• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum menjalani Terapi Haemodialisa Di BPK RSU Langsa Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum menjalani Terapi Haemodialisa Di BPK RSU Langsa Kota"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Sri Idia Muharni

081121005

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum menjalani Terapi haemodialisa Di BPK RSU Langsa Kota.

Nama mahasiswa : Sri Idia Muharni Nim : 081121005

Jurusan : sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun : 2008

Tanggal Lulus : 04 januari 2010

Pembimbing Penguji I

………... ………..………...

Cholina Trisa Siregar, SKep, M.Kep, Sp KMB Rosina Tarigan, S.Kp. M Kep, SpKMB NIP.19770726 20021 2 001 NIP.19731031 200212 2 002

Penguji II

……….. Mula Tarigan, S.Kp

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan untuk Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, ...2010 Pembantu Dekan I

... Erniyati, S.Kp, MNS

(3)

Prakata

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan berjudul “Pola Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Sebelum Menjalani Terapi Hemodialisa Di BPK RSU Kota Langsa”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan Satu Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kp, MKep, Sp. KMB selaku Dosen Pembimbing yang

telah memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi perbaikan skripsi ini. 4. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, Ibu Rosina Tarigan, S.Kp, MKep, Sp KMB dan Bapak

Dudut Tanjung, S.Kp, MKep, Sp KMB selaku Dosen penguji Proposal dan Skripsi yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan berharga dalam perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak membantu membimbing penulis selama dalam pendidikan di Fakultas Keperawatan.

(4)

7. Keluarga Tercinta yang telah memberikan doa dan semangat selama penulis menjalani pendidikan.

8. Sahabat terbaik selama pendidikan Fitriani Fadillah, Yahrini, Nur Ummi Eka D, Kartika Sari dan Fauziah Rahmah Karim yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka, serta teman-teman angkatan 2008 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan, berbagi ilmu dan masukan yang membangun selama ini.

Semoga semua yang telah memberikan dorongan, arahan, dan semangat kepada penulis mendapatkan kebaikan dari Allah SWT. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan keperawatan, khususnya berguna bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Januari, 2010 Penulis

(5)
(6)

Bab 4. Metodologi Penelitian ... 28

(7)

DAFTAR TABEL

Skema 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………... 24

Tabel 3.2. Definisi Operasional ... 25

Tabel 5.1. Distribusi Frekue nsi Data Demografi Pasien Hemodialisa .. 35

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi aktifitas fisik pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa

di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009 ... 36

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi penggunaan zat pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa

di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009 ... 37

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi pola diet pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa

di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009 ... 38

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi pola hidup pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa

(8)

Judul : pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa tahun 2009. Nama : Sri Idia Muharni

NIM : 081121005

Jurusan : Fakultas Keperawatan

Abstrak

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus yang memerlukan terapi hemodialisa sebagai terapi pengganti ginjal untuk menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, tubuh serta menyeimbangkan unsur kimiawi dan menjaga tekanan darah. Penyakit gagal ginjal kronik didasari oleh banyak faktor salsah satunya pola atau gaya hidup (lifestyle) yang merupakan faktor pendukung yang memicu peningkatan resiko seseorang menderita gagal ginjal kronik.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa tahun 2009 dengan desain deskriptif eksploratif menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009.

Berdasarkan analisa data didapatkan pola hidup sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (80%) dan bila ditinjau dari aktifitas fisik, pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (77,50%), ditinjau dari penggunaan zat mayoritas tidak baik (85,00%) dan bila ditinjau dari pola diet mayoritas tidak baik orang (87,50%).

.

(9)

Judul : pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa tahun 2009. Nama : Sri Idia Muharni

NIM : 081121005

Jurusan : Fakultas Keperawatan

Abstrak

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus yang memerlukan terapi hemodialisa sebagai terapi pengganti ginjal untuk menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, tubuh serta menyeimbangkan unsur kimiawi dan menjaga tekanan darah. Penyakit gagal ginjal kronik didasari oleh banyak faktor salsah satunya pola atau gaya hidup (lifestyle) yang merupakan faktor pendukung yang memicu peningkatan resiko seseorang menderita gagal ginjal kronik.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa tahun 2009 dengan desain deskriptif eksploratif menggunakan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009.

Berdasarkan analisa data didapatkan pola hidup sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (80%) dan bila ditinjau dari aktifitas fisik, pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik (77,50%), ditinjau dari penggunaan zat mayoritas tidak baik (85,00%) dan bila ditinjau dari pola diet mayoritas tidak baik orang (87,50%).

.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor (National Kidney Foundation dikut ip oleh Arora, 2009). Penyakit ginjal ini memiliki beberapa

tahapan seperti ringan, sedang atau berat (Suhardjono, 2003). Gangguan ginjal yang telah berada pada tahap berat ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal membuang sisa-sisa zat metabolisme dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh dipenuhi dengan air dan racun sehingga timbul gejala seperti mual, muntah dan sesak napas yang memerlukan hemodialisis darah sesegera mungkin (Indonesian Kidney Care Club/IKCC, 2008).

Hemodialisa merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita gagal ginjal terminal. Pada prinsipnya terapi hemodialisa adalah untuk menggantikan kerja dari ginjal yaitu menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan cairan, membantu menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta membantu menjaga tekanan darah (Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, 2008). Faktor yang turut mendukung resiko seseorang menderita gagal ginjal kronik yang dapat berakhir dengan tindakan hemodialisa diantaranya adalah pola atau gaya hidup (lifestyle).

(11)

seseorang hidup termasuk pilihan tempat tinggal dan pola perilaku individu yang dipengaruhi oleh faktor sosiokultural serta karakteristik individu. Faktor ini dapat dikontrol dan berdampak positif atau negatif terhadap kesehatan tergantung dari pilihan individu. Gaya hidup yang bersifat negatif seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan tidak beraktifitas dapat memicu timbulnya berbagai penyakit diantaranya gagal ginjal kronik (Kozier, 2004).

Studi casecontrol di Swedia yang melibatkan 926 kasus dan 998 kelompok kontrol yang diamati selama tahun 1996-1998 menemukan bahwa terdapat korelasi antara gaya hidup merokok, kelebihan berat badan, intake protein terhadap gagal ginjal kronik. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko mengalami gagal ginjal kronik sampai 52% dibandingkan tidak merokok, meskipun tidak ada hubungan antara banyaknya rokok yang dihisap setiap hari dan lama kebiasaan tersebut telah dilakukan, demikian halnya dengan kelebihan berat badan pada dewasa awal dan obesitas sangat berhubungan dengan meningkatnya resiko mengalami gagal ginjal kronik, pada BMI (body mass index) lebih dari 30 kg/m2 pada laki-laki dan 35 kg/m2 pada wanita meningkatkan resiko 3 sampai 4 kali mengalami kerusakan ginjal. Sedangkan kebiasaan diet tinggi protein, menyebabkan seseorang mudah menderita diabetes yang memicu terjadinya nefropati diabetes yang menyebabkan gagal ginjal kronik (Elisabeth, 2005).

(12)

populasi dewasa sedangkan stadium 3 dan 4 diperkirakan berjumlah 4% dari populasi tersebut. Penderita gagal ginjal kronik yang memerlukan hemodialisa di Amerika mencapai 450.000 pasien (Fauci dkk, 2008). Kasus baru gagal ginjal kronik di Indonesia dari data di beberapa pusat nefrologi diperkirakan berkisar 100-150/ 1 juta penduduk, sedangkan prevalensinya mencapai 200-250/ 1 juta penduduk. Berdasarkan hasil studi dokumentasi dari bagian pencatatan dan pelaporan di Ruang Melati Lantai 2 Rumah Sakit Pusat dr. Hasan Sadikin Bandung, tercatat selama kurun waktu bulan Januari sampai dengan April 2008, klien yang dirawat dengan gagal ginjal kronik mencapai 22 orang dengan persentase 27,5 % dari seluruh penyakit pada ginjal (Nasrul, 2008).

Berdasarkan fenomena di atas bahwa penting untuk mengetahui faktor resiko yang meningkatkan resiko mengalami gagal ginjal kronis sehingga dapat dilakukan intervensi untuk meminimalisasi kerusakan pada ginjal, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti,” Pola Hidup Penderita Gagal Ginjal Kronik Sebelum Menjalani Terapi Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.

2. Rumusan Masalah

(13)

gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2009.

3. Tujuan Penelitian

3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2009.

3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari aktifitas fisik.

b. Untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari penggunaan zat.

c. Untuk mengetahui pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari pola diet.

4. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang.

(14)
(15)

1.1. Definisi

Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat berkurang, ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir (end stage renal failure) adalah stadium gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Suhardjono, 2003).

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60ml/menit/1,73m2 (National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative dikutip dari Arora, 2009).

1.2. Klasifikasi gagal ginjal kronik

(16)

a. Tahap pertama (stage 1)

Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90 mL/min/1.73 m2 )atau LFG normal

b. Tahap kedua (stage 2)

Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2

c. Tahap kedua (stage 3)

Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.

d. Tahap kedua (stage 4)

Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73. e. Tahap kedua (stage 5)

Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73. (Arora, 2009).

1.3. Etiologi gagal ginjal kronik

(17)

Pada penyakit ginjal transplan dapat disebabkan oleh rejeksi kronik, toksisitas obat, penyakit rekuren dan glomerulopati transplan (Suhardjono, 2003 dikutip dari Susalit).

Krause (2009) menambahkan bahwa penyebab dari gagal ginjal kronik sangat beragam. Pengetahuan akan penyebab yang mendasari penyakit penting diketahui karena akan menjadi dasar dalam pilihan pengobatan yang diberikan. Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta anak-anak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua golongan usia).

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal. e. Nefropati herediter.

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada usia dewasa.

g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati analgesik tergolong penyebab yang sering pula.

(18)

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat pada kondisi ini.

j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes zoster.

1. 4. Patofisiologi

(19)

demikian tinggi sehingga keseimbangan tubulus glomerulus tidak dapat lagi dipertahankan (Price & Wilson, 1995).

1. 5. Manifestasi klinik

Gejala awal gagal ginjal kronik tidak jelas dan sering diabaikan. Gejala umum berupa letargi, malaise, dan kelemahan sering tertutup dan dianggap sebagai gejala penyakit primer. Pada tahap lebih lanjut penderita merasa gatal, mual, muntah dan gangguan pencernaan lainnya. Makin lanjut progresif gagal ginjal kronik makin menonjol keluhan dan gejala uremik organ non ginjal lain (Zulkhair, 2004).

Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada psien yang mengalami gagal ginjal kronik menurut Suparman (1990) terdiri atas :

a. Hematologik

Anemia normokrom, gangguan fungsi trombosit, trombositopenia, gangguan lekosit.

b. Gastrointestinal

1) Anoreksia, nausea, dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan motil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.

2) Fektor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

(20)

4) Gastritis erosif, Ulkus peptikus, dan colitis uremik. c. Syaraf dan otot

1) Miopati

2) Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal. 3) Ensefalopati metabolik

Lemah, tidak biasa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang

4) Burning feet syndrome

Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki. 5) Restless leg syndrome

Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan. d. Kulit

1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit.

2) Echymosis akibat gangguan hematologis.

3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat.

4) Bekas garukan karena gatal. e. Kardiovaskuler

(21)

2) Nyeri dada dan sesak nafas, akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.

3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastastatik.

4) Edema akibat penimbunan cairan. f. Endokrin

Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.

g. Gangguan Sistem Lain

1) Tulang : Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis, dan kalsifikasi metastatik.

2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme.

3) Elektrolit : hiperfosfatermia, hiperkalemia, hipokalsemia.

1. 6. Perjalanan klinik

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu stadium pertama, stadium kedua, dan stadium ketiga atau akhir (Price & Wilson, 1995).

a. Stadium pertama

(22)

asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal dapat di ketahui dengan tes pemekatan kemih yang lama atau dengan tes glomerulus filtrasi yang teliti.

b. Stadium kedua

Stadium kedua disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal, gejala-gejala nokturia dan poliuria mulai timbul.

c. Stadium ketiga atau stadium akhir

Stadium ini disebut gagal ginjal stadium akhir atau uremia, timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon terhadap glomerulus filtrasi yang mengalami penurunan.

1.7. Komplikasi gagal ginjal kronik

(23)

bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Anemia berupa penurunan sekresi eritropoeitin oleh ginjal yang sakit maka pengobatan yang ideal adalah penggantian hormon ini. Pada hiperurisemia kadar asam urat yang meninggi maka dihambat biosintesis yang dihasilkan oleh tubuh dan neuropati perifer biasanya simtomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap akhir (Behrman, 1987 dikutip dari Noer, 2003).

1.8. Penatalaksanaan gagal ginjal kronik

Penatalaksanaan konservatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan, yaitu dengan memperlambat progresif gagal ginjal, mencegah kerusakan lebih lanjut, pengelolaan uremia dan komplikasinya, kalsium dan fosfor untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfor serum harus dikendalikan dengan diet rendah fosfor dan hiperurisemia (Suhardjono, 2001).

2.Hemodialisa

2.1. Definisi

(24)

Menurut Le Mone (1996) hemodialisa menggunakan prinsip dari difusi dan ultrafltrasi untuk membersihkan elektrolit dari produk tak berguna dan kelebihan cairan tubuh. Darah akan diambil dari tubuh melalui jalan masuk vaskular dan memompa ke membran dari selulosa asetat dan zat yang sama. Pengeluaran kira-kira sama dengan komposisi seperti ekstra cairan selular normal. Dialisa menghangatkan suhu tubuh dan melewati sepanjang ukuran dari membran lain. Semua larutan molekul lebih kecil dari sel darah, plasma dan protein mampu bergerak bebas di membran melalui difusi.

2.2. Prosedur Hemodialisa

(25)

diberikan oleh mesin dialisa disamping jumlah darah yang melalui membran dialisa dalam waktu 1 menit.

Dengan demikian hemodialisa dapat dibagi menjadi dua cara yaitu konvensional hemodialisa dan difisiensi tinggi (high dificiency). Pada cara konvensional hemodialisa dimana darah dan dialisa berdasarkan arus yang berlawanan (countercurent) dengan kecepatan 300-500 cc/menit. Cairan dialisa hanya sekali melalui membran dialisa dan dibuang sesudah sekali pakai. Efisiensi dari hemodialisa dapat diperbesar dengan membran yang lebih porus terhadap air dan cairan. Dan cara difisiensi tinggi atau (high dificiency) serta aliran tinggi (high flux). Konfisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan menjadi lebih 10 kali dan kurang

dari 20 cc/mm/Hg/jam. Pada high flux hemodialisa maka membrana dialisat lebih porus dan koefisiensi ultrafiltrasi dapat dinaikkan sampai 20 cc/mm/Hg/jam.

2.3. Komplikasi hemodialisa

Hemodialisa dapat memperpanjang usia meskipun tanpa batas yang jelas, tindakan ini tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa meliputi ketidak seimbangan cairan, hipervolemia, hipovolemia, hipertensi, hipotensi, ketidak seimbangan elektrolit, infeksi, perdarahan dan heparinisasi dan masalah-masalah peralatan yaitu aliran, konsentrasi, suhu dialisat, aliran kebocoran darah dan udara dalam sikuit dialisa (Hudak & Gallo, 1996).

(26)

yang digunakan, penggantian cairan, komposisi dialisis, membran hemodialisa, dosis yang tidak adekuat, karena antikoagulopati yang diberikan, dan komplikasi dari hemoperfusi. Komplikasi yang berasal dari selang yang dimasukkan ke pembuluh darah untuk tindakan hemodialisa beragam seperti kemampuan mengalirkan darah yang cukup berkurang, pneumotoraks, perdarahan, terbentuknya hematoma, robeknya arteri, hemotorak, embolisme, hemomediastinum, kelumpuhan saraf laring, trombosis, infeksi dan stenosis vena sentral, pseudoneurisma, iskhemia, dan sebagainya.

Komplikasi terkait dengan air dan cairan yang diberikan terdiri atas adanya bakteri dan pirogen dalam air yang diberikan yang dapat memicu timbulnya infeksi, hipotensi, kram otot, hemolisis (bila komposisi elektrolit yang diberikan rendah sodium), haus dan sindrom kehilangan keseimbangan (bila sodium tinggi), aritmia (rendah dan tinggi potassium), hipotensi ringan, hiperparatiroidisme, petekie (rendah kalsium dan magnesium), osteomalais, nausea, pandangan kabur, kelemahan otot, dan ataksia (tinggi magnesium). (Lameire dan Mehta, 2000).

3. Pola Hidup

3.1. Definisi

(27)

signifikan menyebabkan seseorang menjadi sakit atau terluka (Ayers, Bruno dan Langford, 1999).

Pola hidup merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat dikontrol dan dipilih. Pilihan seseorang terhadap sehat tidaknya aktivitas yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor sosiokultural karakteristik individu. Perilaku yang bersifat negatif terhadap kesehatan dikenal dengan faktor resiko (Kozier, 2004).

3.2. Pola hidup yang Mempengaruhi Kesehatan

Potter dan Perry (2005) mengemukakan bahwa ada kegiatan dan perilaku yang dapat memberikan efek terhadap kesehatan. Cara pelaksanaan kegiatan yang berpotensi memberikan efek negatif antara lain makan berlebihan atau nutrisi yang buruk, kurang tidur dan istirahat, dan kebersihan pribadi yang buruk. Kebiasaan lain yang beresiko menyebabkan seseorang menderita penyakit yaitu kebiasaan merokok atau minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan obat, dan kegiatan berbahaya seperti skydiving serta mendaki gunung. Individu dengan kebiasaan yang dapat pula menimbulkan sakit yaitu kebiasaan berjemur di bawah matahari yang meningkatkan resiko kanker kulit, dan kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.

(28)

perceraian, kehamilan dan pertengkaran. Area kehidupan yang menyebabkan stres emosional jangka panjang menjadi faktor risiko seperti stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat berdampak pada kelemahan kemampuan kognitif serta kemampuan membuat keputusan yang menyebabkan kelebihan beban mental atau kematian.

Ayers, Bruno dan Langford (1999) menyatakan bahwa pola hidup merupakan wilayah yang paling dapat dikontrol oleh seseorang dan memiliki beberapa aturan agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan. Perilaku yang termasuk dalam pola hidup sangat mungkin diubah. Faktor-faktor yang tergolong dalam wilayah gaya hidup diantaranya adalah :

3.1.1. Nutrisi/pola diet

Masukan nutrisi yang adekuat akan menyediakan tenaga untuk menggerakkan tubuh dan mempertahankan berat badan. Seseorang yang tidak memiliki komposisi nutrisi yang baik sehingga mengalami kelebihan berat badan beresiko terhadap penyakit seperti diabetes, gangguan kandung kemih, tekanan darah tinggi dan penyakit pembuluh darah koroner.

(29)

salah satu faktor risiko yang memicu timbulnya diabetes mellitus. Peningkatan penderita diabetes akan meningkatkan jumlah penderita penyakit ginjal akibat komplikasi dari diabetes yaitu nefropati diabetes (Francis, 2008).

Hal yang senada dikemukakan oleh Iseki (2005) yang melakukan investigasi terhadap faktor-faktor yang mendukung terjadinya gagal ginjal terminal melalui pemeriksaan status ginjal (renal outcome). Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa nutrisi yang berlebihan menjadi salah satu faktor risiko yang mendukung timbulnya gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal.

Konsumsi diet yang berlebihan menyebabkan kenaikan berat badan yang tidak terkontrol dimana merupakan faktor resiko timbulnya berbagai penyakit. Studi di Jepang menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) merupakan parameter yang signifikan berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik. Hal ini disebabkan setiap kenaikan dari BMI akan diikuti oleh kenaikan tekanan darah, lipid serum serta kadar glukosa darah. Setiap peningkatan BMI akan diikuti dengan peningkatan risiko mengalami gagal ginjal kronik. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan peningkatan BMI dengan gagal ginjal kronik tidak begitu dimengerti namun diestimasi bahwa kejadian tersebut ada kaitannya dengan aktivasi sistem renin angiotensin, peningkatan aktifitas nervus simpatis, terjadi resistensi insulin atau hiperinsulinemia dan dislipidemia. Kerusakan toleransi glukosa ini yang diduga berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik (Nomura dkk, 2009).

(30)

tekanan darah. Selain itu penderita obesitas lebih resisten terhadap pengobatan untuk menurunkan tekanan darah. Peningkatan berat badan yang berlebihan telah mendukung peningkatan kadar leptin, volume ekspansi, sesak waktu tidur dan bila peningkatan tekanan darah tidak dikontrol akan mempercepat ginjal kehilangan fungsinya. Peningkatan risiko gagal ginjal kronik pada individu obesitas terjadi melalui beberapa mekanisme. Salah satu mekanisme yang berhubungan adalah peningkatan kadar leptin menyebabkan kerusakan dari sistem kardiovaskuler ginjal yang merupakan kontribusi signifikan dari patogenesis hipertensi dan diabetes karena obesitas (Ronco dkk, 2008).

Individu yang memiliki berat badan yang berlebihan atau overweight karena pola diet yang tidak tepat ditemukan lebih banyak yang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal terminal dibandingkan pasien yang memiliki berat badan normal atau kurang. Studi yang dilakukan terhadap 1010 pasien memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka 47,9% pasien mempunyai kelebihan berat badan, 40,2% memiliki berat badan normal dan 11,9% memiliki berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya (Salahudeen dkk, 2004).

3.2.1. Aktifitas fisik/olahraga

(31)

Olah raga yang teratur akan membantu menjaga tubuh tetap sehat dan bugar karena kalori terbakar setiap hari serta mengendurkan semua otot yang kaku. Olahraga dapat membantu meningkatkan kekuatan tulang, kekebalan tubuh, menguatkan paru-paru, menurunkan emosi negatif, mempercantik tubuh dan kulit, menambah tenaga, mengurangi dampak proses penuaan, serta membantu tidur nyenyak. Dampak olah raga tersebut akan dirasakan bila olah raga minimal aerobik dilakukan 3-5 kali seminggu selama 30 menit dengan pemanasan terlebih dahulu (Ramadhan, 2008).

Sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang cenderung meningkatkan resiko menderita penyakit dilihat dari aktifitas fisik adalah individu yang lebih banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktifitas minimal 3 kali dalam satu minggu.

(32)

3.3.1. Penggunaan zat

Penggunaan zat baik legal maupun ilegal, memiliki resiko serius terhadap kesehatan. Salah satu perilaku yang tergolong penggunaan zat adalah merokok. Beragam penyakit dapat menyerang perokok diantaranya yaitu gagal ginjal kronik. Gangguan ini pada perokok, berawal dari gangguan fungsi ginjal karena terjadinya nepfrosklerosis dan glomerulonefrritis yang disebabkan kandungan zat dalam rokok. Seorang perokok diperkirakan beresiko mengalami kejadian tersebut 1,2 kali lebih tinggi dari individu yang tidak merokok. Risiko ini lebih tinggi bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 20 batang perhari. Individu yang merokok > 20 batang rokok perhari diperkirakan 2,3 kali lebih mungkin mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan yang merokok 1-20 batang sehari (Bénédicte dkk, 2003).

Pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup yang tidak baik dilihat dari penggunaan zat adalah perilaku beresiko seperti merokok, menggunakan obat-obatan tidak sesuai dengan aturan yang telah diberikan, penggunaan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh, dan sebagainya. Perilaku ini bila dilakukan oleh individu dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kerja ginjal yang berakhir dengan gagal ginjal kronik.

(33)

tetap merokok. Perokok yang telah berhenti berisiko 1,08 kali menderita gagal ginjal kronik sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4 kali lebih mungkin mengalami gagal ginjal kronik (Shankar dkk, 2006).

Mekanisme seseorang mengalami gagal ginjal kronik yang berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang diinduksi oleh rokok, terjadi melalui tiga cara. Mekanisme pertama yaitu melalui nonhemodinamik (Nonhemodynamic mechanisms as potential mediators of smoking-induced renal damage). Secara

sederhana dapat dideskripsikan bahwa zat-zat racun yang terkandung di dalam rokok telah mengakibatkan terjadinya disfungsi endotelial. Nikotin menyebabkan sel manusia mengalami proliferasi disamping meningkatkan fibronectin sampai 50%. Hal ini menginduksi ginjal mengalami fibrosis yang pada akhirnya mengurangi kerja ginjal dalam mengeksresikan urin. Zat lain yang turut merusak ginjal yaitu cadmium (Cd) yang terkandung di dalam rokok dimana penumpukan zat ini di korteks ginjal mengakibatkan kerusakan jaringan karena toksisitas zat tersebut yang akan menimbulkan jaringan parut pada ginjal. Mekanisme selanjutnya yaitu terjadi secara hemodinamik (Hemodynamic mechanisms as potential mediators of smoking-induced renal damage). Zat-zat berbahaya di

(34)

ginjal pada perokok yang berat, hiperplasia arteri intra renal, penebalan dinding arteri yang memicu nefrosklerosis dan kerusakan-kerusakan lainnya (Orth dan Hallan, 2008).

(35)

1. Kerangka Penelitian

Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

2. Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimanakah pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari aktifitas fisik ?.

b. Bagaimanakah pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari penggunaan zat ?.

c. Bagaimanakah pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari pola diet.

Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi

hemodialisa yang meliputi - Aktifitas fisik

- Penggunaan zat - Pola diet

Baik Tidak baik Penderita gagal

ginjal kronik yang menjalani

terapi hemodialisa

(36)

3. Definisi Operasional

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur

(37)

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu penelitian untuk mendeskripsikan pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa, berdasarkan keadaan saat dilakukan penelitian.

2.Populasi Dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa dalam sebulan di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2009 yang berjumlah 40 orang.

2.2. Sampel

Besar sampel yang diambil dalam penelitian ditentukan dengan metode porposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada pertimbangan

tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, didasarkan pada ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2005).

(38)

penelitian, dan tidak mendapat terapi hemodialisa karena keracunan atau karena gangguan kardiovaskuler.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa karena, tempat penelitian ini berada ditempat peneliti berdomisili.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November tahun 2009.

4. Pertimbangan Etik

Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, risiko yang mungkin muncul serta manfaat dari penelitian ini dan responden bebas menentukan keterlibatannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari rasa ketidaknyamanan responden baik secara fisik maupun psikologis, bebas dari eksploitasi dan memberi pemahaman pada responden tentang manfaat dan risiko yang mungkin muncul dari penelitian ini, sesuai prinsip beneficence.

(39)

Selanjutnya peneliti telah meminta kesediaan responden menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent) sebagai subjek penelitian. Peneliti menghargai hak responden untuk memutuskan secara sukarela untuk terlibat dalam penelitian atau tidak, sesuai dengan prinsip self determination.

5. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti sendiri dan terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Bagian A dari lembar kuesioner berisi pertanyaan tentang data demografi responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, lama menjalani hemodialisa, hemodialisa per minggu, penyakit penyebab gagal ginjal kronik dan penghasilan. terdiri atas delapan item pertanyaan dalam bentuk check list.

(40)

penilaian yaitu pada pertanyaan selalu (SL) nilai 1, sering (S) diberi nilai 2, kadang-kadang (K) nilai 3 dan tidak pernah (TP) nilai 4.

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat, Arikunto (2006). Uji validitas isi pada penelitian ini dilakukan oleh seorang ahli di bidang Keperawatan Medikal Bedah yang memiliki strata pendidikan S2.

Sebelum kuesioner disusun, peneliti terlebih dahulu melakukan langkah-langkah agar kuesioner memenuhi ketentuan validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan penilaian peneliti tentang seberapa jauh tingkat keterwakilan karakteristik yang dikaji dalam butir-butir pertanyaan. Penilaian content validity sebuah instrumen sangat subyektif dan umumnya didasarkan pada

riset terdahulu atau pendapat ahli (Brockopp, 2000).

Setelah dilakukan uji validitas terhadap masing-masing item pernyataan dalam kuesioner, didapatkan bahwa seluruh pernyataan dinyatakan valid sehingga tidak ada pernyataan yang harus direvisi atau dikeluarkan dari kuesioner.

(41)

pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama (Notoatmojo, 2005).

Dalam penelitian ini tehnik reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha, karena skor pada instrumen penelitian merupakan rentangan antara nilai atau berbentuk skala. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas pada 10 orang responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian.

Dari tabel dapat diketahui dengan N = 10, nilai r = 0,921 dan nilai r tabel = 0,378, dengan begitu maka instrumen tersebut dikatakan reliabel jika koefisien korelasinya r > r tabel. Dari nilai ini dapat dikatakan bahwa kuesioner ini layak untuk digunakan dalam penelitian ini.

7. Prosedur Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan pengumpulan data

Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan Izin dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, melalui bidang diklat yang kemudian diberikan kepada Kepala Ruang Hemodialisa untuk melakukan penelitian.

2. Tahap pengumpulan data

Setelah mendapatkan izin dari kepala Ruang Hemodialisa, peneliti langsung menemui calon responden dan melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai berikut :

(42)

dengan menanda tangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan.

b. Selanjutnya peneliti membagi kuesioner penelitian dan menjelaskan tata cara pengisian kuesioner sampai responden mengerti, kemudian responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner tersebut.

c. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden agar bila ada pernyataan yang tidak jelas dapat langsung dijelaskan kepada responden tanpa bermaksud mengarahkan jawaban responden.

d. Setelah kuesioner penelitian selesai diisi, maka sebelum dikumpulkan, kelengkapan jawaban responden diteliti kembali. Kuesioner yang belum lengkap diisi, langsung peneliti minta responden untuk melengkapinya saat itu juga.

e. Peneliti kemudian melakukan terminasi dengan responden dan setelah data terkumpul, peneliti melapor kembali ke bidang diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa untuk mendapatkan surat keterangan telah selesai melakukan penelitian.

8. Pengumpulan Data

(43)

a. Editing

Tahap editing, peneliti melakukan koreksi terhadap semua lembar kuesioner dan kelengkapan jawaban beserta kelengkapan identitas yang telah diisi oleh responden.

b.Coding

Pada tahap coding, peneliti mengklasifikasikan jawaban menurut macamnya dengan memberikan kode tertentu untuk memudahkan pengolahan data. Setelah itu semua surat persetujuan dan data identitas responden dipisahkan dari lembar jawaban untuk menjaga kerahasiaan responden.

c. Transfering

Data yang telah diberi kode pada tahap transfering penulis susun secara berurutan dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel sesuai dengan sub variabel penelitian.

d.Tabulating

Pada tahap tabulating, peneliti mengelompokkan jawaban-jawaban responden berdasarkan kategori yang telah dibuat untuk setiap sub variabel yang diukur dan menghitung nilai total setiap kolom dari tabel yang berisi data yang didapat dari hasil penelitian yang selanjutnya dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi.

9. Analisa Data

(44)

diberi tanda (coding) terhadap pernyataan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi. Selanjutnya nilai hasil jawaban responden diklasifikasikan sesuai dengan katagori baik dan tidak baik.

Untuk mengklasifikasikan batas nilai dalam satu katagori dilakukan dengan menggunakan rumus Sudjana (1992) sebagai berikut :

Dimana P adalah panjang kelas dengan nilai tertinggi dikurangi nilai terendah sehingga didapat nilai rentang kelas 20 untuk subvariabel aktifitas fisik dan penggunaan zat dan 40 untuk subvariabel pola diet dengan banyak kelas (katagori) dua. Sehingga didapat batas bawah interval sebagai berikut, untuk subvariabel aktifitas fisik dan penggunaan zat nialai baik 13-20, Tidak Baik 5-12, sedangkan untuk pola diet nilai Baik 21-40 dan Tidak Baik 10-20.

Kemudian dilakukan persentase dari variabel dan subvariabel dengan menggunakan rumus Sudjana (1992) sebagai berikut :

Keterangan : P : Persentase

fi : Frekuensi teramati N : Populasi

rentang kelas banyak kelas

P =

fi

N x 100

(45)

Hasil penelitian mengenai pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, melalui pengumpulan data terhadap 40 responden dari tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009, akan diuraikan dalam bab ini. Penyajian hasil penelitian meliputi karakteristik demografi, aktifitas fisik, penggunaan zat, dan pola diet serta pola hidup penderita gagal ginjal kronik secara keseluruhan.

1.1. Data Demografi Responden

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien hemodialisa yang berusia 21-59 tahun, tidak mendapat terapi hemodialisa karena keracunan atau karena gangguan kardiovaskuler yang berjumlah 40 orang.

Adapun karakteristik demografi yang dipaparkan mencakup umur responden, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan terakhir, lama menjalani hemodialisa, hemodialisa per minggu, penyakit penyebab dan penghasilan per bulan.

(46)

penyakit diabetes mellitus (77,50%), dan sebagian besar memiliki penghasilan sebulan lebih dari Rp. 1,2 juta (72,50%).

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober, tahun 2009.

No Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%)

1 Umur : 4 Pendidikan Terakhir :

a. SD 5 Lama menjalani hemodialisa :

a. < 1 tahun 6 Jumlah hemodialisa per minggu

(47)

1. 2. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi

hemodialisa.

a. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari aktifitas fisik.

Hasil pengolahan data terhadap subvariabel aktifitas fisik penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa adalah nilai baik 13-20 dan tidak baik adalah 5-12. Hasil pengkatagorian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi aktifitas fisik pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009.

No Kategori F %

1 Baik 9 22,50

2 Tidak Baik 31 77,50

Total 40 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 40 responden, dengan katagori aktifitas fisik baik sebanyak 9 orang (22,50%), dan katagori tidak baik sebanyak 31 orang (77,50%).

b. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari penggunaan zat.

(48)

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi penggunaan zat pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009.

No Kategori F %

1 Baik 6 15,00

2 Tidak Baik 34 85,00

Total 40 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari 40 responden, dengan katagori penggunaan zat baik sebanyak 6 orang (15,00%), dan katagori tidak baik sebanyak 34 orang (85,00%).

c. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari pola diet.

Hasil pengolahan data terhadap subvariabel pola diet penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa adalah nilai baik 21-40 dan tidak baik adalah 10-20. Hasil pengkatagorian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pola diet pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009.

No Kategori f %

1 Baik 5 12,50

2 Tidak Baik 35 87,50

Total 40 100

(49)

d. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa.

Hasil pengolahan data terhadap variabel pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa adalah nilai baik 41-80 dan tidak baik adalah 20-40. Hasil pengkatagorian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi pola hidup pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober tahun 2009.

No Kategori F %

1 Baik 8 20,00

2 Tidak Baik 32 80,00

Total 40 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 40 responden, dengan katagori pola hidup baik sebanyak 8 orang (20%), dan katagori tidak baik sebanyak 32 orang (80%).

2. Pembahasan

1. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari aktifitas fisik.

(50)

banyak duduk, tidak berolah raga atau melakukan olah raga tidak teratur atau frekuensi latihan fisik tidak mencapai 30 menit dengan aktifitas minimal 3 kali dalam satu minggu.

Hasil penelitian senada dikemukakan Iseki (2005) individu yang memiliki aktifitas fisik rendah beresiko mengalami beragam penyakit seperti diabetes, hiperlipidemia, hipertensi, dan obesitas yang merupakan faktor-faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal kronik. Hal ini diestimasi berdasarkan studi epidemiologi terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan serangkaian pemeriksaan kesehatan terhadap individu yang mengalami penyakit ginjal terkait dengan peningkatkan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik di Jepang. Adanya hubungan antara gagal ginjal kronik dan gaya hidup yang berisiko akan membantu dalam meningkatkan upaya-upaya pencegahan penyakit gagal ginjal kronik.

2. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari penggunaan zat.

(51)

bila dilakukan oleh individu dalam jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan kerja ginjal yang berakhir dengan gagal ginjal kronik.

Hasil penelitian senada dinyatakan oleh Bénédicte dan kolega (2003) bahwa salah satu perilaku penggunaan zat baik legal maupun ilegal, yang memiliki resiko serius terhadap kesehatan adalah merokok. Gangguan ginjal karena merokok, berawal dari terjadinya nepfrosklerosis dan glomerulonefrritis yang disebabkan kandungan zat dalam rokok. Seorang perokok diperkirakan beresiko mengalami kejadian tersebut 1,2 kali lebih tinggi dari individu yang tidak merokok. Risiko ini lebih tinggi bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 20 batang perhari. Individu yang merokok > 20 batang rokok perhari diperkirakan 2,3 kali lebih mungkin mengalami gagal ginjal kronik dibandingkan yang merokok 1-20 batang sehari.

Shankar dan kolega (2006) menyatakan hal serupa bahwa perilaku merokok menyebabkan seseorang beresiko menderita gagal ginjal kronik 2,2 kali lebih tinggi dibandingkan individu yang tidak merokok dan tetap lebih tinggi meskipun kemudian memutuskan untuk berhenti merokok. Perokok yang telah berhenti berisiko 1,08 kali menderita gagal ginjal kronik sedangkan yang memilih untuk tetap merokok 2,4 kali lebih mungkin mengalami gagal ginjal kronik.

(52)

pil dalam seminggu) sepanjang kurun waktu 2 tahun atau lebih untuk menghilangkan rasa sakit beresiko mengalami kerusakan ginjal. Lebih lanjut ditemukan, pasien yang bekerja dalam waktu lama pada sektor industri, lebih mungkin mengalami gagal ginjal dibandingkan sektor lain. Sektor industri yang paling tinggi frekuensi penderitanya yaitu automobil (51%), diikuti pekerja konstruksi (17%), pengecoran logam (9%) dan pekerja rumah sakit (6%) (Steenland dkk, 2005).

3. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari pola diet.

(53)

Hal yang senada dikemukakan oleh Iseki (2005) yang melakukan investigasi terhadap faktor-faktor yang mendukung terjadinya gagal ginjal terminal melalui pemeriksaan status ginjal (renal outcome). Pemeriksaan tersebut menemukan bahwa nutrisi yang berlebihan menjadi salah satu faktor risiko yang mendukung timbulnya gagal ginjal kronik.

Nomura dan kolega (2009) menyatakan hal yang sama bahwa konsumsi diet yang berlebihan yang menyebabkan peningkatan berat badan menjadi faktor resiko timbulnya berbagai penyakit. Studi di Jepang menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) merupakan parameter yang signifikan berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik. Hal ini disebabkan setiap kenaikan dari BMI akan diikuti oleh kenaikan tekanan darah, lipid serum serta kadar glukosa darah. Setiap peningkatan BMI akan diikuti dengan peningkatan risiko mengalami gagal ginjal kronik. Walaupun mekanisme yang mendasari hubungan peningkatan BMI dengan gagal ginjal kronik tidak begitu dimengerti namun diestimasi bahwa kejadian tersebut ada kaitannya dengan aktivasi sistem renin angiotensin, peningkatan aktifitas nervus simpatis, terjadi resistensi insulin atau hiperinsulinemia dan dislipidemia. Kerusakan toleransi glukosa ini yang diduga berhubungan dengan kejadian gagal ginjal kronik.

(54)

memperlihatkan, bila dilihat dari berat badan maka 47,9% pasien mempunyai kelebihan berat badan, 40,2% memiliki berat badan normal dan 11,9% memiliki berat badan di bawah standar untuk usia dan jenis kelaminnya (Salahudeen dkk, 2004).

4. Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik sebanyak 32 orang (80%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Ayers, Bruno dan Langford (1999) bahwa pola hidup merupakan salah satu dari segitiga keadaan yang mempengaruhi kesehatan individu. Faktor-faktor yang tergolong dalam pola hidup meliputi nutrisi, olah raga, penggunaan zat, dan lain-lain. Asupan nutrisi yang tidak tepat, olah raga yang tidak sesuai dengan usia dan aktifitas tubuh, serta penggunaan zat-zat yang dapat merusak tubuh akan mendorong seseorang menderita penyakit dimana pola hidup menjadi pemicunya seperti gagal ginjal kronik.

(55)
(56)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa pola hidup sebelum menjalani terapi hemodialisa mayoritas tidak baik sebanyak 32 orang (80%).

Pola hidup penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa ditinjau dari aktifitas fisik mayoritas tidak baik sebanyak 31 orang (77,50%), ditinjau dari penggunaan zat mayoritas tidak baik sebanyak 34 orang (85,00%) dan bila ditinjau dari pola diet mayoritas tidak baik sebanyak 35 orang (87,50%).

2. Saran

Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang baru mengenai pola hidup yang dapat meningkatkan resiko menderita gagal ginjal kronik sehingga penderita diharuskan mendapat terapi hemodialisa, dalam upaya membantu pasien dengan pola hidup yang tergolong beresiko untuk dapat melakukan antisipasi mencegah terjadinya gagal ginjal kronik yang dapat mempengaruhi kualitas hidup selanjutnya.

Praktek Keperawatan

(57)

dan tidak membosankan dalam hal menyebarkan perilaku hidup sehat pada lingkungan sekitarnya dengan tidak lupa melakukan upaya meningkatkan kualitas hidup penderita hemodialisa. Perawat diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan keluarga pasien untuk membantu penderita hemodialisa mempertahankan perilaku positif yang telah dilakukan agar progresifitas penyakit dapat diperlambat.

Penelitian Selanjutnya

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, P. (2009). Chronic renal failure. Dibuka pada website

Ayers, M, Bruno, A.A, dan Langford, R.W. (1999). Community-based nursing care. United States of America : Mosby.

Azmi, S. (2003). Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik pra dialysis. Dibuka pada web sit Bénédicte dkk. (2003). Lifestyle factors, obesity, and the risk of chronic renal

diseases. Dibuka pada website 2009

Elisabeth, E. (2005). Some lifestyle-related factors and risk of chronic renal

failure : a population-based approach. Dibuka pada website

Francis, J. (2008). Life style diseases in developing world. Dibuka pada website 2009.

Hudak, C.M & Gallo, B.M. (1996). Critical care nursing : a Holistic approach. Jakarta : EGC

Iseki. K. (2005). Factors influencing the development of end-stage renal diseases. Dibuka pada website http://resources.metapress.com/pdf-preview pada tanggal 4 Juli 2009

Kozier dkk. (2004). Fundamental of Nursing-Concept,Pprocess and Practice. New Jersey : Pearson.

Krause, R.S. (2009). Renal failure, chronic and dialysis complications. Dibuka pada websit Lameire, N dan Mehta, R.L. (2000). Complications of dialysis. New York :

Informa Health Care.

Le Mone, P dan Burke, M.K. (1996) Critikal thinking in client care. Addison Wesley.

(59)

Nomura dkk. (2009). Association between body mass index and chronic kidney disease : Apopulation-based, cross-sectional study of Japanese community. Dibuka pada web

Notoatmojo, S. (2005). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu

keperawatan. Jakarta : EGC.

Potter dan Perry (2005). Buku ajar fundamental keperawatan-konsep, proses, dan praktik. Jakarta : EGC.

Price, S.A & Wilson, L.M.. (1995). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC.

Rab, T. (1998). Gagal ginjal merepotkan. Dibuka pada website

Ramadhan, (2008). Seberapa Sehatkah Hidup Anda?. Jogjakarta : Think

Ronco dkk. (2008). Critical care nephrology. Philadelphia : Elsevier Health Sciences.

Shankar dkk. (2006). The association among smoking, heavy drinking, and

chronic kidney disease. Dibuka pada website

Sudjana. (1992). Metode Statistika, Bandung : Tarsito.

Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : FKUI. Tisher, C.C & Wilcox, C.S.(1995). Nefrologi. Jakarta :EGC.

(60)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Nama : Sri Idia Muharni

Judul Penelitian : Pola hidup Penderita Gagal ginjal Kronik Sebelum Menjalani Terapi Haemodialisa di BPK RSU Langsa

Saya mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian sebagai salah satu kegiatan untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara.

Salah satu manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, sumber pengetahuan dan acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih komprehensif pada pasien gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi haemodialisa di BPK RSU Langsa.

Saya mengharapkan jawaban yang anda berikan sesuai dengan pendapat anda tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan pendapat anda. Informasi yang anda berikan akan dipegunakan untuk pengembangan pelayanan kesehatan khususnya Ilmu keperawatan dan tidak dipergunakan untuk maksud-maksud lain selain penelitian ini.

Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat bebas, dan anda bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun, jika bersedia menjadi responden penelitian, silahkan menandatangani formulir ini.

(61)

KUESIONER PENELITIAN

POLA HIDUP PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK SEBELUM MENJALANI TERAPI HEMODIALISA

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LANGSA

TAHUN 2009

Kode Responden :

Tanggal :

Jam :

Petunjuk Pengisian :

Isilah pertanyaan di bawah inidengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan yang bertanda titik-titik atau memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang disediakan.

KUESIONER A

Data Demografi

1. Umur :

2. Jenis kelamin :

3. Pekerjaan :

22-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun

diatas 40 tahun 36-40 tahun

Laki-laki Perempuan

(62)

4. Pendidikan Terakhir :

5. Lama menjalani hemodialisa :

6. Hemodialisa per minggu :

7. Penyakit Penyebab Gagal Ginjal Kronik :

8. Penghasilan

SD SLTP SLTA

DIII PT

< 1 tahun 1-5 tahun

5-10 tahun > 10 tahun

1 kali /minggu 2 kali/minggu 3 kali/minggu > 3 kali/minggu

Penyakit Gula Darah tinggi

Infeksi Keracunan

< Rp. 1.200.000/bulan

(63)

KUESIONER B

POLA HIDUP

Petunjuk pengisian : berilah tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai dengan mengikuti petunjuk / pilihan seperti di bawah ini sesuai dengan keadaan bapak / ibu sebelum menjalani terapi hemodialisa.

SL : Selalu S : Sering K : Kadang

TP : Tidak Pernah

I. Aktifitas fisik

No Pernyataan SL S K TP

1 Saya berolah raga tiga kali dalam seminggu 2 Lamanya saya berolah raga 30 menit dalam sehari 3 Sebelum sakit gagal ginjal kronik, pekerjaan

mengharuskan saya banyak beraktifitas

4 Bila waktu senggang, saya menghabiskan waktu dengan tidur-tiduran

(64)

II. Penggunaan Zat

No Pernyataan SL S K TP

6 Saya merokok setiap hari

7 Saya merokok kurang dari 20 batang dalam sehari 8 Bila sakit saya mengkonsumsi obat yang dijual

bebas terlebih dahulu sebelum ke tenaga kesehatan 9 Saya minum obat tidak mengikuti anjuran dokter 10 Saya mengkonsumsi suplemen dari obat-obat

tradisional

III. Pola Diet

No Pernyataan SL S K TP

11 Sebelum sakit gagal ginjal kronik menu makanan saya setiap hari sebagian besar mengandung kadar lemak tinggi

12 Sayur tersedia dalam menu makanan yang saya makan setiap hari

13 Saya minum kopi rutin setiap hari

14 Saya mengkonsumsi buah-buahan setiap hari 15 Saya mengkonsumsi air putih 2 Liter perhari 16 Saya ngemil diantara waktu makan

17 Saya mengkonsumsi makanan instan

18 Saya menggunakan penyedap masakan pada makanan saya.

19 Saya senang mengkonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi

(65)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

NO Kegiatan Tahun 2009

April Mai Juni Juli Agustus September O

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

1. Mengajukan Judul

Proposal

2. Menyusun Proposal

3. Sidang Proposal

4. Revisi Poposal

5. Penelitian

6. Pembuatan Laporan Penelitian

(66)

Taksasi Dana

No Kegiatan Biaya

1. Fhoto copy bahan Rp. 110.000.-

2. Buku-buku bahan Rp. 175.000.-

3. Flash disc Rp. 75.000.-

4. Transportasi Rp. 160.000.-

5. Peralatan tulis dan kertas Rp. 350.000.-

6. Jilid dan perbanyak Rp. 235.000.-

(67)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Sri Idia Muharni

Tempat dan Tanggal Lahir : Idi, 05 Januari 1976 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : BTN Alue Beurawe No 50 Langsa Kota Nanggroe Aceh Darussalam

Riwayat Pendidikan :

1. 1984-1989 : SDN 3 Langsa

2. 1989-1992 : SMPN 1 Langsa

3. 1992-1995 : SPK Depkes RI Langsa

Gambar

Tabel 3.2 Definisi Operasional
Tabel 5.1  Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Hemodialisa di BPK RSU Langsa, bulan Oktober, tahun 2009
Tabel 5.2  Distribusi frekuensi aktifitas fisik pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK RSU
Tabel 5.3  Distribusi frekuensi penggunaan zat pada penderita gagal ginjal kronik sebelum menjalani terapi hemodialisa di BPK
+2

Referensi

Dokumen terkait

Saiful Anwar Malang didapatkan jumlah pasien baru penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa adalah 56 orang pasien dan sebanyak 16 pasien gagal

pengobatan dan analisis biaya terapi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani.. hemodialisa di instalasi rawat inap

Mekanisme koping adaptif pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa adalah mampu mengontrol emosi, bercerita atau berbagi dengan orang lain,

Persepsi Spiritual Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa di ruang hemodialisa di RSI Purwokerto terhadap aspek-aspek tersebut yang meliputi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) yang menjalani terapi hemodialisis di Unit Hemodialisa RSAU dr.. Kualitas hidup

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa di RS PKU

Berdasarkan latar belakang menunjukkan bahwa terapi hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien sehingga perlu adanya usaha

Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari rekam medis dan hasil laboratorium pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa tanpa komplikasi DM