Oleh
GENDUK NUNIK
NIM. 204046102918
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1 A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya merealisasikan nilainilai ekonomi Islam dalam
aktivitas nyata masyarakat adalah dengan mendirikan lembagalembaga
keuangan yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Dari sekian jenis
lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor paling besar pengaruhnya
dalam perekonomian masyarakat modern. Upaya intensif pendirian bank
syariah di Indonesia itu ada sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (pakto) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia. 1
Krisis mutlidimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997
masih meninggalkan dampak pada dunia bisnis Indonesia, terutama perbankan
nasional. Perbankan nasional harus menanggung Non Performing Loan yang sangat besar akibat dari krisis yang menimpa sektor riil. Non Performing Loan dapat mengganggu likuiditas sehingga dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada perbankan, dan dalam waktu yang bersamaan muncul
masalah lain yaitu negative spread. 2
Bila bank konvensional tidak juga menemukan vaksin penangkal virus negative spread, perbankan syariah relatif imun dan bahkan tak tersentuh.
1 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
(Jakarta: Pustaka Alvabet, 1999), h. 192
2 Ahmad Riawan Amin, “Bukan Alternatif Tapi Solusi”, Modal, Jakarta 1 Januari 2003, h.
Untuk itu, Bank Indonesia menerapkan Tight Money Policy atau kebijakan uang ketat. Otoritas moneter berharap dengan menetapkan bunga hingga
setinggi itu, dana masyarakat akan tersedot ke sistem perbankan. Namun pada
kenyataannya, kebijakan ini menjadi beban berat yang harus dipikul dunia
perbankan konvensional. Banyak di antara bankbank itu yang kelimpungan
tercekik oleh tingginya bunga. Mereka harus membayar bunga simpanan
masyarakat dengan bunga yang selangit, sementara bank tidak dapat menarik
bunga kredit sebesar itu dari nasabah. Seperti diketahui bahwa fragmen itu
berlanjut dengan tumbangnya satu demi satu bank konvensional karena
kesulitan likuiditas. Aliran dana mereka semakin parah ketika kredit yang
dikucurkan kepada para debitur banyak yang macet. Akhirnya bank pun
banyak yang terlikuidasi.
Likuiditas adalah tingkat di mana suatu aktiva dapat diubah ke dalam
mata uang baik uang kertas maupun uang logam yang dilakukan untuk
melaksanakan pembayaran. Kegiatan pembayaran merupakan salah satu tugas
pokok bank yang secara terus menerus harus dilaksanakan guna
mempertahankan dan mengembangkan usaha dari bank tersebut. Oleh sebab
itu, sangat diperlukan manajemen untuk menangani kegiatan pembiayaan pada
berbagai bank tak terkecuali bank syariah.
Kegiatan dan penyaluran dana bank syariah memerlukan pengendalian
untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga. Pengelolaan dilakukan
dengan manajemen likuiditas yang terorganisir dan sistematis. Tanpa memiliki
Salah satu kebijakan manajemen likuiditas adalah mencukupi pemeliharaan
cadangan. 3
Pemeliharaan cadangan adalah penyisihan terhadap sejumlah dana
dalam rangka memenuhi kebutuhan kewajiban. Terdapat dua pemeliharaan
utama yaitu cadangan utama dan cadangan tambahan. 4 Bank syariah akan
menyisihkan dana untuk keperluan cadangan tambahan demi menjaga
likuiditas jangka pendek dan menengah. Komponen cadangan tambahan ini
harus memiliki tingkat likuiditas yang tinggi agar dapat dicairkan pada saat
diperlukan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong
penerapan manajemen likuiditas secara intensif yang salah satu di antaranya
adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari nasabah bank itu sendiri. 5
Bank senantiasa menjaga aset, likuiditas dan kecukupan modal pada
posisi yang tepat karena kesalahan manajemen bank dalam mengatur aset,
likuiditas dan kecukupan modal akan mengakibatkan kesulitan dalam
membayar kewajiban jangka pendek dan menutup resiko kerugian jika terjadi
dalam upaya menentukan tingkat kredibilitas bank yang bersangkutan.
Kebutuhan dana sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia berupa minimum
cash untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya deposit yang ditarik
sebelum jatuh tempo, komitmen dan mencukupi kas bagi keperluan bank yang
tidak terduga dengan cara melakukan pembiayaan.
3 Masyhud Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2002), h. 272
4 Masyhudi Ali, Asset Liability Management; Menyiasati Resiko Pasar Operasional Dalam Perbankan, h. 328
Pembiayaan cash financing pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian antara cash flow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas yang biasa disebut rekening
koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa
bunga atas jumlah ratarata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas
tersebut. 6
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi
kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang. Atas dasar pinjaman
itu, bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah
berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi bila bank merasa perlu
dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak untuk menagih langsung
kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama digunakan
untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikutnya dan selebihnya
dikreditkan ke rekening nasabah. Jika ternyata piutang tersebut tidak tertagih,
maka nasabah wajib membayar kembali pinjaman tersebut berikut bunganya
kepada bank.
Tingginya tingkat persaingan antar bank saat ini, memaksa bank untuk
memberikan pelayanan yang maksimal kepada para nasabahnya yang salah
satunya dengan cara mempermudah syarat pembayaran produk. Oleh karena
itu, pembayaran yang ditunda atau pembayaran secara kredit menjadi suatu
kebutuhan bagi bank dalam rangka meningkatkan volume penjualannya atas
6 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvavet, 2006),
penjualan secara kredit tersebut, maka bank memiliki piutang kepada
pelanggan. 7 Piutang bagi perusahaan akan memperlambat arus kas karena
dana tunai atau kas akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo, padahal
di sisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai atau kas untuk kegiatan
operasionalnya. 8
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk mengatasi
kekurangan dana karena masih tertanam dalam piutang dengan imbalan
bunga. Atas pinjaman itu bank meminta cessie atas tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya nasabah berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya, tetapi
bila bank merasa perlu dengan menggunakan cessie tersebut bank berhak menagih langsung kepada pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut
pertamatama digunakan untuk membayar kembali pinjaman nasabah berikut
bunganya, dan selebihnya dikreditkan ke rekening nasabah. Bila ternyata
piutang tersebut tidak tertagih, maka nasabah wajib membayar kembali
pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank. 9
Salah satu kegiatan bank adalah menyalurkan dana yang bersumber
dari berbagai pihak. Pihak pertama adalah pemilik perusahaan itu sendiri.
Sementara pihak kedua adalah pelaku pasar keuangan yaitu berupa bank
lainnya dan lembaga keuangan. Sedangkan pihak ketiga adalah masyarakat
umum. Pihak pertama memberikan dana kepada bank sebagai modal untuk
menjalankan kegiatan dan berinvestasi, pihak kedua menempatkan kepada
7 Lina Ismawati, “Anjak Piutang Alternatif Pembiayaan Untuk Memperlancar Arus
Perusahaan”, artikel pada Majalah Ilmiah Unikom, Vol. V, h. 133
bank syariah sebagai investasi dan penyediaan cadangan. Pihak ketiga
menitipkan dananya kepada bank syariah untuk mengamankan dana dari
resiko kehilangan dan sebagai sarana investasi agar mendapat imbalan bagi
hasil. 10
Salah satu bank yang memberikan bagi hasil dalam menyalurkan
pembiayaan adalah Bank DKI Syariah Jakarta. Bank ini merupakan salah satu
bank yang menetapkan pembagian pendapatan dengan menggunakan sistem
bagi hasil. Konsep dari sistem bagi hasil adalah membagi perolehan
pendapatan antara bank dan nasabah dengan nisbah tertentu atas dasar
kesepakatan. Pembagian pendapatan tersebut dilaksanakan dalam kontrak
kegiatan pembiayaan dengan cara profit and loss sharing. 11 Penerapan sistem
bagi hasil ini membuat para investor dan pengusaha tertarik sehingga dana
dana yang dihimpun oleh Bank DKI Syariah Jakarta lebih banyak disalurkan
pada sektor riil untuk memperoleh pendapatan bagi hasil.
Bertitik tolak pada pemikiran di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk mencoba menuangkan sebuah obsesi yang terdapat dalam diri penulis
yang kemudian diwujudkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul : “STRATEGI MANAJEMEN PEMBIAYAAN CASH DAN RECEIVABLE FINANCING PADA BANK DKI SYARIAH JAKARTA”. Tema ini menarik
untuk dikaji, karena implikasinya sangat luas sehingga manajemen
pembiayaan Bank DKI Syariah Jakarta dapat dikontrol melalui pembiayaan cashdanreceivable financing.
10 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Bank Syariah, h. 46
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat luasnya kajian tentang manajemen operasional bank syariah
yang terdiri atas penghimpunan dana dan penyediaan jasa keuangan, maka
pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Kebijakan apa yang dapat diambil oleh manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah ?
2. Bagaimana tinjauan dan penerapan manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, maka penelitian skripsi ini memiliki tujuan di antaranya adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui kebijakan manajemen pembiayaan cash dan receivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta.
2. Mengetahui sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta
3. Memperoleh gambaran tentang tinjauan dan sistem manajemen
pembiayaancashdanreceivable financing yang diterapkan oleh Bank DKI Syariah Jakarta.
Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini di antaranya dapat
1. Manfaat akademis
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
berupa buku bacaan perpustakaan di lingkungan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum
Program Studi Perbankan Syariah.
2. Manfaat praktis
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan
sumbangan yang berarti bagi lembagalembaga perbankan, khususnya
perbankan syariah dan sekaligus dapat memberikan penjelasan tentang
strategi manajemen pembiayaancash danreceivable financing. 3. Masyarakat
Penelitian skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat tentang sistem
manajemen pembiayaancash danreceivable financing.
D. Kajian Pustaka
Secara umum, penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya. Adapun di antara para peneliti tersebut adalah sebagai berikut :
1. Chairil Fajri, Manajemen Pembiayaan Bank IFI Syariah, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2003.
3. Siti Efendi bin Sharifuddin, Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Manajemen Likuiditas PT. BII Unit Usaha Syariah, Jakarta: Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
Ketiga skripsi tersebut di atas pada dasarnya samasama mengkaji
tentang manajemen pembiayaan pada bank syariah. Namun kajian ketiga
skripsi tersebut sama sekali tidak menyinggung tentang strategi manajemen cash dan receivable financing pada bank syariah. Hal inilah yang menjadikan perbedaan yang sangat mendasar antara ketiga skripsi tersebut dengan skripsi
yang sedang penulis bahas.
Berdasarkan pada kajian pustaka tersebut, secara khusus sampai saat
ini belum ditemukan adanya kajian yang membahas tentang strategi
manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada suatu lembaga keuangan syariah seperti Bank DKI Syariah Jakarta. Atas dasar itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang strategi manajemen pembiayaan cashdanreceivable financingpada Bank DKI Syariah Jakarta.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
informasi dari orang yang terlibat dalam obyek. 12 Menurut Marzuki,
penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
melukiskan keadaan obyek atau persoalan yang tidak dimaksudkan untuk
mengambil atau menarik suatu kesimpulan yang berlaku umum. 13
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel dan
fenomenafenomena yang terjadi saat sekarang dan menyajikan apa
adanya. 14
Oleh sebab itu, pembahasan hasil penelitian ini mengupayakan
beberapa hal di antaranya adalah mencari informasi faktual yang mendetail
dalam menjelaskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalahmasalah
atau mendapatkan justifikasi keadaan dan praktekpraktek yang sedang
berlangsung, membuat konfirmasi dan evaluasi serta mengetahui apa yang
telah dikerjakan oleh orang lain tentang masalah atau situasi yang sama
agar dapat belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan
pengambilan keputusan di masa depan. 15
Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah Bank DKI
Syariah Cabang Tanah Abang Jakarta yang berlokasi di jalan Wahid
Hasyim No. 212A Jakarta Pusat.
12 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998), Cet. ke2, h. 3
13 Marzuki, Metodologi Riset, (Jakarta: BPFE UI, 2001), h. 8
14 Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu pertama untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena social tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Kedua untuk memprediksi fenomena social tertentu. Lihat M. Subhan, et.al.,DasarDasar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. ke1, h. 26
15 Menurut para pakar, definisi penelitian deskriptif itu sangat luas dan mencakup segala
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
Bank DKI Syariah Jakarta. Untuk memperoleh data primer ini, penulis
mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak yang telah
ditunjuk oleh pihak Bank DKI Syariah Jakarta.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diterima melalui studi
kepustakaan dengan cara mempelajari dan mengkaji bukubuku,
majalah dan artikelartikel yang erat kaitannya dengan masalah
masalah yang akan dibahas. Dalam melakukan studi kepustakaan ini,
penulis mengunjungi beberapa perpustakaan guna memperoleh data
dari berbagai literatur.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk kepentingan penelitian, pengambilan data dapat dilakukan
melalui :
a. Studi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data berupa dokumen tentang strategi manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta yang diambil dari dokumendokumen
berupa makalah, brosurbrosur dan dokumen lapangan.
Bank DKI Syariah Jakarta yang mengarah pada masalah penelitian.
Untuk wawancara ini digunakan pedoman wawancara guna
mengarahkan permasalahan sesuai dengan kepentingan penelitian.
4. Teknik Pengolahan Data
Data penelitian yang diperoleh melalui data primer dan data
sekunder kemudian diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu
karya ilmiah yang memiliki bobot yang mendekati kepada kesempurnaan
penulisan dengan mengacu kepada teknik pengolahan data.
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang penulis gunakan dalam menganalisis data
adalah menggunakan metode deskriptif analisis kualitatif, yaitu suatu
teknik analisis data di mana terlebih dahulu dipaparkan semua data yang
telah diperoleh kemudian dianalisa dengan tetap berpedoman pada
sumbersumber dalam bentuk kalimat.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariat dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007 Cet. ke
1, akan mewarnai seluruh bentuk penulisan skripsi ini.
F. Sistematika Penyusunan
Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka
diperlukan suatu sistematika penyusunan. Adapun sistematika yang dimaksud
Bab I menguraikan tentang pokokpokok pikiran yang tertuang dalam
pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang bertujuan
untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metode
penelitian yang dipergunakan untuk memudahkan penulisan dan sistematika
penyusunan dipergunakan dalam rangka memberikan penjelasan secara garis
besar mengenai pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini.
Bab II berisi landasan teori yang pembahasannya meliputi cash financing dan receivable financing. Ruang lingkup dari cash financing terdiri atas pengertian cash financing, jenis dan sumber alat cash financing, prinsip prinsip pengelolaan cash financing, tujuan dan manfaat pengelolaan cash financing serta metode dan pendekatan dalam pengelolaan cash financing. Sedangkan ruang lingkup dari receivable financing terdiri atas pengertian receivable financing, dasar hukum receivable financing, jenisjenis receivable financingdan rukun serta syarat receivable financing.
Bab III berisi tentang gambaran umum Bank DKI Syariah Jakarta yang
pembahasannya meliputi sejarah singkat Bank DKI Syariah Jakarta, visi dan
misi Bank DKI Syariah Jakarta, prinsip operasional Bank DKI Syariah
Jakarta, penawaran produk dan jasa Bank DKI Syariah Jakarta serta struktur
organisasi Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi
ini, yaitu analisis sistem manajemen pembiayaan cash dan receivable
perencanaan manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta,
pengorganisasian manajemen pembiayaan pada Bank DKI Syariah Jakarta,
jenis dan faktor manajemen pembiayaan cash dan receivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta serta aplikasi sistem manajemen pembiayaan cash danreceivable financing pada Bank DKI Syariah Jakarta.
Bab V merupakan bab penutup dari skripsi ini yang di dalamnya
memuat beberapa kesimpulan dan saransaran yang merupakan kristalisasi
dari babbab terdahulu yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka dan
15 A. Cash Financing
1. Pengertian Cash Financing
Cash financing terdiri dari dua buah kata yaitu dan cash dan
financing. Secara etimologis, cash berarti tunai. 1 Sedangkan financing
dapat dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. 2 Secara
terminologi, cash financing dapat diartikan sebagai suatu pembelanjaan
atau pembiayaan yang diberikan oleh bank secara tunai kepada nasabah
guna melunasi hutang dengan harta lancarnya.
Cash financing merupakan sinonim dari kata likuiditas. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, likuiditas adalah perihal menyatakan
posisi uang kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo tepat pada waktunya. 3 Dalam terminologi
keuangan dan perbankan terdapat banyak pengertian tentang likuiditas
yang salah satu di antaranya disebutkan bahwa likuiditas adalah
kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau
hutang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. 4 Selain itu,
1 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2000), Cet. ke24, h. 101
2 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 241
3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), Cet. ke2, h. 523
4 Riduan Tobink, et.al., Kamus Istilah Perbankan Populer, (Jakarta: PT. Atalya Rileni
likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kemungkinan ditariknya
deposito oleh deposan.
Artinya suatu bank dikatakan likuid apabila dapat memenuhi
kewajiban penarikan uang dari para deposan dana maupun para debitur. Di
samping itu, likuiditas juga dapat dipahami sebagai tingkat kemudahan
relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan
sedikit atau tanpa penurunan nilai serta tingkat kepastian tentang jumlah
kas yang diperoleh. 5 Menurut Oliver, likuiditas adalah kemampuan bank
untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan yang telah
jatuh tempo dan memenuhi persyaratan permintaan kredit tanpa adanya
penundaan. 6
Berdasarkan definisi tersebut, maka bank dapat dikatakan likuid
jika bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan
digunakan untuk memenuhi likuiditasnya. Bank juga dapat dikatakan
likuid apabila bank tersebut memilikicash assets yang lebih kecil dari hal
hal yang disebutkan di atas, tetapi yang bersangkutan juga memiliki aset
lainnya seperti suratsurat berharga yang dapat dicairkan sewaktuwaktu
tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya. Kemudian suatu bank juga
dapat dikatakan likuid jika bank tersebut memiliki kemampuan untuk
menciptakancash assets baru melalui berbagai bentuk hutang. 7
5 Mohammad Muslich, Manajemen Keuangan Modern; Analisis, Perencanaan dan
Kebijaksanaan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. ke3, h. 48
6 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 2004), h. 153
7 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, (Jakarta:
Dengan demikian, likuiditas bank merupakan kemampuan bank
untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek
melalui pengelolaan likuiditas yang baik, maka bank dapat memberikan
keyakinan kepada para deposan bahwa mereka dapat menarik dananya
sewaktuwaktu atau pada saat jatuh tempo. Oleh sebab itu, bank harus
mempertahankan sejumlah alat likuidnya guna memastikan bahwa bank
sewaktuwaktu dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
likuiditas adalah kemampuan suatu bank atau suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajibankewajiban jangka pendeknya. Untuk itu, secara
praktis likuiditas suatu bank sering dikaitkan dengan jumlah dana pihak
ketiga yang terdapat di bank tersebut pada waktu tertentu. Dalam hal ini,
untuk kondisi Indonesia pemerintah melalui Bank Sentral menetapkan
kewajiban setiap bank untuk memelihara likuiditas wajib minimum
sebesar 5% dari besarnya kewajiban pihak ketiga.
2. Jenis dan Sumber Alat Cash Financing
Ada empat rekening pokok yang merupakan alat likuid bagi bank 8
yang salah satu di antaranya adalah kas pada vault yang berisi uang tunai
yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari
hari. Besarnya uang tunai yang dipelihara oleh bank biasanya didasarkan
pada pengalaman atau estimasi besarnya penarikan seharihari. Jika bank
8 Zainul Arifin, DasarDasar Manajemen Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), Cet.
memiliki kas pada vault melebihi kebutuhan transaksi seharihari, maka
kelebihan tersebut akan disimpan pada Bank Sentral atau pada bank
koresponden.
Rekening pokok lainnya yang merupakan alat likuid bagi bank
adalah giro pada Bank Sentral. Biasanya giro ini merupakan giro wajib
minimum sebagai pemenuhan statutory reserve requirement yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Sentral berdasarkan prosentase tertentu dari
dana pihak ketiga. Selain itu, rekening ini merupakan sarana transaksi
antar bank baik dalam rangka melakukan kliring chekchek bank lain
maupun untuk transaksi pinjaman antar bank dengan Bank Sentral.
Selanjutnya rekening pokok yang merupakan alat likuid bank
adalah giro pada bank lain yang berisi semua simpanan pada bankbank
koresponden yang juga dimaksudkan untuk menunjang transaksi antar
bank seperti transfer, inkaso, transaksiletter of credit, dan lain sebagainya.
Kemudian rekening pokok lain yang tidak kalah pentingnya yang
merupakan alat likuid bank adalah berupa itemitem uang tunai yang
masih dalam proses inkaso yang terdiri atas chekchek Bank Sentral atau
bank koresponden yang belum secara efektif dikreditkan pada rekening
Bank Sentral atau bank koresponden.
Menurut Chairuddin, suatu bank dapat memperoleh alatalat likuid
yang diperlukan seperti tersebut di atas dari berbagai sumber 9 yang salah
satu di antaranya adalah aset bank yang akan segera jatuh tempo. Kredit
pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo
dapat dianggap sebagai sumber likuiditas. Untuk itu, dalam kondisi
kebijakan uang ketat, posisi likuiditas suatu bank akan rawan apabila
keseluruhan portofolio kreditnya masuk dalam kategori ever green. Surat
surat berharga dan instrumen pasar uang seperti Bank Acceptance,
sertifikat Bank Indonesia dan sertifikat deposito pada bank lain yang akan
segera jatuh tempo dan dapat pula dianggap sebagai sumber likuiditas
dalam golongan ini.
Suatu bank dapat juga memperoleh alatalat likuid yang diperlukan
dari berbagai sumber seperti pasar uang. Pasar uang adalah sumber
likuiditas bank. Namun harus diakui bahwa tidak setiap bank memiliki
kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
besarnya suatu bank dan persepsi pasar atas worthiness bank tersebut.
Dalam hal ini, para investor yang meminjamkan uangnya ke bank akan
melakukan analisa yang mendalam dan selektif terhadap tingkat dan
konsistensi perkembangan bank, kualitas aset, reputasi kesehatan
manajemen dan kekuatan modal bank.
Selain itu, bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti sindikasi kredit. Pembentukan
sindikasi kredit selain bertujuan menyiasati legal lending limit dan
menyebabkan resiko, juga bertujuan untuk menjalin hubungan dengan
bank lain. Ketika mengalami kesulitan likuiditas, maka bank tersebut dapat
mensindikasi sebagian portofolio kreditnya kepada bank lain untuk
Kemudian bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti cadangan likuiditas. Khususnya
bank yang tidak segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank
tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas
biasanya dibentuk dengan cara memelihara saldo kas dan giro Bank
Indonesia pada batas maksimal yang diperbolehkan.
Selanjutnya bank juga dapat memperoleh alatalat likuid yang
diperlukan dari berbagai sumber seperti sumber dana yang sifatnya last
resort. Salah satu sumber likuiditas yang sifatnya last resort yang umum
digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank
lain. Bank yang menjalin hubungan koresponden dengan bank lain
kemungkinan dapat meminta fasilitas stand by line of credit dari bank
koresponden tersebut. Selain itu, Bank Sentral bertindak sebagai leader of
last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan yang bukan
bank. Namun bantuan dana dari Bank Sentral biasanya baru akan
dimanfaatkan oleh bank yang kesulitan likuiditas apabila sumbersumber
likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas yang
dialaminya.
3. Prinsipprinsip Pengelolaan Cash Financing
Metode pengelolaan likuiditas yang diterapkan oleh masing
masing bank secara praktis akan saling berbeda, tergantung pada metode
manajemen dana yang diterapkan dan garis kebijakan dalam pengelolaan
likuiditas. Namun demikian, terdapat kesamaan dalam prinsipprinsip
Pengelolaan likuiditas harus dilakukan secara hatihati dengan
memperhatikan prinsipprinsip yang ada. Oleh sebab itu, dalam
pengelolaan likuiditas bank perlu memperhatikan beberapa prinsip
pengelolaan likuiditas yang salah satu di antaranya adalah bank harus
memiliki sumber dana inti yang sesuai dengan sifat bank yang
bersangkutan maupun pasar uang dan sumber dana yang ada di masyarakat
serta cocok pula dengan mekanisme pengumpulan dana yang berlaku di
mana tempat bank tersebut berada.
Prinsip pengelolaan likuiditas lainnya yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus mengelola sumbersumber dana maupun
penempatan dana dengan hatihati. Untuk itu, harus diperhatikan
komposisi sumber dana jatuh tempo berdasarkan jumlah masingmasing
komposisi, tingkat suku bunga, faktorfaktor kesulitan dalam
pengumpulan dana, produkproduk yang dimiliki, dan lain sebagainya.
Berikutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus memperhatikan perbedaan tingkat suku untuk
nasabah yang berbeda dalam penempatan dananya. Tingkat suku bunga
tersebut harus di atas tingkat suku bunga dana yang dipakainya. Dengan
kata lain, tingkat suku bunga atas penempatan dana tersebut harus bersifat
floating.
Selanjutnya pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus menaruh perhatian terhadap usia sumber dananya
kapan akan jatuh tempo dan jangan sampai terjadi matury gap dengan
kebutuhan dana yang sering menjadi acuan yang berupa kebutuhan dana
jangka pendek harus dipenuhi dengan sumbersumber dana jangka pendek.
Sedangkan kebutuhan dana jangka panjang harus pula dipenuhi dengan
sumbersumber dana jangka panjang.
Kemudian pengelolaan likuiditas yang perlu diperhatikan oleh
bank adalah bank harus waspada bahwa tingkat suku bunga tersebut selalu
berfluktuasi atau naik turun dengan gerak yang sulit diprediksi
sebelumnya. Pengelolaan likuiditas yang tidak kalah pentingnya yang
perlu diperhatikan oleh bank adalah bank harus segera dikoordinasikan
apabila akan menanamkan sumbersumber dananya ke aktiva. 10
4. Tujuan dan Manfaat Pengelolaan Cash Financing
Pengelolaan likuiditas merupakan faktor yang sangat penting
dalam operasional perbankan dan bahkan sangat menentukan suatu bank
untuk dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan usaha yang
semakin kompetitif. Adapun tujuan dan manfaat dari pengelolaan
likuiditas suatu bank secara garis besar adalah sebagai berikut : 11
a. Untuk menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi
yang ditentukan oleh Bank Sentral.
b. Mengelola alatalat likuid agar selalu dapat memenuhi semua aliran
kas, terutama kebutuhan yang tidak diperkirakan seperti penarikan
dana yang tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang
belum jatuh tempo.
10 Teguh Pudjo Mulyono, Analisa Laporan Keuangan Untuk Perbankan, h. 81 82
c. Berusaha semaksimal mungkin untuk memperkecil terjadinya idle
funds.
d. Memberi keyakinan kepada para nasabah bahwa mereka dapat menarik
dananya pada waktu tertentu atau pada saat jatuh tempo.
5. Metode dan Pendekatan Dalam Pengelolaan Cash Financing
Secara umum, metode yang digunakan oleh manajemen perbankan
dalam menetapkan pengelolaan likuiditasnya berbeda antara satu bank
dengan bank lainnya yang sangat dipengaruhi oleh pertimbangan prinsip
kehatihatian maupun tujuan pencapaian pendapatan optimal. Pendekatan
yang dapat ditempuh oleh manajemen bank dalam menetapkan
pengelolaan likuiditasnya secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam
lima pendekatan yaitu : 12
a. Self liquiditing approach, yaitu pendekatan peningkatan bank melalui peningkatan kembali kredit dan penanaman dalam suratsurat berharga yang sesuai dengan tanggal jatuh temponya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan pinjaman dalam bentuk commercial paper.
Dengan cara demikian, aktivaaktiva tersebut dapat digunakan sebagai alat likuid khususnya untuk membiayai permintaan kredit baru ataupun diinvestasikan kembali dalam suratsurat berharga.
b. Asset sale alibity atau asset shift ability, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara penjualan terhadap asetaset lainnya yang tidak produktif. c. New fund, yaitu meningkatkan likuiditas dengan cara menciptakan
sumbersumber dana baru baik dari masyarakat maupun dari dunia
perbankan seperti menciptakan traveller chek, credit card, deposito
deposito berjangka, dan lain sebagainya.
d. Borrowers earning flow, yaitu meningkatkan likuiditas melalui usaha
yang lebih giat dalam menjaga kelancaran penerimaan angsuran dan bunga kredit yang diberikannya.
e. Reserve discount window to centre bank as leader of last resort, yaitu
meningkatkan likuiditas dengan cara mengadakan pinjaman kepada Bank Sentral sebagai pemberi jaminan yang terakhir.
Sebelum menentukan pilihan tentang pendekatan yang mana yang
akan ditempuh dalam kebijakan likuiditas suatu bank, maka manajemen
bank seharusnya melakukan analisis tiga langkah perencanaan dan analisa
sistem likuidasi seperti berikut ini. 13
a. Klasifikasi leabilitas dan modal masuk dalam kategori sebagai sumber
dana yang dapat diandalkan atau dana tersebut mudah menguap.
b. Klasifikasi aset yang dapat dikategorikan sebagai alat likuid atau
bukan sebagai alat likuid.
c. Membandingkan antara volume aset likuid dengan volume dana yang
mudah menguap. Perbandingan maksimum antara volume aset likuid
dengan dana yang mudah menguap adalah 1,00 karena pada posisi ini
akan dicapai yang disebut balance liquidity position, yaitu keadaan di
mana permintaan alatalat likuid sama besarnya dengan alat likuid
yang tersedia pada bank.
B. Receivable Financing
1. Pengertian Receivable Financing
Receivable financing merupakan dua buah kata yang terdiri atas
receivable dan financing. Secara etimologi, receivable dapat diartikan
sebagai jumlah uang yang dapat diterima. 14 Sedangkan financing dapat
dipahami sebagai pembelanjaan atau pembiayaan. Secara terminologi,
receivable financing berarti tagihan uang bank kepada para nasabah yang
harus dilunasi paling lama satu tahun sejak keluarnya tagihan.
Receivable financing dalam kosa kata bahasa Indonesia dikenal
dengan istilah piutang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, piutang
adalah uang yang dipinjam dari orang lain dan yang dipinjamkan kepada
orang lain. 15 Dalam Kamus Manajemen, piutang dagang atau account
receivable ialah tagihan uang perusahaan kepada para pelanggan yang
diharapkan akan dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun sejak
tanggal keluarnya tagihan. 16
Menurut Hongren, piutang adalah suatu aktiva yang timbul karena
perusahaan menjual barangnya atau memberikan jasanya kepada para
pelanggan dan menerima janji bahwa pelanggan akan memberikan
sejumlah uang kepada perusahaan pada suatu waktu tertentu di masa yang
akan datang. 17 Piutang juga dapat dipahami sebagai klaim dalam bentuk
14 John M. Echols, et.al., Kamus Inggris – Indonesia, h. 469
15 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 689
16 Marbun BN., Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 285
uang terhadap perusahaan. Piutang ini timbul terutama dari penjualan
barang dan jasa secara kredit dan peminjaman uang. 18
Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang
penyisihan aktiva tetap produktif dinyatakan bahwa piutang adalah tagihan
yang timbul dari transaksi jual beli atau sewa berdasarkan akad
murabahah, salam, istishna dan atau ijarah. Dalam transaksi penjualan
kredit, jika order dari pelanggan telah dipenuhi dengan pengiriman barang
atau penyerahan jasa untuk jangka waktu tertentu, perusahaan memiliki
pelanggannya. 19 Sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Bank
Indonesia, bahwa piutang merupakan tagihan yang timbul dari transaksi
jual beli atau sewa berdasarkan akad murabahah, salam, istishna dan
ijarah. Akadakad tersebut merupakan akad piutang dalam konsep Islam.
Dalam Islam, piutang dikenal dengan istilah AlQardh. Secara
etimologis, AlQardh berarti AlQath’u yang bermakna potongan. 20 Untuk
itu, AlQardh dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan kepada orang
yang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu potongan
dari harta orang yang memberikan hutang. 21 Adapun kata hasan dapat
diartikan dengan baik, bagus dan indah. Dengan demikian, AlQardhul
Hasan merupakan pinjaman yang diberikan kepada seseorang untuk
kebutuhan yang mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapkan
imbalan.
18 Ahmad Firdaus, Pengantar Akuntansi, (Jakarta: FE UI, 2001), h. 145
19 Mulyadi, Sistem Akuntansi, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 202
20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, alih bahasa Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT. Al
Ma’arif, 1998), Jilid XII, h. 129
21 Syed Ahmad Husein, et.al., Fiqh dan Perundangundangan Islam, (Kuala Lumpur:
Ditinjau dari aspek terminologi, ada beberapa pendapat tentang
definisi AlQardhul Hasan. Menurut Imam Hanafi, AlQardh adalah
pemberian harta oleh seseorang kepada orang lain supaya ia
membayarnya. Kontrak yang khusus mengenai penyerahan harta kepada
seseorang agar orang itu mengembalikan harta yang sama sepertinya. 22
Sementara itu, Imam Malik menyatakan bahwa AlQardh merupakan
pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas
kasihan dan bukan merupakan bantuan atau pemberian, tetapi harus
dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan. 23
Sedangkan menurut Imam Hambali AlQardh adalah perpindahan
harta milik secara mutlak, sehingga penggantinya harus sama nilainya. 24
Adapun pengertian AlQardh menurut Imam Syafi’i merupakan pinjaman
yang didasarkan pada AlQur’an bahwa barang siapa yang memberikan
pinjaman yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan
melipatgandakan kebaikan kepadanya. 25
Beberapa uraian di atas menggambarkan bahwa AlQardh adalah
pinjaman atau hutang yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
untuk dikembalikan lagi kepada orang yang telah meminjamkan harta,
karena pinjaman tersebut merupakan potongan dari harta yang
memberikan pinjaman atau hutang. Dengan kata lain, AlQardh
merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
22 M. Abdul Mudjieb, et.al., Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 72
23 M. Mulichuddin,Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 8
24 M. Muslichuddin,Sistem Perbankan Dalam Islam, h. 8
diminta kembali atau dalam istilah lain meminjam tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur Fiqh klasik, AlQardh dikategorikan dalam akad
tathawwu’i atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. 26
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa seseorang yang berniat secara ikhlas
untuk menolong orang lain dengan cara meminjamkan hutang tanpa
mengharapkan imbalan disebut sebagai AlQardhul Hasan.
AlQardhul Hasan merupakan suatu perjanjian antara bank seagai
pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima baik berupa uang
maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan biaya apapun.
Peminjam atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang
yang dipinjam pada waktu yang telah disepakati bersama dengan pokok
pinjaman. 27 Menurut Perwaatmadja, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban semata di mana si
peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal
pinjaman. 28
Menurut Umar, AlQardhul Hasan adalah perjanjian pinjaman
baru kepada pihak kedua dan pinjaman tersebut dikembalikan dengan
jumlah yang sama yakni sebesar yang dipinjam. Pengembalian ditentukan
dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan kesepakatan bersama
26 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h. 131
27 Warkum Sumitro, AzasAzas Perbankan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997), h. 97
28 Karnaen Perwaatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok: Usaha
dalam pembayaran yang dilakukan secara angsuran maupun tunai. 29 Ia
menambahkan bahwa AlQardhul Hasan merupakan pinjaman yang harus
dikembalikan pada akhir suatu waktu yang telah disepakati tanpa
keharusan membayar bunga ataupun pembagian untung rugi dalam
bisnis. 30 Sedangkan menurut Abdul Fatah, AlQardhul Hasan adalah suatu
pinjaman yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa dituntut untuk
mengembalikan apaapa bagi peminjam, kecuali pengembalian modal
pinjaman tersebut. 31
Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
AlQarhdul Hasan merupakan suatu jenis pinjaman produk pembiayaan
dari pemilik modal baik individu maupun kelompok yang pengembalian
pinjaman uangnya tidak disertai dengan bunga, namun pihak peminjam
berkewajiban untuk membayar biaya administrasi.
2. Dasar Hukum Receivable Financing
Dalam Islam piutang yang tidak mengharapkan imbalan bagi
pemilik modal dikenal dengan istilah AlQardhul Hasan. AlQardhul
Hasan adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. AlQardhul Hasan disyaratkan sebagai bentuk atau cara
pendekatan manusia kepada Allah SWT, karena AlQardh berarti lemah
lembut kepada manusia, mengasihi mereka dan memberikan kemudahan
29 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta: Yayasan
Dana Bhakti Primayasa, 1997), h. 40
30 M. Umar Chapra, AlQur’an Menurut Sistem Moneter Yang Adil, h. 40
dalam urusan mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai
berikut :
...
(
#
q
ç
R
u
r
$
y
è
s
?
u
r
’
n
?
t
ã
Îh
Ž
É
9
ø
9
$
#
3
“
u
q
ø
)
-
G
9
$
#
u
r
(
Ÿ
w
u
r
(
#
q
ç
R
u
r
$
y
è
s
?
’
n
?
t
ã
É
O
ø
O
M
}
$
#
È
bº
u
r
ô
‰
ã
è
ø
9
$
#
u
r
4
(
#
q
à
)
¨
?
$
#
u
r
©
!
$
#
(
¨
b
Î
)
©
!
$
#
ß
‰
ƒ
Ï
‰
x
©
É
>$
s
)
Ï
è
ø
9
$
#
)
ﺓﺪﺋﺎﻤﻟﺍ
:
2
(
.
Artinya : “... Dan tolongmenolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya” (QS. Al Maidah : 2)
Transaksi AlQardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan
AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW serta ijma’ ulama. Sungguh pun
demikian, Allah SWT mengajarkan kepada hambaNya agar
meminjamkan sesuatu bagi Allah SWT. 32 Dasar hukum dari pemberian
pinjaman tunai kebajikan AlQardhul Hasan adalah firman Allah SWT
sebagai berikut :
Æ
¨
B
#
s
Œ
“
Ï
%
©
!
$
#
Þ
Ú
Ì
•
ø
)
ã
ƒ
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
ç
m
x
ÿ
Ï
è
»
Ÿ
Ò
ã
‹
s
ù
m
s
9
ÿã
&
s
!
u
r
Ö
•
ô
_
r
&
Ò
Oƒ
Ì
•
x
.
)
ﺪﻳﺪﺤﻟﺍ
:
11
(
.
Artinya : “Barang siapa yang meminjamkan kepada Allah pinjaman yangbaik, maka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dan ia akan memperoleh pahala yang banyak” (QS. AlHadid : 11).
Adapun yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah bahwa
seorang hamba yang diserukan untuk meminjam kepada Allah SWT, yaitu
dengan cara membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan
meminjam kepada Allah SWT, seorang hamba diseru untuk meminjam
kepada manusia sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. 33 Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut :
`
¨
B
#
s
Œ
“
Ï
%
©
!
$
#
Þ
Ú
Ì
•
ø
)
ã
ƒ
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
m
x
ÿ
Ï
è
»
Ÿ
Ò
ã
Š
s
ù
ÿ
&
s
!
$
]
ù$
y
è
ô
Ê
r
&
Z
o
u
Ž
•
Ï
W
Ÿ
2
4
ª
!
$
#
u
r
â
Ù
Î
6
ø
)
t
ƒ
ä
Ý
+
Á
ö
6
t
ƒ
u
r
Ï
m
ø
Š
s
9
Î
)
u
r
š
cq
ã
è
y
_
ö
•
è
?
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
245
.(
Artinya : “Barang siapa yang memberi pinjaman kepada Allah sesuatu
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan kelipatan yang banyak dan Allah akan menyempitkan dan melapangkan rizki, dan kepada Nyalah kamu dikembalikan” (QS. AlBaqarah : 245).
Ayat lain yang berbicara tentang masalah AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
...
(
#
q
ã
KŠ
Ï
%
r
&
u
r
n
o
4
q
n
=
¢
Á
9
$
#
(
#
q
è
?#
u
ä
u
r
n
o
4
q
x
.
¨
“
9
$
#
(
#
q
à
Ê
Ì
•
ø
%
r
&
u
r
©
!
$
#
$
·
Ê
ö
•
s
%
$
Y
Z
|
¡
y
m
4
...
)
ﻞﻣﺰﻤﻟﺍ
:
20
.(
Artinya : “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah
pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik” (QS. Al
Mujammil : 20).
Pada ayat lainnya yang masih berbicara tentang AlQardhul Hasan
adalah firman Allah SWT sebagai berikut :
$
y
g
•
ƒ
r
'
¯
»
t
ƒ
š
úï
Ï
%
©
!
$
#
(
#
þ
q
ã
Z
t
B
#
u
ä
#
s
Œ
Î
)
L
ä
êZ
t
ƒ
#
y
‰
s
?
A
û
ø
ï
y
‰
Î
/
#
’
n
<
Î
)
9
@
y
_
r
&
‘
w
K
|
¡
•
B
ç
nq
ç
7
ç
F
ò
2
$
$
s
ù
...
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
282
.(
Artinya : “Hai orangorang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...” (QS. AlBaqarah : 282).
AlQardhul Hasan tidak hanya diabadikan dalam AlQur’an, tetapi
juga terdapat dalam hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
َﻋ
ْﻦ
ِﺇ
ْﺑ
ِﻦ
َﻣ
ْﺴ
ُﻌ
ْﻮ
ٍﺩ
َﺃ
ﱠﻥ
ﱠﻨﻟﺍ
ِﺒ
َﻲ
َﺻ
َﻠ
ﻰ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
َﻭ
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
َﻗ
َﻝﺎ
:
َﻣ
ِﻣﺎ
ْﻦ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ٍﻢ
ُﻳ
ْﻘ
ِﺮ
ُﺽ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ًﻤ
ﺎ
َﻗ
ْﺮ
ًﺿ
ﺎ
َﻣ
ﱠﺮ
َﺗ
ْﻴ
ِﻦ
ِﺍ
ﱠﻻ
َﻛ
َﻥﺎ
َﻛ
َﺻﺎ
َﺪ
َﻗ
ِﺔ
َﻣ
ﱠﺮ
ٍﺓ
)
ﻩﺍﻭﺭ
ﻦﺑﺍ
ﺔﺟﺎﻣ
ﻦﺑﺍﻭ
ﻥﺎﺒﺣ
.(
34
Artinya : “Dari Ibnu Mas’ud bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda, Bukan seorang muslim yang meminjam kepada muslim lainnya dua kali, melainkan salah satunya adalah setara dengan shadaqah”. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Selain AlQur’an dan hadits Rasulullah SAW yang menjadi
landasan hukum AlQardhul Hasan, masih terdapat landasan hukum yang
menjadi dasar diperbolehkannya transaksi AlQardhul Hasan yaitu ijma’
ulama yang diambil dari hadist Rasulullah SAW sebagai berikut :
َﻋ
ْﻦ
َﺃ
ِﺑ
ﻰ
ُﻫ
َﺮ
ْﻳ
َﺮ
َﺓ
َﺭ
ِﺿ
َﻲ
ُﷲﺍ
َﻋ
ْﻨ
ُﻪ
َﻗ
َﻝﺎ
٬
َﻗ
َﻝﺎ
َﺭ
ُﺳ
ْﻮ
ُﻝ
ِﷲﺍ
َﺻ
َﻠ
ﻰ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
َﻭ
َﺳ
ﱠﻠ
َﻢ
:
َﻣ
ْﻦ
َﻧ
َﻔ
َﺲ
َﻋ
ْﻦ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ٍﻢ
ُﻛ
ْﺮ
َِﺑ
ًﺔ
ِﻣ
ْﻦ
ُﻛ
َﺮ
ِﺏ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻧ
ﱠﻔ
َﺲ
ُﷲﺍ
َﻋ
ْﻨ
ُﻪ
ُﻛ
ْﺮ
َﺑ
ًﺔ
ِﻣ
ْﻦ
ُﻛ
َﺮ
ِﺏ
َﻳ
ْﻮ
ِﻡ
ْﻟﺍ
ِﻘ
َﻴ
َﻣﺎ
ِﺔ
٬
َﻭ
َﻣ
ْﻦ
َﻳ
َﺴ
َﺮ
َﻋ
َﻠ
ﻰ
ُﻣ
ْﻌ
ِﺴ
ٍﺮ
َﻳ
ﱠﺴ
َﺮ
ُﷲﺍ
َﻋ
َﻠ
ْﻴ
ِﻪ
ِﻓ
ﻰ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻭ
ْﺍ
َﻵ
ِﺧ
َﺮ
ِﺓ
٬
َﻭ
َﻣ
ْﻦ
َﺳ
َﺘ
َﺮ
ُﻣ
ْﺴ
ِﻠ
ًﻤ
ﺎ
َﺳ
َﺘ
َﺮ
ُﷲﺍ
ِﻓ
ﻰ
ﱡﺪﻟﺍ
ْﻧ
َﻴ
ﺎ
َﻭ
ْﺍ
َﻵ
ِﺧ
َﺮ
ِﺓ
٬
ُﷲﺍﻭ
ِﻓ
ﻰ
َﻋ
ْﻮ
ِﻥ
ْﻟﺍ
َﻌ
ْﺒ
ِﺪ
َﻣ
َﻛﺎ
َﻥﺎ
ْﻟﺍ
َﻌ
ْﺒ
ُﺪ
ِﻓ
ﻰ
َﻋ
ْﻮ
ِﻥ
َﺃ
ِﺧ
ْﻴ
ِﻪ
)
ﻩﺍﻭﺭ
ﻢﻠﺴﻣ
.(
35
Artinya : “Dari Abi Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah SAW :
Barang siapa melepaskan seorang muslim dari suatu kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan dia dari kesusahankesusahan hari kiamat, dan barang siapa yang memberi kelonggaran pada seseorang yang ditimpa kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan di akhirat, dan barang siapa yang menutupi keburukan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambaNya
selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim).
Para ulama sepakat bahwa AlQardhul Hasan boleh dilakukan.
Kesepakatan ulama ini didasari atas naluri manusia yang tidak dapat hidup
34 Abu Ishaq AlSyaerazi, AlMuhadzab, (Mesir: Musthafa AlBabi AlHalabi, tth), h. 302
tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya, tidak ada seorang pun yang
tidak membutuhkan pertolongan. Oleh sebab itu, pinjam meminjam sudah
menjadi satu bagian kehidupan di dunia. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan kebutuhan umatnya. 36 Contoh dalam perdagangan,
seseorang memiliki modal tetapi tidak pandai berdagang atau tidak
memiliki kesempatan untuk berdagang, sedangkan orang lain pandai dan
cakap serta memiliki waktu yang cukup untuk berdagang, tetapi tidak
memiliki modal. 37
Dari ketiga landasan tersebut yaitu AlQur’an, hadits Rasulullah
SAW dan ijma’ ulama secara jelas membolehkan pelaksanaan AlQardhul
Hasan, tetapi kebolehan tersebut belum bersentuhan dengan harta yang
dapat dipinjamkan. Para ulama sepakat bahwa boleh meminjamkan harta
yang bisa ditakar, ditimbang ataupun makanan. Imam Syafi’i berpendapat
bahwa boleh meminjamkan segala sesuatu kecuali manusia. Sementara itu,
Imam Hanafi berpendapat bahwa tidak boleh meminjamkan sesuatu yang
tidak bisa ditakar dan ditimbang. 38
Menurut Imam Hanafi seperti dikutip Wahbah Zuhailly, sah
memberi pinjaman barangbarang mitsly, yaitu barangbarang yang
memiliki unit yang serupa di pasar atau barangbarang yang tidak
memiliki perbedaan yang mencolok bila ditinjau dari aspek harga. Adapun
yang termasuk barang mitsly adalah barang yang dapat ditakar dan
36 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Dari Teori ke Praktek, h. 132 133
37 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), Cet. ke38, h. 299
ditimbang karena bentuknya sama seperti buah kelapa, telur dan dapat
diukur dengan sesuatu ukuran panjang seperti kain. 39
Sedangkan Imam Malik, Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa
boleh memberikan pinjaman pada setiap harta yang sah untuk dijual baik
itu barang yang dapat ditakar atau ditimbang seperti emas, perak dan
makanan atau barangbarang tersebut adalah barang qimiy, yaitu barang
barang yang tidak mempunyai unit yang serupa di pasar seperti barang
perniagaan. 40
3. Jenisjenis Receivable Financing
Receivable financing atau piutang dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis 41 yang salah satu di antaranya adalah piutang dagang atau
account receivable. Piutang ini berasal dari penjualan barang dan jasa
yang merupakan kegiatan utama perusahaan. Piutang dagang dapat
dikelompokkan sebagai unsur lancar pada neraca.
Jenis lainnya dari receivable financing atau piutang adalah wesel
tagihan atau notes receivable. Pemberian kredit kepada pelanggan dapat
pula didukung oleh suatu dokumen kredit yang resmi yang disebut wesel
atau promes. Wesel adalah janji tertulis untuk melunasi jumlah piutang
tertentu dalam waktu tertentu pula.
Jenis lain dari receivable financing atau piutang yang tidak kalah
pentingnya adalah adanya piutang lainlain. Piutang lainlain merupakan
39 Wahbah Zuhailly, AlFiqh AlIslam wa Adillatuhu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1995), h. 729
40 Hasan Ayyub, Fiqh Muamalat fi AlIslam, h. 175
kelompok ruparupa piutang yang meliputi pinjaman kepada karyawan dan
perusahaan afiliasi, piutang bunga dan piutang pajak. Piutang lainlain
disajikan secara terpisah dari piutang dagang dan wesel tagihan neraca.
Jika unsur dari piutang lainlai