• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.4. Tindakan Informan

5.4.1. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Pelecehan Seksual Berdasarkan hasil penelitian terhadap keseluruhan informan, dapat diketahui bahwasanya tindakan dari 5 informan menjawab tidak pernah terhadap kasus pelecehan seksual, sedangkan 2 informan hampir pernah mengalami kasus pelecehan seksual dengan hasil wawancara sebagai berikut :

”,,,Kok ada gerak-gerak langsung bangun, ada satu kali.

”,,,Gak pernah,,,,,karena disinipun ada abang kandung juga, abang angkatlah di bilang kak.

”,,,Gak lah, belum pernah aku nya kok di jalanan,,,”

”,,,Hampir pernah, datanglah, kami lagi tidur golek-golek, jadi datang abang-abang 3 orang, jadi kami langsung duduk, gak mau tidur,,,”

”,,,Gak pernah, emang uda orang agak mabuk-mabuk, uda lasak-lasak, lebih baik pindahlah,,,”

”,,,Gak pernah,,,”

”,,,Hampir pernah, semalam, datanglah, kami lagi tidur golek-golek, jadi datang abang-abang 3 orang, jadi kami langsung duduk, gak mau tidur,,,”

Berdasarkan jawaban tersebut tindakan dari keseluruhan informan hanya sebatas tingkatan persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response)

seksual. Hampir seluruh anak jalanan perempuan pernah mengalami pelecehan seksual terlebih bagi anak yang tinggal di jalanan. Ketika tidur, kerapkali mereka menjadi korban dari kawan-kawannya atau komunitas jalanan, misalnya digerayangi tubuh dan alat vitalnya (Depsos, 2010).

5.4.2. Tindakan Informan Apakah Pernah Mengalami Penyimpangan Seksual

Berdasarkan hasil penelitian terhadap keseluruhan informan, dapat diketahui bahwasanya tindakan dari keseluruhan informan menjawab tidak pernah terhadap kasus penyimpangan seksual dengan hasil wawancara sebagai berikut :

”,,,Gak pernah, gak mau di pegang, kok ada gerak-gerak langsung bangun,,,” ”,,,Gak pernah,,,”

”,,,Gak pernah, bisa 5 sampek 10 orang yang tiduran gitu,,,” ”,,,Gak pernah,

”,,,Kalo jalan-jalan ini misalnya balik-balik sendiri, insya allah belum pernahlah digangguin, janganlah,,,”

”,,,Belum pernah,,,” ”,,,Belum pernah,,,”

Berdasarkan jawaban tersebut tindakan dari keseluruhan informan hanya sebatas tingkatan persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response)

sesuai teori Bloom (1980). Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, namun masih saja kekerasan terhadap anak marak terjadi. korban pembunuhan berantai yang dilakukan Baikuni alias Babe terhadap anak jalanan berusia dibawah 12 tahun mencapai 14 orang, korban dibunuh karena menolak disodomi. Setelah disodomi, tubuh korban dimutilasi, dan kemudian dibuang (Depsos, 2010).

5.4.3. Tindakan informan Apakah Pernah Mengalami Kekerasan Seksual Berdasarkan hasil penelitian terhadap keseluruhan informan, dapat diketahui bahwasanya tindakan dari keseluruhan informan menjawab tidak pernah terhadap kasus kekerasan seksual dengan hasil wawancara sebagai berikut :

”,,,Gak pernah,,,” ”,,,Gak pernah,,,”

”,,,Gak pernah, kami pun di aksara sini rame, dan banyak yang kenal,,,” ”,,,Pernah aku mau diperkosa kak, hampir pernah, berondok aku di rumah-rumah

orang, disitu ada gelap-gelap, disitu aku berontak,,,”

”,,,Kalo anak-anak sini gak lasak-lasak tangannya, kalo di sini tidurnya misalnya cewek nanti dekat-dekatan cewek, cowok sana jauh-jauhan,,,”

”,,,Kalo setau aku kak di jalanan ini ,,,,,tidak ada pemerkosaan kak, pande-pande kita melobi mulut kita,,,,,istilahnya merayu-merayu dia,,,”

”,,,Pernah, di rumah kosong serdang itulah yang tadi, jadi cowok aku ini disuruhnya cowok aku geser, jadi cowok awak ini gak mau, itulah ditokoknnya

pake martil itu, rupanya, uda gitu, setelah itu ditarik keluar , minta tolong aku ama orang, ku lemparlah dia pake batu, keluarlah aku ke pasar-pasar itu,,,”

Berdasarkan jawaban tersebut tindakan dari keseluruhan informan hanya sebatas tingkatan persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response)

sesuai teori Bloom (1980). Berbagai penelitian, laporan program, hasil monitoring dan pemberitaan media massa telah banyak mengungkap situasi buruk yang dialami oleh anak jalanan Semarang. Monitoring PAJS (1997) di kawasan Tugu Muda pada periode Juli-Desember 1996, mencatat dari 22 kasus kekerasan terhadap anak jalanan 19 kasus (86,3%) dilakukan oleh petugas keamanan (kepolisian, Satpol PP, dan TNI) yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap mereka.

Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah kekerasan dapat berdampak luar biasa pada anak. Akibat kekerasan pada anak bisa beragam, tergantung pada

sifat dan tingkat keseriusannya. Namun kekerasan jangka pendek dan jangka panjang yang terulang-ulang dapat berakibat luar biasa. Kekerasan pada tahap awal masa kanak-kanak dapat dapat mempengaruhi proses kematangan otak. Kekerasan pada anak yang berkepanjangan baik sebagai saksi maupun sebagai korban dapat mengganggu sistem kekebalan dan sistem saraf dan dapat menimbulkan kecacatan, gangguan sosial, emosional dan kognitif anak serta perilaku yang menyebabkan timbulnya penyakit, cedera dan masalah sosial (Depsos, 2010).

5.4.4. Tindakan Informan Apakah Pernah Minum Alkohol

Berdasarkan hasil penelitian terhadap keseluruhan informan, dapat diketahui bahwasanya tindakan dari keseluruhan informan menjawab pernah minum alkohol yaitu tuak, dengan hasil wawancara sebagai berikut :

”,,,Pernah, disinilah, dikasih, sikitlah, dari kawan, goyang-goyang ajalah, cakap-cakap sendiri, sama-sama ketawalah,,,”

”,,,Pernah, mensen, iya paling sering, tuak, patungan, , 1 gelas minum , nanti siap awak kan , orang lain kawan, sadar, tapi agak pening dikit, rasa tuaknya, kek

asam, ada manisnya, ada pahitnya, biasa aja,,,”

”,,,Pernah minum tuak rame-rame, pahit, kan lagi stress, nyaman juga, peninglah bebayang-bayang gitu,,,”

”,,,Pernah minum tuak, black house, paling murah 7000 ribu, warnanya merah, rasanya biasa aja, pahit, inilah black house lebih pahit, rame-rame lah,

dikit-dikit,,,”

”,,,Kok minum palingan tuak, ceka-ceka semua, ya cuma enek-enekin mulut aja lah, kan biasanya ganja, jadi kan gak enak mancing kalo gak ada tuak, ”,,,Tuak itu kadang kak, karena tuak itu nggak pengaruh kali, itu kadang

mengurang sakit pinggang, menenangkan pikiran,,,”

”,,,Tuak, ngoceh, kok ngak bawannya jalan, ada sih pahit, ada manis juga gulanya, mabuklah, kek mana, nyaman, diajak kawan juga,,,”

Berdasarkan jawaban tersebut tindakan dari keseluruhan informan dengan tingkatan persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response),

mekanisme (mechanism) dan adopsi (adoption) sesuai teori Bloom (1980). Tuak atau juga disebut arak di Nusantara adalah sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang mengandung gula. Tuak sering juga disebuat pula arak adalah produk yang mengandung alkohol. Bahan baku yang biasa dipakai adalah: beras atau cairan yang diambil dari tanaman seperti nira kelapa atau aren, legen dari pohon siwalan atau tal, atau sumber lain. Berdasarkan konsentrasi alkohol yang terkandung dalam tuak tersebut maka diduga bahwa mengkonsumsi secara terus menerus akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Wikipedia).

Salah satu dampak yang ditimbulkan dari alkohol adalah menimbulkan efek euphoria yaitu berupa perasaan nyaman, dan tenang bagi peminumnya sehingga membuat peminumnya lebih mudah untuk mengungkapkan emosi. Walaupun demikian, jika seseorang terlalu banyak minum alkohol yang terjadi malah peminum akan mengungkapkan emosinya dengan terlalu berlebihan bahkan bisa menyebabkan terjadinya ganggguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berperilaku. Timbulnya GMO itu disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat (Wiguna, 2008). 5.4.5. Tindakan Informan Apakah Pernah Menggunakan Napza

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 6 informan, dapat diketahui bahwasanya tindakan dari keseluruhan informan menjawab pernah menggunakan

Napza, sedangkan 1 informan dalam 6 bulan terakhir tidak menggunakan lagi dengan hasil wawancara sebagai berikut :

”,,,Ganja sekali kali, sama anak punk, lem juga termasuk,,,”

“”,,,Tapi blak-blak aja kak, ganja, dengan rokok, iayalah, kadang empat kali, ya kalo itu, gak menyebabkan penyakit, paling-paling bawaaan lapar, santai dia,,,” ”,,,Pernah, distro, tree x, gak, awak cuma dua itu aja kak, tadi malam cuma lima pil, biasanya rasanya pening mual, lasak bawaannya kesana sini, mau berantem aja bawaannya, ngelem, lapan kali lebihlah, harganya lima ribu, rasanya pening,

ilusi, seperti orang apalah orang pauk gila,,,”

”,,,Aku make distro aja, ya telan aja langsung, gak ada rasa, di telan di minum, uda, kadang dua puluh, kadang lima belas,,,”

”,,,Somadril, tiap ari, satu butir, apalagi kalo uda kena somadril ama, ama ganja, ya biusnya cuma 10 jam, uda ilang, colok lagi, iya, biar enak aja , biar santai aja,

kadang bawaanya mau marah ya kan, jadi kalo kena somadril, tenang,,,” ”,,,Pernah, masa lalu, sejak enam bulan terakhir udah ditinggalkan, semua pake

kak, tapi kalo suntik gak pernah,,,”

”,,,Ganja, semalam, goceng, ya 3 batang, 2 batang, di buka rokoknya ,distrolah, 20 kadang 15, sekali nekan, rasanya kok uda habis apanya uda pening-pening, pahit

di mulutnya, kalo obat distro gak selera makan, lagian pun pening, setiap hari ngelem, satu kaleng, gak lah kadang bagi-bagi,,,”

Berdasarkan jawaban tersebut tindakan dari keseluruhan informan dengan tingkatan persepsi (perception) dan respon terpimpin (guided response),

mekanisme (mechanism) dan adopsi (adoption) sesuai teori Bloom (1980). Pengguna NAPZA lain sebanyak 15 juta orang di seluruh dunia. Global Burden of Diseases (GBD) yang diakibatkan dan yang terkait dengan pengunaan NAPZA adalah sebesar 8,9% sedangkan Global Mortality Rate akibat penggunaan NAPZA sebesar 12.4% dan Disable Adjusted Life Years (DALYs) sebesar 8.9 %. Gangguan penggunaan NAPZA dalam pola tertentu berkaitan erat dengan penularan HIV/AIDS dan dalam batas tertentu juga dengan kekerasan dan kemiskinan. Sementara itu prevalensi penyalahgunaan NAPZA lainnya di

Indonesia sulit untuk diketahui besarannya. Namun berdasarkan hasil perhitungan estimasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkirakan ada 3,2 juta orang (1.5% dari total populasi) di Indonesia mempunyai riwayat menggunakan NAPZA. (Kemenkes, 2010).

a. Ganja

Ganja nama lainnya adalah Mariyuana, Grass, Hash, Herb, Pot, Weed, Buble Gum, Northern, Lights, Fruity Juice dan Skunk merupakan kumpulan daun, tangkkai, buah kanabis sativa yang dikeringkan dan dirajang. Karena reaksi terhadap rangsang melambat, maka pengguna sering mengalami kecelakaan, juga dapat terlibat pada berbagai masalah hukum.

Beberapa bentuk sediaan penggunaan ganja, ada yang dikonsumsi dalam bentuk rokok, terkadang dicampur dengan tembakau, ada pula yang dicampur dengan daging dendeng atau dioplos dalam minuman.

Menyadari bahaya dari dampak yang dapat ditimbulkan akibat penggunaan ganja, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pemerintah menetapkan ganja (bersama opium (beserta aneka turunannya), kokain, heroin dan beberapa jenis narkotika lainnya) termasuk dalam Narkotika Golongan I (satu) yang artinya hanya boleh digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan sama sekali tidak boleh digunakan dalam terapi apapun karena berpotensi sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan.

• mengalami hilaritas (berbuat gaduh)

• mengalami oquacous euphoria (euphoria terbahak-bahak tanpa henti) • mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu

• berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan, dan daya ingat • mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi lebih ke

arah halusinasi)

• mengalami conjunctivitis (radang pada saluran pernafasan), dan mengalami bronchitis (radang pada paru-paru).

Dampak penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi

• Dampak yang diakibatkan adalah seorang penyalahguna ganja akan mengalami ilusi (khayalan)

• mengalami delusi (terlalu menekankan pada keyakinan yang tidak nyata) • mengalami depresi (mental mengalami tekanan)

• kebingungan

• mengalami alienasi (keterasingan)

• dan halusinasi (terkadang, juga disertai gejala psikotik seperti rasa ketakutan dan agresifitas) (Kemenkes, 2010).

b. Inhalan

Inhalan merupakan zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoaktif. Inhalan terkandung dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari seperti lem, hair sprays, cat, gas pemantik. Kebanyakan

anak-anak tidak mengetahui risiko menghirup gas yang mudah menguap ini. Meski hanya dihirup dalam satu waktu pendek, penggunaan inhalan dapat

mengganggu irama jantung dan menurunkan kadar oksigen, yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Penggunaan regular akan mengakibatkan gangguan pada otak, jantung, ginjal dan hepar. (Kemenkes, 2010).

Inhalansia adalah zat yang dihirup. Salah satu contohnya lem Aica Aibon merupakan NAPZA yang sangat mudah didapat karena keberadaannya legal (sebagai lem). Hal ini yang menyebabkan penyalahgunaan pemakaian lem ini sangat cepat perkembangannya terutama di dunia anak jalanan karena harganya murah dan memabukkan. Zat yang ada dalam lem Aica aibon adalah zat kimia yang bisa merusak sel-sel otak dan membuat kita menjadi tidak normal, sakit bahkan bisa meninggal. Salah satu zat yang terdapat di dalam lem Aica aibon adalah Lysergic Acid Diethyilamide (LSD).

Untuk penggunaan LSD efeknya dapat menjadi nikmat yang luar biasa, sangat tenang dan mendorong perasaan nyaman. Sering kali ada perubahan pada persepsi, pada penglihatan, suara, penciuman, perasaan dan tempat. Efek negatif LSD dapat termasuk hilangnya kendali emosi, disorientasi, depresi, kepeningan, perasaan panik yang akut dan perasaan tak terkalahkan, yang dapat mengakibatkan pengguna menempatkan diri dalam bahaya fisik. Efeknya mulai dalam satu jam setelah memakai dosis bertambah antara 2-8 jam dan berangsur hilang secara perlahan-lahan setelah kurang lebih 12 jam.

Penelitian ini dilakukan oleh Ginting (2011) terhadap 12 (dua belas) orang informan, yaitu 10 (sepuluh) orang anak jalanan pelaku ngelem dan 2 (orang) keluarga anak jalanan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perilaku ngelem merupakan bagian hidup anak jalanan yang tidak mudah untuk dihindarkan dan dihilangkan. Hal ini disebabkan karena perilaku ngelem telah menjadi kebiasaan di kalangan anak jalanan, bukan hanya di Jalan Ngumban Surbakti, tetapi juga di berbagai tempat dimana anak jalanan sering mangkal (Ginting, 2011).

c. Benzodiazepin

Benzodiazepin sering disebut sebagai pil koplo. Benzodiazepin yang sering disalahgunakan adalah lexotan (lexo), BK, rohypnol (rohip), dumolit (dum), mogadon (MG) dan lain-lain. Semua benzodiazepin bersifat sedatif, ansiolitik dan anti konvulsan. (Kemenkes, 2010). Tetapi fenomena yang di temukan di lapangan bahwasanya terjadi penyalahgunaan obat oleh anak jalanan seperti Dextromethorphan, Trihexyphenidyl, Somadril Compositum dan Tramadol, yang keseluruhan obat tersebut termasuk drugs List. Hasil wawancara dengan salah satu informan sebagai berikut :

”,,,Itu yang khusus apa aja, yang sudah pernah beli di sana, kalo gak kenal gak di kasi, sama orang itu, eengg,,,,, lewat kami gitu, belikan lah, anak-anak keci gitu

gak di kasi,,,,, itu gak sembarangan gak boleh,,,,ya ngasinya nengok-nengok ke orang, gini, iya takut, masuk penjara juga itu, lain-lain apotiknya dimana beli

distro, dimana beli tree x, iya, beda-beda,,,”

Komposisi : Tiap tablet salut selaput mengandung : Dextromethorphan HBr 15 mg, tiap 5 ml mengandung Detromethorphan HBr 10 mg. Cara kerja obat : Dextromethorphan diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna. Dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah ataupun bentuk dimetilated morfinon. Dextromethorphan merupakan antitusif non narkotik yang dapat meningkatkan ambang rangsang refleks batuk secara sentral. Indikasi : Untuk meredakan batuk yang tidak berdahak. Dosis (dalam bentuk Tablet) : Dewasa : 1 tablet tiap 4 jam atau 2 tablet tiap 6 jam, maksimum sehari 8 tablet, Anak-anak : 1 mg/kg BB dibagi dalam 3-4 kali pemberian per hari, dalam bentuk Syrup : Dewasa : 1-2 sendok teh tiap 4 jam atau 3 sendok teh tiap 6 jam maksimum 12 sendok teh sehari, Anak-anak : 1 mg/kg BB dibagi dalam 3-4 kali pemberian per hari.

Kasus yang terjadi di Kualatungkal (Tebing Tinggi) Selasa, 19 Januari 2010 pukul 15:43, dua pelajar di Tanjab Barat tewas mengenaskan setelah menenggak pil Dextro. Kedua korban yang diketahui bernama Mustafa (19) menelan 36 butir dan Hasanuddin (16) menelan 40 butir, warga Jalan Merak 1, Desa Suka Damai, Kecamatan Tebingtinggi, itu ditemukan dalam kondisi kejang-kejang dan mulut mengeluarkan busa, dua jam setelah menenggak puluhan butir pil yang biasa dikonsumsi untuk menghilangkan batuk tersebut (Purnomo, 2010).

Trihexyphenidyl digunakan untuk mengobati gejala penyakit Parkinson yang disebabkan oleh masalah medis lain atau obat-obatan. Trihexyphenidyl tersedia dalam bentuk tablet, cair, dan kapsul extended-release. Obat ini biasanya digunakan tiga atau empat kali sehari (dengan makan dan sebelum tidur). kapsul

extended-release digunakan sekali sehari (setelah sarapan) atau dua kali sehari, setiap 12 jam (unair, 2012).

Somadril Compositum

Kandungan, tiap tablet : Karisoprodol 200 mg, parasetamol 160 mg, kafeina 32 mg, indikasi : Mialgia, lumbago, strain, tension headache, desmendre dan keadaan yang dapat menimbulkan gejala nyeri sendi dan spasme otot seperti pada artritis kronik, reumatoid artritis, spondilitis dan miositis, kontra Indikasi : hipersensitivitas, Efek Samping : kemungkinan alergi, pusing, ngantuk, lemah, mual. Pada dosis tinggi dapat menimbulkan gangguan koordinasi motorik, gangguan konsentrasi, hipotensi, depresi pernafasan dan koma, Dosis : 3-4 x sehari 1 tablet.

Kasus di Mereuke, rabu 5 januari 2011, Aparat dari Kepolisian Resort (Polres) melakukan penyitaan terhadap 35 butir obat jenis somadril compositum dari tangan AY (35) tahun, warga Jalan Menara, Lampu Satu. Kini pelaku yang telah diamankan guna menjalani pemeriksaan, telah ditetapkan juga sebagai tersangka oleh penyidik.

Jenis obat yang dimiliki AY, tidak mengantongi resep dari dokter. “Memang obat itu adalah vitamin untuk menghilangkan rasa kecapaian orang

setelah bekerja. Tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan, bisa over dosis. Oleh karena tidak bisa menunjukkan resep dari dokter untuk memiliki jenis obat tersebut, maka dia harus diproses sesuai aturan hukum. Akibat perbuatan itu, pelaku dijerat dengan pasal 196 jo 98 ayat 2 dan 3 serta pasal 198 jo 108 Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara (meraukepos, 2011).

Tramadol

Golongan Generik, indikasi: nyeri akut dan kronik, nyeri setelah di operasi, kemasan: kapsul 50 mg x 5x10 biji, dosis: dewasa & anak berusia lebih dari 14 tahun: 1 kapsul, sampai dengan 8 kapsul sehari. Tramadol diindikasikan untuk mengobati dan mencegah nyeri yang sedang hingga berat seperti nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca bedah. http://www.dechacare.com/TRAMADOL-P578.html diakses hari kamis 04 juli 2012 pukul 10.10 Wib.

5.5. Faktor Pendorong Menjadi Anak Jalanan

Dokumen terkait