sebelum maupun setelah tanam, yaitu 0.051 % (b/b). Hal ini disebabkan adanya T. harzianum DT 38 yang dapat dikatakan berperan sebagai pelarut fosfat dengan cara mengeluarkan asam-asam organik seperti asam sitrat dan asam oksalat. Senyawa-senyawa tersebut dapat bereaksi dengan unsur pengikat fosfat tidak terlarut menjadi ion fosfat yang tersedia bagi tanaman, sehingga kadar fosfat di tanah bertambah namun belum semuanya terserap oleh tanaman melalui akar. Kadar P pada tanah kontrol maupun yang diberi T. harzianum DT 38 setelah tanam menunjukkan kadar yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar P pada tanah kontrol sebelum tanam. Hal ini disebabkan P yang ada pada tanah berkurang karena sebagian telah diserap oleh tanaman melalui akar untuk kelangsungan hidupnya.

Kandungan P yang dianalisis pada daun tanamn tomat (S. lycopersicum) adalah penentuan fosfat jaringan tanaman yang menggunakan larutan standar P2O5.. Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 4) menunjukkan konsentrasi P yang cukup berbeda antara kontrol setelah tanam ( 0.179 % b/b) dan perlakuan inokulasi T. harzianum DT 38 (0.270 % b/b). Hal tersebut disebabkan adanya penyerapan oleh tanaman melalui akar sebagai keperluan metabolisme tanaman dan tanah yang digunakan memang tanah miskin yang mempunyai kandungan hara P total sedikit, jadi hara P yang dapat dilarutkan atau Tabel 3 Kadar fosfat total tanah

Perlakuan P2O5

(% b/b) P (% b/b) Kontrol sebelum tanam 0.119 0.052 Kontrol setelah tanam 0.111 0.048 Diberi T.

harzianum DT 38

0.116 0.051

Tabel 4 Kadar P daun tomat (S. lycopersicum)

Perlakuan P (% b/b)

Kontrol setelah

tanam 0.179

Inokulasi T.

harzianum DT 38 0.270

dilepaskan menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman juga sedikit karena pada penelitian ini memang bertujuan mengetahui potensi T. harzianum DT 38 dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah. Kadar P pada daun pada perlakuan yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 masih rendah. Menurut Anonim (2005) kebutuhan P cukup bagi jaringan tanaman tomat (S. lycopersicum) adalah 0.30-0.60 % (b/b).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

T. harzianum DT 38 tidak mempunyai indeks pelarutan P karena tidak menghasilkan zona bening pada analisis pelarutan P di media agar Pikovskaya. Analisis pelarutan P secara kuantitatif di media cair SY yang ditambah K2HPO4, diinokulasi T. harzianum DT 38, dan diukur menggunakan spektrofotometer menunjukkan konsentrasi terbesar 11.4044 μg/mL dan terkecil 5.9879

μg/mL. Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 optimum pada waktu inkubasi hari ke-3 (14.90 μM), kemudian mengalami penurunan pada waktu inkubasi hari ke-7 (12.70 μM).

Penyemprotan filtrat PDB T. harzianum DT 38 ke daun tomat (S lycopersicum) menunjukkan hasil uji sidik ragam statistik tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 5% usia 7-21 hari setelah mulai penyemprotan. Hasil uji sidik ragam statistik tinggi tanaman yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 1%. Konsentrasi P pada daun tomat (S. lycopersicum) yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 (0.270 % b/b) lebih banyak daripada kontrol (0.179 % b/b).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti tentang pengaruh penambahan T. harzianum DT 38 terhadap tingkat produksi buah tomat, analisis hormon, dan aplikasi T. harzianum DT 38 pada tanaman lain. Analisis terhadap metabolit sekunder, enzim, dan pelarutan mikronutrien (Fe, Zn, Cu, Mn) oleh T. harzianum DT 38 juga dapat dilakukan sebagai penelitian lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

(13)

PERAN

Trichoderma harzianum

DT 38 DALAM

PEMACUAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT

(

Solanum lycopersicum

)

