• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan pemerintah kabupaten Tangerang tentang pengelolaan sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan pemerintah kabupaten Tangerang tentang pengelolaan sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

JATIWARINGIN TANGERANG

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.Sos)

Oleh :

IHWAN NUDIN NIM :106033201177

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

JAKARTA

(2)

PERSETUJUAN PEBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pebimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa : Nama : Ihwan Nudin

NIM : 106033201177 Program Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul :

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

JATIWARINGIN TANGERANG Telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 30 September 2013

Menetahui, menyetujui,

Ketua Program Studi Pebimbing

Ali Munhanif, Ph.D Drs. Agus Nugraha, MA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

JATIWARINGIN TANGERANG Oleh

Ihwan Nudin 106033201177

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 27 September 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.

Ketua, Sekretaris,

Ali Munhanif, Ph.D M. Zaki Mubarak, M.Si

NIP. 19651212 19920 3 1004 NIP. 19680801 2000 3 1001

Penguji I, Penguji II,

A.Bakir Ihsan, MA Haniah Hanafie, M.Si

NIP. 19651212 19920 3 1004 NIP. 19680801 2000 3 1001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 September 2013

Ketua Program Studi FISIP UIN Jakarta

Ali Munhanif, Ph.D

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Skripsi yang berjudul :

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

JATIWARINGIN TANGERANG

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Agustus 2013

(5)

ABSTRAKSI

Skripsi yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang Pengelolaan Sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang, ini diangkat berdasarkan pengamatan penulis terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadaan lingkungan di sekitar.

Warga yang ekonominya menengah ke atas menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada di lingkungannya. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman warga, khususnya Desa Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya yang berada di tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut. Semetara warga dari kelas bawah mendapatkan keuntungan dari adanya sampah dengan mengelolah dan menjualnya.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang selalu mencurahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada para hamba yang serius dalam urusan dunia dan akhiratnya. Dialah source of all my power dalam penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam tetap terlimpahkan teruntuk Nabi Muhammad SAW sebagai penebar cinta dan kasih sayang pada semua makhluk.

Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis berikan untuk kedua orang tua penulis H. MUKDIN (Abah) dan Hj. MURTI (Ema) yang tak pernah lelah mendoakan dan memotivasi penulis selama ini dan seterusnya, semoga Allah SWT selalu menurunkan segala rahmat, ampunan dan syurga-Nya untuk mereka di sini (dunia) dan di sana nanti (akhirat), Sudirman selalu memberikan semangat dan motipasi kepada penulis dalam mengarungi luasnya lautan ilmu.

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat. MA

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA.

3. Bapak. Ali Munhanif, Ph.D selaku penguji I dan Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Politik Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

7. Pimpinan dan Staf perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Ilmu Politik, perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, perpustakaan nasional Republik Indonesia, atas pelayanan dan penyediaan buku-bukunya.

8. Seluruh teman- teman yang tak pernah lelah dan letih menanyakan penulis dengan satu pertanyaan “berat”? (Sudirman, M. Thorik, Rahmat Ais Lutfi, Iqbal dan Kosan Anak-anak Subang, Tangerang dan Lain-lainnya, teman-teman pergerakan penulis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan terakhir untuk semua orang yang menganggap diri ini pernah “ada” untuk mereka.

Semoga segala bentuk bantuan dan kontribusi yang diberikan dinilai ibadah oleh Allah SWT, Jazakumullahu Khairal Jaza. Amiin.

Jakarta, 30 Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penlitian ... 6

E. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebijakan Publik ... 9

B. Tahapan Kebijakan Publik ... 12

1. Penyusunan Agenda ... 13

2. Formulasi Kebijakan ... 14

3. Adopsi Kebijakan ... 14

4. Implementasi Kebijakan... 14

(10)

C. ... Kebija kan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah

1. ... Peme rintah Pusat ... 17

2. ... Peme rintah Provinsi ... 19

3. ... Peme rintah Kabupaten/Kota ... 21

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN TANGERANG

A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang... 25

1. ... Sejara h ... 25

2. ... Keada an Geografis ... 26

3. ... Keada an Penduduk ... 28

B. Pengaruh Sampah di Kabupaten Tangerang ... 29 C. Lingkungan di Kabupaten Tangerang ... 31

1. ... Pengg unaan Air Limbah ... 32

(11)

3. ... Kelua

rga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar ... 34

4. ... Temp at Pengelolaan Makanan ... 35

D. ... Sikap Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang TPA ... 36

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN KABUPATEN TANGERANG A. Permasalahan Sampah Di TPA Jatiwaringin Tangerang ... 41

B. Langkah Pemerintah Terhadap TPA ... 45

C. Tanggapan Warga Terhadap Kebijakan Publik ... 48

D. Titik Temu Tentang Sampah di TPA Jatiwaringin ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 51

(12)
(13)
(14)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia sampah merupakan benda yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat, seiring bertambahnya penduduk yang berurbanisasi dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan barang rumah tangga semakin besar, dan menimbulkan dampak buruk seperti sampah. Sampah seolah-olah tidak memiliki manfaat apapun dan dianggap sebagai sumber bencana alam, seperti banjir, wabah penyakit dan lain sebagainya.

