i SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009
Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Disusun oleh :
WAHYU TRI WIDODO J 410 050 030
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN
ii ABSTRAK
WAHYU TRI WIDODO. J 410 050 030
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009
xvi + 57 + 6
Perilaku seks bebas cenderung dilakukan oleh remaja. Setiap tahun ada 2,3 juta kasus aborsi, dan 20% nya dilakukan oleh remaja. Selain itu 80% penularan HIV/AIDS dialami oleh usia remaja. Dampak perilaku seks bebas tersebut antara lain Penyakit Menular Seksual (PMS), Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), kanker, bahkan HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan sosial yang meliputi pendidikan orang tua, status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan teman akrab dengan perilaku reproduksi sehat khususnya perilaku seks bebas pada remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional denga n pendekatan cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan metode pencuplikan sistematis random sampling, dan didapatkan 65 responden. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 16 dengan menggunakan uji hubungan chi square dengan tingkat kemaknaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua (p=0,002), sumber informasi (p=0,028), dengan perilaku seks bebas pada remaja, dan tidak ada hubungan antara status pengasuh (p=0,767), asal sekolah pacar (p=0,213), dan teman akrab (p=0,353), dengan perilaku seks bebas pada remaja.
Kata kunci : Faktor Lingkungan Sosial, Perilaku Reproduksi, Remaja Kepustakaan : 40, 1997 - 2009
Surakarta, 27 Oktober 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid) Ambarwati, S.Pd, M.Si NIK.863 NIK.757
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid)
iii
WAHYU TRI WIDODO. J 410 050 030
The Relationship between Social Environment Factors with Reproduction Behavior Adolescent at State Senior High School 1 Jatisrono Wonogiri Regency at 2009
ABSTRACT
Free sex behavior disposed was done by adolescent. Every year, there were 2,3 million cases of abortion, and 20% was done by adolescent. Beside that 80% HIV/AIDS invection undergone by adolescent. The impact of free sex behavior were: Sexually Transmitted Disease (STD), unwanted pregnancy, cancer, and HIV/AIDS. The aim of this research was to know the relationship between social environment factors include: parents education, caring status, information source, boy (girl) friend school come from, and intimate friend with health reproduction behavior especially free sex behavior in adolescent at State Senior High School 1 Jatisrono, Wonogiri Regency. The research was observasional with cross sectional approaches. The sampel was taken with use simple example method for sistematis random sampling, and got 65 respondens. Data was analyzed with SPSS 16 version by using chi square test with significant level 95%. The result of this research showed that there was relationship between parents education (p=0,002), and information source (p=0,028), with free sex behavior in adolescent. There was not relationship between caring status (p=0,767), boy (girl) friend school come from (p=0,213) and intimate friend (p=0,353) with free sex behavior in adolescent.
iv
@ 2009
v
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN
PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009
Disusun Oleh : Wahyu Tri Widodo
NIM : J 410 050 030
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta, 27 Oktober 2009
Pembimbing I Pembimbing II
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul :
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU REPRODUKSI SEHAT REMAJA SMA N I JATISRONO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009
Disusun Oleh : Wahyu Tri Widodo
NIM : J 410 050 030
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 31 Oktober 2009 dan telah diperbaiki sesuai dengan masukan Tim Penguji.
Surakarta, 7 November 2009
Ketua Penguji : Yuli Kusumawati, SKM, M. Kes (Epid) ( )
Anggota Penguji I : Ambarwati, S.Pd, M.Si ( )
Anggota Penguji II : Azizah Gama Trisnawati, SKM, M.Pd ( )
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada mereka yang merasa
memiliki diriku dan yang menjadi bagian dari hidupku, mereka yang
menyayangiku dan yang kusayangi, yang tidak henti- hentinya, tiada
bosan-bosannya dengan tulus ikhlas memberikan, doa, bimbingan, nasehat, serta kasih
sayang yang tulus dan suci.
Berkat rahmat Allah SWT, dan sebagai wujud rasa syukur, rasa hormat, rasa
terima kasih serta kasih sayang yang tiada terkira, skripsi ini ku persembahkan
kepada:
“ Bunda, Bunda, Bunda, dan Ayahanda tercinta “
Yang dalam setiap detak jantungnya dan hela nafasnya selalu mengalir doa restu,
kasih sayang, serta pengorbanan yang merindukan keberhasilanku.
“ Kakak-kakakku tersayang”
Yang senantiasa memberikan semangat dalam setiap nasehatnya.
Dari sebuah harapan, dari sebuah penantian dan dari sebuah perjuangan, semoga
dari sanalah keberhasilanku tercapai.
viii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Wahyu Tri Widodo
Tempat/Tanggal Lahir : Wonogiri, 9 Juni 1987
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Alamat : Pelem, RT 03/02 Pelem, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan : 1. Lulus SDN Pelem I tahun 1993
2. Lulus SLTP N 3 Jatisrono tahun 1999
3. Lulus SMK Pancasila I Wonogiri tahun 2002
4. Menempuh pendidikan di Program Studi
Kesehatan Masyarakat FIK UMS mulai tahun
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.wb
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “ HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL
DENGAN PERILAKU REPRODUKSI REMAJA SMA N I JATISRONO
KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009 “.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak
luput dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Setiadji, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
2. Bapak Arif Widodo, A.Kep. M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ibu Yuli Kusumawati, SKM, M.Kes (Epid), selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, dan selaku pembimbing I.
4. Ibu Ambarwati, SPd, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan saran dalam menyelesaiakn skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
x
6. Bapak Drs. Suprapto, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMA N I Jatisrono
Kabupaten Wonogiri beserta staf dan pengajar yang telah memberikan
kesempatan dan kerja sama bagi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu serta kakak-kakakku tersayang yang telah memberikan
dukungan, doa, motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti untuk penulis.
8. Teman-teman tercinta mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta khususnya
mahasiswa angkatan 2005.
9. Sahabat-sahabatku yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat
hingga terselesaikannya skripsi ini.
10.Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,
dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan penulis mohon maaf bila dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan.
Wassalamu’alaikum Wr.wb
Surakarta, 23 Oktober 2009
xi
HALAMAN PENGESAHAN ...vi
KATA PENGANTAR ...ix
A. Latar Belakang ...1
B. Perumusan Masalah...4
C. Tujuan...5
D. Manfaat Penelitian...6
E. Ruang Lingkup ...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...7
A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja ...7
B. Perilaku...8
1. Pengertian Perilaku ...8
2. Perilaku Reproduksi ...11
3. Dampak Perilaku Seks Bebas ...13
C. Faktor Lingkungan Sosial...14
1. Keluarga ...15
2. Sekolah ...16
3. Pergaulan ...17
4. Sumber Informasi...19
5. Perubahan Tata Nilai...20
D. Remaja ...21
E. Kerangka Teori Penelitian ...23
F. Kerangka Konsep Penelitian ...24
G. Hipotesis ...24
BAB III METODE PENELITIAN ...26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ...26
B. Subjek Penelitian...26
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ...27
D. Populasi dan Sampel ...27
xii
F. Definisi Operasional ...30
G. Pengumpulan Data ...32
H. Jalannya Penelitian...35
I. Pengolahan Data ...35
J. Analisis Data ...36
BAB IV HASIL PENELITIAN...37
A.Gambaran Umum ...37
B.Hasil Penelitian ...38
C.Hasil Analisis Data...39
1. Analisis Univariat ...39
2. Analisis Bivariat...41
BAB V PEMBAHASAN ...46
A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Seks Bebas ...46
B. Keterbatasan Penelitian...55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...56
A. Kesimpulan ...56
B. Saran...56
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tingkat keeratan hubungan variabel X dan variabel Y...34
2. Distribusi responden per kelas ...37
3. Distribusi frekuensi jenis kelamin dan kelas responden ...38
4. Distribusi frekuensi variabel bebas responden ...40
5. Distribusi perilaku reproduksi responden ...41
6. Hubungan pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas ...42
7. Hubungan status pengasuh dengan perilaku seks bebas ...43
8. Hubungan sumber informa si dengan perilaku seks bebas ...44
9. Hubungan asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas ...44
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori Penelitian ...23
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden 2. Kuesioner Pengumpulan Data
3. Surat Ijin Penelitian
4. Surat Keterangan Penelitian
5. Hasil Analisis Data
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BK : Bimbingan Konseling
HIV/AIDS : Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome
KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja
KTD : Kehamilan Tidak Diinginkan
PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
SMA N : Sekolah Menengah Atas Negeri
1 BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Remaja merupakan populasi terbesar, satu di antara enam orang di
bumi ini adalah remaja, dan 85% di antaranya hidup di negara berkembang.
Masa remaja diwarnai oleh berbagai masalah seperti masalah pertumbuhan,
perubaha n, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi.
Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja
semakin menjadi perhatian di seluruh dunia. Berdasarkan hasil survei
International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional mengenai kependudukan dan pembangunan tahun
1994, banyak organisasi di berbagai negara telah menciptakan berbagai
program agar dapat lebih memenuhi kebutuhan para remaja di bidang
kesehatan reproduksi (Permata, 2003).
Peningkatan kasus-kasus kesehatan reproduksi itu antara lain berupa
kasus Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD), aborsi yang tidak aman, serta
penyebaran virus HIV/AIDS (Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) di kalangan remaja dan dewasa. Jumlah kasus
pengguguran kandungan (aborsi) di Indonesia, setiap tahun mencapai 2,3 juta,
dan 30% di antaranya dilakukan oleh remaja (Kisara, 2009). Kehamilan Tidak
Diinginkan (KTD) pada remaja menunjukkan kecenderungan meningkat
antara 150.000 hingga 200.000 kasus setiap tahun (Kisara, 2009).Jumlah HIV
2
Tengah kasus meningkat 121 kasus dari tahun sebelumnya (Yayasan Aids
Indonesia, 2008).
Hasil survei Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada
tahun 2008, menunjukkan bahwa jumlah remaja di Indonesia yang berusia
10-24 tahun mencapai 65 juta orang atau 30? dari total penduduk Indonesia.
Sekitar 15-20? di antara remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan
hubunga n seksual di luar nikah. Sekitar 15 juta remaja perempuan usia 15-19
tahun melahirkan setiap tahunnya. Hampir 80? dari kasus-kasus baru infeksi
HIV yang terlaporkan berasal dari usia 15-29 tahun, dan setiap tahun ada
sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20? diantaranya adalah
aborsi yang dilakukan oleh remaja (Kisara, 2008). Kasus aborsi di Semarang
mencapai dua juta kasus per tahunnya (Hartono, 2006), dan berdasarkan
pencatatan PKBI Semarang pada tahun 2004, hingga bulan Juni tercatat 101
kasus KTD yang dilakukan oleh kelompok umur 10 sampai 24 tahun (Nik,
2004).
Hasil pencatatan PKBI hingga Juli tahun 2005, menunjukkan bahwa
keterlibatan mereka dalam hubungan seksual pranikah disebabkan karena
coba-coba dan tanpa direncanakan, terbawa suasana dan adanya dorongan
seksual yang muncul karena ada pengaruh dari beberapa media pornografi
yang pernah mereka akses. Dalam sebuah konseling tatap muka juga sempat
terekam ada seorang remaja yang sudah terpengaruh kebiasaan bermasturbasi
yang berlebihan, awalnya kebiasaan ini hanya karena coba-coba akibat ajakan
3
faktor lingkungan seperti keretakan rumah tangga orang tua atau status
pengasuh remaja, juga dapat mempengaruhi remaja untuk berhubungan seks
pranikah. Selain itu masih banyak lagi masalah remaja seperti kasus-kasus
kekerasan seksual, KTD pada remaja, aborsi remaja, pernikahan usia muda
dan sejenisnya (Admin, 2008a).
Kebutuhan reproduksi dan jenis risiko mengenai kesehatan reproduksi
remaja me mpunyai ciri yang berbeda antara anak dan orang dewasa. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja mengenai kesehatan
reproduksi masih relatif rendah. Sekolah merupakan salah satu sumber untuk
mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi bagi remaja terutama
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Akan tetapi materi Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) belum terintegrasi dengan baik dalam mata
pelajaran (intrakurikuler) maupun kegiatan ekstrakurikuler di sekolah.
Christina (2008), mengungkapkan bahwa siswa jurusan IPA lebih banyak
mengetahui materi KRR dari pada siswa jurusan IPS dan sekolah merupakan
sumber informasi KRR yang paling berperan.
Minimnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi siswa SMA
menjadi salah satu persoalan yang membuat mereka salah dalam mengambil
keputusan. Penelitian Prihyugiarto (2008), mengungkapkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan orang tua, dan jenis
kela min dengan perilaku seks bebas pada remaja. Berdasarkan data ya ng
tercatat di Bimbingan Konseling (BK) SMA N I Jatisrono, Kabupaten
4
SMA tersebut tercatat lima siswa yang ke luar sekolah karena kasus kehamilan
(hamil atau menghamili), dan diduga masih terdapat beberapa kasus yang
belum tercatat atau terungkap. Hal ini merupakan dampak dari perilaku yang
berisiko terhadap kesehatan reproduksi. Berdasarkan uraian di atas maka
peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan sosial
dengan perilaku seks bebas.
B. Perumusan Masalah
1. Masalah
Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan sosial dengan
perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?
2. Sub Masalah
a. Apakah ada hubungan antara pendidikan orang tua (pengasuh) siswa
dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten
Wonogiri?
b. Apakah ada hub ungan antara status pengasuh siswa dengan perilaku
seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?
c. Apakah ada hubungan antara sumber informasi siswa tentang kesehatan
reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri?
d. Apakah ada hubungan antara asal sekolah pacar siswa dengan perilaku
seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri?
e. Apakah ada hubungan antara teman akrab siswa dengan perilaku seks
5 C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara faktor lingkungan sosial dengan
perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan antara pendidikan orang tua (pengasuh)
dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten
Wonogiri.
b. Menganalisis hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks
bebas siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
c. Menganalisis hubungan antara sumber informasi yang diperoleh siswa
mengenai kesehatan reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa
SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
d. Menganalisis hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks
bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
e. Menganalisis hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas
pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi sehat,
6
2. Bagi instansi terkait khususnya SMA N I Jatisrono
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk pembelajaran
selanjutnya, sebagai dasar kebijakan dalam memasukkan materi kesehatan
reproduksi ke dalam kurikulum sekolah.
3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya terkait dengan kesehatan reproduksi.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan
mengenai hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi
khususnya seks bebas pada remaja SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kesehatan Reproduksi Remaja
Menurut Admin (2008b), kesehatan reproduksi remaja adalah suatu
kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang
dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat di sini tidak semata- mata berarti bebas
penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial
kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki
informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang
ada di sekitarnya. Informasi yang benar diharapkan dapat menjadikan remaja
memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses
reproduksi. Menurut Admin (2008b), pengetahuan dasar yang perlu diberikan
kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan reproduksi yang baik
antara lain adalah :
1. Mengenal tentang sistem, proses, dan fungsi alat reproduksi (aspek
tumbuh kembang remaja).
2. Mendewasakan usia kawin bagi remaja serta merencanakan kehamilan
agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanga nnya.
3. Mengenal penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya
terhadap kondisi kesehatan reproduksi.
4. Mengetahui bahaya narkoba dan miras terhadap kesehatan reproduksi.
5. Mengetahui pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual.
8
7. Menge mbangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan.
B. Perilaku
1. Pengertian perilaku
Perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan
respon, serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung
(Sunaryo, 2004). Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi atau disebut rangsangan. Rangsangan tertentu
akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Menurut Notoatmodjo
(2007), perilaku kesehatan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok,
yaitu :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau
usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak
sakit dan usaha-usaha penyembuhan jika sakit.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan (Health seeking behaviour)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini
9
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan
tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain,
bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak
mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo,
2003). Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Kemudian
dengan pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran mereka dan
akhirnya akan menyebabkan orang akan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.
Sikap adalah reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2003). Perbuatan yang
akan dilakukan manusia tergantung pada permasalahan dan berdasarkan
pada keyakinan atau kepercayaan masing- masing. Manifestasi sikap tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap merupakan suatu kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
10
1. Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (Responding)
Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, dan
mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (Valuing)
Indikasi menghargai adalah mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu
masalah.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko.
Suatu sikap belum tentu secara otomatis terwujud dalam suatu
tindakan (Overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas
juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain. Menurut Notoatmodjo
(2007) tindakan mempunyai beberapa tingkatan antara lain :
a. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktik atau tindakan tingkat
11
b. Respons terpimpin (Guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan
sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat dua.
c. Mekanisme (Mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka hal
ini sudah menunjukkan praktik tingkat tiga.
d. Adopsi (Adoption)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi
tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2. Perilaku Reproduksi
Perilaku reproduksi dapat diartikan sebagai aktivitas atau kebiasaan
yang dilakukan untuk mendapatkan keturunan. Perilaku reproduksi dalam
hal ini adalah mengacu pada perilaku seks pranikah di kalangan remaja.
Perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat
ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan sosial, antara lain keluarga,
informasi, dan teman sebaya (Laksmiwati, 2001). Masuknya kebudayaan
asing dapat merubah tata nilai dan perilaku remaja yang disebabkan oleh
komunikasi global dan perubahan/inovasi teknologi. Sebaliknya faktor
kreativitas internal yang berbentuk perubahan intelektual merupakan
faktor penting dalam menentukan perkembangan perilaku reproduksi.
12
kebutuhan tertentu. Remaja dapat memiliki variasi perilaku yang ditujukan
untuk tujuan hidup yang beragam.
Perilaku reproduksi terwujud dalam hubungan sosial antara pria
dan wanita. Hubungan antara pria dan wanita tersebut dalam waktu yang
lama menyebabkan munculnya norma- norma dan nilai- nilai yang akan
menentukan bagaimana perilaku reproduksi disosialisasikan. Berbagai
bentuk perilaku yang diwujudkan lazimnya sejalan dengan norma- norma
yang berlaku. Ada perilaku yang diharapkan dan sebaliknya ada perilaku
yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial masyarakat, begitu pula
hubungan antara pria dan wanita dalam perilaku reproduksi. Perilaku
reproduksi dalam hal ini adalah mengacu kepada perilaku seks pranikah di
kalangan remaja.
Seks bebas atau disebut juga extra-marital intercouse merupakan
bentuk pembebasan seks yang dipandang tidak wajar, bukan saja oleh
agama dan negara, tetapi juga oleh filsafat. Perilaku tersebut ternyata
cenderung disukai oleh anak muda, terutama kalangan remaja yang secara
biopsikologis sedang tumbuh menuju proses pematangan. Pada tahap ini
remaja biasanya lemah, yaitu lemah dalam pemahaman nilai- nilai, norma
dan kepercayaan, atau superego, maka mereka lebih cenderung suka
bertindak ceroboh, coba-coba dan salah. Hanya sekedar memenuhi
keinginan yang berlebihan, mereka rela mengorbankan moralitasnya untuk
memenuhi kehendak mendapatkan pujian dari kelompok referensinya. Di
13
jawab, untuk menghindari munculnya bentuk pembebasan seks liberal di
luar kendali superego (Amirculin, 1997).
3. Dampak perilaku seks bebas
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan yang
dapat menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk
karakter yang bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada
remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba
membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini
seks yaitu sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation). Terlebih
lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan yang kurang tepat untuk
perkembangan remaja, hal ini akan mendorong terciptanya perilaku amoral
yang merusak masa depan remaja. Pergaulan bebas akan berdampak pada
perilaku yang menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk
aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual.
Seks bebas memiliki banyak konsekuensi misalnya, penyakit
menular seksual (PMS), infeksi, infertilitas dan kanker. Banyak kasus
kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin
maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja (termasuk
HIV/AIDS). Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan
sekitar 40-60 juta ibu ya ng tidak menginginkan kehamilan melakukan
aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh
kehamilan dan persalinan. Sekitar 30 sampai 50% di antaranya meninggal
14
berkembang termasuk Indonesia, selain itu setiap tahun ada sekitar 2,3
juta kasus aborsi di Indonesia yang 30% nya dilakukan oleh remaja
(Muzayyanah, 2008).
C. Faktor Lingkungan Sosial
Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam
suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial. Secara garis
besar faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja
terdiri dari faktor dari luar individu dan faktor dari dalam individu. Faktor dari
luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, seperti
lingkungan keluarga, kelompok sebaya atau teman akrab, sumber informasi
dan lain sebagainya. Sedang faktor dari dalam individu adalah sikap dari
individu yang bersangkutan. Sikap ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
(Laksmiwati, 2001).
Hasil penelitian Suryoputro, dkk (2006) juga menunjukkan bahwa
lebih dari setengah dari responden remaja menyatakan telah melakukan
hubungan seks pra nikah. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa
dukungan faktor lingkungan sosial seperti informasi dapat mempengaruhi
perilaku seks pranikah. Hasil penelitian Muzayyanah (2008), menunjukkan
bahwa remaja usia 12-18 tahun mendapatkan informasi seputar seks dari
berbagai sumber, 16% nya mendapatkan informasi dari teman, 35% dari film
porno, dan hanya 5% dari orang tua. Selain itu, dalam penelitian tersebut
Menunjukkan bahwa dari pelajar SMP, 10,53% pernah melakukan ciuman
15
seksual. Remaja dalam penelitian tersebut, sebagian besar (lebih dari 50%
responden) bertempat tinggal terpisah dari orang tua untuk melanjutkan
belajar atau bekerja. Temuan ini memperkuat pandangan bahwa kurangnya
pengawasan dari orang tua memperbesar kemungkinan terjadinya hubungan
seksual pranikah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan dari
lingkungan terhadap perilaku seks remaja.
1. Peran keluarga
Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah
banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai,
keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Selain itu bisa juga dari
seseorang remaja yang sering ditinggal orang tuanya dan kurang perhatian
dari orang tua, atau remaja yang tinggal atau diasuh oleh selain orang tua
kandung, misalnya nenek, paman, kakak, dan sebagainya. Kecenderungan
seperti ini banyak ditemukan. Keadaan tersebut merupakan salah satu
faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk
melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri (Laksmiwati,
2001). Faktor- faktor yang menyebabkan perilaku pacaran remaja
mengarah pada perilaku seksual yaitu faktor intern dan faktor ekstern,
faktor intern meliputi adanya kebutuhan badaniah dan rasa penasaran,
sedangkan faktor ekstern seperti adanya tekanan dari teman pergaulan,
tekanan dari pacar dan lingkungan keluarga (Suyatmi, 2008).
Penelitian Rachmawati (2003), menyimpulkan bahwa ada
16
seks remaja. Peran orang tua terhadap perilaku seks remaja sebesar 37,7%,
sedangkan sebesar 62,3% merupakan faktor pengaruh lainnya seperti,
faktor biologis, pendidikan, budaya, sosialisasi, dan media ma ssa. Hasil
penelitian Ginting (2004), menunjukkan bahwa keluarga sangat berperan
terhadap pengetahuan remaja tentang kehamilan, dan tempat tinggal
berpengaruh terhadap kejadian KTD. Penelitian tersebut mengungkapkan
bahwa kejadian KTD pada rema ja lebih dipengaruhi oleh peran keluarga
yang rendah, dan pengetahuan yang rendah tentang kehamilan.
2. Sekolah
Sekolah adalah institusi yang ikut berperan dalam membentuk
kepribadian dan perilaku anak. Institusi sekolah merupakan tempat
terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun nilai- nilai yang berlaku
di dalam masyarakat. Di sekolah akan terjadi proses pewarisan budaya dan
penyebaran budaya secara sistematis dan terprogram (Reomazi, 2008).
Oleh karena fungsi keluarga sebagai tempat terjadinya transformasi
pengetahuan, teknologi dan nilai, maka keberadaannya menjadi penting di
tengah masyarakat. Dengan demikian agar pemahaman anak tentang
seksualitas maupun reproduksi yang seha t itu benar, maka peran sekolah
penting dan strategis. Karena pengetahuan yang akan diperoleh oleh anak
sudah seragam, dan sistematis. Namun muncul masalah tentang bagaimana
teknis yang tepat agar pemahaman tentang seksua litas dan reproduksi
sehat itu justru tidak memprovokasi sis wa untuk melakukan tindakan
17
Pendidikan seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh
semua siswa. Karena melalui sekolah pemahaman tentang seksualitas dan
reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis dan terprogram. Karena
perlu juga dipahami bahwa pendidikan seks tidak hanya terkait dengan
masala h alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga
menya ngkut pola hubungan antar lain jenis, kehamilan, norma, maupun
penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan sexual yang tidak benar.
Pendidikan seks maupun reproduksi sehat pada dasarnya perlu untuk anak
remaja, dan penyampaiannya itu menjadi tanggung jawab keluarga,
masyarakat dan sekolah. Karena kelebihan yang dimiliki oleh sekolah
maka sekolah mempunyai peran yang strategis dalam menyampaikan
pendidikan seks dan reproduksi sehat kepada anak, namun dalam
implementasinya perlu dipersiapkan secara matang tentang kesiapan
kurikulum, guru, siswa, masyarakat maupun sarana pendukung yang
lainnya.
3. Pergaulan
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi remaja SMA melakukan
hubungan seks pranikah adalah pengaruh dari pergaulan teman sebaya.
Usia remaja merupakan masa pencarian identitas diri dan perasaan
ketidaktergantungan dengan orang tua sudah mulai terlihat dan mereka
lebih suka mengadakan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan
dalam kelompok sebaya biasanya lebih kuat, selain itu cenderung lebih
18
hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008
terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut
remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter
individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan
komunitas mayarakat di mana remaja itu tumbuh dan berkembang. Tetapi
salah satu yang memiliki andil besar dalam me mpengaruhi dan
menentukan sikap serta perilaku adalah kelompok teman sebaya
(Nurhayati, 2009).
Hasil penelitian Faturochman (1992), menyimpulkan bahwa pacar
juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks sebelum nikah,
karena perilaku pacaran yang tidak terkontrol akan mendorong ke arah
perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki
dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan
seks sebelum nikah akan mudah terjadi. Remaja yang memiliki pacar satu
sekolah dengannya akan memiliki frekuensi bertemu lebih sering dari pada
pacar yang beda sekolah dengannya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa
semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan
kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai
melakukan hubungan seksual. Orang tua harus mengontrol atau memantau
pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya karena remaja tidak suka
apabila urusannya dicampuri oleh orang tuanya. Untuk kebutuhan seksual
19
tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan
memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan.
4. Sumber informasi
Sumber informasi remaja tentang kesehatan reproduksi pada
umumnya juga sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja, baik sumber
informasi dari teman akrab atau media massa (cetak dan elektronik). Tidak
jarang informasi yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan
masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan
reproduksi, seperti konsultasi seksologi di beberapa majalah atau koran.
Pengetahuan yang kurang, dapat menjadi faktor penting yang
menyebabkan mereka semakin terdorong untuk melakukan hubungan seks
pranikah. Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa belum semua
remaja mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar
dan lengkap (Siswono, 2004). Mereka justru mendapat informasi dari
teman-temannya yang tidak paham masalah kesehatan reproduksi atau dari
sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Penelitian Resminawaty dan Triratnawati (2006), mengungkapkan
bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak
seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku, dan film akan
mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah.
Selain itu Setiawan (2004), mengungkapkan bahwa dari 124 responden
20
informasi yang benar. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sumber
informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual remaja.
5. Perubahan tata nilai
Perkembangan dan perubahan tata nilai atau yang sering disebut
perubahan budaya secara langsung akan mempengaruhi persepsi seseorang
terhadap suatu objek dan hal ini membawa perubahan pada kehidupan
masyarakat, misalnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, yang
mengarah kepada disfungsi struktur sosial masyarakat. Pornografi
merebak, baik lewat media cetak maupun media elektronik. Para remaja
mudah terjerumus melakukan seks bebas, dengan berbagai dampaknya
seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual
(PMS). Munculnya perilaku seks bebas, dan sebagainya tidak lepas dari
ekses negatif pariwisata. Penelitian-penelitian tentang persepsi, sikap, dan
perilaku seksual sudah banyak dilakukan baik di tingkat nasional, propinsi,
maupun kabupaten. Hasil penelitian Adikusuma, dkk (2006),
menunjukkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja di Bali
cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena terpengaruh oleh budaya
dari luar yang dibawa oleh wisatawan manca yang datang.
Berdasarkan hasil penelitian Butt (2001) dalam Dewanto (2008),
terungkap bahwa perspektif budaya dan modernisasi memiliki dampak
yang besar dalam mempengaruhi kegiatan seksualitas sehari- hari, nafsu,
dan perilaku berpacaran remaja di Papua. Dampak modernisasi lingkungan
21
baru, perubahan struktur perkawinan dan tanggung jawab keluarga.
Dampak modernisasi menyebabkan seks komersial lebih tersebar luas
mela lui mobilitas ke kota.
D. Remaja
Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa (Uttamo,
2005). Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang
berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Seorang remaja sudah tidak
lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih belum cukup matang
untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang
paling sesuai baginya dan hal ini sering dilakukan melalui metode coba-coba
walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering
menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan
orangtuanya. Kesalahan yang diperbuat para remaja hanya akan
menyenangkan teman sebayanya. Hal ini dikarenakan mereka sama-sama
masih dalam masa mencari identitas diri. Kesalaha n-kesalahan yang
menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai
kenakalan remaja (Uttamo, 2005).
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan
periode sebelumnya. Ciri-ciri remaja sebagai periode yang penting yaitu
perubahan-perubahan yang dialami masa remaja yang akan memberikan
dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya. Terdapat ciri yang pasti dari perumbuhan somatik
22
badan, perubahan biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik
laki-laki maupun perempuan meskipun polanya berbeda (Soetjiningsih, 2007).
Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan
sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
Masa remaja juga merupakan periode perubahan, yaitu perubahan pada
emosi, perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri),
perubahan pada nilai- nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan. Masa
remaja sebagai masa mencari identitas diri, yang dicari remaja berupa usaha
untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan
demikian karena sulit diatur, dan cenderung berperilaku yang kurang baik.
Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja melihat dirinya sendiri
dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Masa remaja sebagai masa dewasa, remaja
mengalami kebingungan atau kesulitan dalam usaha meninggalkan kebiasaan
pada usia sebelumnya dan dalam memberikan kesan bahwa mereka hampir
atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum- minuman keras,
menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks (Soetjiningsih,
2007).
Sebagian kelompok remaja mengalami kebingungan untuk memahami
tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
23
nonton bersama atau ciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan perilaku
seksual yang kurang di kalangan remaja (Soetjiningsih, 2007).
E. Kerangka Teori Penelitian
Bagan kerangka teori penelitian disajikan pada Gambar 1 berikut ini:
Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
Pengetahuan kurang dari : 1. Remaja
2. Pencarian identitas diri
24 F. Kerangka Konsep Penalitian
Bagan kerangka konsep penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut
ini:
Gambar : 2 Kerangka Konsep Penelitian
G. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan orang tua atau pengasuh siswa dengan
perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
2. Ada hub ungan antara status pengasuh siswa dengan perilaku seks bebas
pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
3. Ada hubungan antara sumber informasi siswa tentang kesehatan
reproduksi dengan perilaku seks bebas pada siswa SMA N I Jatisrono,
25
4. Ada hubungan antara asal sekolah pacar siswa dengan perilaku seks bebas
pada siswa SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
5. Ada hubungan antara teman akrab siswa dengan perilaku seks bebas pada
26 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini penelitian observasional, untuk mengetahui
hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi sehat dengan
pendekatan cross sectional yaitu pengukuran variabel bebas dan variabel
terikat dilakukan dalam waktu bersamaan (Murti, 1997).
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X, XI, dan XII SMA N I
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek penelitian
yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan responden. Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah:
a. Remaja yang tercatat sebagai siswa-siswi SMA N I Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009.
b. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak
sedang menjalani hukuman.
c. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak
sedang sakit atau tidak berhalangan untuk menjadi responden.
d. Siswa-siswi SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang bersedia
27
2. Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi merupakan subjek penelitian yang tidak dapat
mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian.
Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah:
a. Remaja yang tidak tercatat sebagai siswa-siswi SMA N I Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri.
b. Siswa-siswi yang SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang tidak
dapat ditemui pada saat penelitian.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri
pada Bulan September 2009.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA N I
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri dengan jumlah 615 siswa.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa siswi SMA N I
Jatisrono, Kabupaten Wonogiri yang diambil dari kelas X, XI, dan XII
28
Keterangan :
N : Populasi
n : Jumlah sampel
p : Perkiraan proporsi (prevalensi) variabel dependen pada populasi
(5% atau 0,05)
q : 1 - p
Z1-a/2 : Statistik Z (Z=1,96 untuk a=0,05)
d : Delta, presisi absolute atau margin of error yang diinginkan di
kedua sisi proporsi (+/-5% atau 0,05)
Dengan rumus tersebut maka :
.
Kemudian untuk mendapatkan 65 sampel dilakukan pencuplikan dengan
tehnik pencuplikan sistematis random sampling dengan ketentuan:
29
Keterangan :
k : Interval penjumlah nomor responden
N : Populasi
n : Jumlah sampel
Dengan rumus tersebut maka :
Di antara bilangan satu sampai sembilan dipilih secara acak dan didapatkan
angka dua sebagai untuk menjadi bilangan penjumlah dengan nomor
responden. Nomor responden= 2+k, 2+2k, 2+3k, dan seterusnya sampai
didapatkan 65 responden. Dengan cara tersebut maka didapatkan responden
dengan nomor 11, 20, 29, dan seterusnya sampai 65 responden (Murti,
2006).
E. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi pendidikan orang tua
atau pengasuh, status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan
teman akrab.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini meliputi perilaku seks bebas
30 F. Definisi Operasional
1. Pendidikan orang tua atau pengasuh
a. Definisi: pendidikan formal terakhir tertinggi yang ditamatkan oleh
orang tua (bapak/ibu) atau pengasuh (kakek/nenek,
paman/bibi) responden.
b. Alat ukur: kuesioner
c. Skala pengukuran: ordinal diubah menjadi nominal
1) Pendidikan rendah:
a) Tidak sekolah atau tidak tamat SD
b) SD
c) SMP
2) Pendidikan tinggi
a) SMA
b) Perguruan Tinggi atau Akademi
2. Status pengasuh
a. Definisi: orang yang memelihara atau mengasuh responden saat ini.
b. Alat ukur: kuesioner
c. Skala pengukuran: nominal
1) Orang tua kandung
2) Bukan orang tua kandung
3. Sumber informasi
a. Definisi: asal sumber yang dijadikan responden untuk mendapatkan
31
b. Alat ukur: kuesioner
c. Skala pengukuran: nominal
1) Terseleksi:
a) Orang tua
b) Guru
c) Petugas kesehatan
2) Tidak terseleksi
a) Televisi
b) Radio
c) Internet
d) Pacar
e) Majalah atau koran
f) Teman akrab
4. Asal sekolah pacar
a. Definisi: tempat di mana pacar responden bersekolah.
b. Alat ukur: kuesione r
c. Skala data: nominal
1) Satu sekolah
2) Beda sekolah
5. Teman akrab
a. Definisi: teman yang sering atau terbiasa bergaul dengan responden.
b. Alat ukur: kuesioner
32
1) Teman sekolah
2) Bukan teman sekolah : a). Teman nongkrong
b). Teman yang sudah bekerja
c). Teman olah raga atau bermain
6. Perilaku reproduksi remaja
a. Definisi: perilaku reproduksi yang dilakukan oleh responden yang
berkaitan dengan perilaku seks bebas yang diukur
berdasarkan skor perilaku.
b. Alat ukur: kuesioner
c. Skala data: nominal
1) Tidak berperilaku seks bebas (>50%)
2) Berperilaku seks bebas (=50%)
G. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif meliputi pendidikan orang tua atau pengasuh,
status pengasuh, sumber informasi, asal sekolah pacar, dan teman akrab.
Sedangkan data kuantitatif meliputi, jumlah populasi dan jumlah kasus
KTD.
2. Sumber data
a. Data primer
33
b. Data sekunder
Data diperoleh dari sekolah yang berupa jumlah kasus dan
karakteristik responden.
3. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengisian kuesioner
oleh responden. Sedangkan data sekunder diperoleh dari guru Bimbingan
Konseling (BK).
4. Instrumen penelitian
a. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
terstruktur dengan jumlah pertanyaan 28 item yang berupa kuesioner
tertutup. Skor kuesioner untuk pertanyaan perilaku dengan jawaban
favorable, yaitu jawaban benar skor 1, dan jawaban sala h skor 0. b. Uji validitas dan reliabilitas
Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang digunakan
mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari nilai yang
diinginkan. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus alfa cronbath
(Somantri dan Muhidin, 2006).
Rumus korelasi product moment person.
Keterangan :
rxy : Korelasi antara variabel x dan y
X dan Y : Skor masing- masing skala
34 Tabel 1. Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y
Besar rxy Keterangan
0,00 - < 0,20 Hubungan sangat lemah (diabaikan,
dianggap tidak ada) > 0,20 - < 0,40 Hubungan rendah > 0,40 - < 0,70 Hubungan sedang > 0,70 - < 0,90 Hubungan kuat > 0,90 - < 1,00 Hubungan sangat kuat
Rumus Alfa Cronbath :
Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
k : Banyaknya butir soal
: Jumlah varians bulir
: Varians total
Standar reliabilitas adalah jika nilai hitung r lebih besar (>) dari nilai
tabel r (0,444), maka instrumen dinyatakan reliabel (Somantri dan
35 H. Jalannya Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mendatangi tempat penelitian yaitu di SMA
N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri. Sebelum penelitian dilaksanakan, maka
peneliti melakukan tahapan sebagai berikut :
1. Studi pendahuluan atau survei awal.
2. Meminta ijin penelitian ke SMA N I Jatisrono, Kabupaten Wonogiri.
3. Penentuan responden.
4. Penyebaran kuesioner.
5. Analisis data.
I. Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah- langkah
sebagai berikut :
1. Editing
Data yang terkumpul langsung dikoreksi di lapangan sehingga jika
ada kekurangan dapat langsung dilengkapi dan disempurnakan. Editing
dilakukan setelah didapatkan kelengkapan pengisian kuesioner, kejelasan
jawaban, konsistensi antar jawaban, releva nsi antar jawaban dan
keseragaman satuan pengukuran.
2. Skoring
Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan oleh
36
3. Entry
Memasukkan data yang diperoleh dengan mempergunakan fasilitas
komputer dengan program SPSS versi 16.
4. Tabulating
Menata data yang telah dimasukkan ke dalam bentuk tabel-tabel
yang sesuai dengan jenis variabel.
F. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program
SPSS 16. Analisis data meliputi :
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan dengan membuat diskripsi tentang
masing- masing variabel. Skor perilaku digambarkan dengan nilai- nilai
statistik, standar deviasi, nilai minimal dan maksimal.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji hubungan Chi Square
dengan tingkat kemaknaan 95%. Uji dilakukan dengan menggunakan
program komputer SPSS versi 16. Dasar pengambilan keputusan
berdasarkan tingkat signifikan (nilai p), yaitu :
a. Jika p > 0,05, maka hipotesis penelitian ditolak.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum
Sekolah Menengah Atas Negeri I Jatisrono terletak di Desa Pandeyan,
Kecamatan Jatisrono dengan jumlah siswa keseluruhan pada tahun ajaran
2009/2010 sebanyak 615 siswa. Distribusi responden berdasarkan jenis
kelamin per kelas disajikan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Distribusi Responden per Kelas
Kelas Jenis
SMA N I Jatisrono mempunyai dua jurusan yaitu jurusan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS). Namun jurusan
tersebut diberlakukan untuk siswa-siswi kelas XI dan XII, sedangkan untuk
kelas X masih dijadikan satu jurusan umum. SMA tersebut belum ada
kurikulum mengenai kesehatan reproduksi untuk siswa. Materi kesehatan
reproduksi masih dimasukkan pada mata pelajaran biologi, Pendidikan
38 tidak sering disampaikan bahkan yang mendapat mata pelajaran biologi hanya
siswa-siswi kelas X, XI IPA, dan XII IPA.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden dengan jenis
kelamin perempuan ternyata lebih banyak yaitu sebesar 35 siswa (53,84%),
sedangkan laki- laki sebesar 30 siswa (46,15%). Responden berdasarkan kelas
diketahui kelas X sebesar 21 siswa (32,30%), kelas XI sebesar 20 siswa
(30,76%), dan kelas XII sebesar 24 siswa (36,92%). Lebih ringkasnya dapat
dilihat pada tabel 3 sebagai berik ut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin dan Kelas Responden
Jenis Kelamin Frekuensi (siswa) Persentase (%)
Laki- laki 30 46,15
Perempuan 35 53,84
Jumlah 65 100
Kelas
X 21 32,30
XI 20 30,76
XII 24 36,92
39
C. Hasil Analisis Data
1. Analisis univariat
Tingkat pendidikan orang tua responden dalam penelitian ini,
sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu sebesar 41 siswa (63,07%),
sedangkan orang tua responden yang berpendidikan rendah sebanyak 24
siswa (36,92%). Status pengasuh responden diketahui bahwa responden
lebih banyak diasuh oleh orang tua kandung yaitu sebesar 53 siswa
(81,53%), sedangkan responden yang diasuh oleh bukan orang tua
kandung sebesar 12 siswa (18,46%). Sebanyak 36 siswa (55,38%)
mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang
terseleksi, sedangkan 29 siswa (44,61%) mendapatkan informasi dari
sumber yang tidak terseleksi.
Sebagian besar responden yaitu 52 siswa (80%) mempunyai pacar
yang berasal dari lain sekolah, sedangkan sebesar 13 siswa (20%)
mempunyai pacar yang berasal dari sekolah yang sama dengan responden.
Teman akrab responden paling banyak adalah teman sekolah yaitu sebesar
39 siswa (60%), sedangkan kemudian teman yang bukan teman sekolah
sebesar 26 siswa (40%). Hasil selengkapnya disajikan dalam tabel 4
40
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Variable Bebas Responden
Variabel Frekuensi
(n)
Persentase (%)
Pendidikan orang tua
Rendah : 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD
Bukan orang tua kandung : 1. Kakek/nenek
Terseleksi : 1. Guru 2. Orang tua
3. Petugas kesehatan Tidak terseleksi : 1. Pacar
2. Internet
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa responden yang pernah
melakukan berciuman sebanyak 33 siswa (50,76%), onani/masturbasi
41 sebanyak 32 siswa (49,23%), dan berhubungan seks sebanyak 3 siswa
(4,61%). Ketiga siswa yang pernah melakukan hubungan seks tersebut,
mengaku bahwa mereka semua melakukannya lebih dari dua kali atau
sering. Dua diantaranya mengaku melakukan hal tersebut karena alasan
coba-coba, dan satu siswa mengaku karena takut kehilangan pacarnya.
Mereka juga mengaku bahwa mereka melakukan hubungan seks tersebut
di rumah pacarnya. Selain itu, mereka semua mengaku bahwa mereka
tidak mengetahui bahwa perilaku seks pranikah dapat menularkan
HIV/AIDS. Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5. Distribusi Perilaku Reproduksi Responden
Perilaku Reproduksi Frekuensi (siswa) Persentase (%)
Ciuman 33 50,76
Masturbasi/onani 17 26,15
Petting 32 49,23
Necking 32 49,23
Berhubungan seks 3 4,61
2. Analisis bivariat
a. Hubungan antara pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang
pendidikan orang tuanya rendah ternyata lebih banyak yang
berperilaku seks bebas dari pada responden yang pendidikan orang
tuanya tinggi dan berperilaku seks bebas, yaitu sebanyak 19 siswa
42 berperilaku seks bebas sebanyak 16 siswa (24,61%). Lebih rincinya
dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Hubungan antara Pendidikan Orang Tua dengan Perilaku Seks Bebas
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,002 yang berarti bahwa ada
hubungan antara pendidikan orang tua dengan perilaku seks bebas.
b. Hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang diasuh
oleh orang tua kandung dan berperilaku seks bebas ternyata lebih
banyak dari pada responden yang diasuh oleh bukan orang tua kandung
dan berperilaku seks bebas, yaitu sebanyak 29 siswa (44,61%),
sedangkan responden yang diasuh oleh bukan orang tua kandung dan
berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 6 siswa (9,23%). Lebih jelasnya
43
Tabel 7. Hubungan antara Status Pengasuh dengan Perilaku Seks Bebas
Hasil uji chi square dapat diketahui bahwa nilai p = 0,767 yang berarti
tidak ada hubungan antara status pengasuh dengan perilaku seks bebas.
c. Hubungan sumber informasi dengan perilaku seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapat
sumber informasi secara tidak terseleksi dan berperilaku seks bebas
sebesar 20 siswa (30,76%), hal ini lebih banyak dari pada responden
yang mendapat sumber informasi secara terseleksi dan berperilaku
seks bebas sebesar 15 siswa (23,07%). Responden yang mendapat
sumber informasi secara tidak terseleksi lebih banyak yang berperilaku
seks bebas yaitu sebanyak 20 siswa (30,76%) dari pada yang tidak
berperilaku seks bebas yaitu 9 siswa (13,84%). Untuk lebih jelasnya
44
Tabel 8. Hubungan antara Sumber Informasi dengan Perilaku Seks Bebas
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,028 yang berarti ada
hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seks bebas.
d. Hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa asal sekolah pacar
responden yang satu sekolah dengan responden dan berperilaku seks
bebas sebanyak 5 siswa (7,69%), sedangkan asal sekolah pacar yang
beda sekolah dengan responden ternyata lebih banyak yang berperilaku
seks bebas yaitu sebanyak 30 siswa (46,15%). Lebih rincinya dapat
dilihat pada tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Hubungan antara Asal Sekolah Pacar dengan Perilaku Seks Bebas
45 e. Hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teman akrab responden
yang berasal dari teman sekolah dan berperilaku seks bebas ternyata
lebih banyak, yaitu sebanyak 19 siswa (29,23%), sedangkan responden
yang teman akrabnya bukan dari teman sekolah dan berperilaku seks
bebas sebanyak 16 siswa (24,61%). Namun, responden yang teman
akrabnya berasal dari bukan teman sekolah ternyata lebih banyak yang
berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 16 siswa (24,61%) dari pada
yang tidak berperilaku seks bebas yaitu sebanyak 10 siswa (15,38%).
Lebih rincinya dapat dilihat pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Hubungan antara Teman Akrab dengan Perilaku Seks Bebas
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p = 0,353 yang berarti tidak ada
46
BAB V
PEMBAHASAN
A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan Perilaku Repeoduksi
Penelitian ini membahas tentang hubungan faktor lingkungan sosial dengan
perilaku seks bebas. Faktor lingkungan sosial yang diteliti meliputi pendidikan
orang tua responden, status pengasuh responden, sumber informasi yang
diperoleh responden tentang kesehatan reproduksi, asal sekolah pacar responden,
dan teman akrab responden. sedangkan perilaku seks bebas yaitu perilaku
responden yang tidak sesuai dengan batasan-batasan perilak u pacaran dan
mengarah pada hubungan seks sebelum nikah seperti berciuman, petting, necking,
onani, masturbasi, bahkan sampai hubungan seks. Uraian mengenai hubungan
antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi khususnya perilaku
seks bebas dapat dilihat pada uraian berikut ini:
1. Pendidikan orang tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan
orang tua responden dengan perilaku seks bebas pada remaja (p=0,002).
Orang tua responden paling banyak berpendidikan SMA (tinggi). Responden
yang pendidikan orang tua nya rendah ternyata lebih banyak berperilaku seks
bebas dari pada responden yang pendidikan orang tua nya tinggi. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmi (2008)
47
perilaku seks bebas dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan peranan
keluarga khususnya orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi.
Hasil penelitian Ginting (2004), mengungkapkan bahwa pendidikan
orang tua akan mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi khususnya perilaku seks bebas termasuk KTD. Kesulitan yang
timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai
menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan
pemahaman tentang masalah- masalah seks pada anak. Akibatnya anak
mendapatkan informasi seks yang tidak benar.
Selain itu, penelitian Rachmawati (2003), mengungkapkan bahwa ada
pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku seks
remaja. Tingkat pengetahuan pada saat remaja yang kurang perlu mendapat
pembekalan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua, dan biasanya
tingkat pendidikan orang tua akan menunjang pengetahuan dan peran dalam
memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja. Hal
tersebut dapat menjadi penunjang remaja dalam berperilaku seks bebas karena
kurang mendapat pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dari orang tua.
Karena orang tua merupakan lingkungan keluarga yang sangat bertanggung
jawab terhadap perkembangan remaja khususnya yang mengarah pada
48
Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja berperilaku seks
bebas karena terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala
hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada
umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan
serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Perilaku yang tidak
sesuai dengan perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh
orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai
perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung
mengontrol perilaku seksnya tersebut sesuai dengan pemahaman yang
diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks
yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri (Resminawaty dan
Triratnawati, 2006).
2. Status pengasuh
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas (p=0,767). Remaja
yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak yang berperilaku
seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung. Hal
ini bertentangan dengan hasil penelitian Laksmiwati (2001), yang
mengungkapkan bahwa remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung
menjadi salah satu faktor remaja berperilaku seks bebas. Karena hal tersebut