Tu lis an opi ni pan jang 900 ka ta di ser tai ri wa yat hi dup sing kat,
fo to ko pi NPWP, fo to di ri pe nu lis di ki rim ke opi ni@sua ra pem ba ru an.com. Bi la se te lah dua ming gu ti dak ada pem be ri ta hu an da ri re dak si,
pe nu lis ber hak me ngi rim ke me dia lain.
Me mi hak Ke be nar an
Pe mim pin Umum: Theo L Sam bua ga
Wa kil Pe mim pin Umum: Ran dolph La tu mah ina
Pe mim pin Re dak si/Pe nang gung Ja wab: Pri mus Do ri mu lu
Edi tor at Lar ge: John Ri a dy
SP
Opi ni & Edi to ri al
A 10
Sua ra Pem ba ru an
Selasa, 3 Februari 2015
D
i tengah
kis-ruh
persete-r u a n P o l persete-r i
dan KPK sebagai
buntut dari
penetap-an calon tunggal
K a p o l r i K o m j e n
Budi Gunawan (BG)
sebagai tersangka,
P r e s i d e n J o k o w i
mengadakan
perte-m u a n d e n g a n
Prabowo Subianto.
Pertemuan tersebut jelas
meng-undang perhatian publik karena
Ketua Dewan Pembina Gerindra
tersebut merupakan rival Jokowi
pada Pilpres 2014.
Banyak kalangan yang
ber-tanya apa sesungguhnya yang
ingin dicari Jokowi sehingga
mengadakan pertemuan
terse-but? Apakah didasari oleh
keke-cewaan Jokowi terhadap partai
pengusung utamanya, PDI-P
dan Ketua Umum Megawati
Soekarnoputri karena
belakang-an terdapat kerenggbelakang-angbelakang-an
hu-bungan di antara mereka?
Bagaimana seharusnya PDI-P
sebagai partai pemerintah
me-nyikapi situasi politik yang kian
memanas itu?
Pertanyaan yang sangat
menggoda terkait pertemuan
Jokowi-Prabowo tersebut
ada-l a h m u n g k i n k a h m a n t a n
Gubernur DKI itu akan
berpa-ling ke KMP dan meninggalkan
KIH? Pertanyaan ini tidak
berle-bihan jika melihat sinyal-sinyal
kerenggangan hubungan antara
Jokowi dan PDI-P (baca: Mega),
bahkan ada tanda-tanda Jokowi
mulai menjaga jarak dengan
Mega dalam mengambil
sejum-lah keputusan penting.
Setelah tidak segera
melan-tik BG sebagai Kapolri baru,
padahal diduga Mega
mengi-nginkan hal yang sebaliknya,
Jokowi kemudian malah
mengangkat Tim 9 tanpa
ko-m u n i k a s i d e n g a n M e g a .
Tindakan Jokowi tersebut
ter-nyata mendapatkan reaksi yang
keras dari kalangan PDI-P.
Reaksi paling keras terlihat
dari pernyataan salah seorang
elite PDI-P yang menyiratkan
secara terang benderang bahwa
Jokowi berpeluang untuk
di-lengserkan
(impeac-hment
) karena
tin-d a k a n n y a i t u .
Pernyataan ini kian
memperlihatkan
ke-tidaknyamanan
PDI-P terhadap Jokowi.
Sebelumnya seorang
politisi PDI-P juga
menjadi pelapor
pe-tinggi KPK ke Polri.
Melihat apa yang
telah dilakukan
politi-si PDI-P terhadap Jokowi, sulit
dipercaya benar-benar terjadi.
Bagaimana mungkin partai yang
sejak awal menjadi pengusung
utama Jokowi kini seolah-olah
memainkan peran oposisi, bahkan
berusaha “mendepak” Jokowi.
Yang sangat disayangkan
adalah kerenggangan Jokowi
dan PDI-P hanya karena
perso-alan egoisme pribadi. Mega
me-rasa seolah-olah Jokowi lagi
mematuhi apa yang
diinginkan-nya. Para loyalis Mega di PDI-P
pun kompak berang terhadap
Jokowi karena dianggapnya
ti-dak tahu “berterima kasih”.
Berdasarkan analisis di atas,
tidak mustahil Jokowi merasa
semakin tidak nyaman bersama
PDI-P. Karena itu,
meninggal-kannya merupakan alternatif
yang sangat memungkinkan.
Dalam konteks inilah,
pertemu-an Jokowi dpertemu-an Prabowo dapat
dipahami. Memang diketahui
pertemuan itu hanya membahas
masalah penyelesaian BG,
teta-pi bukan tidak mungkin ke
de-pan akan ada
kesepakatan-kese-pakatan politik lainnya.
Elite-elite penentu di KMP
mulai menampakkan sikap
lu-nak terhadap Jokowi. Aburizal
Bakrie, misalnya, kini tidak lagi
g a l a k p a d a p e m e r i n t a h a n
Jokowi-JK setelah ada skema
p e n y e l e s a i a n u t a n g - u t a n g
Lapindo oleh pemerintah.
Kecenderungan yang sama bisa
juga terjadi pada Prabowo
de-ngan penawaran-penawaran
konsensi ekonomi-politik.
Jika hal ini bisa dipegang
Jokowi, tentu ia akan mudah
melakukan komunikasi politik
dengan KMP untuk
mendapat-kan dukungan politik. Andai
PDI-P tidak mau mengubah
si-kap politiknya terhadap Jokowi,
perpindahan haluan politik
Jokowi ke KMP hanya tinggal
menunggu waktu saja.
Mesti Berkaca
Jika skenario di atas terjadi,
maka yang dirugikan adalah
PDI-P.
Pertama,
PDI-P bisa
di-tinggalkan sendirian dalam peta
politik Indonesia. Paling jauh,
Nasdem yang dapat diandalkan
dari KIH karena kedekatan
Surya Paloh dengan Mega,
teta-pi parpol lainnya PKB, Hanura
dan PPP lebih cenderung ke
Jokowi. Situasi ini jelas sangat
merugikan PDI-P.
Kedua
, citra PDI-P kian
bu-ruk di mata publik. Bukan
raha-sia lagi bahwa pendukung
uta-ma BG untuk menjadi Kapolri
adalah Mega. Oleh karena itu,
kalau PDI-P tetap pada posisi
seperti yang sekarang, maka
ke-san publik bahwa partai ini
menghendaki orang yang
ber-status tersangka sebagai pejabat
publik kian menguat. Padahal
selama ini partai ini selalu
me-nampilkan diri sebagai partai
yang anti korupsi.
Yang paling tepat dilakukan
PDI-P sekarang harus berani
mengkritisi Polri yang seperti
melakukan perlawanan terhadap
institusi KPK bahkan
menyeru-kan pembatalan pelantimenyeru-kan BG.
PDI-P seharusnya mendukung
KPK sebagai lembaga penegak
hukum (pemberantas korupsi)
yang paling dipercaya, bukan
ikut merongrongnya dengan
melakukan pengaduan hukum
yang tidak jelas juntrungannya.
Inilah saatnya bagi PDI-P
un-tuk melakukan evaluasi terhadap
tindakan politiknya. Sudah
se-mestinya partai ini berada terus
di belakang Jokowi dalam
me-m i me-m p i n p e me-m e r i n t a h a n i n i .
B a g a i m a n a p u n k e h a d i r a n
Jokowi justru lebih
menguntung-kan PDI-P. Karena itu, kalau
sampai ditinggalkan Jokowi,
ku-buran politik siap menelannya.
PENULISADALAH DOSEN
KOMUNIKASI POLITIK FISIP UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTADAN
DEPUTI DIREKTURTHE POLITICAL
LITERACY INSTITUTE
Jokowi dan Evaluasi PDI-P
Menurut DPR BG tidak dilantik, Presiden Jokowi tak langgar UU.
– Tinggal cari calon Kapolri yang baru.
u
Januari terjadi delasi 0,24%, BI diimbau turunkan BI Rate.
– BI rate turun, perekonomian nasional makin terpacu pertumbuhannya.
S A S A R A N
Jangan Biarkan KPK Lumpuh
K
omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam lumpuh bila para pimpinannya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri. Sesuai UU KPK Pasal 32 Ayat 1, mereka yang ditetapkan sebagai tersangka harus mundur sebagai pimpinan KPK. Bambang Widjojanto telah mundur dari jabatannya setelah ditetapkan seba-gai tersangka atas kasus mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat, di Mahkamah Konstitusi pada 2010.Tiga pimpinan KPK lainnya dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan yang berbeda. Ketua KPK Abraham Samad dituduh melakukan lobi politik menjelang Pilpres 2014. Wakil Ketua KPK Zulkarnaen dibidik pelanggaran menerima Rp 5 miliar terkait kasus Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat saat menjadi Kajati Jawa Timur pada 2008. Sedangkan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dituduh merampas kepemilikan saham dan aset secara ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur.
Tanpa komisioner, KPK tak dapat berjalan. Kita tidak ingin lembaga yang kini lebih tajam dari Kepolisian dan Kejaksaan dalam menguliti korupsi ini porak-poran-da. Boleh saja personel KPK datang dan pergi, namun tidak bagi lembaganya. Peran KPK sangat diperlukan ketika lembaga lain belum terlihat punya gigi membe-rantas korupsi. Sebab itu segala bentuk upaya penghancuran KPK, sebagai lemba-ga harus dilawan.
Solusi yang santer digulirkan seandainya seluruh pimpinan KPK menjadi ter-sangka adalah dengan memajukan pemilihan komisioner KPK yang sedianya dilak-sanakan Desember 2015. Presiden tinggal mengeluarkan Perppu untuk memaju-kan pemilihan pimpinan KPK. Tim panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK dibentuk lantas terpilih pimpinan KPK yang baru.
Inilah kesempatan Presiden mencuci akuarium yang keruh. Dalam konteks ketegagangan hubungan KPK-Polri, langkah presiden mempercepat pergantian komisioner dianggap dapat membersihkan institusi tersebut dari personel-personel bermasalah. Sedangkan dari pihak Polri, penyidikan terhadap calon Kapolri Komjen Budi Gunawan dituntaskan. Harus diingat bahwa personel di lembaga pe-negak hukum mana pun bukanlah malaikat yang 100% tak punya atau tak akan membuat kesalahan.
Langkah memajukan pergantian pimpinan KPK yang diusulkan beberapa ang-gota DPR itu tampaknya praktis. Namun, tak bisa dimungkiri pergantian pimpinan bakal membuat penanganan kasus di KPK terbengkalai. Bukan tidak mungkin cara pandang dan pertimbangan pimpinan KPK yang baru berbeda dari pimpinan sebe-lumnya, terutama kasus-kasus korupsi yang menjerat anggota partai politik dan kasus paling aktual yakni kasus dugaan kepemilikan rekening gendut Komjen Budi Gunawan.
Penggantian seluruh personel pimpinan KPK sebelum waktunya bisa dijadikan pembenaran adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK dengan tujuan merombak para pimpinannya saat ini dan menggantikannya dengan yang baru yang sesuai dengan kepentingan penguasa.
Pada peringatan 11 tahun KPK, tepatnya 29 Desember 2014 lalu, di kolom ini ditulis bahwa tantangan paling dekat adalah pergantian komisioner yang dipastikan tak akan lepas dari kepentingan politik. Mereka yang tak ingin diganggu oleh KPK harus mengamankan kursi pimpinan KPK. Sedangkan tantangan abadi adalah upa-ya mempreteli kewenangan KPK upa-yang terus berlanjut selama korupsi masih hidup. Mereka yang terusik -baik perseorangan, kelompok, maupun lembaga- berusa-ha sekuat tenaga membubarkan KPK. Mengamputasi kewenangan yang dimiliki KPK bisa dengan jalan merevisi UU KPK. Atau, yang lebih sistematis lagi adalah dengan membidik satu persatu pimpinan KPK agar ‘jatuh’.
Jalan tengah adalah Perppu tentang pimpinan KPK yang menunjuk para pelak-sana tugas pimpinan KPK. Mereka ini adalah para mantan pimpinan KPK sehingga tak perlu memperdebatkan kredibiltasnya. Lebih dari itu mereka sudah paham be-nar mekanisme kerja lembaga sehingga penanganan kasus tidak terhambat.
Sebelum solusi mempercepat pemilihan komisioner KPK, baiklah kita berharap pada kemungkinan lain, yakni Polri tidak sampai menetapkan para pimpinan KPK saat ini sebagai tersangka, selain Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang su-dah telanjur menjadi tersangka.
Dengan demikian, KPK masih dapat berjalan sekurangnya hingga Desember nanti untuk menuntaskan kasus yang menjadi pekerjaan rumah. Kasus paling uta-ma dan berkaitan dengan Polri adalah kasus yang menjerat calon Kapolri Komjen Budi Gunawan. Memang sangat kecil kemungkinan Polri tidak melanjutkan proses hukum terhadap para pimpinan KPK. Namun celah ini ada. Secara hukum, Polri dimungkinkan menerbitkan SP3.
Hambatan terbesar justru pada atmosfir ketegangan hubungan KPK-Polri. Saat ini masyarakat disuguhi pertunjukan kisruh KPK-Polri. Publik sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa persoalan perseorangan merembet ke dendam institusi. Ketika pimpinannya diusik lantas institusinya bereaksi.
Bila asumsi awam ini memang terjadi pada kisruh KPK-Polri maka penegakan hukum di negeri ini sudah salah kaprah. Harus disadari seorang jenderal polisi atau ketua KPK bisa saja tersandung kasus. Dan bila kasus sang pimpinan diungkap lembaga penegak hukum lain, jangan kemudian kaki tangannya mengatasnama-kan institusi untuk melawan.
Presiden Jokowi sudah bertemu dengan Wakapolri Komjen Badrodin Haiti dan Ketua KPK Abraham Samad. Jokowi berharap tidak terjadi gesekan antarkedua lembaga penegak hukum ini. Nyatanya yang terjadi justru sebaliknya. Jokowi tampaknya tetap tak ingin melakukan intervensi hukum. Namun begitu Presiden tak boleh berpangku tangan membiarkan KPK lumpuh.