• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

NURHAFNI 107032229/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) Dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NURHAFNI 107032229/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

Judul Tesis : PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Nurhafni Nomor Induk Mahasiswa : 107032229

Program Studi : S2 Imu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 04 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PERILAKU BERISIKO SEKSUAL REMAJA PENGAMEN JALANAN DI KOTA MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah permasalahan sosial yaitu fenomena anak jalanan, perilaku beresiko anak jalanan dan perilaku seks bebas di kalangan remaja pengamen jalanan. Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari di seluruh dunia bahkan di Indonesia, di kota besar maupun di kota-kota kecil. Perilaku beresiko seksual pengamen jalanan rentan terhadap resiko kesehatan reproduksi dan seksual termasuk pelecehan seksual, kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dapat mengakibatkan HIV/AIDS dan PMS (Penyakit Menular Seksual) lainnya, penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza), minuman beralkohol serta kriminal atau kejahatan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat Etnografi (Ethnography

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja pengamen jalanan di Simpang Aksara Medan lebih rentan terhadap penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza) serta minuman beralkohol, keseluruhan informan pernah minum tuak, menggunakan ganja yang di hisap dengan rokok, ngelem serta penyalahgunaan obat-obatan (Benzodiazepin) atau pil koplo dengan dosis tinggi seperti Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum dan Tramadol

yang di konsumsi melebihi dosis yang dianjurkan, Berbagai alasan informan menjadi anak jalanan adalah di pukuli orangtua, orangtua sering bertengkar, orangtua bercerai, karena ekonomi dan ingin bebas.

) yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian. Peneliti menggunakan perspektif emik yaitu peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan sesuai dengan fakta, bahasa dan pandangan informan. Penelitian di laksanakan di Simpang Aksara Medan, dengan jumlah informan 7 orang. Analisis data dilakukan menggunakan teknik triangulasi data yaitu : Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), Conclusion Drawing

(Verification).

Berdasarkan hasil penelitian di sarankan kepada Dinas sosial Kota Medan supaya menjalankan suatu kebijakan konkrit mengurangi persoalan yang dialami anak jalanan. Masalah ini adalah ekses dari sebuah manajemen pembangunan yang tidak benar, seperti memberi ruang bagi kebutuhan anak jalanan , memberi media untuk menggali potensi kreativitas anak jalanan.

(7)

ABSTRACT

The increase in human value is related to many factors; one of them is the social problems of the phenomena of street teenagers, their risky behavior, and free sex among the singing-beggar teenagers. The phenomena of the street teenagers become a global and alarming issue. The number of street teenagers become increasing from day to day, either in big cities or in small ones throughout the world, including Indonesia. Their sexual risk behavior will cause them to be vulnerable to their health reproduction and sexual risks, including sexual harassment, sexual strife, and sexual deviation. All these things will cause HIV/AIDS and other PMSs (sexually transmitted diseases), drug addiction or addictive substance (Napza), alcoholic, and crime.

The research used qualitative and ethnographic method which was aimed to understand the phenomena experienced by the subjects of the study. The researcher used ethnic perspective by gathering data which comprised of detailed accounts of the informants (the respondents) who expressed their accounts in their own dialects and ideas. The research was conducted at Simpang Aksara, Medan, with seven respondents. The data were analyzed by using triangulation data technique: reduction data, display data, and conclusion drawing (verification).

The results of the research showed that singing beggar teenagers at Simpang Aksara, Medan, were more vulnerable to using narcotics or additive substance (Napza) and alcohol beverages. All respondents had drunk tuak (fermented coconut milk), smoked ganja (mariyuana) mixed with cigarettes, become intoxicated by drug (Benzodiazepine) or pil koplo (tranquillizers used as narcotics) with high dosage, such as Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum, and Tramadol in over-dosage usage. They became street youngsters because of being beaten by their parents, quarreling, divorced parents, economic problem, and having a desire to be free.

It is recommended that the Social Affairs Service in Medan should make a concrete policy in decreasing the problems of street youngsters. These problems come from the excess of wrong development management; therefore, they should be given the opportunity to fulfill their needs, and their potential creativity should be developed.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat serta Karunia Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M, Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Dr. Ir Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku ketua komisi pembimbing I. 6. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si selaku anggota komisi pembimbing II yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis.

7. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes dan selaku penguji I tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan tesis ini.

8. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, selaku penguji II tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penulisan tesis ini.

9. Rasyid Ridho Nst, SSTP selaku Camat di Kecamatan Medan Tembung yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Medan Tembung.

10. Para staf pengajar dan staf administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 11. Para anak jalanan dan anak punk di Simpang Aksara Medan.

(10)

(Mangarahon Rambe, Juniati Rambe, Mukrizal Rambe, Samsir Rambe (Alm), Rita Irawati Rambe, Darwin Rambe) yang telah memberikan dorongan secara moril dan materil.

13. Untuk suami tercinta Andri Putra Harahap yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam, setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan selama dalam penulisan tesis ini, teristimewa untuk putri kecilku Raisya Alifa Harapan serta keluarga besar penulis (Erwin Harahap dan Bang Eri) terima kasih atas dukungan dan pengertiannya.

14. Terima kasih juga kepada rekan-rekan Mahasiswa/i Angkatan 2010 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Khususnya Peminatan Kesehatan Reproduksi Ruang “C”.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Nurhafni, lahir di desa Parinduhan kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 8 Oktober 1980. Anak ketujuh dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Abdul Manaf Rambe (Alm) dan Ibunda Lomo Sari Siregar (Alm) dan telah menikah dengan Andri Putra Harahap.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri 010097 Kisaran selesai pada tahun 1993, Kemudian Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Kisaran selesai tahun 1996. Melanjutkan pendidikan Menengah Atas di SMU Negeri 1 Batang Toru selesai tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Politehnik Kesehatan Negeri Medan Jurusan Kesehatan Gigi selesai pada tahun 2003. Dan pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tahun 2008 sampai sekarang bekerja sebagai Staf Pengajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar-Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Defenisi Remaja ... 11

2.2. Defenisi Anak Jalanan ... 13

2.3. Faktor-faktor Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan ... 15

2.4. Pengamen Jalanan ... 17

2.5. Pengertian Perilaku ... 18

2.6. Perilaku Seksual ... 26

2.7. Perilaku Berisiko Seksual Pengamen Jalanan ... 27

2.8. Alur Pikir Sementara Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1.Jenis Penelitian ... 36

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2.Waktu Penelitian ... 37

3.3.Pemilihan Informan ... 38

3.4.Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1.Data Primer ... 38

3.4.2.Data Sekunder ... 39

3.5.Metode Analisis Data ... 39

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 43

4.1. Gambaran Daerah Penelitian ... 43

(13)

4.3. Matriks Pengetahuan Informan ... 45

4.3.1. Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual ... 45

4.3.2. Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual 46

4.3.3. Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ... 48

4.3.4. Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol .. 49

4.3.5. Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza 50 4.3.6. Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya ... 52

4.4. Matriks Sikap Informan ... 52

4.4.1. Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ... 53

4.4.2. Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual ... 53

4.4.3. Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ... 54

4.4.4. Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol ... 55

4.4.5. Sikap Informan tentang Penyalahgunaan NApza ... 57

4.4.6. Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya .. 58

4.5. Matriks Tindakan Informan ... 59

4.5.1. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual ... 59

4.5.2. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual ... 60

4.5.3. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual ... 61

4.5.4. Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol ... 62

4.5.5. Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza ... 64

4.6. Matriks Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan ... 67

4.6.1. Alasan Menjadi Anak Jalanan ... 67

4.6.2. Apakah Kehidupan di Jalanan Keras ... 69

4.6.3. Alasan Betah Hidup di Jalanan ... 70

4.6.4. Alasan tidak Ingin Keluar dari Kehidupan Jalanan ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 74

5.1. Karakteristik Informan ... 74

5.2. Pengetahuan Informan ... 75

5.2.1. Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual ... 75

5.2.2. Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual 76 5.2.3. Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ... 77

5.2.4. Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol .. 78

5.2.5. Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza 79 5.2.6. Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS Lainnya ... 80

(14)

5.3.1. Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ... 82

5.3.2. Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual ... 83

5.3.3. Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ... 84

5.3.4. Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol ... 85

5.3.5. Sikap Informan tentang Penyalahgunaan Napza ... 86

5.3.6. Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya .. 87

5.4. Tindakan Informan ... 88

5.4.1. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual ... 88

5.4.2. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual ... 89

5.4.3. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual ... 90

5.4.4. Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol .... 91

5.4.5. Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza ... 92

5.5. Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan ... 100

5.5.1. Alasan Menjadi Anak Jalanan ... 100

5.5.2. Kehidupan Jalanan itu Keras ... 102

5.5.3. Alasan Betah Hidup Dijalanan ... 103

5.5.4. Alasan tidak Ingin Keluar dari Kehidupan Jalanan ... 104

5.6. Abstraksi Informan ... 105

5.6.1. Abstraksi Pengetahuan Informan ... 105

5.6.2. Abstraksi Sikap Informan ... 106

5.6.3. Abstraksi Tindakan Informan ... 107

5.6.4. Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan ... 109

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

6.1. Kesimpulan ... 110

6.2. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Tabel Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik Pengetahuan . 44

4.2. Matriks Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual ... 46

4.3. Matriks Pengetahuan Informan tentang Penyimpangan Seksual ... 47

4.4. Matriks Pengetahuan Informan tentang Kekerasan Seksual ... 48

4.5. Matriks Pengetahuan Informan tentang Minuman Beralkohol ... 49

4.6. Matriks Pengetahuan Informan tentang Penyalahgunaan Napza ... 50

4.7. Matriks Pengetahuan Informan tentang HIV/AIDS dan PMS Lainnya ... 52

4.8. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Pelecehan Seksual ... 53

4.9. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Penyimpangan Seksual ... 54

4.10. Matriks Sikap Informan terhadap Kasus Kekerasan Seksual ... 55

4.11. Matriks Sikap Informan tentang Minuman Beralkohol ... 56

4.12. Matriks Sikap Informan tentang Penyalahgunaan Napza ... 57

4.13. Matriks Sikap Informan tentang HIV/AIDS dan PMS lainnya ... 58

4.14. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual ... 59

4.15. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual ... 60

4.16. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual ... 61

4.17. Matriks Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol ... 63

(16)

4.19. Matriks Alasan Menjadi Anak Jalanan ... 67

4.20. Matriks Apakah Kehidupan di Jalanan Keras ... 69

4.21. Matriks Alasan Betah Hidup di Jalanan ... 70

(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara (Indepth Interview) ... 119

2. Dokumen Penelitian ... 122

3. Drug List ... 127

(19)

ABSTRAK

Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah permasalahan sosial yaitu fenomena anak jalanan, perilaku beresiko anak jalanan dan perilaku seks bebas di kalangan remaja pengamen jalanan. Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari di seluruh dunia bahkan di Indonesia, di kota besar maupun di kota-kota kecil. Perilaku beresiko seksual pengamen jalanan rentan terhadap resiko kesehatan reproduksi dan seksual termasuk pelecehan seksual, kekerasan seksual dan penyimpangan seksual yang dapat mengakibatkan HIV/AIDS dan PMS (Penyakit Menular Seksual) lainnya, penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza), minuman beralkohol serta kriminal atau kejahatan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat Etnografi (Ethnography

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja pengamen jalanan di Simpang Aksara Medan lebih rentan terhadap penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza) serta minuman beralkohol, keseluruhan informan pernah minum tuak, menggunakan ganja yang di hisap dengan rokok, ngelem serta penyalahgunaan obat-obatan (Benzodiazepin) atau pil koplo dengan dosis tinggi seperti Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum dan Tramadol

yang di konsumsi melebihi dosis yang dianjurkan, Berbagai alasan informan menjadi anak jalanan adalah di pukuli orangtua, orangtua sering bertengkar, orangtua bercerai, karena ekonomi dan ingin bebas.

) yang bertujuan untuk memahami fenomena apa yang dialami oleh subjek penelitian. Peneliti menggunakan perspektif emik yaitu peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan sesuai dengan fakta, bahasa dan pandangan informan. Penelitian di laksanakan di Simpang Aksara Medan, dengan jumlah informan 7 orang. Analisis data dilakukan menggunakan teknik triangulasi data yaitu : Data Reduction (Reduksi Data), Data Display (Penyajian Data), Conclusion Drawing

(Verification).

Berdasarkan hasil penelitian di sarankan kepada Dinas sosial Kota Medan supaya menjalankan suatu kebijakan konkrit mengurangi persoalan yang dialami anak jalanan. Masalah ini adalah ekses dari sebuah manajemen pembangunan yang tidak benar, seperti memberi ruang bagi kebutuhan anak jalanan , memberi media untuk menggali potensi kreativitas anak jalanan.

(20)

ABSTRACT

The increase in human value is related to many factors; one of them is the social problems of the phenomena of street teenagers, their risky behavior, and free sex among the singing-beggar teenagers. The phenomena of the street teenagers become a global and alarming issue. The number of street teenagers become increasing from day to day, either in big cities or in small ones throughout the world, including Indonesia. Their sexual risk behavior will cause them to be vulnerable to their health reproduction and sexual risks, including sexual harassment, sexual strife, and sexual deviation. All these things will cause HIV/AIDS and other PMSs (sexually transmitted diseases), drug addiction or addictive substance (Napza), alcoholic, and crime.

The research used qualitative and ethnographic method which was aimed to understand the phenomena experienced by the subjects of the study. The researcher used ethnic perspective by gathering data which comprised of detailed accounts of the informants (the respondents) who expressed their accounts in their own dialects and ideas. The research was conducted at Simpang Aksara, Medan, with seven respondents. The data were analyzed by using triangulation data technique: reduction data, display data, and conclusion drawing (verification).

The results of the research showed that singing beggar teenagers at Simpang Aksara, Medan, were more vulnerable to using narcotics or additive substance (Napza) and alcohol beverages. All respondents had drunk tuak (fermented coconut milk), smoked ganja (mariyuana) mixed with cigarettes, become intoxicated by drug (Benzodiazepine) or pil koplo (tranquillizers used as narcotics) with high dosage, such as Dekstrometorfan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum, and Tramadol in over-dosage usage. They became street youngsters because of being beaten by their parents, quarreling, divorced parents, economic problem, and having a desire to be free.

It is recommended that the Social Affairs Service in Medan should make a concrete policy in decreasing the problems of street youngsters. These problems come from the excess of wrong development management; therefore, they should be given the opportunity to fulfill their needs, and their potential creativity should be developed.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan kualitas manusia berkaitan dengan banyak faktor, salah satunya adalah permasalahan sosial yang selalu dibicarakan adalah fenomena anak jalanan, perilaku berisiko anak jalanan dan perilaku seks bebas di kalangan remaja pengamen jalanan. Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalan bertambah setiap hari di seluruh dunia bahkan di Indonesia, di kota besar maupun di kota-kota kecil.

UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund)

Lebih dari satu dekade yang lalu, memperkirakan bahwa sekitar 100 juta anak dan remaja tumbuh dewasa di jalan-jalan kota besar (UNICEF, 1989). Dapat meningkatkan kemiskinan, perang, kelaparan dan penyakit terjadi secara tunggal atau dalam kombinasi telah secara substansial meningkatkan jumlah ini. Anak jalanan ini banyak terdapat di Kenya, dan seluruh Afrika (Ayuku

Berdasarkan data dari Dinas Sosial DKI Jakarta, jumlah anak jalanan pada tahun 2009 sebanyak 3.724 orang, tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 orang, dan pada tahun 2011 ini juga meningkat menjadi 7.315 orang (Kompas, 2011). Data dari Yayasan Cinta Anak Bangsa juga menunjukkan bahwa jumlah anak

(22)

terlantar di Indonesia ada sekitar 3,3 juta anak dan 160.000 diantaranya adalah anak jalanan (kppri, 2010).

Perilaku kesehatan reproduksi anak jalanan perlu mendapat perhatian serius mengingat sebagian atau seluruh waktu anak jalanan dihabiskan di jalan, mereka kurang peduli terhadap pentingnya kesehatan reproduksi mereka sendiri. Akses layanan kesehatan yang baik bagi anak jalanan lebih sedikit dibandingkan masyarakat normal, hal tersebut mempengaruhi gaya perilaku kesehatan mereka.

Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan: ancaman HIV/AIDS menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan reproduksi remaja muncul ke permukaan. Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. Kelompok populasi remaja sangat besar, saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun (Adjie, 2010).

Menurut Sarwono (2003), Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

(23)

(Penyakit Menular Seksual) lainnya, penggunaan narkotika atau zat adiktif (Napza) serta kriminal atau kejahatan (Hidayat, 2011).

Di Amerika Serikat, infeksi menular seksual pada remaja usia 15–17 tahun dan dewasa muda 18–24 tahun merupakan kelompok usia penderita IMS yang tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain. Dari berbagai publikasi oleh Chacko, dkk. 2004, mengemukakan bahwa prevalensi klamidia pada wanita usia 15-24 tahun di klinik keluarga berencana (KB) adalah: 3,0 - 14,2% dan gonore 0,1% - 2,8%. Di Thailand, pada 1999 Paz-Bailey, dkk. melakukan penelitian di tiga sekolah kejuruan di Propinsi Chiang Rai. Mereka melaporkan bahwa dari 359 remaja wanita usia 15–21 tahun yang telah melakukan hubungan seksual, dengan pemeriksaan laboratorium polymerase chain reaction

Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak jalanan sepanjang 2008 meningkat 30% menjadi 1.555 kasus atau 4,2 kasus per hari dari 1.194 kasus pada 2007. Menurut catatan Dinas Sosial DKI Jakarta sedikitnya ada 4.023 anak jalanan yang tersebar di 52 wilayah di Jakarta (kppri, 2010).

(PCR), 22 orang (6,1%) positif terinfeksi klamidia dan 3 orang (0,3%) terinfeksi gonore.

(24)

mengenalkan korban pada dunia narkotik dan obat-obat berbahaya kepada para korbannya. Seluruh korban yang berprofesi sebagai pengamen disodomi di berbagai lokasi. Heri mengaku pernah disodomi lelaki dewasa ketika masih berusia 15 tahun. Pengalaman pahit itulah yang membuatnya berbuat sama pada anak-anak kecil.

Pada kasus di Pekanbaru Riau pada 2003-2006, yaitu pencabulan oleh Peter W Smith, seorang warga Australia yang berprofesi sebagai guru bahasa Inggris. Korbannya lebih dari 50 anak jalanan. Kejahatan seksual terhadap anak juga dilakukan oleh APS alias Abang Kacamata, 24 tahun, di Jakarta Utara, lelaki 24 tahun itu telah melakukan sodomi sebanyak 22 kali terhadap 15 anak jalanan di wilayah Jakarta Utara. Kasus sodomi dilakukan oleh Babe alias Baekuni, 49 tahun. Selain melakukan sodomi, Babe juga terbukti memutilasi anak-anak jalanan yang menolak disodomi. Seperti pelaku sodomi lain, kebiasaan Babe untuk menyodomi bocah ini berpangkal dari trauma masa lalu. Saat merantau ke Jakarta, Babe yang juga menjadi anak jalanan pada 1970-an pernah menjadi korban sodomi. Rasa trauma itu membekas. Tapi setelah dia menjadi korban, dia malah mencari korban anak-anak jalanan yang lain. Melakukan praktek seks menyimpang dengan anak kecil pun menjadi kebiasaannya (Utami, 2011).

(25)

karena ingin hidup bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%) (Pardede, 2008).

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang disahkan melalui Peraturan Presiden No. 7/2005, maka program KRR merupakan salah satu program prioritas dalam pembangunan nasional. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja secara eksplisit dinyatakan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi remaja, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dan mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Wilopo, 2006).

Hasil dari penelitian Hidayat (2010) di kota Semarang adalah anak jalanan memiliki sikap, perilaku dan pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi. Hal ini disebabkan kontak sosial anak jalanan cenderung terbatas pada lingkungan jalanan dan memiliki sedikit sekali waktu untuk kontak dengan lingkungan keluarga dan sekolah, pengetahuan anak jalanan bersumber dari informasi yang diperoleh di jalanan. Kehidupan tersebut menyebabkan anak jalanan membentuk pengetahuan mereka sesuai dengan apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan di jalanan. Layanan sosial kesehatan yang bisa diakses sangat sedikit sehingga semakin menjadi kendala masuknya informasi kepada anak jalanan (Hidayat, 2011)

(26)
(27)

Salah satu faktor yang menyebabkan remaja turun ke jalan menjadi pengamen jalanan adalah kemiskinan atau faktor ekonomi. Pada bulan September tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara yaitu 1421,4 jiwa dengan persentase sebesar 10,83%. (BPS Provinsi Sumut Tahun 2011). Adapun jumlah penduduk miskin di kota Medan pada tahun 2008 adalah 217,30 jiwa atau 10,43%, tahun 2009 adalah 200,40 jiwa atau 9,58%, tahun 2010 adalah 212,30 jiwa atau 10,05% (BPS Provinsi Sumut Tahun 2011).

Berdasarkan Data Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara bahwa jumlah anak jalanan di Sumut tahun 2008 berjumlah 2267 jiwa, tahun 2009 berjumlah 2.099 jiwa dan tahun 2010 berjumlah 2948 jiwa sedangkan di Kota Medan tahun 2008 berjumlah 63 jiwa, tahun 2009 berjumlah 75 jiwa dan tahun 2010 berjumlah 663 jiwa. Jumlah remaja pada tahun 2009 (usia 15-19) tahun berjumlah 214496 atau 10.11 % dari keseluruhan jumlah total penduduk kota Medan yaitu 2121053 jiwa (BPS Propvinsi Sumut tahun 2009, 2010 dan 2011).

(28)

Komitmen dan perhatian Pemerintah Kota (Pemko) Medan terkait anak jalanan masih sangat minim. Karena itu Pemko didesak menjalankan suatu kebijakan konkrit mengurangi persoalan yang dialami anak jalanan. Masalah ini adalah ekses dari sebuah manajemen pembangunan yang tidak benar, ada beberapa indikator yang menunjukkan tidak ada kejelasan penanganan anak jalanan di kota Medan. Pertama, tidak ada regulasi konkrit yang berpihak. Terbukti, rata-rata peraturan daerah (perda) atau keputusan yang dibuat isinya tidak memberi ruang bagi kebutuhan anak jalanan. "Mal dan plaza dibangun sesuka hati. Tapi tidak ada hutan kota, taman, dan media untuk menggali potensi kreativitas anak jalanan. Kedua, ada stigma yang terus dibangun bahwa anak jalanan itu sampah. Kotoran yang harus dibuang. "Cara mengatasi anak jalanan adalah dengan kekerasan atau represif melalui razia atau sweeping yang dilakukan Satpol PP, ditangkap, digiring, dan dibawa ke dinas sosial, lalu dibebaskan kembali tanpa adanya pembinaan yang jelas, tidak memiliki perencanaan strategis menangani anak jalanan ini. Pemko Medan tidak memiliki data pasti berapa jumlah anak jalanan di kota Medan”. Tidak ada upaya melakukan inventarisasi. Angka-angka ini suatu saat bisa bergerak naik. Sebab, anak-anak jalanan yang beranjak dewasa akan diganti dengan yang

Untuk meminimalisir persoalan baru.

(29)

Kedua, Pemko Medan harus memberikan ruang sosial agar mereka bisa berinteraksi, mempunyai pendamping, dan jika ada masalah ada yang mendengarkan, seperti konsep rumah singgah yang dapat untuk menuangkan kreatifitas. Kalau mempunyai talenta bermain musik, melukis, dan menari, maka disediakan tempatny (Rizky, 2010).

Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian secara kualitatif tentang bagaimana perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam mencari pemecahan masalah remaja yang bekerja sebagai pengamen di Indonesia pada umumnya, dan di kota medan pada khususnya.

1.2. Permasalahan

(30)

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis secara kualitatif perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan tahun 2012.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi tentang gambaran perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan.

2. Bagi remaja pengamen jalanan khususnya dan masyarakat pada umumnya, sebagai bahan masukan agar mencari pekerjaan yang lebih layak atau menggali potensi kreativitas yang ada pada diri anak jalanan tersebut serta tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak moral generasi muda di masa yang akan datang.

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Remaja

Mendefenisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu usia 10-19, merupakan masa yang khusus dan penting. Karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (FKM-UI, 2002; Sarwono, 2002).

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologik) secara cepat, yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-emosional). Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya. Karena itu merekan memerlukan pengertian, bimbingan dan dukungan di lingkungan di sekitarnya, dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang sehat baik jasmani, maupun mental psikhososial.

(32)

mereka mulai mengalami haid. Walaupun dewasa ini praktek seperti itu telah jarang ditemukan. Namun perlakukan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja, agar masalahnya dapat tertangani secara tuntas (FKM-UI, 2002).

Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Remaja awal (early adolescence) (10-12 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotic. Kepekaan berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

2. Remaja madya (middle adolescence) (13-15 tahun)

(33)

sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex

(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

3. Remaja akhir (late adolescence) (16-19 tahun)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2002).

2.2. Defenisi Anak Jalanan

(34)

Penggunaan istilah anak jalanan berimplikasi pada dua pengertian yang harus dipahami. Pertama, pengertian sosiologis, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang keluyuran di jalan-jalan. Masyarakat mengatakan sebagai kenakalan anak, dan perilaku mereka dianggap mengganggu ketertiban sosial.

Kedua, pengertian ekonomi, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua yang miskin (Nugroho, 2000;

UNICEFmembagi anak jalanan dalam Bagong, 1999).

tiga kategori yaitu: anak-anak yang menghuni jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan anak-anak keluarga jalanan. Ada sejumlah faktor utama yang diyakini menyebabkan atau memperburuk, masalah anak jalanan termasuk:

Secara garis besar anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok :

faktor ekonomi, hubungan keluarga, tingkat pendidikan orangtua rendah, jumlah keluarga besar, migrasi dari desa ke kota, perang dan bencana alam.

1. Children On the Street (Anak Jalanan yang bekerja di jalanan), yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak-anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orangtuanya. 2. Children of the street (Anak Jalanan yang hidup dijalanan), yakni anak-anak

(35)

Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seksual.

3. Children from families of the street atau children in street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Bagong, 1999, Boaten, 2008).

2.3. Faktor–faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan

(36)

kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 1999).

Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, sebagai berikut:

(37)

2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat, dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga miskin anak akan diikut sertakan dalam menambah penghasilan keluarga). Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga, oleh karena itu anak-anak diajarkan untuk bekerja pada masyarakat lain. Pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi).

3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu di jalanan, akibatnya akan banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah (Siregar, 2004).

2.4. Pengamen Jalanan

(38)

Definisi Pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang. Amen/pengamen (penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukkan di tempat umum). Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya di bidang seni. Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar. Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul-betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi. Sehingga yang melihat, mendengar atau menonton pertunjukkan itu secara rela untuk merogoh koceknya, bahkan dapat memesan sebuah lagu kesayangannya dengan membayar mahal (Suswandari, 2000).

Pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan cara menyanyikan lagu baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak atau bergantung dengan keluarga, dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan.

2.5. Pengertian Perilaku

(39)

Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus. Skinner membedakan perilaku menjadi dua :

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Repon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Skinner dalam Notoatmodjo (2001) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive respon

Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.

2) Operant respons atau instrumental respon

(40)

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu.

Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa ada 4 tingkatan dari pengetahuan yang perlu dikenal:

1. Pengetahuan kognitif (know-what) yang berasal dari pelatihan dasar dan sertifikasi.

2. Keahlian lanjutan (know-how) yang menerjemahkan buku pelajaran menjadi eksekusi yang efetif.

3. Pemahaman sistem (know-why) yang berasal dari dua tingkatan di atas ditambah kemampuan untuk memimpin suatu intuisi pelatihan.

4. Aktifitas yang berasal dari motivasi sendiri (care-why) yang mendorong kelompok-kelompok kreatif untuk menjadi kelompok yang terbaik dengan menggunakan kemampuan yang maksimal.

Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa tiga tingkatan yang pertama terdapat pada system-sistem didalam organisasi seperti basis-basis data, teknologi dan sistem prosedur operasional, sedangkan yang ke empat hanya ada diperoleh melalui kultur dari organisasi (Wiranata, 2000).

(41)

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang merupakan pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling tendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyakatan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

(42)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalkan dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggukan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

(43)

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menuju kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

2. Sikap (Attitude)

(44)

merupakan reaksi terbuka atau tingkat laku yang terbuka. Sikap merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajarkan orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

(45)

3. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adopsi (adooption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannyatanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor :

(46)

2. Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.

3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2002).

2.7. Perilaku Berisiko Seksual Pengamen Jalanan

(47)

pengaruh dan tekanan kelompok yang mengakibatkan anak jalanan minum alkohol, merokok, dan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (Napza), rentan juga terhadap penyakit infeksi, seperti ISPA, diare, tifus, hepatitis, dan kulit maupun rawan masalah gizi serta kriminal atau kejahatan seperti mencopet, mencuri, merampas, memeras bahkan merampok hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mereka rasa kurang.

A.Pelecehan Seksual

Menurut Mboiek, (1992:1) dan Stanko (1996:56) yang di kutip oleh Kinasih pengertian pelecehan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan laki -laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual, yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Sanistuti (dalam Daldjoeni,1994:4), pelecehan seksual adalah semua tindakan seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang bersifat intimidasi nonfisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba, mencium) yang dilakukan seorang laki-laki atau kelompoknya terhadap perempuan atau kelompoknya (Kinasih, 2007). B.Kekerasan Seksual

(48)

melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban dengan keadaan fisik maupun memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak sesuai, merendahkan, menyakiti dan melukai korban. Bentuk kekerasan seksual seperti melakukan hubungan seksual secara paksa terhadap anak, meraba -raba alat kelamin, memegang dada yang tidak dikehendaki oleh korban, dipeluk dan dicium secara paksa dan penganiayaan secara emosional seperti penggunaan kata-kata kasar yang di maksudkan untuk menjatuhkan harga diri anak.

Menurut Kaplan dan Sadock (1997) tindak kekerasan seksual pada anak jalanan adalah tindakan dibawah paksaan terhadap anak untuk melakukan aktivitas seksual, kekerasan seksual adalah perbuatan yang disengaja menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik atau emosional. Istilah child abuse berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.

Menurut Rahima (2005) kekerasan fisik yang dialami anak jalanan baik laki-laki maupun perempuan sangat banyak antara lain tamparan, pemukulan, pencekikkan, lemparan benda keras, penyiksaan menggunakan senjata, pengrusakan alat kelamin, penganiayaan dan pembunuhan (Rambe, 2009).

C.Penyimpangan Seksual

(49)

wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual:

1. Homoseksual

Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang “mencari” pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.

2. Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.

3. Ekshibisionisme

(50)

kehendaknya. Bila korban terkejut, merasa jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.

4. Voyeurisme

Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual.

5. Fetishisme

(51)

pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut. 6. Pedophilia/Pedophil/Pedofilia/Pedofil

Pedophilia Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks/kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.

7. Bestially

Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

8. Incest

Incest Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengan anak laki-laki.

9. Necrophilia/Necrofil

Necrophilia/Necrofil Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat/orang mati.

10.Zoophilia

Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

11.Sodomi

(52)

12.Frotteurisme/Frotteuris

Frotteurisme Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta, pesawat, bis dan lain-lain. (Sarwono, 2002; Suyatno, 2009)

D. Minuman Beralkohol

Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan. Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah mereka yang telah berumur 21 tahun. Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap tikus, ciu dan lain-lain (Widianti, 2007).

Terdapat 4 kelompok determinan dari penyalahgunaan alkohol (sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan) yang mana peranannya sangat kompleks dan saling terkait satu sama lainnya.

• Sosial

(53)

(keluarga dan masyarakat) juga menjadi kunci dalam permasalahan penyalahgunaan alkohol.

• Ekonomi

Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut ekonomi. Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di Indonesia juga dapat diasosiasikan dengan faktor keterjangkauan harga minuman beralkohol (import atau lokal) dengan daya beli atau kekuatan ekonomi masyarakat. Dan secara makro, industri minuman beralkohol baik itu ditingkat produksi, distribusi, dan periklanan ternyata mampu menyumbang porsi yang cukup besar bagi pendapatan negara (tax, revenue dan excise).

• Budaya

Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah alkohol juga menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak dijumpai produk lokal minuman beralkohol yang merupakan warisan tradisional (arak, tuak, badeg, dll) dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi. Sementara bila tradisi budaya tersebut dikaitkan dengan sisi agama dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang notabene melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat bertolak belakang.

• Lingkungan

(54)

tentang minuman beralkohol, serta pelaksanaan yang tegas menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak kalah penting adalah peranan provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi di tingkat masyarakat maupun advokasi pada tingkatan decision maker.

D.Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Napza)

Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Widianti, 2007).

Napza pada mulanya ditemukan dan dikembangkan untuk pengobatan dan penelitian. Tujuannya adalah untuk kebaikan manusia. Namun berbagai jenis obat tersebut kemudian disalahgunakan untuk mencari kenikmatan sementara atau mengatasi persoalan sementara (Wilopo, 2006).

(55)

yang mungkin disalah gunakan adalah tembakau, alcohol, obat-obat terlarang, dan zat-zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya yang dihisap dari asapnya. Penyalangunaan narkoba dapat menyebabkan kebergantungan zat narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakau/withdrawal. Lama kelamaan generasi muda itu bergantung kepada zat-zat tersebut dan sukar untuk melepaskan diri karena mereka telah kecanduan (ketergantungan narkoba). Jika sudah demikian maka generasi muda yang sudah bergantung pada zat-zat narkoba akan apa saja bangaimana mendapatkan uang, baik secara halal maupun haram seperti mencuri, merampok, mencopet dan sebagainya (Willis, 2010).

2.8.Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukan di atas, maka kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Perilaku Seksual Remaja Pengamen Jalanan

Lama Menjadi Anak Jalanan

Pendapatan Perhari Tempat Tinggal

[image:55.595.115.502.466.637.2]

Di kordinasi atau tidak Umur Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Pengetahuan Sikap Tindakan Pelecehan seksual Kekerasan seksual Penyimpangan seksual Minuman alkohol Penyalahgunaan Napza Menyebabkan HIV / AIDS dan PMS lainnya Status Perkawinan Orangtua

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian Lama Menjadi Anak

(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat Etnografi (Ethnography

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sebagai (human instrument), Buku catatan, tape recorder dan kamera. Peneliti menggunakan perspektif emik yaitu peneliti dalam hal ini mengumpulkan data berupa cerita rinci dari para informan dan diungkapkan sesuai dengan fakta, bahasa dan pandangan informan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan. Peneliti berusaha menggali pandangan mereka berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh informan.

(57)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di persimpangan Aksara Medan Kecamatan Medan Tembung, yang berada di jalan H. M Yamin, jalan Williem Iskandar dan jalan Letda Sudjono. Letak Aksara dimana terdapat pasar Aksara, Ramayana Aksara dan pasar Bengkok, Keramaian dan kemacetan menjadi suatu lokasi yang strategis untuk mengais rezeki bagi anak jalanan. serta aktivitas anak jalanan hampir terlihat setiap hari. Melalui observasi yang dilakukan peneliti, mereka tinggal di rumah-rumah yang tidak ditempati (rumah kosong), kios kosong yang berada di pasar Bengkok, di emperan toko dan warung-warung. Peneliti mencoba berinteraksi secara kontiniu dengan informan, hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan hubungan yang lebih dalam antara peneliti dengan informan, sehingga penelitian ini dapat digali secara mendalam.

3.2.2. Waktu Penelitian

(58)

3.3. Pemilihan Informan

Informan pada penelitian ini adalah anak jalanan yang berpartisipasi penuh

dijalanan, baik secara sosial maupun ekonomi.

Mengingat penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka Jumlah informan yang diambil berdasarkan azas kesesuaian dan kecukupan yaitu bila proses pengumpulan data sudah sesuai dan tidak ditemukan lagi variasi informasi, maka peneliti tidak perlu mencari informasi lagi. Peneliti akan terus mencari informasi yang diterima masih berubah-ubah (bervariasi) sampai diperoleh hasil yang sama.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

(59)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Laporan Tahunan BPS (Badan Pusat Statistik) dan Dinas Sosial Pemko Medan tahun 2011.

3.5. Metode Analisis Data

Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Dimana fokus penelitian ini akan berkembang setelah dilakukan penelitian dilapangan. Oleh karena itu peneliti dalam membuat proposal penelitian, fokusnya adalah ingin menemukan bagaimana perilaku berisiko seksual remaja pengamen jalanan di kota Medan tahun 2012. Miles dan Huberman (1984), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu Data Reduction (Reduksi Data), Data Display

(Penyajian Data), Conclusion Drawing (Verification). (Sugiono, 2009).

(60)

dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan (Bungin, 2008).

Menurut Dharma (2011), cara menganalisis data sebagai berikut : 1. Membuat transkrip data

Data yang terekam dalam tape recorder, catatan lapangan (field note) atau dokumentasi lainnya kemudian ditranskrip menjadi sebuah teks narasi berisi pernyataan partisipan atau catatan hasil observasi.

2. Menentukan meaning unit

Meaning unit yaitu kata, kalimat atau paragrap yang saling berhubungan melalui isinya dan membentuk suatu makna. Tidak seluruh pernyataan partisipan yang telah dibuat dalam transkrip mengandung makna sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga harus dipilih beberapa kata, kalimat atau paragraph yang mengandung makna dari seluruh transkrip. Data yang tidak relevan dapat dihilangkan tanpa mengurangi makna dari data secara keseluruhan. Pemilihan meaning unit ini membuat peneliti lebih fokus dalam melakukan analisis ini.

3. Meringkas dan mengorganisir data

(61)

4. Melakukan abstraksi data

(62)

sebuah teks yang telah dibuat dalam bentuk katagori. Satu tema disusun dari beberapa katagori dalam bentuk yang sama. Penyusunan tema dari beberapa katagori merupakan tahap akhir dari kegiatan abstraksi data. (4) Mengidentifikasi variable dan hubungan antar variabel, tema-tema yang telah teridentifikasi dari kumpulan data dirumuskan dan dikelompokkan menjadi suatu variabel. Variabel-variabel yang teridentifikasi dari kumpulan tema kemudian dilihat kecenderungan hubungan secara kualitatif. Pada tahap ini peneliti melakukan verifikasi data secara keseluruhan untuk mendukung adanya hubungan sebab akibat secara kualitatif. (5) Menarik kesimpulan, pada tahap ini peneliti memahami kembali seluruh isi data dan benang merah dari kumpulan katagori, tema, hubungan antar tema dan variabel. Pemahaman tentang benang merah ini akan menghasilkan suatu wawasan baru tentang fenomena yang diteliti.

(63)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Daerah Penelitian

Secara geografis wilayah kecamatan Medan Tembung luasnya adalah 7,78 km². Pada tahun 2006 kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 139.065 jiwa. Kecamatan Medan Tembung terletak di wilayah Timur Kota Medan, yang merupakan salah satu dari 21 kecamatan di Kota Medan, dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kabupaten Deli Serdang b. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kecamatan Medan Denai c. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kabupaten Deli Serdang d. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Tembung mempunyai banyak jenis usaha industri kecil seperti kerajinan rotan. Sebagaian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku-suku pendatang seperti: Tionghoa, Minang, Batak, Aceh dan Jawa sedangkan suku asli Suku Melayu Deli 40% saja (BPS Kota Medan, 2011).

4.2. Karakteristik Informan

(64)

jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama menjadi anak jalanan, pendapatan perhari, tempat tinggal, status perkawinan orangtua, dikoordinasi atau tidak.

4.1. Tabel Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik Infor man Umur (tahun) Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Lama Menjadi Anak Jalan Pendapatan Perhari (Rp.) Tempat Tinggal Status Perkawinan Orang Tua (Cerai/Tidak) Dikoordinasi Atau Tidak

1. 10 L SD

sampai kelas IV 1,5 Bulan 10.000-15.000 Rumah Kosong

Tidak Tidak

2. 15 P SD 2

Tahun 5000-20.000 Kios Kosong di Pasar Bengkok (Blok M)

Cerai Tidak

3. 15 L SMP 2

Bulan

15.000-30.000

Rumah Kosong Tidak Tidak

4. 16 P SMP 3

Bulan 5000-20.000 Di Emperan Toko Tidak (Ibu Sudah Meninggal) Tidak

5. 17 P SMP

sampai kelas 2 10 Bulan 10.000-20.000 Kos, Kios Kosong di Pasar

Bengkok (Blok M)

Tidak Tidak

6. 18 L SMP 8

Tahun

30.000-40.000

Emperan Toko Cerai Tidak

7. 17 P SMP

Sampai Kelas 2 1 Tahun 15.000-20.000 Emperan Toko, Rumah Kosong Warung-warung

Cerai Tidak

(65)

pekerjaan informan selain pengamen, ada 1 informan bekerja sebagai penyablon, pedagang aksesoris, serta 1 informan bekerja sebagai pedagang koran. Lama menjadi anak jalanan mulai dari 1,5 bulan sampai dengan 8 tahun. Pendapatan perhari mulai dari Rp. 5000-Rp. 40.000 dengan rata-rata pendapat perharinya maksimal Rp. 20.000. Tempat tinggal informan adalah di rumah kosong, kios kosong di pasar bengkok (Blok M), emperan toko, warung-warung, dengan status perkawinan orang tua, 3 informan status perkawinan orang tua bercerai, 3 informan status perkawinan orang tua tidak bercerai, serta 1 informan ibunya sudah meninggal. Dan seluruh informan tidak dikoordinasi.

4.3. Matriks Pengetahuan Informan

4.3.1. Pengetahuan Informan tentang Pelecehan Seksual

Hari Sabtu tanggal 9 juni 2012 pukul 12.10 WIB, peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap salah satu anak jalanan yang berada di Simpang Aksara Medan, informan 1 berusia 10 tahun, jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan sampai kelas 4 SD, peneliti harus memakai bahasa yang bisa di mengerti informan untuk menggali pengetahuan informan tentang pelecehan seksual, dengan memberikan tindakan pelecehan seksual itu seperti memegang, menyentuh, meraba dan mencium tanpa diketahui atau disetujui oleh orang yang menjadi korban tersebut. Hasil dari observasi dan wawancara peneliti terhadap keseluruhan informan adalah sebagai berikut :

(66)

Informan Narasi Informasi

1 Tau, sama tingginya, ada abang-abang, di rumah adat teladan, di atas lah, ada disitu rumah-rumah adat, iya, gak lah, woi apa itu ku bilang lah, dilepaskannya lah, ada pun itu pas itu anak punk tidur, rame lah, lebih,,,,,

2 Tau,,,,,kayak,,,,, pelecehan seksual kayak yang itulah artis-artis itu, foto-foto telanjang itu,,,,,

3 Tau,,,ooo, kayak di raba-raba gitu ya, di pegang-pegang waktu tidur, itu aja yang aku tau,,,,,

4 Tau, dicium, dicolek, di raba-raba, dengan pemaksaan,,,,,

5 Tau, sering-seringan kok kebanyak orang kok orang uda mabuk , Kek orang-orang yang di pakter tuak –pakter tuak kek gitu, uda mabuk, keluar nanti kan bisa rusuh dia kan , ada bawak kereta dilihatnya misalnya kalo tengah malam orang itu keluar, ada cewek-cewek nanti mau pulang padahal anak baek-baek anak rumah-rumahan bisa digangguin nya,,,,,

6 Tau,,,, tapi kalo aku sendiri yang nampak di pegangi pernah,,,,,aku gak pernah,,,,,pelecehan hukumnya 3-4 tahun, itu kalo gak diban

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian korelasi atau pengaruh Financial Leverage terhadap Return On Equity (ROE) menunjukkan pengaruh yang negatif dan pengaruh tingkat perubahan Financial Leverage

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

Kepelabuhanan perikanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan dalam menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu

Karya Kita Bandung, diperoleh informasi bahwa motivasi kerja karyawan pada saat ini cenderung menurun hal ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan diri dan pengakuan akan

Hitung tegangan yang dibangkitkan oleh mesin 4 kutub yang berputar pada kecepatan 1000 rpm, jika fluksi per kutub 10 milliweber dan jumlah penghantar jangkar 250 dalam

Ezyload Nusantara Surabaya dalam 8 bulan terakhir mulai bulan Mei – Desember 2010 menunjukkan telah terjadi kecenderungan penurunan jumlah pelanggan (counter) yang melakukan

Penggunaan teknologi dengan pendekatan PTT (Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu) pada padi, selanjutnya disebut teknologi PTT, pada pertanaman padi sawah seluas 2,0 juta ha

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... Penelitian ini berusaha mengungkap konflik yang terjadi