• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak danKewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Berlangganan Air Bersih Antara PDAM Tirtabina Labuhan Batu Rantau Perapat dengan Konsumen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hak danKewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Berlangganan Air Bersih Antara PDAM Tirtabina Labuhan Batu Rantau Perapat dengan Konsumen"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BERLANGGANAN AIR BERSIH ANTARA PDAM TIRTABINA

LABUHAN BATU RANTAUPERAPAT DENGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG UNDANG NO. 8 TAHUN 1999

SKIRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

NIM : 080200164 ROCKY ARDIANSYAH. S

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang dan segenap

pihak terkait atas terselesaikannya penulisan hukum skripsi ini yang berjudul ”HAK

DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BERLANGGANAN AIR

BERSIH ANTARA PDAM TIRTA BINA LABUHAN BATU RANTAUPERAPAT

DENGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 08 TAHUN 1999”.

Salah satu tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan meraih gelar

Sarjana Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Perdata Universitas sumatera Utara..

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini tidak

dapat terlaksana dengan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapakan terima kasih dengan segala kerendahan hati kepada pihak-pihak

yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, terutama kepada:

1.Bapak Prof .Dr Runtung Sitepu ,SH,M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas sumatera Utara yang telah mengorbankan segenap tenaga dan pikiran demi

kemajuan Fakultas Hukum USU .

2. Bapak Dr. H. Hasyim Purba SH, M.Hum Selaku Ketua Departemen Hukukum

Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara.

3 Ibu Rabiatul Syahriah SH,M.Hum selaku pembimbing skripsi I yang telah

meluangkan waktu, memberikan ilmu, dan arahan serta selalu memotivasi penulis di

(5)

4 Bapak Azwar Mahyuzar SH selaku pembimbing skripsi II yang telah meluangkan

waktu, memberikan ilmu, dan arahan serta selalu memotivasi penulis di kala penulis

mengalami kebingungan.

5. Bapak Amin Prasetya,MM selaku Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Tirta Bina Labuhan Batu Rantauperapat, dan segenap karyawan yang telah

memberikan informasi, memberikan ijin kepada penulis untuk mengambil data dan

membantu penulis dalam penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar di Fakultas Hukum USU serta seluruh pegawai di

lingkungan Fakultas Hukum Universitas sumatera Utara, atas pendidikan, pengajaran,

dan ilmu yang diberikan untuk penulis.

7. Bapak Drs, H. Iriyanto Siregar M.Pd ayahanda tercinta yang telah mendidik,

mencurahkan kasih sayang, tiada henti dari lahir hingga saat ini dan seterusnya.

8. Ibu Dra Hj Rosdani nasution ibunda tersayang, motivator terhebat, yang selalu

mengajarkan hidup dan menjalani kehidupan dengan cara yang luar biasa dengan

9. Seluruh Keluarga besarku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu semoga

ukhuwah dan tali silaturahim ini membawa kita dalam kesuksesan dunia akhirat.

10. Semua pihak yang telah banyak membantu sampai penulisan skripsi ini

terselesaikan dengan baik. Semoga menjadi amal kita semua, Amin. Penulisan skripsi

ini masih belum sempurna, namun demikian mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi

semua pihak yang membacanya.

Medan, 15 Mei 2013

(6)

ABSTRAK Rocky Ardiansyah, 2013.

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

BERLANGGANAN AIR BERSIH ANTARA PDAM TIRTA BINA LABUHAN BATU RANTAUPERAPAT DENGAN KONSUMEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 08 TAHUN 1999.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI ……… v

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A. Latar Belakang ... . 1

B. Permasalahan ... . 5

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ... . 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANGPERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA……….... 16

A. Pengertian Perjanjian ... … 16

B. Pengertian Hak dan Kewajiban ... . 20

C. Asas Umum dalam Perjanjian ... . 22

D. Syarat Sahnya Perjanjian………. 25

E. Wanprestasi………. 28

F. Berakhirnya Perjanjian……… 31

BAB III. GAMBARAN UMUM TENTANG KONSUMEN……… 39

A. Pengertian Konsumen ... .. 39

B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ... .. 41

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... .. 43

D. Hak dan Kewajiban Konsumen ... .. 46

(8)

BAB IV. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BERLANGGANAN AIR BERSIH ANTARA PDAM TIRTA BINA LABUHAN BATU RANTAUPERAPAT DENGAN KONSUMEN

MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 08 TAHUN 1999 ... 50

A. Profil PDAM Tirta Bina Labuhan Batu Rantauperapat………... 50

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak Menurut UU No. 08 Tahun 1999………….. 51

C. Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi………. 65

D. Penyelesaian Sengketa antara PDAM dengan Konsumen………... 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 82

A. Kesimpulan………... 82

B. Saran………... 83

(9)

ABSTRAK Rocky Ardiansyah, 2013.

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

BERLANGGANAN AIR BERSIH ANTARA PDAM TIRTA BINA LABUHAN BATU RANTAUPERAPAT DENGAN KONSUMEN MENURUT

UNDANG-UNDANG NO. 08 TAHUN 1999.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air merupakan sarana yang sangat vital bagi kelangsungan hidup, baik itu

manusia, binatang maupun tumbuhan. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,

perkembangan Kabupaten Labuhan Batu baik di sektor pembangunan maupun industri

yang terus meningkat mengakibatkan kebutuhan akan air bersih terus bertambah. Air

yang merupakan bagian dari hak-hak asasi manusia yang mengandung suatu nilai

universal, dimana kebutuhan tersebut adalah kebutuhan yang tidak boleh dilimitasi,

dielemindir sebagian dan atau seluruhnya, kebutuhan tersebut juga sudah menjadi hak

konstitusional setiap warga negara, yang bisa diartikan bahwa keberadaan air bagi

rakyat banyak tidak bisa lagi dalam pemenuhannya tergantung pada Undang-undang

atau Peraturan Pemerintah yang berlaku di sebuah negara, misalkan dibatasi dengan

keberadaan oleh adanya Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(SDa)1

1

Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDa).

.

Dalam memenuhi kebutuhan hidup terutama yang menyangkut hajat hidup

orang banyak, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) diselengggarakan oleh Negara,

karena salah satu sektor yang penting dan yang menguasai hajat hidup orang banyak

adalah air. Air merupakan sumber kehidupan bagi setiap makhluk hidup, dan tanpa air

orang tidak dapat hidup. Karena sifatnya yang penting dan merupakan kebutuhan hajat

(11)

Hal ini diperkuat dengan dasar hukum yang telah ditetapkan, dapat kita lihat

dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

oleh Negara2

Hal ini diperkuat oleh Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, Tentang

Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 29 ayat 1 ”.

Tujuan untuk dikuasainya cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai

hajat hidup orang banyak oleh Negara adalah antara lain bertujuan untuk kemakmuran

rakyat. Dikhawatirkan apabila tidak dikuasai oleh negara akan terjadi penindasan

terhadap masyarakat, terutama masyarakat golongan rendah.

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan

manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala

bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai

oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Dalam hal

ini masyarakat disebut sebagai pemakai (konsumen), sebagaimana konsumen memiliki

hak dan kewajiban untuk pelayanan dan perlindungan.

3

2

Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara

3

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999, Tentang Perlindungan Konsumen, dalam Pasal 29 ayat 1 tentang perlindungan konsumen

mengatakan : “ Pemerintah

(12)

menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya

kewajiban konsumen dan pelaku usaha”.

Pembangunan di bidang ekonomi yang berorientasi pertumbuhan ekonami yang

tinggi tersebut telah menghasilkan konglomerasi di bidang usaha. Namun ironisnya

pada saat yang sama ada kepentingan yang terasa belum secara utuh menjadi bagian

dari kegiatan bidang ekonomi, yaitu aspek-aspek perlidungan konsumen.

Demikian halnya dalam bidang pelayanan berlangganan jika terjadi

pelanggaran-pelanggaran hak konsumen yaitu masyarakat pengguna jasa Perusahaan

Daerah Air Minum yang dalam kegiatan sehari-harinya selalu mengguanakan air

minum untuk kelangsungan hidupnya, maka pihak Perusahaan Daerah Air Minum dapat

dituntut untuk memberikan ganti rugi.

Dengan demikian dalam hal ini Perusahaan Air Minum sangat diharapkan dapat

memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya pada pengguna air Perusahaan Daerah

Air Minum tersebut yaitu para konsumen yang harus diperhatikan haknya sebagai

pengguna air Perusahaan air minum tersebut.

Konsumen kerap kali menjadi korban sepihak. Pelaku usaha yang tidak

bertanggung jawab meraup keuntungan besar tanpa harus bertanggung jawab atas apa

yang dialami konsumennya akibat mengkonsumsi air yang dijual. Misalnya tentang

mutu kualitas dan layanan jasa, para pihak perusahaan yang tidak bertanggung jawab

menempatkannya pada posisi prioritas kedua setelah keuntungan usaha. Telah banyak

bukti yang terjadi di masyarakat selama bertahun-tahun tentang hal ini, sehingga

(13)

Berdasarkan kenyataan yang ada, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan

yang dapat merugikan baik Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bina Labuhan Batu

maupun pihak konsumen, terutama dalam hal memberikan pelayanan kepada konsumen

yang kurang baik misalnya masyarakat banyak mengeluh pelayanan yang diberikan

oleh pihak Perusahaan Daerah Air Minum sering terjadi keluhan terhadap kelancaran

air yang kurang baik terutama pada siang hari disaat masyarakat membutuhkannya, dan

air yang keluar tersebut tidak jernih seperti halnya air bersih.

Lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999tentang Perlindungan Konsumen

adalah pada dasarnya penegasan dari hak masyarakat yang dilayani itu, untuk

mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Para pengelola penyedia air minum

mencermati dengan baik hal itu dan mempersiapkan diri tentang datangnya tutntutan

nyata tentang kualitas pelayanan yang harus diterima masyarakat.

Bagaimana pun pada kenyataannya harus diakui pelayanan seperti yang

dimaksud belum dapat dilakukan oleh semua Perusahaan Daerah Air Minum. Dapat

dikatakan sebagian kecil Perusahaan Daerah Air Minum saja yang sudah mencapai

tingkat pelayanan seperti yang diharapkan masyarakat dan pelanggan.

Undang-undang ini diharapkan mampu memfasilitasi masyarakat produsen dan

konsumen menjadi mandiri, dengan memahami hak dan kewajiban masing-masing yang

pada gilirannya akan mendorong iklim usaha yang sehat, kondusif, dan bertanggung

jawab.

Upaya ini merupakan sesuatu hal yang penting untuk mendidik produsen agar

(14)

mendidik konsumen untuk mengetahui mereka mendapatkan apa atas sejumlah harga

yang bibayarkan. Bila posisi ini dipahami dan dilaksanakan masing-masing pihak maka

sinergi produsen-produsen dalam memberi peluang yang sehat akan terbuka luas.

Dengan demikian dalam perjanjian berlangganan air bersih antara pelanggan

dengan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bina Labuhanbatu jika salah satu pihak

melakukan wanprestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut gati rugi pada

pihak yang menimbulkan kerugian tersebut.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang berjudul : “ Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam

Perjanjian Berlangganan Air Bersih antara PDAM Tirta Bina Labuhanbatu dengan

Konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999”.

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang terjadi adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

berlangganan air bersih antara Konsumen dengan Perusahaan Daerah Air Minum

berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

(15)

2. Kendala apa yang dihadapi konsumen dan PDAM Tirta Bina labuhanbatu dalam

melaksanakan hak dan kewajiban berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ?

C. TUJUAN PENULISAN DAN MANFAAT PENULISAN

Adapun maksud dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan

bahan-bahan dan data-data yang diperlukan dalam rangka penulisan skripsi untuk memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara

1. Tujauan Penulisan.

Tujuan dari penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan hak dan kewajiban para

pihak dalam perjanjian berlangganan air bersih antara Konsumen dengan

Perusahaan Daerah Air Minum berkaitan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi konsumen dan

PDAM Tirta Bina Labuhanbatu dalam melaksanakan hak dan kewajiban

pelaku usaha berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen.

c. Untuk mengetahui bagimana tanggapan konsumen tentang pelaksanaan

kewajiban pelaku usaha sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(16)

Manfaat dari penulisan ini adalah:

a. Bagi perusahaan, penulis berharap hasil penelitian dapat menjadi bahan

masukan dan pertimbangan bagi perusahaan dalam melaksnakan kewajiban

pelaku usaha berkaitan dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

b. Bagi pihak lain diharapkan dapat menjadi bahan sumbangan pemikiran yang

dapat membantu apabila ingin melaksanakan penelitian lebih lanjut dan

menambah wawasan bagi rekan-rekan mahasiswa lain dalam hal perjanjian

berlangganan air terutama di Perusahaan Daerah Air Minum, khususnya

kewajiaban pelaku usaha berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun

1999 tentang Perlindungan konsumen.

D. KEASLIAN PENULISAN

Andry fahrizal (2001) telah melakukan penelitian mengenai perlindungan

hukum bagi konsumen terhadap pengguna jasa air minum ditinjau dari undang undang

no 8 tahun 1999 4

Susanti Idris (1993) telah melakukan penelitian mengenai tinjauan hukum

tentang pelaksanaan perjanjian asuransi kesehatan (askes) dan dana pension karyawan

di PDAM Tirtanadi Medan

(studi kasus di PDAM Tirtanadi cabang Diski).

5

4

Andry fahrizal. 2001. Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap pengguna jasa air minum ditinjau dari undang undang no 8 tahun 1999. Medan : USU

5

Susanti Idris. 1993. Tinjauan hukum tentang pelaksanaan perjanjian asuransi kesehatan (askes) dan dana pension karyawan di PDAM Tirtanadi Medan. Medan : USU

(17)

Engko (2008) telah melakukan penelitian mengenai kinerja finansial Perusahaan

Daerah Air Minum Kabupaten Asahan periode tahun 2004-20086

Sesuai dengan judul dan permasalahan yang akan diteliti maka

penelitian yang akan dilakukan menggunakan pendekatan normatif yakni

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif. Hal ini sesuai dengan pandangan Soerjono

Soekanto (2006) bahwa penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder, dapat dinamakan penelitian hukum normatif , dengan menganalisis

pengelolaannya, kemungkinan pengembangan dan menghitung common

size, indeks,efektivitas, rentabilitas, likuiditas dansolvabilitas. Kesimpulan yang

diperoleh adalah common size dan neraca indeks menunjukkan jumlah aktiva pada

tahun 2004-2008 cukup baik, kinerja keuangan pada tahun 2004-2008 kurang sehat, dan

secara operasional belum berhasil.

