• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mutu Pelayanan Resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mutu Pelayanan Resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Pengumpulan Data

No

(6) Nilai 1: mencantumkan aturan pakai.

Nilai 2: mencantumkan aturan pakai dan nama pasien.

Nilai 3: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal.

Nilai 5: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.

(7) Nilai 1: mampu menjawab tentang aturan pakai.

Nilai 2: mampu menjawab tentang aturan pakai dan cara pakai.

(2)

Lampiran 2. Kuesioner penelitian

KUESIONER

PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN RESEP

DI PUSKESMAS KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OKU TIMUR SUMATERA SELATAN

Kuesioner ini adalah kuesioner untuk penulisan skripsi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU), oleh karena itu saya sebagai peneliti akan sangat berterima kasih jika Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia mengisi dan menjawab setiap pertanyaan dengan sukarela.

Beri tanda (X) pada pilihan yang sesuai I. Karakteristik Responden

1. Umur

a. usia 13 - 17 tahun b. usia 18 - 49 tahun c. usia 50 tahun ke atas 2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan 3. Pendidikan

a. tidak tamat SD d. SMA

b. SD e. Perguruan Tinggi/Akademi c. SMP

4. Tingkat penghasilan kepala keluarga/bulan

(3)

b. > Rp 5.000.000,00 5. Pekerjaan

a. Mahasiswa/Mahasiswi d. Pegawai swasta b. Wiraswasta e. Ibu rumah tangga c. Pegawai negeri sipil f. Lain-lain (Pensiun) 6. Sudah berapa kali anda datang ke Puskesmas ini:

a. Baru pertama kali b. 2 - 5 kali c. Lebih dari 5 kali 7. Resep atau obat yang anda tebus/ beli untuk:

a. Diri sendiri b. Anak/keluarga c. Orang lain

Pilih jawaban yang anda rasa tepat dengan tanda (X) pada kolom yang sesuai II. Persepsi Pasien

A. KEHANDALAN

A1. Kecepatan pelayanan obat

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A2. Obat tersedia dengan lengkap

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A3. Petugas melayani dengan ramah dan tersenyum

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A4. Petugas selalu siap membantu

(4)

B. KETANGGAPAN

B1. Petugas cepat tanggap terhadap keluhan konsumen

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B2. Petugas mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi konsumen

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B3. Terjadinya komunikasi yang baik antara petugas dan konsumen

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B4. Konsumen mendapatkan informasi yang jelas dan mudah dimengerti tentang resep/obat yang ditebusnya

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C. KEYAKINAN

C1. Petugas mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bekerja a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C2. Obat yang diperoleh terjamin kualitasnya

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C3. Obat yang diberikan sesuai dengan yang diminta

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik D. EMPATI

D1. Petugas memberikan perhatian terhadap keluhan konsumen

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik D2. Petugas memberikan pelayanan kepada semua konsumen tanpa memandang status sosial

(5)

D3. Konsumen merasa nyaman selama menunggu obat

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E. BUKTI LANGSUNG

E1. Apotek terlihat bersih dan rapi

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E2. Kenyamanan ruang tunggu

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E3. Penataan eksterior dan interior ruangan

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E4. Petugas apotek berpakain bersih dan rapi

a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik

III. Saran dan Tanggapan Anda

Komentar dan saran anda atas pelayanan resep yang diberikan oleh apotek :

... ... ... ... ...

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, T.M. (2009). Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel dari Populasi Tak Terhingga dan Tak Jelas. http://tatangmanguny.wordpress.com. Diakses tanggal: 19 Desember 2013.

Anggraeni, R. (2012). Mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 20-36.

Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 7-12.

Badan Pusat Statistik Kota Martapura. (2013). Kota Martapura Dalam Angka 2013. Martapura: Badan Pusat Statistik Kota Martapura. Halaman 2.

Budiastuti, (2002). Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. http://klinis.wordpress.com/2007/12/28/kepuasan-pasien-terhadap-pelayanan-rumah-sakit. Diakses tanggal: 24 Februari 2014. Halaman 23-35.

Bustami, M.S. (2011). Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Jakarta: Erlangga. Halaman 2-5.

Herman, M.J., Rini, S.H., dan Martuti, B. (2007). Analisis Situasi Pengelolaan Obat Publik di Beberapa Kabupaten/Kota. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 10(4): 283-290.

Jamil dan Mubasysyir. (2006). Mutu Pelayanan Farmasi di Puskesmas Kota Padang. Tesis. Yogyakarta: Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada. Halaman 25-35.

Kothler, P. (2003). Manajemen Pemasaran Internasional. New Jersey: Prentice Hall. Halaman 45.

Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., dan Lwanga, S.K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadja Mada University Press. Halaman 46-55.

Menkes RI. (2002). Daftar Tilik Jaminan Mutu (Quality Assurance) Pelayanan Kefarmasian di Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 23.

Menkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 36/2009. Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-15.

Menkes RI. (2004). Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-7.

Menkes RI. (2014). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 30/MENKES/2014. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman 2-30.

Menkes RI. (2014). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 35/MENKES/2014. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman 29.

(19)

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro. Halaman 3,7-10.

Sari, N. (2008). Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pemberian Informasi Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta. http//v2.e prints. ums. ac.id/ archive/etd/15398/5/13. Diakses tanggal: 19 Desember 2013. Halaman 30-33.

Sastroasmoro, S. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 93 - 95.

Supranto, J. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Cetakan Ketiga. Jakarta: Renika Cipta. Halaman 231 - 234, 261. Tjiptono, Fandy, dan Anastasia, D. (2001). Total Quality Management. Edisi Revisi.

Yogyakarta: Andi Offset. Halaman 4.

Yuningsih, Y. (2008). Evaluasi Kinerja Apotek Mitra Sehat Colomadu Karanganyer

Dengan Perspektif Customer dan Keuangan.

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko maupun efek atau hasil, dan cross sectional adalah salah satu pendekatan yang dipergunakan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang relatif singkat (Sastroasmoro, 2008).

3.2. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian adalah resep yang masuk ke apotek dan kuesioner yang dibagikan kepada pasien yang ada di apotek Puskesmas. Sampel diambil secara acak sistematis dan dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions) (Lemeshow, dkk., 1997).

Keterangan:

N = jumlah populasi

n =jumlah resep minimal yang diperlukan Z 1-α/2= derajat kepercayaan

p =proporsi resep

(21)

dengan persen kepercayaan yang diinginkan 95%; N = 2000 lembar resep; =

1,96; p = 0,5; dan d = 0,05 maka diperoleh besar sampel minimal, yaitu: n = (1,96)2(0,5)(1-0,5)(2000)

(0,05)(2000-1)+(1,96)2(0,5)(1-0,5) = 322

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh sampel untuk mutu pelayanan resep sebesar 322 resep yang masuk ke apotek di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.

Jumlah pasien yang dibagikan kuesioner untuk menentukan tingkat kepuasan terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan juga dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jumlah sampel pasien sama dengan sampel resep yang akan diteliti yaitu 322 orang.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2015 di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan yang terdiri dari 4 Puskesmas Rawat Jalan, yaitu Puskesmas Kotabaru bertempat di Jalan lintas Sumatera Martapura, Puskesmas Pasar Martapura bertempat di Jalan kol. Burlian kelurahan Pasar Martapura, Puskesmas Bunga Mayang di Jalan Arah Muara Dua KM 13, dan Puskesmas Pemetung bertempat di Jalan Raya pemetung basuki.

3.4 Analisis Data

Data diolah menggunakan program Microsoft Excel, disajikan dalam bentuk tabel, dan diagram.

(22)

a. Pelayanan resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

b. Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya dan terbagi dalam tiga kategori yaitu:

Kategori I = tidak puas Kategori II = puas

Kategori III = sangat puas

Tingkat kepuasan pasien dapat diamati berdasarkan beberapa variabel, yaitu:

i. Kehandalan, dalam hal ini adalah melayani secara cepat, kelengkapan obat, keramahan petugas, kesiapan petugas untuk membantu.

ii. Ketanggapan, dalam hal ini adalah cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, mampu memberikan solusi terhadap masalah pengobatan yang dihadapi pasien, komunikasi yang efektif antara petugas dan pasien, serta kelengkapan informasi obat yang diberikan petugas kepada pasien.

iii. Keyakinan, dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa, kualitas obat yang baik, dan kesesuaian produk obat dengan kebutuhan pasien.

(23)

v. Bukti langsung, dalam hal ini adalah kebersihan dan kerapian apotek, kenyamanan ruang tunggu, penampilan eksterior dan interior ruangan, serta kebersihan dan kerapian petugas.

3.6 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Peneliti melakukan pengambilan data langsung di Puskesmas, dan lembar kuisioner untuk tingkat kepuasan terhadap pelayanan resep di Puskesmas.

b. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.

c. Meminta izin Dinas Kesehatan Kota Martapura untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.

d. Mendatangi Puskesmas tersebut dan memberikan surat izin dari Dinas Kesehatan kota Martapura untuk melakukan penelitian.

e. Melakukan pengambilan data langsung pada saat pelayanan resep oleh peneliti di Puskesmas tersebut, dan membagikan kuesioner ke pasien yang datang ke Puskesmas untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap pelayanan resep di Puskesmas.

f. Mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh pasien.

g. Melakukan analisis data hasil kuesioner dan membuat laporan penelitian. 3.7 Teknik Pengambilan Data

(24)

rata-rata waktu penyiapan obat, rerata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.

b. Pengambilan data untuk menilai tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada pasien yang datang ke apotek untuk menebus resep. Penilaian tingkat kepuasan pasien ditentukan berdasarkan variabel-variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selanjutnya, kuesioner yang telah diisi oleh pasien dikumpulkan kembali dan diberi nilai berdasarkan hasil jawaban pasien.

3.8 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel 3.8.1 Variabel penelitian

a. Variabel terikat: i. Pelayanan resep ii. Tingkat kepuasan b. Variabel bebas:

i. Pelayanan resep

a) Waktu Penyiapan Obat

Pengukuran dilakukan mulai resep masuk ke loket sampai nama pasien dipanggil, hal ini berhubungan dengan waktu tunggu pasien.

b) Waktu Penyerahan Obat

(25)

c) Jumlah Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup, jumlahnya sesuai atau kurang dari yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek.

d) Jumlah Item Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup jumlah item sesuai yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek. e) Penggantian Item Obat

Pengukuran dilakukan dengan mengamati berapa banyak item obat dalam resep yang diganti baik oleh petugas maupun oleh penulis resep karena alasan obat tidak tersedia atau habis.

f) Etiket

(26)

g) Hasil Konseling

Pengukuran ini dimaksud untuk melihat apakah ada diberikan informasi kepada pasien tentang obat yang diterimanya sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan lainnya dan seberapa jauh informasi yang diberikan tersebut dapat diterima/dimengerti oleh pasien, dan diberikan nilai pada setiap item pertanyaan. Nilai berkisar antara 1 sampai 3. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar. Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3 pertanyaan dengan benar.

ii. Tingkat Kepuasan

a) Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini adalah sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan.

b) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Dalam hal ini adalah melayani secara benar.

(27)

d) Emphaty (empati), yaitu karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pelanggan.

e) Tangibles (bukti langsung), dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan (Bustami, 2011).

3.8.2 Cara pengukuran variabel a. Pelayanan Resep

Mutu pelayanan resep diukur melalui rerata waktu penyiapan obat, rerata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.

b. Tingkat Kepuasan

Kuesioner yang dibagikan kepada pasien terdiri dari 18 pertanyaan, dimana cara penilaian untuk tiap pertanyaan dengan memberikan nilai pada masing-masing pilihan jawaban berdasarkan skala Lickert (Supranto, 2006).

i. Jawaban sangat baik diberi nilai 5 ii. Jawaban baik diberi nilai 4

iii. Jawaban cukup baik diberi nilai 3 iv. Jawaban kurang baik diberi nilai 2

(28)

Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan dan hasil yang diperoleh dibagi atas tiga katagori untuk menentukan tingkat kepuasan pasien, yaitu:

a. Kategori I dengan total nilai 0 - 30 berarti tidak puas b. Kategori II dengan total nilai 31 - 60 berarti puas

(29)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum Kabupaten OKU Timur

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur merupakan satu dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas wilayah 3.370 km2. Dilihat dari sisi geografisnya kabupaten ini terletak antara 103° Bujur Timur sampai dengan 104° Bujur Timur dan antara 3° sampai dengan 4° Lintang Selatan. Luas wilayah Pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang beribukota Martapura meliputi 20 Kecamatan, 7 Kelurahan, 286 Desa (BPS Martapura, 2013). 4.2 Gambaran Umum Puskesmas di Kecamatan Martapura

Kecamatan Martapura memiliki 4 Puskesmas Rawat Jalan, yaitu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Martapura, Puskesmas Bunga Mayang dan Puskesmas Pemetung. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Resep yang Masuk Setiap Bulan pada Masing-masing Puskesmas.

Puskesmas Rata-rata Resep Setiap Bulan

Kotabaru 750

Martapura 500

Bunga Mayang 250

Pemetung 500

Data dari BPS Martapura tahun 2013 yang merupakan data paling baru menyatakan bahwa di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur tidak terdapat apoteker. Penanggung jawab apotek dilakukan oleh asisten apoteker. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.

(30)

Tenaga Kesehatan Jumlah

Dokter Umum 9

Dokter Gigi 1

Bidan 95

Perawat gigi 6

Perawat Umum 76

Gizi 3

SKM 17

DIII Farmasi/Asisten apoteker 3

AKL 8

4.3 Indikator Mutu Pelayanan Resep a. Rerata waktu penyiapan obat

(31)

Waktu Penyiapan Obat (detik)

Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs jumlah resep

WaktuPenyiapan Obat (detik)

Gambar 4.3 Diagram waktu penyiapan obat racikan (detik) vs jumlah resep

Diagram waktu penyiapan obat dibedakan karena perbedaan waktu yang cukup jauh. Perbedaan tersebut terjadi karena penyiapan untuk resep obat racikan (serbuk/campuran) membutuhkan waktu yang cukup lama dari pada penyiapan untuk resep obat jadi (sediaan tunggal).

Hal ini dikarenakan petugas membutuhkan waktu untuk mencari dan meracik obat sedangkan jumlah resep yang harus dilayani cukup banyak sehingga petugas

23

94

71

63

35

10

0-100 101-200 201-300 301-400 401-500 501-600

17

3

1

0

1

0

2

(32)

cukup kesulitan terutama untuk melayani resep obat racikan (serbuk/campuran) dan membuat pasien menunggu lebih lama dari pada resep obat jadi.

Rerata waktu penyiapan obat jadi yang paling lama, lalu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Bunga Mayang, dan Puskesmas Pemetung (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Rerata Waktu Penyiapan Obat Jadi di Masing-masing Puskesmas

Puskesmas Rata-rata Waktu

Penyiapan Obat Interval Waktu Resep

Kotabaru 260 detik 40-600 detik 132

Martapura 257 detik 20-500 detik 102

Bunga Mayang 256 detik 100-400 detik 32

Pemetung 255 detik 180-356 detik 30

Rerata waktu penyiapan obat racikan yang paling lama, lalu Puskesmas Pemetung, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Bunga Mayang (Tabel 4.4).

Tabel 4.4 Rerata Waktu Penyiapan Obat Racikan di Masing-masing Puskesmas

Puskesmas Rata-rata Waktu

Penyiapan Obat Interval Waktu Resep

Kotabaru 900 detik 600-1000 detik 12

Martapura 897 detik 700-2400 detik 5

Bunga Mayang 896 detik 650-900 detik 3

Pemetung 899 detik 628-1100 detik 6

b. Rerata waktu penyerahan obat

(33)

Waktu Penyerahan Obat (detik) Gambar 4.4 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep

Rerata waktu penyerahan obat di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan lebih lama dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2012), yakni 7 detik dengan interval waktu 2 - 80 detik.

Rerata waktu penyerahan obat yang diperoleh peneliti lebih lama dari penelitian Anggraeni (2012), dikarenakan pasien diberikan informasi yang cukup lengkap tentang obat yang diberikan dan adanya komunikasi antara pasien dan petugas mengenai obat yang diberikan sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak. Ketika menyerahkan obat, perlu disertakan juga informasi mengenai obat dan penggunaannya, bahaya terputusnya atau tidak teraturnya penggunaan obat, cara penyimpanan obat, juga tentang kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, terutama obat bebas yang digunakan pasien. Perlu diingatkan obat yang mempengaruhi kemampuan mengendarai kendaraan, pejalan kaki dalam jalan ramai, koordinasi berfikir, dan orang yang menjalankan mesin. Pasien diingatkan untuk menyimpan obat jauh dari jangkauan anak-anak (Anief, 2007).

215

87

17

3

(34)

Puskesmas Pemetung memiliki rerata waktu penyerahan obat yang paling lama, lalu Puskesmas Bunga Mayang, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Kotabaru (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Rerata waktu penyerahan obat di masing-masing Puskesmas

Puskesmas Rata-rata Waktu

Penyerahan Obat Interval Waktu Resep

Kotabaru 24 detik 2-80 detik 140

Martapura 19 detik 2-30 detik 32

Bunga Mayang 21 detik 2-40 detik 130

Pemetung 18 detik 2-60 detik 20

c. Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,76%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012), yakni 94,44%. Dari 4 Puskesmas yang diambil datanya, terdapat Puskesmas yang mengurangi jumlah obat, terutama obat penurun panas, yang tertulis dalam resep 9 tablet tetapi yang diberikan 6 tablet. Alasan yang diberikan oleh petugas pengelola obat adalah karena biasanya panas akan turun dalam dua hari sehingga obat akan tersimpan di rumah dalam waktu yang cukup lama, bisa saja sampai lewat tanggal kadaluarsa dan ketika pasien sakit panas, maka obat yang disimpan tadi diminumnya tanpa melihat tanggal kadaluarsa. Hal ini tentu saja sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan pasien.

(35)

menghentikan pengobatan jika suhu badan stabil, tetapi bisa berakibat penyalahgunaan dokumentasi.

d. Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,14%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan penelitian Anggraeni (2012), yakni 98,89%. Lebih rendahnya persentase jumlah item obat yang diperoleh peneliti daripada penelitian yang dilakukan Anggraeni karena tidak adanya komunikasi 2 arah antara penulis resep dan petugas pengelola obat tentang obat apa saja yang tersedia dan tidak tersedia, misalnya penulis resep meresepkan obat tetes telinga sementara obat tersebut tidak tersedia di Puskesmas. Petugas pengelola obat menuliskan resep obat yang tidak tersedia agar pasien dapat membeli sendiri. Kondisi seperti ini mengharuskan pasien mengeluarkan biaya sendiri/tambahan.

e. Persentase penggantian item obat

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase penggantian item obat sebanyak 1,94%. Penggantian obat yang terjadi misalnya alopurinol diganti dengan piroksikam. Dibandingkan dengan penelitian Anggareni (2012), persentase penggantian item obat adalah 0%. Ini menunjukkan bahwa persentase penggantian resep di Puskesmas Kecamatan Martapura lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anggareni (2012).

(36)

f. Persentase etiket yang lengkap

Pengukuran persentase etiket dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakai/peringatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.

Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase etiket bernilai 1 adalah 64,44% dengan jumlah sampel 218 resep, bernilai 2 adalah 30,28% dengan berjumlah sampel 85 resep dan bernilai 3 adalah 5,28% dengan berjumlah sampel 19 resep, bernilai 4 dan bernilai 5 adalah 0% .

(37)

menyediakan sendok takaran dosis untuk setiap pasien dengan resep suspensi kering antibiotik. Untuk memudahkan pasien, petugas pengelola obat berinisiatif langsung memberi tanda pada kemasan botol menggunakan spidol dan tentu saja sudah diukur sebelumnya.

Tidak lengkapnya label dapat berakibat tertukarnya obat dan pasien tidak mengetahui apa nama obat yang diminumnya. Penyerahan obat kepada pasien harus diberi etiket yang dilekatkan pada wadah/pengemas yang tertera:

i.nama pasien (sebagai pengganti bila dikehendaki dengan nomor), ii.aturan pakai, dan

iii.paraf yang membuat (asisten apoteker atau apoteker).

Untuk obat yang melalui mulut masuk perut disebut sebagai obat dalam, memakai etiket kertas berwarna putih dan bagi obat luar yaitu untuk kulit, mata, hidung, telinga, dubur, vagina, injeksi, obat kumur yang tidak ditelan digunakan etiket kertas berwarna biru (Anief, 2007).

g. Persentase hasil konseling

(38)

jumlah sampel adalah 139 pasien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien menerima obat dengan jenis yang sama dan sebelumnya sudah dijelaskan oleh dokter yang memberikan resep, serta petugas di apotek juga kembali memberikan informasi obat kepada pasien baik secara lisan maupun tulisan di etiket obat.

4.4 Tingkat Kepuasan Pasien

4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian a. Usia

Berdasarkan usia dari 322 responden yang diamati, bahwa lebih dari 50% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura berada pada rentang usia 18 - 49 tahun, dimana usia tersebut masih termasuk dalam usia produktif (Tabel 4.6).

Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan usia

Usia Jumlah

(n= 322) %

13-17 tahun 22 6,83

18-49 tahun 165 51,24

>50 tahun 135 41,93

b. Jenis Kelamin

(39)

Tabel 4.7 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

(n=322) %

Laki-laki 170 52,80

Perempuan 152 47,20

c. Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan dari 322 responden yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 44,10% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura adalah tamatan Perguruan Tinggi/Akademik dan diikuti dengan tamatan SMA sebanyak 49,69%. Berdasarkan tingkat pendidikan, dilihat bahwa pasien yang datang cukup memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat membantu peneliti untuk menjawab pertanyaan yang diberikan secara objektif (Tabel 4.8).

Tabel 4.8 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Pendidikan Jumlah

(n= 322) %

Tidak tamat SD 0 0

SD 3 0,93

SMP 17 5,28

SMA 160 49,69

Perguruan Tinggi/Akademik 142 44,10

d. Penghasilan

(40)

Tabel 4.9 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan

Penghasilan Jumlah (n= 322) %

<Rp 1.000.000,00 20 6,21

Rp 1.000.000,00-Rp 5.000.000,00 175 54,35

>Rp 5.000.000,00 127 39,44

e. Pekerjaan

Berdasarkan pekerjaan dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Puskesmas Kecamatan Martapura adalah pegawai Puskesmas sendiri yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan juga para pensiunan, lalu diikuti oleh para keluarga yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, BUMN, mahasiswa/mahasiswi, dan juga wiraswasta (Tabel 4.10).

Tabel 4.10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Jumlah (n= 322) %

Mahasiswa/Mahasiswi 48 14,91

Wiraswasta 9 2,79

Pegawai Negeri Sipil 147 45,65

Pegawai BUMN 2 0,62

Ibu Rumah Tangga 48 14,91

Lain-lain (Pensiun) 68 21,12

f. Frekuensi penebusan resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura

(41)

Berapa kali pasien datang ke apotek Jumlah (n= 322) %

Pertama kali 5 1,55

2-5 kali 36 11,18

>5 kali 281 87,27

g. Tujuan penebusan

Berdasarkan tujuan penebusan resep dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa 66,15% resep yang ditebus bertujuan untuk pemakaian sendiri, 33,23% bertujuan untuk anak/keluarga, dan 0,62% bertujuan untuk orang lain (Tabel 4.12). Tabel 4.12 Karakteristik responden berdasarkan tujuan penebusan resep

Resep yang ditebus untuk Jumlah (n= 322) %

Diri sendiri 213 66,15

Anak/keluarga 107 33,23

Orang lain 2 0,62

4.4.2 Distribusi Penilaian pada Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasaan Pasien

Perolehan data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan berdasarkan jumlah pasien yang dijadikan responden. Dari semua variabel kehandalan, mayoritas pasien menyatakan baik. Dimana untuk kecepatan pelayanan sebanyak 194 responden (60,25%), kelengkapan obat sebanyak 182 responden (56,52%), keramahan petugas sebanyak 169 responden (52,48%), tingkat kesiapan untuk membantu sebanyak 180 responden (55,90%) (Tabel 4.13).

(42)

(55,90%), dan 205 responden (63,66%). Sementara untuk komunikasi yang efektif diperoleh persentase terbesar adalah sangat baik sebanyak 142 responden yaitu 44,10% (Tabel 4.13).

Informasi obat merupakan salah satu hal yang penting dalam pelayanan kefarmasian oleh karena itu petugas apotek harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Manfaat adanya pemberian informasi obat yaitu, mengurangi resiko terjadinya kesalahan dan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pemakaian obat, mengurangi resiko terjadinya efek samping obat, menambah keyakinan akan efektivitas dan kemampuan obat yang digunakan (Sari, 2008).

(43)
(44)

Berdasarkan dari variabel keyakinan, diperoleh persentase untuk pengetahuan dan keterampilan petugas terbesar adalah baik sebanyak 199 responden yaitu 61,80%. Untuk kualitas obat dan kesesuaian produk obat dengan yang diresepkan diperoleh persentase terbesar adalah baik, dimana masing-masing 244 responden dan 238 responden, yaitu 75,78% dan 73,91%. Untuk variabel empati juga tidak berbeda dari variabel-variabel sebelumnya, dimana perhatian petugas kepada pasien, pelayanan yang diberikan petugas tanpa memandang status sosial, dan kenyamanan saat menunggu memperoleh persentase terbesar adalah baik, yaitu 57,14% untuk 184 responden, 59,63% untuk 192 responden, dan 50% untuk 161 responden (Tabel 4.13).

Berdasarkan variabel bukti langsung, diperoleh persentase kebersihan dan kerapian apotek yang dirasakan pasien adalah baik sebanyak 181 responden yaitu 56,21%. Untuk kenyaman ruang tunggu diperoleh persentase terbesar adalah baik sebanyak 165 responden yaitu 51,24%. Pendapat pasien tentang eksterior dan interior ruangan adalah baik sebanyak 193 responden dengan persentase 59,94%. Untuk kebersihan dan kerapian petugas, sebanyak 208 pasien memiliki pendapat baik dengan persentase 64,60% (Tabel 4.13).

4.4.3 Penilaian Tingkat Kepuasan

(45)

puas dengan persentase 16,80% dengan rentang skor 31 - 60, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas (Tabel 4.14 dan Gambar 4.5).

Menurut Supranto (2006), terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu kehandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, ketanggapan (responsiveness) kemampuan membantu pelanggan untuk memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan, keyakinan (confidence) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau (assurance), empati (emphaty) kemampuan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan, dan berwujud (tangible) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi. Tabel 4.14 Total skor pasien berdasarkan variabel yang mempengaruhi tingkat

kepuasan pasien.

Total skor kepuasan pasien Jumlah (n= 322) %

1 (0-30) 0 0

2 (31-60) 54 16,80

3 (61-90) 268 83,20

Keterangan :

* : 1 (tidak puas), 2 (puas), 3 (sangat puas)

Kepuasan merupakan perasaan menyenangkan atau kecewa seseorang yang membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) dan harapan-harapannya. Kualitas berdampak langsung pada kinerja atau jasa. Kepuasan merupakan hal yang penting untuk menilai mutu pelayanan dari pelayanan suatu pemberi jasa dan menilai keberhasilan dari suatu organisasi apotek (Kothler, 2003).

(46)

Kepuasan Pasien

Gambar 4.5 Diagram kepuasan pasien vs jumlah pasien

Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Yuningsih, 2008).

0

54

268

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan:

a. berdasarkan pelayanan resep terhadap mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum memenuhi standar.

b. berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan resep yang diberikan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya:

a. disarankan untuk perbaikan menyeluruh mengacu pada Permenkes nomor 30 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas.

(48)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Menkes, RI., 2004).

Menurut Purwastuti, digolongkan pelayananan kefarmasian sebagai salah satu pelayanan penunjang medik terapeutik bersama-sama dengan kegiatan lain seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat, dan rehabilitasi medik. Pada saat ini, pasien dihadapkan beraneka ragam pilihan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan farmasi. Mereka mempunyai posisi yang cukup kuat sehingga dalam memilih pelayanan tidak hanya mempertimbangkan aspek produk saja, tetapi juga aspek proses dan jalinan relasinya (Purwastuti, 2005).

2.1.1 Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian

(49)

mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan (Menkes, RI., 2014).

Kepala ruang farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai yang baik.

Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis pakai meliputi: a. Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas.

Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:

i. perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai yang mendekati kebutuhan;

ii. meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan iii. meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di Puskesmas.

b. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai

(50)

c. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai

Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.

Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Masa kadaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan. d. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai

Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

i.bentuk dan jenis sediaan;

ii.stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban); iii.mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan

iv.narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

(51)

Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.

Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

f. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai

Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

Pengendalian obat terdiri dari: i.pengendalian persediaan; ii.pengendalian penggunaan; dan

iii.penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa. g. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya (Menkes, RI., 2014).

Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:

(52)

ii.sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan iii.sumber data untuk pembuatan laporan.

h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:

i.mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;

ii.memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai; dan

iii.memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan (Menkes, RI., 2014). 2.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan media habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes, RI., 2014).

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:

i.meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di Puskesmas;

ii.memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai;

(53)

iv.melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Menkes, RI., 2014).

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian Resep, Penyerahan obat, dan Pemberian informasi obat

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

i.nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; ii.nama, dan paraf dokter;

iii.tanggal resep;

iv.ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi:

i.bentuk, dan kekuatan sediaan; ii.dosis dan jumlah obat;

iii.stabilitas dan ketersediaan; iv.aturan dan cara penggunaan;

v.inkompatibilitas (ketidakcampuran obat). Persyaratan klinis meliputi:

i.indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat; ii.ketepatan duplikasi pengobatan;

iii.alergi, indikasi dan efek samping obat iv.kontra indikasi;

(54)

Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.

Tujuan:

i.pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan; ii.pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan. b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Tujuan:

i.menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat;

ii.menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai);

iii.menunjang penggunaan obat yang rasional (Menkes, RI., 2014). c. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.

(55)

pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik obat, kompleksitas pengobatan, komploksitas penggunaan obat, kebinggungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat (Menkes, RI., 2014).

d. Ronde/Visite Pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.

Tujuan:

i.memeriksa obat pasien;

ii.memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien;

iii.memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat; iv.berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi

pasien.

(56)

komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.

e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Tujuan:

i.menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang;

ii.menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan (Menkes, RI., 2014).

f. Pemantauan terapi obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Tujuan:

i.mendeteksi masalah yang terkait dengan obat;

ii.memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat (Menkes, RI., 2014).

g. Evaluasi penggunaan obat

Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).

(57)

i.mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu;

ii.melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu (Menkes, RI., 2014).

2.2 Pelayanan Resep

Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Menkes, RI., 2014).

2.2.1 Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes, RI., 2014).

Resep harus ditulis secara jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan obat kepada dokter penulis resep.

2.2.2 Standar Penulisan Resep

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe (ambilah). Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Suatu resep yang lengkap harus memuat:

(58)

d.tanda tangan atau paraf dokter penulisan dokter penulisan resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

e.nama pasien, jenis kelamin, umur, serta alamat

f. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

2.2.3 Skrining Resep

Skrining resep adalah hasil evaluasi dengan cara membandingkan literatur dan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap resep dokter. Tahapan proses skrining resep meliputi:

a.melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu: nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin dan berat badan pasien

b.melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat c.mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian

(dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya), membuat kartu pengobatan pasien

d.mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan (Menkes, RI., 2004).

2.2.4 Indikator Mutu Pelayanan Resep

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, digunakan tujuh indikator untuk evaluasi mutu pelayanan yaitu:

(59)

Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b.Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c.Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d.Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.

e.Informasi obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f. Konseling

(60)

penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g. Monitoring penggunaan obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan kronis lainnya.

2.3 Kepuasan Pasien

2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien

Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya (Kothler, 2003).

(61)

Kepuasaan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).

2.3.2 Faktor-Faktor Kepuasan Pasien

Mempertahankan konsumen agar tetap loyal terhadap apotek adalah lebih sulit. Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen yaitu kualitas pelayanan pada konsumen. Kepuasan konsumen adalah faktor penentu kesetiaan terhadap apotek (Sari, 2008).

Menurut Tjiptono, dkk., (2001), kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa faktor: a.sikap pendekatan petugas medis terhadap konsumen;

b.prosedur yang tidak membingungkan konsumen;

c.waktu tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen; d.keramahan petugas kesehatan terhadap konsumen;

e.proses penyembuhan yang dirasakan konsumen.

Menurut Budiastuti (2002), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:

a.Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan.

(62)

Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkannya.

c.Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan rumah sakit mahal. Cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d.Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

e.Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan.

Sumber daya manusia untuk mengelola apotek adalah seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus:

a.mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik; b.mampu mengambil keputusan yang tepat;

c.mampu berkomunikasi antar profesi;

(63)

e.membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menkes, RI., 2004).

Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa atau campuran produk dan jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan konsumen (Harianto, 2005).

Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu:

a.Kehandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

b.Ketanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan yang memberikan jasa dengan cepat.

c.Keyakinan (confidence), pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance.

d.Empati (emphaty), syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

e.Berwujud (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi (Supranto, 2006).

2.4 Puskesmas

(64)

kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah, yaitu desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW) (Menkes, RI., 2004).

Tolak ukur penyelenggara upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama adalah Puskesmas yang didukung secara lintas sektoral dan didirikan sekurang-kurangnya satu di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yakni:

a.pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; b.pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan; dan c.pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.

Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut:

a.papan nama apotek yang dapat terlihat jelas oleh pasien b.ruang tunggu yang nyaman bagi pasien

c.peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain

d.tersedia tempat dan alat untuk mendisiplinkan formasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, dan majalah kesehatan

(65)

g.tempat penyimpanan obat khusus, seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

h.tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau computer agar pemasukan dan pengeluaran obat termasuk tanggal kadaluarsa obat dapat dipantau dengan baik

(66)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah belum sepenuhnya menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Sistem informasi kesehatan menjadi lemah setelah menerapkan kebijakan desentralisasi. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia tepat waktu. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang berbasis fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten/kota, namun belum dimanfaatkan. Proses desentralisasi yang semula diharapkan mampu memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, dalam kenyataannya belum sepenuhnya berjalan dan bahkan memunculkan euforia di daerah yang mengakibatkan pembangunan kesehatan terkendala (Menkes, RI., 2009).

(67)

Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis tingkat pertama, dalam implementasi program masih menghadapi masalah antara lain implementasi kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat (Menkes, RI., 2004).

Pengelolaan dan pelayanan obat di Puskesmas merupakan suatu hal yang perlu dilakukan karena obat yang diinventariskan di Puskesmas menyerap dana yang cukup besar yaitu lebih kurang 30-40% dari anggaran pembangunan kesehatan di masing-masing kabupaten/kota. Latar belakang pendidikan petugas di ruang obat farmasi puskesmas sangat beragam mulai dari tenaga apoteker, asisten apoteker, perawat, dan lain-lain ( Menkes, RI., 2002).

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat sehingga perlu ditunjang dengan pelayanan resep. Oleh karena itu, puskesmas harus menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan (Menkes, RI., 2004).

(68)

penelitian mengenai pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Menentukan mutu pelayanan resep dan tingkat kepuasan pasien dapat dibagi atas variabel terikat dan variabel bebas. Pelayanan resep dan tingkat kepuasan pasien merupakan variabel terikat. Varabel bebas untuk pelayanan resep adalah waktu penyiapan obat, waktu penyerahan obat, jumlah obat, jumlah item obat, penggantian item obat, etiket, dan hasil konseling, sementara variabel bebas untuk tingkat kepuasan adalah kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.

(69)

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. apakah mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum sesuai standar pelayanan kefarmasian? b. apakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan

Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sangat puas?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah:

a. mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum sesuai standar

b. tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sangat puas

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan

(70)

1.6 Manfaat Penelitian

a. penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah b. penelitian ini sangat bermanfaat bagi manajemen pelayanan Puskesmas di

Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Martapura dalam rangka pembinaan Puskesmas c. penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Kecamatan

(71)

MUTU PELAYANAN RESEP DI PUSKESMAS KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OKU TIMUR SUMATERA SELATAN

ABSTRAK

Mutu pelayanan yang baik merupakan bagian penting yang harus diberikan para penyedia jasa pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas. Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan, wajib memberikan pelayanan yang aman, bermutu dengan mengutamakan kepentingan terbaik bagi pasien. Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan akan mempunyai persepsi yang baik. Sebaliknya, pasien yang merasa tidak puas akan mempunyai persepsi yang buruk.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui mutu pelayanan resep dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan. Penilaian mutu pelayanan resep dilakukan dengan mengamati secara random 322 resep yang masuk ke apotek. Mutu pelayanan resep diamati berdasarkan beberapa indikator, yaitu rata-rata waktu penyiapan dan penyerahan obat, persentase jumlah obat dan item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling. Sementara itu, tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan mengamati secara random 322 pasien yang datang ke apotek. Tingkat kepuasan pasien diamati dengan membagikan kuesioner yang telah disediakan peneliti dan selanjutnya diisi oleh pasien. Penilaian tingkat kepuasan dilakukan terhadap variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan mutu pelayanan resep diperoleh rerata waktu penyiapan obat jadi 257 detik (55 - 599 detik) dan obat racikan 898 detik (606 – 2211 detik), rerata waktu penyerahan obat 20 detik (4 - 78 detik), persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep 98,76%, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep 98,14%, persentase penggantian item obat 1,94% (0,95-7,32%), etiket yang ditulis secara lengkap sebanyak 218 resep (67,70%), dan pasien yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti sebanyak 183 pasien (56,83%). Sementara berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum memenuhi standar. Berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan, sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan resep yang diberikan Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.

(72)

QUALITY OF PRESCRIPTION SERVICES IN PUBLIC HEALTH CENTRE MARTAPURA OKU TIMUR DISTRICT

SOUTH SUMATRA

ABSTRACT

Good quality service is an important part that must be given by health care workers, including public health center. In providing health services. Public health center is required to provide safeand good quality services, by prioritizing the the patients' satisfaction and needs. Felling satisfaction of services provided by health workers will have a good perception. In the other, feeling dissatisfied will provide a bad perception.

The study was conducted to find out the quality of prescription services and patients' satisfaction toward prescription services in public health center Martapura OKU Timur district South Sumatra. Prescription services quality assessment carried out by randomly observing from 322 prescriptions required from the pharmacy. Quality of prescription service was observed by several indicators, the average time preparation and medicines and drugs delivery, the percentage of the amount and drugs items submitted as prescribed, the percentage of drugs replacement items, complete etiquette percentage, and the percentage of counseling results. Meanwhile, the level of patient satisfaction was conducted by randomly observing from 322 patients who came to the pharmacy. The level of patient satisfaction was observed by distributing a questionnaire provided by researchers and subsequently filled by the patient. Assessment of the satisfaction level performed on variable reliability, responsiveness, assurance, empathy and direct evidence.

The results showed that based on the quality of service prescriptions obtained an average preparation time of drugs was 257 seconds (55-599 seconds) and drug concoction was 898 seconds (606-2211 sec), the average time of drugs delivery was 20 seconds (4-78 seconds), the percentage of the drug amount delivered as prescribed was 98.76%, the percentage of the number of items submitted as prescribed was 98.14%, the percentage of drug replacement item a was 1.94% (from 0.95 to 7.32%), completely written etiquette was 218 prescriptions (67.70%), and patients who can answer questions asked by the researcher were 183 patients (56.83%). Based on the patient satisfaction level toward prescription services were 268 patients (83.20%) very satisfied, 54 patients (16.80%) were satisfied, and no patient was dissatisfied. It can be concluded that the prescription services quality in Public health services in Martapura OKU Timur Regency South Sumatra yet does not meet the standards. Based on the level of patient satisfaction toward the services, most of patients feel very satisfied with the quality of prescription services given by Public health services in Martapura OKU Timur Regency South Sumatra.

(73)

MUTU PELAYANAN RESEP DI PUSKESMAS

KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OKU

TIMUR SUMATERA SELATAN

SKRIPSI

OLEH:

WULANDARI

NIM 131524038

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar

Tabel 4.1 Rerata Jumlah Resep yang Masuk Setiap Bulan pada Masing-masing Puskesmas.
Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs jumlah resep
Tabel 4.4 Rerata Waktu Penyiapan Obat Racikan di Masing-masing Puskesmas
Gambar 4.4 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi perlakuan polybag ukuran sedang dengan media campuran tanah dan pasir dapat diaplikasikan untuk ke- giatan budidaya pandan wong karena se- lain mempunyai

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pertandingan putra dari berbagai tim bola basket yang mengikuti kompetisi bola basket L.A Campus League 2013 di Bandung yang berjumlah 31

Untuk mencapai tujuan dari sebuah pembelajaran, tidaklah cukup bagi seorang guru hanya cakap dan menguasai materi pelajaran, lebih jauh dari itu, faktor yang

Alokasi pengiriman barang dapat diketahui dari nilai value pada hasil berikut... Setelah program dijalankan, maka akan

Guru merupakan sebagai agen pembelajar, kelemahan guru dilapangan adalah banyaknya guru yang tidak mempunyai inisiatif untuk belajar, cepat merasa puas diri dengan

[r]

Paparan Data Situs I ... Paparan Data Situs

[r]