AYU BAMANTI PUTRI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

9

Kadar P dalam tanah yang diberi T. harzianum DT 38 setelah masa tanam 28 hari menunjukkan angka yang sedikit berbeda dari kontrol sebelum maupun setelah tanam, yaitu 0.051 % (b/b). Hal ini disebabkan adanya T. harzianum DT 38 yang dapat dikatakan berperan sebagai pelarut fosfat dengan cara mengeluarkan asam-asam organik seperti asam sitrat dan asam oksalat. Senyawa-senyawa tersebut dapat bereaksi dengan unsur pengikat fosfat tidak terlarut menjadi ion fosfat yang tersedia bagi tanaman, sehingga kadar fosfat di tanah bertambah namun belum semuanya terserap oleh tanaman melalui akar. Kadar P pada tanah kontrol maupun yang diberi T. harzianum DT 38 setelah tanam menunjukkan kadar yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar P pada tanah kontrol sebelum tanam. Hal ini disebabkan P yang ada pada tanah berkurang karena sebagian telah diserap oleh tanaman melalui akar untuk kelangsungan hidupnya.

Kandungan P yang dianalisis pada daun tanamn tomat (S. lycopersicum) adalah penentuan fosfat jaringan tanaman yang menggunakan larutan standar P2O5.. Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 4) menunjukkan konsentrasi P yang cukup berbeda antara kontrol setelah tanam ( 0.179 % b/b) dan perlakuan inokulasi T. harzianum DT 38 (0.270 % b/b). Hal tersebut disebabkan adanya penyerapan oleh tanaman melalui akar sebagai keperluan metabolisme tanaman dan tanah yang digunakan memang tanah miskin yang mempunyai kandungan hara P total sedikit, jadi hara P yang dapat dilarutkan atau Tabel 3 Kadar fosfat total tanah

Perlakuan P2O5

(% b/b) P (% b/b) Kontrol sebelum tanam 0.119 0.052 Kontrol setelah tanam 0.111 0.048 Diberi T.

harzianum DT 38

0.116 0.051

Tabel 4 Kadar P daun tomat (S. lycopersicum)

Perlakuan P (% b/b)

Kontrol setelah

tanam 0.179

Inokulasi T.

harzianum DT 38 0.270

dilepaskan menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman juga sedikit karena pada penelitian ini memang bertujuan mengetahui potensi T. harzianum DT 38 dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah. Kadar P pada daun pada perlakuan yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 masih rendah. Menurut Anonim (2005) kebutuhan P cukup bagi jaringan tanaman tomat (S. lycopersicum) adalah 0.30-0.60 % (b/b).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

T. harzianum DT 38 tidak mempunyai indeks pelarutan P karena tidak menghasilkan zona bening pada analisis pelarutan P di media agar Pikovskaya. Analisis pelarutan P secara kuantitatif di media cair SY yang ditambah K2HPO4, diinokulasi T. harzianum DT 38, dan diukur menggunakan spektrofotometer menunjukkan konsentrasi terbesar 11.4044 μg/mL dan terkecil 5.9879

μg/mL. Produksi IAA oleh T. harzianum DT 38 optimum pada waktu inkubasi hari ke-3 (14.90 μM), kemudian mengalami penurunan pada waktu inkubasi hari ke-7 (12.70 μM).

Penyemprotan filtrat PDB T. harzianum DT 38 ke daun tomat (S lycopersicum) menunjukkan hasil uji sidik ragam statistik tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 5% usia 7-21 hari setelah mulai penyemprotan. Hasil uji sidik ragam statistik tinggi tanaman yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 berbeda nyata dengan kontrol pada taraf 1%. Konsentrasi P pada daun tomat (S. lycopersicum) yang tanahnya diberi T. harzianum DT 38 (0.270 % b/b) lebih banyak daripada kontrol (0.179 % b/b).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti tentang pengaruh penambahan T. harzianum DT 38 terhadap tingkat produksi buah tomat, analisis hormon, dan aplikasi T. harzianum DT 38 pada tanaman lain. Analisis terhadap metabolit sekunder, enzim, dan pelarutan mikronutrien (Fe, Zn, Cu, Mn) oleh T. harzianum DT 38 juga dapat dilakukan sebagai penelitian lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

(15)

10

Altomare C, Norvell WA, Bjorkman T, Harman GE. 1999. Solubilization of phosphates and micronutriens by the plant-growth-promoting and biocontrol fungus Trichoderma harzianum rifai 1295-22. J Applied and environmental microbiol. VII: 2926-2933.

