• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit bagi Pasien BPJS terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan oleh Dokter Mmuda (Studi pada RSUP Dr. M. Djamil Padang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Hukum Rumah Sakit bagi Pasien BPJS terhadap Tindakan Medis yang Dilakukan oleh Dokter Mmuda (Studi pada RSUP Dr. M. Djamil Padang)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DAFTAR PUSTAKA

Dari Buku :

Amir, Amri. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta : Widya Medika.

R.M.Suryidiningrat, 1978. perikatan-perikatan Bersumer Perjanjian, Tarsito, bandung.

Sadi Is, Muhammad. 2015. Etika Hukum Kesehatan. Jakarta : Prenadamedia Group.

Hanafiah, Jusuf dan Amri Amir. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.

Jakarta. EGC.

Tribowo, Cecep. 2014. Etika dan Hukum Kesehatan.Yogyakarta : Nuha Medika Yustina, Endang Wahyati. 2012. Mengenal Hukum Rumah Sakit. Bandung : Keni Media

Publising, ANTARA. 2014. Himpunan Peraturan BPJS Kesehatan. Jakarta : ANTARA

McMAhon, Rosemary, Elizabeth Barton dan Maurice Plot. 1999. Manajemen

Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : EGC

Marbun, B. N. 2003. Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum. Depok : Puspa Swara

Muhammad, Abdul Kadir. 1982. Hukum Perjanjian. Bandung : PT. Alumni 1982 Nasution, Bahder Johan. 2005 Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter.

Jakarta : PT. Rineka Cipta

Siagian, Abdul Hakim. 2015. Hukum Perdata. Medan : Enterprise. Soekanto, Soejono dan Herkutanto. 11987. Pengantar Hukum Kesehatan. Bandung : Remaja Karya

Subekti, R. 1985. Hukum Perjanjian. Jakarta : PT. Intermassa

Ta‟adi, Ns. 2010. Hukum Kesehatan ( Pengantar Menuju Perawat Profesional).

Jakarta : EGC

Siswati, Sri. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif

(3)

Muchtar, Marsudi. 2016. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Pers

Tunggal, Hadi Setia. 2015. Tanya Jawab SJSN & BPJS. Jakarta : Harvarindo

Dari Undang – undang :

Undang - undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang- undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Undang – undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan P{enyelenggara Jaminan Sosial

Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

Dari Web :

http://www.spsitasik.org/2015/03/hak-dan-kewajiban-peserta-bpjs-kesehatan.html http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2014/20

http://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/32000b95f4978d0e3a024b2f5a35d636.pdf https://www.academia.edu/10779736/Badan_Penyelenggara_Jaminan_Sosial_BPJ S_dan_Jaminan_Kesehatan_Nasional_JKN_

(4)

BAB III

TINJAUAN UMUM BPJS

A.Pengertian BPJS

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa..

BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah Badan PenyelenggaranJaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan untuk masyarakat.

1. Pengertian BPJS Kesehatan

a. BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah pengganti layanan kesehatan dari PT.ASKES dan juga PT.JAMSOSTEK.

(5)

c. BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan adalah program untuk semua masyarakat tanpa terkecuali.

d. BPJS (Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial) Kesehatan memiliki 2 jenis,yaitu DPI (Dots Per Inch) dan non DPI (Dots Per Inch).Dimana anggota DPI (Dots Per Inch) iuran dibayarkan oleh pemerintah, sedangkan non DPI (Dots Per inch) iuran membayar sendiri.

Menurut UU no. 24 tahun 2011 tentang BPJS pasal 7 ayat (1) dan Ayat

(2), pasal 9 ayat (1) dan UU. No. 40 Tahun 2011 Tentang SJSN, Pasal 1 Angka

8, Pasal 4 Dan Pasal 5 ayat (1)). Badan Penyeleggara jaminan social kesehatan

(BPJS Kesehatan) adalah badan hukum public yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) Bulan di Indonesia.

Menurut Wikipedia BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Kesehatan) adalah Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

(6)

nama tersebut sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dimana PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014. Namun masyarakat terutama mereka yang dulu menjadi peserta Jamsostek atau sekarang BPJS Ketenagakerjaan belum bisa membedakan istilah BPJS yang dimaksud. Kebanyakan istilah BPJS tersebut disamakan dengan BPJS Kesehatan sehingga mereka yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, masih bingung apakah kartu BPJS Ketenagakerjaan bisa digunakan sebagai kartu kesehatan? Bahkan kartu Jamsostek yang dimiliki dianggap sudah tidak berfungsi, karena terbit kartu /KPJ dengan cetakan model baru. Mulai akhir Desember 2013 tahun yang lalu, BPJS Ketenagakerjaan sudah mulai mencetak kartu peserta baru BPJS Ketenagakerjaan dengan tampilan baru, namun kartu Jamsostek /KPJ lama masih tetap berlaku.

(7)

Sosial bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Hasil kegiatan yang diikuti khansa pada acara Sosialisasi Penerapan Norma Hubungan Kerja dan Perlindungan Berserikat untuk Provinsi Jawa Barat yang diadakan di Hotel Horizon tanggal 18 s/d 20 Agustus 2014, bahwa secara kualitas, program jaminan BPJS Ketenagakerjaan meliputi Jaminan Kecelakaan, Jaminan Kematian, BPJS Ketenagakerjaan menjanjikan, untuk memberikan peningkatan biaya kompensasi atau santunan kepada perserta seperti perawatan karena kecelakaan kerja, biaya transfort, santunan meningggal dunia hingga biaya pemakaman.

Salah satu program jaminan pemeliharaan kesehatan /JPK Jamsostek, di era BPJS Ketenagakerjaan, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bawaan Jamsostek tersebut, telah diserahkan kepada PT. Askes. Untuk penggunaan kartu JPK masih tetap dapat dipergunakan hingga kartu BPJS Kesehatan selesai dibuat. Maka BPJS Ketenagakerjaan berkonsentrasi seputar jaminan ketenagakerjaan saja yang mulai beroperasi mulai 1 Juli 2015 meskipun mulai melakukan pembenahan sejak 1 Januari 2014, seiring sedang digodoknya program baru BPJS Ketenagakerjaan yaitu program Pensiun.

(8)

Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan mulai menampung untuk kepesertaan dari program JPK Jamsostek, masyarakat umum dan masyarakat penerima bantuan iuran /PBI yaitu bagi masyarakat miskin yang menerima bantuan subsidi kesehatan dari pemerintah. Peserta yang dulunya adalah peserta Askes tetap melanjutkan kepesertaannya, secara bertahap untuk kartu-kartu kepesertaan mulai diganti, seperti kartu JPK Jamsostek hingga akhir April 2014, sementara kartu Askes tetap masih dapat dipergunakan hingga ada ketentuan dari BPJS Kesehatan untuk diganti.

(9)

B.Sejarah BPJS di Indonesia

Sistem jaminan social, telah berkembang dinegara-negara maju sekitar 100 tahun

yang lalu. Lingkup jaminan social berkembang didunia sangat luas, termasuk antara

lain asuransi pengangguran, manula, bersalin, perawatan dan lain-lain. Sedangkan

diindonesia baru memfokuskan pada lima program yaitu kecelakaan kerja, kesehatan,

jaminan hari tua, pension dan kematian.22

Sejarah BPJS Kesehatan memang tidak bisa terlepas dari kehadiran PT Askes (Persero), oleh karena ini merupakan cikal bakal dari terbentuknya BPJS Kesehatan. Pada tahun 1968, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968.

Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.

Kemudian pada tahun 1984 cakupan peserta badan tersebut diperluas dan dikelola secara profesional dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

22

(10)

Badan ini terus mengalami transformasi yang dari tadinya Perum kemudian pada tahun 1992 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.

Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Dengan prinsip penyelenggaraan mengacu pada :

1. Diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang.

2. Mengacu pada prinsip asuransi kesehatan sosial.

3. Pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

4. Program diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.

5. Menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.

6. Adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

(11)

khusus untuk menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

Dalam Undang-Undang Nomor 24 tentang BPJS askes (Asuransi Kesehatan) yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014

Masa persiapan transformasi PT ASKES (Persero) menjadi BPJS Kesehatan adalah selama dua tahun terhitung mulai 25 November 2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Dalam masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) ditugasi untuk menyiapkan operasional BPJS Kesehatan, serta menyiapkan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kes.

Penyiapan operasional BPJS Kesehatan mencakup:

1. penyusunan sistem dan prosedur operasional BPJS Kesehatan 2. sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan

3. penentuan program jaminan kesehatan yang sesuai dengan UU SJSN.

(12)

5. Kordinasi dengan KemHan,TNI dan POLRI untuk mengalihkan penyelenggaraan program pelayanan kesehatan bagi anggota TNI/POLRI dan PNS di lingkungan KemHan,TNI/POLRI.

6. koordinasi dengan PT Jamsostek (Persero) untuk mengalihkan penyelenggaraan program jaminan pemeliharaan kesehatan Jamsostek.

Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero) ke BPJS Kesehatan, mencakup penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:

1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero), 2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,

3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.

Pada saat BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.

(13)

Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.

Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan. Kementerian kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan,TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan Peraturan Pemerintah. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja.

Pengalihan kepesertaan program JPK JAmsostek ke BPJS Kesehatan

Didalam UU BPJS pasal 60 ayat 2 butir c menyatakan bahwa “Sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1: c. PT

Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan

pemeliharaan kesehatan.” Selanjutnya pasal 61 butir b memerintahkan

Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek (Persero) untuk “a. menyiapkan pengalihan program jaminan pemeliharaan kesehatan kepada

BPJS Kesehatan.”

(14)

harus dilakukan persiapan pengalihan kepesertaan program JPK Jamsostek ke PT Askes (Persero) yang akan bertransformasi menjadi BOJS Kesehatan.

Langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam proses pegalihan tersebut antara lain :

a. pembenahan administrasi dan data kepesertaan JPK Jamsostek (Persero) ke PT Askes (Persero).

b. penyerahan data peserta program Jamkesmas dari PT Jamsostek (Persero) ke PT Askes (persero). Data yang diserahkan antara lain menyangkut daftar peserta dan keluarganya, daftar perusahaan yang menjadi peserta daftar fasilitas kesehatan yang menjadi mitra PT Jamsostek (Persero) dalam penyelenggaraan JPK Jamsostek;

c. upload data peserta JPK Jamsostek ke dalam system informasi PT Askes (Persero).

d. Sosialisasi bersama antara PT Jamsostek (persero) dan PT Askes (persero) kepada para peserta/perusahaan yang selama ini menjadi peserta JPK Jamsostek terkait dengan rencana pengalihan pengelolaan program.

e. Pembuatan dan distribusi kartu program jaminan kesehatan. f. Penyiapan system informasi yang diperlukan.

(15)

h. Pendapingan program JPK pasca pengalihan oleh PT Jamsostek (Persero) kepada BPJS Kesehatan.23

Agar proses pengalihan program JPK Jamsostek ke PT Askes (persero) sebagai calom BPJS Kesehatan berjalan lancer maka perlu dibentuk tim dari kedua belah pihak yang membahas dan mengelola teknis pengalihan kepesertan. Tim tersebut masuk dalam PMO (Project Management Office) yang dibentuk oleh PT Askes (persero).

Pengalihan Anggota TNI/POLRI dan keluarganya menjadi peserta BPJS

Kesehatan

Undang-undang BPJS pasal 60 ayat 2 butir c menyatakan bahwa “sejak beroperasinya BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b kementrian Pertahanan, Tentara Naional Indonesia dan Kepolosian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan peraturan Presiden.”

Dengan demikian maka mulai 1 Januari 2014 anggota TNI/POLRI dan keluarganya harus menjadi peserta jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Namun untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasional tetap diselenggarakan oleh Kmenetrian Pertahanan dan

23

(16)

TNI/POLRI. Untuk itu maka perlu disusun peraturan presiden terkait dukungan operaqsional kesehatan kemetrian pertahanan dan TNI/POLRI.

Agar roses pengalihan kepsertaan anggota TNI/POLRI ke PT. Askes (persero) sebagai calon BPJS Kesehatan berjalan lancer maka perlu dibentuk tim yang membahas dan mengelola teknis pengalihan kepsertaan. Tim tersebut masuk dalam PMO (project management office) yang dibentuk oleh PT Askes (persero);24

Cakupan cakupan kepesertaan untuk Jaminan kesehatan PNS/TNI-POLRI

Disamping pendeuduk miskin dan tidak mampu yang dijamin dalam program Jamkesmas dan Jamkesda, seluruh PNS, pensiunan PNS dan Pensiunan TNI/POLRI termasuk anggota keluarganya sudah dijamin dalam Program Asuransi Kesehatan wajib/social yang dikelola oleh PT. Askes (persero). Jumlah tertanggung askes wajib sekitar 17,3 juta jiwa. Pegawai aktif TNI/POLRI dan anggota keluarganya mendapat jaminan kesehatan di semua fasilitas kesehatan milik TNI/POLRI yang dikelola oleh Dinas Kesehatan TNI/POLRI. Jumlah total pegawai aktif TNI/POLRI dan angota keluarganya yang dijamin diperkirakan 2,5 juta jiwa. Seperti halnya jaminan kesehatan bagi pegawai aktif TNI/POLRI dan anggota keluarganya bersifat komprehensif tanpa pengecualan penyakit yang dijamin. Hanya pengobatan yang bersifat kosmetik yan tidak dijamin.

Cakupan kepsertaan untuk Jaminan Kesehatan bagi Swasta

24

(17)

Sejak tahun 1993, pegawai swasta dan anggota keluarganya dapat memperoleh jaminan kesehatan melalui program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dikelola PT Jamsostek (persero). Sebagian pegawai pemberi kerja besar diperbolehkan untuk mendapatkan jamianan kesehatan melalui program asuransi kesehatan komersial. Namun program JPK Jamsostek dan asuransi kesehatan komersial tidak memiliki luas cakupan yang sama. Banyak layanan medis yang mahal tidak dijamin dalam program tersebut.

Berbagai jenis program jaminan/asuransi kesehatan yang ada telah menjamin sekitar separuh penduduk Indonesia. Data kemenkes menunjukkan jumlah penduduk yang dijamin (dengan berbagai bentuk dan luas jaminan0 sebanyak 151,6 juta jiwa.25

C. Dasar Hukum Pengaturan BPJS

Landasan Hukum BPJS Kesehatan : 1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial 26

Dalam Pengelolaan BPJS Kesehatan, manajemen berpedoman pada tata kelola yang baik antara lain :

1. Pedoman Umum Good Governance BPJS Kesehatan

25

Ibid hal 83 26

(18)

2. Board Manual BPJS Kesehatan

3. Kode Etik BPJS Kesehatan27

Beberapa peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang harus disusun sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 40 Tahun 2004 khususnya terkait jaminan kesehatan adalah :

1. Peraturan Pemerintah tentang Penerima Bantuan Iuran (PP PBI) PP ini sebagai pelaksanaan pasal 14 ayat 2 dan pasal 17 ayat 6 UU SJSN. Dimana pasal 14 UU SJSN menyatakan:

(1) Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan SOsial;

(2) Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampy;

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pmerintah.

Pasal 17 ayat 4-6 UU SJSN menyatakan :

(4) Iuran program jaminan social bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh pemerintah.

(5) Pada tahap pertama, iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibayar oleh Pemerintah untuk program jaminan kesehatan.

27

(19)

(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih dengan Peraturan Pemerintah.

RPP PBI sudah disusun sejak tahun 2007 dan sudah berkali-kali dibahas oleh wakil berbagai kementrian. Banyak pemangku kepentingan yang sudah dilibatkan dalam pembahasan RPP tersebut. Namun, sampai saat ini RPP PBI tersebut belum ditandatangani oleh Presiden.

Agar BPJS Kesehatan dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan ketentuan pasal 60 ayat (1) UU BPJS, yaitu pada 1 Januari 2014 maka PP PBI tersebut seharusnya sudah ditandatangani oleh Presiden paling lambat pada pertengahan 2013. Mengingat waktu yang semakin terbatas maka RPP PBI yang sudah ada perlu segera diharmonisasikan oleh Kementrian Hukum dan HAM dan kemudian di ajukan ke Presiden.

2. Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan

Peraturan Presiden ini mengatur mengenai program jaminan kesehatan yang materinya meliputi substansinya Pasal 21- Pasal 28 UU SJSN jo Pasal 19 UU BPJS. Peraturan Presiden tentang Jaminan Kesehatan mengatur tentang :

(20)

b. Pemberian kompensasi oleh BPJS Kesehatan jika disuatu daerah belum tersedia fasilitas kesehtan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta dan kelas standar perawatan di rumah sakit (pasal 23 UU No.40 Th 2004).

c. Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS (pasal 26 UU No. 40 Tahun 2004).

d. Besar iuran Jaminan Kesehatan untuk peserta penerima upah dengan batas upah yang ditinjau secara berkala, untuk peserta yang tidak menerima upah, dan untuk penerima bantuan iuran ( Pasal 27 UU No. 40 Tahun 2004).

e. Kewajiban membayar tambahan iuran bagi pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5 (lima) orang dan ingin mengikut sertakan aqnggota keluarga lainnya seperti orang tua (pasal 28 UU No. 40 Tahun 2004)

f. Tata cara pembayaran iuran program jaminan kesehatan (pasal 15 ayat (5) huruf (a) UU No. 24 tahun 2011).

g. Pentahapan kepesertaan Jamianan Kesehatan yang merupakan perumusan lebih lanjut dari pasal 13 ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2004 dan pasal 15 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

(21)

terkait. Banyak pemangku kepentingan yang sudah dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tersebut.

Agar BPJS kesehatan dapat beroperasi dengan baik pada tanggal 1 Januari 2014 makan Peraturan Presiden tentang Jamina Kesehatanharus sudah diundangkan pada akhir tahun 2012, selambat-lambatnya pada pertengahan tahun 2013 sehingga semester kedua tahun 2013 dapat digunakan untuk sosialisasi ke berbagai pihak. Mengingat waktu yang sangat terbatas maka sebaiknya DJSN berkomunikasi intensif dengan pihak Kemenkes dan KemenHukHam khususnya agar Rancangan Peraturan Presiden segera harmonisasi dan kemudian diajukan ke Presiden untuk ditetapkan.

Turunan Peraturan UU BPJS

Disamping peraturan pelaksanaan UU SJSN, ada peraturan pelaksanaan yang perlu disusun berdasrkan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS. Beberapa pengaturan pelaksanaan yang perlu disusun dapat disatukan dengan pengaturan pelaksanaan berdasarkan amanat UU SJSN. Beberapa pengaturan harus dilakukan secara terpisah karena subsantsinya yang khusus, yaitu :

1. Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS

Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang

(22)

Pengaturan ini harus sinkron dengan pengaturan iuran jaminan kesehatan yang diatur dalam Peraturan Pmerintah tentang Jaminan Kesehatan.

j. Besaran dan tatacara pembayaran iuran untuk empat program selain program jaminan kesehatan (pasal 19 ayat 5 huruf b).

k. Sumber dan penggunaan asset BPJS (pasal 41).

l. Sumber dan penggunaan asset dana Jaminan Sosial (pasal 43).

m. Persentase dana operasional (pasal 45) untuk jaminan kesehatan yang harus ditetapkan oleh DJSN. Memperhatikan rasio biaya operasional terhadap total iuran diterima di berbagai Negara, maka BPJS dapat menggunakan dana operasional maksimum 4 persen dari iuran di tahun-tahun pertama, dan dapat lebih kecil dari 3 persen dimasa stabil.

n. Tat cara hubungan antar lembaga (pasal 51). o. Dewan pengawas dan direksi BPJS (pasal 53).

2. Peraturan Pemerintah tentang Model Awal BPJS

Peraturan Pemerintah tentang Modal Awal BPJS perlu disusun dalam rangka mengimplementasikan pasal 42 UU BPJS yang menyatakan :

„ Modal awal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 huruf a

(23)

masing-masing paling banyak Rp. 2.000.000.000.000, 00 ( dua triliun rupiah ) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan bealnja Negara.”

Berdasarkan ketentuan pasal 41 ayat 4 UU tentang Perbendaharaan Negara jo. Pasal 4 ayat 4 UU BUMN, yang mengatur penyertaan modal Negara yang jumlahnya seraus milyar keatas, maka harus pengaturan modal awal mndapat persetujuan DPR dan pelaksanaan nya harus diatur dalam Peraturan Pemerintah. Sehubungan dengan hal tersebut, yang berwenang memprakarsai penyusunan RPP tentang modal awal ini adalah Menteri Keuangan. Dengan demikian sebelum penyusunan RPP tentang modal awal sebesar paling banyak Rp. 2 triliun untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2013 harus sudah mendapat persetujuan dari DPR RI dan dianggarkan dalam APBN 2014 sebagai kekayaan Negara yang dipisahkan.

3. Peraturan Presiden tentang tata cara Pemilihan dan Penetapan Dewan Pengawas dan Direksi BPJS

Peraturan presiden ini merupakan pelaksanaan dari beberapa pasal UU BPJS yaitu pasal 31, pasal 36, dan pasal 44.

(24)

Disamping itu, Perpres ini sebaiknya juga mengatur tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan dinyatakan pasal 37 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS sebagai bentuk pertanggungjawaban BPJS menyatakan “BPJS wajib menyampaikan pertanggung jawaban atas pelaksanan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan pengelolaan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh akuntan public kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.”

Pasal 37 ayat 7 menyatakan bahwa “Ketentuan mengenai bentuk

dan isi laporan pengelolaan program sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Presiden.”

Penyusuna rancangan peraturan presiden ini diinisiasi oleh salah satu Kementrian Kesehatan atau Kementrian Ketenagakerjaan, namun dalam prosesnya dilakukan bersama mengingat pengaturan operasional dan pertanggungjawaban BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan haruslah sama. Dengan demikian, peraturan presiden tentang Tata KElola, termasuk standar gaji dan manfaat lain, cukup satu untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

(25)

Pasal 59 UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa untuk pertama kali Dewan Komisaris dan Direksi PT.Askes (Persero) diangkat menjadi dewan pengawas dan direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun terhitung sejak BPJS KEsehatan beroperasi pada tanggal 1 januari 2014. Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi PT. Askes (Persero) menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan dalam [asal 59 ini secara normative harus dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden.

Oleh karena itu perlu disiapkan Rancangan Keputusan Presiden tentang pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi PT. Askes (persero) menjadiv dewan pengawas dan direksi BPJS Kesehatan yang untuk pertama kali harus dikeluarkan sebelum tanggal 31 Desember 2013.

Penyiapan Rancangan Keputusan Presiden ini sebaiknya dilakukan oleh DJSN dan Kementrian Negara BUMN.

D. Hak dan Kewajiban Peserta BPJS

Hak dan Kewajiban Peserta

Hak Peserta

(26)

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja

sama dengan BPJS Kesehatan

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis kepada BPJS Kesehatan

Kewajiban Peserta

1. Mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan

2. Membayar iuran

3. Memberikan data dirinya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar

4. Melaporkan perubahan data dirinya dan anggota keluarganya, antara lain perubahan golongan, pangkat, atau besaran gaji, pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat pertama

5. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak

6. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan

Kewajiban Pemberi Kerja

(27)

2. Menghitung dan memungut iuran yang menjadi kewajiban peserta dari pekerjanya melalui pemotongangaji/upah pekerja

3. Membayar dan menyetorkan iuran yang menjadi tanggungjawabnya kepada BPJS Kesehatan

4. Memberikan data mengenai dirinya, pekerjanya dan anggota keluarganya secara lengkap dan benar meliputi :

 data pekerja berikut anggota keluarganya yang didaftarkan sesuai dengan data pekerja yang dipekerjakan

 data upah yang dilaporkan sesuai dengan upah yang diterima pekerja

 data kepesertaan dalamprogram jaminan sosial seuai pentahapan kepesertaan

 perubahan data Badan Usaha atau Badan Hukumnya, meliputi alamat perusahaan, kepemilikan perusahaan, kepengurusan perusahaan, jenis bahan usaha, jumlah pekerja, data pekerja dan keluarganya, dan perubahan besarnya upah setiap pekerja

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

1. Administrasi pelayanan

2. Pelayanan promotif dan preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

(28)

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

7. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:

1. Rawat jalan, meliputi: a) Administrasi pelayanan

b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e) Pelayanan alat kesehatan implant

f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis

g) Rehabilitasi medis h) Pelayanan darah

i) Peayanan kedokteran forensik

j) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan 2. Rawat Inap yang meliputi:

a) Perawatan inap non intensif b) Perawatan inap di ruang intensif

(29)

BAB IV

PEMBAHASAN

A. SEJARAH RSUP M.DJAMIL PADANG

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang (RSUP Dr. M. Djamil Padang) adalah sebuah rumah sakit pemerintah yang terletak di kota Padang, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. RSUP Dr.M.Djamil Padang didirikan pada tahun 1953. RSUP Dr.M.Djamil Padang merupakan rumah sakit pemerintah yang merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera Bagian Tengah. Nama rumah sakit ini diambil dari nama dr. Mohammad Djamil, salah seorang dokter, dosen, dan gubernur yang pernah bertugas di provinsi Sumatera Tengah.28

RSUP DR M Djamil pertama kali bernama RSU Megawati dengan kapasitas 100 tempat tidur.Pada tahun 1953 dibangun gedung RSUP Padang diatas areal tanah seluas 8.576 Ha, yang terletak di Jl. Burung Kutilang. Karena Jl. Burung Ketilang ini merupakan jalan pendek yang berada dalam komplek Rumah Sakit, maka letaknya yang sekarang lebih dikenal berada di Jl. Perintis KemerdekaanPadang. Tahun 1978 berdasarkan SK Menkes RI No.134 Tahun 1978, RSUP Padang resmi memperoleh sebutan namanya sebagai RSUP DR M Djamil, untuk mengabadikan nama seorang Putra Sumatera Barat DR. Mohammad Djamil Arts, MPH,DPH DT Rangkayo Tuo (1898 – 1961) yang meninggal dalam masa perjuangan kemerdekaan yang mengabdikan dirinya di bidang pelayanan kesehatan & kemanusiaan. Pada tahun 1994 melalui SK Menkes 542 tahun 1994 RSUP DR M Djamil mengembangkan diri menjadi Unit Swadana. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 123 tahun 2000 RSUP DR M Djamil berubah status menjadi Rumah Sakit Perusahaan Jawatan dengan nama Perjan RSUP DR M Djamil yang dalam operasionalnya bertanggung jawab kepada Meneg BUMN,Depkes & Depkeu. Saat ini dengan Peraturan Pemerintah RI No. 23 tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara RI tahun 2005 Nomor 48)/ RSUP DR. M. Djamil kembali menjadi Unit Pelaksanaan Teknis Kementrian Kesehatan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. 29

(30)

RSUP DR M Djamil merupakan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan wilayah Sumatera Tengah di bawah naungan Kementerian Kesehatan RI.

 Luas tanah : 8,576 HaLuas Bangunan : 58.079 M2 DAYA LISTRIK : 1.750 kva

 Generator : 1.600 kva ( 2 unit ) Mesin Boiler (steam) : 2.500 Kg/jam x 2 unit

 Pengolahan Limbah : IPAL & Insenerator Sumber air : PAM & Sumur dalam UPS : 80 Kva

 Jumlah tempat Tidur : 800 TT

 Jumlah Pegawai : 1727 orang terdiri dari lebih 20 profesi

 Pelayanan Unggulan : Peleyanan Jantung dan Bank

 JaringanPelayanan Pengembangan : Terapi Penganti Ginjal, Kemoterapi Center, Bedah 24 Jam dan Pelayanan Komplementer

VISI yang dirumuskan untuk RSUP DR.M.Djamil adalah: “Rumah Sakit

Terunggul dalamPelayanan dan Pendidikan di Sumatera”. Yang artinya, pada

akhir tahun 2015, RSUPDR.M.Djamil berstandar internasional dalam hal pelayanan dan pendidikan.

MISI Untuk mencapai Visi tersebut di atas, telah ditetapkan Misi RSUP DR.M.Djamil, yaitu“Melayani, Mendidik, dan Meneliti”, yang berarti RSUP DR.M.Djamil mengembantugas:

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif, berdaya saing, dan terjangkau olehsemua lapisan masyarakat.

2. Mendidik dan melatih SDM yang profesional dalam meningkatkan derajat kesehatanmasyarakat.

(31)

4. Mengelola keuangan secara tersistem, efektif, transparan dan berbasis kinerja.30

ALUR MASUK RAWAT JALAN

30

(32)
(33)

B. Hubungan hukum RSUP Dr. M.Djamil Padang, Dokter Muda dan

peserta BPJS

1. Hubungan Hukum Dokter Muda dengan Rumah Sakit

“Rumah sakit adalah salah satu jenis sarana pelayanan kesehatan, yang tugas utamanya melayani kesehatan perorangan disamping tugas pelayanan.”31 Pada masa sebelum disahkannya Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter muda dalam melaksanakan kegiatan pendidikan profesinya tidak didampingi oleh seorang residen ataupun supervisor. Bahkan dokter muda yang merupakan sarjana kedokteran dan belum dinyatakan selesai dalam pendidikan profesi sudah dianggap sebagai dokter yang boleh melaksanakan pelayanan kesehatan bahkan mengambil keputusan tindakan penanganan secara mandiri. Akan tetapi setelah disahkannya Undang-Undang Praktik Kedokteran No.29 tahun 2004, hal itu tidak dibenarkan lagi untuk dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan dalam Undang-Undang No 29 Tahun 2004 trntang Praktik Kedokteran Pasal 29 Ayat (1) bahwa: Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Dokter muda pada masa itu dalam praktiknya melayani kegiatan pasien di rumah sakit sudah bebas untuk melakukan diagnosa dan mengambil keputusan penanganan kesehatan secara mandiri tanpa harus adanya persetujuan. Sehingga pada akhirnya Undang-Undang Praktik Kedokteran disahkan guna membatasi wewenang dokter muda dalam menangani pasien dimana dokter

31

(34)

muda harus menempuh pendidikan profesi sebagai syarat untuk mendapatkan surat izin praktik untuk melakukan kegiatan praktik kedoteran baik di rumah sakit maupun praktik mandiri. Mahasiswa pendidikan profesi dalam kedudukannya belum memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) yang diperoleh dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dimana untuk bisa mendapatkan STR maupun Surat izin Praktik (SIP) dari Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat, seorang harus melalui pendidikan profesi dokter dibawah bimbingan dokter dan dokter ahli, selanjutnya akan diadakan ujian kompetensi dokter untuk dinyatakan apakah layak mendapatkan STR atau tidak, dan jika dalam ujian tersebut dinyatakan layak, maka akan diadakan internship dan setelah selesai, maka akan dikeluarkanlah SIP sebagai bukti bahwa yang bersangkutan dapat melaksanakan praktik kedokteran.

(35)

Dari keterangan diatas jelas menggambarkan bahwa seorang sarjana kedokteran tidak bisa menjadi dokter yang dapat melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien tanpa melalui jenjang pendidikan profesi. Dengan demikian, konsekuensi bagi yang tidak mengikuti proses pendidikan profesi tidak akan boleh melakukan kegiatan pelayanan kesehatan secara mandiri karena dianggap kemampuan dan keterampilannya di bidang kedokteran belum cukup untuk melakukan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan wawancara dan penelitian yang dilakukan, tidak ada sanksi bagi sarjana kedokteran jika tidak melanjutkan ke pendidikan profesi karena hanya merupakan pilihan bagi mahasiswa yang bersangkutan apakah ingin melanjutkan ke pendidikan profesi atau tidak. Perlunya pendidikan profesi diadakan di rumah sakit melalui kerjasama pihak Universitas dengan rumah sakit mengingat pelayanan kesehatan hanya dilaksanakan di rumah sakit dan Universitas dalam hal ini di lingkungan kampus tidak memiliki fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana yang di miliki di rumah sakit.

(36)

1. Hak-hak pihak pertama

a. Pihak pertama berhak menggunakan fasilitas, sarana dan prasaranadi lingkungan rumah sakit yang di tentukan dan di siapkan oleh pihak kedua .

b. Pihak pertama berhak memperoleh bantuan personil yang ditentukan dan disiapkan oleh pihak kedua untuk pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2. Hak-hak pihak kedua

a. Pihak kedua berhak mengajukan pengadaan sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pelaksanaan kerjasama ini. b. Pihak kedua berhak menggunakan fasilitas, sarana dan

(37)

pendidikannya ke jenjang profesi dan juga telah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran Pasal 6 Ayat (3) bahwa: Pembentukan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut:

a. memiliki Dosen dan Tenaga Kependidikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b. memiliki gedung untuk penyelenggaraan pendidikan;

c. memiliki laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat; dan

d. memiliki Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran.

Dari ketentuan diatas jelas bahwa setiap Universitas yang membina Fakultas Kedokteran wajib melakukan kerjasama dengan rumah sakit dalam hal penempatan mahasiswa pendidikan profesi selain itu, mengingat bahwa dokter muda yang melakukan kegiatan belajar di rumah sakit bukan merupakan pegawai rumah sakit maka dalam perjanjian tersebut memperjelas aturan tentang wewenang dan tanggungjawab para pihak sehingga kedudukan dokter muda di rumah sakit menjadi jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

(38)

mendampingi dokter muda dan membimbingnnya dalam melaksanakan proses belajar. Tidak semua dokter yang berada pada bagian tersebut bertanggungjawab dalam mendampingi kegiatan dokter muda melainkan hanya mereka yang ditunjuk dan disahkan dengan surat mandat.

Dokter muda selama di rumah sakit hanya melakukan hubungan kerjasama dan proses belajar dengan supervisor yang ditunjuk dan tidak memiliki hubungan hukum dengan dokter lainnya yang berada di rumah sakit. Dokter lainnya yang berada di rumah sakit tidak memiliki kewenangan untuk memberikan instruksi melakukan pelayanan terhadap pasien kecuali oleh residen berasarkan persetujuan supervisor. Supervisor dalam kedudukannya selain sebagai seorang dokter ahli di rumah sakit, juga merupakan dosen pendidik di Univesitas dalam hal ini Fakultas Kedokteran yang banyak memberikan bimbingan kepada mahasiswa kedokteran dan juga sebagai dosen penguji bagi mahasiswa pendidikan profesi pada akhir masa pendidikannya pada masing-masing bagian spesialisasi.32

Terdapat pula beberapa dokter ahli yang bukan merupakan dosen pengajar di Universitas manapun termasuk di Universitas dimana mahasiswa pendidikan profesi itu berasal. Mereka ditunjuk sebagai supervisor karena keahliannya pada bidang tersebut dan merupakan dokter ahli yang membina spesialisasi atau keahlian tersebut di rumah sakit. Hal ini juga diatur dalam Undang-Undang N0 20 Tahun 2013 Pasal 21 Ayat (1) bahwa: Dosen dapat berasal dari perguruan tinggi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Wahana Pendidikan Dokter

.

Untuk dokter ahli yang bukan merupakan dosen pada Universitas Andalas, maka RSUP M.Djamil merekomendasikan dokter yang dimaksud untuk dijadikan supervisor, kemudian diadakan pemberian materi terkait kompetensi pendidikan kedokteran yang ingin di terapkan kepada mahasiswa pendidikan profesi,selanjutnya dikeluarkan surat keputusan Rektor yang menjadi bukti

32

(39)

legitimasi bahwa dokter yang dimaksud adalah sebagai dokter yang membimbing mahasiswa pendidikan profesi selama melaksanakan proses belajarnya di rumah sakit. Undang- Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran Pasal 18 Ayat (1) mengatur bahwa:

Untuk pembelajaran klinik dan pembelajaran komunitas, mahasiswa diberi kesempatan terlibat dalam pelayanan kesehatan dengan bimbingan dan pengawasan dosen.

Ayat (3) mengatur bahwa:

Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang mengirim mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis bertanggung jawab melakukan supervisi dan pembinaan bagi mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan program dokter gigi spesialis-subspesialis yang melaksanakan pelayanan di rumah sakit selain Rumah Sakit Pendidikan.

Aturan ini jelas memperbolehkan mahasiswa pendidikan profesi dokter untuk terlibat lansung dalam proses pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit melalui pendampingan dan arahan dari dokter pembimbingnya dalam hal ini supervisor.

(40)

Undang-Undang dengan berdasar pada Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa yang belum memiliki Surat Izin Praktik (SIP) tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pelayanan kesehatan akan tetapi hanya mendampingi dan melihat apa-apa yang dilaksanakan oleh dokter terhadap pasiennya.

Keterangan ini tentunya berbeda dengan kenyataan di lapangan dan beberapa keterangan dari supervisor dimana dalam praktiknya dokter muda dilibatkan atas dasar proses pembelajaran untuk melakukan lansung pelayanan kesehatan terhadap pasien dengan pengawalan dan arahan yang ketat dari supervisor dan residen. Dalam hal ini pula beberapa keterangan supervisor menjelaskan bahwa dokter muda tidak akan bisa untuk melakukan penanganan terhadap pasien sekalipun telah memiliki SIP jika dalam masa pendidikan profesinya tidak dibiasakan untuk bersentuhan lansung dengan pasien sekalipun dengan kewenangannya yang sangat terbatas berdasarkan persetujuan supervisor

2. Hubungan Hukum Dokter Muda dengan Dokter (Supervisor)

(41)

secara tertulis khusus di atur oleh residen maupun supervisor kepada dokter muda terkait pelaksanaan pembelajarannya. Semua interaksi atau kegiatan dokter muda hanya berdasarkan instruksi dan petunjuk dari residen maupun supervisor. Dokter yang dalam posisinya sebagai pendamping para dokter muda hanya memfasilitasi dan membimbing proses belajar mahasiswa tersebut untuk lebih memperdalam pengetahuan dan pemahaman serta keterampilannya terkait kompetensi dokter umum dan tidak membuatkan aturan mengikat baik oleh dokter muda itu sendiri begitu pula dengan residen dan supervisor. Kegiatan pelayanan kesehatan seharusnya sepenuhnya dilaksanakan oleh dokter yang telah melalui proses pendidikan dan sesuai dengan kompetensinya yang ditandai dengan adanya STR dan SIP. Mahasiswa pendidikan profesi adalah mahasiswa S1 kedokteran yang telah dinyatakan lulus dengan predikat sarjana dan berada dibawah bimbingan supervisor dan residen, residen itu sendiri merupakan dokter umum yang telah lulus pendidikan profesi dokter dan melanjutkannya ke tingkat pendidikan spesialis untuk menjadi dokter spesialis yang berada dibawah bimbingan supervisor. Jadi secara umum, residen dan dokter muda adalah mereka yang berada dibawah bimbingan supervisor, sehingga secara hukum, supervisor dapat dimintai pertanggungjawaban terkait proses pembelajaran dokter muda maupun residen. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik Dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran Pasal 24 Ayat (1) mengatur bahwa:

(42)

pendidikannya dapat memberikan pembimbingan/ pelaksanaan/pengawasan kepada peserta pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi untuk melakukan pelayanan kedokteran kepada pasien. Ayat (2)mengatur bahwa: Pelaksanaan pelayanan kedokteran kepada pasien oleh peserta pedidikan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di bawah pengawasan dan tanggung jawab pembimbing.

3. Hubungan dokter muda dengan peserta BPJS

Pada umumnya seseorang datang berhubungan dengan dokter adalah dalam keadaan dirinya sakit atau ia merasa sakit, namun dapat pula terjadi seseorang datang kepada dokter hanya untuk memeriksakan kesehatan secaraberkala yang biasa disebut check-up. Dalam hubungan seseorang dengan dokter maka faktor kepercayaan menjadi salah satu dasarnya, artinya pasien berhubungan dengan dokter itu, yakin bahwa dokter tersebut dapat dan mampu membantu menyembuhkan penyakitnya. Dan memang pada umumnya seseorang tidak akan datang kepada seorang dokter. yang ia tidak percaya akan kemampuan dokter tersebut dalam mengobati pasiennya.

(43)

untuk menolong dirinya, termasuk memperoleh informasi mengenai risiko yang mungkin terjadi. Apapun terapi yang telah dipih diantara beberapa alaternatif, pilihan itu tidak menjanjikan suatu hasil yang pasti, terapi yang dipilih itu hanya merupakan suatu upaya untuk kesembuhan. Namun dalam menemukan/mencari upaya penyembuhan itu harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati dan karenanya merupakan suatu “inspanningverbittenis”. Ini

berarti bahwa objek perikatan bukan suatu hasil yang pasti, sehingga kalu hasilnya tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, maka salah satu pihak yang merasa dirugikan lalu dapat menggugat seperti halnya dalam suatu “risikoberbittenis”. Alasan lain yang menyebabkan timbulnya hubungan antar

pasien dengan dokter adalah karena keadaan pasien yang sangat mendesak untuk segera mendapatkan pertolongan dari dokter, misalnya karena terjadi kecelakaan lalu lintas, terjadi bencana alam maupun karena adanya situasi lain yang menyebabkankeadaan pasien sudah gawat, sehingga sulit bagi dokter yang menangani untuk mengetahui dengan pasti kehendak pasien. Dalam keadaan ini dokter langsung melakukan apa yang disebut dengan

zaakwaarneming sebagaimana diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata, yaitu

suatu bentuk hubungan hukum yang timbul bukan karena “Persetujuan

Tindakan Medis” terlebih dahulu, melainkan karena keadaan memaksa atau

(44)

Bagi seorang dokter, hal ini berarti ia telah bersedia untuk berusaha dengan segala kemampuannya memenuhi isi perjanjian itu, yakni merawat atau menyembuhkan penyakit pasien. Sedang pasien berkewajiban untuk mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh dokter termasuk memberikan imbalan jasa. Hubungan yang terjadi antara dokter dengan pasien seperti yang disebutkan sebelumnya dapat meluas pada hubungan pasien dengan calon tenaga kesehatan (calon dokter) atau biasa disebut dokter koas. Hal ini dapat terjadi ketika pasien ditangani oleh dokter yang sedang (diberi tanggung jawab) membimbing seorang dokter muda yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik atau disebut juga Pendidikan Dokter Tahap Profesi yang baik secara langsungmaupun tidak langsung akan melibatkan dokter muda (koas) untuk menangani pasien.

Ditinjau dari sisi hukum hubungan hukum antara calon tenaga kesehatan (calon dokter, dokter koas) dengan pasien akibat hubungan hukum antara dokter dengan pasien melahirkan suatu tanggung jawab yang disebut dengan

vicariousliability yang diatur dalam pasal 1365 sampai pasal 1380

KUHPerdata.

(45)

membedakan hanya di fasilitas saja, tetapi pelayanan medis nya tetap sama. dan dokter muda objek tempat ia belajar itu adalah pasien-pasien dibangsal, dan pasien dibangsal itu bukan hanya ada pasien BPJS, ada juga pasien dari kelas lain, namun tetap segala pelayanan dan tindakan medis yang dilakukan dokter muda harus lah seizing dokter konsulennya sebagai penanggungjawab dokter muda dirumah sakit. Dan untuk pasien VIP dokter muda tidak boleh menjadikan pasien itu sebagai objek belajarnya.

Jadi pada intinya bahwa antara dokter muda dengan psaien BPJS tidak ada hubungan hukum maupun hubungan terapeutik layaknya dokter dan pasien, sebab dokter muda hanyalah sebagai observer sehingga penanganan yang dilakukan dokter muda ke pasien bpjs atas seizing dokter konsulennya.

Dan yang bertanggungjawab atas pasien tersebut tetap lah dokter penanggungjawabnya.

C. KEDUDUKAN HUKUM DOKTER MUDA DIRUMAH SAKIT

Dalam melaksanakan profesinya, seorang dokter tidak jarang dibantu oleh petugas-petugas tertentu. Petugas-petugas tersebut mungkin adalah sesama dokter atau sarjana-sarjana lain, atau mungkin dibantu perawat. Pada masa sekarang yang sangat sering kita temukan yang bertindak sebagai pembantu dokter adalah sarjana kedokteran yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran atau sering disebut Dokter Muda atau Dokter Muda.33

Keberadaan Dokter Muda di rumah sakit atau puskesmas adalah salah satu bentuk perwujudan dari penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan dalam rangka pengadaan dan peningkatan mutu tenaga kesehatan yang menjadi

33

Jef. Leibo, Bunga Rampai Hukum dan Profesi Kedokteran dalam Masyarakat

(46)

tanggung jawab pemerintah, sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

(47)

langsung dengan pelaksanaan upaya kesehatan sebagai pihak yang secara khusus memang menggeluti bidang kesehatan.

Dalam pelaksanaan pendidikan dokter tahap profesi bagi Dokter Muda, adapun metote yang dipakai adalah sebagai berikut :

1. Bimbingan langsung (bed site teaching) kepada Dokter Muda dalam penanganan pasien yang meliputi anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang medik dan terapi.

2. Bimbingan langsung pada Dokter Muda dalam penatalaksanaan pasien gawat darurat.

3. Bimbingan langsung pada Dokter Muda dalam melakukan tindakantindakan medis yang diperlukan untuk penanganan pasien. 4. Melihat atau melaksanakan pelayanan kesehatan baik promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif.

5. Diskusi kasus, ilmiah, jurnal reading, dll.34

Dalam proses pendidikan menjadi seorang dokter umum, mahasiswa kedokteran (Dokter Muda) mendapat pengecualian melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya merupakan wewenang dokter. Pada Pasal 35 Undang Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, wewenang seorang dokter adalah sebagai berikut:

1. Mewawancarai pasien;

2. Memeriksa fisik dan mental pasien; 3. Menentukan pemeriksaan penunjang; 4. Menegakkan dianogsis

5. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien; 6. Melakukan tindakan kedokteran

7. Menulis resep obat dan alat kedokteran

8. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien

Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan oleh Dokter Muda selama memenuhi tiga persyaratan sebagai berikut:

34

(48)

1. Berbagai tindakan medis yang dilakukan merupakan bagian dari proses pendidikan yang dilakukan pada sarana atau institusi pendidikan Fakultas Kedokteran bersangkutan yang bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan temapat pelaksanaan pendidikan dokter tahap profesi. 2. Berbagai tindakan medis yang dilakukan berada dalam petunjuk dan

supervisi staf medis.

3. Tindakan-tindakan medis yang dimaksud di atas mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Dokter Muda dapat mengisi lembaran rekam medis , termasuk menulis perintah untuk memberikan obat atau terapi, akan tetapi dengan persyaratan tambahan sebagai berikut:

a. Lembar rekam medis dibuat khusus untuk kepentingan pendidikan Dokter Muda.

b. Mahasiswa melakukan hal tersebut dalam lingkup wewenang dan bimbingan dokter/residen yang bertanggung jawab membimbing Dokter Muda.

c. Dalam mengisi lembaran rekam medis atau menuliskan perintah untuk memberikan obat atau terapi, mahasiswa harus menuliskan nama jelas dan menandatanganinya. Untuk kepentingan rahasia pasien nama pasien dituliskan inisial.

d. Dokter pembimbing/ residen akan melakukan monitoring dan evaluasirekam medis yang diisi oleh Dokter Muda.

(49)

menjalani perkuliahan, harus mengikuti dan mentaati berbagai peraturan di atas beserta peraturan tambahan yang berlaku di masingmasing institusi atau rumah sakit pendidikan.35

Satu hal penting yang sangat perlu diperhatikan adalah bahwa Dokter Muda dalam melaksanakan pendidikan tahap profesinya dengan secara langsung melakukan upaya kesehatan selayaknya seorang dokter profesional berada dalam bimbingan seorang dokter yang sudah profesional. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa Dokter Muda (koas) melakukan suatu tindakan medis dengan pengawasan (monitoring) dari dokter pembimbingnya. Artinya setiap tindakan medis yang dilakukan oleh Dokter Muda haruslah berdasarkan perintah dan/atau sepengetahuan (ada izin, persetujuan) dokter pembimbingnya.36

Pada kasus pasien yang merasa ditelantar kan oleh Dokter Muda yang sudah disebutkan pada bagian latar belakang sebelumnya, secara awam masyarakat mungkin akan berkata bahwa Dokter Muda adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah. Pada intinya Pasal 1367 ayat 3 KUHPerdata menentukan bahwa tanggung jawab untuk membayar ganti rugi ada pada pihak yang menyuruh atau memerintahkan bawahanannya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Pasal ini menjadi penting untuk dapat mengidentifikasikan sampai sejauh mana tanggung jawab perdata dari pembantu-pembantu dokter dalam hal ini yang sedang dibahas adalah Dokter Muda. Sedangkan Pasal

35

Wawancara: Hj. Ezzy, R, MKM, Kasubag Diklit Medik RSUP M.Djamil 36

(50)

1365 KUHPerdata intinya adalah ganti rugi yang harus diberikan oleh pihak yang melakukan perbuatan melnggar hukum (onrechtmatigedaad).

Di dalam keputusan Hoge Raad tanggal 28 Desember 1899 dinyatakan bahwa bawahan adalah pihak-pihak yang tidak dapat bertindak secara mandiri dalam hubungan dengan atasannya, oleh karena memerlukan pengawasan atau petunjuk-petunjuk tertentu. Pertanggungjawaban perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain yang berada di bawah tanggungannya dikenal dengan tanggung gugat atau vicarious liability. Pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata menentukan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang diakibatkan perbuatannya sendiri tetapi juga terhadap perbuatan yang menjadi tanggungannya atau barangbarang yang dalam penguasaannya. Pasal 1367 ayat (1) KUH Perdata menentukan secara limitatif siapa-siapa yang bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, yaitu :

(51)

belum dewasa adalah kurangnya pengawasan atas si anak sehingga ia dapat melakukan perbuatan yang mendatangkan kerugian.

2. Tanggung jawab majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili suatu urusan (Pasal 1367 ayat (3) Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata menentukan bahwa majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan mereka bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain yang mewakili urusan mereka tersebut dalam melakukan pekerjaan. Sedangkan dalam Pasal 1367 ayat (5) tidak dicantumkan bahwa majikan dan orang-orang yang mengangkat wakil itu dapat melepaskan tanggung jawab tersebut.

3. Tanggung jawab guru sekolah dan kepala tukang terhadap murid dantukang-tukangnya (Pasal 1367 ayat (4) Guru sekolah atau kepala tukang dapat bertanggung jawab secara vicarious liability terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh murid atau tukang-tukang yang berada dibawah pengawasan mereka. Pengertian tukang disini menurut Rachmat Setiawan adalan orang-orang yang sedang belajar sesuatu pada kepala tukang dan tidak terdapat perjanjian kerja diantara kedua belah pihak.

(52)

perintah dokter pembimbing atau hubungan antara guru sekolah dan muridnya, jika Dokter Muda dilihat sebagai orang yang sedang belajar sesuatu pada dokter pembimbing dan tidak ada perjanjian kerja diantara kedua belah pihak.

(53)

II, III A, III B, IV A, IV B. Dan untuk dokter muda ini ia melakukan tindakan di tindakan IV A seperti penjaitan luka sederhana, membersihkan luka, pemeriksaan ringan seperti pemeriksaan feses, pemeriksaan urin sederhana.37 Dan itulah tindakan yang boleh dilakukan dokter muda di rumah sakit selain dari itu tidak boleh. Namun dokter muda boleh masuk keruang operasi namun tidak diberi kewenangan melakukan tindakan ia hanya sebagai observer.

Jadi selama seoarang Dokter Muda menjalankan bagian nya sesuai dengan Pedoman Profesi Dokter maka setiap tindakan medis yang dilakukannya adalah menjadi tanggung jawab dokter pembimbingnya. Selama asisten (Dokter Muda) menjalankan tuga medis yang diberikan oleh dokter, maka dokter bertanggung jawab atas kesalahan mereka. Sehubungan dengan tanggung jawab dokter atas keselahan yang dilakukan oleh asisten, maka untuk menentukan dengan pasti pertanggungjawaban masingmasing, penugasan tindakan medis harus berada dalam keadaan berikut :

1. Dokter hanya boleh melakukan diagnosis, therapi dan petunjuk medis 2. Penugasan tindakan medis hanya boleh dilakukan jika dokter telah

yakin bahwa orang yang diberi tugas akan melaksanakan tindakan itu dengan baik (mampu). Penugasan ini harus dilakukan dengan tertulis, termasuk instruksi yang jelas tentang bagaimana melaksanakannya serta segala kemungkinan terjadinya komplikasi

3. Perawatan medis (tindakan perawatan) dan pengawasannya harus diberikan tergantung keadaan yang terjadi yaitu apakah dokter harus

37

(54)

hadir pada saat itu ataukah baru kemudian hadir pada waktu diperlukan dengan segera

4. Pasien yang menjalani tindakan medis tersebut mempunyai hak untuk menerima atau menolak

D. TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP TINDAKAN

MEDIS YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER MUDA

“Menurut Fred Ameln rumah sakit merupakan suatu usaha yang pada pokoknya dapat dikelompokkan menjadi :

1. Pelayanan medis dalam arti luas yang menyangkut kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative

2. Pendidikan dan pelatihan tenaga medis/para medis 3. Penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran”38

Rumah sakit merupakan organ yang mempunyai kemandirian untuk melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling). Rumah sakit bukan manusia dalam arti “persoon” yang dapat berbuat dalam lalu lintas hukum dalam masyarakat sebagai manusia (natuurlijk persoon), namun rumah sakit diberi kedudukan menurut hukum sebagai “persoon” dan karenanya rumah sakit

merupakan “rechtspersoon”.

Hukum yang telah menjadikan rumah sakit sebagai “rechtspersoon” dan

oleh karean itu dibebani dengan hak dan kewajiban menurut hukum atas tindakan yang dilakukannya. Di dalm kemandiriannya untuk berbuat sesuatu menurut hukum sebagai subjek hukum melibatkan orang-orang penyandang profesi kesehatan atau tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan itu melakukan pekerjaannya di rumah sakit dan menjalankan tugasnya sesuai dengan keahlian bidang ilmunya serta diikat oleh etik profesinya masing-masing, bekerja berdasarkan persetujuan utnuk melakukan pekerjaan dengan rumah

38

(55)

sakitb berdasarkan “arbeitsovereenkomst”. Secara umum persetujuan untuk

melakukan pekerjaan ini diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata berdasarkan syarat-syarat tertentu dangan menerima upah. Syarat-sayarat tersebut dapat dituangkan dalam tugas kerja (job description) yang dibuat oleh rumah sakit sebagai badan hukum selaku pihak yang memberi pekerjaan (werk gever) dan tenaga kesehatan terlibat sebagai penerima pekerjaan (werknemer). 39

Sebagai badan hukum rumah sakit adalah sebagai penyandang hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban rumah sakit menurut Surat Edaran Dirjen yanmed No. YM.02.04.3.5.2504 tahun 1997 adalah sebagai berikut:

Hak rumah sakit :

1. Rumah sakit berhak membuat peraturan-peraturan yang berlaku dirumah sakitnya sesuai dengan kondisi keadaan yang ada di rumah sakit tersebut (Kep.Men.Kes RI No. 772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital by laws). 2. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus menaati segala

peraturan rumah sakit.

3. Rumah sakit berhak mensyaratkan bahwa pasien harus menaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.

4. Rumah sakit berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja di rumah sakit melalui panitia kredensial.

5. Rumah sakit berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien. Pihak ketiga dll)

6. Rumah sakit berhak mendapat perlindungan hukum.

Kewajiabn rumah sakit :

1. Rumah sakit wajib mematuhi peraturan perundang-undangan baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun lembaga legislatif.

2. Rumah sakit wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membedakan suku, ras, agama, seks, dan status sosial pasien.

3. Rumah sakit wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membedakan kelas perawatan (duty of care).

39

(56)

4. Rumah sakit wajib menjaga mutu perawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan (quality of care).

5. Rumah sakit wajib memberikan pertolongan pengobatan di unit gawat darurat tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.

6. Rumah sakit wajib menyediakan sarana (fasilitas) dan peralatan (utulitas) umum yang dibutuhkan.

7. Rumah sakit wajib menyediakn sarana dan peralatan medis (medical

equipment) sesuai dengan standar yang berlaku.

8. Rumah sakit wajib menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai (ready for use).

9. Rumah sakit wajib merujuk pasien kepada rumah sakit lain apabila tidak memilki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan. 10.Rumah sakit wajib mengusahakan adanya sistem, sarana dan prasarana

pencegahan kecelakaan dan penaggulangan bencana.

11.Rumah sakit wajib melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum bilamana dalm melaksanakan tugas dokter tersebut mendapat perlakukan tidak wajar atau tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.

12.Rumah sakit wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter yang bekerja di rumah sakit tersebut.

13.Rumah sakit wajib membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayannan medis, penunjang medis, nonmedis.

14.Khusus untuk rumah sakit pendidikan, rumah sakit wajin memberikan informasi bahwa pasien termasuk dalam proses/pelaksanaan pendidikan dokter/dokter spesialis.

Selain itu rumah sakit juga mempunyai kewajiban khusus terhadap pasien, yaitu :

(57)

a. Hak untuk mendapatkan pelayann kesehatan dan asuhan keperawatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran dan standar profesi keperawatan.

b. Hak untuk menentukan nasib sendiri

Dari 2 hak dasar itu dapat diturunkan hak-hak pasien lainnya seperti hak untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan/penyakitnya, hak untuk memilih rumah sakit, hak untuk meminta pendapat dokter lain, hak atas privacy dan hak atas kerahasiaan pribadinya, hak untuk menyetujui atau menolak tindakan ataupum pengobatan yang akan dilakukan oleh dokter dan lain-lain kecuali yang dianggap bertentangan dengan undang-undang, berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti tindakan “eutanasia” aborsin tanpa indikasi medis dan lain sebagainya tidak dapat dibenarkan.

2. Rumah sakit harus memberikan penjelasan menganai apa yang diderita pasien dan tindakan apa saja yang hendak dilakukan

3. Rumah sakit harus meminta persetujuan pasien (informed pasien) sebelum melakukan tindakan medis tertentu.40

Kewajiban lain rumah sakit yaitu terhadap Pimpinan staf dan Karyawan juga menjadi hal yang penting, yaitu :

1. Rumah sakit wajib manjamin agar pimpinan , staf dan karyawannya senantiasa mematuhi etik profesi masing-masing. Tugas penting rumah

40

(58)

sakit adalah membina iklim manajerial yang kondusif bagi pendidikan dan pelatihan kepribadian karyawan.

2. Rumah sakit mengadakan seleksi tenaga staf dokter, perawat dan tenaga lainnya berdasarkan nilai, norma, dan standar ketenagaan. 3. Rumah sakit menjamin agar koordinasi serta hubungan yang baik

antara seluruh tenaga di rumah sakit dapat terpelihara.

4. Rumah skait memberi kesempatan kepada seluruh tenaga ruamh sakit untuk meningkatkan dan menambah ilmu pengetahuan serta keterampilannya.

5. Rumah sakit mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan berdasarkan standar profesi yang berlaku.41

Dokter yang berpraktek di rumah sakit bisa merupakan karyawan (dokter purna waktu) atau sebagai dokter tamu. Kadang kala pasien sulit mengetahuistatus dokter yang merawatnya. Ada pendapat yang menyatakan bahwa rumah sakit sebagi lembaga badan hukum yang memberikan pelayanan perawatan dan pengobatan, bertanggung jawab atas segala peristiwa yang terjadi di dalamnya. Atas dasar itu muncul doktrin vicarios liability, dimana secara resmi terhadap pasien yang dirawat rumah sakit bertanggung jawab atas pengendalian mutu secara keseluruhan dari pelayanan yang diberikan.

Dalam doktrin respondeat superior terkandung makna, bahwa seorang majikan adalah orang yang berhak untuk memberikan instruksi dan mengontrol tindakan bawahan nya, baik atas hasil yang dicapai maupun tentang cara yang digunakan. Di samping itu dengan perkembangan hukum kesehatan dan kecanggihan teknologi kedokteran, rumah sakitpun tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pekerjaan yang dilakukan oleh pegawainya termasuk apa yang dibuat oleh para medis. 42

42

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang perlu diperhatikan oleh dokter di Rumah Sakit Panti Nugroho adalah dengan adanya penerapan tanggung jawab dokter yang sudah diberikan oleh pihak Rumah Sakit atas

Implikasi hukum administrasi dalam hubungan hukum antara rumah sakit dengan pasien adalah menyangkut kebijakan-kebijakan (policy) atau ketentuan-ketentuan yang

Organ Multipel pada Pasien Sepsis yang Diukur dengan Skor SOFA (Sepsis Related Organ Failure Assessment). Fakultas

Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang digunakan sebagai upaya penyelenggaraan dan pembangunan kesehatan dituntut untuk terus meningkatkan dan

Hubungan usia terhadap anemia pada pasien geriatri dengan penyakit kronis.. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas

Gambaran jumlah leukosit dalam sedimen urin dan hasil kultur urin pada pasien yang didiagnosis infeksi saluran kemih di rumah sakit urologi dan bedah “Dr.. Bacterial

Implikasi hukum administrasi dalam hubungan hukum rumah sakit-pasien adalah menyangkut kebijakan-kebijakan (policy) atau ketentuan-ketentuan yang merupakan syarat

53 Ontran Sumantri Riyanto, “Perlindungan Hukum Praktik Kedokteran Di Rumah Sakit: Implementasi Kenyamanan Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan, Jurnal Riset dan Kajian Hukum