Sedangkan pada penelitian ini penulis membahas mengenai hak dan kewajiban

para pihak dalam perjanjian berlangganan air bersih antara PDAM Tirta Bina

Labuhanbatu dengan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999.

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

6

(18)

atau penelitian hukum kepustakaan7

a. Penelitian terhadap asas- asas hukum

. Penelitian hukum normatif atau

kepustakaan tersebut mencakup:

b. Penelitian terhadap sistematik hukum

c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal

d. Penelitian terhadap perbandingan hukum

e. Penelitian terhadap sejarah hukum (Soerjono Soekanto 2006)

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang mendasari dalam tulisan ini, menurut penulis termasuk

dalam penelitian Preskriptif atau terapan. Hal tersebut merujuk pada teori Peter

Mahmud Marzuki, yakni ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai

preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai- nilai keadilan,

validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum8

3. Pendekatan Penelitian

.

Sebagai ilmu terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur,

ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam aturan hukum. Dalam penelitian ini akan

mengulas lebih jauh mengenai sejauh mana perlindungan hukum yang diberikan

oleh PDAM atas hak-hak konsumen, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan

Perundang-undangan. Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan

perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum

7

Soerjono, Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

8

(19)

yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian (Jhonny Ibrahim,

2008) Untuk itu menurut Haryono sebagaimana dikutip oleh Jhonny Ibrahim,

penelitian harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut9

a. Comprehensive, artinya norma-norma hukum yang ada di dalamnya

terkait antara satu dengan yang lain secara logis. :

b. All-inclusive, bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu

menampung permasalahan hukum yang ada, sehingga tidak akan ada

kekurangan hukum.

c. Systematic, bahwa disamping bertautan satu dengan yang lain,

norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

a. Lokasi penelitian

Sebelum melakukan penelitian perlu di tetapkan lokasi penelitian.

Adapun tempat penelitian ini adalah di PDAM Tirta Bina Rantauprapat. Adapun

alasan peneliti memilih melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana proses pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian

berlangganan air bersih antara Konsumen dengan Perusahaan Daerah Air

Minum berkaitan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

b. Waktu penelitian

9

(20)

Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2013 sampai

dengan bulan April 2013.

Penelitian direncanakan selama sekitar 4 bulan dengan perincian :

No Kegiatan Bulan

Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

penelitian/proposal

2 Pengumpulan data

melalui studi

kepustakaan

(21)

yang diperoleh

disusun sesuai

penelitian

4 Penyusunan

laporan

penelitian skripsi

5. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

a. Jenis dan sumber data

1. Jenis data.

Jenis data penelitian ini data sekunder, dimana data sekunder dalam

penelitian ini bersumber dari bahan-bahan primer, yaitu bahan hukum yang

mengikat berupa peraturan perundang-undangan khusus perjanjian

berlangganan air bersih antara PDAM Tirta Bina Rantauprapat dengan

pelanggan. Sedangkan data primer penelitian ini antara lain berupa

wawancara dengan pimpinan PDAM Tirta Bina Rantauprapat.

2. Sumber data

Sumber data merupakan tempat dimana, dapat ditemukannya

(22)

adalah: Sumber Data Sekunder. Dalam penelitian ini, sumber data sekunder

adalah sejumlah data-data keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara

langsung maupun tidak langsung melalui studi pustaka yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti sedangkan data primer adalah data yang hanya

dapat kita peroleh dari sumber asli atau pertama dan bukan berasal dari

pengumpulan data yang pernah dilakukan sebelumnya. Sumber data

sekunder dibidang hukum dapat diperoleh dari bahan-bahan hukum yang

dibedakan menjadi:

a. Bahan Hukum Primer

Merupakan bahan hukum yang utama dalam penelitian ini meliputi:

1. Peraturan dasar UUD 1945

2. Undang-undang Nomor Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu memahami dan

menganalisa bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder meliputi:

1. Buku-buku ilmiah di bidang hukum

2. Makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana

(23)

Merupakan bahan hukum yang memberikan informasi tentang

bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier dalam

penelitian ini meliputi:

1. Surat Kabar

2. Internet

b. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian data ini, digunakan teknik pengumpulan data dengan

studi kepustakaan atau dokumentasi. Studi dokumentasi ini sebagai metode

pengumpulan data yang utama dan dokumen-dokumen tersebut diharapkan

dapat menjadi nara sumber yang dapat memecahkan permasalahan penelitian.

Di dalam melakukan metode dokumentasi, penulis menyelidiki benda-benda

tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen

rapat, catatan harian dan sebagainya. Dalam pengertian yang lebih luas,

dokumen bukan hanya yang berwujud tulisan saja tetapi dapat berupa

benda-benda peninggalan seperti prasasti dan simbol-simbol.

c. Teknik analisis data

Dalam penelitian ini, akan dianalisis dengan logika deduktif. Menurut

Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon

menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

(24)

khusus), dari kedua premis itu ditarik suatu kesimpulan atau conclusion10(Peter

Mahmud Marzuki, 2008). Pada logika silogistik untuk penalaran hukum yang

bersifat premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah

fakta hukum. Sedangakan menurut Jhonny Ibrahim, yang mengutip pendapat

Bernard Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual11

10

Peter, M. Marzuki. 2006. Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

11

Jhonny, Ibrahim. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia

(Jhonny Ibrahim, 2008). Dalam hal ini, data yang diperoleh dalam

penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian

studi kepustakaan aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang

dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian data tersebut diolah dan

dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah

menarik kesimpulan dari data yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat

diketahui sebarapa jauh PDAM menerapkan Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang perlindungan konsumen, dalam usahanya memberikan

perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen PDAM.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan secara keseluruhan dapat diuraikan, yaitu sebagai

(25)

Bab I Pendahuluan, yang menjadi sub bab terdiri dari, yaitu : Latar Belakang,

Permasalahan, Tujuan Penulisan dan manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Metode

Penelitian, Sistematika penulisan.

Bab II Gambaran umum tentang perjanjian menurut kitab undang undang

hokum perdata yang terdiri dari sub bab, yaitu : Pengertia perjanjian, Pengertian hak

dan kewajiban, Asas umum dalam perjanjian, Syarat sahnya perjanjian, Wanprestasi,

Berakhirnya perjanjian.

Bab III Gambaran umum tentang Konsumen meliputi : Pengertian konsumen,

Dasar hukum perlindungan konsumen, Asas dan tujuan perlindungan konsumen, Hak

dan kewajiban konsumen, Prinsip-prinsip perlindungan konsumen.

Bab IV Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian berlangganan air bersih

antara PDAM tirta bina Labuhan Batu Rantauperapat dengan konsumen menurut

undang undang no. 08 tahun 1999 yang meliputi : Profil PDAM tirta bina Labuhan Batu

Rantauperapat, Hak dan kewajiban para pihak menurut undang undang no. 08 tahun

1999, Akibat hukum jika terjadi wanprestasi, Penyelesaian sengketa antara PDAM tirta

bina Labuhan Batu Rantauperapat dengan konsumen.

Bab V Penutup sebagai layaknya dalam penulisan skripsi, maka dalam penulisan

ini membuat suatu kesimpulan juga saran-saran yang menjadi bahan masukan untuk

penelitian mengenai masalah ini dan dalam skripsi ini akan turut pula dimasukkan

(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA

A. PENGERTIAN PERJANJIAN

Pengertian perjanjian terdapat dalam KUH Perdata, terdapat dalam buku III

yaitu mengatur tentang perikatan (Verbintenis), dimana setiap perikatan-perikatan yang

timbul dari suatu perjanjian. Hal itu diatur dalam pasal 1313 s/d 1351. Pada Pasal 1313

KUH Perdata dinyatakan “ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih12

Perjanjian (sering disebut kontrak dalam pergaulan bisnis sehari-hari) diliputi

oleh berbagai istilah yang bagi banyak pihak dapat menimbulkan kebingungan atau

malah dianggap sama, pada hal hakekatnya berbeda. Kata perjanjian dan kata perikatan

merupakan istilah yang telah dikenal dalam kitab undang-undang hukum perdata ( KUH

Perdata). Pada dasarnya KUH Perdata tidak secara tegas memberikn defenisi dari

perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat diketahui dari

pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata yang didefenisikan sebagai suatu

perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Hukum perjanjian dalam KUH Perdata menganut asas

konsensualisme. Konsensualisme berasal dari akar kata konsensus yang berarti sepakat.

Kesepakatan dapat berupa suatu perjanjian tertulis, atau lisan atau kebiasaan yang

terjadi dalam satu sifat atau lingkup transaksi tertentu. Menurut pendapat R. Subekti .

12

(27)

(1992) bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.13

Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

dinyatakan bahwa Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat Perikatan merupakan suatu perjanjian abstrak, sedangkan suatu perjanjian

adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti dan R.

Tjitrosdibio tidak dipakai istilah perjanjian melainkan yang dipakai adalah perikatan.

Jadi kedua istilah tersebut adalah sama artinya.

Dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa

perjanjian itu dapat menimbulkan perikatan dikalangan para pihak yang mengadakan

perjanjian itu atau diantara para pihak yang bersepakat di dalam perjanjian itu. Jadi

perjanjian adalah merupakan salah satu sumber perikatan di samping sumber-sumber

perikatan lainnya. Perjanjian disebut sebagai persepakatn atau persetujuan, sebab para

pihak yang membuatnya tentunya menyetujui atau menyepakati isi dari perjanjian yang

dibuat untuk melaksankan sesuatu prestasi tententu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perikatan adalah suatu pengertian yang

abstrak sedangkan perjanjian adalah merupakan hal yang nyata atau suatu peristiwa

konkrit. Sebab perikatan tidak dapar terlihat secara nyatamelainkan hanya dapat

dibayangkan sedangkan perjanjian pada umumnya terlihat jika itu dalam bentuk tertulis

dan jika hanya lisan saja, maka perjanjian dapat didengar isinya atau

perkataan-perkataan yang mengandung janji tersebut.

13

(28)

yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha

yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib

dipenuhi oleh konsumen.

Secara sepintas, dapat terkesan bahwa perjanjian baku bertentangan atau tidak

sejalan dengan asas-asas umum perjanjian seperti asas sepakat dan konsensual,

mengingat terms and cinditionnya telah ditetapkan (pre determined) secara sepihak.

Namun demikian, bahwa dengan diterimanya syarat-syarat oleh pihak lainnya dapat

diartikan bahwa secara sukarela yang bersangkutan telah mengikatkan diri untuk

menerima persyaratan-persyaratan dimaksud.

Mengingat penundukan sukarela yang demikian, maka penting dijaga bahwa

terms and cindition teresbut memenuhi unsur-unsur keadilan, kepatutan, keseimbangan

dan perlidungan bagi pihak yang secara objektif faktual berada dalam posisi yang tidak

seimbang. Kondisi objektif faktual tersebut antara lain dapar berupa tidak adanya

alternatif untuk mendapatkan pilihan-pilihan yang terbuka, atau tidak adanya waktu

yang cukup bagi satu pihak untuk merundingkan terms and cindition atau posiis tawar

yang relatif lebih lemah baik karena kedudukan monopolistis atau karena sifat barang

dan atau jasa yang menjadi objek perjanjian.

Kontrak baku adalah kebutuhan nyata dalam sebuah bisnis. Kebutuhan tersebut

timbul mengingat sifat-sifat dan transaksi seperti berulang-ulang dan relatif hmogen,

berlaku umum dan massal serta telah merupakan kebiasaan dalam dunia perdagangan.

Namun demikian, Undang-Undang membatasi kebebasan dari satu pihak untuk

mendiktekan dan sayarat-syaratnya untuk tidak bertentangan dengan asas-asas umum

(29)

menyatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindumgi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha

yang bertanggungjawab.

Selain itu juga dalam pasal 3 dinyatakan bahwa penting untuk menumbuhkan

kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh

sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha. Berdasarkan pasal 18 ayat 1

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pembatasan-pembatasan pada kontrak baku

jstru diperlukan untuk melindungi asas kebebasan berkontrak yang berlaku secara

universal itu.

Selengkapnya bunyi pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 adalah

sebagai berikut :

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap

konsumen dan atau perjanjian apabila :

a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang

yang dibeli konsumen;

c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang

yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang dibeli oleh konsumen;

d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara

langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak

(30)

e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;

g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,

tambahan, lanjutan dan atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh

pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk

pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang

yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yamh letak atau bentuknya

sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit

dimengerti

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku pada dokumen atau

perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) dinyatakan batal demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

Undang-Undang ini. Sebenarnya pengaturan perundang-undangan perlindungan

konsumen ini adalah semacam lex specialist dari pengaturan umum yang ada pada

perikatan dalam KUH Perdata, apada pasal 1493 dan pasal 1494 yang berbunyi

sebagai berikut : Pasal 1493 kedua belah pihak, dengan persetujuan-persetujuan

(31)

Undang-Undang ini bahkan mereka boleh mengadakan persetujuan bahwa penjual

tidak wajib menanggung sesuatu apa pun.

B. PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN

Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban, ada baiknya kita memahami

dulu apa pengertian hak itu. Dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan hukum

yang dilindumgi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan

untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang

pemenuhannya dilindungi oleh hukum. Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik

kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri.

Sebagai warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan

kewajiban kita dengan tertib. Dalam penelitian ini hak dan kewajiban ditujukan kepada

konsumen dan pelaku usaha sebagai pihak dalam perjanjian berlangganan air bersih.

Janus Sidabalok (2006) dalam bukunya Hukum perlindungan Konsumen di

Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber

pemenuhannya14

1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir,

seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. , yakni :

14

(32)

2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada

warga negaranya. hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak

untuk memberi suara dalam Pemilu.

3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual, yaitu hak ini didasarkan pada

perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya

pada peristiwa jual beli, Hak pembeli adalah menerima barang sedangkan hak

penjual adalah menerima uang.

C. ASAS UMUM DALAM PERJANJIAN

1. Asas-asas umum perikatan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa perikatan dapat timbul dari

dua hal yaitu karena perjanjian dan atau karena undang-undang. Perikatan yang lahir

dari perjanjian adalah perikatan yang timbul aras dasar sepakat berdasarkan asas

kebebasan berkontrak antara para pihak. Kesepakatan tersebut berlaku dan mengikat

sebagai undang-undang bagi para pihak yang terikat dengan kesepakatan tersebut (pasal

1338 KUH Perdata).

Terlepas dari sumber timbulnya perikatan, setiap perikatan harus memenuhi

unsur-unsur sebagai berikut 15

15

R. Subekti. 1992. Aneka Perjanjian. Jakarta : PT. Intermasa.

(33)

a. Hubungan hukum. hubungan hukum tersebut melekatkan hak pada satu pihak

dan kewajiban pada pihak lainnya. Pelanggaran oleh satu pihak atas

hubungan tersebut, menempatkan hukum untuk berperan dalam pemenuhan

atau pemulihannya.

b. Kekayaan dan immaterialitas. Hubungan hukum yang dapat dinilai dengan

uang merupakan suatu perikatan. Namun, sekalipun hubungan hukum tidak

dapat dinilai dengan uang, apabila rasa keadilan masyarakat menghendaki

agar suatu hubungan diberi akibat hukum, maka hukumpun akan melekatkan

akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan.

c. Pihak-pihak pada setiap perikatan setidak-tidaknya harus ada satu pihak yang

bertindak sebagai kreditur dan satu pihak sebagai debitur. Kreditur dan

debitur dalam hal ini adalah pengertian yang luas menyangkut kepada

prestasi yang dituntut dan kontraprestasi yang diharapkan. Satu kreditur dapat

menjadi debitur pada saat yang sama, namun dengan prestasi dan

kontraprestasi yang resiprokal. Misalnya seorang penjual adalah kreditur

terhadap harga penjualannya namun adalah merupakan debitur yang

mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang dan jasa yang

diperjanjikan. Hal yang sebaliknya berlaku bagi pembeli.

d. Prsetasi (objek hukum) Pasal 1234 KUHPerdata membedakan prestasi dalam

bentuk :

1. Memberikan sesuatu

(34)

3. Tidak berbuat sesuatu16

(R. Subekti. 1992)

2. Asas-asas umum perjanjian

Asas-asas umum perjanjian ini pada umumnya berlaku secara universal baik

dalam sistem hukum anglo saxon. Asas-asas tersebut terdapat baik secara eksplisist

maupun dalam sifatnya yang implisit dalam buku III KUHPerrdata tentang perikatan

asas-asas hukum perjanjian adalah :

a. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi) para pihak bebas

menentukan isi serta persyaratan perjanjian sepanjang tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik

ketentuan umum maupun perudang-undangan.

b. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak) timbulnya berdasarkan

perjumpaan atau persesuaian kehendak, tanpa terikat dengan bentuk

formalitas tertentu.

c. Asas kepercayaan.

d. Asas kekuatan mengikat, mengikat bagi para pihak, tidak saja untuk hal-hal

yang secara tegas dinyatakan tetapi juga untuk yang menurut sifat

persetujuan daharuskan oleh suatu kepatutan, kebiasaan, atau

undang-undang.

e. Asas persamaan hukum.

16

(35)

f. Asas keseimbangan, adalah asas yang menghendaki kedi\ua belah pihak

memenuhi dan melakasanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan

untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pemenuhan

prestasi melalui kekayaan debitur. Debitur memikul pula kewajiban untuk

melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

g. Asas kepastian hukum.

h. Asas morali.

i. Asas kepatutan.

j. Asas kebiasaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

dinyatakan bahwa klausula Baku adalah setiap aturan atua ketentuan dan syarat-syarat

yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha

yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat dan wajib

dipenuhi oleh konsumen. Mengingat kedudukan para pihak dalam penentuan terms and

conditions perjanjian baku tidak seimbang, dimana satu pihak (dalam hal ini konsumen)

berada pada posisi take it or leave it, maka perjanjian baku diharapkan tetap memenuhi

asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas keseimbangan, asas kepatutan, asas itikad

baik dan tidak ada cacat tersembunyi serta memanuhi rasa keadilan hukum bagi

konsumen 17

Ketentuan yang mengatur hak-ha dan kewajiaban antara konsumen (dalam hal

ini dapat dipersamakan dengan debitur yang menyediakan jasa pelayanan ait minum), (R.Subekti. 1992).

17

(36)

merupakan perjanjian baku, yaitu perjanjian yang telah diberlakukan sepihak dan

dianggap diterima oleh pihak lain seketika pihak lain tersebut menerima penawaran jasa

dimaksud. Prosedur baku dalam pelayanan PDAM adalah PDAM dengan konsumen

(pelanggan) ini tergolong perjanjian baku (standard contract).

Kalusula perjanjian dituangkan dalan bentuk formulir, yang berlaku secara

masal untuk semua orang yang mengikatkan diri. Mengingat kedudukan para pihak

dalam penentuan terms and conditions perjanjian baku tidak seimbang, dimana satu

pihak (dalam hal ini konsumen) berada pada posisi take it or leavi it, maka perjanjian

baku diharapkan tetap memenuhi asas-asas lain dalam perjanjian seperti asas

keseimbangan, asas kepatutan, asas itikad baik dan tidak ada cacat.

D. SYARAT SAHNYA DALAM PERJANJIAN

KUHPerdata menentukan empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian

sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah. Adapun

empat syarat sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.

(37)

Dengan kata sepakat dimaksudkan bahwa kedua subjek yang mengadakan

perjanjian itu harus bersepakat, para pihak setuju atau setia sekata mereka mengenai

hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak

yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu hal yang

sama secara timbal balik, misalnya seorang penjual suatu benda untuk mendapatkan

uang sedang si pembeli menginginkan benda itu dari yang menjualnya. Dalam hal ini

kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk

mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan.

ad. 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian

Kecakapan disini orang yang cakap yang dimaksud adalah mereka yang telah

berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun tetapi telah pernah kawin. Sedangkan

menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 pria sudah mencapai usia 19

tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Tidak termasuk orang-orang

sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh Pengadilan diputuskan berada

di bawah pengampuan dan seorang perempuan yang masih bersuami. Mengenai seorang

perempuan yang masih bersuami setelah dikeluarkan surat edaran Mahkamah Agung

Nomor. 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih mempunyai

suami telah dapat bertindak bebas dalam melakukan perbuatan hukum serta sudah

(38)

ad. 3. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu maksudnya adalah sekurang-kurangnya macam atau jenis

benda dalam perjanjian itu sedah ditentukan, misalnya jual beli beras sebanyak 100 kg

adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya, sedangkan jual

beli beras 100 kg tanpa disebutkan macam atau jenis, warna dan rupanya dapat

dibatalkan.

ad. 4. Suatu sebab yang halal

Dengan syarat ini dimaksudkan adalah tujuan dari perjanjian itu sendiri. Sebab

yang tdak halal adalah berlawanan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban

umum. Dari syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, kedua syarat pertama yaitu

sepakat mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat perjanjian

dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian.

“Syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek

perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh

mereka yang membuat perjanjian, hal ini meliputi kesepakatan mereka yang

mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian”.

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjiannya bukan batal demi

hukum tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu

dibatalkan. Syarat ketiga dan syarat keempat yaitu suatu hal tertentu dan suatu sebab

(39)

Akibat perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian

disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan :

1. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.

2. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan

sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3. Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang

membuatnya.

Dengan demikian, perjanjian yang dibuat secara sah yaitu memenuhi

syarat-syarat pasal 1320 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang

membuat perjanjian. Artinya pihak-pihak harus menaati isi perjanjian itu seperti mereka

menaati undang-undang sehingga melanggar perjanjian yang mereka buat dianggap

sama dengan melanggar undang-undang. Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat

pihak-pihak dan perjanjian tersebut tidak boleh ditarik kembali atau membatalkan harus

memperoleh persetujuan pihak lainnya18

Menurut pendapat M.Yahya Harahap (1992) dalam bukunya Segi-Segi Hukum

Perjanjian, yang dimaksud dengan wanprsetasi adalah : Pelaksanaan kewajiaban yang (R. Subekti. 1992).

E. WANPRESTASI

18

(40)

tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kata tidak tepat

waktunya dan kata tidak layak apabila dihubungkan dengan kewajiban merupakan

perbuatan melanggar hukum. Pihak debitur sebagian atau secara keseluruhannya tidak

menempati ataupun berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan isi perjanjian yang telah

disepakati bersama19

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. .

Wanprestasi seorang debitur dapat berupa empat macam kategori yaitu sebagai

berikut:

2. Melakukan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang

diperjanjikan.

3. Melakukan apa yang diperjanjikan akan tetapi terlambat.

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh untuk dilakukan.

Debitur yang oleh pihak kreditur dituduh lalai, dapat menajukan pembelaan diri

atas tuduhan tersebut. Adapun pembelaan debitur yang dituduh dapat didasarkan atas

tiga alasan yaitu :

1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan yang memaksa.

2. Mengajukan bahwa si kreditur sendiri juga wanprestasi.

3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

Yang dimaksud pihak kreditur melepaskan haknya atas tuntutannya kepada

pihak debitur adalah bahwa pihak kreditur telah mengetahui bahwa ketika pihak debitur

19

(41)

mengembalikan barang yang diperjanjikan. Pihak kreditur telah mengetahui bahwa

waktu pengembalian barang sudah terlambat selama seminggu. Akan tetapi atas

keterlambatan tersebut pihak kreditur tidak mengajukan keberatan ataupun sanksi maka

terhadap debitur yang terlambat mengembalikan barang, dapat diartikan bahwa pihak

kreditur telah telah melepaskan haknya untuk pihak debitur yang telah nyata

wanprestasi.

Sebagaimana telah diterangkan, seorang debitur yang lalai, yang melakukan

wanprestasi, dapat digugat didepan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang

merugikan pada tergugat itu. Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi

kewajibannya atau terlambat memenuhinya atau memenuhinya tetapi tidak seperti yang

telah diperjanjikan.

Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak si berhutang ini harus dinyatakan

dahulu secara resmi, yaitu dengan memperingatkan si berhutang itu, bahwa si

berpiutang menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek.

Pokoknya hutang itu harus ditagih dahulu. Baiasanya peringatan (sommatie) itu

dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilah, yang membuat proses verbal tentang

pekerjaannya itu, atau cukup dengan surat tercatat, asal saja jangan sampai dengan

mudah dipungkiri oleh si berhutang. Menurut Undang-undang memang peringatan

tersebut harus tertulis (pasal 1238 : “ si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat

perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi

(42)

dianggap lalai dengan lewatnya waktu yan ditentukan”), sehingga hakim tidak akan

menganggap sah suatu peringatan lisan.

Peringatan tidak perlu, jika si berutang pada suatu ketika sudah dengan

sendirinya dapat dianggap lalai. Misalnya dalam hal perjanjian untuk membuat pakaian

mempelai, tetapi pada hari perkawinan pakaian itu ternyata belum selesai. Dalam hal ini

meskipun prestasi itu dilakukan oleh si berhutang, tetapi karena tidak menurut

perjanjian, maka prestasi yang dilakukan itu dengan sendirinya dapat dianggap suatu

kelalaian. Ada kalanya, dalam kontrak itu sendiri sudah ditetapkan, kapan atau dalam

hal-hal mana si berhutang dapat dianggap lalai. Disini tidak diperlukan suatu sommatie

atau peringatan.

F. BERAKHIRNYA PERJANJIAN

Undang-undang menyebutkan sepuluh macam cara hapusnya

perikatan/perjanjian. Mengenai peraturan tentang berakhirnya perjanjian diatur di dalam

Bab XII Buku III KUHPerdata. Peraturan untuk itu adalah perlu bagi kedua belah

pihak, baik untuk menentukan sikap selanjutnya maupun untuk memperjelas sampai

dimana batas perjanjian tersebut.

Di dalam pasal 1381 KUHPerdata disebutkan sebagai berikut :

1. Karena pembayaran,

2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan penitipan,

(43)

4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi,

5. Karena percampuran utang,

6. Karena pembebasan utangnya,

7. Karena musnahnya benda yang terutang,

8. Karena kebatalan/pembatalan,

9. Karena berlakunya syarat batal,

10.Karena kedaluarsa atau lewat waktu.

Yang dimaksud oleh Undang-undang dengan perkataan pembayaran

ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tidak

dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang

tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang

menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan

pekerjaannya untuk majikannya dikatakan membayar.

Pada dasarnya pembayaran hanya dapat dilaksanakan oleh yang bersangkutan

saja. Namun pasal 1382 KUH Perdata menyebutkan bahwa pembayaran dapat

dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan

siapa yang harus membayar, tetapi yangpenting adalah hutang itu harus dibayar. Tetapi

pasal ini selanjutnya menerangkan, juga seorang pihak ketiga yang tidak

berkepentingan dapat membayar secara sah, asal saja pihak ketiga itu bertindak atas

nama si berhutang, atau bilamana ia bertindak atas namanya sendiri, asal saja ia tidak

menggantikan hak-haknya si berpiutang. Jikalau dipikir benar-benar sebetulnya kalimat

(44)

jika orang yang membayar hutang itu menggantikan hak-hak si berpiutang, tidak dapat

dikatakan perikatan hutang-piutang itu sudah dihapuskan, karena ia sebenarnya masih

hidup, hanyalah penagihnya saja yang berganti.

Sebagai kesimpulan dapat ditetapkan, bahwa pasal 1382 itu membolehkan siapa

saja membayar dan si berpiutang diharuskan menerimanya, meskipun belum tentu

pembayaran itu juga akan membebaskan si berhutang. Hanya untuk

perjanjian-perjanjian dimana slah satu pihak diharuskan melakukan sesuatu perbuatan tentu saja

asas tersebut itu tidak akan berlaku. Misalnya saja dalam suatu perjanjian bekerja, tidak

dapat seorang pekerja dengan begitu saja digantikan oleh temannya yang mungkin tidak

sepadan kecakapannya.

Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan adalah salah satu

cara pembayaran untuk menolong debitur. Dalam hal ini si kreditur menolak

pembayaran. Penawaran pembayaran tunai terjadi jika si kreditur menolak menerima

pembayaran, maka debitur secara langsung menawarkan konsignasi, yakni dengan

menitipkan uang atau barang kepada notaris atau panitera. Setelah itu notaris atau uang

yang harus dibayarkan selanjutnya menjumpai kreditur untuk melaksanakan

pembayaran. Jika kreditur menolak, maka dipersilahkan oleh notaris atau panitera untuk

menandatangani berita acara. Jika kreditur menolak juga, maka hal ini dapat dicatat

dalam berita acara tersebut, hal ini merupakan bukti bahwa kreditur menolak

pembayaran yang ditawarkan. Dengan demikian debitut meminta kepada hakim agar

konsignasi disahkan. Jika telah disahkan, maka debitur terbebas dari kewajibannya dan

(45)

Pembaharuan hutang (novasi) adalah peristiwa hukum dalam suatu perjanjian

yang diganti dengan perjajian lain. Dalam hal para pihak mengadakan suatu perjanjian

dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan membuat perjanjian yang batu. Dalam

hal ini terjadinya perjumpaan hutang atau kompensasi terjadi jika para pihak yaitu

kreditur dan debitur saling mempunyai hutang piutang, maka mereka mengadakan

perjumpaan hutang untuk suatu jumlah yang sama. Hal ini terjadi jika antara kedua

hutang berpokok pada sejumlah uang atau sejumlah barang yang dapat dihabiskan dari

jenis yang sama dan keduanya dapat ditetapkan serta dapat ditagih seketika.

Pencampuran hutang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan kreditur dan

debitur pada orang. Dengan bersatunya kedudukan debitur pada satu orang dengan

sendirinya menurut hukum telah terjadi pencampuran hutang sesuai dengan pasal 1435

KUHPerdata. Pembebasan hutang terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan

bahwa ia tidk menghendaki lagi adanya pemenuhan prestasi oleh si debitur. Jika si

debitu menerima pernyataan si kreditur maka berakhirlah perjanjian hutang piutang

diantar mereka.

Dengan terjadinya musnah barang-barang yang menjadi hutang debitur, maka

perjanjian juga dapat dihapus. Dalam hal demikian debitur wajib membuktikan bahwa

musnahnya barang tersebut adalah diluar kesalahannya dan barang itu akan musnah

atau hilang juga meskipun ditangan kreditur. jadi dalam hal ini si debitur telah berusaha

dengan segala daya upaya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada seperti

semula, hal ini disebut dengan resiko. Suatu perjanjian akan hapus jika ada suatu

(46)

hukum. Karena jika dilihat batal demi hukum maka akibatnya perjanjian itu dianggap

tidak pernah ada, sedangkan dalam pembatalan, perjanjian dianggap telah ada akan

tetapi karena suatu pembatalan maka perjanjian itu dihapuskan dan para pihak kembali

kepada keadaan semula.

Syarat batal adalah syarat yang jika dipenuhi, menghentikan perjanjian dan

membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula yaitu, tidak pernah ada suatu

perjanjian. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perjanjian, hanyalah mewajibkan

si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya jika peristiwa yang dimaksud

terjadi. Daluarsa adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan

dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang

diterima oleh undang-undang20

Pihak PDAM menetapkan secara sepihak termasuk kelompok mana pelanggan

tersebut, dan juga menetaplkan secara sepihak kelompok tarif yang harus dibayar

nantinya oleh pihak pelanggan. Perjanjian penyambungan dalam bentuk formulir ini (pasal 1946 KUHPerdata).

Perjanjian baku dam jual beli air minum antara konsumen dengan PDAM Kota

Rantauprapat. Perjanjian jual beli air minum terjadi apabila ad permintaan sambungan

baru air minum oleh calon pelanggan. Calon pelanggan mengisi formulir yang telah

disediakan terlebih dahulu oleh pihak PDAM. Setelah pengisian formulir, dan

syarat-syarat administrasi dipenuhi, maka dilakukan peninjauan ke lapangan oleh pihak

PDAM, guna menetapkan kedalam golongan mana pelanggan itu dimasukkan.

20

(47)

adalah perjanjian jual beli air minum antara PDAM sebagai penjual (pihak pertama) dan

pelanggn sebagai pembeli (pihak kedua).

Para pihak bersepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli air minum dengan

ketentuan sebagai berikut :

Pertama pihak kedua setuju :

a. Jika kemudian hari timbul sengketa mengenai hak milik perizinan tanah maupun

bangunan hinggga mengakibatkan pipa harus dibongkar, maka hal ini di luar

tanggungjawab PDAM Kota Rantauprapat dan pemohon tidak menuntut kerugian

apapun.

b. Setuju dan tidak akan menggugat jika pipa saluran kota dengan pipa dinas yang

dipasang dialamatkan tersebut di atas yang kami biayai, setelah dipasang menjadi

hak milik PDAM dan PDAM berhak memperluas maupun menghubungkan

pemasangan baru pada saluran air tersebut.

c. Jika kemudian hari terjadi perubahan jaringan pipa dalam persil yang tidak sesuai

gambar yang diizinkan maka sambungan pipa dinas dapat dicabut tanpa dapat kami

tuntut ganti rugi dalam bentuk apapun.

d. Akan memenuhi semua peraturan yang berlaku sebagai pelanggan PDAM Kota

Rantauprapat.

Untuk penyambungan air minum sebagaimana yang dimaksud dalam surat

perjanjian, maka pihak kedua wajib membayar biaya penyambungan. Baiaya

penyambungan yang telah dibayar pihak kedua kepada pihak pertama selanjutnya tidak

(48)

itu atau perjanjian berakhir dengan sebab apapun. Kedua belah pihak menerima hak dan

melakukan kewajiban masing-masing, antara lain :

a. Pihak kedua berkewajiban melaksanakan pembayaran rekening air setiap bulannya

dan biaya keterlambatan pembayaran rekening air jika pembayaran rekening air

melewati batas waktu pembayaran.

b. Pihak pertama berhak melakukan pemutusan sementara tanpa pemberitahuan lebih

dahulu kepada pihak kedua.

c. Pihak pertama berkewajiban melakukan penyambungan kembali setelah pihak

kedua melunasi semua tunggakan , denda (biaya keterlambatan) dan biaya-biaya

yang ditentukan.

d. Pihak kedua berkewajiban untuk melaporkan kerusakan-kerusakan serta

gangguan-gangguan pada pipa dinas, pipa persil, meter air yang berada dalam persilnya.

e. Pihak kedua dilarang untuk melakukan penyedotan air dengan pipa hidup langsung

dari pipa air minum, mengambil air minum, mengambil air sebelum meter air atau

merusak meter, mengadakan perubahan dan perluasan instalasi yang telah dipasang

tanpa izin tertulis dari PDAM Kota Rantauprapat, merusak segel yang sudah

dipasang oleh PDAM Kota Rantauprapat.

Apabila terjadi perselisihan pendapat dalam rangka pelaksanaan perjanjian ini,

kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Jika

penyelesaian perselisihan pendapat dengan cara musyawarah tidak tercapai, kedua

(49)

Sedangkan dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen mengenai klausul baku untuk tetap tegaknya asas kebebasan berkontrak

berbunyi antara lain sebagai berikut : Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 :

1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk

diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen dan atau perjanjian apabila :

a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha

b. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya keguanaan barang atau

pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.

2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

pengungkapannya sulit dimengerti.

3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen

atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.

4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

undang-undang ini.

Skripsi ini akan mengkaji dan menguji secara hukum apakah ketentuan yang

tercetak pada perjanjian baku tersebut telah memenuhi asas-asas umum hukum

perjanjian dan perlindungan bagi konsumen berdasarkan asas-asas yang hidup di

(50)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KONSUMEN

A. PENGERTIAN KONSUMEN

Dalam kamus bahasa, istilah konsumen merupakan alih bahasa dari

consumer (Inggris-Amerika) yang secara harfiah berarti seseorang yang

membeli barang atau menggunakan jasa, atau seseorang atau suatu perusahaan

yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu. Ada pula yang

memberikan arti lain, yaitu konsumen yang berarti setiap orang yang

menggunakan barang atau jasa.

Sekalipun semua orang mengerti bahwa sangat sulit untuk membuat

suatu batasan tentang pengertian konsumen tanpa memuat berbagai kekurangan

didalamnya. R. Setiawan (1999) mencoba memberikan batasan pengertian

konsumen sebagai setiap orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan

barang/jasa untuk suatu kegunaan tertentu21

Dengan demikian yang dimaksud dengan setiap orang dalam batasan

diatas adalah orang alamiah maupun orang yang diciptakan oleh hukum (badan

hukum). Unsur mendapatkan juga digunakan dalam batasan ini, karena

perolehan barang atau jasa oleh konsumen tidak saja berdasarkan suatu

hubungan hukum (perjanjian jual beli, sewa menyewa, pinjam-pakai dan

sejenisnya), tetapi juga mungkin terjadi karena pemberian sumbangan,

hadiah-hadiah atau yang lain, baik yang berkaitan dengan suatu hubungan komersial

maupun dalam hubungan lainnya (non-komersial). Mendapatkan secara sah .

21

(51)

adalah mendapatkan suatu barang atau jasa dengan cara-cara yang tidak

bertentangan dan atau /melawan hukum. Selanjutnya unsur kegunaan tertentu

memberikan tolok ukur pembeda antara berbagai konsumen yang dikenal

(konsumen antara dan konsumen akhir). Tergantung untuk kegunaan apakah

suatu barang atau jasa itu diperlukan. Apabila kegunaan tertentu itu adalah

untuk tujuan memproduksi barang atau jasa lain dan atau untuk dijual kembali

(tujuan komersial), maka kita akan berhadapan dengan konsumen antara.

Apabila kegunaan tertentu itu adalah untuk tujuan memenuhi kebutuhan pribadi,

keluarga atau rumah tangganya serta tidak untuk dijual kembali (tujuan

non-komersial), maka konsumen tersebut adalah konsumen akhir.

Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, pada pasal 1 butir 2 menyatkan bahwa: Konsumen adalah setiap

orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan. Secara umum, konsumen dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu:

1) Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu;

2) Konsumen-antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang/

jasa lain untuk digunakan dengan tujuan membuat barang/ jasa lain

untuk diperdagangkan (untuk tujuan komersial);

3) Konsumen-akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan

(52)

hidupnya pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (non-komersial).

The UN Guidelines for Consumer protection yang diterima dengan suara

bulat oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui

Resololusi PBB No. A/RES/39/248 tanggal 16 April 1995 tentang Perlindungan

Konsumen, mengandung pemahaman umum dan luas mengenai perangkat

perlindungan konsumen yang asasi dan adil. Hal yang diperjuangkan oleh

guidelines tersbut adalah struktur kelompok-kelompok konsumen yang

independen, dimana dinyatakan dalam paragraf pertama bahwa

pemerintah-pemrintah sepakat untuk memfasilitasi/ mendukung perkembangan

kelompok-kelompok konsumen22

B. DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Yusuf Sofie, 2003).

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengonsumsi

serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak

kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang

22

(53)

diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan

sebagainya 23

Di

(Shidarta. 2004).

mengajukan perlindungan adalah:

1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat

(1), Pasal 27 , dan Pasal 33, sebagai sumber dari segala sumber hukum di

Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional

diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga

mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang

dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia No. 3821. Lahirnya Undang-undang ini memberikan

harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas

kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin

adanya kepastian hukum bagi konsumen.

3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.

23

(54)

4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif

Penyelesian Sengketa

5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001

Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas

Indag Prop/Kab/Kota

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795

/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen24

C. ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. Asas Perlindungan Konsumen

Wijaya. G (2001) membedakan antara hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen25

24

. Hukum konsumen adalah asas-asas dan

kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan

penggunaannya dalam kehidupan bermasyarakat sedangkan hukum

perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah

25

(55)

yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan masalah

penggunaannya dalam kehidupan bermasyarakat. Definisi dari perlindungan

konsumen itu sendiri dapat ditemukan dalam pasal 1 butir 1 UU nomor 8

Tahun 1999 yaitu: Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen. Dalam penjelasan psal 2 Undang-undang Perlindungan

Konsumen dinyatakan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan

sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam

pembangunan nasional, yakni sebagai berikut:

a. Asas Manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara

keseluruhan.

b. Asas Keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajiban secara adil.

c. Asas Keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentinagn konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti

material maupun spiritual.

d. Asas Keamanan dan keselamatan konsumen, dimaksudkan untuk

(56)

dalm penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barnag dan/ atau jasa

yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas Kepastian Hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

2. Tujuan Perlindungan Konsumen

Diperlukan suatu perlindungan bagi pelaku usaha maupun konsumen

yang mengadakan hubungan hukum untuk memenuhi kebutuhannya

masing-masing. Perlindungan tersebut tidak hanya diberikan kepada pelaku usaha

guna menghindari campur tangan pihak lain dalam hubungan hukum yang

terjadi dengan konsumen, tapi juga diberikan kepada konsumen guna

melindunginya dari perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha

yang dapat merugikan kepenting

Gambar

Tabel 1. Konsentrasi (Kadar) Bagi Unsur Flour Dalam Air Minum

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dikaji tentang konversi abu layang menjadi MCM-41 dan pengaruh rasio mol Si/Al terhadap karakter struktur MCM-41 hasil sintesis seperti kristalinitas,

Program MKK yang dilakukan oleh Pihak TNGHS terhadap Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi salah satunya adalah pembagian bibit padi varietas unggul sebagai upaya

- Pengendalian: Tanaman yang terserang ulat daun disemprot dengan menggunakan Nematoda Entomopatogen dengan dosis ½ juta IJ/M 2 aplikasi dilakukan pada sore hari jam

“Kami akan koordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta untuk turun membersihkan Kali Ciliwung yang saat ini banyak sampahnya,” tegas Agus, Sabtu (27/9).. “Kalau

Ceritakan peranan dan tugas dalam bekerja yang bertentangan dengan diri anda atau tidak sesuai dengan diri

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh model pembelajaran dan gaya belajar terhadap hasil belajar. Variabel bebas perlakuan adalah model kooperatif tipe GI

Beberapa faktor yang mengakibatkan depresi menurut Hadi (2004) yaitu kehilangan dan reaksi terhadap stres. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang dekat dengan dirinya dapat

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, perlu