Anissyah N. 2003. Peran Trichoderma harzianum sebagai biodegradasi bahan organik serta aplikasinya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill). http://www.library.gunadarma.ac.id/nurani ssyah-448.htm. [2 Januari 2007].

[Anonim]. 2000. Pengelolaan hara tanaman (nutrient management). http://www.iptek. co.id/haratanaman.pdf. [13 April 2007]. [Anonim]. 2002. Trichoderma harzianum

biofungisida yang ramah lingkungan. http://www.suaramerdeka.com/ragam. [26 April 2007].

[Anonim]. 2005. Tomato (Lycopersicon

esculentum). http://www.uga.edu/ vegetable/tomato. [1 Mei 2007].

[Anonim]. 2006. Peranan zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. http://www. 360.yahoo.com/blog/zpt. [15 Februari 2007].

Aryantha INP. 2003. Pengembangan dan penerapan pupuk mikroba dalam sistem pertanian organik. http://www.digital.lib. itb.ac.id/inyomanpar3.htm. [13 Desember 2006].

Brady NC, Buckman HO. 1982. Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah. Jakarta: Bharatama Karya Aksara. Terjemahan dari: Soil Science.

Chang YC, Baker R. 1986. Increased growth of plants in the presence of the biological control agent Trichoderma harzianum. Plant Dis 70:145-148.

Chaverri P, Samuels G. 2002. Hypocrea lixii, the teleomorph of Trichoderma harzianum. http://www.ars.usda.gov/ research. htm. [21 Maret 2007].

Chet I. 2001. Biological control of the root- knot nematode Meloidogyne javanica by

Trichoderma harzianum. Phytopatology 91:687-692.

Chet I, Viterbo A, Brotman Y. 2006. Plant biocontrol by Trichoderma spp. http://www.weizmann.ac.il/biological_che mistry. [26 April 2007].

Diver S, Kuepper G, Born H. 1999. Organic tomato production. http://www.attra.ncat. org/publication/organictomatoproduction. [23 Mei 2007].

Goenadi DH, Saraswati R. 1993. Kemampuan melarutkan fosfat dari beberapa isolat fungi pelarut fosfat. J Menara Perkebunan 3:61-66.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Jakarta: UI Pr.

Griffith B. 2004. Essential role of phosphorus (P) in plants. http://www. back-to-basics.net.efu. pdfs.phosphorus.pdf. [1 Februari 2007].

Harman GE. 1976. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T. koningii, T. hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual classification system. http://www.nysaes. cornell.edu/ent/biocontrol/pathogens/trich oderma.html. [7 Maret 2007].

Harman GE. 1996. Trichoderma for biocontrol of plant pathogens: from basic research to commercialized products. Cornell Community Conference on Biological Control [terhubung berkala]. http://www.nysaes.cornell.edu/ent/bcconf/ talks/indeks.html. [21 Maret 2007]. Harman GE, Howell CR, Viterbo A, Chet I,

Lorito M. 2004. Trichoderma species: opportunistic, avirulent plant symbionts. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query/ author/LoritoM. [2 Januari 2007].

Higdon J, Shane B. 2002. Vitamins. http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/ vitamins. [4 Desember 2006].

Ismunadji M, Partohardjo S, Syarifudin AK. 1991. Fosfor Peranan dan Penggunaanya dalam Bidang Pertanian. Bogor: Balai

(16)

11

Isroi. 1998. Kemampuan melarutkan fosfat isolat fungi dari beberapa contoh tanaman hutan di Sumatera Utara [skripsi]. Purwokerto: Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman.

Isroi. 2004. Bioteknologi mikroba untuk pertanian organik. http:// www.kompas. com/ilmupengetahuan. [13 Desember 2006].

[Kalbe Farma]. 2006. Tomat, antioksidan paling tinggi. http://www.kalbefarma. co.id/antioksidan/pdf.

Leiwakabessy et al. 2003. Kesuburan Tanah. Bogor: IPB Pr.

Marco JLD, Felix CR. 2002. Characterization of a protease produced by a Trichoderma harzianum isolate which controls coca plant witches’ broom disease. BMC Biochem III:3.

Maslahat M, Suharyanto. 2005. Produksi Indole Acetic Acid (IAA) oleh bakteri yang diisolasi dari akar tanaman karet (Hevea brasiliensis). J Nusa Kimia Vol 5:26-35.

Monte E. 2001. Understanding Trichoderma: between biotechnology and microbial ecology. Int. Microbiol IV:1-4.

Nusrat M. 2006. Tomat organik panen dua kali lipat. http://www.kompas.com/ ekonomi. [22 September 2006].

Prusty R, Grisafi P, Fink GR. 2004. The plant hormone indole acetic acid induces invasive growth in Saccharomyces cerevisiae. http://www.pnas.org/cgl/dol/ 10.1073.pdf. [15 Mei 2007].

Rahardjo S. 2006. Paguyuban petani merbabu panen tomat organik dua kali lipat hasil sebelumnya.http://www.beritabumi.or.id/ artikel/kabardaridaerah. htm.[25 Mei 2007].

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: IPB Pr.

Tisdale SL, Nelson WL. 1975. Soil Fertility and Fertilizer. New York: Macmillan.

[Warintek]. 1999. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). http://warintek. progressio.or.id/pertanian/tomat.htm. Widyastuti N, Tjokrokusumo D. 2001.

Peranan beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) tanaman pada kultur in vitro. http://www.iptek.net.id/pustakaiptek/ sainsdanteknologibppt. [15 Mei 2007]. [Wikimedia Foundation]. 2007. Trichoderma

harzianum. http://en.wikipedia.org/wiki/ trichodermaharzianum.

[Wikimedia Foundation]. 2007. Tomato. http://en.wikipedia.org/wiki/tomato.

[Wikimedia Foundation]. 2007. Auxin. http://en.wikipedia.org/wiki/image:IAAII. png.

Windham MT, Elad Y, Baker R. 1986. A mechanism for increased plant growth induced by Trichoderma spp.. Phytopatology 76:518-521.

(17)

PERAN

Trichoderma harzianum

DT 38 DALAM

PEMACUAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT

(

Solanum lycopersicum

)

AYU BAMANTI PUTRI

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

PERAN

Trichoderma harzianum

DT 38 DALAM

PEMACUAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT

(

Solanum lycopersicum

)

AYU BAMANTI PUTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Studi Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

ABSTRAK

AYU BAMANTI PUTRI. Peran

Trichoderma harzianum

DT 38 dalam Pemacuan

Pertumbuhan Tanaman Tomat (

Solanum lycopersicum

). Dibimbing oleh I MADE

ARTIKA dan DARMONO TANIWIRYONO.

(20)

Judul Skripsi : Peran

Trichoderma harzianum

DT 38 dalam Pemacuan

Pertumbuhan Tanaman Tomat (

Solanum lycopersicum

)

Nama

: Ayu Bamanti Putri

NIM

: G 44103025

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. I Made Artika, M.App.Sc.

Dr. Darmono Taniwiryono

Ketua Anggota

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir.Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 April 1985 sebagai anak ke -2

dari tiga bersaudara dari Ayah ya ng bernama Bambang Sudjoko dan Ibu bernama

Harini Indiati.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 90 Jakarta dan pada tahun yang

sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis menempuh studi di Program Studi Biokimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Biokimia Umum S1 Kedokteran Hewan pada tahun 2006/2007. Penulis

melakukan praktek kerja lapang di Laboratorium Bioteknologi, Balai Besar Riset

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Trichoderma harzianum

... 1

Unsur Hara P (Fosfor) ... 2

Indole Acetic Acid

(IAA) ... 3

Tomat

(

Solanum lycopersicum

) ... 3

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 4

Metode ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

T. harzianum

DT 38 dalam Pelarutan P Secara Kualitatif ... 6

T. harzianum

DT 38 dalam Pelarutan P Secara Kuantitatif ... 7

T. harzianum

DT 38 dalam Produksi IAA ... 7

Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Tomat (

S. lycopersicum

) ... 8

Kandungan P dalam Tanah dan Daun ... 8

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 9

Saran ... ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai indeks pelarutan P

T. harzianum

DT 38 dan

Aspergillus sp

... 7

2 Produksi IAA oleh

T. harzianum

DT 38 ... 8

3 Kadar fosfat total tanah ... 9

4 Kadar P daun tomat (

S. lycopersicum

) ... 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Trichoderma harzianum

... 2

2 Struktur IAA ... 3

3 Tomat (

S. lycopersicum

) organik yang siap dipanen ... 4

4

T. harzianum

DT 38 (atas) dan

Aspergillus sp

. (bawah) pada media agar

Pikovskaya ... 7

5 Pelarutan HPO

4-

, kontrol HPO

4-

, P, kontrol P oleh

T. harzianum

DT 38 ... 7

6 Perbedaan tinggi tanaman tomat (

S. lycopersicum

) yang tanahnya diberi

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tahapan penelitian ... 13

2 Pembuatan media dan pereaksi Salkowski ... 14

3 Data pelarutan P pada media agar Pikovskaya ... 15

4 Data standar HPO

4

dan kurva standar HPO

4

... 16

5 Contoh perhitungan kadar P pada media cair SY ... 17

6 Data standar IAA, kurva standar IAA, dan contoh perhitungan konsentrasi

IAA ... 18

7 Data standar P

2

O

5

dan kurva standar P

2

O

5

tanah ... 19

8 Contoh perhitungan kadar P pada tanah ... 20

9 Data standar P dan kurva standar P daun tomat (

S. lycopersicum

) ... 21

10 Contoh perhitungan kadar P daun tomat (

S. lycopersicum

) ... 22

11 Data pengamatan tinggi tanaman tomat (

S. lycopersicum

) ... 23

12 Analisis sidik ragam tinggi tanaman tomat (

S. lycopersicum

) ... 25

13 Data pengamatan tinggi tanaman tomat (

S. lycopersicum

) oleh IAA ... 26

(25)

1

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pertanian. Sektor pertanian dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan pangan manusia, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun merupakan unsur essensial dalam diet manusia karena tidak dapat dibuat oleh tubuh manusia (Higdon dan Shane 2002). Salah satu produk pertanian yang banyak mengandung vitamin adalah tomat (Solanum lycopersicum).

Tomat (S. lycopersicum) merupakan tanaman tropis yang berasal dari benua Amerika bagian tengah dan selatan (Anonim 2007). Tomat (S. lycopersicum) merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak diusahakan secara komersial, dapat dinikmati dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan (pasta dalam kaleng, saus dalam botol) serta merupakan sumber vitamin A dan C (Anissyah 2003).

Secara umum tomat mudah ditumbuhkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam menumbuhkan tomat antara lain ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh akar tanaman tersebut. Salah satu unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya adalah unsur P. Unsur hara tersebut dapat diserap oleh akar ataupun melalui penangkapan dari udara (fiksasi). Permasalahan yang sering muncul adalah sulitnya unsur hara tersebut diserap oleh tanaman karena terjerap oleh partikel tanah ataupun terbawa oleh aliran air sehingga tanaman tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik. Tiga bentuk senyawa P (alumunium fosfat, besi fosfat, dan kalsium fosfat) sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini yang menyebabkan tanaman mengalami defisiensi P walaupun kandungan P total tanah cukup memadai (Isroi 1998).

Pemanfaatan mikrob pelarut fosfat semakin mendapat perhatian pada beberapa tahun terakhir untuk mengatasi masalah rendahnya kadar P tanah yang tersedia untuk tanaman. T harzianum telah dikenal sebagai salah satu mikrob tanah yang berfungsi sebagai biokontrol, biodekomposer, dan pemacu pertumbuhan tanaman (Harman 1996). Pada penelitian ini telah diuji kemampuan T. harzianum isolat DT 38 koleksi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan telah dipelajari pengaruh pemberian T. harzianum DT 38

pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum). Mikrob yang telah diteliti sebelumnya dan dilaporkan dapat berperan dalam pelarutan unsur hara P adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus, dan Mycobacterium. Sedangkan dari golongan jamur antara lain Aspergillus niger, A. candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium, dan Phialotobus (Yuwono 2006).

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tomat (S. lycopersicum) adalah hormon tumbuhan (fitohormon) atau yang lebih sering dikenal sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT). Indole Acetic Acid (IAA) adalah salah satu auksin atau ZPT utama yang sangat penting dalam mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah, dominansi apikal, fototropisme, dan geotropisme (Anonim 2006). Pada penelitian ini juga dipelajari kemampuan T. harzianum DT 38 dalam memproduksi IAA. Berdasarkan penelitian yang telah dilaporkan Agrios (1997) disebutkan bahwa beberapa fungi yang berkemampuan menginduksi produksi IAA pada akar tanaman tempatnya menempel juga mampu memproduksi IAA yang secara langsung dilepaskan ke tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi T. harzianum DT 38 dalam melarutkan unsur hara P dalam tanah dan dalam memproduksi IAA, serta menentukan pengaruh pemberian T. harzianum DT 38 pada tanah terhadap laju pertumbuhan tanaman tomat (S. lycopersicum).

TINJAUAN PUSTAKA

Trichoderma harzianum

(26)

2

Gambar 1 T. harzianum dalam cawan petri

(Harman 1976).

koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua, mempunyai konidia aseksual berbentuk globus yang tersusun seperti buah anggur, dan pertumbuhannya cepat (Anonim 2002). T. harzianum tidak mempunyai tahap aseksual, tetapi mempunyai spora aseksual (Harman 1976).

T. harzianum adalah salah satu jenis fungi yang berpotensi sebagai pertahanan tanaman terhadap penyakit tanaman (fitopatogen) dan pemacu pertumbuhan tanaman (Chaverri dan Samuels 2002; Chet 2001; Harman 1996; Marco dan Felix 2002). Keunggulan T. harzianum antara lain mengunakan biaya relatif rendah untuk ditumbuhkan, mempunyai pengaruh positif pada keseimbangan tanah, dan tidak mempunyai efek berbahaya pada manusia. Sebagai biokontrol, T. harzianum dapat bertindak antara lain membentuk koloni di tanah atau pada bagian tanaman lalu mencegah pertumbuhan fitopatogen, memproduksi enzim perusak dinding sel fitopatogen, memproduksi antibiotik yang dapat membunuh fitopatogen, menunjang pertumbuhan tanaman, menstimulasi mekanisme pertahanan tanaman (Monte 2001).

Tanaman pada tanah yang diberi perlakuan. T. harzianum mengalami peningkatan pertumbuhan yang dapat dilihat dari adanya peningkatan perkecambahan, pembungaan, dan berat tanaman (Chang dan Baker 1986). Fenomena peningkatan pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan T. harzianum terlihat pada tanaman jagung, tomat, dan tembakau (Windham et al. 1986).

Unsur Hara P (Fosfor)

Unsur hara merupakan bahan dasar untuk pabrik raksasa di dalam tubuh tanaman. Tanaman akan mengabsorbsi ion-ion yang terdapat di sekitar daerah perakaran. C, H, O, N, P, dan S merupakan unsur-unsur yang menyusun protein atau protoplasma tanaman. Kerak bumi merupakan sumber cadangan P. Menurut Schulte dan Kelling (1996) P tanah dibagi menjadi dua kategori yaitu P organik dan P anorganik. Keduanya merupakan

sumber P yang penting bagi tanaman, tetapi ketersediaannya dikendalikan oleh karakteristik tanah dan kondisi lingkungan. Unsur P juga dapat diikat sebagai anion yang dapat ditukarkan dan terikat dalam bentuk-bentuk yang tidak dapat diserap tanaman. P masuk ke dalam biosfer melalui proses serapan oleh tanaman dan jasad mikro (Soepardi 1983).

Unsur P adalah hara utama bagi tanaman yang penting untuk perkembangan akar, awal perbungaan, dan pematangan buah (Anonim 2000). Fungsi P pada tanaman sulit dinyatakan secara rinci, namun penting bagi tanaman yaitu pada (1) pembelahan sel dan pembentukan lemak, (2) pembungaan dan pembuahan termasuk pembentukan biji, (3) perkembangan akar halus berserabut, (4) peningkatan kekuatan batang pada tanaman serelia, (5) peningkatan mutu tanaman, (6) memberikan kekebalan terhadap penyakit tertentu (Brady 1982). Tanaman biasanya mengabsorbsi P dalam bentuk ion H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk HPO42-. Absorbsi kedua ion tersebut oleh tanaman dipengauhi oleh pH tanah sekitar akar (Leiwakabessy et al. 2003). Akar tanaman cenderung tumbuh ke arah daerah yang mengandung banyak P (Ismunadji et al. 1991). Unsur hara P masuk ke dalam tanaman melalui akar rambut, ujung akar, dan sel luar akar. Selanjutnya, P akan didistribusikan ke tiap sel dalam tanaman dan bereaksi secara kimia dengan senyawa organik lainnya membentuk senyawa yang lebih kompleks seperti enzim, asam nukleat, dan protein. Unsur hara P juga digunakan untuk menyimpan dan mentransfer energi melalui senyawa kaya energi, yaitu ATP dan ADP.

Unsur hara P yang tidak memadai akan mengakibatkan berbagai proses kimia di dalam tanaman terhambat. Defisiensi P akan menghambat serapan unsur lain, menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta kematangan buah, juga menghambat perkembangan daun dan perakaran sehingga sintesis protein tidak dapat berlangsung dengan baik (Tisdale dan Nelson 1975). P merupakan unsur yang sangat mobil di dalam tanaman dan ketika terjadi defisiensi, maka akan terjadi translokasi P dari jaringan tanaman yang sudah tua ke jaringan tanaman yang sedang aktif berkembang (Griffith 2004).

(27)

3

Al tinggi (Anonim 2000). Menurut Brady (1982) secara umum ada tiga masalah pada P tanah, yaitu (1) jumlah total dalam tanah yang sedikit, (2) ketersediaan P yang dapat langsung diserap oleh tanaman sangat kecil, dan (3) fiksasi fosfat dapat larut yang ditambahkan melalui pemupukan. Reaksi yang terjadi selama pelarutan P dari bentuk tidak tersedia adalah reaksi kelasi antara ion logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Asam organik yang membentuk kompleks lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif melepas Fe, Al, dan mineral tanah lainnya sehingga akan melepas P dalam jumlah lebih banyak (Yuwono 2006).

Mikrob tanah berperan penting dalam proses pelarutan mineral yang tadinya berada dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion, maupun garam yang dapat diserap oleh akar. Sebagai contoh unsur P dalam senyawa kompleks batuan akan terlarutkan oleh kelompok mikrob pelarut fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman (Aryantha 2003). Mikrob yang berperan dalam pelarutan atau pelepasan unsur hara P adalah bakteri, jamur, dan aktinomisetes. Jenis bakteri yang dimaksud antara lain Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polimixa, B. megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus, dan Mycobacterium, sedangkan dari golongan jamur antara lain Aspergillus niger, A. Candidus, Fusarium, Penicillum, Schlerotium, dan Phialotobus (Yuwono 2006).

