• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

A. Hubungan Faktor Lingkungan Sosial dengan

Penelitian ini membahas tentang hubungan faktor lingkungan sosial dengan perilaku seks bebas. Faktor lingkungan sosial yang diteliti meliputi pendidikan orang tua responden, status pengasuh responden, sumber informasi yang diperoleh responden tentang kesehatan reproduksi, asal sekolah pacar responden, dan teman akrab responden. sedangkan perilaku seks bebas yaitu perilaku responden yang tidak sesuai dengan batasan-batasan perilak u pacaran dan

mengarah pada hubungan seks sebelum nikah seperti berciuman, petting, necking,

onani, masturbasi, bahkan sampai hubungan seks. Uraian mengenai hubungan

antara faktor lingkungan sosial dengan perilaku reproduksi khususnya perilaku seks bebas dapat dilihat pada uraian berikut ini:

1. Pendidikan orang tua

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan orang tua responden dengan perilaku seks bebas pada remaja (p=0,002). Orang tua responden paling banyak berpendidikan SMA (tinggi). Responden yang pendidikan orang tua nya rendah ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada responden yang pendidikan orang tua nya tinggi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyatmi (2008) yang menyimpulkan bahwa, perilaku reproduksi remaja yang mengarah pada

47

perilaku seks bebas dipengaruhi oleh faktor pengetahuan dan peranan keluarga khususnya orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

Hasil penelitian Ginting (2004), mengungkapkan bahwa pendidikan orang tua akan mempengaruhi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi khususnya perilaku seks bebas termasuk KTD. Kesulitan yang timbul kemudian adalah apabila pengetahuan orang tua kurang memadai menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung tidak memberikan pemahaman tentang masalah- masalah seks pada anak. Akibatnya anak mendapatkan informasi seks yang tidak benar.

Selain itu, penelitian Rachmawati (2003), mengungkapkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara peran orang tua terhadap perilaku seks remaja. Tingkat pengetahuan pada saat remaja yang kurang perlu mendapat pembekalan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua, dan biasanya tingkat pendidikan orang tua akan menunjang pengetahuan dan peran dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada remaja. Hal tersebut dapat menjadi penunjang remaja dalam berperilaku seks bebas karena kurang mendapat pengetahuan seputar kesehatan reproduksi dari orang tua. Karena orang tua merupakan lingkungan keluarga yang sangat bertanggung jawab terhadap perkembangan remaja khususnya yang mengarah pada kesehatan reproduksi.

48

Faktor lain yang dapat mempengaruhi seorang remaja berperilaku seks bebas karena terdorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui. Hal tersebut merupakan ciri-ciri remaja pada umumnya, mereka ingin mengetahui banyak hal yang hanya dapat dipuaskan serta diwujudkannya melalui pengalaman mereka sendiri. Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja pada umumnya dapat dipengaruhi oleh orang tua. Bilamana orang tua mampu memberikan pemahaman mengenai perilaku seks kepada anak-anaknya, maka anak-anaknya cenderung mengontrol perilaku seksnya tersebut sesuai dengan pemahaman yang diberikan orang tuanya. Hal ini terjadi karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri (Resminawaty dan Triratnawati, 2006).

2. Status pengasuh

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas (p=0,767). Remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak yang berperilaku seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Laksmiwati (2001), yang mengungkapkan bahwa remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung menjadi salah satu faktor remaja berperilaku seks bebas. Karena hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mungkin menyebabkan remaja mempunyai

49

kesempatan untuk berperilaku seks bebas karena merasa tidak diawasi oleh orang tua kandung sendiri, bahkan melakukan hubungan seks di rumah mereka sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian Harahap (2003), faktor lingkungan sosial seperti status pengasuh remaja dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas. Akan tetapi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status pengasuh responden dengan perilaku seks bebas, bahkan remaja yang diasuh oleh orang tua kandung ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang diasuh oleh bukan orang tua kandung.

Meskipun perilaku seks bebas lebih banyak dilakukan oleh siswa yang diasuh oleh orang tua kandung, akan tetapi mereka tidak mendapatkan materi atau pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dari orang tua kandung mereka yang seharusnya mereka dapatkan. Karena dalam penelitian ini diketahui sebanyak 52 siswa (80%) mengaku bahwa orang tua mereka tidak memberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi kepada mereka. Sedangkan 13 siswa (20%) yang mendapat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dari orang tua mereka, diketahui 9 siswa (5,85%) berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi, sedangkan 4 siswa (2,6%) berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya rendah. Hasil tersebut dapat memberikan gambaran bahwa remaja yang tidak berperilaku seks bebas lebih banyak berasal dari siswa yang pendidikan orang tuanya tinggi dari pada

50

siswa yang pendidikan orang tuanya rendah, artinya bahwa pendidikan orang tua dapat mempengaruhi perilaku reproduksi khususnyan perilaku seks remaja.

Faktor umur dapat mempengaruhi remaja untuk berperilaku seks bebas. Remaja yang umurnya lebih tua maka akan cenderung bersikap lebih dewasa. Selain itu remaja yang umurnya lebih tua biasanya akan lebih mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih tentang kesehatan reproduksi. Hal tersebut dapat memberikan gambaran bahwa remaja yang umurnya lebih tua akan dapat mengontrol perilakunya yang mengarah pada

perilaku seks bebas (Iswaratidan Prihyugiarto, 2008). Namun hal tersebut

dalam penelitian ini tidak diteliti.

3. Sumber informasi

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sumber informasi dengan perilaku seks bebas pada remaja (p=0,028). Remaja yang mendapat informasi dari sumber informasi secara tidak terseleksi lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang mendapat informasi dari sumber yang terseleksi. Hal ini sesuai dengan penelitian Resminawaty dan Triratnawati (2006), yang mengungkapkan bahwa sumber informasi baik media elektronik maupun media cetak seperti internet, majalah, televisi, surat kabar, radio, buku, dan film (tidak terseleksi) akan mempengaruhi remaja dalam melakukan hubungan seksual pranikah. Hal tersebut memberikan

51

gambaran bahwa sumber informasi sangat penting dalam mempengaruhi perilaku seksual rema ja. Karena remaja yang mendapat informasi dari sumber-sumber yang tidak terseleksi akan memungkinkan remaja salah dalam mempersepsikan atau memahami informasi yang telah didapat.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Suryuputro,

dkk (2006), yang mengungkapkan bahwa sumber informasi akan

mempengaruhi perilaku seks remaja. Sumber informasi yang didapat secara terseleksi akan diterima oleh remaja sesuai dengan apa yang mereka butuhkan, karena informasi tersebut disampaikan oleh orang yang tepat seperti orang tua, guru, dan petugas kesehatan. Sedangkan remaja yang mendapat informasi tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang tidak terseleksi seperti teman, pacar, majalah/koran, buku, televisi, internet, radio dan sebagainya, kurang dapat diseleksi mana informasi yang benar dan salah. Hasil penelitian Setiawan (2004), juga mengungkapkan bahwa remaja SMA berperilaku seksual baik, karena mendapatkan informasi yang benar dari sumber informasi yang terseleksi. Di sisi lain akibat arus informasi yang bebas mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku yang menyimpang dari nilai- nilai yang sudah ada, yang sering kali memberi pengaruh terhadap perilaku seksual pada remaja.

Akses internet yang mudah didapat, paparan film-film porno yang semakin luas, dan bahan bacaan berupa buku porno, yang seringkali orang tua sendiri tidak mengetahuinya. Dengan adanya pengaruh dari luar yang semakin

52

banyak, terutama informasi yang dapat merugikan kehidupan kesehatan reproduksi, maka remaja akan dihadapkan pada permasalahan reproduksi yang tidak sehat, seperti hubungan seksual pranikah yang bisa berarti pergantian pasangan, menambah jumlah remaja yang putus sekolah, mening-katnya jumlah kehamilan remaja, serta meningmening-katnya perkawinan pada usia muda.

4. Asal sekolah pacar

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas (0,213). Remaja yang mempunyai pacar dari sekolah yang lain lebih banyak yang berperilaku seks bebas dari pada remaja yang satu sekolah dengan responden. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Faturochman (1992), yang menyimpulkan bahwa pacar juga mempengaruhi sikap remaja terhadap perilaku seks bebas, karena remaja yang memiliki pacar satu sekolah dengan responden akan memiliki frekuens i bertemu lebih sering dari pada pacar yang beda sekolah dengan reponden. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa semakin sering mereka bertemu maka akan semakin tinggi dorongan dan kesempatan untuk melakukan aktivitas berpacaran bahkan sampai melakukan hubungan seksual. Namun hal tersebut bertolak belakang dengan hasil penelitian ini yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas remaja. Alasan yang mendasari tidak adanya hubungan

53

antara asal sekolah pacar dengan perilaku seks bebas adalah adanya kemungkinan bahwa pacar responden juga tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi sehingga dapat berpengaruh pada pengetahuan responden juga. Selain itu juga tidak diketahuinya dari mana atau jurusan apa pacar responden bersekolah. Karena remaja yang mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi secara benar dan lebih banyak, cenderung akan berperilaku seksual dengan baik, misalnya siswa jurusan IPA mempunyai pengetahuan yang lebih tentang kesehatan reproduksi, sedangkan di sekolah selain SMA jurusan IPA materi tersebut tidak diperoleh remaja (Christina, 2007). Namun dalam penelitian ini, hal tersebut tidak diteliti.

5. Teman akrab

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara teman akrab dengan perilaku seks bebas (p=0,353). Responden yang teman akrabnya berasal dari teman sekolah ternyata lebih banyak berperilaku seks bebas dari pada remaja yang teman akrabnya bukan teman sekolah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena teman akrab yang berasal dari sekolah yang sama dapat lebih sering berkomunikasi termasuk dalam membicarakan masalah seks, yang hal ini dapat berpengaruh pada perilaku mereka.

Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Nurhayati (2009 ), yang menyimpulk an bahwa remaja akan bersikap lebih suka ikut- ikutan

54

hubungan seksual pranikah cenderung bersikap setuju untuk melakukan hubungan seksual pranikah dari pada remaja yang teman akrabnya belum pernah melakukan hubungan seksual pra nikah. Akan tetapi dalam penelitian ini tidak diketahui apakah teman akrab responden pernah melakukan hubungan seks pranikah atau belum.

Berdasarkan hasil di atas dimungkinkan bahwa remaja yang berpendapat positif tentang melakukan hubungan seksual pra nikah akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh temannya. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa teman akrab responden yang berasal dari teman seko lah atau teman yang bukan teman sekolah tidak dapat dibandingkan, karena tidak diketahui apakah teman mereka pernah melakukan hubungan seks pranikah atau tidak.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa 48 siswa (73,84%) mengaku bahwa mereka biasa saling memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi dengan teman akrab mereka, padahal belum tentu informasi yang mereka dapatkan itu benar. Selain itu, walaupun teman akrab responden sebagian besar berasal dari teman sekolah, tetapi belum tentu juga bahwa teman yang bersekolah lebih mengetahui tentang kesehatan reproduksi dari pada teman yang bukan teman sekolah.

Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi informasi yang diterima oleh teman-temannya tanpa memiliki dasar informasi yang benar dari sumber yang lebih

55

dapat dipercaya. Informasi dari teman-temannya tentang perilaku seks pranikah, tidak jarang menimbulkan rasa penasaran dalam diri remaja. Untuk membuktikan kebenaran informasi yang diterima tersebut, mereka cenderung melakukan perilaku seks pranikah itu sendiri.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan Pusat Studi Seksualitas pada tahun 2008 terhadap remaja di Yogyakarta, nilai dan perilaku seksual yang dianut remaja selama proses pacaran dipengaruhi beberapa faktor yaitu karakter individu itu sendiri. Seorang remaja yang mempunyai karakter kuat dalam mengendalikan sikap dan perilakunya, akan dapat menjaga perilakunya dari perbuatan-perbuatan yang dianggapnya tidak pantas untuk dilakukan (Nurhayati, 2009).

Dokumen terkait