• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi dan Analisa Desain Kapasitas Saluran Drainase Kawasan Kampus Universitas Darma Agung Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi dan Analisa Desain Kapasitas Saluran Drainase Kawasan Kampus Universitas Darma Agung Medan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

FOTO-FOTO DOKUMENTASI

A. PERALATAN YANG DIBUTUHKAN

Gambar: Meter ukuran 50 m

(2)

Gambar: Alat Tulis (Pulpen)

(3)

Gambar: Senter

(4)

B. TAHAPAN PELAKSANAAN PENGUKURAN

Gambar: Pengukuran lebar atas saluran. Gambar: Pengukuran lebar bawah saluran.

(5)

C. FOTO-FOTO LAPANGAN

Gambar: Kontruksi saluran yang Gambar: Kondisi sedimen yang terjadi rusak. pada saluran.

(6)

Gambar: Saluran tertutup mempersulit pengukuran dan pembersihan sampah-sampah di dalam saluran.

(7)

Gambar: Ditambah sampah-sampah yang terbawa aliran air memperparah keadaan (air tersumbat).

(8)

Gambar: Tumpukan sampah menyumbat gorong-gorong.

(9)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Sasangko, D. 1986. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga. Jakarta, 323 hal.

Pania, H.R., Tangkudung, H., Kawet, L., Wuisan, E.M. 2013. Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Kampus Universitas Sam Ratulangi. Sulawesi Utara. Jurnal Sipil Statik. Volume 1. Nomor 3. Februari 2013 (164-170). Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan. Penerbit Andi.

Jakarta, 384 hal.

Wesli. 2008. Drainase perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta, 126 hal.

Taawoeda, L., Binilang, A., Halim, F. 2013. Perencanaan Sistem Drainase Kompleks Perkantoran Bupati Bolaang Mongondow. Sulawesi Utara. Jurnal Sipil Statik. Volume 1. Nomor 2. Januari 2013 (95-104).

Mardiansyah, Y., Tarigan, A.P.M. 2012. Evaluasi Sistem Drainase Kampus Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Jurnal Teknik Pengairan. Desember 2012 (84-94).

Hermawan, Y. 1989. Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga. Jakarta, 469 hal.

Purbawijaya, I. B. N. 2011. Manajemen Risiko Penanganan Banjir Pada Sistem Jaringan di Wilayah Kota Denpasar. Bali. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. Volume 15. Nomor 1. Januari 2011 (72-82).

Dewi, I. A. A., Arsana, I. G. N. K., Saputra, I. G. N. O. 2013. Analisis Kapasitas Saluran Drainase Sekunder dan Penanganan Banjir di Jl. Gatot Subroto Denpasar. Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil. Volume 2. Nomor 2. April 2013 (1-5).

(10)

Bungin, H. M. Burhan. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif. Prenada Media. Jakarta, 298 hal.

Narbuko, C., Achmadi, H. A. 1997. Metode Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta, 206 hal.

(11)

BAB III

METODOLOGI

PENELITIAN

Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan dan penjabaran hasil pengolahan data lapangan dari tiap lokasi yang ditinjau. Metode penelitian yang dimulai dengan pengumpulan data yaitu analisis data primer dan data sekunder. Data primernya didapat dengan cara peninjauan langsung di lapangan terhadap jenis, bentuk dan gambaran drainase yang ada di kawasan Kampus Universitas Darma Agung. Data primer berguna untuk mengetahui luasan penampang basah saluran drainase, sehingga dapat diketahui volume dan debit saluran drainase tersebut terhadap debit aliran yang melewatinya.

Data primer terdiri atas:

1. Peta topografi (panjang dan kemiringan lereng) daerah aliran kampus UDA. 2. Peta keadaan daerah aliran saluran UDA.

3. Peta denah dan survei penampang drainase UDA.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) Polonia Medan.

Data sekunder terdiri atas:

(12)

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) mulai dari pemasukan data (input data) sampai dengan pencetakan hasil (output data).

Peralatan survey lapangan berupa: 1. Meter,

2. Kamera Digital, 3. Alat tulis,

4. Dan alat bantu lainnya.

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan melakukan survey terhadap keberadaan saluran eksisting. Apabila di lokasi penelitian tidak terdapat saluran eksisting maka dilakukan penataan sistem drainase berupa pembuatan sistem saluran, sedangkan jika di lokasi penelitian terdapat saluran eksisting maka langkah selanjutnya adalah pengecekan kondisi lokasi penelitian dalam hal ini melihat masalah (genangan/banjir) yang terjadi di lokasi penelitian. Masalah genangan yang ada diharapkan dapat diatasi dengan melakukan penataan sistem saluran berupa perubahan sistem saluran, normalisasi saluran, penambahan jumlah saluran ataupun penambahan kapasitas saluran. Penataan sistem saluran yang dilakukan menghasilkan sistem jaringan drainase yang baru yang akan digunakan sebagai patokan untuk analisa selanjutnya.

(13)

analisis curah hujan rata-rata daerah, analisis curah hujan rencana dan analisis debit rencana. Tahapan yang harus dilakukan yaitu mengidentifikasi stasiun penakar hujan yang ada di sekitar lokasi penelitian, kemudian dikumpul data dari stasiun lalu dianalisis data tersebut. Melihat kondisi lokasi penelitian, ditentukan metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata daerah. Untuk kondisi Universitas Darma Agung yang tidak terlalu luas, maka dalam menganalisis curah hujan rata-rata daerah digunakan metode rata-rata aljabar. Lalu dihitung curah hujan rencana dengan metode log pearson III.

(14)

3.2 Data dan Bahan Penelitian

(15)

Flow Chart pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Flow Chart Pelaksanaan Penelitian PENGUMPULAN DATA

STUDI PUSTAKA IDENTIFIKASI MASALAH

MULAI

ANALISIS DAN EVALUASI SALURAN DRAINASE

KESIMPULAN DAN SARAN DATA SEKUNDER :

Diperoleh dari instansi terkait (data curah hujan BMKG, peta lokasi kawasan sekitar kampus UDA, data tata guna lahan)

DATA PRIMER :

Survey ke lokasi penelitian (peta topografi, peta keadaan saluran, peta denah drainase, dan survei lapangan)

PENGOLAHAN DATA

ANALISIS HIDROLOGI :

Menghitung curah hujan rata-rata dan menganalisis curah hujan rencana dengan metode Log Pearson III. Perhitungan intensitas hujan dengan rumus Mononobe serta waktu konsentrasi dengan rumus Kirpich. Perhitungan debit banjir rencana dengan rumus Rasional.

ANALISIS HIDROLIKA :

(16)

BAB IV

ANALISIS DATA

4.1 Kondisi Umum Lokasi Studi

Universitas Darma Agung atau kita sering mendengar dengan sebutan UDA adalah salah satu perguruan tinggi swasta yang sangat populer di kota Medan. Kampus ini juga bisa dikatakan kampus swasta terbesar di kota Medan. Kawasan kampus Universitas Darma Agung dapat dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut.

(17)

4.1.1 Batas-batas Daerah Perencanaan

Kawasan kampus UDA terletak di kecamatan Medan Baru Kotamadya Medan. Batas-batas daerah perencanaan kawasan kampus UDA Medan ini sebagai berikut:  Sebelah Timur berbatasan dengan pemukiman penduduk di sepanjang Jalan

Letjen S. Parman.

 Sebelah Selatan berbatasan dengan pemukiman penduduk di sepanjang Jalan Abdullah Lubis.

 Sebelah Barat berbatasan dengan pemukiman penduduk di sepanjang Jalan Iskandar Muda.

 Sebelah Utara berbatasan dengan pemukiman penduduk di sepanjang Jalan Hayam Wuruk.

4.1.2 Topografi

(18)
(19)
(20)

4.1.3 Tata Guna Lahan

Penggunaan tata pada areal Kampus UDA Medan adalah sebagai berikut:

 Bangunan umum (kantor, gedung perkuliahan, laboratorium, dan lain-lain).  Asrama dan jalan-jalan penghubung antar fakultas.

 Lapangan parkir, pertamanan dan lapangan terbuka.

4.1.4 Iklim

Untuk daerah Kampus UDA Medan, tempeteratur berkisaran antara 22oC sampai 32oC sehingga daerah ini dikatakan yang berhawa panas. Distribusi hujan cukup merata sepanjang tahun tanpa bulan-bulan kering, sehingga untuk daerah Kampus UDA ini, banjir yang ditandai dengan musim hujan bisa tidak menentu sepanjang tahun.

4.1.5 Jaringan Jalan dan Drainase

Jaringan jalan di daerah kampus UDA terdiri dari beberapa jalan utama dan jalan penghubung antar fakultas. Jalan-jalan tersebut mempunyai saluran drainase yang ditempatkan pada kedua sisi jalan tetapi pada beberapa tempat masih ada yang tidak mempunyai drainase.

4.1.6 Keadaan Saluran

(21)

4.1.7 Lokasi-lokasi Banjir

Dari hasil peninjauan dan pengamatan secara langsung maka ditemukan beberapa lokasi banjir di Kampus UDA, yaitu:

 Jalan Hayam Wuruk mulai dari simpang jalan Iskandar Muda sampai simpang jalan Mataram

 Sepanjang jalan Kangkung  Sepanjang jalan Darat  Sepanjang jalan Sriwijaya  Sepanjang jalan Mataram

 Jalan Darma Agung I, IV, dan V

 Sepanjang Jalan T.D Pardede mulai dari simpang Jalan Sriwijaya sampai Simpang jalan Majapahit

(22)
(23)

4.1.8 Saluran Pembuangan

Air hujan yang jatuh di daerah kampus UDA dibuang ke sungai Babura melalui 2 buah saluran pembuang, yaitu:

1. Saluran pembuangan Zona I mulai dari jalan Hayam Wuruk sampai jalan Letjend. S. Parman kemudian melalui gorong-gorong menuju ke Sungai Babura.

2. Saluran pembuangan Zona II direncanakan mulai dari drainase di jalan T. D. Pardede dan jalan Abdullah Lubis ke saluran di jalan Letjend. S. Parman lalu masuk ke gorong-gorong di bawah jalan Letjend. S. Parman menuju Sungai Babura.

(24)
(25)

4.1.9 Penampang Saluran Drainase yang ada

Bentuk penampang drainase yang ada (eksisting) di kampus UDA dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 di bawah ini.

Gambar 4.6 Penampang Melintang Saluran Berbentuk Trapesium

di mana: B = Lebar atas saluran (m) h = Ketinggian air (m) b = Lebar bawah saluran (m) F = Tinggi jagaan (m)

Gambar 4.7 Penampang Melintang Saluran Berbentuk Persegi di mana: b = Lebar bawah saluran (m)

(26)

4.1.10 Kondisi Eksisting Saluran Pembuangan Drainase UDA 1. Penampang O1

Diameter : 1,0 meter

Kemiringan (S) : 0.0029

Kondisi eksisting saluran pembuangan drainase UDA dapat dilihat pada Gambar 4.8 sebagai berikut.

Gambar 4.8 Kondisi Eksisting Saluran Pembuangan O1

4.1.11 Perhitungan Kapasitas Saluran yang ada

Perhitungan kapasitas saluran yang ada bertujuan untuk mengetahui besarnya debit yang mampu dialirkan oleh saluran tersebut, apakah saluran tersebut masih dapat digunakan atau tidak. Saluran drainase eksisting dari hasil peninjauan ke lokasi serta data–data yang didapat berupa dimensi dan konstruksi salurannya. Saluran-saluran yang ada di kampus UDA adalah saluran dengan lining beton.

(27)

memberikan hasil yang memuaskan, oleh karena itu rumus ini dapat luas penggunaannya sebagai rumus aliran seragam dalam perhitungan saluran.

Perhitungan kontrol saluran untuk penampang Trapesium dan Persegi yaitu:

………(4.1)

………..………(4.2)

di mana:

A = Luas penampang basah saluran R = Jari-jari hidrolis

P = Keliling basah

S = Kemiringan dasar saluran n = Koefisien kekasaran Manning

Selanjutnya perhitungan kapasitas saluran dapat dilihat pada Tabel 4.3. Perhitungan beberapa penampang saluran disajikan pada tabel 4.1 sebagai berikut:

2 1 3 2 . .

1 R S

n V  2 1 3 2 . . 1 .

. R S

n A V A

(28)

Tabel 4.1 Kondisi Eksisting Saluran D10 di Zona 1

a. Luas penampang saluran (A) = 0,71820 m2 b. Keliling basah (P) = 2,48712 m

c. Jari-jari hidrolis (R) = P A

Jari-jari hidrolis (R) = 0,28877 m

d. Kecepatan aliran V = 1 R23xS12

n

Kecepatan aliran V = 0,28877 23 0,00144 12 014 , 0 1 x

Kecepatan aliran V = 1,18418 m/dtk e. Debit saluran (Q) = A x V

Debit saluran (Q) = 0,71820 m2 x 1,18418 m/dtk Debit saluran (Q) = 0,85048 m3/dtk

f. Tinggi jagaan (Freeboard) = 25% x h Tinggi jagaan (Freeboard) = 25% x 0,9 m Tinggi jagaan (Freeboard) = 0,225 m

No. Parameter Saluran Nama Saluran

Keterangan Notasi Satuan Saluran D10

Dimensi Saluran

1 Geometri Trapesium

2 Konstruksi Beton

3 Lebar Bawah b m 0,600

4 Lebar Atas B m 1,000

5 Kedalaman saluran h m 0,900

7 Talud (1: m) m 0,220

9 Slope S 0,00144

(29)

Sketsa gambar kondisi eksisting saluran D10 di zona 1 dapat dilihat pada Gambar 4.9 sebagai berikut.

Gambar 4.9 Sketsa Gambar Kondisi Eksisting Saluran D10 di Zona 1

Tabel 4.2 Kondisi Eksisting Saluran D9 di Zona1

a. Luas penampang saluran (A) = 0,66895 m2 b. Keliling basah (P) = 2,28228 m

c. Jari-jari hidrolis (R) = P A

Jari-jari hidrolis (R) = 0,28080 m

No. Parameter Saluran Nama Saluran

Keterangan Notasi Satuan Saluran D9

Dimensi Saluran

1 Geometri Trapesium

2 Konstruksi Beton

3 Lebar Bawah b m 0,600

4 Lebar Atas B m 1,000

5 Kedalaman saluran h m 0,850

7 Talud (1: m) m 0,220

9 Slope S 0,00144

(30)

d. Kecepatan aliran V = 1 R23xS12

n

Kecepatan aliran V = 0,28080 23 0,00144 12 014

, 0

1

x

Kecepatan aliran V = 1,16231 m/dtk e. Debit saluran (Q) = A x V

Debit saluran (Q) = 0,66895 m2 x 1,16231 m/dtk Debit saluran (Q) = 0,77752 m3/dtk

f. Tinggi jagaan (Freeboard) = 25% x h Tinggi jagaan (Freeboard) = 25% x 0,85 m Tinggi jagaan (Freeboard) = 0,2125 m

[image:30.595.154.415.87.367.2] [image:30.595.167.478.471.608.2]

Sketsa gambar kondisi eksisting saluran D9 di zona 1 dapat dilihat pada Gambar 4.10 sebagai berikut.

(31)

Keterangan Tabel:

A = Jalan Abdullah Lubis D = Jalan Darma Agung DR = Jalan Darat

H = Jalan Hayam Wuruk I = Jalan Iskandar Muda K = Jalan Kangkung

L = Jalan Letjend. S. Parman M = Jalan Mataram

(32)
(33)

4.2 Analisis Hidrologi

(34)

4.2.1 Analisis Frekuensi Curah Hujan

[image:34.595.174.473.299.512.2]

Tujuan dari analisis curah hujan ini adalah untuk memperoleh curah hujan dengan beberapa periode ulang. Terdapat bermacam-macam metode untuk menentukan intensitas hujan, terutama untuk intensitas hujan dalam waktu yang pendek. Dari pengolahan analisis data curah hujan di stasiun curah hujan berdasarkan curah hujan harian maksimum dari tahun 2004-2013, didapat ranking curah hujan regional yang terdapat dalam Tabel 4.4 di bawah ini.

Tabel 4.4 Data Curah Hujan Tahunan Satu Harian Maksimum

No Tahun Harian Maksimum

1 2004 120.0

2 2005 185.0

3 2006 126.0

4 2007 122.0

5 2008 108.0

6 2009 87.0

7 2010 114.0

8 2011 82.5

9 2012 93.0

10 2013 88.6

Sumber: Stasiun Curah Hujan

(35)

kapasitas penampang drainase kawasan kampus Universitas Darma Agung Medan (analisis Hidrolika).

4.2.2 Analisa curah hujan rencana dengan metode Log Pearson III

………(4.3)

Sedangkan untuk mencari besaran koefisien diatas adalah sebagai berikut:

………..………..…………(4.4)

……….…………(4.5)

………(4.6)

di mana:

X = Curah hujan (mm) = Curah hujan rata-rata

K = Variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G.

s = Harga simpangan baku

G = Koefisien Kemencengan (Skewness) n = Jumlah Data

s

K

X

X

T

log

.

log

n

X

X

n i i

1

log

log

0.5

1 2

1

log

log

n

X

X

s

n i i

 

3

3 1

2

1

log

log

s

n

n

X

X

n

G

n i i

X

(36)

Untuk memudahkan dalam menganalisis data curah hujan yang ada pada stasiun hujan dengan Metode Log Pearson III, maka perhitungan dibuat dalam bentuk Tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Analisis Frekuensi Curah Hujan Metode Log Pearson III

No. Tahun Ri Log Ri (4) - Log Ri (5) 2 (5)3

(mm)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 2004 120.00 2.0792 0.0397 0.0016 0.0001 2 2005 185.00 2.2672 0.2276 0.0518 0.0118 3 2006 126.00 2.1004 0.0608 0.0037 0.0002 4 2007 122.00 2.0864 0.0468 0.0022 0.0001 5 2008 108.00 2.0334 -0.0061 0.0000 0.0000 6 2009 87.00 1.9395 -0.1000 0.0100 -0.0010 7 2010 114.00 2.0569 0.0174 0.0003 0.0000 8 2011 82.50 1.9165 -0.1231 0.0151 -0.0019 9 2012 93.00 1.9685 -0.0710 0.0050 -0.0004 10 2013 88.60 1.9474 -0.0921 0.0085 -0.0008

JUMLAH 1126.10 20.3953 0.0000 0.0983 0.0082

n = 10

Log Rr = 2.03953

S log R = 0.10451

Cs = 0.00007

(37)

Kala Ulang PT K Log Rr Log RT RT (Tahun) % (mm)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 99 -2.326 2.0395 1.79643 62.57974 2 50 -0.0000289 2.03953 109.5285 5 20 0.8419898 2.12753 134.1309 10 10 1.282017 2.17352 149.1136 25 4 1.7510578 2.22254 166.9313

Sumber : Hasil Perhitungan

[image:37.595.113.503.84.245.2]

Selanjutnya hasil Analisis Frekuensi Curah Hujan menggunakan Metode Log Pearson III dari stasiun hujan dapat dilihat dalam Tabel 4.6 dibawah ini:

Tabel 4.6 Analisis Frekuensi Curah Hujan Metode Log - Pearson III

No Kala Ulang Curah Hujan (Tahun) (mm)

1 1 62.5797

2 2 109.5285

3 5 134.1309

4 10 149.1136

5 25 166.9313

Sumber : Hasil Perhitungan

4.2.3 Analisis Debit Banjir Periodik

(38)

Q = 0.002778 C.I.A ………...…(4.7) di mana :

C = Koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan (dari tabel) I = Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah aliran (ha)

Q = Debit maksimum (m3/detik)

4.2.4 Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah. Perhitungan koefisien pengaliran dapat dilihat pada persamaan 4.8 sebagai berikut:

atau …(4.8)

di mana:

(39)
(40)

4.2.5. Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis pada persamaan 4.9 sebagai berikut:

………(4.9)

di mana:

tc = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang saluran utama (km)

S = Kemiringan rata-rata saluran utama 385

, 0 2

1000

87

,

0

(41)

4.2.6 Analisis Intensitas Hujan

Untuk mencari Intensitas hujan digunakan rumus Mononobe. Rumus Mononobe sering digunakan di Jepang, untuk menghitung intensitas curah hujan digunakan persamaan 4.10 sebagai berikut:

………...………(4.10)

di mana:

I = Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) R24 = Curah Hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

tc = Waktu konsentrasi curah hujan (jam)

Perhitungan dengan rumus Mononobe untuk berbagai periode ulang disajikan dalam bentuk Tabel 4.8 dan kurva pada Gambar 4.11.

Tabel 4.8 Harga-harga Intensitas Hujan untuk Berbagai Durasi dan Periode Ulang

Periode Durasi (menit)

Ulang 5 10 15 30 45 60 120 180 360 720 1 113.71 71.64 54.67 34.44 26.28 21.70 13.67 10.43 6.57 4.14 2 199.03 125.38 95.68 60.28 46.00 37.97 23.92 18.26 11.50 7.24 5 243.73 153.54 117.17 73.82 56.33 46.50 29.29 22.36 14.08 8.87 10 270.96 170.69 130.26 82.06 62.62 51.69 32.57 24.85 15.66 9.86 25 303.33 191.09 145.83 91.87 70.11 57.87 36.46 27.82 17.53 11.04

3 2

24

24

24

(42)
[image:42.595.128.497.83.448.2]

Gambar 4.11 Kurva untuk Berbagai Periode Ulang Berdasarkan Rumus Mononobe

4.3 Analisis Hidrolika 4.3.1 Perhitungan Debit Saluran

(43)
[image:43.595.116.507.88.506.2]

Gambar 4.12 Cara Amplop Pencarian Luas Daerah Aliran

Cara perhitungan luas lahan aliran berdasarkan aliran dari hulu ke hilir menuju saluran drainase pembuangan yang terlihat pada Gambar 4.12 menunjukkan bahwa untuk menghitung luas lahan pada saluran hilir adalah dengan mengakumulasikan tiap-tiap luas lahan aliran dari saluran hulu ke saluran hilir. Pembagian luas lahan aliran dan keadaan DAS kampus UDA dapat dilihat pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15. Untuk hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 4.10.

0.08

0.44

0.06

(44)
[image:44.595.107.534.165.517.2]

Perhitungan distribusi kapasitas drainase pada beberapa saluran dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Perhitungan distribusi kapasitas saluran drainase Penampang

Zona 1

A (ha) L (m)

Q (m3/dtk)

A A kum. L L kum.

I3 0.7500 0.7500 278.2827 0.2783 0.3237

I4 1.1000 1.8500 269.6831 0.5480 0.5657

H7 0.1800 2.0300 69.6759 0.6176 0.5103

H8 0.1900 2.2200 68.7061 0.6863 0.5374

H9 0.3600 2.5800 118.9442 0.8053 0.5755

H10 0.3300 2.9100 104.5721 0.9099 0.6119

H11 0.3300 3.2400 91.1409 1.0010 0.6509

H12 0.3500 3.5900 90.5429 1.0915 0.6914

H13 0.6600 4.2500 137.8417 1.2294 0.6632

L5 0.5100 4.7600 138.7282 1.3681 0.7028

…. …. …. …. …. ….

…. …. …. …. …. ….

dst. dst. dst. dst. dst. dst.

Perhitungan debit dengan metode Rasional dari beberapa penampang zona 1 pada Tabel 4.9 diatas adalah sebagai berikut:

Saluran penampang I3

Luas daerah aliran (A) = 0,75 ha

(45)

Waktu Konsentrasi:

tc = 0.1487 jam

Intensitas Curah hujan 10 tahun:

I = 184.178 mm/jam Debit rencana saluran I3:

Q = 0,00278.C.I.A

Q = 0,00278 x 0,767 x 184.178 x 0,75 Q = 0,2945 m3/dtk

[image:45.595.193.461.569.685.2]

Sketsa gambar saluran penampang I3 dapat dilihat pada Gambar 4.13 sebagai berikut:

Gambar 4.13 Sketsa gambar saluran penampang I3 385 , 0 2 1000 87 . 0          S L tc 385 , 0 2 0095 . 0 1000 2783 . 0 87 . 0          tc 3 2 24

24

24

(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

4.3.2 Hasil Perhitungan Debit Saluran Rasional dan Debit Eksisting

[image:50.595.119.546.180.721.2]

Setelah dilakukan perhitungan analisis hidrolika dan analisis hidrologi, didapat hasil debit masing-masing analisis tersebut yaitu pada Tabel 4.11 sebagai berikut.

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Debit Eksisting dan Debit Rasional

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 1 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

1 I3 2.87879 1.98055 MEMENUHI Eksisting tetap

2 I4 2.87879 2.46455 MEMENUHI Eksisting tetap

3 H7 2.71937 2.60326 MEMENUHI

Eksisting tetap, pembersihan sampah dan sedimen

4 H8 1.48659 2.75317 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

5 H9 1.98206 2.96752 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

6 H10 1.44125 3.17820 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

7 H11 0.62143 3.40505 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah dan sedimen

8 H12 0.62143 3.64698 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

9 H13 0.82901 3.96364 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah dan sedimen

10 L5 1.15026 4.20745 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

11 I2 0.46881 0.26700 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

12 T8 1.89902 0.36881 MEMENUHI Eksisting tetap

13 H1 1.44685 0.10336 MEMENUHI Eksisting tetap

14 K4 0.64388 0.35283 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

15 K2 1.59227 0.34065 MEMENUHI

Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

sedimen

(51)

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 1 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

16 T9 1.99153 1.16111 MEMENUHI Eksisting tetap

17 H2 2.31148 0.08495 MEMENUHI Eksisting tetap

18 DR4 0.70716 0.32202 MEMENUHI

Eksisting tetap, pembersihan sedimen dan rumput

19 DR2 0.67901 0.35772 MEMENUHI

Eksisting tetap, pembersihan sedimen dan rumput

20 T10 0.92175 1.97196 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

21 H3 1.29138 0.10853 MEMENUHI Eksisting tetap

22 SR7 1.05786 0.51834 MEMENUHI Eksisting tetap, perbersihan sampah dan

sedimen

23 SR5 0.12311 0.17186 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sedimen, rumput

24 SR4 0.12311 0.31096 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah, dan perbaikan tubuh saluran

25 T11 1.76839 2.88536 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

26 H4 1.91628 0.07319 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

sedimen

27 M6 0.43576 0.34127 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

sedimen

28 M5 1.50545 0.53566 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

sedimen

29 M4 1.18732 0.54166 MEMENUHI Eksisting tetap

30 M3 1.18732 0.54704 MEMENUHI Eksisting tetap

31 M2 1.18732 0.55222 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

32 M1 1.18732 0.71983 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

33 T12 1.76839 3.66894 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

(52)

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 1 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

34 D16 0.04889 0.01899 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

35 D15 0.04889 0.01899 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

36 D12 0.23896 0.04354 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

37 D14 0.04889 0.01900 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

38 D13 0.04889 0.01900 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

39 D11 0.23896 0.08701 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

40 D10 1.20870 0.25678 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

41 D9 1.10483 0.31375 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

42 T13 1.76839 4.32019 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

43 H5 2.74531 0.13878 MEMENUHI Eksisting tetap

44 MJ3 1.45351 0.64619 MEMENUHI Eksisting tetap

45 MJ4 1.45351 0.92713 MEMENUHI Eksisting tetap

46 MJ2 0.30116 0.39261 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

47 T14 3.49791 5.83446 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

48 L8 3.37123 6.13933 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

49 L4 1.15229 0.19337 MEMENUHI Eksisting tetap

50 H6 5.74286 0.15452 MEMENUHI Eksisting tetap

51 L9 3.37123 0.50536 MEMENUHI Eksisting tetap

(53)

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 2 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

52 A1 0.79050 0.09159 MEMENUHI Eksisting tetap

53 A2 1.08603 0.18686 MEMENUHI Eksisting tetap

54 A3 0.53726 0.32214 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah,

perbaikan tubuh saluran

55 A4 1.17922 0.47381 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah,

56 A5 1.62597 0.55388 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

57 L1 0.93503 0.78954 MEMENUHI Eksisting tetap

58 L2 0.93503 1.52534 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

59 L3 0.93503 0.17068 MEMENUHI Eksisting tetap

60 I1 0.46881 0.28172 MEMENUHI Eksisting tetap

61 T1 2.83833 0.42936 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

sedimen

62 A6 1.04031 0.09558 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

rumput

63 K3 0.63574 0.38269 MEMENUHI Eksisting tetap

64 K1 1.84169 0.33740 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

65 T2 2.31591 1.27052 MEMENUHI Eksisting tetap

66 A7 0.93513 0.08717 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah dan

rumput

67 DR3 0.69172 0.36988 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sedimen

68 DR1 0.60884 0.40273 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sedimen

(54)

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 2 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

69 T3 1.54078 2.21221 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

70 A8 0.82212 0.13537 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sedimen

71 SR6 0.70449 0.58091 MEMENUHI Eksisting tetap

72 SR1 0.17504 0.29030 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting, pembersihan

sampah, dan perbaikan tubuh saluran

73 SR2 0.17504 0.32236 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting pembersihan

sampah, dan perbaikan tubuh saluran

74 SR3 0.17504 0.44534 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting pembersihan

sampah, dan perbaikan tubuh saluran

75 T4 2.16355 3.30079 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting pembersihan

sampah, dan perbaikan tubuh saluran

76 T5 2.16355 3.35658 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting pembersihan

sampah, dan sedimen

77 D6 0.89642 0.05368 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

78 D4 0.96463 0.20564 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

79 D3 0.96463 0.20564 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

80 D5 0.89642 0.51008 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

81 D7 1.04246 0.18322 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

82 D8 0.19732 0.02485 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

83 D2 0.99807 0.73080 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

84 D1 1.06502 0.30641 MEMENUHI Eksisting tetap, pembersihan sampah

(55)

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 2 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

85 T6 2.16355 4.51483 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah, sedimen

86 A9 1.16629 0.18461 MEMENUHI Eksisting tetap

87 MJ6 0.37516 0.68908 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

88 MJ5 0.37516 0.92293 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

89 MJ1 0.31248 0.39703 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting

90 T7 1.70694 7.02090 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting,

pembersihan sampah

91 L7 3.75056 7.15726 TIDAK MEMENUHI Penambahan kapasitas eksisting ,

pembersihan sampah

92 A10 0.78447 0.13615 MEMENUHI Eksisting tetap

93 L6 6.22962 0.51185 MEMENUHI Eksisting tetap

No

Penampang Total Debit Total Debit

Keterangan Solusi

Zona 1 Eksisting Rasional

(m3/dtk) (m3/dtk)

1 O1 1.2395 11.5911 TIDAK MEMENUHI

Penambahan kapasitas eksisting, pembersihan

lobang pembuangan, dan perbaikan tubuh saluran

2 O2 TIDAK ADA 9.5448 SALURAN BARU Baru

(56)

4.3.3 Inventaris Saluran

Analisis hidrologi dan analisis hidrolika dari perhitungan sebelumnya dapat memperlihatkan bahwa ada beberapa saluran yang baik, buruk dan perlu diperbaiki. Dalam hal ini, ada rencana perbaikan saluran drainase agar saluran dapat mengalir dengan baik sehingga tidak mengalami genangan tinggi apabila terjadi banjir di kawasan Kampus UDA. Untuk hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 4.12. Perhitungan rencana perbaikan pada salah satu saluran adalah sebagai berikut:

Ditinjau Penampang H11 Diketahui:

 Kapasitas rencana, Qr = 1,74823 m/dtk3

 Koefisien kekasaran Manning untuk beton, n = 0,014

 Ditentukan kemiringan kemiringan dasar saluran, S = 0,0050 dan kemiringan sisi saluran, m = 0,34

Diminta: Rencanakan Dimensi Saluran Penyelesaian:

Saluran direncanakan berpenampang trapesium: Untuk penampang ekonomis

Maka,

(57)

b + 0.68h = 0.2312h + 2h b = 1.5512h

A = (b + mh)h

= 1.5512h2 + 0.34h2 = 1.8912h2

P =

= 1.5512h

= 1.5512h + 2.1124h = 3.6636h

Q = V. A =

1,74823 =

1,74823 = 6.1466 x h8/3

h(8/3) = 0,2844 h = 0,6240 m

(58)
[image:58.595.137.501.149.281.2]

Sketsa gambar saluran penampang H11 dapat dilihat pada Gambar 4.16 sebagai berikut:

Gambar 4.16 Dimensi Saluran Perbaikan m

b0,9680

m b0,6240

(59)
(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil evaluasi/perhitungan, dengan data-data yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil perhitungan data berdasarkan analisis hidrologi dan hidrolika didapatkan beberapa penampang saluran yang kapasitasnya sudah tidak mampu lagi menampung debit air yang masuk ke saluran tersebut. Penampang saluran tersebut adalah penampang H10, H11, H12, H13, L5, T10, SR5, SR4, T11, T12, T13, MJ2, T14, L8, L2, T3, SR1, SR2, SR3, T4, T5, T6, MJ1, MJ5, MJ6, T7, L7, O1 dan O2.

2. Di lokasi penelitian hanya terdapat satu saluran pembuangan. Dikarenakan saluran pembuangan tersebut sudah tidak mampu lagi menampung debit air yang masuk/datang, maka penulis merencanakan penambahan satu saluran pembuangan yang baru.

3. Debit air yang masuk ke saluran pembuangan 1 (O1) adalah sebesar

11,5917 m3/dtk sedangkan kapasitas yang mampu di tampung oleh saluran tersebut adalah sebesar 1.23948 m3/dtk. Disimpulkan bahwa Qrencana>Qkapasitas. Oleh karena itu, untuk menampung debit tersebut, dilakukan pelebaran dimensi saluran pembuangan 1 (O1). Dimensi saluran

(61)

pembuangan 2 (saluran pembuangan baru) direncanakan berpenampang persegi dengan lebar saluran 2,58 meter dan tinggi saluran 1,29 meter. 4. Banjir yang terjadi di sekitar drainase kampus UDA, tepatnya pada sistem

drainase Kampus UDA disebabkan alur saluran yang ada tidak mampu menampung volume aliran sehingga terjadi genangan di daerah kampus dan sekitarnya.

5. Berdasarkan debit banjir rencana, dianalisis dimensi penampang saluran untuk mendapatkan debit aliran yang ada. Hasil analisis penampang saluran menunjukkan bahwa di beberapa saluran kemampuan volume tampungan lebih kecil dari debit banjir rencana. Sehingga diperlukan upaya normalisasi pada wilayah-wilayah tersebut.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan perbaikan beberapa penampang saluran drainase yang tidak mampu menampung debit air yang datang.

2. Untuk mencegah munculnya genangan perlu dilakukan pengurasan atau pengerukan saluran secara rutin agar tidak terjadi pendangkalan, penyumbatan, sedimentasi, yang menghambat aliran, penurapan dinding saluran, pelebaran dimensi saluran dan perbaikan sistem saluran di kampus UDA.

(62)

4. Perlu dipikirkan lagi penggunaan plat beton yang menutupi saluran karena mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan saluran.

5. Ruang terbuka hijau di wilayah Kampus UDA yang berfungsi sebagai tempat resapan air harus dijaga keberadaannya dan kelestariannya.

6. Saluran perlu diberi pintu air yang berfungsi untuk menghindari banjir yang diakibatkan oleh masuknya air sungai ke lokasi penelitian pada saat air sungai meluap.

7. Apabila diperlukan, memperlebar dimensi gorong-gorong atau dibuat gorong-gorong tambahan dalam jumlah yang cukup untuk menampung limpasan air dalam musim hujan pada tahun-tahun yang akan datang.

(63)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebih dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Sedangkan drainase perkotaan menurut Wesli (2008) adalah ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota tersebut. Dengan demikian kriteria perencanaan drainase perkotaan memiliki kekhususan, sebab untuk perkotaan ada tambahan variabel perencanaan seperti: keterkaitan dengan tata guna lahan, master plan drainase kota, sosial budaya (kurang kesadaran masyarakat dalam ikut memelihara fungsi drainase kota) dan lain-lain.

(64)

2.2 Jenis – Jenis Drainase

Jenis drainase dapat dikelompokkan berdasarkan (Wesli, 2008): 2.2.1 Drainase berdasarkan cara terbentuknya drainase

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara terbentuknya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase alamiah (natural drainage)

[image:64.612.223.506.447.538.2]

Drainase alamiah adalah drainase yang terbentuk melalui proses alamiah yang berlangsung lama. Saluran drainase terbentuk akibat gerusan air sesuai dengan kontur tanah. Drainase alamiah ini terbentuk pada kondisi tanah yang cukup kemiringannya, sehingga air akan mengalir dengan sendirinya masuk ke sungai-sungai. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Drainase Alamiah (natural drainage) b. Drainase buatan (artifical drainage)

(65)
[image:65.612.207.444.144.318.2]

biaya-biaya baik pada perencanaannya maupun pada pembuatannya. Drainase buatan dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut.

Gambar 2.2 Drainase Buatan (artifical drainage)

2.2.2 Drainase berdasarkan sistem pengalirannya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan sistem pengalirannya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase dengan sistem jaringan

Drainase dengan sistem jaringan adalah suatu sistem pengeringan atau pengaliran air pada suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan air melalui sistem tata saluran dengan bangunan-bangunan pelengkapnya. b. Drainase dengan sistem resapan

(66)

2.2.3 Drainase berdasarkan tujuan/sasarannya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari tujuan pembuatannya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase perkotaaan b. Drainase daerah pertanian c. Drainase lapangan terbang d. Drainase jalan raya

e. Drainase jalan kereta api f. Drainase pada tanggul dan dam g. Drainase lapangan olah raga h. Drainase untuk keindahan kota i. Drainase untuk kesehatan lingkungan j. Drainase untuk penambahan areal

2.2.4 Drainase berdasarkan tata letaknya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan tata letaknya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)

(67)
[image:67.612.217.428.85.243.2]

Gambar 2.3 Drainase Permukaan Tanah (surface drainage)

b. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage)

Drainase bawah permukaan tanah adalah sistem drainase yang dialirkan di bawah tanah (ditanam) biasanya karena sisi artistik atau pada suatu areal yang tidak memungkinkan untuk mengalirkan air di atas permukaan tanah seperti pada lapangan olahraga, lapangan terbang, taman dan lainnya. Drainase bawah permukaan tanah dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut.

[image:67.612.219.437.498.680.2]
(68)

2.2.5 Drainase berdasarkan Fungsinya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan fungsinya, dapat dikelompokkan menjadi: a. Drainase single purpose

Drainase single purpose adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan misalnya air hujan atau limbah atau lainnya.

b. Drainase Multi purpose

Drainase Multi purpose adalah saluran drainase yang berfungsi mengalirkan lebih dari satu air buangan baik secara bercampur maupun bergantian misalnya campuran air hujan dan limbah.

2.2.6 Drainase berdasarkan konstruksinya

Jenis drainase ditinjau berdasarkan konstruksinya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Drainase saluran terbuka

(69)
[image:69.612.116.514.85.182.2]

Gambar 2.5 Saluran Terbuka

b. Drainase saluran tertutup

Drainase saluran tertutup adalah sistem saluran yang permukaan airnya tidak terpengaruh dengan udara luar (atmosfir). Drainase saluran tertutup sering digunakan untuk mengalirkan air limbah atau air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan dan mengganggu keindahan. Drainase saluran tertutup dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

[image:69.612.132.448.426.564.2]
(70)

2.3 Pola Jaringan Drainase

Pada sistem jaringan drainase terdiri dari beberapa saluran yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Dari bentuk pola jaringan dapat dibedakan sebagai berikut:

2.3.1 Pola Siku

Pola siku adalah suatu pola di mana saluran cabang membentuk siku-siku pada saluran utama. Biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai dimana sungai merupakan saluran pembuang utama berada di tengah kota.

2.3.2 Pola Paralel

Pola paralel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju saluran utama. Pada pola paralel saluran cabang cukup banyak dan pendek-pendek.

2.3.3 Pola Grid Iron

Pola grid iron adalah pola jaringan drainase di mana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul kemudian dialirkan pada sungai.

2.3.4 Pola Alamiah

(71)

2.3.5 Pola Radial

Pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air dari pusat sumber air memencar ke berbagai arah, pola ini sangat cocok digunakan pada daerah yang berbukit.

2.3.6 Pola Jaring-Jaring

Pola jaring-jaring adalah pola drainase yang mempunyai saluran-saluran pembuangan mengikuti arah jalan raya. Pola ini sangat cocok untuk daerah yang topografinya datar.

2.4 Fungsi Saluran Drainase

Dalam sebuah sistem drainase digunakan saluran sebagai sarana pengaliran air yang terdiri dari saluran interseptor, saluran kolektor, dan saluran konveyor. Masing-masing saluran mempunyai fungsi berbeda yaitu:

2.4.1 Saluran Interseptor

Saluran interseptor adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya. Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian sejajar dengan kontur atau garis ketinggian topografi. Outlet dari saluran ini biasanya berada pada saluran kolektor atau konveyor atau langsung pada saluran alamiah/sungai.

2.4.2 Saluran Kolektor

(72)

bagian terendah lembah dari suatu daerah sehingga efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.

2.4.3 Saluran Konveyor

Saluran konveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai saluran pembawa seluruh air bangunan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan, misalnya ke sungai tanpa membahayakan daerah yang dilaluinya. Sebagai contoh saluran/kanal banjir atau saluran bypass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi pembuangan. Letaknya boleh seperti saluran kolektor atau saluran interseptor.

2.5 Permasalahan Drainase

Permasalahan drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain:

a. Peningkatan debit

Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan pendangkalan/penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.

b. Peningkatan jumlah penduduk

(73)

Peningkatan jumlah penduduk selalu diikuti oleh penambahan infrastruktur perkotaan, disamping itu peningkatan penduduk juga selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun padat.

c. Amblesan tanah

Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.

d. Penyempitan dan pendangkalan saluran e. Reklamasi

f. Limbah sampah dan pasang surut

2.6 Hidrologi

Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran (Wesli, 2008).

2.6.1 Data Hujan 2.6.1.1 Pengukuran

(74)

kepentingan perencanaan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data harian, akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuensi dalam pemilihan data, dan diajurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.

2.6.1.2 Alat Ukur

Dalam praktek pengukuran hujan terdapat dua jenis alat ukur hujan (Wesli, 2008), antara lain:

a. Alat ukur hujan biasa (manual raingauge)

[image:74.612.243.393.481.623.2]

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ukur ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah gelas ukur, yang masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu hari. Alat ukur hujan biasa (manual raingauge) dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut.

(75)

b. Alat ukur hujan otomatis (automatic raingauge)

[image:75.612.181.440.278.397.2]

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk memperoleh besaran intensitas hujan. Alat ukur hujan otomatis (automatic raingauge) dapat dilihat pada Gambar 2.8 sebagai berikut.

Gambar 2.8 Alat Ukur Hujan Otomatis (Automatic Raingauge)

2.6.2 Analisis Hujan

Ada tiga macam cara yang umum dipakai dalam menghitung hujan rata-rata kawasan (Suripin, 2004) yaitu:

1) Rata-rata aljabar

(76)

Hujan kawasan diperoleh dari persamaan:

……….(2.1)

.

di mana P1, P2, ….. Pnadalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, ….

n dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.

2) Metode Poligon Thiessen

Metode ini dikenal juga sebagai metode rata-rata timbang (weighted mean). Cara ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Daerah pengaruh dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar terdekat. Diasumsikan bahwa variasi hujan antara pos yang satu dengan lainnya adalah linier dan bahwa sembarang pos dianggap dapat mewakili kawasan terdekat. Hujan rata-rata diperoleh dari persamaan 2.2 sebagai berikut:

………..(2.2)

di mana P1, P2, ….., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,

……, n. n adalah banyaknya pos penakar hujan.

n

P

n

P

P

P

P

P

n i i n

1 2 3

...

1
(77)
[image:77.612.221.405.115.265.2]

Metode Poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 2.9 sebagai berikut.

Gambar 2.9 Metode Poligon Thiessen 3) Metode Ishoyet

Metode ini merupakan metode yang paling akurat untuk menentukan hujan rata-rata, namun diperlukan keahlian dan pengalaman. Cara ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Dengan kata lain, asumsi metode Thiessen yang secara membabi buta menganggap bahwa tiap-tiap pos penakar mencatat kedalaman yang sama untuk daerah sekitarnya dapat dikoreksi. Hujan rata-rata diperoleh dari persamaan 2.3 sebagai berikut:

….(2.3)

di mana P1, P2, ….., Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,

……, n. n adalah banyaknya pos penakar hujan.

(78)
[image:78.612.170.459.115.289.2]

Metode Ishoyet dapat dilihat pada Gambar 2.10 sebagai berikut.

Gambar 2.10 Metode Ishoyet

Berdasarkan prinsip dalam penyelesaian masalah drainase perkotaan dari aspek hidrologi, sebelum dilakukan analisa frekuensi untuk mendapatkan besaran hujan dengan periode ulang tertentu, harus dipersiapkan rangkaian data hujan berdasarkan pada durasi hari, jam atau menit. Analisis frekuensi terhadap data hujan yang tersedia dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain ; E.J. Gumbel, Log Pearson III, Log Normal dan sebagainya.

Dalam perencanaan saluran drainase periode ulang yang digunakan tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkap hujan yang akan dikeringkan.

Menurut pengalaman, penggunaan periode ulang untuk perencanaan:

 Saluran kwarter : periode ulang 1 tahun

(79)

 Saluran sekunder : periode ulang 5 tahun

 Saluran primer : periode ulang 10 tahun

2.6.3 Analisa distribusi frekuensi

Untuk perencanaan pengendalian banjir diperlukan besarnya debit banjir rencana pada lokasi yang akan direncanakan. Debit banjir rencana adalah suatu debit banjir terbesar dengan periode ulang tertentu. Debit banjir rencana dihitung berdasarkan data curah hujan yang diambil dari beberapa lokasi stasiun pencatat hujan yang terdapat di sekitar lokasi penelitian.

Metode perhitungan curah hujan rancangan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Metode Log Pearson Type III.

2.6.3.1 Distribusi Log Person III

Perhitungan curah hujan rencana menurut metode Log Person III, mempunyai langkah-langkah perumusan sebagai berikut:

- Ubah data dalam bentuk logaritmis, X = Log X - Hitung harga rata-rata:

……….(2.4)

- Hitung Harga Simpangan Baku

……….(2.5)

n

X

X

n i i

1

log

log

0.5
(80)

- Hitung Koefisien Kemencengan:

...(2.6)

- Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

………..(2.7)

di mana:

n = Jumlah data

K = Variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G. Koefisien kemencengan G dapat

dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

 

3

3 1

2

1

log

log

s

n

n

X

X

n

G

n i i

s

K

X

X

T

log

.

(81)
[image:81.612.114.533.106.564.2]

Tabel 2.1 Nilai K untuk distribusi Log-Person III

Sumber: Suripin 2004

2.6.2. Uji Kecocokan

(82)

parameter yang sering dipakai adalah Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov. Soewarno (1995), berpendapat bahwa Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorof, sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.

2.6.4 Karakteristik Hujan 2.6.4.1 Durasi hujan

Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman dan harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering dikaitkan dengan waktu konsentrasi, khususnya pada drainase perkotaan diperlukan durasi yang relatif pendek, mengingat akan toleransi terhadap lamanya genangan.

2.6.4.2. Intensitas hujan

(83)

Di Indonesia, alat ini sangat sedikit dan jarang, yang banyak digunakan adalah alat pencatat hujan biasa yang mengukur hujan 24 jam atau disebut hujan harian. Apabila data yang tersedia hanya data hujan harian maka intensitas hujan dapat diestimasi dengan menggunakan rumus Mononobe pada persamaan 2.8 sebagai berikut:

………...………...…….……..……...(2.8) di mana:

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) tc = Lamanya hujan (jam)

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

Karena intensitas hujan tidak dapat kita tentukan atau kita atur karena hujan terjadi secara alamiah, namun kita dapat melakukan perkiraan berdasarkan pencatatan data-data hujan sebelumnya maka dalam mendesain bangunan- bangunan air kita dapat memperkirakan hujan rencana berdasarkan periode ulangnya.

2.6.4.3 Waktu Konsentrasi

Menurut Suripin (2004), waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat keluaran (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian saluran secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik

3 2 24

24

(84)

kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis pada persamaan 2.9 sebagai berikut:

………...…………...……..…………...(2.9)

di mana:

tc = Waktu konsentrasi (Jam)

L = Panjang saluran utama (Km)

S = Kemiringan rata-rata saluran utama (m/m)

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen (Wesli, 2008), yaitu:

a) Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas

permukaan tanah menuju saluran drainase.

b) Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

sepanjang saluran sampai titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.

(85)

……….….…...(2.10)

di mana:

tc = Waktu konsentrasi (jam)

to = Inlet time, waktu yang diperlukan air hujan mengalir di permukaan tanah dari titik terjauh ke saluran terdekat (jam)

td = Conduit time, waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran sampai ke tempat pengukuran (jam)

Waktu konsentrasi besarnya sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

a. Luas daerah pengaliran b. Panjang saluran drainase c. Kemiringan dasar saluran d. Debit dan kecepatan aliran

Harga to, td, dan tc dapat diperoleh dari rumus-rumus empiris, salah satunya adalah rumus Kirpich, seperti persamaan 2.11 dan 2.12 berikut:

………(2.11)

atau

………...………(2.12)

di mana:

td

to

tc

(86)

to = Inlet time ke saluran terdekat (menit)

Lo = Jarak aliran terjauh di atas tanah hingga saluran terdekat (m) So = Kemiringan permukaan tanah yang dilalui aliran di atasnya

n = Koefisien kekasaran, untuk aspal dan beton adalah 0,013; untuk tanah bervegetasi adalah 0,020 dan tanah perkerasan adalah 0,100

Harga td ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan kecepatan aliran di dalam saluran seperti ditunjukkan oleh persamaan 2.13 berikut ini:

………...…..(2.13)

di mana:

td = Conduit time sampai ke tempat pengukuran (jam)

L1 = Jarak yang ditempuh aliran di dalam saluran ke tempat pengukuran (m)

V = Kecepatan aliran di dalam saluran (m/dtk)

Pada saluran buatan nilai kecepatan aliran dapat dimodifikasi berdasarkan nilai kekasaran dinding saluran menurut Manning, Chezy atau lainnya. Perkiraan kecepatan aliran dapat dilihat pada Tabel 2.2 sebagai berikut.

V

L

td

1
(87)
[image:87.612.107.532.112.312.2]

Tabel 2.2 Perkiraan Kecepatan Aliran

Kemiringan rata-rata dasar saluran (%) Kecepatan rata-rata (m/dtk)

Kurang dari 1 0,40

1 – 2 0,60

2 – 4 0,90

4 – 6 1,20

6 – 10 1,50

10 – 15 2,40

Sumber : Wesli, 2008.

Harga tc ditentukan oleh panjang saluran yang dilalui aliran dan kemiringan saluran, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 2.14 sebagai berikut.

………...………..………....(2.14)

di mana:

tc = Waktu konsentrasi (jam)

L = Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai tempat pengamatan, diukur menurut jalannya sungai (km).

S = Perbandingan dari selisih tinggi antara tempat terjauh dan tempat pengamatan, diperkirakan sama dengan kemiringan rata-rata dari daerah aliran

385 , 0

7 , 0

00013

,

0

(88)

2.6.4.4 Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah perbandingan antara jumlah air hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfer. Nilai koefisien pengaliran berkisar antara 0 sampai dengan 1 dan bergantung dari jenis tanah, jenis vegetasi, karakteristik tata guna lahan dan konstruksi yang ada di permukaan tanah seperti jalan aspal, atap bangunan dan lain-lain yang menyebabkan air hujan tidak dapat sampai secara langsung ke permukaan tanah sehingga tidak dapat berinfiltrasi maka akan menghasilkan limpasan permukaan hampir 100%.

(89)
[image:89.612.113.517.109.578.2]

Tabel 2.3 Koefisien Limpasan Rata-rata Untuk Daerah Perkotaan Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran (C) Business:

Perkotaan Pinggiran

0,70 – 0.95 0,50 – 0,70 Perumahan: Rumah tinggal Multiunit, terpisah Multiunit, tergabung Perkampungan Apartemen

0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,75 – 0,40 0,50 – 0,70 Industri:

Ringan Berat

0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 Perkerasan:

Aspal dan beton Batu bata, paving

0,70 – 0,95 0,50 – 0,70

Atap 0,75 – 0,95

Halaman, tanah berpasir Datar 2%

Rata-rata, 2 – 7% Curam, 7%

0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 Halaman, tanah berat

Datar 2%

Rata-rata, 2 – 7% Curam, 7%

0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35

Halaman kereta api 0,10 – 0,35

Taman tempat bermain 0,20 – 0,35

Taman, perkuburan 0,10 – 0,25

Hutan

Datar, 0 – 5%

Bergelombang, 5 – 10% Berbukit, 10 – 30%

(90)

2.6.5 Debit banjir rencana

Debit banjir rencana dihitung dengan menggunakan metode rasional dengan faktor parameternya antara lain koefisien limpasan, intensitas hujan daerah dan luas daerah aliran.

Persamaan yang digunakan:

Q = 0.002778 C.I.A ...(2.15) di mana:

C = Koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan (dari tabel) I = Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah aliran (ha)

Q = Debit maksimum (m3/detik)

Intensitas hujan menggunakan rumus Mononobe seperti pada persamaan 2.16 sebagai berikut:

...(2.16)

di mana:

I = Intensitas maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam) R24 = Curah Hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

tc = Waktu konsentrasi curah hujan (jam)

3 2

24

24

24

c

(91)

Waktu konsentrasi hujan (tc) dihitung dengan menggunakan rumus Kirpich seperti pada persamaan 2.17 sebagai berikut:

...(2.17) di mana:

tc = Waktu konsentrasi curah hujan (jam) L = Panjang saluran (m)

S = Kemiringan saluran

2.7 Hidrolika Saluran Drainase

Wesli (2008) berpendapat bahwa tersedianya lahan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan, maka penampang saluran drainase perkotaan dan jalan raya dianjurkan mengikuti penampang hidrolis terbaik, yaitu suatu penampang yang memiliki luas terkecil untuk suatu debit tertentu atau memiliki basah terkecil dengan hantaran maksimum. Unsur-unsur geometris penampang hidrolis terbaik diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut ini:

(92)

Tabel 2.4 Unsur Geometrik Penampang Hidrolis Terbaik No Penampang

Melintang Luas (A) Keliling Basah (P) Jari-jari Hidrolis (R) Lebar Puncak (T) 1. Trapesium (setengah

segi enam)

3/3.Y2 6/3.Y ½.Y 4/3.Y 2 Persegi Panjang

(setengah bujur sangkar)

2.Y2 4Y ½.Y 2Y

3 Segitiga (setengah bujur sangkar)

Y2 4/2.Y ¼.2.Y 2Y

4 Setengah lingkaran /2.Y2 Y ½.Y 2Y

5 Parabola 4/3.2.Y2 8/3.2.Y ½.Y 2.2.Y 6 Lengkung Hidrolis 1,3959.Y2 2,9836.Y 0,46786.Y 1,917532.Y Sumber: Wesli, 2004

Gambar penampang hidrolis terbaik penampang melintang persegi panjang dan penampang melintang trapesium dapat dilihat pada Gambar 2.11 sebagai berikut.

a. Persegi Panjang b. Trapesium di mana: B = Lebar bawah saluran

Y = Kedalaman saluran

F = Freeboard (daerah jagaan)

[image:92.612.145.451.406.578.2]
(93)

2.7.1 Kecepatan Aliran

Karena betapa sulitnya menentukan tegangan geser dan distribusi kecepatan dalam aliran turbulen, maka digunakan pendekatan empiris untuk menghitung kecepatan rata-rata. Beberapa rumus empiris kecepatan rata-rata

Gambar

Gambar 4.10 sebagai berikut.
Tabel 4.4 Data Curah Hujan Tahunan Satu Harian Maksimum
Tabel 4.6  Analisis Frekuensi Curah Hujan Metode Log - Pearson III
Gambar 4.11  Kurva untuk Berbagai Periode Ulang Berdasarkan Rumus Mononobe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data hasil perhitungan tabel curah hujan rata-rata tiap stasiun (lampiran),. diperoleh data curah hujan harian maksimum rata-rata tiap tahun di DAS

Data jumlah curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar curah hujan Sumarorong, stasiun Mamasa, stasiun Minake, dan Pana, kemudian dianalisis pengaruhnya terhadap

Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan yang jatuh selama musim tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi air bagi tanaman dari stasiun pengamatan. di

Data curah hujan dari stasiun pengamatan diolah menjadi data hujan harian maksimum rata-rata, kemudian dilakukan pemilihan distribusi dimana data dapat diolah dengan dua

Dari data hujan yang sudah di dapatkan selanjutnya mencari curah hujan maksimum, untuk area 1karena dipengaruhi oleh tiga stasiun, maka curah hujan maksimum

Data curah hujan yang digunakan dalam analisis hidrologi untuk suatu perencanaan drainase perkotaan minimal 10 tahun pengamatan yang diperoleh dari stasiun pencatat

Untuk itu penelitian ini perlu mengetahui besaran curah hujan di lokasi penelitian dengan menggunakan pendekatan data curah hujan wilayah setempat yang diperoleh dari stasiun pengamatan

Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data yang diperoleh meliputi Data curah hujan dari Stasiun Penakar Hujan yang berpengaruh di daerah Kolam Retensi Mandalika dengan lama