Indole Acetic Acid (IAA)

Indole Acetic Acid (IAA) (Gambar 2) adalah auksin endogen atau auksin yang terdapat pada tanaman (Maslahat dan Suharyanto 2005). Seperti telah diketahui bahwa auksin adalah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang pertama kali ditemukan dan menjadi dasar utama sinyal pertumbuhan tanaman (Anonim 2007). Sedangkan ZPT adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (± 1 μM) yang disintesis pada bagian tertentu dari tanaman, senyawa tersebut pada umumnya ditranslokasikan ke bagian lain dari tanaman yang akan menghasilkan suatu tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis (Widyastuti dan Tjokrokusumo 2001).

IAA adalah suatu molekul yang dapat dihasilkan oleh tanaman dan mikrob. IAA memegang peranan penting dalam pertumbuhan akar dan tunas pada tanaman (Prusty et al 2004). IAA disintesis pada

Gambar 2 Struktur IAA (http:/en.wikipedia. org/wiki/image:IAAII.png 2007). bagian meristem akar suatu tanaman dalam jumlah kecil. Mekanisme kerja IAA dapat mendorong elongasi sel pada kleoptil dan ruas tanaman. Elongasi sel terutama terjadi pada arah vertikal diikuti dengan pembesaran sel. IAA berperan dalam mengaktifkan pembuatan komponen sel, dinding sel, dan menyusun kembali ke dalam suatu matriks dinding sel yang utuh (Maslahat dan Suharyanto 2005).

Beberapa mikrob seperti bakteri, fungi, dan algae tanah mampu menghasilkan IAA yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Lee et al. 2004). IAA yang dihasilkan oleh mikrob akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Mikrob yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain Pseudomonas sp dan Azotobacter sp (Isroi 2004).

Tomat (Solanum lycopersicum)

Kata tomat berasal dari bahasa Aztek, salah satu suku Indian yaitu xitomate atau xitotomate. Tanaman tomat (S. lycopersicum) berasal dari negara Peru dan Ekuador (benua Amerika bagian tengah dan selatan), kemudian menyebar ke seluruh benua Amerika, terutama ke wilayah yang beriklim tropis. Tomat mulai ditanam di Indonesia sesudah

Gambar

Gambar 1 T. harzianum dalam cawan petri
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik       yang siap dipanen (Nusrat 2006).
Gambar 3 Tomat (S. lycopersicum) organik       yang siap dipanen (Nusrat 2006).
Tabel 1 Nilai indeks pelarutan P
+7

Referensi

Dokumen terkait

3 Mengenalpasti strategi perniagaan baru dalam program empower ECER Latihan Kemahiran &amp; Keusahawanan 2018 – Pekan.. SUMBER: Kajian

x Berdasarkan dari hasil analisa pada aplikasi, dalam mengelola peta Pencarian rute terpendek menuju SMP di Bangka Induk ini masih menggunakan software quantum GIS

Melalui diskusi dengan pembimbing dan penimbangan (judgement ) kepada tiga orang ahli diperoleh beberapa masukan yang difokuskan pada: (1) validitas konten; (2) konstruk

Sesuai dengan proposal yang diajukan oleh lembaga kami siap untuk menjadi menyelenggarakan program Pendidikan Kecakapan Hidup bagi Pemuda Produktif (Antisipasi

Nilai signifikansi dari pernyataan tersebut berada dibawah tingkat alpha 0,1, yang menunjukan bahwa perkuliahan etika bisnis berpengaruh terhadap persepsi etika dalam

Meningkatkan informasi mengenai trend pasar terhadap produk, dan lebih sering berpartisipasi dalam pameran. Peningkatan produktivitas dari masing- masing pengusaha sangat

Berbeda dengan Sartono yang melalui karya ilmiah, Umar Kayam memilih lewat jalan sastra dan kolom ringan menyigi wong desa di masa lampau yang dipasangkan

Laporan Arus Kas sebagai salah satu Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi pada suatu periode waktu tertentu yang merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan