• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR

DALAM PEMANFAATAN MESIN RICE PROCESSING

COMPLEX BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN

MASYARAKAT

INDRA KESUMA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Bersama ini saya menyatakan sebenarnya, bahwa Tugas Akhir Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat adalah karya dan pemikiran saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun dan oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun dimana karya tulis ini murni muncul dari pemikiran saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.

Demikianlah surat pernyaatan mengenai Tugas Akhir ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.

Bogor, Agustus 2008

Indra Kesuma NRP. A0153024445

(3)

ABSTRACT

INDRAKESUMA. The Rokan Hilir Regency Government Strategy in Taking Advantage of Rice Processing Complex Machine to Enhance Community Earning. Under direction of LALA M. KOLOPAKING, and SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Agriculture development is remaining strategic as a sector in The Province of Riau. So as in Rokan Hilir (Rohil) Regency, where at 2005, contributions of agriculture sector reaches 57, 36 percent of Regional Domestic Product. Expansion of food agriculture sector is also important to prevent land use re-orientation from agricultural land into plantation, especially palm oil trees. The Rokan Hilir Government strive this expansion variously, including cooperation with the Riau Province Government and Logistic Division (Bulog) in levying of paddy processing machine --- Rice Processing Complex (RPC). Contribution of food crop and horticulture in Rokan Hilir Regency is increasingly developed every year with highest production in paddy rice. Besides, problems of food agricultural land use conversion into palm oil plantation also need to be seriously paid attention. In 2005, converted agricultural land into palm oil plantation reaches value of 3, 56 percent from total of 3,67 percent land use conversion.

This study aim is formulating RPC advantaging strategy and program to support the food agriculture sub-sector and increases farmer earnings. Especially in comprehending the condition of food commodity production development in Rokan Hilir Regency, analyzing roles and business eligibility for RPC in Rohil and determines strategy and program to optimize RPC usage beneficiation in Rokan Hilir Regency.

Based on field assessment, it is found that RPC machine which still be operated is only the property of Bulog. Other RPC machine, which are belongs to The Government of Rokan Hilir and The Province of Riau is still have not been operated.

Analysis express that RPC machine is profitable with the R/C value reaches more than 1. This assessment doesn't examining the investment eligibility, but more focusing in emphasizing improvement program of farmer community earnings. Based on AWOT analysis, formulated the strategy of management fixation through cooperation with the Government of Rokan Hilir Regency and addition of fund. Assessment also suggests that the Government of Rokan Hilir Regency works along with some third party in advantaging RPC, the wholesalers for example, to make the results more maximum.

(4)

RINGKASAN

INDRAKESUMA. Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat. Komisi Pembimbing : LALA M. KOLOPAKING dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA.

Pembangunan pertanian masih merupakan kebijakan strategis untuk pembangunan di Provinsi Riau. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sektor ini tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap perekonomian wilayah, tetapi perlu juga dilhat dari kemampuannya menyerap tenaga kerja dari penduduk yang umumnya bermukim di pedesaan. Sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) masih cukup berarti, pada Tahun 2005 kontribusinya dicatat sekitar 57,36 persen (%) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Faktor lain yang menjadi alasan untuk memperhatikan sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Rohil adalah ancaman pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, terutama ke perkebunan sawit. Belum lagi, proses itu bersamaan dengan pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman akibat pertumbuhan penduduk yang cepat. Pemerintah Kabupaten Rohil telah memberi perhatian pada persoalan tersebut. Salah satunya adalah bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Riau dan Bulog dalam pengadaan mesin pengolahan padi---Rice Processing Complex (RPC).

Tujuan Umum dari kajian ini adalah merumuskan strategi dan program untuk memanfaatkan RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Secara khusus, tujuan kajian adalah: (1) Mengetahui kondisi dan perkembangan areal dan produksi komoditi tanaman pangan di Kabupaten Rohil; (2) Menganalisis peranan dan kelayakan usaha RPC di Kabupaten Rohil; (3) Menentukan strategi dan merumuskan program dalam kerangka mengoptimalkan pemanfaatan RPC di Kabupaten Rohil.

Kegunaan dari kajian ini ialah dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam memberikan arah pemanfaatan RPC agar optimal meningkatkan nilai tambah komoditas tanaman pangan, khususnya padi untuk peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Rohil.

Kontribusi tanaman pangan dan hortikultura terhadap perekonomian Kabupaten Rokan Hilir dari tahun ke tahun mengalami peningkatan begitu pula dengan nilainya. Produksi tertinggi untuk tanaman pangan adalah padi sawah. Sementara itu konversi lahan ke perkebunan sawit perlu mendapat perhatian, karena pada tahun 2005 telah terjadi konversi lahan menjadi perkebunan sawit dari lahan pertanian lainnya sebesar 3,56 persen dari total konversi lahan sebesar 3,67 persen.

(5)

Analisis finansial menyatakan bahwa RPC menguntungkan dengan nilai R/C lebih dari 1. Namun kajian ini hanya melihat kelayakan investasinya, karena hal yang utama dari penggunaan RPC adalah lebih ditekankan pada program untuk peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya petani.

Berdasarkan hasil analisis AWOT, didapat strategi yang perlu dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk pengembangan RPC, yaitu strategi perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana.

Berdasarkan kajian yang dilakukan, maka saran yang perlu diambil oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir melalui bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pemanfaatan RPCnya, seperti para tengkulak, agar hasil yang diharapkan bisa lebih maksimal.

(6)

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR DALAM

PEMANFAATAN MESIN RICE PROCESSING COMPLEX

BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT

INDRA KESUMA

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena atas kekuatan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa apa-apa yang penulis tuangkan dalam karya ilmiah ini adalah masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis tetap berharap karya ilmiah yang sangat sederhana ini nantinya dapat berguna untuk semua pihak dan menjadi tambahan pengetahuan bagi yang ingin meneliti dalam masalah yang sama. Oleh karena itu, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan sesuai yang diharapkan. Namun demikian, penulis berusaha dengan memohon kehadirat Allah SWT agar senantiasa diberikan petunjuk dan kecerahan hati dalam penulisan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini penulis selesaikan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan penulis dan memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tugas akhir ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa saya menyampaikan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S selaku Pembimbing I dan Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc selaku Pembimbing II atas segala bimbingan dan arahannya sehingga penulisan tesis ini bisa terselesaikan. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M. Ec Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasacasarjana IPB. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga tesis ini bisa diselesaikan.

Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya di masa yang akan datang. Semoga semua yang telah dilakukan senantiasa menjadi ibadah untuk mencapai Ridho Allah SWT. Amin.

Bogor, Agustus 2008

(11)

DAFTAR ISI

2.1 Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan ... 5

2.2. Faktor Yang Menentukan Peningkatan Pendapatan Petani ... 8

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 19

3.4.1 Analisis Kelayakan Finansial... 19

3.4.2 Analisis Deskriptif Kontribusi Pertanian Tanaman Pangan terhadap PDRB ... 20

3.4.3 Analisis AWOT ... 20

3.5 Metode Perancangan Program ... 21

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR... 22

(12)

VI. STRATEGI DAN PROGRAM PEMERINTAH KABUPATEN

ROKAN HILIR DALAM PEMANFAATAN RPC ... 50

...6.

1 Strategi untuk mengoptimalkan RPC... 50

...6.

1.1. Strategi Perbaikan Manajemen/Kelembagaan dan Penambahan ...Da na Usaha ... 50

6.1.2. Strategi Bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir ... 52

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

7.1. Kesimpulan ... 54

7.2. Saran ... 54

(13)

DAFTAR TABEL

1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah) ... 2

2. Luas Wilayah Kecamatan dan Kepenghuluan/kelurahan di Kabupaten Rokan Hilir ... 23

3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin, dan Kepadatan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004 ... 24

4 Jumlah Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2003 ... 24

5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Rokan Hilir

Tahun 2005 ... 26

6. Luas Lahan Menurut Jenis Lahan dan Kecamatan di Kabupaten

Rokan Hilir Tahun 2004 ... 27

7. Alih Fungsi Lahan Tanaman Pangan Ke Non Pangan Diwilayah Kabupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005 ... 28

8. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lahan Padi dan Padi Gogo di

Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 ... 30

9. Produktivitas Lahan Teringgi Komoditas Padi dan Palawija Pada Kecamatan Sentra Produksi di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 ... 31

10. Jumlah Kelompok Tani di Kebupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut

Kecamatan Tahun 2005 ... 32

11. Jumlah Mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir per Kecamatan

Tahun 2007 ... 33

12. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 ... 34

13. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan per Kecamatan di

Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 ... 34

14. PDRB Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah)... 36

15. Kontribusi Subsektor Tanaman Bahan Pangan terhadap Sektor

(14)

16. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman

Tahun 2005 (Ton)... 37

17. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ha) ... 38

18. Jumlah Produksi Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ton) ... 38

19. Jumlah Luas Panen Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ha) ... 39

20. Tabel 20. Analisis Pendapatan Usaha RPC per 9 Jam ... 42

21. Hasil AWOT untuk Variabel SWOT ... 46

22. Hasil AWOT untuk Variabel Kekuatan ... 47

23. Hasil AWOT untuk Variabel Kelemahan ... 47

24. Hasil AWOT untuk Variabel Peluang ... 48

25. Hasil AWOT untuk Variabel Ancaman ... 48

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Berpikir ... 18

2. Struktur Hirarki AWOT ... 20

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian masih merupakan kebijakan strategis untuk pembangunan di Provinsi Riau. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sektor ini tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap perekonomian wilayah, tetapi perlu juga dilhat dari kemampuannya menyerap tenaga kerja dari penduduk yang umumnya bermukim di pedesaan. Pertanian adalah sektor yang bersifat padat karya, memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang dengan sektor lain yang tinggi, sehingga pengembangan sektor ini dapat memberi manfaat yang besar dan bagi pembangunan aspek sosial-ekonomi wilayah.

Sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) masih cukup berarti, pada Tahun 2005 kontribusinya dicatat sekitar 57,36 persen (%) dari Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB). Lihat Tabel 1.1.

Kabupaten Rokan Hilir sebagai kabupaten yang relatif baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, memang masih patut memperhatikan pembangunan sektor pertanian.. Dari Tabel 1.1. itu juga ditunjukkan, bahwa selain sektor industri pengolahan (21,63%), perdagangan, hotel dan restoran (13,86%), sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan dan kehutanan masih cukup penting. Hal yang menarik kemudian, meskipun sumbangan sub-sektor pangan tercatat paling kecil (3,40%), sub-sektor ini perlu diperhatikan. Oleh karena, sub-sektor ini melibatkan paling banyak rumahtangga petani di Kabupaten Rohil. Disamping itu, sub-sektor pertanian pangan, khususnya untuk padi sawah di kabupaten ini, adalah sub-sektor yang sudah lama menonjol dan menjadi ciri penting dari Kabupaten Rohil dibanding kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Riau. Beras dengan sebutan ”asal Rohil” sudah menjadi simbol beras asal Provinsi Riau..

(17)

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rohil Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah)

LAPANGAN USAHA 2005 PERSENTASE

Pertanian 3,902,130.34 57.36%

a. Tanaman Bahan Makanan 231,175.01 3.40%

b. Tanaman Perkebunan 1,454,701.06 21.38%

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 49,491.69 0.73%

d. Kehutanan 868,431.90 12.77%

e. Perikanan 1,298,330.69 19.08%

Pertambangan dan Penggalian 17,574.85 0.26%

Industri Pengolahan 1,470,654.34 21.62%

Listrik, Gas dan Air Bersih 14,931.88 0.22%

Bangunan 35,031.03 0.51%

Perdagangan, Hotel dan Restoran 942,567.03 13.86%

Pengangkutan dan Komunikasi 91,387.50 1.34%

Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan 98,621.83 1.45%

Jasa – Jasa 239,046.61 3.51%

PDRB Tanpa Migas 6,802,945.41 100.00%

Sumber: Rohil dalam Angka 2005

Faktor lain yang menjadi alasan untuk memperhatikan sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Rohil adalah ancaman pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, terutama ke perkebunan sawit. Belum lagi, proses itu bersamaan dengan pengalihan fungsi lahan untuk

pemukiman akibat pertumbuhan penduduk yang cepat (Distan Kabupaten Rohil, 2006).

(18)

Saat ini telah ada tiga buah mesin RPC di Kabupaten Rohil, yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Rohil, Bulog dan Pemerintah Provinsi Riau, tetapi ketiganya belum dapat dipergunakan dengan baik (Bappeda Kabupaten Rohil, 2006) .

Di lain pihak ada suatu permasalahan besar yang mengancam pertanian tananam pangan di Kabupaten Rohil, yaitu tingginya tingkat pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, seperti perkebunan terutama tanaman sawit dan pemukiman sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat (Distan Kabupaten Rohil, 2006). Menurut Asni, 2005, memang ada kecenderungan umum bahwa lahan padi sawah bukan irigasi teknis banyak beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan efisiensi usahatani kelapa sawit rakyat lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah, dengan nilai B/C ratio padi sawah adalah 1,41 sedangkan nilai B/C ratio kelapa sawit adalah 2,54. Kondisi yang dapat mengancam keberlanjutan sub-sektor pertanian pangan dan penyediaan pangan di Kabupaten Rohil maupun Provinsi Riau pada umumnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi penting untuk memberi perhatian terhadap pengembangan sub-sektor pangan di Kabupaten Rohil. Hal yang khusus, adalah menemukan sebuah kebijakan untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan yang

meningkatkan pendapatan untuk petani. Kajian ini mencoba memfokuskan pada persoalan tersebut.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang diajukan di atas, maka permasalahan umum yang menjadi perhatian kajian ini adalah menemukan stategi dan program untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan untuk petani. Dari permasalahan umum tersebut, secara khusus ada tiga permasalahan yang dikaji, yaitu:.

(19)

2. Bagaimana sebenarnya peluang peranan dan kelayakan usaha RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil?

3. Bagaimana strategi dan program yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rohil dalam mengoptimalkan peran RPC?

1.3. Tujuan

Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan stategi dan program untuk memanfaatkan RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Secara khusus, tujuan kajian adalah:

1. Mengetahui kondisi dan perkembangan areal dan produksi komoditi tanaman pangan di Kabupaten Rohil,.

2. Menganalisis peranan dan kelayakan usaha RPC di Kabupaten Rohil. 3. Menentukan strategi dan merumuskan program dalam kerangka

mengoptimalkan pemanfaatan RPC di Kabupaten Rohil.

1.4. Kegunaan Kajian

Kegunaan kajian ini adalah dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam memberikan arah pemanfaatan RPC agar optimal meningkatkan nilai tambah

(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan

Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra kondisi yang berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara. Pra kondisi tersebut meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial-budaya dan lain-lain. Menurut AT. Mosher, 1991, ada lima syarat yang harus ada untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu syarat saja dari syarat-syarat tersebut tidak ada maka akan terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani 2. teknologi yang senantiasa berkembang

3. tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal 4. adanya perangsang produksi bagi petani

5. tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan.

Disamping syarat-syarat mutlak yang lima ini menurut Mosher ada lima syarat lagi yang adanya tidak mutlak tetapi kalau ada maka akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Syarat-syarat pelancar tersebut adalah:

1. Pendidikan pembangunan 2. kredit produksi

3. kegiatan gotong royong petani

4. perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. perencanaan nasional pembangunan pertanian.

Masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan semakin mempertegas Pemerintah Indonesia untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan nasional ada 4 macam, yaitu:

1. Peranan dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB). Pada

tahun 1996, PDB sektor pertanian, termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17

(21)

signifikan, sektor pertanian juga telah menunjukkan ketangguhan dalam menjaga stabilitas ekonomi pada masa krisis perekonomian nasional. Ketangguhan sektor ini ditunjukkan oleh kemampuannya untuk tetap tumbuh secara positif pada masa (1998) sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat, yaitu sebesar 13,7 persen (Gie, 2002).

2. Peranan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian berikut

sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam penyerapan tenaga kerja, yang mampu menyerap 45,0 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional, atau menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja.

Hal ini dapat dilihat selama masa kontraksi ekonomi nasional akibat krisis pada tahun 1998, yang secara penyerapan tenaga kerja nasional menurun sebesar 2,13 persen, atau sebesar 6,4 juta orang di semua sektor ekonomi (kecuali listrik), maka sektor agribisnis justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 0,4 juta orang. Fakta empiris ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis masih merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi.

3. Peranan sebagai penghasil devisa. Peran sektor pertanian yang sangat penting adalah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Sesuai tujuan

(22)

untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah merupakan pilihan yang paling rasional. Dengan kata lain, pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai pilar pembangunan ekonomi wilayah.

4. Peranan dalam pelestarian lingkungan hidup. Keprihatinan akan

kemerosotan mutu lingkungan hidup bukan lagi sebatas isu lokal suatu negara melainkan sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional. Kemerosotan mutu lingkungan hidup saat ini telah sampai pada tingkat yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia tidak hanya di sekitarnya namun juga seluruh manusia di muka bumi. Pembangunan agribisnis mempunyai potensi untuk dapat mencegah dan memperbaiki kemerosotan mutu lingkungan hidup melalui beberapa cara. Pertama, pembangunan agribisnis akan membuka kesempatan-kesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah (ruang). Kesempatan ekonomi tersebut akan menarik penyebaran penduduk beserta aktivitasnya, sehingga tekanan penduduk pada suatu ruang tertentu dapat dikurangi; Kedua, pembangunan agribisnis yang pada dasarnya mendayagunakan keragaman hayati, dapat mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati; Ketiga, pembangunan agribisnis yang antara lain mendayagunakan pertumbuhan keragaman tumbuhan, pada dasarnya merupakan “perkebunan karbon” yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global;

Keempat, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produk-produk yang bersfiat biodegradable yang dapat terurai secara alamiah. Produk agribisnis yang biodegradable ini akan dapat mengurangi penggunaan produk-produk petrokimia yang non-biodegradable; dan Kelima, pembangunan agribisnis yang bergerak dari factor-driven ke capital driven dan kemudian kepada innovation-driven dalam menghasilkan nilai tambah dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup (Gie, 2002).

2.2. Faktor Yang Menentukan Peningkatan Pendapatan Petani

(23)

kemampuan produksinya. Rumahtangga petani kecil misalnya, kekuatan produksi terbatas pada pemilikan dan atau penguasaan lahan yang sempit. Dan untuk itu rumahtangga petani melakukan berbagai strategi termasuk penggunaan tenaga kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di sektor pertanian maupun non pertanian.

Terkait dengan pengelolaan ekonomi pertanian atau usahatani yang dilakukan oleh rumahtangga, Soekartawi (1991) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya) sebagai tenaga kerja, tanah (alam), modal (termasuk tanaman) dan unsur pengelolaan atau manajemen yang dijalankan oleh petani itu sendiri.

Secara umum, sumber pendapatan rumahtangga petani yang berasal dari sektor pertanian ditentukan oleh faktor-faktor: 1] kekuatan produksi, 2] permintaan atas produk usahatani/pasar, 3] sistem bagi hasil yang diterapkan, dan 4] Regulasi. Kekuatan produksi dipengaruhi oleh: a] luas lahan yang dimiliki atau dikuasai, b] jumlah tenaga kerja yang digunakan, c] teknologi yang digunakan, d] variable cost (pupuk dan bibit), e] pengalaman berusahatani. Soekartawi (1986) menjelaskan bahwa dalam berproduksi pertimbangan atas prinsip kenaikan hasil yang berkurang (diminishing returns) penting untuk

dilakukan. Prinsip ini berguna untuk menentukan jumlah produksi yang dihasilkan dari sumberdaya yang terbatas. Kepada sumberdaya yang terbatas ini ditambahkan faktor-faktor (variable) yang ada dalam jangkauan petani, misalnya dalam bentuk kerja, benih, pupuk, dan insektisida. Kenaikan hasil yang berkurang berasal dari hubungan fisik antara faktor-faktor variabel ini terhadap faktor-faktor tetap (fixed cost). Yang mendasari prinsip ini adalah: tambahan faktor variabel kepada sumberdaya tetap selama tambahan hasil yang diharapkan dari pemakaian unit terakhir faktor variabel itu hampir-hampir cukup untuk menutupi tambahan biaya tersebut.

(24)

tingkat penerapan teknologi dalam proses produksi maka semakin efisien pemanfaatan tenaga kerja produktif rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh petani meningkat lebih besar melalui usaha perluasan lahan dibanding usaha penerapan teknologi. Potensi tenaga kerja merupakan jumlah orang yang bekerja dalam kemampuannya bekerja. Perbandingan kemampuan tenaga kerja laki-laki dan perempuan adalah 1:0,8.

Permintaan atas produk usahatani (pasar) dipengaruhi oleh tingkat

kebutuhan konsumen, semakin tinggi kebutuhan konsumen (permintaan meningkat) maka harga akan cenderung meningkat dan akhirnya mempengaruhi pendapatan petani (produsen). Kebutuhan dipisahkan dari konsep selera. Selera lebih dekat dengan produk pertanian yang bersifat susbstitusi, sehingga konsumen memilik alternative untuk memilih produk yang disukainya. Asumsi yang mendasari mekanisme permintaan ini adalah, bahwa produk usahatani merupakan produk kebutuhan pokok dan pada saat tertentu permintaan akan mengalami titik maksimal karena kebutuhan pokok konsumen sudah terpenuhi.

Mengingat sistem pertanian di Indonesia yang memiliki lahan terbatas, maka rumahtangga petani juga melakukan pengelolaan dan penyewaan atas tanah milik orang lain dengan mekanisme sistem bagi hasil yang diterapkan. Kebanyakan petani di Indonesia memiliki lahan sempit bahkan ada yang tidak

memiliki lahan sama sekali sehingga pilihan sistem bagi hasil menjadi alternatif sumber pendapatan rumahtangga petani. Pembayaran pada sistem bagi hasil ini tidak terbatas pada bentuk uang tetapi juga bisa dalam bentuk barang atau produk pertanian. Penguasaan atas tanah pertanian dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas. White (dalam Chuzaimah, 2006) menjelaskan bahwa semakin luas tanah yang dikuasai, pendapatan yang diterima dari usaha pada tanah (dalam arti usahatani) semakin tinggi, yang memungkinkan untuk diinvestasikan pada usaha di luar usahatani.

Regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah akan sangat mempengaruhi

(25)

pemerintah. Contoh berbagai kebijakan pertanian adalah kebijakan bagi hasil, hak atas tanah dan air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama dan penyakit, ekspor, pemberian kredit dan tingkat bunga. Banyak aspek dalam kebijaksanaan nasional, seperti pembangunan jalan raya, pembiayaan pendidikan dan penelitian mempunyai pengaruh nyata terhadap pertanian. Hubungan regulasi pemerintah dengan tenaga kerja yang akhirnya mempengaruhi pendapatan petani, misalnya dengan adanya bantuan pemerintah kepada petani kecil berupa obat pemberantas hama maka akan meniadakan kesempatan kerja bagi petani yang bendapatannya bersumber dari pekerjaan menyiang.

2.3. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga yang juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematik penerimaan total, biaya dan pendapatan dalam kegiatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

TVC = Total biaya variable (Soekartawi, 1991)

(26)

rumahtangga petani, dimana penerapan model ekonomi tidak dapat mengikuti model konvensional yang biasa diterapkan pada ekonomi perusahaan. Untuk menganalisis model khusus ini maka digunakan model ekonomi khusus rumahtangga pertanian atau biasa disebut agricultural household model. Terkait dengan model ekonomi khusus rumahtangga ini, Bagi dan Singh (1974) menyatakan bahawa keputusan usahatani adalah saling tergantung, dinamik dan kompleks, saling mempengaruhi secara simultan. Enam kategori dari persamaan simultan perilaku usahatani rumahtangga yaitu keputusan produksi, keputusan konsumsi, surplus pasar, keputusan penggunaan tenaga kerja, keputusan investasi dan keputusan finansial.

2.4. RPC Penggilingan Padi dan Peningkatan Pendapatan Petani

RPC Penggilingan Padi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan petani. RPC dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan nilai tambah dari produksi padi dan peningkatan pendapatan petani. Sehingga apabila RPC penggilingan padi meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan pendapatan petani.

2.4.1 RPC sebagai sarana Peningkatan nilai Tambah Produksi Padi

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurtama et al. (1996) yang dimantapkan oleh Suismono dan Damardjati (2000) dalam Widowati (2001) menyatakan bahwa sistem penggilingan padi, baik ditinjau dari kapasitas giling maupun teknik penggilingan akan berpengaruh terhadap mutu beras. Sistem penggilingan padi secara tidak langsung juga menentukan jumlah dan mutu hasil sampingnya, terutama bekatul dan menir. Semua ini pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani.

(27)

mutunya kurang baik, karena masih tercampur dengan dedak dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala sedang, dengan sistem semi kontinu maupun diskontinu akan menghasilkan bekatul dengan jumlah cukup banyak dan mutu baik. Hal ini karena bekatul, yang dihasilkan dari mesin sosoh kedua, terpisah dengan dedak, yang dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Apabila bekatul akan digunakan sebagai bahan pangan, maka sebaiknya hanya diambil dari hasil mesin sosoh kedua, karena tidak lagi tercampur dengan dedak (bekatul kasar) dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala kecil, yang hanya menggunakan satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh umumnya menghasilkan bekatul dengan mutu kurang baik dan jumlah sedikit.

Kapasitas Giling. Berdasarkan kapasitas giling, penggilingan padi

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan padi skala besar (PPB), penggilingan padi skala sedang/menengah (PPS), dan penggilingan padi skala kecil (PPK).

Penggilingan padi skala besar, yaitu penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak lebih dari 60 HP (Horse Power) dan kapasitas produksi lebih dari 1000 kg/j, baik menggunakan sistem kontinu maupun diskontinu. PPB sistem kontinu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, semua mesin pecah kulit, ayakan, dan penyosoh berjalan secara kontinu, dengan kata lain masuk gabah

keluar beras giling. PBB diskontinu minimal terdiri dari empat unit mesin pemecah kulit dan empat unit mesin penyosoh yang dioperasikan tidak sinambung atau masih menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan dari satu tahapan proses ke tahapan lain.

Penggilingan padi skala sedang menggunakan tenaga penggerak 40-60 HP, dengan kapasitas produksi 7001000 kg/j. Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS ini menggunakan sistem semi kontinu, yaitu mesin pecah kulitnya kontinu, sedangkan mesin sosohnya masih manual.

(28)

masih terdapat Huller, yaitu penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak kurang dari 20 HP dan kapasitasnya kurang dari 300 kg/j. Huller terdiri dari satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit penyosoh. Beras yang dihasilkan mutu gilingnya kurang baik, umumnya untuk dikonsumsi sendiri di pedesaan.

Teknik Penggilingan. Berdasarkan teknik penggilingannya, penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan kontinu, semi kontinu, dan diskontinu. Sistem penggilingan kontinu ialah sistem penggilingan di mana seluruh tahapan proses berjalan langsung/ban berjalan. Mesin ini sangat lengkap, terdiri dari mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras pecah kulit (paddy separation), penyosoh (polisher), dan ayakan beras (grader).

Sistem semi kontinu, yaitu sistem penggilingan padi di mana mesin pemecah kulitnya dioperasikan secara kontinu, namun mesin penyosohannya masih manual. Umumnya sistem ini terdapat pada PPS. Pada sistem diskontinu seluruh proses dilakukan secara manual, umumnya digunakan pada PPK.

Mutu Beras dan Rendemen Hasil Samping Penggilingan. Sistem

penggilingan padi berpengaruh terhadap mutu beras maupun hasil sampingnya. Mesin pemecah kulit menggunakan rubber roll yang berputar berlawanan arah, masing-masing ke arah dalam. Jarak antar rol dan kecepatan putar akan berpengaruh terhadap tingkat kesempurnaan pengupasan sekam dan keretakan

beras pecah kulit. Tipe mesin penyosoh berpengaruh terhadap mutu fisik beras. Tipe friksi menghasilkan mutu giling yang baik, yaitu menir rendah (±2%), mengkilap tetapi derajat putihnya relatif rendah (41%). Tipe abrasive memberikan kenampakan beras yang lebih putih (derajat putih 55%) namun menirnya lebih tinggi (±5%). Tipe friksi bekerja dengan cara gesekan antar butiran beras, sedangkan tipe abrasive bekerja dengan cara pengikisan kulit ari/ aleuron beras dengan batu gerinda.

(29)

Derajat sosoh menunjukkan persentase penghilangan bekatul. Derajat sosoh 90%, berarti 90% lapisan bekatul disosoh atau dibuang. Jadi dalam sistem penggilingan padi, semakin tinggi derajat sosoh beras, semakin banyak bekatul yang dibuang. Dengan kata lain rendemen bekatul makin tinggi. Ditinjau dari nilai gizinya, semakin tinggi derajat sosoh semakin rendah nilai gizi, terutama proteinnya (Widowati et al., 1988).

Komposisi gizi hasil samping penggilingan padi bervariasi. Menurut Hermanianto et al. (1997), yang telah melakukan survei mutu hasil samping penggilingan padi di beberapa daerah di Jawa Barat, variasi tersebut diduga dipengaruhi oleh varietas dan teknik penggilingan.

Pemanfaatan Hasil Samping. Dalam mutu giling beras, dikenal tiga

tingkatan ukuran beras, yaitu (1) beras kepala, mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 2/3 panjang beras, (2) beras patah 1/3-2/3 panjang beras, dan (3) menir, yaitu patahan beras berukuran kurang dari 1/3 bagian. Di Karawang dan Bekasi dikenal dua macam menir, yaitu menir kasar (bagian dari beras giling) dan menir halus atau disebut jitai, yaitu bagian beras dengan ukuran sangat kecil, yang ikut tersosoh dan keluar bersama-sama bekatul. Jitai dipisahkan dari bekatul dengan cara diayak dan dimanfaatkan sebagai pakan bebek/ayam (Nurtama et al., 1996 dalam Widowati, 2001).

Menir kasar juga dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan bahan baku makanan tradisional. Agar nilai sosial ekonomi dan gunanya meningkat maka menir harus diproses lebih lanjut sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan. Masyarakat mempunyai anggapan bahwa menir merupakan beras bermutu rendah, sehingga hanya dikonsumsi oleh masyarakat strata sosial rendah. Namun, jika diproses, misalnya menjadi tepung dan diolah lebih lanjut menjadi produk makanan, maka status sosialnya meningkat karena produk tersebut dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat. Pengolahan menir menjadi produk lanjutan akan meningkatkan nilai guna dan ekonominya.

(30)

pembuatan tepung beras dari bahan baku menir akan mengurangi biaya produksi, tanpa mengurangi mutunya. Dalam bentuk tepung, pemanfaatannya lebih luas.

Untuk meningkatkan jumlah dan mutu protein tepung dapat dilakukan dengan membuat komposit dengan kacang-kacangan. Protein dalam menu makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh disajikan pada Tabel 2. Dari serealia yang diuji, beras mempunyai kandungan protein yang tidak tinggi (6,9%) tetapi protein yang dapat dimanfaatkan relatif tinggi (4,01%). Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati, oleh sebab itu pembuatan tepung komposit dengan kacangkacangan dapat meningkatkan mutu gizinya (Winarno, 2000 dalam Widowati, 2001)..

Peningkatan gizi tepung beras selain dengan penambahan tepung kacang-kacangan juga dapat dilakukan dengan cara enzimatis, yaitu memanfaatkan amilase. Prinsip proses pembuatan tepung beras kaya protein (BKP) ialah suspensi tepung beras yang telah tergelatinasi dihidrolisis dengan amilase, disaring, residunya dikeringkan dengan menggunakan drum dryer. Dengan cara ini tepung BKP mengandung protein ±15%, meningkat dari tepung beras awal (6-8%). Tepung BKP ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan bayi. Tepung BKP komposit dapat meningkatkan sumbangan protein 6070% (Damardjati dan Purwani, 1995 dalam Widowati, 2001).

(31)

III. METODE KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

Sebagai kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, maka untuk mempercepat proses pembangunan daerah, adanya otonomi di Kabupaten Rokan Hilir telah memberi ruang gerak yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan pembangunan daerah secara keseluruhan, dan melaksanakan pembangunan secara otonom berdasarkan dengan ketersediaan dan daya dukung sumberdaya daerah tersebut.

Oleh karena itu pada penelitian ini dilihat peranan dari sektor pertanian tanaman pangan, khususnya padi, kemudian dikaitkan dengan pengadaan beberapa RPC di Kabupaten Rokan Hilir, apakah sudah mencukupi atau belum suplai padi dari masyarakat. Selain itu untuk mengetahui kelayakan usaha dari RPC, karena dari tiga RPC yang ada hanya satu yang beroperasi.

Tujuan akhir dari kajian ini adalah untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mengoptimalkan peranan dari RPC.

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian strategi pengembangan subsektor pertanian tanaman pangan dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir. Pelaksanaan kajian berlangsung dari bulan September 2007 hingga Januari 2008.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pada kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis data menggunakan AHP, maka data primer diperoleh dari beberapa ahli yang dipilih karena mengetahui masalah ini, seperti Dinas Peranian Kabupaten Rokan Hilir, Bulog Kabupaten Rokan Hilir dan Dinas Pertanian Provinsi Riau,

(32)

Peranan RPC dalam Meningkatkan Pendapatan Petani

Analisis Kelayakan Peranan dan kelayakan

RPC kontribusi pertanian

tanaman pangan/padi

Analisis PDRB

AWOT

Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam Pemanfaatan Peran Rice Processing Complex di

Kabupaten Rokan Hilir

Gambar 1. Kerangka Berpikir

(33)

Pengolahan dan analisis data yang digunakan pada kajian ini adalah :

3.4.1 Analisis Kelayakan Finansial

Analisis ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan finansial usahatani komoditas unggulan yang dipilih.

a. Biaya Produksi

Biaya produksi dalam kajian ini adalah biaya produksi yang urutannya dari pembelian gabah hingga proses produksi menghasilkan beras. Penekanan pada kajian ini adalah analisis finansial untuk biaya variabel, biaya investasi tidak diikutsertakan karena proyek RPC penekanannya adalah pada peningkatan pendapat petani.

b. Pendapatan Kotor

Pendapatan kotor merupakan perkalian dari jumlah produksi beras yang dihasilkan dan harga jual.

c. Pendapatan Bersih

Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor dengan total biaya.

d. Kelayakan Ekonomi

Untuk melihat kelayakan ekonomi uahatani ini, dianalisis menggunakan model Return Cost Ratio, dengan formulasi:

TC TR RCR =

Keterangan:

RCR = Return Cost Ratio

TR = Total Revenue TC = Total Cost

Dengan ketentuan, jika RCR > 1 maka usahatani merugi Jika RCR > 1 maka usahatani menguntungkan dan

(34)

3.4.2 Analisis Deskriptif Kontribusi Pertanian Tanaman Pangan terhadap

PDRB

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan besarnya kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian dan PDRB Kabupaten Rokan Hilir.

3.4.3. Analisis AWOT

Pada kajian ini digunakan analisis AWOT yang merupakan gabungan antara analisis SWOT dan AHP. Teknik ini merupakan penggabungan antara analisis AHP dan SWOT. AHP adalah salah satu bentuk pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah dalam kelompok-kelompoknya, kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki/tingkatan (Falatehan, 2006).

Tujuan Pemilihan Kebijakan

(35)

AHP diperlukan karena SWOT banyak memiliki kelemahan, seperti terlalu kualitatif apabila dikuantifikasikan maka tidak jelas berapa bobot antara faktor masing-masing komponen SWOT. Demikian juga bobot antara faktor dari masing-masing komponennya, perlu dibuat prioritas sehingga dalam penentuan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah jika menggabungkan SWOT dengan AHP. Penentuan faktor-faktor dari setiap komponen SWOT dan pembobotan diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (Falatehan, 2006).

3.5. Metode Perancangan Program

(36)

IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANI AN TANAMAN

PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HI LIR

4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor 53 tahun 1999. Wilayah ini terletak dibagian paling utara dari Provinsi Riau atau pada pesisir Timur Pulau Sumatera, yaitu antara 1°14' - 2°30' lintang Utara dan 100°16' - 101°21' Bujur Timur.

Berdasarkan letak geografis ini, Kabupaten Rokan Hilir berada pada posisi yang strategis, yaitu jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Hal ini menempatkannya menjadi salah satu gerbang lintas regional bagi Provinsi Riau dari/ke Selangor Malaysia maupun ke Sumatera Utara. Disamping itu, Kabupaten

Rokan Hilir mempunyai keunggulan dengan dekatnya wilayah administrasi dan aksesibilitas yang baik dengan Kota Dumai yang salah satu fungsi utama kotanya sebagai pusat kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional.

Wilayah Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas daerah sebesar 8.881,59 km2 berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka di sebelah Utara, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu di sebelah Selatan, Kota Dumai di sebelah Timur dan Propinsi Sumatra Utara di sebelah Barat yang terbagi dalam 12 kecamatan dan 107 kepenghuluan/kelurahan, seperti terlihat pada Tabel 2.

(37)

memperpendek dan mempercepat pelayanan administrasi pemerintah kepada masyarakat yang ada di kawasan tersebut.

Tabel 2. Luas Wilayah Kecamatan dan Kepenghuluan/kelurahan di Kabupaten Rokan Hilir

No Kecamatan Luas

(km2) Persentase

4 Bagan Sinembah 847 9,54 14 13,08

5 Simpang Kanan 446 5,02 4 3,74

6 Kubu 1.1061 12,45 14 13,08

7 Ps. Limau Kapas 670 7,54 4 3,74

8 Bangko 941 10,59 22 20,56

9 Senaboi 336 3,78 4 3,74

Lo Rimba Melintang 236 2,65 8 7,48

11 Bangko Pusako 733 8,25 9 8,41

12 Batu Hampar 284 3,20 6 5,61

Jumlah 8.882 100,00 107 100,00

Sumber: Dinas Pertanian TanamanPangan Kabupaten Rokan Hilir

4.2. Keadaan Kependudukan

Penduduk merupakan potensi sumberdaya manusia penting dalam pembangunan suatu daerah. Potensi ini dapat dilihat dari segi jumlah, umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan penduduk itu sendiri. Penduduk Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2004 menurut BPS tercatat sebanyak 440.894 jiwa yang terdiri dari 93.896 rumah tangga dengan laju pertumbuhan penduduk 4,40 persen per

(38)

Tabe1 3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin, dan Kepadatan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004

Penduduk (jiwa)

Tanah Putih 2.146,36 9.910 23.853 22.277 46.130 21

Pujud 984,90 9.973 21.814 24.808 46.622 47

Tp. Tj. Melawan 198,39 1.772 3.627 4-319 7-946 40 Bagan Sinembah 847,35 24.572 53.622 53.806 107.428 127 Simpang Kanan 445,55 4.105 9.318 10.126 19.444 44

Kubu 1.061,06 6.204 15.273 15.864 31.137 29

Ps. Limau Kapas 669,63 6.077 14.695 13.971 28.666 43

Bangko 940,56 14.148 38.252 36.483 74.735 61

Senaboi 335,48 1.806 4.671 4.476 9.147 27

Batu Hampar 284,31 1.109 2.881 2.609 5.490 23

Rimba Melintang 235,48 5.943 14.440 11-686 26.126 111 Bangko Pusako 732,52 8.277 19.092 18.931 38.023 52 Jumlah 8.881,59 93.896 221.538 219.356440.894 50 Sumber: BPS Tahun 2004

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Rokan Hilir terbanyak terdapat di Kecamatan Bagan Sinembah yakni berjumlah 107.428 jiwa dan terkecil terdapat di Kecamatan Batu Hampar yang hanya 5.490 jiwa. Kepadatan penduduk terpadat terdapat di Kecamatan Bagan Sinembah sebanyak 127 jiwa/km2 dan yang terjarang dijumpai di Kecamatan Tanah Putih yakni 21 jiwa/km2. Sementara rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 50 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk penduduk berdasarkan kelompok umur disajikan dalam Tabe1 4

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2003

No Kelompok Umur Jumlah (jiwa) Persentase

1 < 2 12.279 2,91

(39)

Tabel 4 memperlihatkan bahwa kelompok umur produktif berjumlah 255.935 jiwa (60,75%) dengan asumsi umur produktif dari 15 tahun sampai 64 tahun. Kelompok umur ini sangat penting dalam kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja produktif untuk melakukan usaha pertanian dan usaha fisik lain pada suatu daerah tertentu. Jumlah penduduk berdasarkan golongan ini juga dapat menggambarkan rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu perbandingan penduduk produktif terhadap non produktif. Dependency ratio penduduk di Kabupaten Rokan Hilir adalah sebesar 65 persen yang berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung sebanyak 65 jiwa penduduk non produktif.

4.3 Distribusi Penggunaan dan Potensi Lahan

Lahan merupakan sumberdaya alam sekaligus faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Disamping sebagai tempat pemukiman penduduk, di atas tanah dapat diusahakan berbagai jenis tanaman tergantung kepada tingkat kesuburan dan kesesuaian lahan yang ada. Disamping itu, di atas tanah dapat juga dibangun usaha ekonomi lain seperti kolam/empang untuk pemeliharaan ikan air tawar. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Rokan Hilir disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 menjelaskan bahwa dari luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir seluas 888.159 hektar, 8,20 persen (72.791 ha) adalah lahan sawah dan selebihnya 91,80 persen (815.368 ha) adalah lahan kering. Sawah di Kabupaten Rokan Hilir didominasi oleh sawah tadah hujan seluas 50.321 hektar (68,13 persen), sawah lebak dan pasang surut yang masing-masing 12,17 persen dan 2,94 persen. Sementara lahan sawah yang tidak diusahakan masih cukup luas yang mencapai 11.991 hektar (16,47%).

Sedangkan penggunaan lahan bukan sawah (lahan kering) didominasi

(40)

Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005

No Penggunaan lahan Luas (ha) Persentase

A Sawah

1 Pasang surut 2.140 2,94

2 Tadah hujan 50.321 69,13

3 Lebak 8.861 12,

4 Sedan tidak diusahakan 11.991 16,47

Jumlah 72.791 8,20

B Bukan lahan sawah 1 Lahan kering

A Pekarangan/bangunan/halaman sekitarnya 29.063 3,56

b Tegalan/Kebun 121.564 14,91

c Ladang/Huma 5.857 0,72

d Pengembalaan padang rumput 99 0,02

e Rawa-rawa yang tidak diusahakan 27.839 3,41

f Kolam/Tebat/Empang 89 0,01

g Perkebunan negara/swasta 190.288 23,34

h Sedang tidak diusahakan 31-977 3,83

2 Lahan hutan

a Hutan Negara 108.303 13,28

b Hutan Rak at 41.676 5,11

3 Lahan Lainnya 258.513 31,71

Jumlah 815.368 91,80

Lahan sawah + bukan lahan sawah 888.159 100,00 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Rokan Hilir Tahun 2006.

Penggunaan tanah yang tersempit adalah untuk kolam/tebat/empang yang hanya 0,01 persen. Ini menunjukkan bahwa potensi budidaya perikanan darat, khususnya usaha budidaya perkoloman belum tergarap dengan baik pada hal punya potensi yang cukup besar bila dilihat dari ketersediaan air di kawasan tersebut. Disamping penggunaan lahan di atas, masih ada penggunaan lainnya seluas 815.368 hektar atau 31,71 persen dari luas lahan bukan sawah.

(41)

akan tetapi lahan kering di daerah tersebut cukup potensial yaitu nomor 2 terluas setelah Kecamatan Tanah Putih, yaitu 98.360 hektar atau 12,60 persen. Sedangkan di Kecamatan Tanah putih mencapai 212.866 hektar atau 26,11 persen dari total luas lahan kering di Kabupaten Rokan Hilir seluas 815.368 hektar.

Dari luas lahan sawah dan lahan kering yang ada ternyata tidak semua luas lahan tersebut dapat diusahakan karena berbagai kendala. Luas lahan yang sementara tidak dapat diusahakan ini merupakan potensi potensi yang belum diusahakan untuk menghasilkan produksi tanaman. Untuk lahan sawah potensi yang belum diusahakan selnas 11.991 hektar (1,35%), sedangkan lahan kering mencapai luas 31.977 hektar (3,60%). Untuk mengetahui luas lahan sawah dan kering yang sementara tidak diusahakan di Kabupaten Rokan Hilir tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Lahan Menurut Jenis Lahan dan Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004

1 Tanah Putih 1.770 1.252 212.866 18.000

2 Pujud 130 0 98.360 0

9 Senaboi 11.812 2.232 21.827 2.875

1o Batu Hampar 7.177 2.140 21.254 2.875

11 Rimba Melintang 7.141 408 16.407 978

12 Bangko Pusako 1.931 570 71.431 996

72.791 11.991 815.368 31.977

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2006

Tabel 6 juga menunjukkan jumlah luas lahan sawah dan lahan kering

(42)

dijumpai di Kecamatan Bangko yang mencapai 4.833 hektar, sedangkan lahan kering terluas yang untuk sementara tidak diusahakan dijumpai di Kecamatan Tanah Putih yang mencapai 18.000 hektar. Lahan ini cukup potensial untuk perluasan pengembangan (ekstensifikasi) tanaman padi dan palawija serta tanaman hortikultura.

Permasalahan serius yang mengancam pertanian tananam pangan dilihat dari penggunaan lahan di Kabupaten Rokan Hilir adalah tingginya tingkat pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, seperti perkebunan terutama tanaman sawit dan pemukiman sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat. Dalam kasus kelapa sawit, penyebab utama alih fungsi lahan tersebut semata karena masalah ekonomi dimana tanaman sawit mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dari pada tanaman pangan seperti padi, palawija dan sayursayuran. Luas alih fungsi lahan di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2005 disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Alih Fungsi Lahan Tanaman Pangan Ke Non Pangan Diwilayah Kabupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005.

8 Bangko 17.299 11.287 0 561 14 10 606

9 Senaboi 4.155 2.206 0 18 4 3 25

10 Batu Hampar 2.665 1.581 0 41 5 4 50

12 Rimba Melintang 21.312 3.088 2.756 253 13,5 6,5 273 13 Bangko Pusako 3.865 2.487 0 507 0,5 0 507,5

Total 59.346 24.280 2.75 2.11 39 27,5 2.176

(43)

Tabel 7 memperlihatkan bahwa selama tahun 2005 telah terjadi alih fungsi lahan 3,67 persen dari potensi lahan yang ada seluas 59.346 hektar. Dari total luas alih fungsi lahan tersebut didominasi oleh tanaman kelapa sawit yang mencapai 3,56 persen. Dari semua kecamatan yang ada, alih fungsi lahan untuk kelapa sawit selama tahun 2005 terluas terjadi di Kecamatan Bangko yang mencapai 561 hektar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Bangko Pusako dan Kecamatan Rimba Melintang. Sementara alih fungsi untuk pemukiman terluas terjadi di Kecamatan Bagan Sinembah seluas 606 hektar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Pasir Limau Kapas dan Kecamatan Rimba Melintang; yang masing-masing seluas 39 dan 13,5 hektar selama tahun 2005.

4.4. Potensi Pertanian Tanaman Pangan

Lebih dari 50 persen perekonomian penduduk bersumber dari sektor pertanian, sehingga pembangunan bidang ekonomi dititikberatkan pada sektor pertanian guna mendorong dan menopang sektor industri dan sektor perdagangan serta sektor-sektor lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman pangan yang diusahakan petani di Kabupaten Rokan Hilir adalah padi, palawija, sayuran dan

buah-buahan. Untuk melihat potensi komoditas padi berdasarkan tingkat produktivitas yang dicapai dapat dilihat pada Tabel 8.

(44)

Tabel 8. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lahan Padi dan Padi Gogo di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005

No Komoditas Luas panen (ha) Produksi

(ton)

Produktivitas (ton ha)

1 Padi sawah 34.547 147.242,8 4,26

2 Padi gogo 353 726,6 2,06

3 Jagung 634 1.512,8 2,43

4 Kedelai 973 1.307,5 1,34

5 Kacang Hijau 42 45,5 1,08

6 Kacang tanah 66 66,6 1,01

7 Ubi kayu 272 2.708,0 9,96

8 Ubi jalar 92 488,0 5,30

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2006.

Sedangkan produktivitas lahan tertinggi yang pernah dicapai komoditas padi dan palawija pada sentra-sentra produksi di Kabupaten Rokan Hilir disajikan pada Tabel 9.

Bila produktivitas lahan tertinggi dapat dicapai melalui program intensifikasi, maka pada kondisi luas panen tahun 2005 saja, prediksi produksi padi dan palawija Kabupaten Rokan Hilir adalah sebagai berikut: padi sawah 190-353,97 ton dan padi gogo 1.129,6 ton. Ini artinya Kabupaten Rokan Hilir bisa memproduksi padi sebanyak 191483,57 ton. Sedangkan jagung 1.512,8 ton,

kedelai 1.361,64 ton, kacang hijau 54,60 ton, kacang tanah 70,62 ton, ubi kayu 2.720 ton dan ubi jalar 552 ton.

(45)

Tabel 9. Produktivitas Lahan Teringgi Komoditas Padi dan Palawija Pada Kecamatan Sentra Produksi di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005

No Komoditas Produktivitas

Tertinggi (ton/ha) Kecamatan

1 Padi sawah 5,51 Bangko

2 Padi gogo 2,20 Pujut

3 Jagung 3,12 Simpang Kanan

4 Kedelai 1,40 Bangko

5 Kacang hijau 1,30

Batu Hampar, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Pujut dan Bagan Sinembah

6 Kacang tanah 1,07 Tanah Putih, Pujut dan Tp. Tj. Melawan

7 Ubi Kayu 10,0

Rimba Melintang, Bangko, Tanah Putih, Pujut, Tp. Tj. Pusako, Kubu, Ps. Limau Kapas, Melawan, Bagan Sinembah dan Sp. Kanan.

8 Ubi jalar 6,0 Simpang Kanan

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hi1ir Tahun 2006

4.5. Kelompok Tani

Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terlibat secara non formal atas dasar keserasian, keakraban dan kepentingan bersama serta saling percaya untuk mencapai tujuan bersama dalam melakukan usahatani. Kelompok tani juga merupakan kelembagaan yang berfungsi sebagai wadah untuk mengorganisir petani dalam mendapatkan pembinaan dan penyuluhan. Untuk meningkat pengetahuan dan ketrampilan petani serta merubah perilaku peranan kelompok tani sangat penting. Selanjutnya untuk mengorganisasikan kegiatan

(46)

Tabe1 10. Jumlah Kelompok Tani di Kebupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005

Kelas Kelompok Tani No Kecamatan Jumlah

Pemula Lanjut Madya Utama

1 Tanah Putih 24 12 12 0 0

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2006

Melihat kepada Tabel 10 terlihat bahwa jumlah kelompok tani tahun 2005 berjumlah 588 kelompok, 72,79 persen masih kelompok tani pemula, 23,64 persen lanjut, 2,72 persen madya dan baru 1,19 persen yang termasuk ke dalam kelas lanjut. Semakin banyak kelompok tani tentunya semakin baik karena semakin banyak pula petani yang terlibat sebagai anggota kelompok tani tersebut. Hal ini tentunya membawa dampak pada perluasan penyebaran teknologi ke petani sehingga produksi usahatani yang dilakukan berpeluang untuk meningkat.

4.6. Mesin Rice Milling Unit

Setelah panen gabah yang dihasilkan oleh petani akan diolah di mesin RMU. Mesin ini tersedia hampir di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan Tanah Putih, Bagan Sinembah, Pujud dan Ps. Limau Kapas. Jumlah mesin

(47)

Tabel 11. Jumlah Mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir per Kecamatan Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah RMU Persentase

1 Bangko 55 30%

2 Rimba Melintang 47 25%

3 Tanah Putih 0 0%

4 Simpang Kanan 2 1%

5 Tanah Putih Tg.Melawan 5 3%

6 Bangko Pusako 12 6%

7 Sinaboi 10 5%

8 Kubu 44 24%

9 Bagan Sinembah 0 0%

10 Pujud 0 0%

11 Ps. Limau Kapas 0 0%

12 Batu Hampar 10 5%

Total 185 100%

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir, 2007

Kepemilikan mesin RMU terbagi dua, yaitu masyarakat dan pemerintah, berdasarkan Tabel 12, Kecamatan Bangko merupakan kecamatan yang paling banyak memiliki mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir yang dimiliki masyarakat, sebesar 42 buah (33 persen). Berikutnya adalah Kecamatan Kubu sebanyak 30 buah (23 persen) dan Rimba Melintang sebanyak 25 buah (19 persen).

(48)

Tabel 12. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007

No Kecamatan Swadaya Persentase Pemerintah Persentase

1 Bangko 42 33% 13 23%

Jika dibandingkan setiap kecamatan, Kecamatan Simpang Kanan dan Tanah Putih Tg Melawan kepemilikannya 100 persen milik masyarakat. Sedangkan kecamatan yang terbanyak memiliki RMU dari pemerintah di kecamatannya adalah Kecamatan Rimba Melintang, sejumlah 22 buah (47 persen), Kecamatan Kubu sebanyak 14 buah (32 persen) dan Kecamatan Sinaboi sejumlah 3 RMU (30 persen). Selengkapnya dapat dilihat di Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007

No Kecamatan Swadaya Persentase Pemerintah Persentase

(49)

4.7. Pasar

Pasar merupakan saraan ekonomi sangat penting di suatu daerah. Di pasar orang bisa mendapatkan segala kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan yang lebih penting lagi adalah di pasar orang dapat menjual produksi barang dan produksi pertanian dengan imbalan berupa perolehan dalam bentuk uang yang dapat digunakan untuk kepentingan lain. Berkaitan dengan pasar ini, Mosher (1968) menyatakan bahwa pasar merupakan faktor mutlak dalam pembangunan pertanian.

Tidak ada lebih menggembirakan petani dari pada diperolehnya harga yang layak (tinggi) pada waktu mereka menjual produksi. Hal ini akan dapat terealisasi salah satunya jika pasar tempat menjual produk tersebut tersedia di sekitar areal petani. Jadi petani bisa langsung menjual produksinya ke pasar tanpa

melalui pedagang (perantara) dalam keadaan segar. Bagaimanapun keterlibatan pedagahg perantara dalam memasarkan produksi pertanian akan menyebabkan harga ditingkat petani rendah yang pada akhirnya pendapatn petani rendah.

(50)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN

5.1. Kontribusi Beras terhadap Perekonomian Kabupaten Rokan Hilir

Salah satu manfaat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode di daerah tertentu.

Tabel 14. PDRB Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah)

2003 2004 2005 LAPANGAN

USAHA Rp Juta % Rp Juta % Rp Juta %

Pertanian 1393057.6 14.10 1,480,606.85 15.12 1,593,421.59 15.63 Pertambangan dan

Penggalian 7446709.7 75.39 7,180,172.75 73.31 7,380,106.19 72.37 Industri Pengolahan 239201.69 2.42 262,970.90 2.68 282,613.60 2.77 Listrik, Gas dan Air

Bersih 6975.27 0.07 7,219.20 0.07 7,479.67 0.07

Bangunan 10643.19 0.11 21,079.22 0.22 22,594.13 0.22

Perdagangan, Hotel

dan Restoran 522293.07 5.29 560,559.96 5.72 609,564.93 5.98

Pengangkutan dan

Komunikasi 66776.62 0.68 71,647.45 0.73 77,412.48 0.76

Keuangan Persewaan

dan Jasa Perusahaan 37092.43 0.38 41,689.22 0.43 44,544.86 0.44

Jasa – Jasa 154483.75 1.56 168,464.21 1.72 179,597.06 1.76

PDRB 9877233.4 100.00 9794409.76 100.00 10197334.5 100.00

Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006

PDRB dapat dilihat dua sisi, yaitu berdasarkan harga nominal dan harga konstan. Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa peranan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir mengalami peningkatan, dari 14,10 persen sekitar Rp 1.393.057,6 juta tahun 2003 menjadi 15,12 persen, sekitar Rp 1.480.606,85 juta tahun 2004 dan pada tahun 2005 menjadi 15,63 persen, sekitar Rp 1.593.421,59 juta. Sedangkan jika dilihat dari peranan tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 dapat dilihat peranan sektor pertanian tanaman pangan menempati urutan keempat, yaitu sebesar Rp 165.856,81 juta atau sekitar 29,56

(51)

sebelumnya, 2004, yaitu Rp 161.886,57 juta. Jika dilihat dari nilai sharenya dari sektor pertanian, tahun 2005 lebih rendah dari 2004, tetapi nilainya lebih tinggi.

Urutan dari subsektor-subsektor yang ada pada sektor pertanian adalah perikanan menempati urutan pertama, kedua adalah tanaman perkebunan, ketiga adalah subsektor kehutanan dan subsektor tanaman pangan menempati urutan keempat. Terakhir adalah subsektor peternakan dan hasil-hasilnya (Tabel 15).

Tabel 15. Kontribusi Subsektor Tanaman Bahan Pangan terhadap Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten Rokan Hilir

2004 2005 SUBSEKTOR

(Juta Rp) % (Juta Rp) %

a. Tanaman Bahan Makanan 161,886.57 10.93 165,856.81 10.41 b. Tanaman Perkebunan 428,763.85 28.96 470,973.54 29.56 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 33,803.98 2.28 36,198.38 2.27 d. Kehutanan 274,689.59 18.55 291,897.70 18.32 e. Perikanan 581,462.86 39.27 628,495.16 39.44

1,480,606.85 1,593,421.59

Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006

Jika dikaitkan dengan jumlah anggota kelompok tani di Kabupaten Rokan Hilir yang berjumlah 14.305 anggota, maka pendapatan per kapita dari setiap

anggotanya adalah Rp 11,594,324.36 pada tahun 2005.

Tanaman pangan di Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari delapan jenis, yaitu padi sawah dan ladang, jagung, ketela pohon dan rambat, kacang tanah, kedele dan hijau. Produksi tertinggi (Tabel 16) untuk tanaman pangan adalah padi sawah, sebesar 147.243 ton (95,48 persen).

Tabel 16. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ton)

NO PANGAN PRODUKSI PERSENTASE

1 Padi Sawah 147243 95.48

Total 154220 100.00

(52)

Jika dilihat dari luas lahan produksi tanaman pangan yang dapat dilihat pada Tabel 17, untuk tanaman pangan jenis padi sawah yang paling luas, yaitu 34.547 ha, atau sekitar 93,41 persen.

Tabel 17. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ha)

TOTAL 36986 100.00

Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006

Pada Tabel 17 dapat dilihat produksi tanaman pangan berdasarkan atas kecamatan dan jumlah produksinya, terdapat tiga kecamatan yang memiliki produksi padi relatif besar, yaitu Kecamatan Kubu dengan produksi 34.232 ton (23 persen), Kecamatan Bangko dengan produksi 50.566 ton (34 persen) dan

Kecamatan Rimba Melintang dengan nilai produksi sebesar 40.050 ton (27 persen).

Tabel 18. Jumlah Produksi Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ton)

No Kecamatan Padi Sawah Persentase

1 T. Putih 0 0%

12 Rimba Melintang 40.050 27%

13 Bangko Pusako 5.477 4%

Rohil 147.243 100%

Riau 380.335 39%

(53)

Sebagian besar petani di Kabupaten Rokan Hilir melaksanakan penanaman padi setahun sekali, kecuali untuk Kecamatan Rimba Melintang. Di daerah ini pelaksanaan penanaman padi dua kali satu tahun, tetapi hanya 2.756 ha saja. Hal ini bisa terjadi karena Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar lahannya merupakan lahan gambut.

Jika dilihat dari luas panennya pada Tabel 19, dapat dilihat tiga besar wilayah yang memiliki luas panen terbesar, yaitu Kecamatan Kubu dengan luas panen 9.056 ha (26 persen), Kecamatan Bangko dengan luasan sebesar 11.212 ha (32 persen) dan Kecamatan Rimba Melintang seluas 8.900 ha (26 persen).

Dari jumlah produksi dan luas wilayah panen, ternyata Kecamatan Bangko merupakan kecamatan dengan jumlah produksi dan luas wilayah panen terluas.

Tabel 19. Jumlah Luas Panen Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ha)

No Kecamatan Padi Sawah Persentase

1 T. Putih 0 0%

12 Rimba Melintang 8.900 26%

13 Bangko Pusako 1.217 4%

Rohil 34.547 100%

Riau 114.028 30%

Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006

5.2. Analisis Kelayakan Usaha Rice Processing Complex

(54)

Jika dihubungkan dengan luas lahan dan jumlah produksi dari tiga kecamatan dengan nilai produksi dan luas lahan terbesar, ternyata letak RPC sebenarnya sudah optimal, yaitu di wilayah yang merupakan produsen beras di Kabupaten Rokan Hilir.

Berdasarkan hasil lapangan dan wawancara, ternyata yang masih dioperasikan hanya mesin RPC milik Bulog, oleh karena itu analisis usahanya akan dilihat dari bagian ini. Mesin RPC lainnya adalah milik Pemerintah Rokan Hilir dan Pemerintah Provinsi Riau (yang dihibahkan kepada Pemkab Rokan Hilir) belum dioperasionalkan. Kapasitas dari ketiganya sama, yaitu 3 ton gabah kering panen per jam, selain itu ketiganya pun relatif baru, yaitu mulai dipasang sekitar tahun 2005.

Mesin RPC milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang berada di Kecamatan Kubu, hingga saat ini belum berjalan dikarenakan adanya masalah pengelolaan. Mesin tersebut pernah diuji coba, hasilnya relatif baik. Pada awalnya mesin tersebut dikelola oleh BUMD milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, kemudian diserahkan ke KUD di Kecamatan Kubu. Sekarang mesin tersebut tidak dapat beroperasional, karena selain masalah pengelolaan, juga masalah pendanaan, karena KUD yang mendapatkan hak pengelolaan tidak memiliki dana untuk membeli beras, sehingga akhirnya mesin tersebut tidak

digunakan lagi, karena tidak ada kegiatan akibat tiadanya dana untuk pembelian beras. Hal ini pernah dibicarakan dengan pihak pemerintah, tetapi belum ada kelanjutannya.

(55)

Mesin hasil hibah dari Pemerintah Provinsi Riau ini akhirnya tidak berjalan juga seperti mesin yang diusahakan oleh Pemerintah Kabupeten Rokan Hilir. Permasalahannya hampir sama, yaitu dalam pengelolaan. Pihak Provinsi Riau merasa telah memberikan mesin tersebut, sehingga setelah pemberian mesin, training operator dan pembangunan infrastruktur, dilepaskanlah kepada pihak Kabupaten Rokan Hilir. Di lain pihak, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir ternyata belum dapat mengoperasionalkan karena belum merasa mesin itu milik pemkab, sehingga ada salah pengertian diantara keduanya dan terbengkalailah mesin tersebut.

Mesin yang terakhir adalah mesin milik Bulog, bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Bulog menyediakan mesin dan pembangunan kantor/gudang dengan nilai total adalah Rp 2,8 miliar. Pihak Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir pada kerjasama ini mempersiapkan lahannya.

Mesin RPC milik Bulog pun ternyata cukup banyak kendalanya, antara lain SDM dan dana yang terbatas. Staf operasional Bulog (pegawai Bulog) untuk operasional mesin RPC milik Bulog ini hanya satu orang yang bertugas yang merangkap/teknis untuk membeli gabah, menjual beras dan operasional mesin RPC.

Pegawai Bulog tersebut diberi dana Rp 200 juta untuk anggaran tahun

2007, ternyata dengan hanya satu orang dan dana yang terbatas pegawai tersebut tidak berhasil dalam mengelola mesin RPC-nya, karena kesulitan dalam menampung gabah hasil panen serta dalam pemasarannya.

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rohil Atas Dasar                 Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005                   (Juta Rupiah)
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Gambar 2. Struktur Hirarki AWOT
Tabel 2. Luas Wilayah Kecamatan dan Kepenghuluan/kelurahan di
+7

Referensi

Dokumen terkait

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI KOPERASI AL-KAUTSAR UIN SUNAN AMPEL

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997

Santrok (2007) juga mengatakan saat itu “pacaran” yang dilakukan oleh remaja diawasi dengan cermat oleh orangtuanya, tetapi akhir-akhir ini remaja memiliki kendali

Backpropagation untuk penentuan kelulusan sidang skripsi”. Pelita Informatika Budi Darma, Volume:IV, Nomor:1.. 3) Lapisan tersembunyi ( hidden layer ): lapisan yang

Gulma yang terdapat pada tanaman buah naga dengan tanah berpasir dan yang tidak berpasir merupakan dua lokasi yang saling berbeda nyata antara satu sama lain atau

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ³3HQHUDSDQ

Pada penelitian sebelumnya menurut Fika Erisya Islamey (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Perlakuan Akuntansi Lingkungan Terhadap Pengelolahan Limbah Pada Rumah Sakit

debit pengambilan atau debit operasi sumur yang terjadi berdasarkan data daerah studi (Qop) adalah 7,3108 liter/detik sehingga debit pemompaan tidak melebihi