BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Faktor Lingkungan Sosial
Perkembangan perilaku reproduksi atau perilaku seks remaja dalam suatu masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial. Secara garis besar faktor- faktor yang berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja terdiri dari faktor dari luar individu dan faktor dari dalam individu. Faktor dari luar individu adalah faktor lingkungan di mana remaja tersebut berada, seperti lingkungan keluarga, kelompok sebaya atau teman akrab, sumber informasi dan lain sebagainya. Sedang faktor dari dalam individu adalah sikap dari individu yang bersangkutan. Sikap ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. (Laksmiwati, 2001).
Hasil penelitian Suryoputro, dkk (2006) juga menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari responden remaja menyatakan telah melakukan hubungan seks pra nikah. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa dukungan faktor lingkungan sosial seperti informasi dapat mempengaruhi perilaku seks pranikah. Hasil penelitian Muzayyanah (2008), menunjukkan bahwa remaja usia 12-18 tahun mendapatkan informasi seputar seks dari berbagai sumber, 16% nya mendapatkan informasi dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua. Selain itu, dalam penelitian tersebut Menunjukkan bahwa dari pelajar SMP, 10,53% pernah melakukan ciuman bibir, 5,6% melakukan ciuman tubuh, dan 3,86% pernah melakukan hubungan
15
seksual. Remaja dalam penelitian tersebut, sebagian besar (lebih dari 50% responden) bertempat tinggal terpisah dari orang tua untuk melanjutkan belajar atau bekerja. Temuan ini memperkuat pandangan bahwa kurangnya pengawasan dari orang tua memperbesar kemungkinan terjadinya hubungan seksual pranikah. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peranan dari lingkungan terhadap perilaku seks remaja.
1. Peran keluarga
Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak di antaranya berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Selain itu bisa juga dari seseorang remaja yang sering ditinggal orang tuanya dan kurang perhatian dari orang tua, atau remaja yang tinggal atau diasuh oleh selain orang tua kandung, misalnya nenek, paman, kakak, dan sebagainya. Kecenderungan seperti ini banyak ditemukan. Keadaan tersebut merupakan salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan seks pranikah di rumah mereka sendiri (Laksmiwati, 2001). Faktor- faktor yang menyebabkan perilaku pacaran remaja mengarah pada perilaku seksual yaitu faktor intern dan faktor ekstern, faktor intern meliputi adanya kebutuhan badaniah dan rasa penasaran, sedangkan faktor ekstern seperti adanya tekanan dari teman pergaulan, tekanan dari pacar dan lingkungan keluarga (Suyatmi, 2008).
Penelitian Rachmawati (2003), menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku
16
seks remaja. Peran orang tua terhadap perilaku seks remaja sebesar 37,7%, sedangkan sebesar 62,3% merupakan faktor pengaruh lainnya seperti, faktor biologis, pendidikan, budaya, sosialisasi, dan media ma ssa. Hasil penelitian Ginting (2004), menunjukkan bahwa keluarga sangat berperan terhadap pengetahuan remaja tentang kehamilan, dan tempat tinggal berpengaruh terhadap kejadian KTD. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kejadian KTD pada rema ja lebih dipengaruhi oleh peran keluarga yang rendah, dan pengetahuan yang rendah tentang kehamilan.
2. Sekolah
Sekolah adalah institusi yang ikut berperan dalam membentuk kepribadian dan perilaku anak. Institusi sekolah merupakan tempat terjadinya transformasi ilmu pengetahuan maupun nilai- nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Di sekolah akan terjadi proses pewarisan budaya dan penyebaran budaya secara sistematis dan terprogram (Reomazi, 2008). Oleh karena fungsi keluarga sebagai tempat terjadinya transformasi pengetahuan, teknologi dan nilai, maka keberadaannya menjadi penting di tengah masyarakat. Dengan demikian agar pemahaman anak tentang seksualitas maupun reproduksi yang seha t itu benar, maka peran sekolah penting dan strategis. Karena pengetahuan yang akan diperoleh oleh anak sudah seragam, dan sistematis. Namun muncul masalah tentang bagaimana teknis yang tepat agar pemahaman tentang seksua litas dan reproduksi sehat itu justru tidak memprovokasi sis wa untuk melakukan tindakan coba-coba.
17
Pendidikan seks dan juga reproduksi sehat perlu dipahami oleh semua siswa. Karena melalui sekolah pemahaman tentang seksualitas dan reproduksi yang sehat akan lebih jelas, sistematis dan terprogram. Karena perlu juga dipahami bahwa pendidikan seks tidak hanya terkait dengan masala h alat kelamin dan hubungan seksual semata, namun juga menya ngkut pola hubungan antar lain jenis, kehamilan, norma, maupun penyakit yang mungkin timbul akibat hubungan sexual yang tidak benar. Pendidikan seks maupun reproduksi sehat pada dasarnya perlu untuk anak remaja, dan penyampaiannya itu menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan sekolah. Karena kelebihan yang dimiliki oleh sekolah maka sekolah mempunyai peran yang strategis dalam menyampaikan pendidikan seks dan reproduksi sehat kepada anak, namun dalam implementasinya perlu dipersiapkan secara matang tentang kesiapan kurikulum, guru, siswa, masyarakat maupun sarana pendukung yang lainnya.
3. Pergaulan
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi remaja SMA melakukan hubungan seks pranikah adalah pengaruh dari pergaulan teman sebaya. Usia remaja merupakan masa pencarian identitas diri dan perasaan ketidaktergantungan dengan orang tua sudah mulai terlihat dan mereka lebih suka mengadakan pergaulan dengan kelompok sebayanya dan ikatan dalam kelompok sebaya biasanya lebih kuat, selain itu cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan (Soetjiningsih, 2007). Berdasarkan
18
hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri, kelompok, pacar, keluarga, sekolah, media massa dan komunitas mayarakat di mana remaja itu tumbuh dan berkembang. Tetapi salah satu yang memiliki andil besar dalam me mpengaruhi dan menentukan sikap serta perilaku adalah kelompok teman sebaya (Nurhayati, 2009).
Hasil penelitian Faturochman (1992), menyimpulkan bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks sebelum nikah, karena perilaku pacaran yang tidak terkontrol akan mendorong ke arah perilaku seks. Apabila pasangan dalam pacaran itu sama-sama memiliki dorongan ke arah perilaku seks, maka kemungkinan terjadinya hubungan seks sebelum nikah akan mudah terjadi. Remaja yang memiliki pacar satu sekolah dengannya akan memiliki frekuensi bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengannya, hal ini menimbulkan dugaan bahwa semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai melakukan hubungan seksual. Orang tua harus mengontrol atau memantau pergaulan remaja dengan tidak mencampurinya karena remaja tidak suka apabila urusannya dicampuri oleh orang tuanya. Untuk kebutuhan seksual remaja, dalam usaha memenuhinya harus diawasi oleh orang tua. Orang
19
tua harus cukup tanggap dan waspada serta secara dini menjelaskan dan memberikan arti dan fungsi seksual dalam kehidupan.
4. Sumber informasi
Sumber informasi remaja tentang kesehatan reproduksi pada umumnya juga sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja, baik sumber informasi dari teman akrab atau media massa (cetak dan elektronik). Tidak jarang informasi yang diperoleh hanya berupa alternatif pemecahan masalah bagi mereka yang pernah mempunyai masalah kesehatan reproduksi, seperti konsultasi seksologi di beberapa majalah atau koran. Pengetahuan yang kurang, dapat menjadi faktor penting yang menyebabkan mereka semakin terdorong untuk melakukan hubungan seks pranikah. Berbagai penelitian juga mengungkapkan bahwa belum semua remaja mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi yang benar dan lengkap (Siswono, 2004). Mereka justru mendapat informasi dari teman-temannya yang tidak paham masalah kesehatan reproduksi atau dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Penelitian Resminawaty dan Triratnawati (2006), mengungkapkan bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku, dan film akan mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Selain itu Setiawan (2004), mengungkapkan bahwa dari 124 responden remaja SMA, 62,9% berperilaku seksual baik, karena mendapatkan
20
informasi yang benar. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sumber informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual remaja.
5. Perubahan tata nilai
Perkembangan dan perubahan tata nilai atau yang sering disebut perubahan budaya secara langsung akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek dan hal ini membawa perubahan pada kehidupan masyarakat, misalnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, yang mengarah kepada disfungsi struktur sosial masyarakat. Pornografi merebak, baik lewat media cetak maupun media elektronik. Para remaja mudah terjerumus melakukan seks bebas, dengan berbagai dampaknya seperti Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual (PMS). Munculnya perilaku seks bebas, dan sebagainya tidak lepas dari ekses negatif pariwisata. Penelitian-penelitian tentang persepsi, sikap, dan perilaku seksual sudah banyak dilakukan baik di tingkat nasional, propinsi, maupun kabupaten. Hasil penelitian Adikusuma, dkk (2006), menunjukkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja di Bali cenderung meningkat dari tahun ke tahun karena terpengaruh oleh budaya dari luar yang dibawa oleh wisatawan manca yang datang.
Berdasarkan hasil penelitian Butt (2001) dalam Dewanto (2008), terungkap bahwa perspektif budaya dan modernisasi memiliki dampak yang besar dalam mempengaruhi kegiatan seksualitas sehari- hari, nafsu, dan perilaku berpacaran remaja di Papua. Dampak modernisasi lingkungan seksual diantaranya komersialisasi hubungan seksual, konsep dan perilaku
21
baru, perubahan struktur perkawinan dan tanggung jawab keluarga. Dampak modernisasi menyebabkan seks komersial lebih tersebar luas mela lui mobilitas ke kota.