• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN ALAT UKUR KOMPETENSI PEMBIMBING KLINIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN ALAT UKUR KOMPETENSI PEMBIMBING KLINIK"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

xi

ABSTRAK

Latar Belakang : Kualitas pembimbing klinik memegang peranan penting dalam

proses pembelajaran di klinik, tetapi kenyataan yang terjadi banyak ditemui

pembimbing klinik belum mempunyai kompetensi yang sesuai. Dampak dari

pembimbing klinik yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai adalah

keselamatan pasien dan mutu pendidikan keperawatan. Evaluasi terhadap

kompetensi

pembimbing

klinik

sangat

diperlukan,

sehingga

perlu

dikembangkannya sebuah alat ukur. Tujuan penelitian ini adalah Mengembangkan

alat ukur kompetensi pembimbing klinik.

Metode Penelitian

: Metode penelitian ini adalah

mixed method

dengan desain

penelitian

exploratory

sequential

, desain ini terdiri dari tahap kualitatif dan tahap

kuantitatif. Tahap kualitatif untuk mencari makna final kompetensi pembimbing

klinik sesuai dengan persepsi dengan melibatkan 6 partisipan pada FGD, dan 6

informan pada wawancara serta dokumentasi. Tahap kuantitatif untuk

mengembangkan alat ukur berdasarkan temuan kualitatif dengan melibatkan 3

expert

untuk menilai relevansi item alat ukur dengan CVI dan IRR, serta

melibatkan 30 responden untuk ujicoba alat ukur.

Hasil : Hasil penelitian tahap kualitatif didapatkan 4 makna final yaitu kompetensi

sebagai

perawat

professional,

kompetensi

dalam

membina

hubungan

interpersonal, kompetensi dalam mengajar (

pedagogic

) dan kemampuan

manajerial. Tahap kuantitatif telah dikembangkan 24 item alat ukur, didapatkan

nilai I-CVI 1.0 dan ICC 0.458, pada ujicoba alat ukur didapatkan hasil valid dan

reliabel dibuktikan dengan nilai

corrected item-total correlation

≥ 0.496 serta

nilai

Alpha Cronbach

dengan rentang 0.952-0.955.

Kesimpulan : Pengembangan alat ukur kompetensi pembimbing klinik yang

terdiri dari 24 item, semua dinyatakan valid dan reliabel

Kata Kunci : Alat ukur, kompetensi, pembimbing klinik,

mix method

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Kualitas pembimbing klinik sangat memegang peranan penting dalam

proses pembelajaran, khususnya pembelajaran di klinik (Mohammed, 2015),

akan tetapi kenyataan yang terjadi banyak ditemui pembimbing klinik

mempunyai sedikit kompetensi saat berada di klinik. Hal ini disebabkan karena

banyak dari pembimbing klinik dalam melakukan perannya hanya berdasarkan

kemampuan dan ketersediaan tenaga perawat tetapi tidak memiliki kompetensi

sebagai pembimbing klinik (Hsu, 2014). Dampak apabila pembimbing klinik

tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan perannya adalah keselamatan

pasien yang kurang dan mutu pendidikan keperawatan yang dibawah standar

(Higgins, 2012). Kenyataan yang terjadi seperti ini sangat diperlukan suatu alat

ukur yang digunakan untuk mengukur kompetensi pembimbing klinik. Halstead

(2007) yang dikutip oleh Higgins (2012) menyatakan bahwa dalam praktik

keperawatan, suatu evaluasi kompetensi dan peningkatan kompetensi

pembimbing klinik sangat diperlukan karena berguna untuk menciptakan suatu

praktik keperawatan yang aman.

Pembimbing klinik mempunyai peran dan tanggung jawab yang

komplek dalam mengawasi dan memfasilitasi mahasiswa dalam praktik klinik.

Hal ini juga untuk mendukung tujuan akhir dari pendidikan keperawatan yaitu

(3)

menciptakan lulusan yang mempunyai komitmen terhadap patient safety, untuk

terlaksananya tujuan tersebut maka dibutuhkan pembimbing klinik yang

kompeten dalam melakukan peran dan tanggungjawabnya (Higgins, 2012).

WHO (2015) dalam A Guide to Nursing and Education Standars menjelaskan

bahwa pembelajaran klinik yang relevan dan efektif yang telah direncanakan

harus tergorganisir, dipantau dan dievaluasi. Evaluasi harus dilakukan secara

sistematis dan terus menerus terhadap semua komponen kurikulum yang

didalamnya termasuk pembimbing klinik. Namun kenyataan di lapangan

evaluasi terhadap kompetensi pembimbing klinik belum dilakukan secara

sistematik dan terus menerus. Hal ini disebabkan karena terbatasnya literatur

keperawatan tentang sistem evaluasi kompetensi, selama ini metode yang

digunakan untuk mengevaluasi kompetensi adalah melalui validasi

keterampilan yang dimiliki dan melalui program – program pelatihan (Higgins,

2012).

Studi pendahuluan yang dilakukan di RS Baptis Kediri melalui

wawancara kepada Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Tenaga Keperawatan

bahwa selama ini belum adanya alat ukur untuk mengukur kompetensi

pembimbing klinik. Cara evaluasi yang dilakukan selama ini hanyalah dengan

melihat kemampuan pembimbing klinik dalam membimbing mahasiswa pada

saat praktik tanpa memperhatikan kompetensi yang harus dimiliki oleh

pembimbing klinik. Selain itu, berdasarkan obervasi di lapangan terhadap

(4)

dalam melakukan tugas utamanya sebagai perawat yaitu memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien sehingga bimbingan yang dilakukan kepada

mahasiswa belum optimal.

Menurut Taylor (2007) kompetensi dalam sebuah cakupan yang luas

dapat juga dideskripsikan sebagai suatu karakteristik yang mendasari individu

yang berkaitan erat dengan sebuah kinerja seseorang dalam melakukan

pekerjaannya dimana didalamnya mencakup motivasi, sifat dan sikap, konsep

diri, pengetahuan dan perilaku atau keterampilan. Sedangkan kompetensi

pembimbing klinik adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh perawat yang

mempunyai tugas dan peran sebagai seorang pembimbing klinik ditempat

mahasiswa praktik. Lembaga

National League of Nursing yang selanjutnya

disebut NLN (2005) menetapkan 8 indikator kompetensi inti untuk perawat

pendidik klinis. Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi kompetensi

seseorang adalah keyakinan dan nilai-nilai, keterampilan, pengalaman,

karakteristik kepribadian, motivasi, isu emosional, kemampuan intelektual dan

budaya organiasi (Wibowo, 2012).

Kualitas pendidikan keperawatan dianggap penting dalam kaitannya

dengan kompetensi perawat pendidik. Higgins (2012) mengemukakan pendapat

dari Brown (1981), Knox & Morgan (1987) bahwa kemampuan untuk

mengajar, melakukan evaluasi, hubungan interpersonal serta sifat/kepribadian

perawat merupakan dasar kompetensi yang harus dimiliki oleh perawat

(5)

harus dapat menujukkan akuntabilitasnya sebagai seorang pembimbing klinik

yang kompeten. Beberapa ahli telah mengembangkan beberapa alat ukur yang

digunakan untuk mengevaluasi kompetensi pembimbing klinik diantaranya

adalah

The Effective Clinical Teaching Behaviors (ECTB),

The Clinical

Teaching Evaluation (CTE),

The Clinical Teacher Effectiveness Inventory

(NCTEI), serta instrumen yang dikembangkan oleh NLN yang mencakup 8

indikator kompetensi inti perawat pendidik.

DeYoung (2009) dan O'Conner (2006) dalam Higgins (2012)

menegaskan, mengingat akan kompleksitas dalam tatanan rumah sakit maka

seorang pembimbing klinik tidak hanya tahu bagaimana mengajar dan

memfasilitasi mahasiswa saja tetapi harus kompeten secara klinis, karena

kompetensi pembimbing klinik memiliki dampak yang signifikan terhadap

masa depan pendidikan keperawatan. Oleh karena itu, perlu adanya suatu

pengembangan alat ukur kompetensi pembimbing klinik yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi kompetensi pembimbing klinik di lahan praktik.

Pengembangan, pengukuran dan evaluasi kompetensi saat ini menjadi issue

penting dalam pendidikan, evaluasi kompetensi dalam kontek ini adalah

menilai kompetensi yang diamati terhadap standar yang ditetapkan. Hal yang

dapat diukur dari suatu kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, tindakan

(6)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk membuat alat ukur

untuk mengukur kompetensi pembimbing klinik sehingga perlu melakukan

penelitian tentang “Pengembangan Alat Ukur Kompetensi Pembimbing Klinik”.

B.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana mengembangkan

alat ukur yang valid dan reliabel, untuk mengukur kompetensi pembimbing

klinik ?

C.

Tujuan Penelitian

1.

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan alat ukur kompetensi

pembimbing klinik yang valid dan reliabel.

2.

Tujuan Khusus

a.

Mengidentifikasi persepsi pembimbing klinik tentang kompetensi

pembimbing klinik

b.

Mendesain alat ukur berdasarkan temuan

c.

Melakukan uji validitas dan reliabilitas alat ukur kompetensi

pembimbing klinik

d.

Menghasilkan alat ukur kompetensi pembimbing klinik yang valid dan

(7)

D.

Manfaat Penelitian

Ada 2 manfaat penelitian ini yang berguna untuk peneliti yaitu :

1.

Manfaat Teoritis

Menambah referensi alat ukur terutama untuk mengukur

kompetensi pembimbing klinik.

2.

Secara Praktis

a.

Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Sebagai tambahan informasi bagi instansi pelayanan kesehatan

khususnya tempat bagi mahasiswa praktik untuk dilakukan penilaian

terhadap kompetensi pembimbing klinik. Alat ukur ini dapat diterapkan

di rumah sakit atau tempat mahasiswa praktik yang bertujuan untuk

mengetahui kompetensi pembimbing klinik dalam melaksanakan tugas

dan perannya.

b.

Bagi Instansi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

data untuk mengembangkan metode pembelajaran di klinik dan

assessment terhadap pencapaian kompetensi mahasiswa dengan

(8)

E.

Penelitian Terkait

Tabel 1.1 Penelitian Terkait

No

Peneliti

Judul

Tujuan

Metode

Perbedaan dari penelitian

yang akan dilakukan

1. Dahlke,

Sherry.,

Baumbush,

Jennifer.,

Affleck,

Frances.,

and

Kwon, Jae-Young.

(2012)

The

clinical

instructor role in

nursing educator : a

structured literature

review

Untuk memahami persepsi

pembimbing klinik tentang

peran dan factor – factor

yang dapat memfasilitasi

dan membatasi pengajaran

mereka

Literature

review

a.

Judul : Pengembangan

alat ukur untuk mengukur

kompetensi pembimbing

klinik

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur menilai kompetensi

pembimbing klinik yang

valid dan reliabel

c.

Metode : Mixed Method

2. Higgins.

S,

Toinette. (2012)

Evaluation

of

competencies

of

clinical

nurse

educator

in

Associate

Degree

Nursing Program

a.

Menyelidiki/mengidenti

fikasi sejauh mana dari

8 kompetensi inti untuk

perawat dari NLN yang

digunakan

untuk

mengevaluasi

kompetensi

pembimbing klinik dari

AND

b.

Untuk

menentukan

kompetensi

pembimbing

klinik

keperawatan

yang

sesuai

AND

dibandingkan dengan 8

Deskriptif

non-experimental

a.

Judul : Pengembangan

alat

ukur

untuk

mengukur

kompetensi

pembimbing klinik

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur menilai kompetensi

pembimbing klinik yang

valid dan reliabel

c.

Metode : Mixed Method

(9)

No

Peneliti

Judul

Tujuan

Metode

Perbedaan dari penelitian

yang akan dilakukan

kompetensi inti perawat

pendidik dari NLN

c.

Untuk

menentukan

apakah ada perbedaan

dan persamaan antara

pembagian waktu ;

penuh

waktu,

paruh

waktu dan tambahan

pada pembimbing klinik

yang

dievaluasi

menurut ADN

3. Hsu,

Li-Ling.,

Hsieh,

Shuh-Ing.,

Chiu, Hsiu-Win., &

Chen,

Ya-Lin.

(2014)

Clinical

teaching

competence

inventory

for

nursing preceptors :

instrumenal

development

and

testing

Untuk

mengembangkan

dan

menguji

sifat

psikometrik

instrumen

dengan

mengukur

kompetensi mengajar di

klinik

dari

preceptor

keperawatan

Interview

investigations,

litertur review,

analisis

kuantitatif

a.

Judul : Pengembangan

alat

ukur

untuk

mengukur kompetensi

pembimbing klinik

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur

menilai

kompetensi

pembimbing

klinik

yang valid dan reliabel

c.

Metode

:

Mixed

Method

4. Kelly P, Stephanie.

(2007)

The

exemplary

clinical instructor

Case

report

:

menggambarkan penalaran

dan strategi pembelajaran

yang

digunakan

oleh

Qualitative

case study

a.

Judul : Pengembangan

alat

ukur

untuk

mengukur

kompetensi

pembimbing klinik

(10)

No

Peneliti

Judul

Tujuan

Metode

Perbedaan dari penelitian

yang akan dilakukan

klinikal instruktor

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur menilai kompetensi

pembimbing klinik yang

valid dan reliabel

c.

Metode : Mixed Method

5

Mahanani,

Srinalesti 2014

Analisis

kinerja

perawat

pembimbing klinik

dengan pendekatan

teori kinerja dan

indikator

The

competence

of

nurse educators

Untuk

menganalisis

kinerja

perawat

pembimbing

klinik

berdasarkan

variable

individu, psikologis, dan

organisasi di Rumah Sakit

Baptis Kediri

Analitik

korelasional

a.

Judul : Pengembangan

alat

ukur

untuk

mengukur

kompetensi

pembimbing klinik

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur menilai kompetensi

pembimbing klinik yang

valid dan reliabel

c.

Metode : Mixed Method

6. Mohamed-Nabil

Ismai,

Lamia.,

Mohamed-Nabil

Aboushady, Reda.,

Eswl, Abeer. (2015)

Clinical instructors

behavior : Nursing

students perception

toward

effective

clinical instructors

characteristics

Untuk menilai perilaku

pembimbing klinik dan

persepsi

mahasiswa

terhadap

efektivitas

karakteristik pembimbing

klinik dalam memfasilitasi

proses pembelajaran

Deskripsi

korelasional

a.

Judul : Pengembangan

alat

ukur

untuk

mengukur

kompetensi

pembimbing klinik

b.

Tujuan : Membuat alat

ukur menilai kompetensi

pembimbing klinik yang

valid dan reliabel

c.

Metode : Mixed Method

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Landasan Teori

1.

Kompetensi

a.

Pengertian

Kompetensi berasal dari bahasa inggris

competence yang

mempunyai arti kemampuan atau kecakapan. Kompetensi dalam sebuah

cakupan yang luas dapat juga dideskripsikan sebagai suatu karakteristik

yang mendasari individu yang berkaitan erat dengan sebuah kinerja

seseorang dalam melakukan pekerjaannya dimana didalamnya mencakup

motivasi, sifat dan sikap, konsep diri, pengetahuan dan perilaku atau

keterampilan (Taylor, Ian., 2007).

Taylor, Ian (2007) dalam bukunya juga menuliskan deskripsi

kompetensi menurut UK’s CIPD adalah kompetensi dapat dipahami

sebagai kinerja dalam suatu organisasi, dengan dijelaskan bahwa

kompetensi adalah suatu hasil yang diharapkan dari individu dalam suatu

kegiatan yang dilakukan.

Sedangkan menurut UU RI No 14 tahun 2005 dijelaskan bahwa

kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam

melaksanakan tugas keprofesionalan.

(12)

Kompetensi adalah suatu karakteristik dasar individu yang

memiliki suatu hubungan yang kausal atau hubungan sebab akibat dengan

kriteria yang dijadikan acuan atau standar, efektif, atau berpenampilan

superior di tempat kerja pada situasi tertentu (Nursalam. Efendi, 2008).

Kompetensi menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia No 045/U/2002 tentang kurikulum inti pendidikan

tinggi adalah adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab

yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh

masyarakat dalam melaksanakan tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Elemen-elemen kompetensi terdiri atas : 1) Landasan kepribadian, 2)

Penguasaan ilmu dan keterampilan, 3) Kemampuan berkarya, 4) Sikap

dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu

dan keterampilan yang dikuasai, 5) Pemahaman kaidah berkehidupan

bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Melalui beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan:

kompetensi yang merupakan suatu kemampauan (Kognitif, afektif dan

psikomotor) yang dimiliki oleh seseorang sesuai dengan profesi yang

dijalani. Kompetensi dalam penelitian ini adalah kompetensi pembimbing

klinik, sehingga dapat didefinisikan kompetensi pembimbing klinik

adalah suatu kemampuan (Kognitif, afektif dan psikomotor) yang dimiliki

oleh perawat yang mempunyai tugas dan peran sebagai seorang

(13)

b.

Tipe Kompetensi menurut Taylor, Ian (2007)

1)

Universals / menyeluruh

Kompetensi yang berkaitan dengan suatu kinerja dalam

semua

lingkup

pekerjaan.

Contohnya

adalah

kemampuan

berkomunikasi, semua pekerjaan mengharuskan seseorang untuk

dapat berkomunikasi dengan baik.

2)

Occupationals / Pekerjaan

Kompetensi ini adalah berkaitan dengan suatu pekerjaan yang

lebih spesifik. Contohnya adalah seorang akuntan sangat kompeten

melakukan penalaran numerik / hitung menghitung dibandingkan

dengan seorang customer service

3)

Relationals

Kompetensi yang harus dimiliki oleh suatu profesi dapat

bervariasi tergantung pada pengaturan suatu pekerjaan. Contohnya

seorang pengacara yang berada dalam kota kecil mempunyai

kompetensi berbeda dengan pengacara yang berada dalam kota besar

Sesuai dengan penjelasan tipe dari kompetensi, kompetensi

perawat pembimbing klinik termasuk dalam tipe ketiga dimana suatu

profesi yang sama yaitu perawat tetapi mempunyai perbedaan kompetensi

(14)

c.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi

Menurut Michael Zwel dalam Wibowo (2012) faktor yang

dapat mempengaruhi kompetensi adalah

1)

Keyakinan dan nilai-nilai

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh keyakinannya terhadap

dirinya sendiri dan orang lain. Bila orang percaya akan

kemampuannya dalam melakukan sesuatu, maka hal tersebut akan

bisa dikerjakan dengan lebih mudah

2)

Keterampilan

Keterampilan

seseorang

dalam

mengerjakan

sesuatu

akan

meningkatkan rasa percaya diri, dan akan menunjukkan bahwa orang

tersebut mempunyai kompetensi dalam bidangnya.

3)

Pengalaman

Pengalaman akan sangat membantu dalam melakukan suatu

pekerjaan, karena pengalaman mengajarkan sesuatu dengan nyata dan

akan sangat mudah untuk mengingatnya. Seseorang ahli dalam suatu

bidang tertentu disebabkan karena banyak belajar dari pengalaman,

dan keahlian seseorang menunjukkan suatu kompetensi yang dimiliki

oleh orang tersebut

4)

Karakteristik kepribadian

Kepribadian bukanlah sesuatu yang tidak dapat dirubah, kepribadian

(15)

menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan ini, dan hal ini akan

membuat orang tersebut lebih kompeten. Seseorang akan berespons

serta beradaptasi dengan lingkungan dan kekuatan sekitarnya, yang

akan menambah kompetensi seseorang.

5)

Motivasi

Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang mampu untuk

melakukan sesuatu. Daya dorong yang lebih bersifat psikologis

membuat bertambahnya kekuatan fisik, sehingga akan mempermudah

dalam aktivitas kerja, yang menambah tingkat kompetensi seseorang.

Dorongan atau motivasi yang diberikan atasan kepada bawahan juga

berpengaruh baik terhadap kinerja staf

6)

Isu Emosional

Kondisi emosional seseorang akan berpengaruh dalam setiap

penampilannya, termasuk dalam penampilan kerjanya. Rasa percaya

diri membuat orang akan dapat melakukan suatu pekerjaan dengan

lebih baik, begitu juga sebaliknya, gangguan emosional seperti rasa

takut dan malu juga bisa menurunkan

performance/penampilan kerja

seseorang, sehingga kompetensinya akan menurun

7)

Kemampuan Intelektual

Kompetensi dipengaruhi oleh pemikiran intelektual, kognitif, analisis

(16)

pengalaman, proses pembelajaran yang sudah tentu pula kemampuan

intelektual seseorang akan meningkatkan kompetensinya.

8)

Budaya Organisasi

Budaya organisasi berpengaruh pada kompetensi seseorang dalam

berbagai kegiatan, karena budaya organisasi mempengaruhi kinerja,

hubungan antar pegawai, motivasi kerja dan kesemuanya itu akan

berpengaruh pada kompetensi orang tersebut.

d.

Kompetensi Perawat Pembimbing Klinik

Martono (2009) menjelaskan bahwa dalam melakukan suatu

pekerjaan yang baik dan benar pembimbing klinik perlu memiliki :

1)

Pengetahuan tentang tugas yang akan dilakukan dan bagaimana

mengerjakannya

2)

Keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya

3)

Sikap kerja yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakan tugas dengan

baik dan benar, serta

4)

Kekuatan fisik yang cukup

e.

Indikator Kompetensi Perawat Pembimbing Klinik

Kinerja pembimbing klinik mengacu kepada lima indikator yaitu

(1) Kompetensi sebagai perawat (2) Kompetensi dalam pengajaran

pedagogical (3) Kompetensi dalam melakukan evaluasi (4) Faktor

(17)

1)

Kompetensi sebagai perawat

Kompetensi pembimbing klinik sebagai perawat meliputi

kemampuan teoritis dan pengetahuan keperawatan klinis/praktik,

keterampilan dan sikap mereka terhadap praktik keperawatan. Ini

termasuk kemampuan mereka untuk mengintegrasikan teori dan

praktik, menggunakan ilmu pengetahuan keperawatan sebagai dasar

untuk mengajar, mampu bekerja sama dengan supervisor klinis,

membimbing siswa dalam praktik klinik dan mengevaluasi secara

kritis pengetahuan keperawatan yang ada untuk mempertahankan dan

meningkatkan kompetensi klinis pendidik perawat, mampu menjamin

kualitas pengalaman belajar siswa dan kualitas pengajaran.

2)

Kompetensi pengajaran pedagogical

Keterampilan pedagogis terdiri dari kemampuan dalam proses

transmisi pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menciptakan

jenis suasana pembelajaran yang dilakukan pembimbing klinik dalam

meningkatkan belajar siswa, membimbing mahasiswa menuju

self

directed learning dan mendorong mahasiswa untuk berfikir kritis.

Pembelajaran mahasiswa dilakukan dengan memperhatikan tujuan

pembelajaran kurikulum dan kebutuhan mahasiswa.

3)

Kemampuan melakukan evaluasi

Keterampilan evaluasi mengacu pada proses umpan balik yang

(18)

pribadinya, tingkat pengetahuan teori dan keterampilan klinis.

Kemampuan pembimbing klinik dalam melakukan

self assessment

terhadap kompetensinya sebagai seorang perawat pendidik

diperlukan secara signifikan karena membantu mereka untuk dapat

memahami diri mereka lebih baik dan mengembangkan pengajaran

mereka.

4)

Faktor personal

Faktor personal mencakup keseluruhan sikap individu,

kecenderungan emosional dan karakter, yang mungkin tidak secara

langsung berkaitan dengan pengajaran atau status hubungan

interpersonal tetapi dapat mempengaruhi mereka

5)

Hubungan dengan mahasiswa

Hubungan perawat pendidik dengan mahasiswa melibatkan

timbal balik atau komunikasi antara dua orang atau lebih, termasuk

komunikasi terapeutik spesifik antara perawat pendidik dan

mahasiswa. pembimbing klinik memiliki hubungan yang baik dengan

siswa, saling percaya dan menghormati mereka

Lembaga

National League of Nursing yang selanjutnya disebut

NLN (2005) menetapkan 8 indikator kompetensi inti untuk perawat

pendidik yaitu (1) Memfasilitasi sebuah pembelajaran (2) Memfasilitasi

pengembangan dan sosialisasi mahasiswa (3) Menggunakan penilaian dan

(19)

melakukan evaluasi hasil program (5) Berfungsi sebagai agen pembaharu

(change agen) dan kepemimpin (6) Meningkatkan mutu secara

berkelanjutan sebagai peran perawat pendidik (7) Keterlibatan dalam

beasiswa (8) Berfungsi dalam lingkungan pendidikan.

1)

Memfasilitasi sebuah pembelajaran (Facilitate learning)

Mendorong mahasiswa dalam mencari pengalaman diklinik

dengan memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk belajar

langsung menghadapi pasien dengan bimbingan serta menumbuhkan

rasa percaya diri mahasiswa dalam mencari pengalaman diklinik

2)

Memfasilitasi pengembangan dan sosialisasi mahasiswa (Facilitate

learner development and socialitation)

Seorang pembimbing perawat / perawat pendidik harus mampu

menjadi fasilitator yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang

kondusif dan mampu memberikan pengalaman yang positif bagi

peserta didik / mahasiswa. Selain itu seorang perawat pendidik harus

mampu memfasilitasi mahasiswa untuk mampu bersosialisasi dengan

staf perawat lain sehingga mahasiswa mampu mencari kesempatan

belajar melakukan tugas sebagai seorang perawat dengan staf

(20)

3)

Menggunakan penilaian dan strategi evaluasi (Use assessment and

evaluation strategies)

Penilaian dan evaluasi sangatlah penting dalam sebuah

pembelajaran. Hal ini menekankan bahwa seorang perawat pendidik

harus mampu memberikan umpan baik terhadap pencapaian

pembelajaran atau output mahasiswa baik umpan balik positif dan

negatif, dan sebaliknya juga bertujuan untuk mengevaluasi

kompetensi pembelajaran yang telah diberikan kepada mahasiswa

sehingga dapat meningkatkan keterampilan mengajar dan menjadikan

seorang pendidik yang lebih baik.

4)

Berpartisipasi dalam merancang kurikulum dan melakukan evaluasi

hasil program (Participate in curriculum design and evaluation of

program outcome)

Perawat pendidik berpartisipasi untuk memberikan masukan

pada institusi pendidikan tentang kebijakan dan prosedur praktik

mahasiswa saat diklinik.

5)

Berfungsi sebagai agen pembaharu dan kepemimpin (Function as a

change agent and leader)

Bertanggung jawab untuk memperbaharui, meninjau ulang dan

(21)

6)

Meningkatkan mutu secara berkelanjutan sebagai peran perawat

pendidik (Pursue continuous quality improvement in the nurse

educator role)

Mempunyai komitmen tentang belajar adalah seumur hidup,

sehingga dalam aplikasinya seorang perawat pendidik harus dapat

meningkatkan

kemampuannya

secara

berkelanjutan

melalui

pendidikan formal atau non formal

7)

Keterlibatan dalam beasiswa (Engage in scholarship)

Perawat pendidik diharapkan aktif dalam mencari beasiswa

untuk meningkatkan kompetensi sebagai pembimbing klinik, serta

bertujuan untuk memperbarui kemampuan yang dimiliki. Hal ini

berkaitan dengan mencari informasi terkait pelatihan, seminar yang

mendukung kinerja sebagai perawat/pembimbing klinik atau untuk

staf perawat lain yang dapat diajukan kepada rumah sakit.

8)

Berfungsi dalam lingkungan pendidikan (Function within the

educational environment)

Seorang perawat pendidik harus memiliki pemikiran bahwa

dirinya berfungsi sebagai pendidik bagi pasien, mahasiswa dan

keluarga sehingga mempunyai kewajiban untuk selalu meningkatkan

level pendidikan dan tetap mempertahakan kebijakan rumah sakit,

(22)

2.

Pembimbing Klinik

a.

Pengertian

Pembimbing klinik adalah seorang yang diangkat dan diberikan

tugas oleh institusi pelayanan atau pendidikan kesehatan untuk

memberikan bimbingan kepada mahasiswa yang sedang mengikuti

pembelajaran praktik klinik di Rumah Sakit (Pusdiknakes, 2004).

Perawat pembimbing klinik adalah seorang perawat profesional

yang terpilih yang ahli dalam praktik klinik keperawatan (Indawati, 2013)

Menurut Baillie (1994) dalam Martono (2009) pembimbing

klinik (clinical teacher) adalah pembimbing/guru perawat (nurse

teacher). Kegiatan pembelajaran klinik merupakan suatu bentuk kegiatan

belajar mengajar dalam konteks pelayanan nyata.

b.

Syarat atau Kriteria Pembimbing Klinik

Berdasarkan Pusdiknakes RI (2004) menetapkan

persyaratan-persyaratan menjadi pembimbing klinik yaitu :

1)

Memiliki latar belakang pendidikan profesional yang sesuai

2)

Memiliki pengalaman bekerja memberikan pelayanan keperawatan di

klinik selama tiga tahun.

Menurut Alspah, Griff (1994) dalam Martono (2009) pengalaman

bekerja sebagai perawat klinik selama 2-3 tahun memungkinkan

individu tersebut menjadi kompeten dalam bidang pelayanan

(23)

3)

Memiliki ijin praktik yang diterbitkan oleh organisasi profesi

4)

Memiliki latar belakang pendidikan kependidikan/keguruan (akta

mengajar, pekerti)

5)

Memiliki pengalaman mengikuti pelatihan pembimbing klinik

Menurut Nursalam dan Effendi (2008) untuk menjadi

preceptor

atau pembimbing klinik harus mempunyai kriteria seperti :

1)

Berpengalaman dan kompeten di lingkungan klinik serta memiliki

pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas, minimal memiliki latar

belakang pendidikan setara dengan jenjang pendidikan peserta didik.

2)

Berjiwa pemimpin

3)

Mempunyai ketrampilan komunikasi yang baik

4)

Mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan

5)

Mempunyai kemampuan dalam mengajar

6)

Tidak mempunyai sikap yang menilai terlalu awal pada rekan kerja

7)

Mempunyai fleksibilitas untuk berubah

8)

Mampu beradaptasi dengan kebutuhan pembelajaran individu

Berdasarkan referensi diatas tentang syarat atau kriteria menjadi

pembimbing perlu juga memperhatikan Peraturan Pemerintah No 19

Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada pasal 31 tentang :

1)

Pendidik pada pendidikan tinggi, memiliki kualifikasi pendidikan :

a)

Lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program

(24)

b)

Lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan

c)

Lulusan program doctor (S3) untuk program magiester (S2) dan

program doctor (S3)

2)

Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)

butir a, pendidik pada program vokasi harus memiliki sertifikat

kompetensi sesuai dengan tingat dan bidang keahlian.

3)

Selain kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)

butir b, pendidik pada program profesi harus memiliki sertifikat

kompetensi setelah sarjana sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian

yang diajarkan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi.

Sertifikat kompetensi dalam hal ini dijelaskan pada

Undang-Undang Republik Indonesia No 38 tahun 2014 tentang keperawatan

pada pasal 1 adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi

perawat yang telah lulus uji kompetensi untuk melakukan praktik

keperawatan, selain itu perawat yang menjalankan praktik

keperawatan wajib memiliki STR sesuai dengan ketentuan pada pasal

18.

c.

Peran Perawat Pendidik

Dalam praktiknya seorang perawat pendidik klinis harus

mengetahui peran dan identitasnya, dimana peran mereka dapat

(25)

klinik. Empat peran perawat pendidik klinik yang diidentifikasi oleh

Ullian (1986) dalam yang dikutip oleh Conway. J., et all (2006) adalah :

1)

Sebagai Role Model

Seorang perawat pembimbing klinik harus berkerja sesuai

dengan standar profesional, sebagai agen sosial dan sebagai anggota

profesi yang memiliki pengetahuan, kompetensi,

care

dan

profesional.

2)

Guru / pendidik

Seorang perawat pembimbing klinik harus terlibat dalam

perencanaan

pendidikan,

memotivasi

peserta

didik

dan

mengidentifikasi kebutuhan peserta didik untuk memberi dalam

kontek klinik

3)

Supervisor

Perawat pembimbing klinik harus memberikan pengarahan

pada peserta didik dalam perawatan pada pasien serta dapat

memberikan umpan balik dan dapat melibatkannya dalam perawatan

pasien di klinik

4)

Pemberi dukungan / motivator

Perawat pembimbing klinik terlibat dalam proses mentoring

dan memberikan gambaran terkait pengembangan karir dalam

(26)

d.

Tugas Perawat Pembimbing Klinik

Peran pembimbing praktik klinik meliputi peran manajer, peran

konselor, peran instruktur, peran observer, peran

feedback dan peran

evaluator.

Pembimbing

praktik

klinik

mempunyai

kontribusi

meningkatkan kualitas pembelajaran praktik klinik, karena memiliki

berbagai

peran

mulai

dari

merencanakan,

melaksanakan

dan

mengevaluasi pembelajaran praktek klinik. Pusdiknakes (2004)

menetapkan tugas yang dapat dikerjakan pembimbing klinik dalam

rangka kegiatan pembelajaran praktik klinik yaitu :

1)

Merumuskan tujuan pembelajaran praktik klinik

2)

Menentukan indikator pencapaian target kompetensi praktik

3)

Mengidentifikasi tempat praktik klinik

4)

Mengidentifikasi dan menentukan peralatan/sumber yang diperlukan

selama pembelajaran praktik klinik

5)

Memfasilitasi mahasiswa memperoleh target kompetensi dan alat-alat

yang digunakan

6)

Memecahkan masalah belajar praktik

7)

Membangkitkan dan mendorong semangat mahasiswa selama

mengikuti pembelajaran praktik klinik dan menghargai kerja

mahasiswa

8)

Memberikan contoh pelayanan keperawatan terhadap pasien secara

(27)

9)

Melakukan

penilaian

kepada

mahasiswa

yang

mengikuti

pembelajaran praktik klinik

10)

Membuat laporan pembelajaran praktik klinik

3.

Penilaian dan Evaluasi dalam Pembelajaran

a.

Pengertian

Evaluasi adalah sebuah proses yang sistematis yang berlangsung

secara berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang sesuatu

yang menjadi objek penilaian yang berguna untuk acuan dalam

pengambilan keputusan seperti halnya mengevaluasi sebuah efektivitas

belajar mengajar atau suatu kinerja pendidik perawat (Nolan & Hoover,

2008). Evaluasi dalam konteks ini adalah menilai kompetensi yang

diamati terhadap standar yang diukur meliputi pengetahuan, keterampilan

dan tindakan atau suatu kinerja /

performance, Moyer (2007)

merekomendasikan 2 hal untuk pembuatan alat ukur kompetensi yaitu

deskripsi akurat tentang tugas, persyaratan dan spesifikasi / karakteristik

psikis sebagai atribut seseorang harus dimiliki atau yang telah dibangun.

b.

Pengembangan Tool Kompetensi Pembimbing Klinik

Alat ukur untuk mengukur kompetensi pembimbing klinik yang

pernah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya dalam Higgin (2012) ada

(28)

1)

NLN Core Competencies For Nurse Educators

NLN adalah suatu suatu lembaga/organisasi yang dibentuk

untuk menampilkan suatu keunggulan dalam keperawatan terutama

untuk

pendidikan

Keperawatan

yang

menawarkan

sebuah

pengembangan professional. NLN adalah organisasi pertama perawat

yang didirikan pada tahun 1893 oleh

the American Society of

Superintendents of Training Schools for Nurses.

Tool yang

dikembangkan adalah berupa

self-evaluation dari perawat pendidik

yang mengacu kepada 8 kompetensi inti NLN dengan memilih respon

yang tepat menggambarkan tentang (1) Pengetahuan perawat pendidik

tentang setiap indikator dari kompetensi inti (2) Kemampuan perawat

pendidik dalam melakukan dari setiap indikator kompetensi inti (3)

Setiap indikator kompetensi tersebut apakah juga termasuk dalam

evaluasi kinerja yang dilakukan oleh pimpinan.

2)

The Effective Clinical Teaching Behaviors (ECTB)

ECTB dikembangkan oleh Zimmerman and Westfall pada

tahun 1988, alat ukur ini dikembangkan bertujuan untuk mengukur

perilaku mengajar diklinik yang efektif pada fakultas keperawatan.

Alat ukur ini digunakan untuk mengevaluasi efektifitas instruktur

(29)

3)

The Clinical Teaching Evaluation (CTE)

CTE dikembangkan oleh Fong and McCauley’s pada tahun

1993, alat ukur ini dikembangkan bertujuan untuk mengevaluasi

pengajaran diklinik. Alat ukur ini digunakan untuk mengukur

kompetensi perawat pendidik yang melihat dari 3 indikator yaitu (1)

Kompetensi mengajar, (2) Keterampilan keperawatan, dan (3)

Hubungan interpersonal. CTE ini terdiri dari 25 item dengan

menggunakan skala likert.

4)

The Nursing Clinical Teacher Effectiveness Inventory (NCTEI)

NTCEI dikembangkan oleh Knox dan Mogan pada tahun

1985, alat ukur ini dikembangkan dengan 5 indikator sebagai

evaluasinya yaitu (1)

Kemampuan mengajar, (2) Hubungan

interpersonal, (3) Ciri kepribadian, (4) Kompetensi keperawatan dan

(30)
[image:30.792.52.761.102.508.2]

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Referensi : (Nursalam, 2008; Higgins, 2012; UU No. 14 tahun 2005; Permendikbud No 49 Tahun 2014; Wibowo, 2012)

Kompetensi

Proses Pembelajaran pada

pendidikan keperawatan:

1.

Akademik

2.

Klinik/profesi

Fasilitator

1.

Dosen

2.

Pembimbing klinik

Kompetensi guru/dosen sesuai

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 :

1.

Kompetensi pedagogik

2.

Kompetensi kepribadian

3.

Kompetensi sosial

4.

Kompetensi profesional

Kompetensi Inti Perawat pendidik /

Pembimbing Klinik

1.

Memfasilitasi sebuah pembelajaran

2.

Memfasilitasi pengembangan dan

sosialisasi mahasiswa

3.

Menggunakan penilaian dan strategi

evaluasi

4.

Berpartisipasi dalam merancang

kurikulum dan melakukan evaluasi

hasil program

5.

Berfungsi sebagai agen pembaharu

(

change agen

) dan kepemimpin

6.

Meningkatkan mutu secara

berkelanjutan sebagai peran perawat

pendidik

7.

Keterlibatan dalam beasiswa

8.

Berfungsi dalam lingkungan

pendidikan.

Faktor

faktor

yang

mempengaruhi kompetensi :

1.

Keyakinan dan nilai nilai

2.

Keterampilan

3.

Pengalaman

4.

Karakteristik kepribadian

5.

Motivasi

6.

Isu emosional

7.

Kemampuan intelektual

8.

Budaya organisasi

Penilaian Kompetensi

Standar Nasional Pendidikan

Tinggi

Permendikbud No 49

Tahun 2014 :

1.

Standar kompetensi lulusan

2.

Standar isi pembelajaran

3.

Standar

penilaian

pembelajaran

4.

Standar dosen dan tenaga

kependidikan

5.

Standar dosen dan tenaga

kependidikan

6.

Standar sarana dan prasarana

pembelajaran

7.

Standar

pengelolaan

pembelajaran

8.

Standar

pembiayaan

pembelajaran

Pengembangan alat ukur

kompetensi

Kompeten / tidak

kompeten

Dampak pembimbing klinik yang

kompeten :

1.

Meningkatnya mutu lulusan

perawat

2.

Keselamatan pasien terjamin

Dampak pembimbing klinik yang

tidak kompeten :

1.

Menurunnya mutu lulusan

perawat

2.

Keselamatan

pasien

yang

kurang terjamin

2

(31)
[image:31.612.135.537.117.651.2]

C.

Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Keterangan :

Diteliti

Tidak diteliti

Kompetensi

Inti

Perawat

pendidik

/

Pembimbing Klinik

1.

Memfasilitasi sebuah pembelajaran

2.

Memfasilitasi pengembangan dan

sosialisasi mahasiswa

3.

Menggunakan penilaian dan strategi

evaluasi

4.

Berpartisipasi dalam merancang

kurikulum dan melakukan evaluasi hasil

program

5.

Berfungsi sebagai agen pembaharu

(

change agen

) dan kepemimpin

6.

Meningkatkan mutu secara berkelanjutan

sebagai peran perawat pendidik

7.

Keterlibatan dalam beasiswa

8.

Berfungsi dalam lingkungan pendidikan.

Penilaian kompetensi Pembimbing

klinik

Faktor – faktor yang

mempengaruhi

kompetensi :

1.

Keyakinan dan nilai

nilai

2.

Keterampilan

3.

Pengalaman

4.

Karakteristik

kepribadian

5.

Motivasi

6.

Isu emosional

7.

Kemampuan

intelektual

8.

Budaya organisasi

Pembimbing Klinik

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan

mixed methods

atau metode campuran

dengan desain penelitian

exploratory sequential design

. Desain ini

mempunyai 2 tahapan, tahapan pertama dari desain ini adalah kualitatif dan

untuk tahapan kedua adalah kuantitatif. Tujuan dari penelitian yang

dilakukan ini adalah untuk mengembangkan suatu alat ukur yang valid dan

reliabel. Pada tahapan kualitatif penelitian ini adalah untuk mengetahui

kompetensi pembimbing klinik menurut persepsi, sedangkan pada tahap

kuantitatif adalah mendesain alat ukur berdasarkan temuan pada kualitatif

lalu melakukan validasi terhadap alat ukur sehingga alat ukur dapat

[image:32.612.160.492.467.515.2]

dilakukan uji coba untuk mendapatkan alat ukur yang valid dan reliabel.

Gambar 3.1 Alur e

xploratory sequential design

B.

Populasi dan Sampel Penelitian

1.

Tahap Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif, sampel disebut sebagai nara

sumber, partisipan atau informan (Sugiyono, 2015)

Qualitative

Quantitative

Interpretation Base

on

qualitative-quantitative result

(33)

a.

Partisipan

Partisipan dalam tahap kualitatif ini adalah subyek penelitian yang

ikut dalam proses diskusi hal ini pembimbing klinik yang ada di RS

Baptis Kediri. Berdasarkan teori yang dikemukanan oleh Kitzinger

(1996) dan Twin (1998) yang dikutip oleh Afiyanti (2008) bahwa

satu kelompok diskusi dapat terdiri dari 4-8 individu. Partisipan pada

tahap FGD adalah 6 pembimbing klinik yang mempunyai kriteria :

1)

Mempunyai Riwayat Pendidikan S1 Keperawatan (Ners)

2)

Memiliki pengalaman dalam mengikuti pelatihan pembimbing

klinik

3)

Pengalaman sebagai perawat klinik

4)

Bersedia menjadi partisipasi dalam FGD

b.

Informan

Informan dalam penelitian ini adalah subyek penelitian dalam proses

wawancara. Informan dalam penelitian ini adalah penanggungjawab

dari pengelolaan praktik klinik mahasiswa baik dari lahan praktik

atau institusi pendidikan, dan seseorang yang terlibat langsung pada

proses bimbingan klinik. Adapun informan dalam penelitian

wawancara tidak terstruktur ini adalah :

1)

Mahasiswa ners yang sedang mejalani praktik profesi di RS

Baptis Kediri

2)

Mahasiswa Diploma III yang pernah menjalani praktik klinik di

(34)

3)

Koordinator

praktik profesi

dan

praktik

klinik

yang

bertanggungjawab terhadap jadwal dinas dan rotasi mahasiswa

di RS Baptis Kediri

4)

Wakil Kepala HRD dan Diklat yang bertanggungjawab terhadap

pengelolaan kegiatan mahasiswa praktik di RS Baptis Kediri

5)

Kepala

Bidang

keperawatan

yang

bertanggungjawab

pengembangan pendidikan keperawatan di RS Baptis Kediri

2.

Tahap Kuantitatif

Sampel pada tahap kuantitatif ini adalah Expert. Expert dalam

penelitian ini adalah memberikan masukan dan menilai relevansi

terhadap item alat ukur yang dikembangkan. Menurut Polit (2007)

jumlah

expert

yang dapat digunakan untuk menilai relvansi minimal

3-5.

Expert

yang digunakan dalam pengembangan alat ukur ini adalah 3

expert

dengan kriteria inklusi :

1)

Mempunyai pengalaman minimal 5 tahun dalam membuat

tool

untuk

assessment

dalam institusi pendidikan

2)

Mempunyai pengetahuan dan pengalaman minimal 5 tahun sebagai

tim penyusun kurikulum pendidikan tinggi

3)

Mempunyai pengalaman minimal 3 tahun tentang pembelajaran di

klinik.

Jumlah sampel yang digunakan untuk uji coba alat ukur 30

(35)

Populasi untuk melakukan uji coba dari alat ukur ini pembimbing klinik

dengan kriteria :

a)

Mempunyai Riwayat Pendidikan S1 Keperawatan (Ners)

b)

Memiliki pengalaman mengikuti pelatihan pembimbing klinik

c)

Pengalaman sebagai perawat klinik minimal 2 tahun

d)

Bersedia menjadi responden dalam uji coba alat ukur

C.

Lokasi dan Waktu Penelitian

1.

Tahap Kualitatif

a.

Lokasi dan Waktu Penelitian pada Partisipan

Focus Group Discussion

dilakukan pada pembimbing klinik

dengan mengundang pembimbing klinik sesuai dengan jadwal yang

ditetapkan sebelumnya oleh Kasie Sarana dan Prasana tenaga

Keperawatan. Penelitian dilakukan di Ruang Rapat B RS Baptis

Kediri yang beralamatkan di Jl. Mauni Kota Kediri. Waktu penelitian

dilakukan pada tanggal 19 Mei 2016 pada pukul 14.30 – 15.55 WIB.

b.

Lokasi dan Waktu Penelitian pada Informan

Proses wawancara dilakukan pada informan yang ditetapkan

dengan cara membuat kontrak sebelumnya dengan informan.

Informan dalam penelitian ini yaitu Kabid Keperawatan RS Baptis

Kediri, Waka Bagian Diklat dan HRD RS Baptis Kediri, PJ Profesi

STIKES RS Baptis Kediri, PJ Praktik Klinik STIKES RS Baptis

Kediri, Mahasiswa Profesi dan Mahasiswa Prodi Keperawatan

(36)

dan sesuai dengan kontrak yang disepakati. Waktu penelitian dimulai

pada tanggal 10-23 Mei 2016.

2.

Tahap Kuantitatif

Content validity index

oleh 3 expert dilakukan di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta yang dimulai pada tanggal 15 juni 2016 – 2

Juli 2016, sedangkan uji coba instrument dilakukan pada 30 pembimbing

klinik di RSUD Gambiran Kota Kediri pada tanggal 16 – 19 Juli 2016.

D.

Batasan Istilah

[image:36.612.167.512.379.498.2]

1.

Tahap Kualitatif

Tabel 3.1 Batasan istilah penelitian terhadap persepsi pembimbing klinik

tentang kompetensi pembimbing klinik

Tema Sentral

Batasan Istilah

Parameter

Kompetensi

pembimbing klinik

Suatu

kemampuan

baik dari segi kognitif,

afektik

dan

psikomotor yang harus

dimiliki pembimbing

klinik

untuk

melakukan tugas dan

perannya dengan baik

Ditentukan dari hasil

FGD

dan

Indept

kepada partisipan dan

informan

melalui

kajian

35iterature

dengan expert

2.

Tahap Kuantitatif

Tabel 3.2 Definisi operasional penelitian terhadap pengembangan alat

ukur untuk mengukur kompetensi pembimbing klinik

Variabel

Definisi

Operasional

Parameter

Hasil Ukur

Skala

Alat ukur

kompeten

si

pembimb

ing klinik

Suatu alat ukur

yang

relevan

untuk

dapat

digunakan

mengukur

kompetensi

pembimbing

klinik

C

ontent

Validity

Index

dan

Intra-class

corelation

Jika

nilai

koefisien

untuk CVI

adalah skala

item

dan

skala

1.0,

serta

nilai

koefisisen

[image:36.612.171.511.575.707.2]
(37)

Variabel

Definisi

Operasional

Parameter

Hasil Ukur

Skala

ICC dalam

kategori

minimal

sedang

(0,40-0,59)

Alat ukur

kompeten

si

pembimb

ing klinik

yang

valid dan

reliabel

Suatu alat ukur

yang digunakan

untuk mengukur

mengukur

kompetensi

pembimbing

klinik

dengan

mempertimbang

kan

seberapa

jauh hasil item

alat

ukur

tersebut

konsisten

dan

dapat dipercaya

Korelasi

Produk

Moment

dan

uji

Alpha

Cronbach

teknik

Corrected

Item-Total

Correlation

Jika

koefisien

korelasi

item

terhadap

total ≥ 0,3,

pada

signifikansi

5% nilai r

tabel

0,361

dan

nilai ≥ 0,8

Nominal

E.

Intrument Penelitian

1.

Tahap Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi intrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri,

“the researcher is the key

instrument”

. Jadi peneliti merupakan instrument kunci dalam penelitian

kualitatif.

2.

Tahap Kuantitatif

Pada tahap ini instrument yang digunakan dalam penelitian ini

adalah hasil dari pengembangan makna final komptensi pembimbing

klinik menurut persepsi pembimbing klinik yang kemudian dilakukan

[image:37.612.169.512.107.383.2]
(38)

yang kemudian digunakan untuk uji coba alat ukur untuk menghasilkan

alat ukur yang valid dan reliabel sesuai dengan tujuan khusus penelitian

F.

Tehnik Pengumpulan Data

1.

Tahap Kualitatif

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilalukan pada

kondisi alamiah (

natural setting

). Macam tehnik pengumpulan data

kualitatif

adalah

observasi,

wawancara,

dokumentasi

dan

triangulasi/gabungan data (Sugiyono, 205). Pada penelitian ini adalah

menggabungkan antara

Focus Group Discussion

, dokumentasi dan

wawancara. Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a.

Focus Group Discussion

Focus Group Discussion ini dilakukan kepada partisipan

yaitu pembimbing klinik untuk mengetahui persepsi pembimbing

klinik tentang kompetensi pembimbing klinik, peran pembimbing

klinik, cara yang dilakukan saat membimbing mahasiswa praktik,

hambatan/kendala dalam membimbing mahasiswa, evaluasi

pembimbing klinik, budaya organisasi pembimbing klinik, serta

harapan pembimbing kepada pihak institusi.

Dalam proses ini peneliti membuat panduan untuk

melakukan FGD, dalam proses pengambilan data peneliti dan tim

(39)

membuat catatan. Hasil diskusi dimasukkan dalam format transkrip

diskusi. Proses diskusi dengan kisaran waktu 60-90 menit.

b.

Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya – karya

monumental dari seseorang (Sugiyono, 2015). Dokumen dalam

penelitian ini adalah lembar penilaian kinerja karyawan RS Baptis

Kediri yang digunakan untuk mengevaluasi karyawan secara umum

termasuk pembimbing klinik.

c.

Wawancara

Wawancara dalam penelelitian ini adalah kategori

in-dept

interview

, dimana dalam proses pengumpulan data peneliti

menggunakan pedoman wawancara tidak terstruktur untuk

menngumpulkan data tentang proses bimbingan klinik, sikap,

attitude dan pengetahuan pembimbing klinik, bagimana peran

pembimbing klinik dalam melakukan tugasnya, kompetensi

pembimbing klinik, evaluasi pencapaian kompetensi mahasiswa,

peran serta institusi dalam proses bimbingan yang dilakukan oleh

pembimbing klinik.

2.

Tahap Kuantitatif

Pada tahap ini peneliti mengembangkan alat ukur kompetensi

pembimbing klinik berdasarkan temuan pada tahap kualitatif. Instrumen

(40)

penilaian terhadap item yang dikembangkan. Alat ukur dinyatakan

relevan oleh lalu dilakukan ujicoba untuk mendapatkan alat ukur yang

valid dan reliabel.

G.

Validitas dan Reliabilitas

1.

Tahap Kualitatif

Peneliti menggunakan keabsahan data menurut Cresswell (2011)

yang terdiri dari

credibility, transferability, dependability

dan

confirmability

untuk mengkonfirmasi kebenaran penelitian

a.

Uji kredibilitas ini digunakan untuk menilai kebenaran dari temuan

yang didapatkan dari bermacam sumber data lebih dari 1 yang

dianalisis dari hasil wawancara dengan foto dan perekam suara.

Partisipan diberi kesempatan untuk membaca berulangkali dan

memberikan

member check.

b.

Transferability

, peneliti melakukan pendeskripsian yang detail, rinci

dan holistik terhadap konteks, situasi, ataupun latar belakng dari

sekumpulan sumber informasi sehingga pihak lain dapat

memberlakukan kesimpulan yang dihasilkan dari sumber jika

menemui situasi ataupun latarbelakang yang identik

c.

Dependability

, peneliti melakukan audit dari kseluruhan proses

penelitian yang dilakukan oleh auditor independent dalam hal ini

(41)

d.

Confirmability

, data harus objektif dan netral, peneliti melakukan

penelitian

confirmability

dengan mendiskusikan semua transkip

dengan orang lain, dalam hal ini adalah pembimbing.

2.

Tahap Kuantitatif

Pada tahap ini setelah alat ukur dilakukan uji validitas dan

reliabilitas untuk melihat relevansi pada item yang dikembangkan

melalui penilaian expert dengan menggunakan

Content Validity Index

(CVI) dan

Inter-Rater Reliability

(IRR).

a.

Content Validity Index

CVI ini digunakan untuk mengukur validasi isi alat ukur

yang dikembangkan berdasarkan penilaian

expert

.

Expert

akan

menilai setiap relevansi isi dari setiap item yang telah disusun.

Pendapat

expert

dikategorikan menjadi 4 pilihan yaitu 1 : tidak

relevan, 2 : agak relevan, 3 : cukup relevan, dan 4: sangat relevan.

Relevansi dari expert dapat digunakan apabila expert membari nilai

3 dan 4 pada kuesioner yang dikembangkan. Skala penilaian untuk

CVI dibagi menjadi 2 yaitu skala untuk item setiap instrument

(I-CVI) dan skala keseluruhan (S-(I-CVI). Menurut Lynn’s (1982) 6ang

dikutip oleh Polit (2006) nilai I-CVI 1.0 untuk kriteria penilai 3-5

expert dan I-CVI .78 untuk kriteria penilai 6-10 expert.

b.

Inter-Rater Realibility

IRR yaitu suatu metode penilain yang digunakan untuk

(42)

penilaian dari sebuah alat ukur. Analisis IRR bertujuan untuk

menentukan berapa banyak varians dalam skor yang diamati/dinilai

oleh

expert

yang menjadi penilai. Skala alat ukur yang akan dibuat

adalah ordinal sehingga dalam melakukan uji statistik reliabilitas

ini menggunakan

Intra-Class Correlation

(ICC). ICC cocok untuk

penelitian yang menggunakan dua atau lebih

expert

untuk menilai

alat ukur yang telah disusun, dan dapat digunakan ketika semua

item alat ukur yang dinilai oleh beberapa

expert

, atau ketika hanya

sebagian item alat ukur yang dinilai oleh beberapa

expert

dan

sisanya dinilai oleh satu

expert

. Cicchetti (1994) dalam Hallgren

[image:42.612.199.508.399.474.2]

(2012) menetapkan kategori IRR sebagai berikut

Tabel 3.3 Tabel Intepretasi IRR menurut Cicchetti (1994)

NO

Nilai IRR

Keterangan

1

< 0,40

Rendah

2

0,40 – 0,59

Sedang

3

0,60 – 0,74

Baik

4

0,75 - 1

Sangat Baik

Setelah alat ukur dinilai relevan alat ukur akan diujicoba

dan dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrument dengan

menggunakan korelasi Produk Moment dan uji Alpha Cronbach

teknik

Corrected Item-Total Correlation

H.

Tehnik Analisa Data

1.

Tahap Kualitatif

Tehnik analisa data pada penelitian kualitatif menurut Bogdan

(43)

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya

dapat diinformasikan kepada orang lain. Menurut Dey (1993) dalam

Savitri (2007) prosedur analisa data kualitatif yang dapat dilakukan oleh

peneliti pemula adalah dengan

describing

atau menjelaskan, pemaknaan,

kategorisasi, pengolahan,

constant comparative method

dan

connecting

categories

.

a.

Describing

atau menjelaskan

Pada langkah peneliti memberi penjelasan kepada

partisipan dan informan tentang maksud peneliti melibatkan dalam

penelitian. Setelah mendapatkan data peneliti mmembuat penjelasan

singkat tentang konteks penelitian diadakan, kedudukan informan,

peranan informan dan bagaimana informan terlibat dalam fenomena

yang dihadapi. Uraian atau deskripsi tersebut berdasarkan

interprestasi peneliti terhadap transkrip, situasi, informan dan

peneliti secara keseluruhan tentang pengembangan alat ukur untuk

mengukur kompetensi pembimbing klinik

b.

Pemaknaan (

Unitizing atau meaning units

)

Langkah ini peneliti mencoba menemukan satu makna,

satu idea tau satu episode peristiwa dari transkrip atau catatan

observasi yang ada. Peneliti membaca hasil transkip secara seksama

dan berulang dan menggunakan sensivitas teori, pemahaman

(44)

peneliti melakukan proses dekontekstualisasi, yaitu memisahkan

sekelompok dari konteksnya, mengelompokkan data yang

mempunyai makna yang sama. Peneliti mencoba mencari makna

yang tersembunyi dibalik penuturan informan dan partisipan tentang

pengembangan alat ukur untuk mengukur kompetensi pembimbing

klinik.

c.

Kategorisasi

Pada tahap ini peneliti akan mengelompokkan makna

tentang pengembangan alat ukur untuk mengukur kompetensi

pembimbing klinik. Peneliti akan membaca unit pemaknaan

berkali-kali hingga menemukan beberapa unit makna yang memiliki

kesamaan makna atau kemiripan situasi. Unit-unit pemaknaan inilah

yang kemudian dikelompokkan ke dalam satu kategori. Setelah itu,

peneliti harus menentukan kriteria atau aturan yang membuat unit

pemaknaan dimasukkan ke dalam kategori tertentu atau tidak.

Supaya proses kategorisasi dapat berjalan dengan baik, peneliti akan

memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki tentang

konteks lapangan, hipotesa-hipotesa, teori-teori dan konsep-konsep

yang ada, bahkan imaginasi dan intuisi.

d.

Constant comparative method

Tahap ini adalah tahap dimana peneliti membandingkan

berkali-kali secara induktif sehingga mendapatkan kategori yang

(45)

kategori dan diberikan criteria pengelompokan, apabila terdapat unit

pemaknaan yang tidak bisa dimasukkan dalam kategori yang sudah

ada maka akan dibuat kategori baru. Kegiatan ini akan dilakukan

oleh peneliti secara terus-menerus dan berulang kali hingga semua

kategori selesai terkelompokkan

e.

Connecting categories

Langkah terakhir dalam analisis penelitian kualitatif

adalah menghubungkan antar kategori hingga terbentuk hipotesis

atau terbentuk suatu kerangka konsep atau berupa suatu penjelasan

yang komprehensif. Kelima atau kesepuluh kategori final yang

ditemukan perlu dirangkai menjadi suatu penjelasan yang logis dan

berbasis data

2.

Tahap Kuantitatif

Tahap penelitian ini dimulai dengan mengembangkan alat ukur

berdasarkan temuan final kategori dari tahap kualitatif dengan melihat

konsep teori berdasarkan masing – masing kategori makna.

Setelah alat ukur selesai dikembangkan akan diserahkan

kepada expert untuk dilakukan penilaian pada setiap item yang

dikembangkan untuk melihat relevansi alat ukur. Alat ukur yang sudah

dilakukan penilaian akan di ambil dan dilihat untuk masukan pada setiap

item yang dikembangkan, apabila dalam pengembangan ada masukan

maka alat ukur akan direvisi seperti masukan para expert. Alat ukur

(46)

akan di olah menggunakan rumus menghitung CVI dengan bantuan MS

Excel untuk mengahasilkan nila I-CVI dan ICC.

Alat ukur yang dinilai sudah relevan akan dilakukan uji coba

kepada sampel yang sudah ditentukan yaitu 30 responden. Setelah data

terkumpul akan ditabulasi dan diolah unt

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terkait
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar  2.2 Kerangka Konseptual
Gambar 3.1 Alur exploratory sequential design
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pekerja yang mengonsumsi cairan dalam jumlah cukup atau sesuai dengan kebutuhan tubuh maka akan memiliki status hidrasi baik, sedangkan pekerja yang asupan cairannya tidak

Kelompok ini mencakup suatu usaha yang menyediakan tempat dan berbagai jenis fasilitas untuk memberikan kesegaran jasmani dan rohani yang mengandung unsur hiburan, pendidikan

Dengan meningkatnya kompetisi diantara tempat tujuan wisata maka dibutuhkan suatu desain yang berbeda dengan destinasi lainnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

FIA UB telah memastikan bahwa calon produk/lulusan yang tidak memenuhi persyaratan diidentifikasi dan dikendalikan untuk mencegah mereka lolos dari persyaratan

Berdasarkan hasil dari task pada bagian formulir uji ketergunaan” yang diberikan kepada responden untuk Evaluasi Sistem Informasi DPS maka dapat dilakukan

Pada penelitian ini digunakan madu sebagai bahan yang ditambahkan pada pembuatan minuman beluntas untuk memperbaiki sifat fisikokimia dan organoleptik dari minumam

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan Samsuar Said dalam siaran pers yang diterima Hukumonline, Selasa (27/3), menjelaskan sanksi pembekuan izin

Hal inilah yang mendasari pemilihan subjek penelitian pada kepala dinas kesehatan, karena diketahui bahwa mereka adalah pemimpin yang memiliki wewenang/otoritas