Wilayah : ______________
Lampiran 1
Kuisoner Penelitian
Analisis Daya Saing Ekonomi Kab/Kota di Propinsi Sumatera Utara
A.
Identitas Responden
4. Alamat Usaha/Kantor/Rumah :
Kecamatan :
5. Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
6. Berapa usia B/I/S saat ini : ___________ tahun
7. Pendidikan terakhir yang ditamatkan :
1. Tamat SMP atau sederajat 3. Sarjana Muda/D3 atau lebih tinggi
2. Tamat SMA atau sederajat 4. Lainnya, ...
B.
Indikator Pembobotan Faktor Daya Saing Ekonomi
Bapak/Ibu/Saudara diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria untuk indikator pembobotan faktor daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dengan cara memberi tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan di bawah ini dengan menggunakan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan :
Nilai 1 = sama pentingnya Nilai 3 = sedikit lebih penting Nilai 5 = lebih penting
Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Kelembagaan Sosial Politik
Kelembagaan Ekonomi Daerah
Kelembagaan Tenaga Kerja
Kelembagaan Infrastruktur
Sosial Politik Ekonomi Daerah
Sosial Politik Tenaga Kerja
Sosial Politik Infrastruktur
Ekonomi Daerah Tenaga Kerja
Ekonomi Daerah Infrastruktur
Tenaga Kerja Infrastruktur
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
Dengan menggunakan Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan di atas, variable manakah yang menurut Bapak/Ibu/Saudara lebih penting dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
1. Faktor Kelembagaan
Untuk faktor kelembagaan, terdapat 4 variabel yang mempengaruhi faktor kelembagaan, yakni :
a) Variabel kepastian hukum
b) Variabel pembiayaan pembangunan c) Variabel aparatur
d) Variabel peraturan daerah
Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Kepastian hukum Pembiayaan
Kepastian hukum Aparatur
Kepastian hukum Perda
Pembiayaan Aparatur
Pembiayaan Perda
Aparatur Perda
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
2. Faktor Sosial Politik
Untuk faktor sosial politik, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik, yakni :
Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Stabilitas politik Keamanan
Stabilitas politik Budaya
Keamanan Budaya
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
3. Faktor Perekonomian Daerah
Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah, yakni :
a) Variabel potensi ekonomi b) Variabel struktur ekonomi
Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Potensi ekonomi Struktur ekonomi
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :
a) Variabel biaya tenaga kerja
b) Variabel ketersediaan tenaga kerja c) Variabel produktivitas tenaga kerja
Kriteria
9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kriteria
Biaya TK Ketersediaan TK
Biaya TK Produktivitas TK
Ketersediaan TK Produktivitas TK
Sisi kiri lebih penting Sisi kanan lebih penting
5. Faktor Infrastruktur Fisik
Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik, yakni :
a) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik b) Variabel kualitas infrastruktur fisik
C. Persepsi Masyarakat
Keterangan :
1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju
No
Item-Item Pertanyaan
Skala Likert
1 2 3 4 5
Kelembagaan
A. Variabel Kepastian Hukum
1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik.
1 2 3 4 5
2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia
usaha sudah baik.
1 2 3 4 5
3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.
1 2 3 4 5
B. Variabel Keuangan Daerah
4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan.
1 2 3 4 5
5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan anggaran.
1 2 3 4 5
6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD
relatif rendah.
1 2 3 4 5
C. Variabel Aparatur dan Pelayanan
7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik.
1 2 3 4 5
8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin
berkurang.
1 2 3 4 5
9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.
1 2 3 4 5
D. Variabel Peraturan Daerah
10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha.
1 2 3 4 5
11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan.
1 2 3 4 5
Sosial Politik
A. Variabel Stabilitas Politik
12 Menurut B/I/S, potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi.
1 2 3 4 5
13 Menurut B/I/S, intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin menurun.
1 2 3 4 5
14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik.
B. Variabel Keamanan
15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun.
1 2 3 4 5
16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun.
1 2 3 4 5
17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan keamanan semakin baik.
1 2 3 4 5
C. Variabel Budaya Masyarakat
18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat.
1 2 3 4 5
19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha semakin baik.
1 2 3 4 5
20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin menurun.
1 2 3 4 5
21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung kegiatan dunia usaha.
1 2 3 4 5
22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5
Perekonomian Daerah
A. Variabel Potensi Ekonomi
23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin meningkat.
1 2 3 4 5
24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5
25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan terjangkau.
1 2 3 4 5
26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik.
1 2 3 4 5
B. Variabel Struktur Ekonomi
27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat.
1 2 3 4 5
28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin meningkat.
1 2 3 4 5
29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin meningkat.
1 2 3 4 5
Tenaga Kerja dan Produktivitas
A. Variabel Biaya Tenaga Kerja
30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan UMK.
1 2 3 4 5
31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat.
1 2 3 4 5
B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja
32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
1 2 3 4 5
33 Menurut B/I/S, tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja
34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi.
1 2 3 4 5
35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan besarnya upah yang ada.
1 2 3 4 5
Infrastruktur Fisik
A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik
36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5
37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5
38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5
39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5
B. Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik
40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5
41 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 1 2 3 4 5
42 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. 1 2 3 4 5
Lampiran 2 Daftar Responden
NO Nama Responden Badan
Usaha Bidang Usaha Alamat Usaha JK USIA PENDIDIKAN
1 Habonaran Cibro DPR Ketua Komisi Desa Teraju, Siempat Rube Laki-laki 50 S1
Manik CV Perdagangan
Kecupak 2, Pergetteng-getteng
Sengkut Perempuan 38 D2
10 Lasman Berutu UD Perdagangan Boangmanalu, Salak Laki-laki 40 SMA
11 Bere Padang UD Perdagangan Salak 2, Salak Perempuan 31 SMA
12
Bronson Hasugian UD Perdagangan
Jl. Keluarga Berencana, Salak 2,
Salak Laki-laki 37 SMA
13 Juferdy Tumangger CV Perdagangan Persabahan, Persabahan 2 Laki-laki 24 SMA
14 Frans Banurea CV Perdagangan Persabahan Laki-laki 21 SMA
Kecupak 2, Pergetteng-getteng
Sengkut Laki-laki 44 SMA
19 Heliper Manik UD Desa Boangmanalu, Salak Laki-laki 28 SMA
21 Elim Lumbanbatu UD Desa Salak 2, Kecamatan Salak Laki-laki 42 SMA
22 Erika Rukiah Bancin Birokrat Siempat Rube Perempuan 28 SMK
23
Antoni Sianturi Birokrat
Silima Kuta, Sitellu Tali Urang
Julu Laki-laki 28 S1
Jl. Sindeka Panorama Indah,
Salak Perempuan 33 S1
31 E. Sahap Parluhutan
Lumban Batu
40 Dewi Armayanti
Manik Mahasiswa
Aornakan 1, Pergetteng-getteng
Sengkut Perempuan 21 SMA
43 Arihta Tumangger Mahasiswa Boangmanalu, Salak Laki-laki 21 SMA
44 Pasti Romatua
Tumangger Mahasiswa Pangkalan, Siempat Rube Perempuan 18 SMA
45 Eva Yeni Banurea Mahasiswa Desa Kuta Tinggi Perempuan 22 SMA
Aor nakan 2, Pergetteng-getteng
Sengkut Laki-laki 62 SMP
50
K Banurea
Tokoh
Masyarakat Salak 2, Salak Laki-laki 78 SR
51 Soadum Sumitro
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, P., Alisjahbana, Armida, S., Effendi., Boediono, 2002. Daya Saing
Daerah, Konsep dan Pengukurannya di Indonesia, Edisi 1, BPFE,
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik, 2010. Pakpak Bharat dalam Angka 2010, Katalog BPS: 1102001.1216.
_______, 2011. Pakpak Bharat dalam Angka 2011, Katalog BPS: 1102001.1216.
_______, 2012. Pakpak Bharat dalam Angka 2012, Katalog BPS: 1102001.1216.
_______, 2013. Pakpak Bharat dalam Angka 2013, Katalog BPS: 1102001.1216.
_______, 2014. Pakpak Bharat dalam Angka 2014, Katalog BPS: 1102001.1216.
Haryadi, 2008. Analisis Daya Tarik Investasi di Provinsi Jambi, UNJA, Jambi.
Hidayat, Paidi, 2012. Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan, Jurnal Keuangan dan Bisnis, Volume 4 Nomor 3 hal 228-238.
Kuncoro, Mudradjad. dan Anggi Rahajeng, 2005. “Daya Tarik Investasi dan Pungli di DIY”, Jurnal Ekonomi Pembangunan
Kuncoro, Mudrajad, 2012. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi Bagaimana
Meneliti & Menulis Tesis?, Edisi 3, Erlangga, Jakarta.
, Volume 10 Nomor 2 hal
171-184.
KPPOD, 2002. Daya Tarik Investasi Kabupaten/ kota di Indonesia Persepsi
Dunia Usaha, KPPOD, Jakarta.
, 2003. Daya Tarik Investasi Kabupaten/ kota di Indonesia Persepsi
Dunia Usaha, KPPOD, Jakarta.
, 2005. Daya Tarik Investasi Kabupaten/ kota di Indonesia Persepsi
Dunia Usaha, KPPOD, Jakarta.
PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD, 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing
Yolando, Remigo Berutu, 2015. Rapat Kerja Daerah (Rakerda Kabupaten Tahun
2015).http://www.pakpakbharatkab.go.id/news/read/66/rapat_kerja_daerah
_rakerda_kabupaten_tahun_2015 (22 Juni 2015)
Saaty, Thomas L, 1990. Decision Making For Leader: The Analytic Hierarchy
Process For Decision in A Complex World. Pittsburgh : University of
Pittsburgh.
World Economic Forum, 2014. “The Global Competitiveness Report 2014-2015”.
Yustika, Ahmad Erani, 2005. Perekonomian Indonesia, Deskripsi, Preskripsi,
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya
saing ekonomi kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2014 dengan pendekatan
Analytical Hierarchy Process (AHP).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pakpak Bharat, Provinsi Sumatera
Utara dengan kurun waktu penelitian selama 3 bulan
3.3.Batasan Operasional
Adapun yang menjadi batasan operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Kelembagaan
2. Sosial politik
3. Ekonomi daerah
4. Tenaga kerja dan produktivitas
5. Infrastruktur fisik
3.4.Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk yang berusia 15-64 tahun
(penduduk usia produktif) dan bermukim di Kabupaten Pakpak Bharat.
Berdasarkan data BPS (2013), jumlahnya sebesar 25.703 jiwa (60,99% dari
42.144) penduduk Kabupaten Pakpak Bharat. Namun dalam penelitian ini
mewakili seluruh komponen masyarakat yang terdapat di 8 kecamatan di
Kabupaten Pakpak Bharat.
Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat
No Kelompok Masyarakat Responden
1 Pengusaha 16
3.5. Metode Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive
sampling, yakni dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat
mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau
merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.
Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misal:
karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil
sampel yang besar dan jauh.
Penentuan sampel berdasarkan rumus slovin adalah:
Dimana:
n = Sample
N = Jumlah Populasi
d = Nilai Presisi (dalam penelitian ini sebesar 90%), d=0,1 atau margin error =10%
maka,
258.03= 99.61 dibulatkan menjadi 100 dan
ditetapkan menjadi 55
Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam
Tanireja dan Musdafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian
sebagai berikut:
1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan
500
2. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori
minimal 30.
3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (misal:
korelasi atau regresi). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari
jumlah variabel yang diteliti.
4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen dan kelompok control, jumlah anggota sampel masing-masing
antara 10 sampai dengan 20.
3.6. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama
yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari
wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang
dijadikan sampel.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang
terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi
secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan
dengan penelitian.
Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
1. Kuisioner
Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini
diberikan lembaran. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari
kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing
ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat.
2. Wawancara
Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi
sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai
saran atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor
3.7. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing
ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2014 meliputi analisis deskriptif
dan Analytical Hierarchy Process (AHP). Secara jelasnya, metode yang
digunakan antara lain sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini memberikan gambaran tentang karakterisistik tertentu dari
data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga
menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor
penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014. Analisis data
disajikan dalam bentuk tabulasi gambar (chart) dan diagram.
2. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan
variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten
Pakpak Bharat pada tahun 2014. Proses pemberian bobot indikator dan
sub-indikator (variabel) dilakukan dengan dengan menggunakan Analytical Hierarchy
Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah
ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang ilmu.
Metoda Analytical Hierarchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh
Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970.
Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai
alternatif dalam pemecahan atau permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari,
Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan
yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak
dipengaruhi oleh satu faktor saja melainkan multifaktor dan mencakup berbagai
jenjang maupun kepentingan.
Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang
digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan
yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari
ukuran actual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan
preferensi relatif.
Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara
efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki, memberi
nilai numeric pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana
yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil
pada situasi tersebut.
Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat menyederhanakan masalah
yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya,
serta menjadikan variabel dalam satu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks
dapat diartikan bahwa criteria dari suatu masalah yang begitu banyak
pengambilan keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang
tersedia.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks
dengan menstruktur suatu hirarki criteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan
dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang
bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan
yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif
sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain
itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi,
pengukuran dan ketergantungan di dalam dan luar kelompok elemen strukturnya.
Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik
yang terdiri dari:
1. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan
berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A
adalah K kali lebih penting daripada B maka B adalah 1/k kali lebih penting
dari A.
2. Homogeneity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan
bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete
hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna
(incomplete hierarchy).
4. Expectation, yang berarti menonjolkan penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi dari pengambilan keputusan, penilaian dapat merupakan data
kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.
Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan
pada langkah-langkah berikut:
1. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan criteria-kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin dirangking.
3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan
kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan
atau criteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai
tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam
matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.
5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak
konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen
vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh
dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.
7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensimetris
pilihan dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki
terendah sampai pencapaian tujuan.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,15 maka
penilaian harus diulang kembali.
Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan
(inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio konsistensi (CR) dirumuskan
sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada
perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana:
• Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang
lainnya
• Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya
• Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan denga kepentingan lainnya
• Skala 9 = kepentingan satu secara ekstrim lebih kuat dari kepentingan
lainnya. Antara lain:
a. Decomposition
Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalauu sistem
tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen
tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses
pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang
karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu
sistem dengan suatu struktur tertentu.
Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem
yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari
tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen
yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa
elemen homogeny. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi
elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat
suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada
kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus
bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.
Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan
tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat
berikut:
1. Minimum
Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis.
2. Independen
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan
pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.
3. Lengkap
4. Operasional
Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dan dapat dikomunikasikan.
b. Comparative judgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan kriteria di atasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh dalam
menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan
keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang
dinamakan matriks pairwise comparison.
Pertama yang dilakukan dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam
suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan,
yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap
sub sistem hirarki. Dalam perbandingan berpasangan ini, bentuk yang lebihh
disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa
dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini
mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.
Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan criteria C dan sejumlah
n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub
sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n, seperti pada tabel
Tabel 3.2
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A
(kolom)
yang menyatakan hubungan:
1 (baris) terhadap criteria C
dibandingkan dengan A1
b. Seberapa jauh dominasi A
(kolom) atau
1 (baris) terhadap A1
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A
(kolom) atau
1 (baris) dibandingkan dengan A1
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari
skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria A (kolom).
i
adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty
mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolut pada skala tersebut
merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen A1
Tabel 3.3
Skala Penilaian Perbandingan
Skala Tingkat Kepentingan
Defenisi Keteranganan
1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama
3 Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya
5 Lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu
elemen dibandingkan dengan pasangannya
7 Sangat penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis
dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya
9 Mutlak lebih
penting
Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi
2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua
penilaian yang berdekatan
Kebalikan Aij= 1/A Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila
dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i
ji
Sumber: Thomas L. Saaty (1991)
Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian
berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui
ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolut atau ekstrim. Penilaian yang
dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu
sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.
Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini
Saaty memberikan metode peraatan dengan rata-rata geometrik (geometric mean).
Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret
bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan
salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.
Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan
yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai
tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil
perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai
berikut:
aij = (Z1. Z2. Z3. ….. Zn)
dengan:
1/n
aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan criteria A1 dengan Aj Z
untuk n partisipan i = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai
N = Jumlah partisipan
untuk partisipasi I, dengan nilai i =1, 2,3, …, n
c. Synthesis of Priority
Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari eigen vector
dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority.
Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk
mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority.
Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki.pengurutan
elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority
setting.
d. Logical Consistency
Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan
model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi
mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya
maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan
dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus
membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigen
value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa
dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.
Rumus dari indeks konsistensi adalah:
CI = (λmaks
Dengan :
-n) (n-1)
CI = Indeks konsistensi
λmaks
n = Orde matrik
= Eigen value maksimum
dengan λ merupakan eigen value dan n ukuran matriks. Eigen value maksimum
suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai
CI negative. Makin dekat eigen value maksimum dengan besarnya matriks, makin
konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut
konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut
biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus diatas memang lebih cocok untuk
mengukur inkonsistensi suatu matriks.
Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio
inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks
random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1
sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National
Laoratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.
Tabel 3.4
Pembangkit Random (RI)
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CR = CI/RI
CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random
Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur.
Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidakkonsistensian
respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Pakpak Bharat
4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Pakpak Bharat
Kabupaten Pakpak Bharat resmi terbentuk menjadi daerah otonom setelah
berpisah dari Kabupaten Dairi berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2003. Kabupaten Pakpak Bharat terletak pada garis 20
15’00”-3032’00” Lintang Utara dan 96000’00”-98031’00” Bujur Timur. Sebelah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah Timur dengan Kabupaten Toba
Samosir, sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten
Humbang Hasundutan, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Singkil. Luas
keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km2
4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Pakpak Bharat
, yang terdiri dari 8
kecamatan.
Tabel 4.1
Kepadatan Penduduk Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013
No Kecamatan Jumlah
Di pertengahan 2013, hasil proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Pakpak
Bharat adalah 42.144 jiwa, yang terdiri dari 21.242 jiwa penduduk laki-laki dan
20.902 jiwa penduduk perempuan. Sebanyak 42.144 penduduk Kabupaten Pakpak
Bharat menyebar di delapan Kecamatan dan 52 desa, persentase terbesar berada di
kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe yaitu 23,32% (9.827 jiwa) sedangkan
persentase terkecil ada di Kecamatan Pagindar yaitu 2,97% (1.250 jiwa)
Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Pakpak Bharat (1218,30 Km2),
maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 35 jiwa per Km2
Dari sisi distribusi penduduk menurut kelompok umur, terlihat bahwa
penduduk Kabupaten Pakpak Bharat tergolong penduduk kelompok usia muda
karena sebesar 39,01% penduduk berumur kurang dari 15 tahun. dan sebanyak
60,99% merupakan penduduk usia produktif (usia 15 s/d 64 tahun).
dan
4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Pakpak Bharat
Tabel 4.2
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pakpak Bharat Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku
Atas Dasar Harga Konstan 2000
2012 2013 2012 2013
1 Pertanian 272.202,42 308.299,69 116.058,81 121.257,03
2 Pertambangan dan
Penggalian
5 Bangunan 41.789,39 46.666,56 21.043,59 22.499,90
6 Perdagangan,
Hotel Dan Restoran
48.854,59 55.832,52 21,303,17 22.645,85
7 Penganngkutan 9.434,38 11.244,09 2.433,74 2.620,82
8 Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan
6.761,96 7.872,07 2.962,63 3.163,27
9 Jasa 39.024,68 46.804,64 20.446,15 22.875,98
PDRB dengan Migas 420.521,07 479.459,42 185.261,27 196.125,86
PDRB tanpa Migas 420.521,07 479.459,42 185.261,27 196.125,86
Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat
Pada tahun 2013 PDRB Kabupaten Pakpak Bharat atas dasar berlaku
mencapai Rp 479,46 miliar, sedangkan berdasarkan atas dasar harga konstan 2000
tercapai sebesar Rp 196, 12 miliar. Sektor pertanian mendominasi struktur PDRB
pada tahun 2013 sebesar 64,30 persen. Sedangkan sektor yang menjadi
penyumbang terkecil untuk nilai PDRB adalah sektor pertambangan dan
penggalian, yaitu sebesar 0,05 persen. Besarnya sumbangan masing-masing sektor
perekonomian dalam menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Pakpak Bharat pada
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor jasa-jasa yaitu sebesar 11,88
persen. Pertumbuhan tertinggi selanjutnya terdapat pada sektor pengangkutan dan
komunikasi yaitu sebesar 7, 69 persen. Pertumbuhan tertinggi ketiga terdapat pada
sektor bangunan sebesar 6,92 persen. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi
pada sektor industri pengolahan yaitu sebesar 3,61 persen.
Tabel 4.3
Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Pakpak Bharat Tahun 2009-2013
Tahun Pertumbuhan
Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat (Diolah)
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009-2013 relatif
stabil, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar 6,77%, dan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 sebesar 5,86% lebih rendah bila
dibandingkan 3 tahun sebelumnya. Sedangkan untuk pendapatan per kapita
Kabupaten Pakpak Bharat pada Tahun 2013 sebesar Rp 11 juta, meningkat dari
tahun 2003 sebesar Rp 4.58 juta.
4. 2 Profil Responden
Berdasarkan hasil tabulasi terhadap 100 responden yang menjadi sampel
dalam penelitian ini dapat diinformasikan bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin pria sebesar 69% dan selebihnya berjenis kelamin wanita sebesar 31%.
Sedangkan responden yang paling banyak diwawancarai berusia 20-30 tahun yang
berjumlah 16 % serta yang berusia diatas 50 tahun hanya 9 % responden.
Sementara untuk tingkat pendidikan responden didominasi tamatan D3/S1/S2
sebesar 47 % dan tamatan SMA/ sederajat sebesar 45 % dan hanya 7% dari
responden yang tamatan SMP/ sederajat. Persentase responden berdasarkan
bidang profesi terbesar adalah pengusaha yaitu sebesar 29%, kemudian 13%
sebagai birokrat, 13% sebagai Mahasiswa, DPR, Pegawai Bank, Pegawai
Non-Bank, Staf Pengajar dan Tokoh Masyarakat masing-masing sebesar 9 %.
Tabel 4.4
Karakteristik Responden
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Pria 38 69%
2 Wanita 17 31%
Usia (Tahun) Jumlah Persentase
1 20 – 30 26 47%
2 31 – 40 15 27%
3 41 – 50 9 16%
4 >50 5 9%
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 SMP/Sederajat 4 7%
2 SMA/Sederajat 25 45%
3 D3/S1/S2 26 47%
Profesi Jumlah Persentase
1 Pengusaha 16 29%
4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya Saing
Daya saing ekonomi daerah menggambarkan kinerja indikator-indikator
pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator-indikator pembentuknya, maka
akan semakin tinggi daya saing ekonomi suatu daerah. Untuk melihat daya saing
Kabupaten Pakpak Bharat, maka terlebih dahulu ditentukan faktor-faktor penentu
daya saing ekonomi dengan menentukan nilai bobot dari masing-masing faktor
tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode Analytic
Heirarchy Process (AHP) dengan bantuan perangkat lunak yang disebut Expert
Choice.
Pembobotan ini digunakan sebagai dasar menentukan faktor-faktor yang
menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014. Bobot
yang lebih besar dari suatu faktor menunjukkan bahwa faktor tersebut lebih
penting dibandingkan dengan faktor lainnya dalam menentukan daya saing
ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat. Berikut ini hasil pembobotan dari
faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat seperti yang
Gambar 4.1
Nilai Bobot Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi
Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penentu daya saing
ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat tahun 2014 didominasi faktor infrastruktur
dengan bobot 0.343. Kemudian diikuti oleh faktor perekonomian daerah sebesar
0.266. Berikutnya faktor tenaga kerja dan produktivitas dengan bobot 0.203 dan
faktor kelembagaan dengan bobot sebesar 0.098. faktor sosial politik berada pada
urutan terakhir dengan bobot 0.090.
Secara persentase, bobot faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten
Gambar 4.2
Persentase Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi
Dari hasil pembobotan tersebut, tanggapan responden terhadap faktor
penentu daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat dipengaruhi oleh tiga
faktor dengan nilai bobot terbesar, yaitu faktor infrastruktur, faktor perekonomian
daerah, dan faktor tenaga kerja dan produktivitas.
Berikut dijelaskan masing-masing faktor penentu daya saing ekonomi
Kabupaten Pakpak Bharat berdasarkan pemeringkatan variabelnya.
4. 3. 1 Faktor Infrasturktur
Infrastruktur fisik merupakan faktor pendukung bagi kelancaran kegiatan
usaha. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur sangat mempengaruhi kelancaran
kegiatan usaha yang terjadi di daerah.
Faktor infrastruktur fisik yang terdiri dari dua variabel yaitu ketersediaan
infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur. Variabel ketersediaan infrastruktur
infrastruktur. Variabel kualitas infrastruktur fisik memiliki bobot sebesar 0.565
atau 57% dari keseluruhan bobot faktor infrastruktur. Persentase bobot dari
masing-masing variabel faktor infrastruktur fisik dapat dilihat pada gambar 4.3
Gambar 4.3
Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur
Tabel 4.5
Panjang dan Kondisi Jalan di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013 (km)
No Status Jalan Baik Sedang Rusak Rusak
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat (Diolah)
Panjang jalan di Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2013 adalah 712,55
km yang terdiri dari 41,00 km jalan negara, 69,05 km jalan provinsi dan 602,05
km jalan kabupaten. Dari total 41,00 km jalan negara, sepanjang 5,00 km
(12,19%) dalam kondisi rusak. Dari total 69,50 km panjang jalan provinsi,
kabupaten merupakan jalan aspal dan sepanjang 108,640 km merupakan jalan
batu, dari total 602,05 km jalan kabupaten, sepanjang 230,367 km (38,26%) masih
merupakan jalan tanah.
Tabel 4.6
Jumlah Jembatan Menurut Kecamatan dan Kondisi di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pakpak Bharat
Dari total 120 jembatan yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat, sebanyak
98 jembatan dalam kondisi baik, 14 jembatan dalam kondisi sedang, 8 jembatan
dalam kondisi rusak dan tidak ada jembatan dalam kondisi rusak berat.
Menurut tanggapan responden menunjukkan bahwa kedua indikator untuk
faktor infrastruktur memiliki nilai bobot yang relatif merata. Hasil pembobotan
yang didukung hasil wawancara terhadap responden yang menunjukkan bahwa
variabel ketersediaan infrastruktur, 55% responden menyatakan setuju bahwa
ketersediaan jalan sudah memadai. 18% responden sangat setuju bahwa
ketersediaan jalan sudah memadai, 18 % responden kurang setuju kurang setuju
ketersediaan jalan sudah memadai. Hanya sekitar 9% responden menyatakan tidak
juga dengan dengan ketersediaan pelabuhan laut, 64% responden sangat tidak
setuju bahwa ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai, 11% tidak setuju
bahwa pelabuhan laut sudah memadai, 16% responden kurang setuju bahwa
pelabuhan laut sudah memadai, hanya sekitar 9% responden setuju bahwa
pelabuhan laut sudah memadai. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya akses
Kabupaten Pakpak Bharat dengan laut. Untuk ketersediaan pelabuhan udara, 73%
responden menyatakan sangat tidak setuju bahwa ketersediaan pelabuhan udara
Kabupaten Pakpak Bharat sudah memadai, 11% responden tidak setuju bahwa
ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai, 11% responden kurang setuju
bahwa ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai, sekitar 6% responden setuju
bahwa akses pelabuhan udara sudah memadai. Untuk pelabuhan udara, Kabupaten
Pakpak Bharat tidak memiliki pelabuhan udara. Oleh karena itu sebagian besar
responden menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan tersebut.
Kemudian ketersediaan saluran telepon, 56% responden setuju bahwa
ketersediaan saluran telepon sudah memadai, 18% kurang setuju bahwa
ketersediaan saluran telepon sudah memadai, 7% tidak setuju bahwa ketersediaan
saluran telepon sudah memadai dan 13% sangat tidak setuju bahwa saluran
telepon sudah memadai.
Dalam variabel kualitas infrastruktur, 53% responden menyatakan setuju
terhadap kualitas jalan sudah baik, 22% menyatakan kurang setuju terhadap
kualitas jalan sudah baik, 15% sangat setuju bahwa kualitas jalan sudah baik, 4%
tidak setuju bahwa kualitas jalan sudah baik dan 7% sangat tidak setuju bahwa
Dalam wawancara ditemukan bahwa dominan responden menyatakan
perbaikan kualitas jalan jalur Kabupaten Pakpak Bharat ke Kabupaten Humbahas
serta pembukaan jalan Kecamatan Salak ke Kecamatan Pagindar yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
akan meningkatkan akses perekonomian Kabupaten Pakpak Bharat.
4. 3. 2 Faktor Perekonomian Daerah
Faktor perekonomian daerah berisi variabel potensi ekonomi dan variabel
struktur ekonomi yang merupakan pertimbangan penting dalam mendukung daya
saing ekonomi daerah. Dari hasil pembobotan menunjukkan bahwa penentu daya
saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat untuk faktor Perekonomian daerah
adalah variabel potensi ekonomi dengan bobot tertinggi yaitu 0,583 atau 58% dari
keseluruhan bobot faktor perekonomian daerah. Variabel struktur ekonomi
memiliki bobot sebesar 0,417 atau 42% dari keseluruhan bobot faktor
perekonomian daerah. Persentase dari masing-masing variabel indikator
Gambar 4.4
Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah
Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel potensi
ekonomi, 69% responden menyatakan setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat
cenderung meningkat. 9% sangat setuju bahwa tingkat daya beli masyarakat
meningkat dan hanya 22 responden yang kurang setuju bahwa tingkat daya beli
masyarakat cenderung meningkat. Selanjutnya untuk perkembangan kondisi
ekonomi yang semakin membaik, 71% responden setuju bahwa perkembangan
kondisi ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat semakin membaik, 7% responden
sangat setuju bahwa perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. Sekitar
22% responden menyatakan kurang setuju bahwa perkembangan kondisi ekonomi
Kabupaten Pakpak Bharat semakin membaik. Dalam hal kestabilan harga barang,
49% responden kurang setuju bahwa kondisi harga-harga barang dan jasa relatif
terjangkau, 29% setuju bahwa harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan
terjangkau. Namun sekitar 11% tidak setuju bahwa harga barang relatif stabil dan
terjangkau. Selanjutnya untuk tingkat kesejahteraan masyarakat, 62 % responden
setuju bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik, 13%
sangat setuju bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin
membaik, namun 22% responden kurang setuju bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat cenderung semakin membaik dan 4% responden sangat tidak setuju
bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin membaik.
Tabel 4.7
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Struktur Ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013
No Lapangan Usaha PDRB
Tahun 2013
Struktur Ekonomi
Persentase
1 Pertanian 308.299,69
Primer 64,34
2 Pertambangan/
Penggalian
220,38
3 Industri Pengolahan 951,45
Sekunder 10,26
4 Listrik, Gas, Air Bersih 1.568,02
5 Bangunan 46.666,56
6 Perdagangan, Hotel dan
Restoran
55.832,52
Tersier 25,40
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
11.244,09
8 Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
7.872,07
9 Jasa-jasa 46.804,64
Jumlah PDRB 479.459,42
Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat (Diolah)
Bila dilihat dari PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pakpak
Bharat Tahun 2013 maka kontribusi sektor primer (pertanian dan pertambangan/
penggalian) yang mendominasi yakni sebesar 64,34%, selanjutnya sektor tersier
(perdagangan/ hotel/ restoran, pengangkutan/ komunikasi, keuangan/ persewaan/
(industri pengolahan, listrik/ gas/ air, bangunan) sebesar 10.26%. Hal ini
menunjukkan bahwa sektor primer ini penyumbang terbesar PDRB Kabupaten
Pakpak Bharat dan diandalkan masyarakat sebagai mata pencaharian sebagian
besar penduduk serta menjadi penyerap tenaga kerja yang terbesar.
Dalam variabel struktur ekonomi, 75% responden menyatakan setuju
bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin meningkat. 7%
responden sangat setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin
meningkat, sekitar 19% responden kurang setuju bahwa nilai tambah atau sektor
primer semakin meningkat. Selanjutnya 53% responden setuju bahwa nilai
tambah atau kontribusi sektor sekunder meningkat, 9% sangat setuju bahwa nilai
tambah atau kontribusi sektor sekunder meningkat, namun 31% responden
menyatakan kurang setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder
meningkat dan 7% lainnya menyatakan tidak setuju. Kemudian, 45% responden
menyatakan kurang setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier
semakin meningkat, 42% setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier
semakin meningkat, 4% menyatakan sangat setuju nilai tambah atau kontribusi
sektor tersier semakin meningkat, namun ada 7% menyatakan tidak setuju dan 2%
menyatakan sangat tidak setuju bahwa nilai tambah atau kontribusi sektor tersier
semakin meningkat. Dari pernyataan responden menyatakan bahwa perekonomian
Kabupaten Pakpak Bharat didominasi pertanian.
4. 3. 3 Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Jumlah dan kualitas tenaga kerja suatu daerah merupakan faktor penting
dari 3 variabel, yaitu biaya tenaga kerja, ketersediaan tenaga kerja, dan
produktivitas tenaga kerja.
Variabel produktivitas tenaga kerja memiliki bobot 0,415 atau 41% dari
keseluruhan bobot faktor tenaga kerja dan produktivitas. Variabel ketersediaan
tenaga kerja memiliki bobot 0,376 atau 38% dan variabel biaya tenaga kerja
memiliki bobot sebesar 0,203 atau 21% dari keseluruhan bobot faktor tenaga kerja
dan produktivitas. Persentase bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat
pada gambar 4.5
Gambar 4.5
Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas
Varibel produktivitas dan ketersediaan menjadi prioritas dalam faktor
tenaga kerja dan produktivitas. Kedua faktor terebut dianggap sangat penting
dalam menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat.
Hasil wawancara persepsi masyarakat dalam varibel biaya tenaga kerja,
ketentuan UMK. 36% responden menyatakan bahwa besarnya upah tenaga kerja
sesuai dengan ketentuan UMK. 9% sangat setuju bahwa besarnya upah tenaga
kerja sesuai dengan ketentuan UMK dan sekitar 11% responden tidak setuju
bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan UMK. Kemudian 40%
responden menyatakan setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan
kebutuhan hidup masyarakat. 38% kurang setuju bahwa besarnya upah tenaga
kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, 9% sangat setuju bahwa
besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat dan sekitar
13% tidak setuju bahwa besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan
hidup masyarakat.
Tabel 4.8
Jumlah Pencari Kerja Terdaftar Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009-2013
No Tahun Jenis Kelamin Jumlah
Sumber: Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Pakpak Bharat
Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pakpak
Bharat, pencari kerja tertdaftar menurut jenis kelamin pada tahun 2013 yaitu
sebesar 143 jiwa, 62 pencari kerja adalah laki-laki dan 81 pencari kerja dengan
Tabel 4.9
Jumlah Pencari kerja Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2009-2013
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Tidak Sekolah, SD Tidak Tamat 0
Sumber: Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kab. Pakpak Bharat
Jumlah pencari kerja terdaftar menurut tingkat pendidikan di Kabupaten
Pakpak Bharat tahun 2009-2013, ada 19 pencari kerja dengan tingkat pendidikan
SLTP, 80 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SLTA, 6 pencari kerja dengan
tingkat pendidikan STM, 7 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SMEA, 121
pencari kerja dengan tingkat pendidikan SMK, 5 pencari kerja dengan tingkat
SPMA, 81 pencari kerja dengan tingkat pendidikan DI/DII, 162 pencari kerja
dengan tingkat pendidikan DIII dan 238 pencari kerja dengan tingkat Sarjana.
Dalam varibel ketersediaan tenaga kerja, 53% responden menyatakan
kurang setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga
kerja di Kabupaten Pakpak Bharat, 29% responden setuju bahwa jumlah angkatan
kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 4% sangat setuju dan sekitar
15% responden tidak setuju bahwa jumlah angkatan kerja sesuai dengan
kebutuhan pasar tenaga kerja. Kemudian untuk tingkat pendidikan angkatan kerja,
kebutuhan pasar tenaga kerja, 40% responden kurang setuju bahwa tingkat
pendidikan angkatan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, 4
% sangat setuju dan 16% responden tidak setuju bahwa tingkat pendidikan
angkatan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di Kabupaten
Pakpak Bharat.
Dalam variabel produktivitas tenaga kerja, 42% responden menyatakan
kurang setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif tinggi,
38% responden menyatakan setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang
ada relatif tinggi, 4% menyatakan sangat setuju dan sekitar 17% responden
menyatakan tidak setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif
tinggi. Kemudian 45% responden menyatakan setuju tingkat produktivitas tenaga
kerja sesuai dengan upah yang ada, 40% responden menyatakan kurang setuju
bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan upah yang ada, 2%
responden sangat setuju bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan
upah yang ada dan sekitar 13% responden menyatakan tidak setuju bahwa tingkat
produktivitas tenaga kerja sesuai dengan upah yang ada.
4. 3. 4 Faktor Kelembagaan
Dalam faktor kelembagaan ada empat varibel, yaitu varibel kepastian
hukum, variabel pembiayaan pembangunan, variabel aparatur dan variabel
peraturan daerah. Varibel-variabel yang membentuk faktor kelembagaan ini
secara langsung dibawah kendali pemerintahan daerah.
Dari hasil pembobotan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi
keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Variabel pembiayaan pembangunan
memiliki bobot 0,178 atau 18% dari keseluruhan bobot faktor kelembagaan.
Variabel aparatur memiliki bobot 0,229 atau 23% dari keseluruhan bobot faktor
kelembagaan dan variabel peraturan daerah memiliki bobot 0,309 atau 31% dari
keseluruhan bobot faktor kelembagaan. Persentase ini masing-masing variabel
dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6
Persentase Bobot Variabel Faktor Kelembagaan
Varibel peraturan daerah menjadi variabel yang paling penting dalam
menentukan daya saing ekonomi Kabupaten Pakpak Bharat, diikuti dengan
kepastian hukum, kemudian varibel aparatur dan terakhir variabel pembiayaan
pembangunan.
Dari wawancara persepsi masyarakat mengenai kepastian hukum, 56%
responden menyatakan setuju bahwa konsistensi peraturan yang mengatur
bahwa konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik,
sedangkan 35% responden kurang setuju bahwa konsistensi peraturan yang
mengatur kegiatan usaha sudah berjalan baik di Kabupaten Pakpak Bharat.
Selanjutnya, 65% responden menyatakan setuju bahwa penegakan hukum dalam
kaitannya dengan dunia usaha sudah baik, 7% menyatakan sangat setuju,
sedangkan 22% responden menyatakan kurang setuju bahwa penegakan hukum
dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik dan 5% responden tidak setuju
bahwa penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia usaha sudah baik.
Kemudian 49% responden menyatakan setuju bahwa pungli diluar birokrasi
terhadap kegiatan usaha semakin berkurang, 7% sangat setuju bahwa pungli diluar
birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang, sedangkan 18% responden
menyatakan kurang setuju, 15% menyatakan tidak setuju bahwa pungli diluar
birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang dan 11% responden
menyatakan sangat tidak setuju bahwa pungli di Kabupaten Pakpak Bharat diluar
birokrasi terhadap kegiatan usaha semakin berkurang.
Tabel 4.10
Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013
No Jenis Penerimaan Anggaran Realisasi Persentase
1 Pendapatan Asli
Daerah
9.335.245.295 9.080.676.936,84 97,27%
-Pendapatan Pajak Daerah
1.134.704.165 1.392.982.010 122,76%
-Pendapatan Retribusi Daerah
4.352.064.130 2.670.737.171 61,37%
-Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
1.200.000.000 1.260.766.739 105,06%
-Lain-lain
Pendapatan Daerah
yang Dipisahkan
2 Pendapatan Dana
Perimbangan
350.798.578.543 350.858.546.387 100,02%
-Dana Bagi Hasil 23.193.717.543 22.253.685.387 95,95%
-Dana Alokasi Umum
273.598.951.000 273.598.951.000 100,00%
-Dana Alokasi Khusus
54.005.910.000 54.005.910.000 100,00%
3 Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah
24.477.965.775 30.510.959.453 124,65%
-Hibah 0 0 0,00%
-Dana Darurat 0 0 0,00%
-Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi
2.669.965.775 1.921.965.775 71,98%
-Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus
11.808.000.000 12.249.699.000 103,74%
-Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda Lain
10.000.000.000 15.346.220.000 153,46%
-Pendapatan Lainnya
0 993.074.678 0,00%
Jumlah Penerimaan 384.611.789.613 390.450.182.776,84 101,52%
No Jenis Pengeluaran Anggaran Realisasi Persentase
1 Belanja Tidak
Langsung
172.219.716.911 145.707.893.350 84,61%
-Belanja Pegawai 152.045.898.911 130.023.175.520 85,52%
-Belanja Santunan Sosial
12.388.818.000 9.964.339.100 80,43%
-Bantuan Keuangan
3.920.000.000 3.383.418.730 86,31%
-Belanja Tidak Terduga
1.000.000.000 0 0.00%
-Belanja Hibah 2.865.000.000 2.336.900.000 81,57%
2 Belanja Langsung 232.038.006.437 236.144.133.607 101,77%
-Belanja Pegawai 7.769.243.500 8.056.759.600 103,70%
-Belanja Barang dan Jasa
94.331.862.213 80.100.740.628 84,91%
-Belanja Modal 129.936.900.724 147.986.633.379 113,89%
Jumlah Pengeluaran 404.257.723.348 381.852.026.957 94,46%
Menurut perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, pada
tahun 2013 anggaran penerimaan sebesar Rp 384.611.789.613 dan reaslisasinya
sebesar Rp 390.450.182.776,84. Sedangkan untuk anggaran belanja sebesar Rp
404.257.723.348 dan kemudian realisasinya sebesar Rp 381.852.026.957.
Dalam variabel keuangan daerah, 47% responden menyatakan setuju
bahwa APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan, 7%
responden sangat setuju bahwa APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan
kebutuhan, 29% responden menyatakan kurang setuju dan 13% menyatakan tidak
setuju bahwa APBD yang ada sekarang ini telah sesuai dengan kebutuhan dan 4%
responden menyatakan sangat tidak setuju. Selanjutnya mengenai realisasi APBD,
44% responden menyatakan setuju bahwa realisasi APBD sesuai dengan rencana
program dan anggaran, 9% menyatakan sangat setuju, 35% responden
menyatakan kurang setuju bahwa bahwa realisasi APBD sesuai dengan rencana
program dan anggaran, 11% menyatakan tidak setuju dan 2% menyatakan sangat
tidak setuju bahwa realisasi APBD Kabupaten Pakpak Bharat sesuai dengan
rencana program dan anggaran. 47% responden menyatakan setuju bahwa tingkat
penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah, 5% responden sangat
setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD relatif rendah. 29
responden menyatakan kurang setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam
penggunaan APBD relatif rendah, 11% menyatakan tidak setuju dan 7%
menyatakan sangat tidak setuju bahwa tingkat penyimpangan dalam penggunaan
Dalam variabel aparatur dan pelayanan, 65% responden menyatakan setuju
bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik, 5% sangat setuju
bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik, namun 18%
responden menyatakan kurang setuju dan sekitar 11% menyatakan tidak setuju
bahwa birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin baik. Selanjutnya 56%
responden menyatakan setuju bahwa penyalahgunaan wewenang oleh aparatur
semakin berkurang, 7% responden menyatakan sangat setuju bahwa
penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang, 27% responden
menyatakan kurang setuju dan sekitar 9% responden menyatakan tidak setuju
bahwa penyalahgunaan wewenang oleh aparatur semakin berkurang. Kemudian
mengenai pungutan, 62% responden menyatakan setuju bahwa struktur pungutan
oleh pemerintah daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai, 5% responden
menyatakan sangat setuju bahwa struktur pungutan oleh pemerintah daerah
terhadap dunia usaha sudah sesuai, 29% menyatakan kurang setuju dan 4%
responden menyatakan tidak setuju bahwa struktur pungutan oleh pemerintah
daerah terhadap dunia usaha sudah sesuai.
Dalam variabel peraturan daerah, mengenai produk hukum daerah, 71%
responden menyatakan setuju bahwa peraturan produk hukum daerah berupa
pajak dan retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha, 7% responden sangat
setuju bahwa peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan retribusi sudah
mendukung kegiatan dunia usaha, 18% responden menyatakan kurang setuju dan
4% responden menyatakan tidak setuju bahwa peraturan produk hukum daerah
mengenai implementasi Perda, 44% responden menyatakan setuju bahwa
implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan, 7% responden
menyatakan sangat setuju, 45% responden menyatakan kurang setuju bahwa
implementasi Perda sudah sesuai dengan yang ditetapkan dan 4% responden
menyatakan tidak setuju.
4.3.5 Faktor Sosial Politik
Kondisi sosial politik suatu daerah merupakan prasyarat mutlak untuk
menentukan daya saing ekonomi suatu daerah, kegiatan ekonomi dipengaruhi oleh
keamanan, keterbukaan masyarakat dan kondisi politik daerah tersebut.
Responden menganggap bahwa sosial penting mempengaruhi proses
pembentukan daya saing ekonomi daerah.
Dari hasil wawancara dihasilkan variabel stabilitas politik memiliki bobot
0,247 atau 25% dari keseluruhan bobot faktor sosial politik. Variabel keamanan
memiliki bobot 0,311 atau 31% dari keseluruhan bobot faktor sosial. Dan variabel
budaya memiliki bobot sebesar 0,442 atau 44% dari keseluruhan bobot faktor
sosial. Persentase dari masing-masing variabel faktor sosial politik dapat dilihat
Gambar 4.7
Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik
Variabel budaya menjadi prioritas dalam menentukan daya saing ekonomi
Kabupaten Pakpak Bharat, diikuti oleh variabel keamanan, kemudian variabel
stabilitas politik. Dari hasil wawancara persepsi masyarakat dalam variabel
stabilitas politik, 78% responden menyatakan setuju bahwa potensi konflik di
masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi, 9% menyatakan sangat setuju,
11% responden menyatakan kurang setuju dan 2% responden menyatakan tidak
setuju bahwa potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan dapat dideteksi.
Kemudian mengenai intensitas unjuk rasa yang ada di wilayah Pakpak Bharat,
76% responden menyatakan setuju bahwa intensitas unjuk rasa yang ada di
wilayah ini semakin menurun, 15% responden menyatakan sangat setuju bahwa
intensitas unjuk rasa yang ada di wilayah ini semakin menurun, 5% responden
kurang setuju, 2% menyatakan tidak setuju dan 1% responden menyatakan sangat
tidak setuju bahwa intensitas unjuk rasa yang ada di wilayah ini semakin
responden menyatakan setuju bahwa hubungan antara eksekutif dan legislatif
semakin baik, 4% responden menyatakan sangat setuju, 9% menyatakan kurang
setuju bahwa hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik, 7%
responden menyatakan tidak setuju dan 4% menyatakan sangat tidak setuju bahwa
hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin baik.
Tabel 4.11
Tindak Pidana di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2013
No Jenis Kejahatan Dilaporkan dan menonjol
1 Perkosaan 0 kasus
Sumber: BPS Kabupaten Pakpak Bharat (Diolah)
Pada tahun 2013 terjadi 73 tindakan kejahatan/ pelangggaran di Kabupaten
Pakpak Bharat, tindakan yang rentan terjadi adalah kasus penganiayaan sebanyak
28 kasus dan tindakan pencurian sebanyak 23 kasus. Selain itu, terdapat juga
perkara perdata yang masuk dan telah diputus di Kabupaten Pakpak Bharat tahun
2013 sebanyak 24 kasus.
Dalam variabel kemananan, 75% responden menyatakan setuju bahwa
gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha semakin menurun, 9%
responden menyatakan sangat setuju dan 11% responden menyatakan kurang