• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Aplikasi Herbisida Sulfosat Tunggal serta Campurannya dengan Paraquat dan Metsulfuron Metil dalam Pengendalian Gulma Alang-alang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Aplikasi Herbisida Sulfosat Tunggal serta Campurannya dengan Paraquat dan Metsulfuron Metil dalam Pengendalian Gulma Alang-alang"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

q

1

...

dengan bimbingan Allah

SWT,

dan kesabaran melaksanakan

a

kewajiban, karya sederhana ini kuharap berguna bagi orang

lain...takkan pernah bisa Aku lupakan jerih payah almarhum

[

bapakku, doa ibuku dan adik-adikku...dan Maknun ....y ang

j

M

menemani hari-hariku dalam berkarya

f,. I,! t! i:
(2)

KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL

SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT

DAN METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN

GULMA ALANG-ALANG (Imperatn cylindricn

(L.) Beauv.)

.

.

A/"

OLEH :

ASSARI AHMAD

A 31.1682

JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ASSARI AHMAD. Kajian Aplikasi Herbisida Sulfosat Tunggal serta Campurannya

dengan Paraquat dan Metsulfuron Metil dalam Pengendalian Gulma Alang-alang

(Imperata cylindrica (L.) Beauv.) (Dibimbing oleh IS HIDAYAT UTOMO dan

ADOLP PIETER LONTOH).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dosis herbisida yang efektif

dari aplikasi sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun

metsulfuron metil dalam mengendalikan gulma alang-alang.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa

Barat, dengan ketinggian tempat sekitar 360 m di atas permukaan laut, mulai bulan

Juni hingga Oktober tahun 2000. Sebagai perlakuan digunakan herbisida sulfosat,

paraquat, dan metsulfuron metil, untuk aplikasi pada alang-alang fase vegetatif yang

tumbuh di lapang, pada petak percobaan berukuran 3 m x 5 m. Aplikator yang

digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo, nozel kuning, dengan volume semprot

500 llha. Aplikasi dan pembabatan manual dilakukan pada alang-alang yang tumbuh

setelah 18 hari sebelumnya dibabat sampai permukaan tanah.

Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor

tunggal yang terdiri dari 13 perlakuan, antara lain : kontrol (SO), pembabatan manuti1

(B), sulfosat 0.36 kg b.a./ha (Sl), sulfosat 0.72 kg b.a./ha (S2), sulfosat 2.4 kg b.a./ha

(S3), campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan paraquat 0.138 kg b.a./ha (SIPI),

carnpuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha (SlP2), campurax

sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.138 kg b.a./ha (S2P1), campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha (S2P2), campuran sulfosat

0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha (SlMl), campuran sulfosat

0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a.1ha (SlM2), campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha (S2M1), dan campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a./ha (S2M2). Ulangan diberikan

(4)

efektif seluruh satuan percobaan 780 m2. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 8, 12

dan 16 MSA, meliputi persentase penutupan gulma (PPG) alang-alang, berat kering

daun alang-alang hidup dan berat kering rimpang alang-alang hidup.

Hasil perhit~mgan sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan

pengaruh yang nyata terhadap PPG d m berat kering daun pada 1, 2, 4, 8, 12 dan

16 MSA, sedangkan perhitungan pada berat kering rimpang menunjukkan pengaruh

yang nyata pada 2,4,8,12 dan 16 MSA.

Aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil

20 g b.a./ha menunjukkan penekanan penutupan gulma yang lebih baik daripada

pellggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha, dan tidak berbeda nyata dengan aplikasi

sulfosat 2.4 kg b.a./ha mulai 8 MSA hingga 16 MSA. Penggunaan campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a./ha memberikan penekanan berat

lcering daun yang sama dengal aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha, hingga 16 MSA, tetapi

tidak lebih baik daripada penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha, hingga

12 MSA. Perlakuan S2M2 memberikan pengaruh penekanan berat kering rilnpang

yang lebih baik daripada perlakuan S2 pada 12 MSA, dan berbeda nyata dengall

ltontrol hingga 16 MSA. Selain itu perlakuan S2M2 juga memberikan penekanan

berat kering rimpang yang sama dengan aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha. Penggunaan

catnpuran sulfosat dengan paraquat masih memberikan pengaruh penekanan PPG

yang sama dengan kontrol serta tidak memberikan penekanan berat kering d a m dan

ri~npang yang lebih baik daripada aplikasi masing-masing sulfosat tunggalnya

(5)

KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL

SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT

DAN METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN

GULMA ALANG-ALANG (Impcrata cyliit(1rica (L.) Beauv.)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

OLEH :

ASSARI AHMAD

A 31.1682

JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

: KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL

SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT DAN

METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN

GULMA ALANG-ALANG (Zmperata cylindrica (L.) Beauv.)

Nama Mahasiswa : ASSARI AHMAD

Nomor Pokok : A 31.1682

Program Studi : AGRONOMI

Dosell Pembimbing I Dosen Pembimbing I1

-

c A s e w - -

-

Ir H. Is Hidayat Utomo, MS.

NIP. 130 875 596

Mengetahui,

Daya Pertanian

(7)

Peilulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 November 1975 sebagai anak

pertana dari lima bersaudara, putra pasangan Alm. Aclunad Chotib dan Asiyah.

Pada t d u n 1982 Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di

TK Raudhatul Ulum di Jakarta dan menamatkan pendidikan sekolah dasar pada

tahun 1988 di SD Negeri Pulo 02, Kebayoran Baru, Jakarta. Selanjutnya Penulis

ineinasuki sekolah meilengah pertama di SMP Negeri 12, Kebayoran Baru, Jakarta,

tahun 1988 dan inenyelesaikannya tahun 1991. Tahun 1991 Penulis melanjutkan

pendidikal sekolah menengah atas di SMA Negeri 46, Kebayoran Baru, Jakarta,

lulus pada tahuil 1994.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa tingkat persiapan bersama di Institut

Perta~~ial Bogor pada tahun 1994 inelalui jalur Undangan Saringail Masuk IPB

(USMI). Selanjutnya pada tallun 1995 Penulis memasuki Program Studi Agronomi,

Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertmian Bogor. Penulis

turut aktif meiljadi anggota Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Forum Komunikasi

dail Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK HIMAGRI) tahun

1995 - 1997 dan berperan serta menjadi pengurus Badan Civa Muslim Jurusan

Budidaya Pertanian Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, tahun

1996 -1997. Selain itu penulis juga menjadi pengurus dan anggota Komisi Asrama

(8)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lnampu terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT atas

karuniaNya pada penyusunan karya ilmiah ini. Puji syukur juga atas rahmatNya kita

lnasih dala~n keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan semua kewajiban kita.

Karya ilmiah ini dibuat penulis dalain rangka memenuhi syarat untuk meraih

gelar sarjana di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Peltalian

Bogor. Penulisan didasarkan pada penelitian tentang pengendalian gulma alang-

slang yang mengarnbil lokasi di daerah Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pelaksanaan salah satu tugas akhir ini sangat bertnanfaat bagi penulis dalatn

menamball wawasail pengetahuan khususnya illnu gulma. Penulis berharap dapat

iltut serta ~nemberikan sumbangan tenaga serta fikiran semampunya untuk bidang ini

di masa yang akan datang.

Suatu keselnpatan yang berharga untuk lnengungkapkan rasa terima kasih yang

tulus kepada :

1. Bapak Ir H. Is Hidayat Utomo, MS. dan Bapak Ir A. Pieter Lontoh, MS., sebagai

dosen pembimbing penulis

2. Bapak Ir Hariyadi, MS. sebagai wakil urusan skripsi sekaligus dosen penguji

3. Orang tua penulis, khususnya Bapakku Achmad Chotib (alm.) serta seluruh

keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan segalanya

4. Maltnun, yang selalu menemaniku dan menjadi motivasi dalam bekerja

5. Selnua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Semoga selnua doa, bantuan, bimbingan, dan kebaikan tersebut meildapat

galljaran yang setirnpal dari Yang Maha Kuasa.

Penulis berharap selnoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Bogor, September 2001

(9)

DAFTAR

IS1

Halaman

DAFTAR TABEL

...

v

DAFTAR GAMBAR

...

vi

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

. .

Tujuan Penel~t~an

...

4

Hipotesis

...

4

TINJAUAN PUSTAKA

...

5

Gulma Alang-alang dan Permasalahannya

...

5

Pengendalian Alang-alang Secara Kimia

...

. .

Campuran Herb~sida

...

...

Sulfosat

...

Paraquat Metsulfuron Metil

...

BAHAN DAN METODE

...

. .

Teinpat dan Waktu Penelltian

...

Bahan dan Alat

...

Metode Penelitian

...

. . ...

Pelaksanaan Penel~tian 16 HASIL DAN PEMBAHASAN

...

17

...

Persentase Penutupan Gulma Alang-alang 17 Berat Kering Daun Alang-alang

...

21

...

Berat Kering Rimpang Alang-alang 25 KESIMPULAN DAN SARAN

...

29

...

Kesimpulan 29 Saran

...

29

DAFTAR PUSTAKA

...

30
(10)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma

Alang-alang

...

18

2. Peilgaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Alang-alang

...

23

3. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Rimpang

Alang-alang

...

27

Lampiran

1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Alang-alang

...

34

2. Sidik Ragam Berat Keriilg Daun Alang-alang

...

34
(11)

DAFTAR GAMBAR

. .

1. Struktur Klm~a Sulfosat

...

11

. .

...

2. Struktur K ~ r n ~ a Paraquat 12

...

3. Struktur Kimia Metsulfuron Metil 13

4. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma

Alang-alang

...

21

5. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering

Daun Alang-alang

...

25

6. Pengauh Perlakuan terhadap Berat Kering

...

Rimpang Alang-alang 28

...

1. Denah Petak Percobaan 36

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gulma adalah tumbuhan yang m u m berada di lingkungan hidup manusia,

dapat terlihat sadar atau tidak sadar, lnampu menginfestasikan diri di sisi jalan, pagar-

pagar rumah, saluran air, kolam, kebun dan taman, lahan penggembalaan, lahan

pertanian, serta hutan. Gulma adalah bagian yang tidak terlepas dari dunia pertanian

dan mempengaruhi penggunaan lahan, nilai ekonomi lahan, serta nilai estetika lahan.

Gulma sendiri sesungguhnya terbentuk karena kondisi perubahan ekosistem

yang dikehendaki manusia, yaitu perubahan dari ekosistem yang heterogen menjadi

lebih homogen. Pada kondisi seperti demikian, gulma menjadi salah satu komponen

dengan populasi yang cukup besar (Utomo dan Chozin, 1997).

Pengendalian gulma merupakan suatu ha1 yang mutlak dilakukan untuk

mempertahankan kesinambungan produksi pertanian karena gulma berkompetisi

secara lcuat dengan tanaman pokok dalam mendapatkan cahaya, air, hara, dan ruang

hidup. Gulma juga menggmggu pemanenan dan proses pemeliharaan tanaman pokok

seperti pemupukan, selain itu dapat menjadi inang bagi hama, penyakit, dan

nematoda (Anderson, 1977).

Anderson (1977) mengemukakan bahwa praktek yang digunakan untuk

lnernbatasi pertunbuhan dan penyebaran gulma dikelompokkan menjadi :

(1) pencegahan, yang ditekankan untuk mencegah terintroduksinya gullna ke dalam

suatu areal secara lokal maupun regional dengan undang-undang, (2) eradikasi, yaitu

usaha memberantas seluruh bagian vegetatif dan reproduktif gulma sehingga tidak

akan lnalnpu muncul kembali di suatu areal kecuali diintroduksikan lagi, dan

(3) pengendalian, yaitu usaha menjembatani kedua metode di atas dimana infestasi

gulrna pada suatu areal dikurangi, tetapi tidak dimusnahkan secara keseluruhan.

Tindakan pengendalian bertujuan untuk menekan populasi gulma sampai

tingltat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi. Ada empat metode

(13)

Penggunaan herbisida merupakan metode pengendalian secara kimia yang

menawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghindari kerusakan fisik akibat

pengendalian secara mekanis maupun manual, menekan biaya yang tinggi,

meinpersingkat waktu, d m penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit. Aldrich

(1984), menyatakan bahwa herbisida memberikan kontribusi yang cukup besar dalam

rancangan budidaya pertanian dengan meminimumkan kehilangan hasil akibat gulma,

dalam suatu sistem produksi pertanian.

Ilerbisida tidak hanya digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman

pertanian, taman-taman dan kebun, tetapi juga untuk memhuat lanskap yang lebih

menarik, meinberikan mutu hijauan yang lebih baik sebagai pakan ternak, dan

memperbaiki pemandangan yang lebih baik di sepanjang sarana jalan (Muzik, 1970).

Salah satu jenis gulma pionir yang mampu beradaptasi secara luas adalah

alang-alang. Gulma dengan rimpang tahunan ini dapat ditemukan hampir pada

seluruh areal di daerah tropis dan sebagian sub tropis, sampai ketinggian 2 600 meter

di atas permukaan laut. Kepadatan populasi alang-alang pada areal yang tidak

terganggu mencapai 3

-

5 juta individulha dengan berat kering 7 - 18 toidha,

sedangkan berat kering rimpangnya sekitar 3 - 11 tonlha (Suryaningtyas et. al., 1996). Herbisida telah lama digunakan dalam pengendalian alang-alang (Soerjani,

1970). Pengendalian alang-alang dengan herbisida memberikan efek mematikan

yang jauh lebih tinggi dari cara mekanis, serta menghemat waktu dan tenaga kerja

(Utomo, Lontoh dan Wiroatmodjo, 1991). Alternatif tersebut memerlu

perencanaan dan perhitungan yang matang karena berhubungan erat dengan

pengendalian dan efektifitas herbisida yang dipakai.

Menurut Bahar dan Kartaatmadja (1997), penggunaan herbisida di Indonesia

inenunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan konsumsi herbisida sebesar

100 % terjadi dalam kurun waktu 4 tahun, antara tahun 1992 sarnpai 1996. Gurning

dan Purba (1997), menyatakan bahwa impor herbisida meningkat rata-rata sebesar 30 % per tahun, antara tahun 1993 sampai 1996. Impor yang lebih besar akan terjadi

(14)

Pemakaian herbisida sampai saat ini telah dikembangkan lebih intensif dan

ekonomis. Penggunaan dosis yang rendah, aman terhadap lingkungan d m

fleksibilitas formulasi (dapat dikombinasikan dengan herbisida lain) serta mencari

kemungkinan kompabilitas campuran herbisida adalah beberapa pertimbangan

penting dalain teknik pengembangan herbisida (Murakami, 1997).

Pada umurnnya herbisida yang dipakai sekarang terdiri dari berbagai jenis

bahan aktif, baik berbahan aktif tunggal maupun campuran, yang dikemas dalam

berbagai formulasi (Utomo, Bangun dan Rahman, dalam Bangun, Sutarto dan

Ginting, 1995). Dalam pencampuran herbisida, informasi mengenai formulasi dan

lcelarutan sangat dibutuhkan untuk melihat kedekatan sifat fisik dari masing-masing

herbisida, disamping sifat interaksi yang terbuka dengan herbisida lain.

Sulfosat termasuk herbisida sistemik pasca tumbuh dengan spektrurn yang

luas dalam mengendalikan gulma pada berbagai keadaan pertanaman. Sulfosat

direkoinendasikan untuk mengendalikan dominasi gulma alang-alang pada lahan

yang akan diusahakan (Anonim, 1994). Metsulfuron metil adalah herbisida sistemik

pra tumbuh dan pasca tumbuh untuk mengendalikan gulma annual atau perennial

secara selektif. Paraquat adalah herbisida kontak, bersifat non selektif, dan bekerja

cepat meinatikan berbagai jenis gulma. Menurut Tomlin (1994), dalam aplikasi

campuran, metsulfuron metil maupun paraquat kompatibel dengan banyak herbisida.

Penelitian untuk mencari kemungkinan reduksi kuantitas aplikasi herbisida

bertujuan diantaranya untuk meminimalkan pencemaran pada lingkungan (Utomo,

1989). Selain itu, sampai saat ini telah dilakukan berbagai penelitian untuk mencari

lcombinasi herbisida yang lebih menguntungkan. Meningkatnya jenis gulma toleran

terhadap satu jenis herbisida membutuhkan upaya untuk mencari kombinasi yang

efektif, mengurangi biaya, serta menurunkan akibat yang ditimbulkan oleh aplikasi

herbisida dosis tinggi terhadap lingkungan (Kropff dan Laar, 1993).

Pencampuran sulfosat dengan paraquat dan metsulfuron metil dalam

lnengendalikan alang-alang merupakan aspek yang menarik untuk dikaji. Selain

dosis yang digunakan dapat dikurangi, diharapkan juga mampu memberikan daya

(15)

Dengan latar belakang ini, perlu kiranya dikaji aplikasi herbisida sulfosat tunggal dan

campuran sulfosat dengan paraquat maupun metsulfuron metil terhadap alang-alang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilalcukan untuk mengetahui tingkat dosis herbisida yang efektif

dari aplikasi sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun

lnetsulfuron metil, dalarn pengendalian gulma alang-alang.

Hipotesis

Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah terdapatnya dosis efektif dari

aplikasi herbisida sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Gulma Alang-alang dan Permasalahannya

Alang-alang dengan nama ilmiah Imperata cylindrica (L.) Beauv. adalah salah satu jenis gulma yang banyak terdapat di lahan pertanian baik di daerah tropis

lnaupun sub tropis, dengan daerah tumbuh sampai ketinggian 2 000 m di atas

permukaan laut (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, 1984). Di Indonesia,

alang-alang menempati areal yang cukup luas, sekitar 8.5 juta ha (Garrity, 1997).

Di daerah Asia Tenggara dan sebagian Afrika, alang-alang mampu berbunga

sepanjang tahun apabila kondisi lingkungannya menguntungkan. Diketahui bahwa

produltsi rimpang alang-alang yang menyebabkan dominasi gulma jenis rumput-

runlputan tersebut pada suatu areal daripada produksi bijinya (Mercado, 1986).

Menurut Mangoensoekarjo (1983), alang-alang adalah gullna tahunan,

berimpang dengan diameter hingga 8 mm, tinggi sekitar 15 - 125 cm dengan jumlah

buku 1 - 3 buah. Daun berbentuk pita dengan panjang 5 - 15 cm, lebar 2 - 8 mm,

per~nukaan daun berbulu, tepi daun bergerigi, tajam dan kesat. Tempat pertemuan

helai dan pelepah daun berbulu sutra lebat, dan buku berambut. Bunga majemuk

berbentuk malai dengan warna putih yang panjangnya 10 - 30 cm, berbentuk

silindris. Alat perbanyakan alang-alang adalah biji dan rimpang. Mata tunas yang

terletak di ujung rimpang mempunyai daya tumbuh yang lebih baik daripada inata

tunas pada bagian lainnya. Rimpang alang-alang yang terpotong menjadi beberapa

ruas berpotensi menjadi individu baru.

Kebanyakan rimpang alang-alang berada pada lapisan tanah sedaliun 15 cm

dan ~nasih dite~nui pada kedalaman 85 cm pada tanah yang gembur (Soerjani, 1970).

Mercado (1986) menyatakan bahwa penyebaran rimpang tertinggi berada pada

lcedalaman 25 - 30 cm dari permukaan tanah. Menurut Soerjani dan Soelnarwoto

(1969) dalam Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo (1984), tunas pada rimpang berkembang menjadi individu baru dalam waktu 12 hari, kemudian secara cepat

(17)

Perkeinbangan alang-alang yang cepat disebabkan ole11 keinampuannya

mengefisiensi kapasitas reproduksi, baik dengal biji maupun bagian vegetatif, selain

itu alang-alang mampu menghasilkan berat kering yang tinggi, mencapai 0.1 1 ghari

dengan berat kering tajuk mencapai 11.5 tonlha (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan

Wiroatmodjo, 1984). Disamping produksi berat kering untuk menunjang kompetisi,

alang-alang juga menghasilkan zat allelopati yang menyebabkan gulma tersebut

tumbuh secara murni dan mendominasi areal yang luas.

ICemampuan memperbanyak diri secara efisien dengan rimpang dan biji

~nenyebabkan alang-alang sulit dikendalikan secara manual. Alang-alang ternlasuk

gulma dominan dengan perhunbuhan cepat pada lahan bukaan baru dengan

lcetersediaan air yang cukup (Hakim dan Pasaribu, 1997). Demikian pula halnya di

lahan perkebunan dimana alang-alang menjadi prioritas penting untuk dikendalikan,

karena selain mampu bersaing secara kuat dengan tanaman pokok, populasi alang-

alang yang luas dapat menyebabkan kebakaran hutan dan areal perkebunan pada

musim kemarau. Alang-alang juga msunpu beradaptasi dan mendominasi areal

pertanaman berpindah, sehingga pengelola lahan meninggalkan begitu saja lahannya

setelah beberapa tahun ditanami (Suryaningtyas, et. al., 1966).

Beberapa kerugian dari kompetisi alang-alang terhadap tanaman pokok, antara

lain : kematian tanaman muda, menekan pertumbuhan dan pengkerdilan tanaman,

pengurangan kuantitas dan kualitas hasil panen, menyerap pupuk dan menyebabkan

stres air pada tanaman di musim kemarau. Selain itu alang-alang menyebabkan

tertundanya produksi tanaman tahunan, inisalnya penundaan hingga 2 - 4 tahun pada

produksi tanaman karet (Suryaningtyas et. al., 1996).

Mercado (1986) mengemukakan beberapa metode pengendalian alang-alang

dengan penekanan kepada cara mekanis dan kimia. Pembabatan dapat dilakukan

beberapa kali sebelum tajuk berkembang optimal, selain itu pengolahan tanah

sedalam 15 - 20 ern dapat dilakukan untuk mematikan atau mencegah tumbuhnya

tunas baru pada rimpang, dan juga alternatif pemberian naungan yang diharapkan

(18)

mengingat penggunaan biaya, waktu, dan tenaga yang lebih sedikit dari pada cara

melcanis dan manual.

Soerjani (1970) mengemukakan bahwa pembabatan secara sequential mampu

menekan pertumbuhan alang-alang, karena secara fisiologis pembabatan terus-

menents menyebabkan pembentukan dan pengurasan karbohidrat. Namun seperti halnya cara manual dan pengolahan tanah, metode ini juga kurang efisien dari segi

biaya, waktu, dan tenaga.

Pengendalian Alang-alang Secara Kimia

Penggunaan bahan kimia dalarn mengendalikan gulma sebagian telah

menggantikan pekerjaan manual dan mekanis yang melnbutuhkan tenaga, waktu, dan

biaya yang cukup besar. Input produksi yang besar seperti peralatan, bahan bakar,

dan tenaga manusia, serta perlunya peningkatan hasil pertanian menyebabkan

pentingnya pengembangan dan penggunaan metode terbaik dalarn pengendalian

gulma (Klingman dan Ashton, 1975).

Perkembangan ilmu gulma diawali dengan penemuan bahan kimia pembunuh

tumbuhan yang dikenal dengan herbisida. Bahan kimia tersebut pertama kali

ditemukan tahun 1896 kemudian semakin berkembang pesat sejak ditemukannya

herbisida sistemik golongan fenoksi 2,4-D dan MCPA pada tahun 1940-an. Begitu

eratnya ilmu gulma dengan herbisida, sehingga mayoritas penelitian tertumpu pada

ha1 yang berkaitan dengan herbisida (Gurning dan Purba, 1997).

Banyak anggapan bahwa penggunaan herbisida untuk mengendalikan alang-

alang adalah mahal dan beresiko tinggi terhadap lingkungan. Namun apabila

dibandingltan dengan cara mekanis, herbisida yang tepat jenis, serta aplikasi dan

waktu yang tepat, akan memberi efek mematikan alang-alang jauh lebih tinggi dari

pada cara mekanis (Utomo, Lontoh dan Wiroatmodjo, 1991). Penggunaan herbisida

untuk mengendalikan alang-alang banyak dilakukan, karena selain dapat menekan

gulma, juga menghemat tenaga kerja untuk penyiangan dan secara ekonomi lebih

(19)

tnenawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghindari kerusakan fisik akibat

pengendalian secara mekanis maupun manual.

Menurut Mercado (1986), pengendalian alang-alang secara ltimia lebih

menguntungkan apabila menggunakan jenis herbisida yang bereaksi cepat dari tajuk

~nenuju rimpang dan bekerja aktif dalam proses metabolisme tumbuhan sampai

seluruh sistem dan jaringan tumbuhan itu mati. Sedangkan menurut Rusdi,

Wiroat~nodjo dan Utomo (1988), adanya herbisida yang dapat lnempengarubi bagian

bawah tanah dari alang-alang akan memperbaiki pengendalian yang dilakukan.

Kurangnya efektifitas translokasi herbisida ke bagian bawah tanah alang-alang

~nungkin merupakan alasan utama rendahnya pengendalian gulma ini.

Soerjani (1970) rnenyatakan bahwa penelitian dan studi pustaka mengenai

sejauh mana herbisida mampu mengendalikan alang-alang adalah tidak mudah. Suatu

herbisida dengan beberapa tingkat dosis yang sangat berbeda mungkin saja

~nemberikan hasil pengendalian yang sama, di lain pihak pada dosis yang sama

malnpu ~nemberikan hasil yang berbeda bahkan bertentangan. Selanjutnya dikatakan

bahwa selain dosis yang digunakan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

hasil pengendalian, antara lain : keadaan tanah, iklim dan biotipe alang-alang.

Campuran Herbisida

Murakami (1997) menjelaskan mengenai teknik pengenlbangan herbisida,

antara lain : spektn~m dan selektifitas herbisida yang secara umurn lebih realistik

untuk mengembangkan herbisida yang mempunyai target gulma tertentu dan

pemakaian dosis herbisida yang rendah, aman terhadap lingkungan serta fleksibilitas

formulasi herbisida (dapat dikombinasikan dengan herbisida lain), kemudian mencari

kemungkinan kompabilitas dari herbisida-herbisida yang mempunyai sifat sinergis.

Utomo (1989) mengemukakan bahwa untuk memperoleh hasil pengendalian

yang tinggi, dapat dilakukan beberapa upaya modifikasi aplikasi herbisida, misalnya

dengan ~ne~nperhatikan kemungkinan efek sinergis dari pencampuran herbisida.

Selain ~nereduksi kuantitas aplikasi, pencampuran beberapa bahan aktif herbisida

(20)

Guri~ing dan Purba (1997) menguraikan peluang ke arah pengurangan dosis

rekomendasi karena pada hakekatnya dosis rekomendasi didasarkan pada hasil

peilgujian awal herbisida dengan kisaran kondisi yang cukup luas.

Pertimbangan penting yang dapat diambil dalam pencampuran herbisida

alltara lain untuk memperluas spektrum pengendalian (Sukman dan Yakup, 1995),

~neng~uangi pengaruh resistensi gulma akibat aplikasi herbisida sejenis secara terus

lllellerus (Utomo, Bangun dan Ralunan, dalam Bangun, Sutarto dan Ginting, 1995),

tnengurailgi residu agrokimia terlladap lingkungan dan tanaman, serta pengurangan

biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga kerja.

Menurut Sutidjo (1974), pencampuran herbisida dapat mempertinggi

efektifitas dan selektifitas herbisida yang digunaltan. Selanjutnya dikemukakan

bahwa terdapat dua ha1 yang harus diperhatikan dalam pencampuran herbisida, yaitu :

herbisida yang dicampur tersebut harus kompatibel atau tidak ada perubahan fisik

akibat pencampuran, dan interaksi yang diperoleh harus mengu~tungkan.

Menurut Sumaryono dan Basuki dalanz Tjitrosoedirdjo, Tjitrosoedirdjo dan

Utomo (1988), efektifitas herbisida dapat ditingkatkan dengan mencampurkan dua

jellis herbisida atau dengan menambahkan adjuvant (menambah daya peracunan),

sehingga pemakaian herbisida dapat dihemat. Selain campuran berupa formulasi

dalaill ke~llasa~l @rmulated mixture), pencampuran herbisida juga dapat dilakukan di

tangki aplikator (tank mixture),

Mercado (1979) mengeinukakal bahwa ulltuk menilai efektifitas yang

ditimbulkan oleh adanya interaksi harus memperhatikan dosis herbisida yang

digunaltan dan waktu pengamatan terhadap gulma sasaran. Kemudian dikatakan

bahwa hasil pengendalian yang baik di awal pengamatan, mungkin saja tidak di

julnpai di akhir pengamatan.

Campuran dua atau lebih herbisida akan menimbulkan perubahan biofisik dan

biokimia baik yang ada di dalam tanah maupun tumbuhan, sehingga respon tumbuhan

aka11 bervariasi. Respon dan kepekaan gulma terhadap herbisida sangat dipengaruhi

(21)

antara lain genetik, fisiologi, anatomi, dan morfologi tumbuhan, sedangkan faktor

luar meliputi cahaya, suhu, kelembaban, nutrisi dan pH tanah (Moenandir, 1995).

Sulfosat

Sulfosat merupakan herbisida purna-tumbuh, sistemik, bersifat non selektif

dan mernpunyai spektrum pengendalian yang luas. Sulfosat mempunyai nama kimia

N-(phosponomethyl)-glycine-trimethyl-sulphoni~~m. Herbisida ini dipergunakan

untuk mengendalikan gulma golongan rumput, teki, dan berdaun lebar. Struktur

kimia sulfosat ditunjukkan pada Gambar 1.

Sulfosat dengan bahan aktif 480 g/l terdapat dalam formulasi Touchdown,

berbentuk larutan cair berwarna kecoklat-coklatan. Tomlin (1994) mengemukakan

bahwa sulfosat merupakan pengembangan dari glifosat, yakni penggantian kation H+

dengall trimetil-sulfonium (trimesium), pemakaian sulfosat dengan herbisida lain

akan mellurunkan aktifitasnya.

Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996) mengemukakan bahwa sulfosat tersusun

atas glifosat (anion), trimesium (kation), dan alkypolyglucoside (adjuvant). Absorbsi

pada tumbuhan tidak hanya ditingkatkan oleh sistem adjuvant tetapi juga oleh kation

trimesium. Aksi ganda dari anion dan kation pada sulfosat, ditambah dengan sistem

adjuvant aka1 menambah aktifitas herbisida untuk membunuh gulma lebih cepat.

Menurut Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996), sulfosat lebih efektif dari

glifosat dalam ha1 kemampuan dan kecepatan absorbsi untuk mematikan gulma

sasaran. Adanya beberapa ion logam dalaln air yang kurang bersih dalam larutan

aplikasi akan mengurangi efikasi sulfosat terhadap gulma tetapi masih lebih baik

apabila dibandingkan dengan herbisida glifosat.

Sulfosat diaplikasikan ke bagian tanaman melalui daun dan batang yang tidak

berkayu. Pengambilan terjadi melalui difusi da11 dapat diperbesar dengan kondisi

li~lgkullgan yang memungkinkan, misalnya kelembaban relatif yang tinggi. Di dalam

tumbuha~~, sulfosat ditranslokasikan melalui floem secara akropetal dan basipetal

(22)

Pengaruh sulfosat terhadap tumbuhan akan terlihat cepat akibat akumulasi

pada dinding sel meristem aktif, kemudian mempengaruhi metabolisme sel, sehingga

pertumbuhan sel dihambat. Tomlin (1994) menyatakan bahwa sulfosat menghambat

pembentukan asam amino dan selanjutnya mencegah sintesa protein. Sulfosat juga

menghambat fotosintesis dan inenurunkan tiilgkat produksi IAA sehingga

menyebabkan kenlatian daun dan akar. Akumulasi sulfosat terdapat pada akar,

hizorne, dan stolon, sehingga gulma dapat tereradikasi secara le~lgkap untuk me~lcegah pertumbuhan kembali.

Gambar 1. Struktur Kimia Sulfosat

Paraquat

Paraquat adalah herbisida purna-tumbuh, kontak, dan non selektif, dengall

llama kimia 1,l Dimethyl-4-4 bypiridilium. Paraquat dengan bahan aktif paraquat

diklorida 276 gll, setara dengan paraquat ion 200 g/l terdapat pada formulasi

Gramoxone, berbentuk larutan pekat benvarna biru tua kehijauan. Struktur kimia

paraquat dapat diihat pada Gambar 2.

Paraquat membunuh jaringan hijau tanaman dengan cepat pada kondisi

intellsitas cahaya yang tinggi karena toksisitas paraquat tergantung pada fotosintesis

(Anderson, 1977). Molekul berbisida yang telah mengalami penetrasi ke dalam daun

atau bagian tumbuhan yang hijau, apabila terkena sinar matahari akan menghasilkan

hidrogen peroksida (H202) yang lcemudian merusak membran sel (Tjitrosoedirdjo,

Utomo dan Wiroatmodjo, 1984).

Paraquat merusak jaringan hijau tanaman, namun akan berubah dengan cepat

(23)

kation ganda pada paraquat dan muatan negatif dari mineral liat yang menyebabkan

ikatan kompleks tidak aktif. Paraquat mudah diencerkan dan dicampur dengan

herbisida lain karena kompatibilitasnya tinggi (Tomlin, 1994).

Alctifitas dan reaksi ki~nia paraquat tergautung pada kationnya dan tidak

dipengaruhi sifat gabungan anion. Bagian aktif paraquat adalah garam dikloridanya,

dan tempat altsi terjadi pada kloroplas. Ion herbisida direduksi melalui proses

fotosintesis menjadi radikal stabil dan mengalami auto-oksidasi membentuk ion

bypiridilium serta I1202 (LeBaron dan Gressel, 1982).

Gambar 2. Struktur Kimia Paraquat

Metsulfuron Metil

Metsulfuron metil mempunyai nama kimia metil 2,-{{{{(4-metoksi-6-6 metil,

1-3, 5, triazin-2-yl) amino) karbonil) -amino) sulfonil) benzoat. Metsulfuron metil

adalah herbisida pra tumbuh d m purna tumbuh, bersifat sistemik dan selektif.

Metsulfuron metil dengan bahan aktif sebesar 20 % dari formulasinya terdapat pada Ally 20 WDG, berbentuk butiran granul yang dapat terdispersi dalam air.

Strulctur kimia metsulfuroil metil dapat dilihat pada Gambar 3.

Metsulfuron metil termasuk turunan molekul sulfonil-urea dengan dosis

penggunaan yang rendah, sekitar 2

-

75 g b.a./ha. Menurut Gurning (1995),

metsulfuron inetil banyak diaplikasikan secara tunggal pada padi sawah di Indonesia,

sehingga hanya dapat digunakan pada spektrum gulma terbatas. Pada kenyataannya

banyak spesies gulma di lapang, sehingga pemakaian herbisida secara tunggal kurang

[image:23.608.162.438.277.347.2]
(24)

Tomlin (1994) mengemukakal bahwa metsulfuron metil kompatibel dengan

banyak herbisida dan lebih efektif apabila ditarnbah surfactant. Metsulfuron metil

digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulina jenis teki.

I-Ierbisida ini akan terurai di dalam tanah dan air melalui degradasi oleh mikroba dan

inelalui hidrolisis secara kimia membentuk senyawa-senyawa yang tidak beracun.

Gejala kl~usus kematian akibat metsulfuron metil belum terlihat pada satu atau tiga

minggu setelah aplikasi.

Molekul kimia metsulfuron metil bekerja menghentikan proses pembelahan

sel tumbuhan serta menghambat biosintesis asam amino valin dan isoleusin yang

dibutuhkan tanaman. Metsulfuron inetil diserap melalui daun dan akar, kemudian

ditranslokasikan secara akropetal dan basipetal, sehingga perturnbuhan pucuk akan

segera terhanbat. Metabolisme herbisida ini terjadi lewat mekanisme hidroksilasi

cinciil fenil dail konyugasi dengan glukosa (Tomlin, 1994).

[image:24.602.186.435.377.467.2]
(25)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di areal terbuka kawasan Kecamatan Cigudeg, Jasinga,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dengan ketinggian sekitar 360 m di atas permukaan

hut. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah podzolik merah kuning dengan kisaran

pH 4.0 - 6.0. Curah hujan rata-rata sebesar 4 563 mmltahun, berdasarkan kategori

ikliin Oldeman termasuk beriklim basah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Juni sallpai Oktober tahul12000.

Bahan dan Alat

Dalrun penelitian ini digunakan alang-alang fase vegetatif yang tumbuh di

lapang dengan mengusahakan kondisi yang seragam untuk seluruh petak percobaan.

Sebagai perlakuan digunakan herbisida sulfosat 0.480 kg b.a.11 dalam forinulasi

Touchdown 480 AS

,

paraquat diklorida 0.276 kg b.a.11 dalam formulasi Gramoxone,

dan metsulfuron metil 20 % b.a. dalam formulasi Ally 20 WDG, serta pembabatan manual. I-Ierbisida dilarutkan dalam air dan pembabatan manual menggunakan arit.

Aplikator yang digunakan knapsack sprayer tipe Solo, dengan nozel polijet

kuning. Alat bantu lain yang digunakan adalah gelas ukur 1000 ml dan 100 ml, pipet,

oven 80°c, timbangan digital, kuadran berukuran 50 cm x 50 cm, meteran, ajir

bambu, cangkul, garu, arit, tali dan ember plastik.

Metode Penelitian

Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor

tunggal yang terdiri dari 13 perlakuru~. Ulangan diberikan sebanyak 4 kali untuk tiap

perlakuan, sehingga seluruhnya berjumlah 52 satuan percobaan. Petak percobaan

(26)

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini antara lain :

(1)

so

: petak kontrol, tanpa perlakuan

(2) B : pembabatan manual

(3) s 1 : aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha

(4) s 2 : aplikasi sulfosat tungga10.72 kg b.a./ha

( 5 ) s 3 : aplikasi sulfosat tungga12.4 kg b.a.1 ha

(6) S l P l : aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

paraquat 0.138 kg b.a./ha

(7) SIP2 : aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

paraquat 0.276 kg b.a.1ha

(8) S l M l : aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil 15 g b.a./ha

(9) S1M2 : aplikasi campurail sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil20 g b.a./ha

(10) S2P1 : aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

paraquat 0.138 kg b.a./ha

(1 1) S2P2 : aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

paraquat 0.276 kg b.a.ka

(12) S2M1 : aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil 15 g b.a./ha

(13) S2M2 : aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil20 g b.a./ha.

Model linier yang digunakan untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan

adalah : Yij = p

+

~i

+

yj

+

cij

,

dimana :

Yij = i~ilai pengamatan pada perlakuan Ice-i, kelompok ke-j

I-1 = rataan umum

Ti = pengaruh perlakuan ke-i

'YJ = pengaruh kelompok ke-j

(27)

Perhitungan sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan

terhadap hasil pengamatan. Uji lanjut menggunakan prosedur Duncan Multiple Range Test, apabila hasil uji F terhadap perlakuan dinyatakan berbeda nyata.

Pelaltsanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan persiapan lahan, antara lain :

pembersihan lahan dari gulma selain alang-alang, pembabatan alang-alang sampai

permukaan tanah, dan pembuatan petak-petak berukuran 3 m x 5 m dengan ajir

ba~nbu dan tali plastik. Setelah bagian vegetatif tumbuh sampai sebelum masa

pemb~ulgaan (18 hari setelah pembabatan), dilakukan aplikasi herbisida yang sesuai

dengan perlakuan, dan pembabatan manual dengan arit. Aplikasi dilaksanakan pada

pagi hari dengan intensitas cahaya yang cukup dan tidak terjadi hujan sampai

G

jam

setelah pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan agar penyerapan herbisida lebih optimal

dan tidak terjadi pencucian herbisida oleh hujan.

Agar aplikasi penyemprotan merata pada setiap petak, dilakukan kalibrasi alat

untuk menghitung kecepatan jalan rata-rata. Aplikasi menggunakan alat semprot

knapsack sprayer tipe Solo dengan volume semprot 500 lha.

Pengamatan dilakukan sebanyak enam kali terhadap masing-masing petak

pada 1, 2, 4, 8, 12, dan 16 MSA (minggu setelah aplikasi), meliputi : berat kering

daun alang-alang hidup, berat kering rimpang alang-alang hidup, dan persentase

penutupan gulma. Pengamatan dilakukan menggunakan kuadran dengan mengambil

sampel pada setiap satuan percobaan. Daun alang-alang dipotong tepat di permukaan

tanah, sedangkan rimpang diambil sampai kedalam 20 cm. Pengamatan visual pada

setiap satuan percobaan dilakukan untuk menentukan persentase penutupan gulma

dibandingkan dengan petak kontrol. Sampel dikeringkan dengan oven 8 0 ' ~ selarna

tiga hari sampai berat konstan. Denah pengambilan sainpel untuk satuan percobaan

(28)

HASlL DAN PEMBAHASAN

Persentase Penutupan Gulma Alang-alang

Hasil perhitungan sidik ragam (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa

perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase penutupan gulma

(PPG) pada 1, 2, 4, 8, 12 dan 16 MSA. Pengaruh perlakuan terhadap PPG disajikal

pada Tabel 1 dan dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 4.

Pembahasan terhadap PPG alang-alang dilakukan dengan membandingkan

perlakuan sulfosat tunggal dan perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat maupun

net sulfur on metil, serta dibandingkan di antara jenis campuran herbisida itu sendiri.

Perlakuan sulfosat tunggal dan campurannya juga dibandingkan dengan kontrol dan

peinbabatan n~anual.

Berdasarkan nilai PPG pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa penekanan terhadap

penutupan alang-alang untuk perlakuan S1 dan S2 terjadi hingga satu bulan setelah

aplikasi. Penganatan selanjutnya hingga 16 MSA menunjukkan peningkatan

lcembali pertumbuhan alang-alang. Menurut Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996),

,

pengaruh sulfosat dalam membunuh jaringan daun dimulai dengan gejala browning (penguningan) karena penurunan kadar klorofil yang relatif cepat sehingga penurunan

PPG terlihat pada minggu-minggu awal penganatan.

Penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha lebih baik dalam menekan PPG

daripada aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan pembabatan manual, mulai

4 MSA hingga 16 MSA. Sedangkan penggunaan sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha

memberikan penekanan PPG yang berbeda nyata dan lebih baik daripada aplikasi

sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan 0.72 kg b.a./ha mulai 1 MSA hingga 16 MSA.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan dosis aka1 meningkatkan konsentrasi

sulfosat yang diterima gulma. Menurut Audus (1976), peningkatan konsentrasi

herbisida akan menambah jumlah herbisida yang terabsorbsi oleh turnbullan.

Absorbsi yang lebih besar akan meningkatkan jumlah translokasi herbisida untuk

(29)

tumbuhan. Tomlin (1994) menyatakan bahwa sulfosat merupakan pengembangan

dari glifosat melalui penggantian kation H+ dengan trimetil-sulfonium. Sulfosat

ditratlslokasikan melalui floem dan terakumulasi pada jaringan meristem kemudian

i/ ~nenghambat pertumbuhan sel dan mematikan daun, batang serta pucuk tumbuhan.

Sulfosat adalah herbisida sistemik yang direkomendasikan dalarn pengendalian gulma

alang-alang (Anonim, 1994).

Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma Alang-alang

Waktu Pengamatan

Perlakuan l MSA 2MSA 4 MSA 8 MSA 12MSA 16MSA

SO 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a 100.00 a

B 77.50 bc 80.00 ab 75.00 abc 85.00 a 90.00 a 98.75 a

S1 85.00 ab 75.00 ab 43.75 c 60.00 a 78.75 a 90.00 a

S2 85.00 ab 51.25 b 20.00 d 22.50 bc 33.75 b 46.25 b

S3 55.00 d 3.75 d 1.88 f 0.63 d 5.63 c 11.88 c SSP1 83.75 abc 90.00 ab 95.00 a 98.75 a 100.00 a 100.00 a SIP2 86.25 ab 83.75 ab 82.50 ab 95.00 a 100.00 a 100.00 a

S2P 1 78.75 bc 61.25 ab 78.75 abc 85.00 a 92.50 a 96.25 a S2P2 70.00 c 75.00 ab 75.00 abc 81.25 a 90.00 a 93.75 a

S l M l 83.75 abc 77.50 ab 47.50 bc 57.50 ab 80.00 a 87.50 a

S1M2 82.50 bc 66.25 ab 50.00 bc 62.50 a 81.25 a 92.50 a

S2M1 82.50 bc 53.75 b 30.00 d 23.75 c 32.50 b 48.75 b

S2M2 81.25 bc 26.25 c 5.00 e 3.13 d 9.38 c 15.63 c

Data yang disajikan adalah data asli, dalam perhitungan digunakan data transfo~masi log (x + 1) Angka yang diikuti ole11 huruf yang sama pada waktu pengamatan yang sama,

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 %Duncan Multiple Range Test

Pembabatan manual memberikan penekanan PPG yang sama dengan semua

aplikasi campuran sulfosat dengan paraquat, hingga 16 MSA. Selain itu, pembabatan

manual juga tidak berbeda nyata dengan aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan

[image:29.605.93.504.242.544.2]
(30)

20 g b.a./l~a, hingga 16 MSA. Menurut Mercado (1986), pembabatan alang-alang

akan mendorong pertumbuhan tunas akibat aktivitas metabolisme tunas yang dorman

dan perombakan cadangan makanan. Pembabatan sequential sebenarnya lnampu

menekan pertumbuhan alang-alang, tetapi tidak efisien dari segi waktu, biaya dan

tenaga (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, 1984).

Perlakuan S1 memberikan penekanan PPG yang sama dengan perlakuan

S l M l dan SlM2, hingga 16 MSA. Aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha juga

tidak berbeda nyata dengan penggunaan campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan

paraquat 0.138 kg b.a./ha dan 0.276 kg b.a./ha, kecuali pada 4 MSA.

Aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha

inenekan PPG lebih baik daripada aplikasi sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha pada

1 MSA, tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol mulai 2 MSA hingga 16 MSA.

Penganatan pada 4 MSA hingga 16 MSA menunjukkan bahwa perlakuan S2 masih

lebih baik daripada daripada perlakuan S2P1 dan S2P2.

Semua perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat tidak berbeda nyata

dengan kontrol mulai 2 MSA hingga 16 MSA dan tidak memberikan penekanan PPG

yang lebih baik daripada masing-masing aplikasi sulfosat tunggalnya (S1 dan S2).

Keadaan ini diduga berkaitan dengan sifat paraquat yang secara cepat merusak serta

mematikan jaringan daun alang-alang, sehingga mengurangi jumlah sulfosat yang

lnasuk d m ditranslokasikan di dalamnya. Jumlah sulfosat yang tidak cukup untuk

mematikan jaringan daun dan rimpang mengakibatkan alang-alang tidak tereradikasi

secara tuntas, sehingga pertumbuhan kembali relatif lebih cepat. Menurut

Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, (1984), herbisida sistemik memerlukan

kutikula untuk masuk menuju simplas, proses ini akan terhambat apabila herbisida

kontak sudah mematikan jaringan daun atau batang yang hijau.

Aplikasi sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha memberikan nilai PPG yang lebih

rendah dan berbeda nyata daripada aplikasi campuran SlMl dan SlM2, pada 4 MSA

hingga 16 MSA. Peningkatan dosis sulfosat tunggal dari 0.36 kg b.a./ha menjadi

(31)

penggunaan campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha

dan 20 g b.a./ha, terutana pada satu bulan setelah aplikasi.

Perlakuan S2M1 lebih baik dalam menekan persentase penutupan alang-alang

daripada pembabatan manual, perlakuan S1, S l M l , S1M2 dan semua perlakuan

calnpuran sulfosat dengan paraquat, mulai 4 MSA hingga 16 MSA, tetapi tidak

berbeda nyata dengan perlakuan S2 hingga 16 MSA. Perlakuan S2M2 memberikan

pengaruh penekanan yang lebih baik terhadap pertumbuhan kembali alang-alang di

antara sernua perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat, perlakuan SlM1, SlM2,

S2Ml serta perlakuan S2, mulai 2 MSA hingga 16 ~ ~ ~ f i e n a m b a h a n dosis

metsulforun meti1 dalam aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan V

metsulhon metil 15 g b.a./ha menjadi 20 g b.a./ha, ternyata memberikan pengaruh

yang lebih baik dalan menekan penutupan gulma.

/

Penggunaan herbisida campuran pada perlakuan S2M2 tidak berbeda nyata

dengan penggunaan sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha mulai 8 MSA hingga 16 MSA.

Penggunaan sulfosat dengan dosis yang lebih rendah tanpa mengurangi efektifitasnya

akan ~neminimalkan residu agrokimia dan menghemat biaya pengendalian. Menurut

Sumaryono dan Basuki dalam Tjitrosoedirdjo, Tjitrosoedirdjo dan Utomo (1988),

efeltifitas penggunaan herbisida dapat ditingkatkan dengan penambahan adjuvant,

(32)

o m - N m N N

-

7 N

m m m m Z a

Y

m

z

m z tj

~ T M S A

0 2

M S A C ~ ~

MSA .- 0 8 MSA -. 12 MSA 16 M S ~ Perlakuan Ganlbar 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Peilutupan Gulma Alang-alang

Berat Kering Daun Alang-alang

Tabel 2 menlperlihatka~ pengaruh perlakuan terhadap berat kering daun

alang-alang, sedangkan penyajian dalam bentulc grafik dapat dilihat pada Garnbar 5.

IHasil perhitungan sidik ragam berat kering daun alang-alang pada Tabel Larnpiran 2

~nenunjukltan bahwa perlakuan berpengaruh nyata pada semua waktu pengainatan.

Perbandingan di antara seluruh perlakuan dilakukan seperti pada pembahasan PPG.

Peni~lgkatan dosis sulfosat dari 0.36 kg b.a./ha menjadi 0.72 kg b.a./ha tetap

meinberiltan penekanan berat kering daun yang sama walaupun berbeda nyata deilgan

kontrol hingga 12 MSA. Penggunaan sulfosat 2.4 kg b.a./ha juga berpengaruh sama

dengan aplikasi sulfosat 0.72 kg b.a./ha, tetapi berbeda nyata dengan kontrol hingga

16 MSA.

Soerjani (1970) inenyatakan bahwa dalam pengendalian gulma khususnya

jellis gulina tahunan yang berimpang, suatu herbisida dengall beberapa tingkat dosis

[image:32.602.103.501.91.333.2]
(33)

pihak pada dosis yang sarna mampu memberikan hasil yang berbeda bahkan

bertentangan. Selanjutnya dikatakan bahwa selain dosis yang digunakan, terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengendalian, antara lain : keadaan tanah,

iklim dan biotipe alang-alang.

Penggullaan sulfosat 0.36 kg b.a./ha tidak berbeda nyata dengan pembabatan

manual mulai 2 MSA hingga 16 MSA, sedangkan aplikasi sulfosat 0.72 kg b.a.lha

masih lebih baik pada 12 MSA dan 16 MSA. Aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha secara

nyata mampu menekan berat kering dam lebih baik daripada pembabatan manual

pada 4, 12, dan 16 MSA. Semua perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat tidak

berbeda nyata satu sama lain hingga 16 MSA, dan tidak memberikan penekanan berat

kering yang lebih baik daripada pembabatan manual.

Pembabatan manual memberikan nilai peningkatan berat kering daun yang

culc~~p tajain mulai 12 MSA hingga 16 MSA. Menurut Soerjani (1970), pembabatan

satu kali dan tiga kali dengan selang waktu 10 hari terhadap alang-alang sebenarnya

mampu mengurangi berat lcering daun dan kandungan karbohidrat pada dam maupun

rimpang, tetapi kemudian karbohidrat dimobilisasi kembali untuk pertumbuhan

gulma. Selanjutnya dikemukakan bahwa pembabatan tiga kali mampu menguras

Itandungan karbohidrat lebih banyak daripada pembabatan satu kali.

/

Aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha

'b' menghasilkan peningkatan berat kering daun alang-alang yang lebih tinggi dan /

berbeda nyata daripada aplikasi sulfosat tunggal,0.72 kg b.a./ha, mulai 4 MSA hingga

/

16 MSA. Peningkatan berat kering daun yang cukup tajam pada perlakuan S2P2

diduga berhubungan dengan aksi paraquat 0.276 kg b.a./ha yang secara cepat

mematikan bagian gulma yang teraplikasi dan mengurangi jumlah sulfosat yang

terabsorbsi ke dalam jaringan daun, sehingga pertumbuhan kembali lebih cepat.

Klingman d m Ashton (1975) menyatakan bahwa paraquat adalah golongan herbisida

bypiridilium yailg aplikasinya menyebabkan daun mengalami efek layu dan terbalcar

(34)

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Alang-alang

Waktu Pengamatan

Perlakuan I MSA 2MSA 4 MSA 8 MSA 12 MSA 16 MSA . . .

. . .

... . . .

. . .

. . .

.

. .

. .

. :. . . .

. . .

. . .

. . . .

. . gl0.25 m2..

. . .

. . .

. . .

.

. .

.

. . .

. . . .

. . .

. . , , ,

.

SO 14.24 a 23.05 a 27.87 a 37.80 a 74.54 a 116.68 ab

B 2.78 de 5.69 cde 10.21 bcd 18.38 abcd 81.09 a 141.05 a

S1 6.69 b 6.55 bcde 6.43 cde 15.29 abcd 40.99 abc 78.57 abc

S2 4.42 bcde 4.15 cde 4.92 de 10.06 bcd 23.15 bc 51.39 bcd

S3 2.63 e 1.25 e 0.49 e 0.88 d 5.09 c 12.04 d

SIP1 4.46 bcde 11.69 b 14.64 b 34.1 1 ab 56.05 ab 111.92 ab

SIP2 4.69 bcde 8.07 bcd 12.38 bc 26.24 abc 48.69 abc 96.77 abc

S2P1 2.55 e 9.41 bc 10.65 bcd 26.65 abc 52.61 abc 111.47 ab

S2P2 3.34 cde 9.27 bcd 13.16 bc 37.14 a 72.37 a 101.24 abc

S l M l 5.29 bc 6.12 bcde 3.77 de 16.49 abcd 34.33 abc 75.00 abcd

S1M2 6.12 b 6.52 bcde 6.38 cde 19.56 abcd 36.97 abc 103.34 abc

S2M 1 4.98 bcd 4.94 cde 3.92 de 6.69 cd 23.07 bc 53.97 bcd

S2M2 3.22 cde 3.31 de 2.28 e 3.00 cd 10.73 bc 39.42 cd

Data yang disajikan adalah data asli

Angka yang diikuti nleh huruf yang sama pada waktu pengamatan yang sama,

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 % Duncan Mzrltiple Range Test

Perlakuan S2M2 memberikan penekanan berat kering daun yang berbeda

nyata dan lebih baik daripada perlakuan SlPl dan S2P1, pada 2 MSA. Pada 4 MSA,

aplikasi cainpuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a./ha

memperlihatkan hasil yang lebih baik daripada semua aplikasi campuran sulfosat

dengan paraquat. Selain itu, perlakuan S2M2 juga lebih baik daripada perlakuan

S2P2, pada S MSA dan 12 MSA, dan lebih baik daripada pembabatan inanual pada

4,12 dan 16 MSA.

Penggunaan campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil

20 g b.a./ha memberikan pengaruh yang sama dengan penggunaan sulfosat tunggal

2.4 kg b.a./ha dan berbeda nyata dengan kontrol hingga 16 MSA, namnn aplikasi

[image:34.602.102.507.99.411.2]
(35)

dengan penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ba, hingga 16 MSA. Perlakuan

S2M1 juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan S2M2, tetapi sudah tidak berbeda

nyata dengan kontrol pada 16 MSA. Menurut Mercado (1979), selain dosis

herbisida yang digunakan, faktor waktu pengamatan menjadi ha1 penting dalam

menilai efektifitas campuran herbisida, karena hasil pengendalian yang baik pada

awal pengamatan mungkin tidak dijumpai pada akhir pengamatan.

Beberapa ha1 yang berhubungan dengan keefektifan penggunaan herbisida

adalah kuantitas absorbsi dan kualitas translokasi yang dipengaruhi oleh jenis gulma,

stadia perttunbuhan, genetik, fisiologi, anatomi dan morfologi (Moenandir 1995).

Audus (1976) menyatakan bahwa kemampuan herbisida untuk merusak dan

~nematikan gulma dipengaruhi oleh jumlah absorbsi dan translokasi yang terlibat

,, daliun metabolisme. Adjuvant yang tepat dapat menambah kemarnpuan herbisida

yang ditranslokasikan untuk mematikan gulma. . .

I Jumlah absorbsi atau penetrasi herbisida yang kurang akan mempengaruhi

i

aktifitasnya di dalam jaringan tumbuhan. Menurut Tjitrosoedirdjo, Utomo dan

Wiroatmodjo (1984), selain intersepsi butiran herbisida dan retensi yang cukup wltuk

penetrasi, morfologi daun juga mempengaruhi penetrasi herbisida. Daun yang sempit

dan tegak hanya sedikit saja menerima butiran herbisida. Dalam ha1 ini surfactant

1,

dapat membantu menambah penetrasi dengan cara meningkatkan kontak antara

butiran herbisida dengan permukaan daun, dan rnenurunkan tegangan permukaan,

sehingga seolah-olah butiran herbisida merayap membasahi permukaan daun.

Alang-alang memililti bentuk daun pita yang sempit dan tegak, disarnping itu

jugs memiliki p e d t a a n dam yang berbulu. Hal ini diduga dapat mengurangi

butiran herbisida yang diterima, bahkan menggelincirkannya, selanjutnya mengurangi

jumlah penetrasi, sehingga pengaruhnya dalam menekan berat kering daun kurang \.

optimal. Selain itu, stadia pertumbuhan gulma setelah pembabatan menentukan

j~unlah daun yang terbentuk pada alang-alang. Pada stadia awal pertumbuhan

kembali, jumlah dan luas daun yang kurang optimal mempengaruhi jumlah absorbsi

herbisida yang diaplikasiltan. Menurut Utomo (1989) pemakaian surfactant dan

(36)

mengurangi dosis herbisida. Adjuvant adalah ballan yang ditambal~kan untuk

menambah aktifitas dan daya peracunan herbisida. Nasoetion (1988) melaporkan

bahwa pemakaian udjzjtrvant dapat mereduksi biaya sebesar 12

-

38 % pada

pengendalian alang-alang dengan glifosat.

Berat Kering (910.25

-

N m

-

N

-

N

-

Y - N

% m ~ ~ ? + w? + Sa F ~

U ) O ) O ) U ) o U ) U ) U )

-. ~ -

EMSA

0 2 MSA 0 4 MSA 0 8 MSA Perlakuan

Ganbar 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Alang-alang

Berat Kering Rimpang Alang-alang

Berdasarkan perhitu~lgan sidik ragam pada Tabel Lampiran 3, diketahui

bahwa perlakuan bel-pengaruh nyata terhadap berat kering rimpang alang-alang pada

2, 4, 8, 12 dan 16 MSA. Hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap berat kering

rimpang disajikan pada Tabel 3, sedangkan grafilmya dapat dilihat pada Gambar 6.

Pembahasan dilakukan sepel-ti pada PPG dan berat kering daun

Perlakuan SI dan S2 tidak memberikan penekanan berat kering rimpang yang

berbeda nyata dengan kontrol. Pada pengamatan pada 8 MSA sebenarnya kedua

perlakuan tersebut berbeda nyata dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata dengan

(37)

Peningkatan dosis sulfosat menjadi 2.4 kg b.a./ha lebih baik daripada aplikasi

sulfosat 0.72 kg b.a./ha hingga 12 MSA dan lebih baik daripada aplikasi sulfosat

0.36 kg b.a.A~a hingga 16 MSA. Aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha berbeda nyata

dengall kontrol hingga 16 MSA dan memberikan penekanan berat kering yang lebih

baik daripada pembabatan manual pada 12 MSA dan 16 MSA.

Penggunaan sulfosat 2.4 kg b.a./ha tentunya mengurangi biaya pengendalian,

waktu, dan tenaga kerja, dibandingkan dengan pekerjaan manual. Mercado (1986)

menyatakan bahwa pengendalian alang-alang secara kiinia lebih menguntungkan

apabila menggunakan herbisida yang bereaksi secara cepat dari tajuk menuju rilnpang

dan bekerja aktif dalam proses metabolisme tumbuhan sampai seluruh sistem dan

jaringan tumbuhan itu mati.

Seinua aplikasi campuran sulfosat dengan paraquat tidak memberikan

peuelcanan berat kering rimnpang yang lebih baik apabila dibandingkan dengan

masing-masing aplikasi sulfosat tunggalnya (S1 dan S2), maupun pembabatan

manual, hingga 16 MSA. Pengaruh paraquat yang secara cepat mematikan bagian

hijau daun diduga mengurangi jumlah sulfosat yang terabsorbsi dan ditranslokasikan

di dalam jaringan floem sehingga jumlahnya tidak cukup untuk mematikan rirnpang.

Perlakuan SlM2 tidak berbeda nyata dengan kontrol hingga 16 MSA.

Perlakuan S l M l dan S2M1 berbeda nyata dengan koiltrol pada 8 MSA dan 12 MSA,

tetapi memberikan pengaruh yalg sama dengan masing-masing perlakuan sulfosat

tunggalnya, hingga 16 MSA.

Perlakuan S2M2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan S3 pada 2, 4, 8, 12,

dan 16 MSA. Pengamatan pada 4 MSA menunjukkan bahwa perlakuan S2M2 masih

lebih baik dalarn menekan berat kering rimpang daripada perlakuan S l P l dan S l M l .

Perlalcuan S2M2 juga lebih baik daripada perlakuan S2P2, pada 8 MSA dan 12 MSA.

Pada pengamatan 12 MSA, aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan

metsulfuron metil 20 g b.a./ha lebih baik daripada aplikasi sulfosat tunggal 0.72 kg

b.a./ha dan pembabatan manual. Selain itu, pada 12 MSA, perlakuan S2M2

~nemberikan penekanan berat kering rimpang yang lebih baik daripada S1M2 dan

(38)

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Rimpang Alang-alang

Waktu Pengamatan

Perlakuan 2 MSA 4 MSA 8 MSA 12 MSA 16 MSA

. .

. . .

. . .

. . .

. . .

.

. . . .

. . . ,,,.g/0.25 m2.. . .

. . .

.

. .

.

.. . ...

... . ..

. . . ... . .

. . . . ...

SO 23.04 a 23.58 a 24.67 a 37.41 a 55.06 ab

B 5.69 bc 16.06 abcde 12.13 bcd 33.76 ab 65.88 a S1 15.87 ab 21.25 ab 14.90 bc 29.67 abc 55.29 ab

S2 17.63 ab 18.11 abcd 14.62 bc 25.37 abc 34.15 bcd

S3 7.42 c 9.21 e 4.47 d 12.67 d 9.15 d

SIP1 14.17 bc 19.26 abc 11.89 bcd 28.10 abc 56.53 ab

SIP2 14.51 bc 14.12 bcde 13.87 bcd 37.17 a 56.07 ab

S2P I 14.21 bc 15.93 abcde 12.71 bcd 26.31 abc 57.15 ab

S2P2 16.63 ab 11.50 cde 19.78 ab 34.39 ab 45.84 abc

S l M l 16.80 ab 20.75 ab 11.33 bcd 23.21 bcd 29.03 bcd

S1M2 16.60 ab 17.64 abcd 15.89 abc 34.81 ab 39.93 abc

S2M1 17.83 ab 17.80 abcd 13.24 bcd 18.17 cd 41.39 abc

S2M2 10.31 bc 10.91 de 6.68 cd 12.34 d 20.33 cd

Data yang disajikan adalah data asli

e Angka yang diikuti huruf yang sama pada waktu pengamatan yang sama,

tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 % Duncan Mulfiple Range Test

Penggunaan campuran sulfosat dengan paraquat dan metsulfuron meti1 tidak

selalu memberikan hasil yang menguntungkan. Menurut Tjitrosemito dan Burhan

&lam Bangun, Sutarto, da11 Ginting (1995), aplikasi campuran herbisida sangat

,J

dipengaruhi oleh dosis yang digunakan, waktu aplikasi dan waktu observasi respon gulma akibat herbisida. Audus (1976) menyatakan bahwa proses fisiologi yang

berpengaruh pada respon tumbuhan akibat herbisida antara lain meliputi absorbsi dan

trallslokasi dalarn tubuh gulma pada waktu dan linglcungan tertentu.

Menurut Sprankle Meggit, dan Penner (1975), keberhasilan pengendalian

gulma perennial dengan herbisida sistemik yang diaplikasikan melalui daun

tergantung dari kecepatan absorbsi dan hanslokasi basipetal bahan aktif herbisida

[image:38.599.98.508.100.409.2]
(39)

proses metabolisme menurunkan ballan aktif tersebut. Rusdi, Wiroatmodjo, dan

Utomo (1988) menyatakan bahwa adanya bahan aktif herbisida yang dapat

nlempengaruhi bagian bawah tanah (rimpang) alang-alang akan memperbailci

pengendalian yang dilakukan. Kurangnya efektifitas tra~lslokasi herbisida ke bagiail

bawah tanah alang-alang muilgkill merupakan alasan utama rendahnya pengendalian

gul~na ini.

Sprankle, Meggit, dan Penner (1975) mengemukakan bahwa szrrfactant dan

adjuvant yang cocok dapat ~neningkatkan jumlah herbisida yang terabsorbsi dan daya

peracunannya terhadap gulma. Selain itu, penggunaan herbisida yang diaplikasikan

lewat daun dan ditranslokasikan melalui floem harus melnperhatikan stadia

pertumbuha~~. Pada stadia pertumbuhan vegetatif yang optimal, translokasi basipetal

m e i ~ i ~ j u akar dan rirnpang lebih optimal.

Berat Kering ( g ~ ~ . 2 5 r n Z )

60 . .. .

-55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

0 T. N 0

-

N

-

N

...

2

N

0) U) " * > > R k Z ,

U) U) U) U) (0 V) U)

Perlakuan

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Aplikasi canpuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan net sulfur on metil

20 g b.a./ha tidak berbeda nyata dengan aplikasi sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha luulai

8 MSA hingga 16 MSA dan menunjukkan penekanan penutupan gulma yang lebih

baik daripada penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha dan campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha mulai 2 MSA hingga 16 MSA.

Penggunaan campuran sulfosat 0.72 kg b.a./l~a dengan metsulfuron metil

20 g b.a./ha memberiltan penekanan berat kering daun yang sama dengan aplikasi

sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha dan berbeda nyata dengan kontrol hingga 16 MSA.

Perlaltua~ sulfosat tulggal 0.72 kg b.a./ha dan perlakuan campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha tidak berbeda nyata dengan

perlakuan campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan rnetsulfuron meti1 20 g b.a./ha

tetapi sudah tidak berbeda nyata dengan kontrol pada I6 MSA.

Perlakuan canlpuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan metsulruron metil

20 g b.a./ha berbeda nyata dengan kontrol hingga 16 MSA dan melnberikan pengaruh

penekanan berat kering rimpang yang sama dengall aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a/ha.

J Perlakuan campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan rnetsulf~~ron metil 20 g b.a./ha

lebih baik daripada perlakuan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha pada 12 MSA.

Penggunaan campuran sulfosat dengan paraquat masih me~nberikan pengaruh

peneka~lan penutupan gulma yang sama dengan kontrol. Semua aplilcasi canlpuran

sulfosat dengan paraquat juga tidak lnemberikan penelcana~l berat kering daun dan

rimpang yang lebill baik daripada aplikasi masiilg-masing sulfosat tunggalnya.

Saran

Disarankan penelitian lebih lanjut mengqnai aplikasi sulfosat tunggal dengan

dosis yang lebih rendah dari 2.4 kg b.a./ha dan campurannya dengan metsulfuron

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, R.J. 1984. Weed Crop Ecology : Principles in Weed Management. Breeton Publisher. 465 p.

Anderson, W.P. 1977. Weed Science : Principles. West Publishing, Co. USA. 587 p.

Anonim. 1994. Informasi Produk Zeneca. PT ICI Pestisida Indonesia. Jakarta. 29 hal.

Audus, L.J. 1976. Herbicides : Physiology, Biochemistry, and Ecology, 2" Edition. Academic Press, London. 435 p.

Bahar, F. dan S. Kartaatmadja. 1997. Upaya Peningkatan Sumberdaya Petani dalam Penggunaan Pestisida. Dalam Makalah Diskusi Pakar : Kontribusi Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pengelolaan Bahan-bahan Perlindungan Tanaman untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menjelang Abad XXI, Desember 1997. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Garrity, D.P. 1997. Agroforestry Innovation for Imperata Grassland Rehabilitation. Kluwer Academic Publisher, Boston. 284 p.

Gurning, T.M. dan E. Purba. 1997. Penelaahan Penggunaan Pestisida di Indonesia dan Asia Tenggara. Dalam Makalah Diskusi Pakar : Kontribusi Peningkatan Kualitas SDM Dalam Pengelolaan Bahan-bahan Perlindungan Tanaman untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menjelang Abad XXI, Desember

1997. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

v'

Gurning, T.M. 1995. Praktek-praktek Pencampuran Herbisida pada Tanaman

Pangan. hal. 37-46. Dalam P. Bangun, LU. Sutarto d m R.C.B. Ginting (eds.). Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida, HIGI, 28 Agustus 1995. Jakarta.

Hakim, M.M.S. dan T.R. Pasaribu. 1997. Pengalaman Penanganan Pengendalian Organisme Pengganggu Secara Terpadu di Perkebunan. Dalam Makalah Diskusi Pakar : Kontribusi Peningkatan Kualitas SDM dalam Pengelolaan Bahan-bahan Perlindungan Tanaman untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Menyongsong Abad XXI, Desember 1997. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

(42)

Kropff, M. and H.H. Laar. 1993. Modelling Corp-Weed Interaction. IRRI, CAB International, Manila. 52 p.

LeBaron, H.M. and J. Gressel. 1982. Herbicide Resistance in Plants. John Wiley and Sons, New York. 205 p.

Mangoensoekarjo, S. 1983. Gulma dan Cara Pengendaliannya pada Budidaya Perkebunan. Dirjen Perkeb~u~an, Departemen Pertanian. Jakarta. 74 hal.

Mercado, B.L. 1979. Introduction to Weed Science. Searca, UPBL, Phillipines. 292 p.

.

1986. Control of Irnperata cylindrica. p 269-278. In Moody, K., ed. Weed Control in Tropical Crops, vol. 11. Weed Sci. Soc. of Phillipines, Inc. Phillipines.

Moenandir, J. 1995. Fisiologi Herbisida (Ilmu Gulma - Buku 11). Rajawali Press. Jakarta. 142 hal.

Mualtami, S. 1997. Innovative Approaches and Future Trends In Herbicide Development and Use. Proc. 6 Asia Pacific Weed Science Society Coilfrence. Kuala Lumpur. Malaysia. 23-28 p.

Muzik, T.J. 1970. Weed Biology and Control. McGraw-Hill, Inc. United States of America. 258 p.

Nasoetion, U. 1988. Pemakaian A&vant untuk Mengurangi Takaran Glifosat dalam

v

Pengendalian Lalang (Imperata cylindrica) di Kebun Karet. Proc. 9"'

Indonesian Weed Science Co

Gambar

Gambar 2. Struktur Kimia Paraquat
Gambar 3. Struktur Kimia Metsulfuron Metil
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma
Tabel 2 menlperlihatka~ pengaruh perlakuan terhadap berat kering daun
+6

Referensi

Dokumen terkait

2) Sebagai makhluk ciptaan terbaik manusia memiliki potensi- potensi, seperti kekuatan, kemampuan, kekuasaan, pemilikan, pendengaran, dan penglihatan. Setiap kekuatan

karena itu, dari hasil perbandingan tersebut dapat kita peroleh bahwa metode perankingan yang diusulkan yaitu new ranking function lebih baik dalam melakukan

Antusias mitra mengikuti kegiatan sehingga adanya pemahaman dan keterampilan masyarakat mitra dalam mengolah limbah potongan kayu menjadi produk berkualitas

Dalam kaitannya dengan remaja yang merupakan siswa SMA yang dihadapkan dengan adanya perbedaan kelas sosial dilingkungan sekolahnya dan munculnya berbagai tuntutan

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Sriwijaya merupakan salah satu perguruan tinggi yang menyadari pentingnya sebuah pendokumentasian dari data dan informasi bagi

p. Guru menutup pelajaran dengan berdoa. Menerapkan metode Cooperative Script pada pembelajaran IPA materi perubahan pada makhluk hidup, diharapkan siswa dapat

Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan perusahaan pada kedua kelompok sampel yaitu kelompok perusahaan penerima ISRA dan non-penerima ISRA yang

Tim Penyusun mendata dan memilah rencana program dan kegiatan pembangunan kabupaten/kota yang akan masuk ke desa dengan cara mengelompokkan menjadi bidang penyelenggaraan