(15)

dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. 2

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk).3

Dewasa ini yang terjadi di Kabupaten Tangerang mengenai sampah atau Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) tidak berjalan dengan mulus, akan tetapi banyak hal yang negatif dan positif.

Pertama, hal yang positif mengenani adanya Tempat Pembuangan Sampah Akhir, yaitu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga memberikan kenyamanan kepada masyarakat dalam hal kebersihan. Kemudian adanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat bisa meraup rejeki dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir tersebut.

Kedua, yaitu pandangan secara negatif, adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan baik secara non material contohnya adanya aroma (bau) yang kurang sedap. Di Kabupaten Tangerang ada empat Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yaitu kecamatan Sepatan, Belaraja, Pasar kemis, Keronjo, sedangkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatiwaringin

2

Dahuri, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber Media Indonesia: 2011, energi – http://www.energi.lipi.go.id

3

(16)

yang paling terbesar berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadan lingkungan di sekitar. Sampah yang ada di TPA tersebut sudah seperti gunung, oleh karna itu masyarakat disekitar TPA pun resah karna setiap malam bau tidak sedap dari TPA tersebut. Sebagai warga masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin dan sekitarnya, mereka sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena kehadirannya selama ini tidak memberikan keuntungan apapun bagi warga yang menengah keatas ekonominya tapi bagi warga yang kurang mampu mereka mengais rejeki di TPA tersebut.

Melihat dari berbagai aspek yang ada, problem kebersihan di Indonesia khususnya di daerah Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah yang berkepanjangan, hal ini menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Tangerang.4 Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah bertambahnya penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan.5

Masalah sampah ternyata tidak hanya bisa menimbulkan bau tidak sedap, akan tetapi timbul sebuah konflik dikalangan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Tangerang, Menurut Rum Naat, (Kepala TPA Tempat Pembuangan Sampah) dengan minimnya tempat pembuangan sampah, dan

4

Ahmad Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineke Cipta: 2003 ),45

5

(17)

tidak adanya proses daur ulang, sering menimbulkan konflik antara masyarakat setempat dan pemerintah, pasalnya masyarakat merasa terganggu dengan adanya TPA yang lokasinya tidak jauh dari pemukiman masyarakat.6

Masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, mereka sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena bau busuk sampah dan kerumunan lalat yang masuk kerumah dan menemani makan siang kami. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan tempat membuang sampah, maka dengan tegas kami menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada dilingkungan kami. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman masyarakat, khususnya Desa Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut.7

Pihak pengelola, yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang, sampai hari ini tidak mengelola sampah di lokasi TPA secara baik dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja, tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya, bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk kerumah warga, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabene menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara,

6

Wawancara langsung dengan Rum Naat, selaku ketua Tempat Pembuangan Sampah di Desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Tangerang pada tanggal 14 Februari 2011

7

(18)

pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang.8 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan penelitian dan pembahasannya agar tidak terlalu jauh, maka penulis perlu membatasi permasalahan dan penelitian yaitu: peran pemerintah Kabupaten Tangerang dalam kebijakan dan penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

1. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

2. Kebijakan apakah yang ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang terhadap masyarakat yang berada di lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah?

3. Bagaimana peran Pemerintah dalam meminimalisir konflik yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

Perumusan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang tentang Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin Kabupaten Tangerang, yang sulit ditutup karena untuk Wilayah Kabupaten Tangerang lahan yang kosong sudah padat dengan perumahan-perumahan”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan diantaranya: a. Memberikan jawaban atas rumusan masalah diatas

8

(19)

b. Mengembangkan pengetahuan mengenai sejauhm mana peran pemerintah Kabupaten Tangerang dalam memberikan dan melaksanakan kebijakan terhadap pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) sehingga menimbulkan kemaslahatan dan tidak adanya pihak yang dirugikan, baik itu secara materi maupun non materi.

2. Manfaat Penelitian:

a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah kebijakan publik.

b. Bagi pihak akademis dan masyarakat luas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang masalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Tagerang terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.

c. Bagi dunia pustaka, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian.

d. Manfaat bagi Pemerintah terutama pemerintah daerah memperoleh masukan dan pengalaman dalam menggali serta menumbuhkan potensi swadaya masyarakat sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam pengelolaan sampah.

(20)

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yan dilakukan dengan cara pemahaman yang mendalam dan mempertanyakan suatu objek mendalam dan tuntas.9 Kualitatif berwujud kata-kata dan gambaran bukan angka-angka.

Didalam penelitian ini, selain menggunakan data primer yakni sumber-sumber yang digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian, penulis juga menggunakan data sekunder dengan literature buku, Koran, internet, atikel yang berhubungan dan relefan dengan materi penelitian yang akan dibahas.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data didalam penululisan skripsi ini dengan cara wawancara langsung dengan kepala TPA Kabupaten Tangerang, dinas kebersihan dan pertamanan dan Masyarakat sekitar yang bersangkutan dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan pokok permasalahan. Serta melakukan studi kepustakaan yang bersangkutan dengan masalah tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Mengumpulkan data hasil wawancara dan kajian pustaka. Mentranskrip data hasil wawancara kedalam tulisan serta tidak mencampuradukan hasil wawancara tersebut dengan data pribadi.

Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah

9

(21)

Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Penulis membagi skripsi ini ke dalam lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Adapun rinciannya sebagaimana tertulis dibawah ini.

Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari lima sub bab, yaitu : Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, sistematika penulisan dan sub bab yang terakhir adalah tujuan dan manfa’at penelitian.

Bab II, Membahas pandangan umum tentang kebijakan publik. Terdiri dari dua sub bab yaitu : Kebijakan Publik, Politik di Perkotaan.

Bab III, Kebijakan Pemerintah di Berbagai Daerah. Terdiri dari Tiga sub bab, yaitu : Gambaran tentang sampah di perkotaan, sosialisasi terhdap lingkungan yang ada di Tangerang, sikap Perda terhadap TPA tersebut.

Bab IV, Kebijakan Publik di Perkotaan. Terdiri dari dua sub bab, yaitu : mengapa terjadi masalah di TPA tersebut, sikap warga terhadap TPA, adanya pro dan kontra di TPA tersebut.

(22)
(23)

BAB II

KEBIJAKAN PUBLIK TERKAIT DENGAN MASALAH PERSAMPAHAN

A. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik didefenisikan hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya.10 Konsep yang ditawarkan ini, mengandung pengertian yang cukup luas, karena yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup banyak hal, kebijakan publik lebih mengarah kepada apa yang ditetapkan oleh aktor atau pemerintah, atau sejumlah aktor yang dalam mengatasi sejumlah masalah, konsep ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan, bukan pada apa yang diusulkan. Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu.

Pemahaman tentang arti ataupun makna dari kebijakan publik telah dicoba untuk didiskusikan dan diperdebatkan oleh para ahli. Diskusi dan perdebatan tersebut dalam banyak hal tetap dapat menunjukkan betapa kebijakan publik memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu definisi yang diterima luas mengenai kebijakan publik adalah sebagaimana diungkapkan oleh Dye, yakni apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Untuk lebih memperjelas pengertian ini, menurut Anderson (2006), kebijakan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang didesain secara sengaja yang relatif stabil yang

10

Budi Winarno, Kebijakan Publik (Teori dan Proses), (Yogyakarta: Media Pressindo,2007), 17

(24)

dilakukan oleh aktor atau sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah atau hal-hal yang menjadi perhatian bersama.

Kebijakan publik menurut Anderson terbagi atas dua pembagian, yakni kebijakan subtantif dan kebijakan prosedural.11 Kebijakan substantif adalah kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah mengenai pembangunan yang ada didaerah. Salah satu contoh dari kebijakan substantive, yaitu pembanguna jalan Told an infrastruktur lainnya. Sedangkan kebijakan procedural adalah kebijakan mengenai siapa yang akan diberi kewenanagam mengambil keputusan.

Yang termasuk dalam kebijakan prosedural, yakni undang-undang yang mengatur mengenai pembentukan suatu badan tertentu dan proses yang akan dijalankan, Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.

Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.12.

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang

11

Anderson, James, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company: 2006) , 56

12

(25)

mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.

Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang, yaitu dari bagian prasarana dari pemda. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.13

Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, oleh karena itu suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.

Adapun kebijakan yang diterapkan di pemerintah yaitu:

13 Wikipedia. “People Power Revolution”.

(26)

1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.

2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.

3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasinegara ketika publik actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.” Dan hasil yang membuat sebuah

kehidupan bersama tampil. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, alumni University of Pittsburgh, Pennsylvania, US, Dalam Kybernology dan dalam konsep kebijakan pemerintahan kebijakan publik merupakan suatu sistem nilai yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.

B. Tahapan Kebijakan Publik

Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

(27)

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.

Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan

(28)

2. Formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk keagenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi di definisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, pada tahap perumusan kebijakan masingmasing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masingmasing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Implementasi kebijakan

(29)

(implementators), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

5. Evaluasi kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang iinginkan.

C. Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah

Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang kebijakan pemerintah mengatasi permasalahan penduduk tentang pengelolaan sampah sudah menjadi tanggung jawab pemerintah termasuk masalah pembiayaannya. Sedangkan manusia hidup di dunia menentukan lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya14

Langkah Pertama, faktor penyebab secara internal dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain

14

(30)

adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab Kebersihan.

Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir atau paradigma yang salah tentang sampah seperti:

Pertama : Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat prioritas perhatian.

Kedua : Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi atau pendapatan.

Ketiga : Sindrom “not in my backyard” atau Urusan sampah “bukan urusan gue”. Keempat: Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di tempat akhir.

Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.

Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung.

(31)

dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya amdal membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah Amdal sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.15

Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.

1. Pemerintah Pusat

Penanganan kebersihan di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar : 128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah. Bahwa,produksi sampah di kota Jakarta mencapai 7.500,58 m3 / hari. Sumber sampah terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman

15

(32)

yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul sampah dari pasar sekitar 618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3, non komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari sampah yang tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar 225.017,4 m3 sampah. Hasil estimasi jumlah sampah di DKI Jakarta berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau 25.000 m3/hari dan berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat tertangani ± 87,72 persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk menimbun.

Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah

dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan pihak swasta.

(33)

mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah16

2. Pemerintah Propinsi

Untuk Penanganan sampah khususnya di Provinsi Banten merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar, telah mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% - 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan, seperti Dinas Kebersihan dan pertamanan. Bagian sampah yang tidak terangkut tersebut ditangani oleh masyarakat secara swadaya, atau sampah yang tercecer dan secara sistematis terbuang ke mana saja.17

Tambah banyak sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan pula jaminan bahwa kota akan menjadi makin bersih. Kualitas kebersihan suatu kota, lebih tergantung pada peran serta masyarakatnya untuk menjaga kebersihan kota tersebut. Kebersihan suatu kota biasanya tercermin dari penanganan sampah di tempat-tempat umum seperti di pasar dan sebagainya. Oleh karenanya, pengertian masyarakat bukan hanya terbatas pada penduduk di permukiman-permukiman, tetapi seluruh penghasil sampah, seperti pedagang di pasar, pedagang kaki lima, pejalan kaki,

16Ibid 17

(34)

pengusaha hotel dan restoran, pengendara kendaraan, atau karyawan/pegawai di kantor-kantor pemerintah atau swasta, dan sebagainya.

Biasanya pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus TPA Bantar Gebang di Bekasi dan TPA Keputih di Surabaya, dan TPA lain yang belum terungkap di masamedia. Biasanya pengelola kota di Indonesia menganggap bahwa penanganan sampah di TPA dapat berjalan dengan sendirinya. Bahkan petugas untuk mengatur dan mengelola sampah di lapangan tidak disediakan secara baik.

Pengelola kota cenderung beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyeselesaikan semua persoalan sampah di kotanya, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. Aktivitas utama pemusnahan sampah di TPA adalah dengan landfilling. Dapat dipastikan bahwa yang digunakan di Indonesia adalah bukan landfilling yang baik, karena hampir seluruh TPA di kota-kota di Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai open-dumping, yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah cara yang sistematis, dan sama sekali sulit pula disebut sebagai sebuah bentuk teknologi penanganan sampah.

3. Pemerintah Kabupaten atau Kota

Pengolahan sampah di kota Tangerang dikelola oleh Dinas

Kebersihan, pertamanan dan pemakaman. Tingkat pelayanan pada saat ini

(35)

dengan total sampah terangkut 445 m3 per hari. Lokasi tempat

pembuangan akhir terletak di Rawa Kucing Kelurahan Kedaung Wetan

kecamatan sepatan sekitar 7 Km dari pusat kota. Sistem yang dipakai yaitu

open dumping dan compositing yang tidak beroperasi secara kontinu

dengan luas lahan sekitar 8 Ha (2 Ha milik Pemerintah Daerah dan 6 Ha

milik swasta). Sisa kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saat ini

sekitar 0,25 Ha sehingga untuk menampung volume sampah yang ada

diperlukan penanganan khusus atau penanganan lainnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut Dinas Kebersihan telah

merencanakan TPA baru di daerah Jatiwaringin yang terletak di

Kabupaten Tangerang, bersebelahan dengan TPA milik Kabupaten

Tangerang dan merupakan lahan bekas galian tanah dengan luas 10 Ha,

dimana pada saat ini baru 8 Ha yang telah dibebaskan.

Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh Kota

Tangerang meliputi sistem setempat dan sistem terpusat. Sistem setempat

berupa jamban pribadi atau jamban umum yang dilengkapi dengan tangki

septik dengan bidang rembesan. Apabila tangki septik sudah penuh,

lumpur disedot atau dikuras oleh Truk Tinja dan dibuang ke IPLT

(Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja).

Saat ini Pemerintah Kota Tangerang menyediakan 7 unit Truk

Tinja dan I unit IPLT di Karawaci. Pembuangan lumpur septik dengan

sistem terpusat yaitu pengelolaan air limbah di lokasi IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi yang melayani Kelurahan Sukasari

dan Babakan sebanyak/sekitar 3.000 KK. IPAL ini dibangun oleh

(36)

pengelolaannya baru diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang

kepada Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2000.

Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air

Limbah secara terpusat yaitu di kawasan Perumnas Karawaci, dilayani

dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, sebanyak 2 lokasi dan 6 lokasi

lainnya masih berupa Laggon. Penyaluran air limbah dilakukan dengan

menggunakan sistem perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan

penyaluran dilakukan secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem

perpipaan sekitar 10.000 KK. 18

Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran

terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta

timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal

ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain

1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan

efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan

untuk dibuang.

2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan

prosedur.

3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih,

Puskesmas dan ambulance. Keempat: Mengatur para pemulung agar

tidak mengganggu operasional LPA.19

Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan

sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara

http://tangerangnews.com/baca/2011/01/24/4173/pemkot-tuding-bandara-kirim-sampah-ke-kota-tangerang. Diakses tanggal 2 April 2012.

19

(37)

sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos.

Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan

ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS.

Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung

TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga

mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp

8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan

sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah. 20

20

(38)
(39)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN TANGERANG

A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang

A. Sejarah

Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu sudah menjadi daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan interaksi antar daerah lain. Hal ini, disebabkan letak daerah ini yang berada di dua poros pusat perniagaan Jakarta - Banten. Berdasarkan catatan sejarah, daerah ini sarat dengan konflik kepentingan perniagaan dan kekuasaan wilayah antara Kesultanan Banten dengan Penjajah Belanda.21

Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984). Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.

21

http://www.kabupaten tangerang.go.id

(40)

Oleh kerna itu kabupaten tangerang disebut dengan kota industri karna disetiap lahan kosong pasti dibuat dengan Pabrik atau perumahan.

B. Keadaan Gegrafis

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten, terletak dibagian Timur dengan luas wilayah sekitar 959,6 km2(9,93 persen dari luas wilayah Provinsi Banten). Letak Kabupaten Tangerang secara astronomi antara 106020’–106043’ Bujur Timur dan 6000’ – 6020’ Lintang Selatan. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Tangerang, terdiri dari 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246 desa.22

Kondisi topografi wilayah Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dataran dengan ketinggian antara 0 – 85 m diatas permukaan laut. Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara yang berbatasan dengan laut jawa, sedangkan dataran tinggi berada di wilayah bagian tengah ke arah selatan.

Batas wilayah Secara Administrasi sebagai berikut: 1. Utara: Laut Jawa

2. Timur: Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan

3. Selatan: Kabupaten bogor

4. Barat: Kabupaten Serang dan Lebak

Secara administratif, Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 Kecamatan, Kelurahan dan desa.

(41)

No Kecamatan

Luas Daerah (Km2)

Keterangan

1. Tigaraksa 48.74

2. Cisoka 55.99

3. Solear Pemekaran dari kec. Cisoka

4. Jambe 26.02

5. Cikupa 42.68

6. Panongan 34.93

7. Curug 40.97

8. Kelapa Dua Pemekaran dari kec. Curug

9. Legok 41.06

10. Pagedangan 50.57

11. Cisauk 43.38

12. Pasar Kemis 60.53

13. Sindang Jaya Pemekaran dari kec. Pasar Kemis

14. Rajeg

15. Mekarbaru Pemekaran dari kec. Kronjo

16. Balaraja 57.48

17. Sukamulya Pemekaran dari kec. Balaraja

18. Jayanti 26.91

(42)

20. Gunungkaler Pemekaran dari kec. Kresek

21. Kronjo 68.05

22. Mauk 51.42

23. Kemiri 32.70

24. Sukadiri 24.14

25. Sepatan 56.24

26. Sepatan Timur 35.59 Pemekaran dari kec. Sepatan

27. Pakuhaji 51.87

28. Teluknaga 40.58

29. Kosambi 29.76

C. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang diperkirakan meningkat sekitar 4,5 persen atau 2,6 juta jiwa. Peningkatan ini dibandingkan tahun lalu dimana penduduk berjumlah 2,5 juta jiwa. Perkiraan tersebut berdasarkan sejumlah indikator diantaranya jumlah kelahiran penduduk dan pendatang baru dari luar daerah pasca lebaran. Penambahan angka penduduk tahun ini mencapai 2,6 juta jiwa. 23Angka pertambahan penduduk di Kabupaten Tangerang mulai terasa dan didominasi dengan gelombang para pendatang dari kota-kota lainnya seperti dari Sumatera, Jawa yang mencari pekerjaan dan menetap di Kabupaten Tangerang pasca lebaran. Pertambahan penduduk didominasi oleh para pendatang.

23

(43)

Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang menambahkan untuk operasi kependudukan akan dilaksanakan dilima titik yang merupakan kantong-kantong industri di Kabupaten Tangerang yaitu Cikupa, Balaraja, Curug, Pasar Kemis dan Tigaraksa. Titik-titik ini menjadi pusat para pendatang yang ingin mencari kerja. Bagi pendatang yang sama sekali tidak memiliki identitas diri diancam denda Rp 5 juta. ini sesuai dengan Perda No 2/2006 tentang Kependudukan dan Undang Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendataan Kependudukan. Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang memperkirakan jumlah pendatang baru yang tiba kewilayah itu pasca lebaran tahun ini meninkat 20 persen dari tahun lalu yang mencapai 1.520 orang.

B. Pengaruh Sampah di Kabupaten Tangerang

Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatiwaringin berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadan lingkungan di sekitar. Sebagai warga masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, Saya sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan tempat membuang sampah,

(44)

Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut.

Pihak pengelola, yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang, tidak mengelola sampah di lokasi TPA secara baik dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja (open dumping), tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya, bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk kerumah warga yang ada di sekitar TPA tersebut, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah (Lindi) yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabenenya menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara, pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Fakta yang lebih mengejutkan, bahwa TPA Jatiwaringin yang sudah beroperasi lebih dari lima belas tahun, perhatian Pemerintah Kabupaten Tangerang dan intansi terkait, terhadap warga masyarakat yang wilayahnya terkena dampak langsung keberadaan TPA tersebut, masih sangat minim sekali. Kalaupun ada, kemungkinan hanya dirasakan oleh segelintir oknum saja, Tentu saja hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanat Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.

(45)

parahnya. Dan tidak produktif, karena berbicara kebutuhan listrik, di kecamatan kemiri baru beroperasi PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap) baru yang mampu menghasilkan daya 10.000 Mega watt.

C. Lingkungan di Kabupaten Tangerang

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM). Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan.

Pembangunan sarana Sanitasi (usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat) dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang kegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Perumahan, Ruko-ruko dan Terminal), tempat pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya.

(46)

Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh

Kabupaten Tangerang meliputi sistem setempat (on-site) dan sistem

terpusat (off-site). Sistem setempat berupa jamban pribadi atau jamban

umum yang dilengkapi dengan tangki septik dengan bidang rembesan.

Apabila tangki septik sudah penuh, lumpur disedot atau dikuras oleh Truk

Tinja dan dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Saat ini

Pemerintah Kabupaten Tangerang menyediakan 7 unit Truk Tinja dan I

unit IPLT di Kecamatan Pasar kemis.

Pembuangan lumpur septik dengan sistem terpusat yaitu pengelolaan

air limbah di lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi

yang melayani Kelurahan Sukasari dan Babakan sebanyak/sekitar 3.000

KK. IPAL ini dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981/1982

dengan panjang 22,7 Km dan pengelolaannya baru diserahkan oleh

Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang

pada tahun 2000.

Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air

Limbah secara terpusat yaitu di kawasan Perumnas Karawaci, dilayani

dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, (Oxidation Pond) sebanyak 2

lokasi (Jalan Pandan dan Jalan Karang) dan 6 lokasi lainnya masih berupa

Laggon. Penyaluran air limbah dilakukan dengan menggunakan sistem

perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan penyaluran dilakukan

secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem perpipaan sekitar

(47)

Proses pengolahan pada lagoon terjadi secara biologis dengan

melalui proses dan pada saat ini kolam sudah mengalami pendangkalan

sehingga pengolahan atau reduksi air limbah tidak optimal.

Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran

terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta

timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal

ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan telah melakukan kegiatan-kegiatan

antara lain :

a. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi

pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.

b. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur

“sanitary landfill”.

c. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih,

Puskesmas dan ambulance.

d. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.

Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan

sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara

(TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos.

Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan

ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS.

Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung

TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga

(48)

8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan

sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah24.

2. Rumah Sehat

Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Sampai dengan tahun 2011 telah dilakukan inspeksi sanitasi (IS) di 47 wilayah Puskesmas di Kabupaten Tangerang, dari hasil inspeksi terhadap 201.021 rumah didapat 68,38 % dinyatakan sehat.

Untuk tahun 2009, terjadi pemekaran wilayah dengan Kota Tangerang Selatan, dimana berimplikasi pada jumlah rumah yang diperiksa di 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Dari hasil inspeksi terhadap 112.257 rumah didapat rumah yang dinyatakan sehat sebanyak 74.928 (66,75 %).

3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar

Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan. Dari hasil inspeksi sanitasi tahun 2011 terhadap 125.414 KK yang diperiksa, ternyata yang memiliki jamban yang memenuhi syarat adalah 72.480 KK . Untuk KK

24

(49)

yang memiliki jamban sehat sebanyak 48.875 KK (67,43 %). Untuk KK yang memiliki tempat sampah berdasarkan hasil inspeksi dari 124.414 KK yang diperiksa, KK yang memiliki tempat sampah adalah sebanyak 71.254 KK dimana yang termasuk dalam kriteria tempat sampah sehat adalah sebesar 43.781 KK (61,44 %).Untuk pengolahan air limbah,dari 125.414 KK yang diperiksa didapat 44.603 KK (65,81 %) yang memiliki pengolahan air limbah sehat.Hasil pendataan yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Puskesmas sampai tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan.

Dari data diatas menunjukkan bahwqa tahun 2011 kepemilikan sarana sanitasi dasar, serta penggunaan dan akses air bersih di Kabupaten Tangerang terjadi penurunan dibandingkan tahun 2010, hal ini disebabkan terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 Kecamatan menjadi Kota Tangerang.25

4. Tempat Pengelolaan Makanan

Upaya penyehatan makanan ditujukan untuk melindungi masyarakat dan konsumen terhadap penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanandan mencegah masyarakat dari keracunan makanan. Upaya tersebut meliputi orang yang menangani makanan,tempat pengolahan makanan dan proses pengolahan makanannya.

Sosialisasi Peraturan Daerah No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) tentang tata cara memperoleh Sertifikasi kursus TPM, hak dan kewajiban TPM, sanksi yang berlaku bagi pelanggaran TPM serta perlindungan bagi masyarakat

25

Hasil wawancara langsung dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Ibu.

(50)

terhadap keamanan pangan. Kegiatan lainnya adalah melakukan koordinasi tentang keamanan pangan antar instansi terkait/terpadu yaitu dengan Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Satpol PP dan PKK Kabupaten Tangerang.

D. Sikap Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang TPA

Pemerintah Kabupaten Tangerang akan mengoptimalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Jatiwaringin di Kecamatan Mauk sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah di wilayah tersebut. Selama ini TPA seluas 12 hektare tersebut hanya difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. Persiapan sedang dilakukan 2011 sudah menjadi tempat pengelolaan sampah. Optimalisasi TPA Jatiwaringin merupakan langkah serius pemerintah menangani sampah yang merupakan tuntutan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Dalam aturan itu disebutkan setiap kota/kabupaten wajib mengolah sampahnya sendiri.

(51)

lahan seluas 300 meter di dalam TPA Jatiwaringin untuk membangun area composting sampah.26

Pemerintah Kota Tangerang tengah menjajaki kerja sama dengan swasta untuk membangun tempat pengolahan sampah terpadu di wilayah itu. Teknologi yang akan diterapkan dari Korea Pengolahan sampah itu disiapkan untuk penanganan sampah jangka panjang di wilayah itu. Sekarang sedang dalam tahap pembicaraan dan pembahasan dengan pihak ketiga. Sistem pengolahan sampah menggunakan tungku yang dibuat dari bahan baku baja itu mampu mengolah sampah sebanyak 4. 000 sampai 5. 000 meter kubik per hari. Semua sampah dari truk dituang ke dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pembakaran hingga tak meninggalkan sisa. Selanjutnya asap dari pembakaran itu terbuang ke atas melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi udara. Dengan pengolahan sampah tersebut, permasalahan sampah yang mencapai 500-600 kubik per hari di wilayah itu akan teratasi.27

Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat.

Karena itu sampah harus dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan

berbagai penyakit. Langkah Pertama, faktor penyebab secara Internal. Dilihat

dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah

antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab

terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri.

26

Taufik, Jatiwaringin Menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Tangerang, Tempo

interaktif, di akses pada tanggal 25 maret 2012/ 10.37 WIB. hal: 6

(52)

Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti

tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan.28

Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya

kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan

sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas

sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini

pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe

solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber.

Kedua, faktor penyebab secara eksternal. Faktor penyebab eksternal

yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini

memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari

kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti

TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA

Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal

lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras

dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA

di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak

Lingkungan) melalui kajian geologi, hidrogeologi, transportasi,

sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya Amdal membuat

pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat

kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah Amdal sehingga seringkali

kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di

sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya

28

Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Cet.15, (Yogyakarta:

(53)

adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke

dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada

sama sekali kurang.

Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah

minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi

pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu

menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya

adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan

bukan mengacu pada pendekatan sumber.

Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah

sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang

baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada

3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam yaitu:

a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan

apa yang harus dilakukan

b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara

pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan

digunakan agar hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan

pemerintah

c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan

pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan

digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama

kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar.

Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di

TPA, khususnya kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi,

(54)

memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memanfaatkan lahan yang terbatas

dengan efektif, Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap

lingkungan, Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, Produk harus dapat

terjual habis.

Sebanarnya untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan

tersebut, pemerintah melalui PP No. 16 tentang Air Minum dan Sanitasi dan

Perda Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Sampah,

salah satunya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dibenarkan menerbitkan

Perda tentang persampahan. Perda ini menjelaskan tata cara masyarakat dalam

upaya mengurangi volume sampah sejak dari sumbernya. Pengurangan

sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi teknologi dalam komposting

misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai

keperluan, dalam upaya yang menerapkan perlu disosialisasikan kepada

masyarakat. Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi,

melainkan kepedulian semua pihak. Dengan adanya pengaturan yang

dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala bentuk

pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan

(55)
(56)

BAB IV

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

JATIWARINGIN TANGERANG

A. Permasalahan TPA di Jatiwaringin Tangerang

Permasahan sampah yang terjadi di Kabupaten Tangerang mengenai Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin tidak berjalan dengan baik, akan

tetapi banyak hal yang negatif dan positif.

Hal yang positif mengenani adanya Tempat Pembuangan Sampah Akhir, yaitu

lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga memberikan kenyamanan kepada

masyarakat dalam hal kebersihan. Kemudian adanya lapangan pekerjaan baru bagi

masyarakat sekitar, sehingga masyarakat bisa meraup rejeki dari Tempat

Pembuangan Sampah Akhir tersebut.

Pandangan secara negatif, adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan baik

secara non material contohnya adanya aroma (bau) yang kurang sedap. Di

Kabupaten Tangerang ada empat Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yaitu

kecamatan Sepatan, Belaraja, Pasar kemis, Keronjo, sedangkan Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin yang paling terbesar berada di desa

Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang.

Melihat dari berbagai aspek yang ada, problem kebersihan di Indonesia

khususnya di daerah Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah yang

berkepanjangan, hal ini menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat

ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Tangerang. Salah satu yang

menjadi penyebabnya adalah bertambahnya penduduk dan peningkatan aktivitas

yang demikian pesat di kota-kota besar. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar

60% 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi

yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan.

(57)

Langkah Pertama, faktor penyebab secara internal dilihat dari sudut pandang

internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya

kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di

lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan

membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab

Kebersihan.

Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir atau paradigma yang salah

tentang sampah seperti:

Pertama : Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat

prioritas perhatian.

Kedua : Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber

energi atau pendapatan.

Ketiga : Sindrom “not in my backyard” atau Urusan sampah “bukan urusan

gue”. Keempat: Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung →

dibuang di tempat akhir.

Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas

SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat

ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin

besar.

(58)

Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya amdal membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah amdal sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.29

Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.

Dasar Hukum dan kebijakan publik menurut Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 tentang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang merupakan

fungsi-fungsi pemerintahan sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya.

Bahkan pada bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan

pemerintah tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau

pembicaraan, keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu

antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama

lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada

29

Gambar

GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN TANGERANG

Referensi

Dokumen terkait

Syahrizal : Kebijakan Pemerintah Kabupaten AcehTenggara Dalam Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser, 2003, USU e-Repository © 2008.. Syahrizal : Kebijakan Pemerintah

Hasil Penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dan retribusi pelayanan kebersihan, pemerintah Kota Manado telah melaksanakan

Dalam penyampaian informasi tentang implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Semarang pemerintah daerah menggunakan cara sosialisasi yang dilakukan di

Setelah dilakukan analisis penentuan lokasi tempat pembuangan sampah ilegal, analisis evaluasi kondisi eksisting TPA Matang berdasarkan parameter SNI dan analisis sistem

Sumber-sumber kebijakan dalam tahapan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Dalam penyampaian informasi tentang implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Semarang pemerintah daerah menggunakan cara sosialisasi yang dilakukan di

Mengenai penilaian masyarakat ter- hadap kinerja implementator dalam me- laksanakan kebijakan Undang – Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sumber-sumber kebijakan dalam tahapan implementasi kebijakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian