HUBUNGAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT DAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014
SKRIPSI
Oleh :
SITI RAHMAH BR TARIGAN NIM. 091000172
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT DAN PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
SITI RAHMAH BR TARIGAN
NIM. 091000172
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak
Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) , kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban), kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Sukaramai tipe 21 Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan dengan sampel sebanyak 44 ibu rumah tangga dengan kriteria ibu yang memiliki tempat sampah di dalam rumah. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sample.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, tingkat kepadatan lalat rendah (0-2) dan pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat. Hasil bivariat yakni ada hubungan signifikan antara sarana air bersih (p=0,001) dan kepadatan lalat (p=0,001) dengan kejadian diare, dan tidak ada hubungan signifikan antara pembuangan kotoran/jamban (p=0,297), pengolahan limbah padat (p=0,1) dengan kejadian diare.
Hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, Pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat dan tingkat kepadatan lalat rendah sehingga tidak menjadi masalah. Bagi warga Rumah Susun Sukaramai untuk menjaga kebersihan linkungan.
ABSTRACT
Diarrhea caused sickness and death in development country. Diarrhea is one of public heath problem Indonesia because diarrhea diseases included in the 10 diseases chich often caused high morbidity and mortality rates.
This study aimed to describe the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats. Correlation beetwen the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats
The type of study was analytic survey with cross sectional design. The sample of this study was 44 house wives who have a trash can on the house and this study conducted to sukaramai flats II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Sample taken by Purposive sample methode.
The results showed that the hygiene sanitation (water supply and sewerage) already qualified. The density of flies was low (0-2), so it doesn’t be a problem. But solid waste management still not qualified. There was significant relationship between water supply (p=0,001), the density of flies (p=0,001) with the incidence of diarrhea. Meanwhile, there was no relationship between sewerage (p=0,297), solid waste treatment (p=1) with the incindence of diarrhea.
The hygiene sanitation ( water supply and sewerage) already qualified, but solid waste treatment aren’t qualified yet. Meanwhile, the density of flies was low. It suggested to people who live in sukaramai flats to keep the environment clean.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : SITI RAHMAH BR TARIGAN
Tempat/Tanggal Lahir : Kabanjahe / 5 Oktober 1991
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Anak ke : 2 (dua) dari 3 (tiga) bersaudara
Alamat Rumah : Desa Kutambaru Kecamatan Munthe Kabupaten Karo
Riwayat Pendidikan
1. TK Nur Kusumah Bandung (1996-1997)
2. SD Negeri 03 Panyileukan Bandung (1997-2003)
3. SMP Negeri 2 Kabanjahe (2003-2006)
4. SMA Negeri 2 Kabanjahe (2006-2009)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena rahmat
dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul
“GAMBARAN HYGIENE SANITASI, KEPADATAN LALAT, PENGOLAHAN LIMBAH PADAT DAN KEJADIAN DIARE PADA RUMAH SUSUN SUKARAMAI TAHUN 2014” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan
serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terima kasih
yang setulusnya kepada :
1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera.
3. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS sebagai Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi
arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. dr. Taufik Ashar, MKM sebagai Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan perhatian untuk membimbing dan memberi arahan
5. dr. Devi Nuraini Santi, MKes selaku Penguji I yang telah membimbing dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
6. dr. Surya Dharma, MPH selaku Penguji II yang telah membimbing dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Arfah Mardiana Lubis, M.Psi selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan perhatian dan saran dalam membimbing kegiatan akademik
penulis sampai dapat menyelesaikan skripsi ini
8. Dosen-dosen Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan
ilmu yang berharga dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti studi di
FKM USU serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh dosen dan staf pegawai FKM USU yang telah memberikan ilmu yang
berharga pada penulis selama mengikuti studi di FKM USU.
10.Tommy P Sidabalok, S.STP, M.AP selaku Kepala Kelurahan Sukaramai II serta staf klelurahan yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk
melakukan penelitian.
11.Kepada masyarakat Rumah Susun Sukaramai yang telah membantu penulis
dalam melaksanakan penelitian ini.
12.Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Paten Tarigan dan Almh. Nurlena Barus, abang penulis Muhammad Ichsan Tarigan, SP serta adik penulis Nadia Citra Agita Tarigan, yang senantiasa mendoakan, menyayangi, memberi dukungan dan semangat serta perhatian yang sangat
13.Rahmad Sispandi Sembiring yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kritikan serta doanya kepada penulis
14.Sahabat-sahabat terbaik dan terkasih penulis Ade Paramitha Zebua, Imelda Faulina, dan Tria Febriani yang selalu memberikan dorongan semangat, dukungan, kritikan serta doanya kepada penulis.
15.Teman-teman peminatan Kesehatan Lingkungan Sepka Syafdalni, Henny Pradipta, Putri Ruth Sibarani, Sukma Yalina, teman-teman PBL, teman-teman LKP serta teman-teman stambuk 2009 yang telah memberikan semangat kepada penulis.
16.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua
pihak guna penyempurnaan skripsi ini.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI Halaman Pengesahan
Abstrak ... i
Abstract ... ii
Daftar Riwayat Hidup Penulis ... iii
Kata Pengantar ... iv
DAFTAR ISI ... vii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hygiene Sanitasi ... 6
2.2. Sanitasi Dasar Perumahan ... 6
2.2.1 Penyediaan Air Bersih ... 7
2.2.1.1. Sumber Air ... 10
2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 11
2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia... 12
2.2.2.1. Pengertian Jamban ... 12
2.2.2.2. Jenis-Jenis Jamban ... 14
2.2.3. Sistem Pengelolaan Air Limbah ... 16
2.3. Vektor ... 19
2.3.1. Lalat ... 19
2.6. Fly-grill ... 24
2.7. Pengertian Limbah Padat ... 26
2.7.1. Jenis-jenis Sampah ... 26
2.7.2. Sumber-sumber Sampah ... 27
2.8. Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat ... 28
2.8.1. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat ... 29
2.8.2. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat ... 30
2.8.2.1. Terhadap Kesehatan ... 30
2.8.2.2. Terhadap Lingkungan ... 31
2.8.2.3. Terhadap Keadaan Sosial Masyarakat ... 32
2.8.2.4. Terhadap Perekonomian Daerah/Nasional ... 33
2.9. Pengelolaan Limbah Padat ... 33
2.10. Diare ... 36
2.10.1. Pengertian Diare ... 36
2.10.2. Etiologi atau Faktor Penyebab... 37
2.10.3. Patogenesis ... 38
2.10.4. Gejala Klinis ... 38
2.10.5. Pencegahan Diare ... 40
2.10.6. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare ... 41
2.11. Kerangka Konsep ... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 44
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 44
3.2.2. Waktu Penelitian ... 44
3.3. Populasi dan Sampel ... 45
3.3.1. Populasi ... 45
3.3.2. Sampel ... 45
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 46
3.4.1. Data Primer ... 46
3.5.1. Variabel Independen ... 46
3.5.2. Variabel Dependen ... 46
3.5.3. Definisi Operasional ... 46
3.6. Aspek Pengukuran ... 47
3.6.1. Hygiene Sanitasi Perumahan ... 47
3.6.2. Pengukuran Kepadatan Lalat ... 48
3.6.3. Pengolahan Limbah Padat ... 49
3.6.5. Kejadian Diare ... 50
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 50
3.7.1. Analisis Data Univariat ... 50
3.7.2. Anlisis Data Bivariat ... 50
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53
4.2. Karakteristik Responden ... 54
4.2.1. Umur ... 54
4.2.2. Tingkat Pendidikan ... 55
4.3. Analisis Univariat ... 55
4.3.1. Sarana Air Bersih ... 55
4.3.2. Pembuangan Kotoran/Jamban ... 56
4.3.3. Kepadatan Lalat ... 57
4.3.4. Pengolahan Limbah Padat ... 57
4.4. Kejadian Diare ... 59
4.5. Analisis Bivariat ... 60
4.5.1.Hubungan antara Kecukupan Air Bersih dengan Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60
4.5.2. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan
Pendidikan ... 63
5.1.1. Umur ... 63
5.1.2. Pendidikan ... 63
5.2. Analisis Univariat ... 64
5.2.1. Gambaran Sarana Air Bersih ... 64
5.2.2. Gambaran Sarana Pembuangan Kotoran/Jamban ... 64
5.2.3. Gambaran Tingkat Kepadatan Lalat ... 65
5.2.4. Gambaran Pengelolaan Limbah Padat ... 66
5.3. Analisis Bivariat ... 66
5.3.1. Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Kejadian Diare ... 66
5.3.2. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan Kejadian Diare ... 67
5.3.3. Hubungan antara Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare ... 68
5.3.4. Hubungan antara Fasilitas Pengolahan Limbah Padat dengan Kejadian Diare ... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Responden Menurut Umur pada Rumah Susun Sukaramai ... 54 Tabel 4.2. Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan pada
Rumah Susun Sukaramai ... 55 Tabel 4.3. Distribusi Jawaban Responden tentang Sarana Air bersih ... 55 Tabel 4.4. Hasil Inspeksi Pembuangan Kotoran ... 56 Tabel 4.5. Kondisi Sarana Pembuangan Kotoran pada Rumah Susun
Sukaramai ... 57 Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Kepadatan Lalat pada Rumah Susun
Sukaramai ... 57 Tabel 4.7. Hasil Inspeksi Pengolahan Limbah Padat ... 58 Tabel 4.8. Kondisi Sarana Pengolahan limbah padat pada Rumah Susun
Sukaramai ... 58 Tabel 4.9. Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 59 Tabel 4.10. Distribusi Jawaban Responden tentang Kejadian Diare ... 59 Tabel 4.11. Hubungan antara Kecukupan Air Bersih dengan Kejadian
Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 60 Tabel 4.12. Hubungan antara Sarana Pembuangan Kotoran dengan
Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 61 Tabel 4.13. Hubungan antara Kepadatan Lalat dengan Kejadian Diare
pada Rumah Susun Sukaramai ... 61 Tabel 4.14. Hubungan antara Pengelolaan Limbah Padat dengan
Kejadian Diare pada Rumah Susun Sukaramai ... 62
DAFTAR GAMBAR
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian ... 74
Lampiran 2. Lembar Observasi ... 78
Lampiran 3. Lampiran Dokumentasi Penelitian ... 79
Lampiran 4. Output Analisis Univariat ... 83 Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Lampiran 6. Surat Selesai Penelitian
Abstrak
Penyakit Diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, karena penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan tingginya angka kesakitan dan angka kematian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) , kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi (sarana air bersih dan pembuangan kotoran/jamban), kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Susun Sukaramai tipe 21 Kelurahan Sukaramai II Kecamatan Medan Area Kota Medan dengan sampel sebanyak 44 ibu rumah tangga dengan kriteria ibu yang memiliki tempat sampah di dalam rumah. Metode pengambilan sampel menggunakan metode purposive sample.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, tingkat kepadatan lalat rendah (0-2) dan pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat. Hasil bivariat yakni ada hubungan signifikan antara sarana air bersih (p=0,001) dan kepadatan lalat (p=0,001) dengan kejadian diare, dan tidak ada hubungan signifikan antara pembuangan kotoran/jamban (p=0,297), pengolahan limbah padat (p=0,1) dengan kejadian diare.
Hygiene sanitasi (penyediaan air bersih dan pembuangan kotoran/jamban) sudah memenuhi syarat, Pengolahan limbah padat belum memenuhi syarat dan tingkat kepadatan lalat rendah sehingga tidak menjadi masalah. Bagi warga Rumah Susun Sukaramai untuk menjaga kebersihan linkungan.
ABSTRACT
Diarrhea caused sickness and death in development country. Diarrhea is one of public heath problem Indonesia because diarrhea diseases included in the 10 diseases chich often caused high morbidity and mortality rates.
This study aimed to describe the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats. Correlation beetwen the hygiene sanitation (water supply and sewerage), the density of flies and solid waste treatment with the incidence of diarrhea in sukaramai flats
The type of study was analytic survey with cross sectional design. The sample of this study was 44 house wives who have a trash can on the house and this study conducted to sukaramai flats II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Sample taken by Purposive sample methode.
The results showed that the hygiene sanitation (water supply and sewerage) already qualified. The density of flies was low (0-2), so it doesn’t be a problem. But solid waste management still not qualified. There was significant relationship between water supply (p=0,001), the density of flies (p=0,001) with the incidence of diarrhea. Meanwhile, there was no relationship between sewerage (p=0,297), solid waste treatment (p=1) with the incindence of diarrhea.
The hygiene sanitation ( water supply and sewerage) already qualified, but solid waste treatment aren’t qualified yet. Meanwhile, the density of flies was low. It suggested to people who live in sukaramai flats to keep the environment clean.
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari pembangunan
nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam visi Indonesia diharapkan memiliki
lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yakni lingkungan yang
bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan
serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Depkes RI, 2000).
Kecenderungan global menuju abad perkotaan di mana pertumbuhan
penduduk lebih cepat bila dibandingkan dengan pertambahan penduduk di pedesaan.
Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kota merupakan sumber pelayanan
penduduk, kebudayaan, industri, serta hal-hal lain yang sulit diperoleh dipedesaan
sehingga banyak kota-kota besar yang dilanda arus perpindahan penduduk dari desa
ke kota. Dampak dari pemukiman yang padat penduduk bagi lingkungan ialah
bertambahnya jumlah masyarakat kawasan pemukiman yang tidak layak huni, kurang
sarana dan prasarana, lingkungan menjadi kumuh (tidak teratur), dan terjadinya
banjir, kebakaran, penyakit menular, serta keamanan lingkungan yang kurang karena
kawasan huni seperti pinggir kali, pinggir rel kereta api, dan areal tidak resmi lainnya
(Mubarak dan Chayatin, 2009).
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dimulai, didukung, ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan
(Mulia, 2005).
Keman (2005) menyatakan bahwa berdasar Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1995, penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan
tuberkulosis erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat.
Penyediaan air bersih dan dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat
menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare dan penyakit kecacingan yang
menyebabkan produktivitas kerja menurun.
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan
kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data
KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak
setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak. Keadaan ini
tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009 , KLB diare
penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB (Kekmenkes, 2011.)
Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara, (2010), dari sebanyak 549.147
perkiraan kasus diare yang ditemukan dan ditangani sebanyak 243.214 atau 44,29%,
sehingga angka kesakitan diare per 1000 penduduk adalah sebesar 18,73 %. Hal ini
Kesehatan Kota Medan penyakit diare berada pada peringkat ke enam dengan tingkat
kejadiannya sebesar 7.1% yaitu sebanyak 8285 pada laki-laki dan 9375 pada
perempuan. Berdasarkan data profil puskesmas medan area selatan penyakit diare di
daerah tersebut termasuk peringkat kelima tertinggi yang terdapat dalam daftar 10
penyakit terbesar di Kelurahan Sukaramai II dengan tingkat kesakitan sebesar 45.3%.
Rumah susun sukaramai terdiri dari tiga tipe rumah, yaitu tipe 21 terdiri dari
208 rumah, tipe 36 terdiri dari 192 rumah, dan tipe 54 terdiri dari 48 rumah. Pada
penelitian ini saya akan mengambil populasi masyarakat yang tinggal pada rumah
tipe 21. Hal ini dikarenakan pada rumah tipe 21 penghuninya lebih banyak dan
rumahnya lebih padat.
Berdasarkan pantauan analisa, keberadaan Rumah Susun Sukaramai memang
terlihat kumuh dan tidak layak huni. Terlihat dari salah satu blok yang ada di daerah
tersebut bahwa sampah berserakan. Rumah Susun Sukaramai ini terkesan sangat
semraut dan tidak sehat (Pemko medan, 2013.)
Berdasarkan survei pendahuluan yang saya lakukan di Rumah Susun
Sukaramai, Rumah Susun Sukaramai memiliki lingkungannya yang tidak sehat.
Terlihat dari tempat sampah umumnya yang tidak memenuhi persyaratan yakni, tidak
memiliki tutup, sampah bertumpuk dan sampah berserakan hingga ke badan jalan
serta menimbulkan banyak lalat yang hinggap. Di beberapa bagian lorong-lorong
rumah terlihat air yang tergenang, serta terlihat juga vektor yang melintas seperti
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat hubungan hygiene sanitasi
perumahan, kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan kejadian diare pada
rumah susun sukaramai.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan hygiene sanitasi, kepadatan lalat dan pengolahan limbah padat dengan
kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi, kepadatan lalat dan pengolahan
limbah padat dengan kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai tahun 2014.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hygiene sanitasi Rumah Susun Sukaramai.
2. Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat pada Rumah Susun
Sukaramai
3. Untuk mengetahui pengolahan limbah padat pada Rumah Susun
Sukaramai.
4. Untuk mengetahui hubungan hygiene sanitasi perumahan dengan
kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai.
5. Untuk mengetahui hubungan kepadatan lalat dengan kejadian diare
6. Untuk mengetahui hubungan pengolahan limbah padat dengan
kejadian diare pada Rumah Susun Sukaramai
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan kepada pihak Kelurahan Sukaramai II Kota
Medan
2. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat Rumah Susun Sukaramai
3. Sebagai masukan bagi penulis agar dapat memperkaya pengetahuan
dan pengalaman serta sebagai proses belajar bagi penulis dalam
mengimplementasikan berbagai teori yang diperoleh di bangku
perkuliahan selama proses belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat
USU Medan.
4. Sebagai referensi bagi berbagai pihak yang akan melanjutkan
penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian
ini.
2.1. Pengertian Hygiene Sanitasi
Hygiene ialah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena
pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan
sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Dalam pengertian ini
termasuk pula melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia
( perorangan dan masyarakat ) sedemikian rupa sehingga faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan tersebut, tidak sampai menimbulkan gangguan kesehatan
(Potter, 2005).
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. (Azwar, 1995).
2.2. Sanitasi Dasar Perumahan
Menurut Azwar (1995), sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang
diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan
yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang
mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan
air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air
2.2.1. Penyediaan Air Bersih
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air
sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya.
Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara
60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009)
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih
harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang
terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon.
Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart
kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber
yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut,
antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :
- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
- Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
- Tidak berasa dan tidak berbau.
- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah
tangga.
- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen
Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu
kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).
a. Syarat Kuantitas
Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada
aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka
kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan
dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi,
cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter
(Slamet, 2002).
b. Syarat Kualitas
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang
memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor
416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air
(Slamet, 2002)
1. Parameter Fisik
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus
memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh
2. Parameter Kimia
Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat
kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al),
Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman
(pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang
digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang
diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990.
Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang
melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi
kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya netral.
pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Slamet, 2002).
3. Parameter Mikrobiologis
Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh
mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli
(escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan
air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.
4. Parameter Radioaktif
Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan
fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada
2.2.1.1. Sumber Air
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber.
Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi, air angkasa (hujan), air
permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007)
1. Air Angkasa (Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau
merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran.
ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat
disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida,
nitrogen, dan amonia.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga,
waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan
yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami
pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi
yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di
dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni
2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Menurut Slamet (2002), air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari
berbagai macam penularan, terutama penyakit perut. Sementara itu,
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok
berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi
menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :
1. Waterborne mechanism
Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem
pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain
kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.
2. Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan
perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti skabies dan trachoma.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.
3. Water-based mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agent penyebab
intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit
akibat Dracunculus medinensis.
4. Water –related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di
dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah
filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.
2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan
lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja
(feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik
tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit
saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).
Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang
sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari
lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran
penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai
macam cara (Soeparman dan Suparmin, 2002)
2.2.2.1. Pengertian Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman
(Depkes RI, 1995).
Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan, yaitu :
- Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan,
- Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter,
- Konstruksi kuat,
- Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008),
- Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),
- Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan,
- Ventilasi 20% dari luas lantai,
- Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang,
- Murah
- Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga
harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.
Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik
dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :
1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,
2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman,
3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,
Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara
pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :
1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering,
2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air,
3. Tidak ada sampah berserakan,
4. Rumah jamban dalam keadaan baik,
5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat,
6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,
7. Tersedia alat pembersih,
8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.
Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan:
1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,
2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau
dan mengundang lalat,
3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak
membahayakan pemakai,
4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban,
5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja.
2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban
Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2007):
Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai
jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa
tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak boleh terlalu
dalam, sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Kedalamannya
berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter
(Notoatmodjo, 2007).
b. Jamban Empang
Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang,
sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban ini
dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan, namun
menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan wabah
(Notoatmodjo, 2007).
c. Jamban Cubluk dengan plengsengan
Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat jongkok
dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk ke dalam
lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran tidak langung
terlihat (Notoatmodjo, 2007).
d. Jamban Leher Angsa (angsa trine)
Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi
merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu dengan
bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup hubungan antara
air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk type angsa
trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan
kotoran dan penggelontor tinja (Notoatmodjo, 2007).
2.2.3. Sistem Pengelolaan Air Limbah
Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari
rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan (Ehless dan Steel dalam Chandra, 2007).
a. Sumber air limbah
Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mubarak dan
Chayatin, 2009):
- Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan sebagainya.
- Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan, dan dari
tempat-tempat ibadah.
- Industri, misalnya air limbah dari proses industri.
b. Parameter air limbah
Beberapa parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu,
kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat
organik, Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2, N,
CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu.
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani
pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang
efektif perlu rencana pengelolaan yang baik.
Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.
2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.
3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai, atau
tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat
berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.
5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah.
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap
Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air
limbah, diantaranya (Mubarak dan Chayatin, 2009) :
1. Pengenceran (disposal by dilution)
Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah,
kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya
penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air
limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu
banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini
air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan
terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga
dapat pula menimbulkan banjir.
2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)
Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari,
ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air
limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2
meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam
harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga memungkinkan
sirkulasi angin yang baik.
3. Irigasi (irrigation)
Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes
masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan
tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau
perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat
dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong
hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi
yang diperlukan oleh tanam-tanaman.
d. Dampak buruk air limbah
Ada beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan apabila air limbah tidak
1. Penurunan kualitas lingkungan
2. Gangguan terhadap keindahan
3. Gangguan kesehatan
4. Gangguan terhadap kerusakan benda
2.3. Vektor
Vektor adalah organisme hidup yang dapat menularkan agent penyakit dari
satu hewan ke hewan lain atau ke manusia. Penularan penyakit pada manusia melalui
vektor berupa serangga dikenal sebagai vectorborne disease (Chandra, 2007).
Penularan penyakit yang disebabkan oleh vektor kepada manusia dapat
dibedakan atas dua cara, yakni (Azwar, 1995):
1. Penyebaran secara biologi, yang disebut pula penyebaran aktif. Disini bibit
penyakit hidup serta berkembang biak di dalam tubuh vektor dan jika vektor tersebut
menggigit manusia, maka bibit penyakit masuk ke dalam tubuh sehingga timbul
penyakit. Contoh : nyamuk.
2. Penyebaran secara mekanik, disebut juga penyebaran pasif, yakni pindahnya bibit
penyakit yang dibawa vektor kepada bahan-bahan yang digunakan manusia
(umumnya makanan), dan jika makanan tersebut dimakan oleh manusia maka timbul
penyakit. Contoh : lalat.
2.3.1. Lalat
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang termasuk ordo diphtera,
sayap berbentuk membran ini, maka salah satu yang paling ditakuti ialah lalat. Lalat
dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia seperti penyakit typhoid fever,
para thypoid fever, disentri basiler, disentri amuba dan lain sebagainya (Azwar,
1995).
Lalat mempunyai sifat kosmopolitan, artinya kehidupan lalat dijumpai merata
hampir di seluruh permukaan bumi. Sampai saat ini dijumpai lebih kurang
60.000-100.000 spesies lalat. Tetapi tidak semua spesies ini perlu diawasi karena beberapa
diantaranya tidak berbahaya untuk manusia ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan.
Yang paling penting hanya beberapa saja, misalnya lalat rumah (Musca domestica),
lalat hijau (Lucilia sertica), lalat biru (Calliphora vomituria) dan lalat latrine (Fannia
canicularis) (Sembel, 2009).
Lalat disebut penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap
di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman yang jatuh ke tempat tersebut. Lalat
sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri
atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa jenis lalat memiliki
penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
2.3.2. Jenis-jenis lalat
1. Lalat rumah (Musca domestica)
Ini jenis lalat yang paling banyak terdapat diantara jenis-jenis lalat rumah.
Karena fungsinya sebagai vektor tranmisi mekanis dari berbagai bibit penyakit
manusia, maka jenis lalat Musca domestica ini merupakan jenis lalat yang terpenting
ditinjau dari sudut kesehatan manusia.
Dalam waktu 4-20 hari setelah muncul dari stadium larva, lalat betina sudah
bisa mulai bertelur. Telur-telur putih, berbentuk oval dengan ukuran panjang ± 1 mm.
Setiap kali bertelur diletakkan 75-150 telur. Seekor lalat biasanya diletakkan dalam
retak-retak dari medium pembiakan pada bagian-bagian yang tidak terkena sinar
matahari. Pada suhu panas telur-telur ini menetas dalam waktu 12-24 jam dan
larva-larva yang muncul masuk lebih jauh ke dalam medium sambil memakannya.
Setelah 3-24 hari, biasanya 4-7 hari, larva-larva itu berubah menjadi pupa.
Larva - larva akan mati pada suhu yang terlalu panas. Suhu yang disukai ± 30-35°C,
tetapi pada waktu akan menjadi pupa mereka mencari tempat-tempat yang lebih
dingin dan lebih kering.
Pupa berbentuk lonjong ± 7 mm panjang, dan berwarna merah coklat tua.
Biasanya pupa terdapat pada pinggir medium yang kering atau didalam tanah.
Stadium pupa berlangsung 4-5 hari, bisa juga 3 hari pada suhu 35°C atau beberapa
minggu pada suhu rendah.
Lalat dewasa keluar dari pupa, kalau perlu menembus keluar dari tanah,
kemudian jalan-jalan sampai sayap-sayapnya berkembang, mengering dan mengeras.
Ini terjadi dalam waktu 1 jam pada suhu panas sampai 15 jam untuk ia bisa terbang.
Lalat dewasa bisa kawin setiap saat setelah ia bisa terbang dan bertelur dalam waktu
4-20 hari setelah keluar dari pupa. Jangka waktu minimum untuk satu siklus hidup
Lalat dewasa hidup 2-4 minggu pada musim panas dan lebih lama pada
musim dingin, mereka paling aktif pada suhu 32,5°C dan akan mati pada suhu 45°C.
Mereka melampaui musim dingin (over wintering) sebagai lalat dewasa, dan
berkembang biak di tempat-tempat yang relatif terlindung seperti kandang ternak dan
gudang-gudang.
2. Lalat kecil (Fannia canicularis)
Lalat rumah kecil ini menyerupai lalat rumah biasa, tetapi ukuran mereka jauh
lebih kecil. Mereka membiak di kotoran manusia dan hewan dan juga
dibagian-bagian tumbuhan yang membusuk, misalnya di tumpukan rumput yang membusuk.
3. Lalat kandang (Stomaxys calaitrans)
Mereka menyerupai lalat rumah biasa, tetapi mereka mempunyai kebiasaan
untuk menggigit. Tempat pembiakan hanya di tumbuhan-tumbuhan yang membusuk.
Siklus hidupnya 21-25 hari. Jenis lalat ini tidak penting untuk tranmisi penyakit
manusia tetapi mereka bisa memindahkan penyakit-penyakit pada binatang.
4. Lalat hijau ( Lucilia sertica)
Jenis-jenis ini meletakkan telur-telur mereka pada daging. Jenis-jenis lalat ini
lebih jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran daripada lalat rumah
biasa, karena itu mereka dianggap tidak terlalu penting sebagai vektor penyakit
manusia.
Jenis-jenis lalat ini termasuk dalam genus Sarcophaga, artinya pemakan
daging. Ukuran mereka besar dan terdapat bintik meraka pada ujung badan mereka.
Larva dari banyak jenis-jenis lalat ini hidup dalam daging, tetapi pembiakan bisa juga
terjadi dalam kotoran binatang. Beberapa jenis tidak bertelur tetapi mengeluarkan
larva. Mereka jarang masuk dalam rumah-rumah dan restoran-restoran dan karena itu
mereka tidak penting sebagai vektor mekanis penyakit manusia. Tetapi mereka bisa
menyebabkan myasis pada manusia.
2.4. Hubungan Lalat dengan Kesehatan Lingkungan
Lalat membawa bakteri pada tubuh dan kaki-kakinya dan membuang
kotorannya diatas makanan, sehingga makanan menjadi tercemar oleh lalat. Lalat
juga menimbulkan gangguan kenyamanan, merusak pemandangan, geli/ jijik,
gatal-gatal pada kulit, menimbulkan tidak nyaman akhirnya nafsu makan berkurang. Selain
itu dari segi estetika terkesan jorok (Sembel, 2009).
Lalat erat hubungannya dengan lingkungan dimana lalat akan berkembang
biak dengan cepat apabila lingkungan mendukung atau lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dan sebaliknya lalat akan berkurang apabila tercipta
lingkungan yang tidak memberikan suatu bentuk kehidupan lalat yaitu keadaan
lingkungan yang bersih, sejuk dan kering (Depkes RI, Dirjen P2MPL, 2001).
2.5. Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat sangat penting, mengingat dampak
yang ditimbulkan oleh lalat. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik
menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan
biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat.
Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang :
a. Tingkat kepadatan lalat
b. Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
c. Jenis-jenis lalat
Lokasi pengukuran kepadatan lalat adalah yang berdekatan dengan
kehidupan/ kegiatan manusia karena berhubungan dengan kesehatan manusia, antara
lain (Depkes RI, 1992) :
a. Pemukiman penduduk
b. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, hotel, dan sebagainya).
c. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah yang berdekatan
dengan pemukiman.
d. Lokasi sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berdekatan dengan
pemukiman.
Untuk mengetahui tingkat kepadatan lalat di suatu wilayah dilakukan dengan
cara mengukur angka kepadatan lalat. Pengukuran populasi lalat hendaknya dapat
dilakukan pada :
- Setiap kali dilakukan pengendalian lalat (sebelum dan sesudah)
- Memonitoring secara berkala, yang dilakukan sedikitnya 3 bulan sekali.
Fly-grill dapat dibuat dari bilah-bilah kayu yang lebarnya 2 cm dan tebalnya
1cm dengan panjang masing-masing 80 cm sebanyak 16-24 buah dan dicat warna
putih. Bilah-bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan jarak 1-2 cm pada
kerangka kayu yang telah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada kerangka
sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly-grill dipakai untuk
mengukur kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly-grill ditempat yang akan
diukur kepadatan lalatnya, lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap diatas fly-grill itu
dengan menggunakan alat penghitung (hand counter) selama 30 detik. Sedikitnya
pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari 5 kali hasil
perhitungan lalat yang tertinggi dibuar rata-ratanya dan dicatat dalam kartu hasil
perhitungan (Depkes RI, 1991).
Angka rata-rata itu merupakan petunjuk (indeks) populasi pada satu lokasi
tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil pengukuran indeks populasi lalat pada
setiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :
a. 0 – 2 : rendah atau tidak menjadi masalah
b. 3 – 5 : sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap
tempat-tempat berkembang biakan lalat .
c. 6 – 20 : tinggi/padat dan perlu pengamanan terhadap tempat-tempat
berkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan
d. > 21 : sangat tinggi/sangat padat dan perlu dilakukan
pengamanan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya
lalat dan tindakan pengendalian lalat (Depkes RI, 1991).
Adapun bentuk fly grill dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Fly Grill 2.7. Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau
semipadatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan, baik yang
tidak berbahaya seperti sisa makana maupun yang berbahaya seperti limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang berawal dari industri (Mubarak dan Chayatin, 2009)
2.7.1. Jenis-jenis sampah
Menurut Notoatmodjo (2007), jenis-jenis sampah ialah :
a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya :
- Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk,
misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.
- Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya :
b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar
- Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.
- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas, dan
sebagainya.
c. Sampah berdasarkan karakteristiknya
- Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang umumnya
mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan
sebagainya.
- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar maupun
yang tidak mudah terbakar.
- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, termasuk abu
rokok.
- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan.
- Sampah industri.
- Bangkai binatang (dead animal).
- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle)
- Sampah pembangunan (construction waste)
2.7.2. Sumber-sumber sampah
Adapun sumber-sumber sampah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007).
Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah
tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik
pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.
b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum
Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan,
terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik,
botol, daun, dan sebagainya.
c. Sampah yang berasal dari perkantoran
Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan,
departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan
mudah terbakar.
d. Sampah yang berasal dari jalan raya
Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas,
kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.
e. Sampah yang berasal dari industri
Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam,
plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.
f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan
Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sis
sayur-mayur, dan sebagainya.
Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai
binatang, dan sebagainya.
2.8. Pengaruh Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terutama bila
mengandung mikroorganisme patogen ataupun bahan berbahaya dan beracun. Pada
proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah padat biasanya
menghasilkan gas-gas yang dapat mengganggu kesehatan maupun mengganggu
estetika. Limbah padat yang tidak disimpan dengan baik dapat menjadi sarang vektor
penyakit seperti tikus dan lalat. Vektor ini dapat menyebarkan penyakit pada manusia
(Mubarak dan Chayatin, 2009).
Menurut Kusnoputranto (1996), pengaruh pengelolaan limbah padat terbagi
atas pengaruh positif dan negatif.
2.8.1. Pengaruh Positif dari Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan limbah padat (sampah) yang baik akan memberikan pengaruh
yang positif terhadap masyarakat serta lingkungannya.
Manfaat positif tersebut dapat berupa (Kusnoputranto, 1996) :
1. Sampah dipergunakan untuk menimbun tanah yang kurang baik (tanah rendah,
rawa-rawa, dll.)
2. Pemanfaatan sampah untuk pupuk sangat bermanfaat untuk menyuburkan tanah
3. Sampah dapat juga dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, dengan melalui
proses pengolahan yang telah ditentukan lebih dahulu sebelum diberikan kepada
ternak.
4. Sampah ataupun benda-benda yang dibuang dapat diambil kembali untuk
dimanfaatkan lagi untuk kegunaan yang lain. Ataupun bahan-bahan yang ada
dalam sampah diambil kembali untuk diolah secara fisik, kimia dan biologi
sehingga menghasilkn barang-barang baru untuk kebutuhan hidup manusia.
Manfaat lain adalah :
1. Berkurangnya tempat untuk berkembang biaknya serangga dan binatang pengerat
sehingga dengan demikian diharapkan kepadatan populasi vektor-vektor penyakit
berkurang.
2. Berkurangnya incidence penyakit-penyakit yang erat hubungannya dengan
pengelolaan sampah misalnya penyakit jamur, penyakit-penyakit yang
penularannya melalui serangga misalnya penyakit saluran pencernaan dan
lain-lain.
3. Keadaan estetik lingkungan (udara, air, tanah) lebih saniter sehingga
menumbuhkan kegairahan hidup masyarakat, serta adanya rasa nyaman.
4. Keadaan lingkungan yang saniter akan dapat mencerminkan keadaan sosial
budaya terutama terhadap touris-touris luar negeri.
Pengelolaan limbah padat (sampah) yang kurang baik akan memberikan
pengaruh yang negatif terhadap masyarakat dan lingkungannya. Adapun
pengaruh-pengaruh tersebut sebagai berikut (Kusnoputranto, 1996) .
2.8.2.1. Terhadap Kesehatan
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyediakan tempat yang baik
bagi vektor-vektor penyakit yaitu serangga dan binatang-binatang pengerat untuk
mencari makanan dan berkembang biak dengan cepat sehingga mengakibatkan
incidence penyakit tertentu.
1. Penyakit saluran pencernaan (diare, kholera, thypus dll) dapat meningkatkan
angka kesakitan karena banyaknya lalat yang hidup berkembang biak
dilingkungannya, terutama ditempat-tempat sampah.
2. Penyakit demam berdarah dapat meningkat karena banyaknya vektor penyakit
(Aedes Aegipty) yang hidup berkembang biak dilingkungan yang pengelolaan
sampahnya kurang baik (banyak kaleng-kaleng dengan genangan air.)
3. Banyaknya incidence penyakit jamur (penyakit kulit atau parasit-parasit lain)
dimasyarakat yang penyebab penyakitnya hidup dan berkembang biak ditempat
pengumpulan dan pembuangan sampah yang kurang baik. Penularannya baik
secara langsung maupun tidak langsung.
4. Adanya penyakit-penyakit yang ditularkan melalui binatang, misalnya Taenia
(cacing pita). Hal ini dapat terjadi bila sampah untuk makanan ternak tidak melalui
yang masih mengandung bibit penyakit ikut terus didalam mata rantai penularan
(sapi, babi).
5. Potongan besi, kaleng, seng serta pecahan-pecahan beling dapat menyebakan
kasus kecelakaan pada pekerja atau masyarakat.
2.8.2.2. Terhadap Lingkungan
1. pengelolaan sampah yang kurang baik akan menyebabkan estetika lingkungan
yang kurang sedap dipandang mata.
2. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme menghasilkan gas-gas tertentu
yang dapat menyebabkan timbulnya bau busuk. Apabila kualitas bau busuk
tersebut cukup tinggi, maka dapat mengganggu estetika serta kesegaran udara
lingkungan masyarakat.
3. Adanya debu-debu yang beterbangan, dapat mengganggu penglihatan serta
pernapasan.
4. Apabila terjadi proses pembakaran dari sampah (sengaja ataupun tidak) maka
asapnya dapat mengganggu pernapasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara
karena ada asap di udara.
5. Apabila konsentrasi debu, asap, gas-gas yang timbul karena pengelolaan sampah
padat telah melewati standard kualitas udara maka dapat pula terjadi peristiwa
pencemaran udara.
6. Kebakaran sampah dapat menyebabkan kebakaran yang lebih luas serta dapat juga
7. Pembungan sampah ke saluran-saluran akan menyebabkan estetika yang
terganggu, menyebakan pendangkalan saluran serta mengurangi kemampuan daya
aliran saluran, sehingga pengerukan seyogyanya harus dilakukan.
8. Apabila musim hujan tiba maka saluran yang daya alirannya sudh menurun akan
terjadi luapan dari air hujan yang harus di alirkan sehingga banjir tak dapat
dihindari lagi.
9. Pembuangan sampah ke selokan-selokan atau badan-badan air akan menyebabkan
terjadinya pengotoran badan-badan air tersebut juga hasil-hasil dekomposisi
biologis yang berupa cairan-cairan organik juga dapat mengotori bahkan
mencemari air permukaan ataupun air tanah dangkal.
2.8.2.3. Terhadap Keadaan Sosial Masyarakat
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik pada suatu masyarakat akan dapat
mencerminkan status keadaan sosial masyarakat di daerah tersebut.
2. Keadaan lingkungan yang kurang saniter, kurang estetika akan menurunkan hasrat
orang lain/touris untuk berkunjung ke daerah tersebut.
3. Dapat menyebabkan perselisihan pada suatu daerah karena pengelolaan sampah
yang kurang baik, misalnya adanya timbulan-timbulan sampah yang mngganggu
penduduk sekitar maka dapat terjadi perselisihan antara pembuang sampah dengan
penduduk sekitarnya.
2.8.2.4. Terhadap Perekonomian Daerah/Nasional
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan banyaknya tenaga kerja
kenyamanan dan ketentraman hidup berkurang maka produksi daerah atau negara
juga dapat menurun.
2. Banyaknya penduduk yang tidak sehat dan terjadi kerusakan lingkungan akan
memerlukan pengobatan dan perbaikan lingkungan yang artinya diperlukan dana
dana untuk perbaikan dan pelaksanaan program pengobatan yang semestinya dapat
dialihkan pada sektor-sektor produktif yang lain.
3. Penelolaan sampah yang kurang baik akan dapat merusak lingkungan,
menurunkan kualitas lingkungan dan sumber alam, sehingga menurunkan mutu
produksi yang berasal dari sumber alam tersebut.
4. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan kemacetan-kemacetan lalu
lintas, sehingga menghambat transportasi barang dan jasa.
2.9. Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan terhadap penimbunan, penyimpanan (sementara, pengumpulan,
pemindahan/pengangkutan, pemprosesan, dan pembuangan sampah) dengan suatu
cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti
teknik (engineering), perlindungan alam (conversation), keindahan dan
pertimbangan-pertimbangan lingkungan lainnya (Mubarak dan Chayatin, 2009).
Menurut Mubarak (2009), tahap pengelolaan sampah padat, yaitu :
1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada tahap pengumpulan dan penyimpanan.
a. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor.
b. Tidak berserakan sampahnya.
c. Mempunyai tutup, mudah dibuka.
d. Dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah
ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan.
e. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu
orang.
Kedua, untuk membangun suatu depo, ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi antara lain dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan
setinggi kendaraan pengakut sampah, memiliki dua pintu, dan memiliki dua ventilasi.
Ada kran air untuk membersihkan, tidak menjadi tempat tinggal/sarang lalat dan
tikus, serta mudah dijangkau oleh masyarakat.
Ketiga, pengumpulan sampah padat dilakukan dengan dua metode, yaitu
a. Sistem duet
Tempat smpah kering dan basah.
b. Sistem trio
Tempat sampah basah, kering dan tidak mudah terbakar.
2. Tahap Pengangkutan
Cara pengangkutan di daerah perkotaan dengan pedesaan berbeda. Di kota
umumnya ada petugas khusus yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
menyangkut pembiayaan. Sedangkan di daerah pedesaan umumnya dapat dikelola
oleh masing-masing keluarga.
3. Tahap pengelolaan dan pemusnahan
Tahapan ini dapat dilakukan dengan dua metode.
a. Metode yang memuaskan
Sanitary landfill (ditanam), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang
di tanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.
Incenerator (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di
dalam tungku pembakaran khusus.
Composting (dijadikan pupuk), mengelola sampah menjadi pupuk kompos
khususnya sampah organik (daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang
mudah membusuk). Tahap-tahap dalam pembutan kompos dimulai dengan
memisahkan benda-benda yang tidak dapat dipakai sebagai pupuk, penghancuran
sampah menjadi partikel-partikel yang kecil, penyampuran sampah dengan
memerhatikan kadar karbon dan nitrogen yang paling baik, penempatan sampah
dalam galian tanah yang tidak begitu dalam, serta pembolak-balikan sampah 4-5
kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat terbentuk dengan baik.
b. Metode yang tidak memuaskan
Open dumping yaitu pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal
yang membusuk dapat menimbulkan gangguan pembaun dan estetika serta
menjadi sumber penularan penyakit.
Dumping in water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan dapat
mengganggu rusaknya ekosistem air, air akan menjadi kotor, warnanya
berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air (water
borne disease).
Burning on premises/individual inceneration, yaitu pembakaran sampah
dilakukan di rumah-rumah tangga.
2.10. Pengertian Diare
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi lebih
dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja
(Mansjoer,2000).
2.10.2. Etiologi atau Faktor Penyebab
Penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono,2003):
a. Penyebab Tidak Langsung
Penyebab idak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau
mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, sosial
b. Penyebab Langsung
Penyebab langsung terjadinya diare antara lain infeksi bakteri, virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Di tinjau dari sudut
patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi 2 golongan yaitu (Suharyono, 2003):
1) Diare Sekresi
a. Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti Shigella, Salmonella,
E.coli, Goongan Vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium. Golongan virus seperti
Protozoa, Entamoeba hitolica, Giardia lamblia, cacing perut, Ascaris dan
Jamur.
b. Hiperperistaltik usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan misalnya
keracunan makann, makanan yang pedas, terlalu asam, gangguan psikis,
gangguan syaraf, hawa dingin dan alergi.
c. Defisiensi imun yaitu kekurangan imun IgA yang mengakibatkan berlipat
gandanya bakteri atau flora usus dan jamur.
2) Diare osmotik yaitu malabsorbi makanan, kekurangan kalori protein dan berat
badan lahir rendah.
2.10.3. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah (Ngastiyah,
2012):
a. Gangguan osmotik yaitu disebabkan adanya makanan atau zat yang tidak
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit berlebihan akan merangsang
usus mengeluarkan feses sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi yang menyebabkan adanya rangsangan tertentu pada
dinding usus yang akan terjadi suatu peningkatan sekresi, yang selanjutnya
menimbulkan diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilasi usus yaitu hiperistaltik yang mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan yang menimbulkan diare,
sebaliknya bila peristaltik usus menurun mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan dapat menimbulkan diare.
2.10.4. Gejala Klinis
Menurut Widoyono (2008), beberapa gejala dan tanda diare antara lain:
1. Gejala Umum
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
b. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut
c. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan
gelisah.
2. Gejala Spesifik
a. Vibrio cholera: diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis.
b. Disenteriform: tinja berlendir dan berdarah.
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan: