RESPON BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PEMAKAIAN MIKORIZA
PADA BERBAGAI CARA PENGOLAHAN TANAH
OLEH :
M.AZIS CIBRO
037 001 002/AGR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian Pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGRONOMI
SEKOLAH PASCASARJANA
Judul Penelitian : RESPON BEBERAPA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) TERHADAP PENAMBAHAN MIKORIZA PADA BERBAGAI CARA PENGOLAHAN TANAH
N a m a : M.AZIS CIBRO
No. Pokok : 037 001 002 Program Studi : Agronomi
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. T.M. Hanafiah Oeliem,DAA Ketua
Prof.Dr.Ir.B. Sengli.J. Damanik, MSc Dr.Ir. Abdul Rauf, MP Anggota Anggota
Telah diuji pada
Tanggal 13 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Ir. T.M. Hanafiah Oeliem, DAA
Anggota :
1.
Prof.Dr.Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc
2. Dr.Ir. Abdul Rauf, MP
Penguji : 1. Prof.Dr.Ir. Usman Nasution, MS
RINGKASAN
M. Aziz Cibro, “ Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Penambahan Mikoriza pada Berbagai Cara Pengolahan Tanah “.
Produksi kacang tanah di tingkat petani masih rendah hal ini disebabkan sering terjadi jumlah ginofor yang tidak jadi polong (buah) dan banyaknya jumlah polong yang tidak berisi (polong hampa) di dalam tanah. Peningkatan produksi kacang tanah tidak terbatas hanya pada pengolahan tanah dan pemupukan saja tetapi juga dengan menggunakan varietas yang sesuai pada tanah Ultisol, karena varietas kacang tanah ada yang tidak sesuai pada daerah tertentu yang kondisi tanahnya kurang subur. Kondisi rendahnya produksi kacang tanah secara Nasional, maka masih sangat diperlukan berbagai penelitian dari berbagai aspek paket teknologi budidaya kacang tanah seperti respon beberapa varietas kacang dengan penambahan mikoriza pada berbagai cara pengolahan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan mikoriza pada tanah Ultisol yang bereaksi masam mampu melepas hara yang terfiksasi dan hara lebih tersedia diserap tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas yang digunakan. Dengan berbagai cara olah tanah diharapkan diperoleh olah tanah yang terbaik dan sesuai pada tanah Ultisol yang mampu memperbaiki kondisi pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kacang tanah yang digunakan. Untuk memperoleh varietas yang sesuai pada tanah Ultisol di Sumatera Utara. Mendapatkan kombinasi terbaik pengaruh penambahan mikoriza dan cara olah tanah yang sesuai guna peningkatan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas kacang tanah.
Menggunakan Rancangan Petak Terpisah, dimana faktor pertama terdiri dari petak utama varietas 3 taraf yaitu V1 = Varietas Lokal, V2 = Varietas Gajah,
V3 = Varietas Kancil. Faktor kedua anak petak yaitu pengolahan tanah terdiri dari
3 taraf yaitu T0 = Tanpa olah tanah (No tillage), T1 = Pengolahan tanah terbatas
(Minimum tillage), T2 = Pengolahan tanah sempurna (Full/Traditional Tillage)
dan faktor ketiga anak-anak petak yaitu pemakaian Mikoriza terdiri dari 2 taraf M0 = Tanpa mikoriza, M1 = Pemakaian Mikoriza 5 g/lobang tanam maka
diperoleh 18 kombinasi perlakuan dan tiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga jumlah perlakuan 56 petak.
Hasil penelitian menunjukkan perlakuan Varietas unggul Gajah ditanam pada tanah Ultisol memberikan hasil jumlah cabang primernya lebih banyak umur 6 mst dan luas daunnya lebih luas, bobot kering tanaman paling berat dan umur pembungaannya lebih cepat, bobot kering gulma terendah umur 3 mst. Jumlah ginofor yang tidak jadi polong yang terkecil dihasilkan varietas Kancil.
Pengolahan tanah sempurna pada tanah Ultisol yaitu diolah dua kali dengan pembalikan satu kali dan pengemburan satu kali dapat meningkatkan pertambahan luas daun, bobot kering tanaman terberat, umur berbunga lebih cepat dan bobot kering 100 polong terberat dan jumlah bunga terbentuk lebih banyak.
Pengolahan tanah sempurna pada tanah Ultisol dan tanpa mikoriza dapat meningkatkan bobot kering tanaman umur 6 mst dan penambahan mikorhiza 5 g/lobang tanam hanya menghasilkan peningkatan LTR2 umur (9-6 mst).
ABSTRAK
Penelitian lapangan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan mikoriza dan berbagai cara olah tanah, tiga varietas yang sesuai pada tanah Ultisol di Sumatera Utara telah dilaksanakan Pebruari sampai Mei 2008 di lahan BPP Dinas Pertanian Kota Medan, Selambo Amplas, Medan. Rancangan yang digunakan Petak Terpisah (RPT) di ulang sebanyak tiga kali.
Perlakuan mikoriza yang dicobakan sebagai anak-anak petak adalah tanpa mikoriza dan pemakaian mikoriza 5 g/lobang tanam. Kedua cara ini dikombinasikan sebagai anak petak dengan tiga taraf pengolahan tanah yaitu tanpa olah tanah (no tillage), pengolahan tanah terbatas (minimum tillage), pengolahan tanah sempurna (full/traditional tillage) dan varietas sebagai petak utama varietas Lokal, varietas Gajah, varietas Kancil.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan mikoriza 5 g perlobang tanam pada tanah Ultisol menghasilkan bobot 100 biji kering terberat, meningkatnya derajat infeksi akar serta serapan hara P jaringan tanaman dan tanpa mikoriza menghasilkan bobot kering polong pertanaman lebih berat.
Pengolahan tanah sempurna pada tanah Ultisol diolah dua kali dengan pembalikan satu kali dan pengemburan satu kali dapat meningkatkan pertambahan luas daun, bobot kering tanaman terberat, umur berbunga lebih cepat dan bobot kering 100 polong terberat dan jumlah bunga terbentuk lebih banyak. Pengolahan tanah sempurna dan tanpa mikoriza dapat meningkatkan bobot kering tanaman dan penambahan mikorhiza 5 g/lobang tanam menghasilkan peningkatan LTR2.
ABSTRACT
Field research to evaluate methods of treatment add mykorhiza and zero tillage, three methods of Ultisol soil of Nort Sumatera. Experiment Pebruary to Mey 2008 at lokation BPP Dinas Pertanian Kota Medan, Selambo Amplas, Medan City. This experiment used Split-split Plot Design with 3 replications.
Treatment the experiment was mykorhiza control and mykorhiza 5 g/ hold planted at the sub-sub plot. Two treatment interaction with three without zero tillage with no tillage sub plot, minimum tillage, full tillage the sub plot and variety as the main plot consist of three variety Lokated, variety Alephant, variety Rabbet main plot .
The experiment add mykorhiza 5 g/hold planted at Ultisol soil to high dry seed 100 weight, highest infection root rate and absortion in plant tissue an control mykorhiza highest dry weight peanud/plant heangest.
Full tillage at Ultisol soil two zero highest total leaf area, dry weight heangest, flowering time more fast and high dry 100 weight heangest and flower number formed high heangest. Zero tillage and no tillage was higher dry weight plant and add mykorhiza 5 g/hold planted heangest relative crop growth rate.
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penelitian dan tulisan tesis berjudul Respon Beberapa Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Penambahan Mikoriza pada Berbagai Cara Pengolahan Tanah.
Penelitian ini merupakan suatu kajian untuk mencari alternatif dalam hal perbaikan dan peningkatan produksi kacang tanah secara Nasional khususnya di Sumatera Utara.
Upaya yang ditempuh adalah melalui penggunaan beberapa varietas sebagai bahan tanaman dan penambahan mikoriza pada berbagai cara pengolahan tanah. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini yang belum dapat dijelaskan secara mendetail, oleh sebab itu diharapkan saran dan kritik pembaca agar tesis ini lebih sempurna.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof.Dr.Ir. T.M. Hanafiah Oeliem,DAA sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Prof.Dr.Ir.B. Sengli.J. Damanik, MSc dan Dr.Ir. Abdul Rauf, MP sebagai Anggota Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaannya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan selesainya penulisan tesis ini, maka penulis tak luput mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pemerintah Republik Indonesia c. q. Menteri pendidikan dan Kebudayaan, melalui USU yang telah menyediakan bantuan beasiswa selama penulis mengikuti pendidikan dan menyelesaikan penelitian di Sekolah Pasca SarjanaUSU.
2. Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang dijabat oleh Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa. H, MSc dan seluruh stafnya, maupun mantan Direktur Sekolah Pasca Sarjana Prof. Dr. Ir. Sumono, MS atas bantuan dan perhatiannya selama penulis mengikuti pendidikan di program studi Agronomi.
4. Bapak ketua komisi pembimbing utama Prof.Dr.Ir. T.M. Hanafiah Oeliem,DAA dan anggota pembimbing yang sangat banyak memberikan arahaan, saran serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti, penelitian sampai kepada penyelesaiaan penulisan tesis ini.
6. Seluruh dosen sekolah pasca sarjana program studi Agronomi Universitas Sumatera Utara yang telah membekali berbagai disiplim ilmu selama penulis mengikuti perkuliahaan.
7. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2004, khususnya angkatan 2003 dan teman lainya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuannya selama mengikuti perkuliahaan maupun dalam penelitian.
8. Ayah anda Almarhum Pasir Cibro (+) dan Ibu tercinta Nuraini Pasi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
M.Azis Cibro, dilahirkan di Parongil pada tanggal 20 April 1974 dari ayah Pasir Cibro (+) dan ibunda Nurani Pasi, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara. Pada tanggal 15 Agustus 2005 menikah dengan Endang Herfiana dan saat ini telah dikaruniai seorang putra.
Pendidikan
Tahun 1986 : Lulus dari Sekolah Dasar Negeri I Parongil.
Tahun 1989 : Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri I Parongil. Tahun 1992 : Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri I Parongil. Tahun 1998 : Lulus dan memperoleh gelar sarjana pertanian dari Fakultas Pertanian, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan UMSU.
Tahun 2003 : Mulai mengikuti pendidikan sekolah Pasca Sarjana, Program studi Agronomi Universitas Sumatera Utara di Medan.
Pengalaman Kerja
Tahun 1999 : Pernah bekerja di perusahaan Perkebunan Swasta Nasional PT. Rimba Swasembada Semesta di Padang sampai dengan tahun 2000, sebagai Asisten Lapangan.
Tahun 2000 : Pernah bekerja di perusahaan Pestisida PT. Agrotani Indo di Medan sampai dengan tahun 2001, sebagai Agronomist. Tahun 2001 : Mulai bekerja sebagai asisten dosen di fakultas pertanian, jurusan Hama Penyakit Tumbuhan UMSU.
Derajat Infeksi Mikoriza (%)... 77
Serapan Hara P Tanaman (%)... 78
Pembahasan ... 81
Pengaruh Beberapa Varietas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah………... 81
Pengaruh Cara Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah... 89
Pengaruh Penambahan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kacang Tanah... 94
Interaksi Perlakuan Beberapa Varietas dengan Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan dan Produksi... 97
Interaksi Perlakuan Cara Pengolahan Tanah dengan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan dan Produksi………... 98
IV. KESIMPULAN DAN SARAN... 100
Kesimpulan... 100
S a r a n... 101
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman 1. Hasil Uji Beda Rataan Jumlah Cabang Primer Kacang Tanah
Dengan Beberapa Perlakuan Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza Umur Pada Umur 3, 6, 9 dan 12 mst. 38 2. Hasil Uji Beda Rataan Jumlah Cabang Primer (cabang) Kacang
Tanah Interaksi Beberapa Perlakuan Varietas dan Cara
Pengolahan Tanah Umur 3 dan 9 mst... 41 3. Hasil Uji Beda Rataan Luas Daun (cm2) per Tanaman Kacang
Tanah dengan Perlakuan Beberapa Varietas,Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza Umur 3, 6, 9 dan 12 mst... 43 4. Hasil Uji Beda Rataan Bobot Kering Tanaman (g) Kacang
Tanah dengan Beberapa Perlakuan Varietas, Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza Umur 3, 6, 9 dan 12 mst... 48 5. Hasil Uji Beda Rataan Berat Kering per Tanaman (g) Kacang
Tanah pada Interaksi Perlakuan Cara Pengolahan Tanah dan
Penambahan Mikoriza Umur 6 mst... 51
Kacang Tanah pada Interaksi Perlakuan Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza Umur (9-6) mst... 57
9. Hasil Uji Beda Rataan Dominasi Gulma (%) Kacang Tanah dengan Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
10. Hasil Uji Beda Rataan Bobot Kering Gulma (g) Kacang Tanah Akibat Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza Umur 3, 6, 9 dan 12 mst... 60 11. Hasil Uji Beda Rataan Umur Berbunga (hari) Kacang Tanah
Minggu Setelah Tanaman (mst) dengan Perlakuan Beberapa
Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza.... 62 12. Hasil Uji Beda Rataan Jumlah Bunga Terbentuk Kacang Tanah
dengan Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza... 65 13. Hasil Uji Beda Rataan Umur Panen (hari) Kacang Tanah Minggu
Setelah Tanaman (mst) dengan Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 67 14. Rangkuman Hasil Rataan dan Uji Beda Jumlah Ginofor yang
Tidak Jadi Polong (buah),Jumlah Polong Pertanaman (polong), Jumlah Polong Berisi Pertanaman (polong), Bobot Kering Polong Pertanaman (g), Bobot Biji Kering Pertanaman (g), Bobot Kering 100 Polong (g) dan Bobot 100 Biji Kering Kacang Tanah dengan Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza... 69 15. Hasil Uji Beda Rataan Derajat Infeksi Mikorhiza (%) pada
Tanaman Kacang Tanah dengan Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 78 16. Hasil Analisa Kadar P dalam Jaringan Tanaman (% terhadap
berat kering) Kacang Tanah Umur 12 mst Secara Komposit pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikorhiza... 79 17. Rekapitulasi Pengaruh Beberapa Varietas Terhadap Seluruh
Parameter Pengamatan... 81 18. Rekapitulasi Pengaruh Pengaruh Cara Pengolahan Tanah
Terhadap Parameter Pengamatan... 89 19. Rekapitulasi Pengaruh Penambahan Mikoriza Terhadap
Seluruh Parameter Pengamatan... 94 20. Rekapitulasi Pengaruh Interaksi antara Beberapa Varietas
dengan Cara Pengolahan Tanah Terhadap Parameter Jumlah
10. Histogram LTR1 (g.tan-2.m-1) Kacang Tanah Umur (6-3) Minggu
Setelah Tanam pada Perlakuan Tanpa Pengolahan Tanah (T0),
Pengolahan Tanah Terbatas (T1) dan Pengolahan Tanah
Sempurna (T3)………... 56
11. Histogram Dominasi Gulma (%) Di lahan Pertanaman Kacang Tanah Umur 3 Minggu Setelah Tanam dengan Perlakuan Varietas
Lokal (V1), Gajah (V2) dan Kancil (V3)... 59
14. Histogram Umur Berbunga (hari) Kacang Tanah pada Perlakuan Tanpa Pengolahan Tanah (T0), Pengolahan Tanah Terbatas (T1)
Dan Pengolahan Tanah Sempurna (T2)………... 64
15. Histogram Jumlah Bunga yang Terbentuk Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Tanpa Pengolahan Tanah (T0), Pengolahan
19. Histogram Bobot Biji Pertanaman Kacang Tanah pada Perlakuan
Tanpa Mikoriza (M0) dan Pemberian Mikoriza (M1)... 74
20. Histogram Bobot Kering 100 Polong Kacang Tanah pada Perlakuan Tanpa Pengolahan Tanah (T0), Pengolahan Tanah
21. Histogram Bobot 100 Biji Kering Kacang Tanah pada Perlakuan
Tanpa Mikoriza (M0) dan Pemberian Mikoriza (M1)... 77
22. Histogram Derajat Infeksi Akar (%) pada Tanaman Kacang Tanah dengan Perlakuan Tanpa Mikoriza (M0) dan Pemberian
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman 1. Data Pengamatan Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang Tanah
Pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 110 2. Analisa Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang
Tanah pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 110 3. Data Pengamatan Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 111 4. Analisa Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang
Tanah pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 111 5. Data Pengamatan Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 112 6. Analisa Sidik Ragam Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang
Tanah pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 112 7. Data Pengamatan Jumlah Cabang Primer Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara 10. Analisa Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
11. Data Pengamatan Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 115 12. Analisa Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 115 13. Data Pengamatan Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
Pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 116 14. Analisa Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 116 15. Data Pengamatan Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 117 16. Analisa Sidik Ragam Luas Daun (cm2) Tanaman Kacang Tanah
pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 117 17. Data Pengamatan Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah pada
Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahaban Mikoriza... 118 18. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah
pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 118 19. Data Pengamatan Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah
pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahaban Mikoriza... 119 20. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah
pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 119 21. Data Pengamatan Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah pada
22. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 120 23. Data Pengamatan Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah pada
Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahaban Mikoriza... 121 24. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Tanaman (g) Kacang Tanah
pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara 26. Analisa Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih 1 (g-1. cm2. minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (6-3) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 122 27. Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih 1 (g-1.cm2.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (9-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 123 28. Analisa Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih 1 (g-1.cm2.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (9-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 123 29. Data Pengamatan Laju Asimilasi Bersih 1 (g-1.cm2.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (12-9) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 124 30. Analisa Sidik Ragam Laju Asimilasi Bersih 1 (g-1.cm2.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (12-9) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
31. Data Pengamatan Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1) Tanaman Kacang Tanah Umur (6-3) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 125 32. Analisa Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (6-3) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 125 33. Data Pengamatan Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (9-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 126 34. Analisa Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (9-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 126 35. Data Pengamatan Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (12-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 127 36. Analisa Sidik Ragam Laju Tumbuh Relatif 1 (g.tan-1.minggu-1)
Tanaman Kacang Tanah Umur (12-6) MST pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan
Mikoriza... 127 37. Data Pengamatan Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 128 38. Analisa Sidik Ragam Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah Pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 128 39. Data Pengamatan Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
41. Data Pengamatan Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang Tanah padaUmur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 130 42. Analisa Sidik Ragam Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah Pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 130 43. Data Pengamatan Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah padaUmur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 131 44. Analisa Sidik Ragam Dominasi Gulma (%) Tanaman Kacang
Tanah Pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 131 45. Data Pengamatan Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah pada Umur 3 MST pada Perlakuan Bebera Varietas,
Pengolahan Cara Tanah dan Penambahan Mikoriza... 132 46. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah Pada Umur 3 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 132 47. Data Pengamatan Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah pada Umur 6 MST pada Perlakuan Bebera Varietas,
Pengolahan Cara Tanah dan Penambahan Mikoriza... 133 48. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah Pada Umur 6 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 133 49. Data Pengamatan Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah pada Umur 9 MST pada Perlakuan Bebera Varietas,
Pengolahan Cara Tanah dan Penambahan Mikoriza... 134 50. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah Pada Umur 9 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 134 51. Data Pengamatan Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang
Tanah pada Umur 12 MST pada Perlakuan Bebera Varietas,
52. Analisa Sidik Ragam Berat Kering Gulma (g) Tanaman kacang Tanah Pada Umur 12 MST pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 135 53. Data Pengamatan Umur Berbunga (hari) Kacang Tanah pada
Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah dan
Penambahan Mikoriza... 136 54. Analisa Sidik Ragam Umur berbunga (hari) Kacang Tanah
pada PerlakuanBeberapa Varietas,Cara Pengolahan Tanah dan
Penambahan Mikorhiza... 136 55. Data Pengamatan Jumlah Bunga yang Terbentuk Tanaman
Kacang Tanah Pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 137 56. Analisa Sidik Ragam Jumlah Bunga Terbentuk Tanaman
Kacang Tanah Pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 137 57. Data Pengamatan Umur Panen (hari) Tanaman Kacang Tanah
pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza... 138 58. Analisa Sidik Ragam Umur Panen (hari) Tanaman Kacang
Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza... 138 59. Data Pengamatan Jumlah Ginofor yang Tidak Jadi Polong
Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 139 60. Analisa Sidik Ragam Jumlah Ginofor yang Tidak Jadi Polong
Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan tanah dan Penambahan Mikoriza... 139 61. Data Pengamatan Jumlah Polong Pertanaman Kacang tanah
pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza... 140 62. Analisa Sidik Ragam Jumlah Polong Pertanaman Kacang
63. Data Pengamatan Jumlah Polong Berisi per Tanaman Kacang 65. Data Pengamatan Bobot Kering Polong Pertanaman Kacang
Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan 68. Analisa Sidik ragam Bobot Biji Pertanaman Kacang Tanah
pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan Tanah
dan Penambahan Mikoriza... 143 69. Data Pengamatan Bobot Kering 100 polong Biji Tanaman
Kacang Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 144 70. Analisa Sidik Ragam Bobot Kering 100 polong Biji Tanaman
Kacang Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara
Pengolahan Tanah dan Penambahan Mikoriza... 144 71. Data Pengamatan Bobot 100 biji Kering Tanaman Kacang
Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas,Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza... 145 72. Analisa Sidik Ragam Bobot 100 biji Kering Tanaman Kacang
Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza... 145 73. Data Pengamatan Derajat Infeksi (%) Tanaman Kacang
Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan
74. Analisa Sidik ragam Derajat Infeksi (%) Tanaman Kacang Tanah Pada Perlakuan Beberapa Varietas, Cara Pengolahan
Tanah dan Penambahan Mikoriza... 146 75. Data Pengamatan Hasil Analisa Kadar P dalam Jaringan
Tanaman Kacang Tanah pada Perlakuan Beberapa Varietas,
Cara Pengolahan Tanah dan Mikoriza... 147 76. Teknik Metode Pewarnaan Untuk Menghitung Derajat Infeksi
CMA (sumber: Phillips dan Hayman, 1970)... 148 77. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Gajah... 149 78. Deskripsi Kacang Tanah Varietas Kancil... 150 79. Data Penunjang Hasil Analisa Tanah Sebelum Aplikasi
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia banyak menggunakan kacang tanah sebagai bahan
pangan dan industri, sebab biji kacang tanah banyak mengandung lemak dan
protein (Adisarwanto, 2001). Kacang tanah merupakan salah satu komoditas
palawija yang sangat penting untuk dikembangkan (Zuraida dan Qomariah, 2007)
dan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Azzahru dan Koesrini, 2007)
serta mempunyai peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis
kacang-kacangan. Kacang tanah memiliki kandungan protein 25-30%, lemak
40-50%, karbohidrat 12% serta vitamin B1 dan menempatkan kacang tanah dalam hal
pemenuhan gizi setelah tanaman kedelai. Manfaat kacang tanah pada bidang
industri antara lain sebagai pembuatan margarin, sabun, minyak goreng dan lain
sebagainya (Suwardjono, 2003).
Produksi kacang tanah secara nasional masih tergolong rendah yaitu
sekitar 0.8-0.9 ton/ha (Sumarno, 1987 dalam Suwardjono, 2003), sedangkan
tingkat produktivitas hasil yang dicapai baru setengah dari hasil riil dibandingkan
dengan negara USA, Cina, Argentina yang sudah mencapai produksi lebih dari
2.0 ton/ha (Kasno, 2005). Untuk menutupi kekurangan produksi sebanyak 0.9-1.0
juta ton, pada tahun 1999 Indonesia masih mengimport kacang tanah sekitar 150
ribu ton dari Vietnam (57.63%), India (7.45%), RRC (28.22%) dan Thailand
(1.48%) (Jatmiko dkk., 2007).
Produksi kacang tanah di Indonesia selama periode 2000-2003 mencapai
dibandingkan periode sebelum krisis ekonomi (1993-1997) yang mencapai
1.57%. Kondisi ini menyebabkan jumlah import kacang tanah dari tahun ke tahun
terus meningkat, bahkan pada tahun 2003 mencapai 800.000 ton (Saleh dkk,
2007). Permintaan produksi kacang tanah secara nasional dari tahun ke tahun
terus meningkat, namun permintaan tersebut belum dapat terpenuhi sampai saat
ini (Rukmana, 1998).
Setidiredja dalam Suwardjono, (2003) menyatakan rendahnya produksi
kacang tanah sehingga permintaan tidak dapat terpenuhi disebabkan oleh faktor
teknis pengolahan tanah yang kurang dalam (<20 cm), tanah yang padat akibat
rendahnya bahan organik, kurang tersedianya hara P karena terfiksasi dan periode
kekeringan yang cukup lama. Selanjutnya Somaatmadja (1991) mengemukakan
agar tanaman kacang tanah dapat tumbuh secara optimal, tanah harus gembur dan
berdrainase, lapisan olah tanah mencapai kedalaman 25 – 35 cm. Lapisan olah
tanah yang kurang dalam mengakibatkan akar tidak berkembang, sehingga
pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil polongnya sedikit. Selain faktor
tersebut menurut Sumarno (1996) adanya masalah sosial yang dihadapi yaitu
penanaman varietas lokal secara terus menerus akibat keterbatasan modal disertai
tidak adanya program bantuan dan bimbingan teknis yang ditangani oleh
Pemerintah.
Selanjutnya Somaatdja (1991) Peluang peningkatan produksi kacang tanah
dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun
salah satu usaha untuk mencukupi pangan, peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani (Zuraida dan Qomariah, 2007).
Tanpa olah tanah (TOT) mulai banyak diterapkan petani di sentra produksi
palawija Jawa Tengah dan Jawa Timur setelah panen padi, petani memanfaatkan
lahan dengan menanam berbagai palawija. Tanpa olah tanah diawali dengan
aplikasi herbisida berbahan aktif glifosat untuk mematikan gulma
(Tjokrowardojo, 2001 dalam Mulyadi dkk., 2007).
Umumnya kacang tanah menghendaki pengolahan tanah sempurna agar
perkembangan akar dan pertumbuhan berlangsung dengan baik, sehingga ginofor
mudah masuk ke dalam tanah membentuk polong dan mempermudah pemungutan
hasil, tanpa banyak yang hilang atau tertinggal di dalam tanah (Saone dan Pedgin,
1975 dalam Sutarto 1986., Arsana, 2007) dan pengolahan tanah dimaksudkan
untuk menciptakan ruang tumbuh bagi tanaman, sehingga akan menopang
pertumbuhan dan perkembangan di atasnya.
Selain itu Hakim dkk (1986) berpendapat pengolahan tanah secara terus
menerus juga dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah sehingga perlu
diupayakan agar tanah tidak terlalu sering diolah atau cukup dengan pengolahan
tanah minimum.
Tanah PMK (Podsolik Merah Kuning) atau Ultisol merupakan tanah
terluas di Indonesia sekitar 47.5 juta hektar dan perkembangan saat ini
kebanyakan tanah tersebut digunakan untuk peruntukan tanaman pangan dan
Tanah Ultisol luasnya mencapai 30% dari luas daratan Indonesia
(Wahyudi dan Adrianton, 2005). Hidayat dan Mulyani (2002) mengatakan tanah
Ultisol mempunyai tingkat kemasaman tanah yang tinggi, kandungan hara makro
dan mikro rendah sehingga kondisi ini juga mempengaruhi perkembangan
morfologi dan proses fisiologi tanaman yang menyebabkan rendahnya hasil.
Salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan unsur hara terutama
fosfat dalam tanah adalah dengan penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskular
(CMA). Cendawan mikoriza arbuskula adalah salah satu jasad renik tanah dari
kelompok jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Jamur ini mempunyai
sejumlah pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman yang bersimbiosis
dengannya. Beberapa peneliti mengemukakan pengaruh yang menguntungkan
dari CMA antara lain adalah kemampuannya yang tinggi dalam meningkatkan
penyerapan hara terutama fosfor.
Bolan (1991) menyatakan peningkatan serapan P juga disebabkan oleh
makin meluasnya daerah penyerapan dan kemampuan untuk mengeluarkan enzim
yang dapat merubah fosfor, yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat diserap
akar tanaman. Selain itu CMA dapat meningkatkan hasil tanaman pada tanah
mineral masam tropika (Widada dan Kabirun 1977). Peningkatan hasil juga
dilaporkan pada berbagai jenis tanaman antara lain jagung (93,0%), kedelai
(56,2%), padi gogo (25,0%) kacang tanah (23,8 %), cabai (22,0%) dan bawang
merah (62,0 %)
Mg yang mengikat fosfat dalam bentuk hidroksil dan harus dipisahkan sebelum
unsur ini dapat dimanfaatkan tanaman secara langsung.
Tanaman yang diberi perlakuan mikoriza pertumbuhannya lebih baik dari
pada tanaman tanpa mikoriza. Menurut hasil penelitian Haryantini dan Santoso,
(2001) perlakuan CMA jenis Gigaspora margarita memberikan pengaruh nyata
terhadap komponen pertumbuhan cabai merah yaitu luas daun, berat kering tajuk
dan persentase fruitset, karena mikoriza secara efektif dapat meningkatkan
serapan unsur hara P. Sejalan dengan hasil penelitian Kabirun, (2002) inokulasi
CMA dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan produksi padi gogo yang di
tanam pada tanah Entisol. Selanjutnya menurut Baon (2004) inokulasi CMA
menghasilkan respon tanaman yang positif terhadap lingkar batang, tinggi
tanaman, jumlah daun dan luas daun tanaman kakao. Lebih lanjut Umar, (2003)
juga melaporkan media yang diberi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan
tinggi semai, berat kering total, top- root ratio, dan serapan P semai tanaman
Eboni di persemaian.
Rendahnya produksi kacang tanah di tingkat petani salah satunya
disebabkan oleh jumlah ginofor yang tidak jadi polong (buah) dan banyaknya
jumlah pembentukan polong yang tidak berisi (polong hampa) di dalam tanah,
sehingga mempengaruhi produksi secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada
kaitannya dengan, pemupukan dan pengolahan tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan kacang tanah.
Peningkatan produksi kacang tanah tidak terbatas hanya pada pengolahan
pada tanah Ultisol, karena varietas kacang tanah ada yang tidak sesuai pada
daerah tertentu yang kondisi tanahnya kurang subur. Selain itu Manshuri, (2007)
mengatakan penggunaan varietas merupakan alternatif bagi peningkatan produksi.
Melihat kondisi rendahnya produksi kacang tanah ditingkat petani maupun
secara Nasional, maka masih sangat diperlukan kajian ulang penelitian yaitu
beberapa varietas kacang tanah yang digunakan dengan modifikasi
pemupukannya melalui penambahan pupuk hayati berupa pemanfaatan kerjasama
antara akar tanaman dengan mikroorganisme tanah yang saling menguntungkan
dan cara pengolahan tanah yang sesuai pada tanah Ultisol guna meningkatkan
pertumbuhan dan produksi kacang tanah.
Perumusan Masalah
Produksi kacang tanah yang dihasilkan oleh para petani masih sangat
rendah dan dampaknya kepada kebutuhan produksi secara Nasional tidak tercapai
sehingga permintaan dalam dan luar negeri juga belum dapat terpenuhi.
Rendahnya produksi kacang tanah di tingkat petani disebabkan oleh
penggunaan varietas lokal secara terus menerus. Selain itu petani juga
memanfaatkan tanah Ultisol (PMK) untuk pertanaman kacang tanah yang
aibatnya produksi tidak dapat maksimal.
Secara tehnis kondisi media tumbuh yang diharapkan kacang tanah erat
hubungannya dengan sistim olah tanah, jenis tanahnya, ketersediaan hara dan
jenis varietas yang digunakan. Pada tanah Ultisol (PMK) yang utama yaitu hara
untuk mengatasinya diperlukan pemberian dan atau penambahan pupuk hayati
mikoriza
Penampilan pertumbuhan tiap jenis varietas kacang tanah berbeda tanggap
responnya akibat adanya faktor genetik yang mengendalikan dan sifat-sifat
agronomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pada akhirnya akan menentukan
pembentukan polong di dalam tanah.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan mikoriza untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi pada beberapa varietas kacang tanah.
2. Dengan berbagai cara olah tanah diperoleh pengetahuan cara olah tanah yang
terbaik untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada beberapa
varietas kacang tanah.
3. Untuk memperoleh varietas yang terbaik pada tanah Ultisol di Sumatera Utara.
4. Untuk mengetahui pengaruh kombinasi penambahan mikoriza dan cara olah
tanah yang terbaik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada
beberapa varietas kacang tanah.
Hipotesis Penelitian
1. Penambahan mikoriza pada tanah Ultisol yang berbeda dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan meningkatkan produksi beberapa varietas kacang tanah
2. Cara pengolahan tanah dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
3. Penambahan mikoriza dan pengolahan tanah yang berbeda dapat saling
berinteraksi untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi beberapa varietas
kacang tanah pada tanah Ultisol.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi sejauh mana respon
beberapa varietas kacang tanah yang digunakan dan penambahan mikoriza dengan
cara olah tanah yang sesuai pada tanah Ultisol di Sumatera Utara. Untuk
memperluas wawasan ilmu pengentahuan penulis maupun kalangan peneliti
lainnya yang berhubungan dengan tanaman kacang tanah.
Sebagai bahan penulisan tesis dan merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh Magister Sains di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.
Hasil penelitian ini diharapkan petani mendapatkan informasi tentang
peningkatan produksi kacang tanah dengan cara olah tanah yang sesuai pada tanah
Ultisol dengan penambahan mikoriza sebagai pupuk hayati pada beberapa varietas
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kacang Tanah
Botani Umum
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk suku Papilonaceae dengan
genus Arachis (Rukmana, 1998) merupakan tanaman polong-polongan atau legum
kedua yang terpenting setelah kedelai (Wikipedia, 2006). Kacang tanah berasal
dari benua Amerika Selatan dan diperkirakan berasal dari lereng pengunungan
Andes di negara-negara Bolivia, Peru dan Brazil (Trustinah dkk., 2007).
Di Asia, kacang tanah mula-mula di tanam di India dan Cina dan di
Indonesia diperkirakan di tanam sejak akhir abad ke-15 (Trustinah dkk., 2007) dan
dikenal banyak nama daerahnya yaitu kacang una, kacang jebroi, kacang bandung,
kacang kole, kacang tuban dan kacang banggala. Nama international kacang
tanah disebut peanut dan groundnut, morfologinya tersusun atas organ akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji (Rukmana, 1998).
Menurut Sumarno, (1987) dalam Rukmana, (1998) species Arachis
hypogaea terbagi atas dua sub species yaitu : sub species hypogaea disebut tipe
Virginia dan sub species Fastigiata yang terdiri dari tipe Valensia dan Spanish.
Pembagian kacang tanah menjadi dua sub species ini didasarkan atas perbedaan
sifat-sifat morfologi umum (Purseglove, 1997).
Pertumbuhan kacang tanah berdasarkan pola percabangan dibedakan
menjadi dua tipe yaitu tipe tegak menjalar. Kacang tanah tipe tegak memiliki pola
percabangan sequencial yaitu buku subur terdapat pada batang utama dan panjang
buahnya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun serta kemasakan buah serempak
(Somaatmadja, 1991).
Kacang tanah bunganya terbentuk secara berselang-seling pada cabang
primer atau sekunder dan batang utamanya tidak mengandung bunga.
Cabang-cabang tumbuh kesamping dan hanya bagian ujungnya mengarah keatas. Cabang
lateral biasanya melebehi panjang batang utama yang jumlahnya berkisar antara 5
- 15 buah dalam satu cabang. Buah terdapat pada ruas-ruas yang berdekatan
dengan tanah, berumur panjang berkisar antara 150 - 180 hari. Pemungutan panen
agak sulit karena masaknya polong tidak serentak (Suprapto, 1993).
Pertumbuhan kacang tanah terdiri dari fase vegetatif dan fase reproduktif.
Fase vegetatif dimulai sejak perkecambahan hingga awal pembungaan, yaitu
antara 28 - 31 hari setelah tanam. Menurut Trustinah, (1993) fase vegetatif dibagi
atas tiga stadia yaitu perkecambahan, pembukaan kotiledon dan perkembangan
daun bertangkai empat (tetrafoliate). Fase reproduktif dimulai sejak munculnya
bunga pertama sampai dengan polong masak, yaitu meliputi perkembangan,
pembentukan polong, pembentukan biji dan pemasakan biji.
Perakaran tanaman kacang tanah terdiri atas lembaga (radicula), akar
tunggang (radix primaria) dan akar cabang (radix lateralis). Pertumbuhan akar
menyebar ke semua arah sedalam lebih kurang 30 cm dari permukaan tanah. Pada
akar terbentuk bintil akar atau disebut nodula bakteri Rhizobium radicula dan
hidup bersimbiosis saling menguntungkan. Pada bintil-bintil akar terdapat unsur
dalam tanah, sehingga jika dilakukan pemupukan dengan Urea tidak memberi
peningkatan hasil (Sumarno, 1987 dalam Rukmana, 1998).
Batang kacang tanah termasuk jenis perdu, tidak berkayu, tipe tegak
mencapai ketinggian 80 cm, tetapi rata-rata tinggi tanaman subur adalah 50 cm.
Tipe menjalar dapat tumbuh kesegala arah membentuk lingkaran dengan garis
tengah mencapai 150 cm. Dari batang utama cabang primer yang masing-masing
dapat membentuk cabang-cabang sekunder, tersier dan ranting (Sumarno, 1987
dalam Rukmana, 1998).
Daun berbentuk lonjong, terletak berpasangan (majemuk) dan bersirip
genap. Tiap tangkai daun terdiri atas empat helai anak daun. Daun yang muda
berwarna hijau kekuning-kuningan setelah tua menjadi hijau tua. Helaian daun
bersifat nititropic yaitu mampu menyerap cahaya sebanyak-banyaknya.
Permukaan daun memiliki bulu yang berfungsi sebagai penahan debu
(Rukmana,1998). Bunga kacang tanah muncul dari ketiak daun diatas maupun
dibawah permukaan tanah (Bishop dkk.,1983).
Bunga kacang tanah timbul dari ketiak daun dan berbentuk seperti
kupu-kupu berwarna kuning dan bertangkai panjang berwarna putih, tetapi tangkai
berwarna putih ini bukan tangkai yang sebenarnya, melainkan tabung kelopak.
Bunga yang terbentuk berumur satu hari, setelah itu layu dan gugur. Bunga
kacang tanah menyerbuk sendiri (self pollination) pada malam hari. Sepanjang
malam tabung kelopak tumbuh memanjang dan sebelum mencapai panjang
maximal 7 cm biasanya penyerbukan telah terjadi dan beberapa jam kemudian
membentuk bakal polong (ginofor). Ujung tangkai bunga akan berubah bentuk
menjadi bakal polong, tumbuh membengkok ke bawah, memanjang dan masuk
kedalam tanah (Suprapto,1993).
Tanaman dapat terus menghasilkan bunga-bunga selama sisa waktu
pertumbuhannya. Laju munculnya bunga meningkat setelah hujan. Kerontokan
bunga yang merupakan sifat khas dari tanaman legum lain seperti kacang hijau
dan kacang tunggak, nampaknya tidak terjadi pada kacang tanah.
Sebelum bunga mekar tabung kelopak bunga tumbuh memanjang,
kira-kira berukuran 5 - 7 cm, ujung tabung kelopak bunga yang semula menguncup
terjadi gerakan spontan, karena adanya dorongan dari benang sari. Kuncup
kemudian terbuka bersama dengan mekarnya standar mahkota bunga mengelilingi
dan melindungi benang sari. Karena adanya getaran, serbuk sari akan berguguran.
Diantara sekian banyak serbuk sari yang berguguran, ada yang jatuh di dalam,
kemudian masuk melalui tangkai dan terjadilah proses kapilarisasi, dimana
beberapa serbuk sari menuju pada bakal buah dan akhirnya terjadilah pembuahan
(Rukmana,1998).
Tanaman kacang tanah menyerbuk sendiri (Weiss,1983., Ashley,1992) dan
hampir seluruhnya dibuahi sendiri dan bersifat kleistogami (Fehr,1987).
Penyerbukan terjadi sebelum bunga terbuka. Pembuahan ganda terjadi 10 - 18
jam setelah penyerbukan, dan jaringan yang berkembang pesat pada dasar bunga
(receptacle) akan membentuk ginofor yang membawa bakal buah yang sedang
menembus tanah akan membentuk bulu akar dan ujungnya membelok pada
kedudukan mendatar (Hartmann dkk.,1981).
Bakal buah dan biji mulai berkembang dalam tanah dan terdapat suatu
kenaikan yang nyata dari aktivitas pembelahan sel dalam biji pada saat ginofor
masuk kedalam tanah. Emrio dan endosperm biji-biji bagian ujung tumbuh lebih
lambat dari pada bagian pangkal dan biji bagian ujung sering kali mati awal
(Metcalfe and Etkins, 1972., Ashley 1992).
Buah berbentuk polong terdapat di dalam tanah, berisi 1 - 4 biji, umumnya
2 - 3 biji per polong. Bentuk polong ada yang berujung tumpul dan ada yang
runcing. Bagian polong antara 2 biji dapat berbentuk pinggang atau tanpa
pinggang. Polong tua ditandai oleh lapisan warna hitam pada kulit polong bagian
dalam, jumlah polong per pohon bermacam-macam. (Sumarno,1987 dalam
Rukmana, 1998).
Yasuda (1943) dalam Ashley, (1992) menunjukkan bahwa kegelapan dan
kekuatan mekanis pada ujung ginofor juga merangsang perkembangan buah.
Dinding buah (kulit) dan biji-biji berkembang secara serempak tidak seperti
tanaman legum lainnya dimana dinding buah yang pertama berkembang. Salah
satu alasannya adalah bahwa ginofor dan buah menyerap zat-zat hara dari tanah
secara langsung.
Biji kacang tanah terbentuk agak bulat sampai lonjong, terbungkus kulit
biji tipis berwarna putih, merah, merah tua, merah jambu dan ungu. Inti biji
(nucleus seminis) terdiri atas lembaga (embrio) dan putih telur (albumen). Biji
tanaman dan bahan makanan. Ukuran biji bervariasi mulai dari kecil sampai besar.
Biji kecil beratnya antara 250 – 400 g per 1000 butir, sedangkan biji besar lebih
kurang 500 g per 1000 butir (Rukmana, 1998).
Jumlah biji dalam polong dikendalikan secara genetik, dan ini dipengaruhi
oleh lingkungan dan persaingan internal. Terdapat kecendrungan pada polong
yang terbentuk lambat mempunyai biji yang lebih sedikit dari pada yang terbentuk
lebih awal (Burkhart dan Collins, 1942 dalam Ashley, 1992).
Kandungan minyak meningkat secara cepat dari 15 mg per biji pada 4
minggu setelah pembentukan ginofor sampai 360 mg per biji pada 12 minggu
(Pattee dkk, 1969 dalam Ashley, 1992) menunjukkan bahwa banyaknya minyak
yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Biji kacang tanah Spanish tidak memerlukan waktu istirahat (dormansi)
untuk berkecambah. Bahkan kadang-kadang sebelum kacang dipanen sudah
banyak biji-biji yang tumbuh, bila kelembabam tanahnya tinggi. Kacang tanah
tipe Virgina memerlukan dormansi selama satu bulan sebelum dapat di tanam lagi
(Sumarno, 1987 dalam Rukmana, 1998).
Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Tanah
Di Indonesia kacang tanah dapat di tanam di dataran rendah sampai
ketinggian 1000 m dpl (Arsana, 2007) menghendaki sinar matahari yang penuh
100% (Sumarno, 1987 dalam Rukmana, 1998). Tanaman kacang tanah juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu (28 – 320C),
pH tanah yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kacang tanah
berkisar 6 - 6.5, cukup unsur hara Ca, N, P dan K (Danarti dan Najiyati, 1994).
Selanjutnya Arsana, (2007) mengatakan produksi kacang tanah dapat mencapai
hasil tinggi pada tanah yang ber pH 5.8 – 6.2 asal dilakukan pemakaian pupuk
yang sesuai dan varietas yang toleran.
Tanah Ultisol (Podzolik Merah Kuning)
Di Indonesia tanah podsolik merah kuning (Ultisol) terluas terdapat di
Jawa, Sumatera, Sulawesi dan Irian. Diluar pulau Jawa luas lahan ini
diperkirakan 34,6 juta hektar dan yang paling luas penyebarannya di Sumatera
yaitu 14,695 juta hektar (Pusat Penelitian Tanah, 1981 dalam Hanum 1994 ).
Tanah Ultisol umumnya berkembang dari bahan induk tua seperti batuan
liat atau batuan vulkanik masam, mempunyai horizon argilik atau kandik dengan
lapisan liat tebal. Permeabilitas tanah Ultisol lambat sampai baik, oleh karena itu
di musim kemarau tanaman mudah menderita kekurangan air. Sebaliknya di
musim hujan perakaran tanaman dapat mati karena penggenangan air setempat
(Sitanggang, 1992) dan lahan ini mempunyai kelemahan di antaranya adalah
miskin unsur hara dan sifat fisiknya kurang baik (Soepardi, 1983 dalam
Suwardjono, 2003).
Manshuri, (2007) mengatakan masalah utama tanah Ultisol di daerah
tropis adalah toksisitas Al. Tingginya toksisitas Al pada tanah Ultisol
menyebabkan pH tanah menjadi sangat rendah dan buruknya perkembangan akar
(Brady, 1992 dalam Munip dan Ispandi, 2007). Dengan demikian sistem
memanfaatkan air dan unsur hara yang tersimpan pada subsoil yang akibatnya
pertumbuhan terhambat dan biomassa serta hasil yang diperoleh sangat rendah
( Bertham et al., 2003 ).
Diantara semua kendala, kekahatan P merupakan kendala penting dan
umum dijumpai pada tanah Ultisol (PMK). Hal ini karena fosfat yang difiksasi
oleh mineral liat dalam tanah sebagai anion diikat oleh oksida dan oksida hidrat
Fe dan Al dalam bentuk yang tidak tersedia untuk diserap tanaman. Akibatnya
ketersediaan P sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman
terganggu ( Mujib et al., 2006 ).
Selanjutnya Fitter dan Hay (1991) dalam Munip dan Ispandi, (2007)
mengatakan tanaman yang kahat P akan berakibat kepada kurangnnya
pembentukan ATP sebagai sumber energi. Serapan hara P, K diserap oleh
tanaman melalui proses diffusi yang memerlukan banyak energi dari ATP
sehingga bila produksi ATP rendah maka serapan hara lainnya juga ikut rendah.
Varietas Kacang Tanah
Pemuliaan kacang tanah ditujukan untuk memperoleh varietas yang
mempunyai daya hasil tinggi, tahan terhadap penyakit, berumur genjah,
mempunyai biji yang banyak dan mampu beradaptasi secara luas (Arsana, 2007).
Di Indonesia telah dilepas beberapa varietas unggul kacang tanah berpotensi hasil
tinggi salah satunya varietas kancil (Saleh dkk., 2007).
Manshuri, (2007) mengatakan varietas yang toleran Al merupakan
dan antar varietas dalam satu species yang sama. Oleh karena itu pemanfaatan
lahan masam untuk pertanian perlu dikombinasikan dengan penggunaan beberapa
varietas.
Salah satu penyebab ketidak berhasilan dalam peningkatan produksi
kacang tanah melalui kajian teknologi budidaya kacang tanah specifik lokasi di
lembah palu Sulawesi Tengah yaitu varietas yang digunakan petani secara
berulang-ulang varietas lokal (Saidah dkk, 2007). Selanjutnya Trustinah dkk
(2007) mengatakan dengan meluasnya penggunaan varietas unggul dan
intensifnya pemanfaatan lahan akan memperbesar peluang tersingkirnya varietas
lokal.
Keragaman pertumbuhan tanaman dapat disebabkan oleh beragamnya
kualitas varietas yang ditanam dan tingkat kesuburan tanahnya (Erythrina dkk.,
2008) dan penggunaan varietas yang berbeda akan menunjukkan respon yang
berbeda pula terhadap perlakuan yang diberikan.
Manfaat Full Tillage, No Tillage dan Minimum Tillage
Pengolahan tanah bertujuan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman dan
hasil panen yang lebih tinggi (Sugito, 1999) dan merupakan salah satu tindakan
yang perlu diperhatikan sebelum menanam (Istiana, 2000).
Dengan pengolahan tanah berarti memanipulasi mekanik terhadap tanah
untuk menciptakan keadaan tanah yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman.
Hal ini terkait dengan jenis tanah, jumlah dan distribusi curah hujan serta kondisi
lahan itu sendiri (Sutarto dkk., 1986). Curah hujan yang tinggi dengan suhu yang
mempercepat pelapukan bahan organik (Arjasa dkk., 1981), sehingga dengan
mengolah tanah diharapkan aerase meningkat dan pertumbuhan gulma menurun,
sehingga ketersediaan unsur hara meningkat dan tanaman akan tumbuh dan
berproduksi dengan baik (Utomo, 1994).
Somaatmadja, (1991) mengemukakan agar tanaman kacang tanah dapat
tumbuh secara optimal, tanah harus gembur, berdrainase dan tanah olahannya
mencapai kedalaman 25-35 cm. Pengolahan tanah secara terus menerus juga
dapat merusak struktur tanah dan menurunkan laju infiltrasi tanah dan struktur
tanah serta lapisan olah tanah yang terlalu dalam dapat mengakibatkan akar tidak
berkembang, sehingga pertumbuhan tanaman kacang tanah terhambat dan hasil
polongnya sedikit (Hakim, 1986., Somaatmadja., 1991, Sugito, 1999).
Untuk menjaga supaya struktur tanah tidak terjadi kerusakan, maka
diupayakan agar tanah tidak terlalu sering diolah atau hanya diolah dengan
pengolahan tanah minimum (Hakim dkk., 1986).
Selanjutnya Manshuri, (2007) mengatakan kacang tanah tidak hanya
memerlukan hara yang cukup dan seimbang, tetapi juga memerlukan lingkungan
fisik tanah yang cocok supaya akar tanaman dapat berkembang dengan leluasa
dan proses fisiologi bagian tanaman yang berada dalam tanah dapat berkembang
dengan baik. Utomo, 1994 mengusulkan perlu dipertimbangkan teknologi olah
tanah alternatif yang mampu meningkatkan produktivitas dan kelestarian sumber
daya tanah sekaligus, dimana tanah diolah seperlunya saja.
pertanian modern. Tanah dibiarkan tidak terganggu, kecuali alur kecil atau lubang
untuk penempatan benih atau bibit. Sebelum tanam sisa tanaman atau gulma
dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu penempatan benih atau
bibit tersebut. Pengendalian gulma, terutama alang-alang biasanya menggunakan
herbisida sistemik yang ramah lingkungan. Sisa-sisa tanaman ini kemudian
dimanfaatkan untuk menutupi permukaan tanah dan perakaran yang mati
dibiarkan tinggal di dalam tanah. Seresah tanaman yang mati dan dihamparkan
dipermukaan tanah ini dapat berperan sebagai mulsa dan menekan pertumbuhan
gulma baru dan pada akhirnya dapat memperbaiki sifat dan tata air tanah (Rauf,
2005).
Pada sistim tanpa olah tanah atau sedikit mungkin mengolah tanah, erosi
tanah dapat diperkecil dari 17.2 ton/ha/tahun menjadi 1 ton/ha/tahun dan aliran
permukaan ditekan 30 – 45%. Keuntungan lain yang di dapat pada sistim tanpa
olah tanah atau sedikit mungkin olah tanah ini ada kepadatan perakaran yang
lebih banyak, penguapan lebih sedikit, air tersedia bagi tanaman makin banyak
(Bangun dan Karama, 1991). Selanjutnya Arifin dkk, (1995) menambahkan
bahwa tanah yang tanpa diolah dan sedikit diolah persiapan lahan lebih cepat,
sehingga waktu panen bisa lebih awal dan resiko kekeringan lebih kecil.
Pengolahan tanah terbatas atau pengolahan tanah minimum (minimum
tillage) adalah salah satu cara pengolahan tanah seperlunya saja, lalu
benih/tanaman ditanam. Pengolahan tanah dilakukan hanya satu kali saja dengan
mengembalikan sisa tanaman atau gulma yang ada. Dengan demikian, sisa
dari pengolahan minimum ini struktur tanah tidak banyak berubah (Rauf, 2005).
Tanpa diolah dan pengolahan minimum akan menjaga struktur tanah dan
sekaligus mengurangi biaya pengolahan tanah.
Pengolahan tanah maksimum atau pengolahan tanah sempurna (full
tillage). Ciri utama pengolahan tanah sempurna ini antara lain adalah membabat
bersih, membakar atau menyingkirkan sisa tanaman atau gulma serta
perakarannya dari areal penanaman serta melalukan pengolahan tanah lebih dari
satu kali baru ditanamai. Dengan pengolahan tanah maksimum ini permukaan
tanah menjadi bersih, rata dan bongkahan tanah menjadi halus.
Oleh karena itu perlu dicari metode yang lebih efektif dan efisien melalui
pertanian tanpa olah tanah (zero tillage) dan sedikit mungkin olah tanah hanya
pada jalur lubang tanam tempat benih (minimum tillage) sehingga erosi tanah
dapat diperkecil, aliran permukaan tanah dapat ditekan, evavorasi lebih sedikit, air
tersedia lebih banyak (Bangun dan Karama, 1991).
Respon Pemakaian Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA)
Pupuk hayati Mycofer merupakan pupuk yang mengandung empat jenis
Cendawan Mikoriza Arbuskula (MVA) yaitu Gigaspora margarita, Glomus
manihotis (indo-1), Glomus etunicatum, dan Acaulospora tuberculata (indo-2)
berupa pemanfaatan kerjasama antara akar tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang saling menguntungkan (Pusat Penelitian Bioteknologi IPB, 2007). Jamur
menginfeksi dan mengkloni akar tanpa meninbulkan nekrotis (Rao, 1994).
merupakan suatu struktur sistim perakaran yang termasuk sebagai manifestasi
adanya simbiosis mutualis antara cendawan (Myces) dan perakaran (Rhiza)
tumbuhan tingkat tinggi.
Mikoriza sering digunakan untuk menjelaskan hubungan saling
ketergantungan antara tanaman inang yang menerima hara mineral dan cendawan
yang memperoleh senyawa karbon dari hasil fotosintesis tanaman inangnnya.
Assosiasi yang saling menguntungkan antara cendawan dari Glomales
(Zygomycetes) dengan tanaman inang disebut dengan Arbuskular atau cendawan
vesicular-arbuskular, yang paling banyak terjadi pada species tanaman penting
dan sangat berperan dalam meningkatkan status hara tanaman mikotropik pada
tanah dengan konsentrasi hara yang terbatas, khususnya fosfat (Lambais dan
Mehdi, 1995). Menurut Douds dan Milner, (1999) MVA merupakan simbiotik
cendawan tanah yang bersifat obligat yang mengklonisasi akar berbagai jenis
tanaman.
Penggolongan mikoriza berdasarkan tempat jamur berkembang dalam akar
menjadi dua golongan (Schenk, 1982) :
1. Ektomikoriza, jamur berkembang dipermukaan tanah luar akar dan diantara
sel-sel korteks akar.
2. Endomikoriza, jamur berkembang di dalam akar, diantara dua dan di dalam
sel-sel korteks akar.
Pada saat ini endomikoriza di bedakan lebih lanjut menjadi 4 tipe, yakni
1. Phycomycetous atau lebih di kenal dengan mikorhiza vesikular-arbuskular.
3. Ericoid
4. Arbutoid (ektendomikorhiza)
Jamur-jamur tanah yang dilaporkan membentuk MVA adalah dari
genus-genus Acaulospora, Gigaspora, Glomous dan Sclerocytis, dari famili
endogoneceae, kelas Phycomycetes (Schenk, 1982). Jamur-jamur tersebut belum
dapat di tumbuhkan pada media buatan tanpa tanaman inang (Mosse, 1981).
Bentuk MVA di tandai dengan adanya arbuskular dan vesicular,
disamping miselium interna di dalam akar dan miselium eksterna yang
berkembang di luar akar. Arbuskular merupakan suatu struktur mirip haustorium
pada jamur patogen yang dibentuk oleh hifa interseluler 2 – 3 hari setelah infeksi
dan mempunyai banyak percabangan halus. Perkembangan arbuskul sangat
dipengaruhi oleh pasokan nutrisi dan inangnya, perkembangan dan aktifitas
tanaman dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Arbuskular berusia 1-3 minggu dan segera mengalami degradasi dan berubah
menjadi massa granular yang nantinya akan di cerna oleh sel inang (Mosse, 1981).
Vesicular merupakan struktur jamur yang berasal dari pembengkakan hifa
internal, kebanyakan terbentuk bulat telur dan berisi banyak lipida sehingga dapat
berfungsi sebagai spora. Pada sistim perakaran yang terinfeksi akan muncul hyfa
eksternal yang menyebar di sekitar rizosfer dan berfungsi sebagai alat adsorsi
unsur hara. Jarak jelajah hifa eksternal dilaporkan mecapai 8.0 cm dari
permukaan akar. Didalam tanah, jamur MVA juga membentuk spora
MVA bertahan dengan spora-spora istirahat (Klamidopora, Azigospora, Dasn
soil-borne vessicles), miselium di dalam tanah dan akar tanaman yang terinfeksi.
Daniels dan Skipers, (1982) menyatakan bahwa dalam tanah yang berakar,
propagul jamur masih bertahan hidup dan tetap infektif selama beberapa bulan
sampai satu tahun lebih meskipun kuantitas dan kapasitas infeksinya menurun.
MVA melalui apressoria dan suatu hifokoil terbentuk dalam sel-sel
korteks (Cooke et al, 1993). Selanjutnya di kemukakan bahwa hipokotil tersebut
berkembang menuju sel-sel korteks di dekatnya dan abuskular terjadi dari
perkembangan ini. Sementara itu Widden, (1996) menjelaskan bahwa pada
permukaan akar, hifa MVA sering membentuk suatu apressorium yang bercabang
sebelum penetrasi kedalam epidermis. Sesudah masuk melalui epidermis hifa
umumnya bercabang dalam berbagai arah, kadang-kadang tumbuh secara lateral
(intraseluler). Dari sini hifa masuk kelapisan korteks dan langsung kedalam
membentuk percabangan dikotom diantara lapis-lapis tersebut hingga lapisan
korteks paling dalam kaya dengan hifa.
Inhof, (1999) menjelaskan hifa yang masuk lebih dalam ke dalam sel
korteks, membentuk hifa koil yang sering memperlihatkan distorsi atau
pembengkakan dan akhirnya menggumpal tak beraturan. Menurut Widden,
(1996) di dalam sel korteks yang paling dalam tersebut hifa menyebar secara
lateral dan tangensia melalui suatu seri proyeksi yang mirip dengan sesisir pisang
yang kita kenal sebagai bobbit dan bobbit tersebut membengkak pada ujungnya
menghasilkan vesicular atau memanjang dan bercabang-cabang menghasilkan
Cooke et al, (1993) juga mengatakan di dalam arbuskular ini terjadi
simbiosis mutualisme antara tanaman inang dan cendawan simbion. Selanjutnya
Klironomos, (1995) mengemukakan arbuskular merupakan sarana transfer hara
yang sangat sesuai, sedangkan vesikular di perkirakan sebagai organ penyimpan
karbon untuk cendawan dan vesicular ini juga menunjukkan awal infeksi baru.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan MVA
Kemasaman Tanah
Kemasaman tanah mempengaruhi kolonisasi MVA. Setiap species
mokoriza mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap pH tanah. Kemasaman
tanah mempengaruhi hampir semua tahap perkembangan dan aktivitas jamur,
yaitu sejak perkecambahan spora, pertumbuhan buluh kecambah dan hifanya dari
spora, proses penetrasi, infeksi dan kolonisasi akar inang, keberlimpahan dan
agihan propagulnya di dalam tanah sampai dengan peranannya terhadap
pertumbuhan tanaman (Daniel dan Trappe, 1980).
Sieverding, (1991) mengemukakan bahwa spora MVA di dalam tanah
terjadi pada kisaran pH 3.8 – 8.0. Toleransi dan kemampuan tanaman tumbuh
pada tanah masam ada kemungkinan karena assosiasi klonisasi MVA dengan akar
dan kemampuan MVA beradaptasi terhadap pH rendah ( Clark, 1997).
S u h u
Suhu dan sinar matahari menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap
koloni dan perkembangan spora MVA. Suhu merupakan yang paling nyata
mikoriza membutuhkan suhu yang rendah pada awal kehidupannya. Oleh karena
itu, infeksi mikoriza hanya terjadi jika suhu habitatnya lebih rendah dari 300 C.
Sementara itu menurut Setiadi, (1998) suhu optimal bagi perkecambahan mikoriza
berkisar antara 18 – 250 C.
Kadar Air Tanah
Keadaan tergenang akan mengurangi infeksi mikoriza, karena
menyebabkan suasana an aerob yang tidak sesuai bagi jamur untuk bertahan dan
berkembang, kelembaban rendah akan menghambat perkembangan spora (Nelson
dan Safir, 1982). Feil et al, (1998) melaporkan bahwa kekeringan tidak
menghambat pertumbuhan mikoriza, namun meningkatkan perkembangan lateral
dan setelah pembasahan kembali, laju pemanjangan akar dan jumlah mikoriza
meningkat dengan cepat.
Bahan Organik
Bahan organik dengan beberapa pengaruhnya terhadap tanah, juga akan
mempengaruhi perkembangan mikoriza. Kandungan bahan organik akan
berhubungan erat dengan jumlah spora. Jumlah spora maksimum ditemukan pada
tanah-tanah yang mempunyai kandungan 1 – 2% bahan organik dan jumlah spora
sangat rendah pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik kurang dari
0.5% (Gianinazzi-Pearson dan Diem, 1982). Dengan adanya inokulasi,
diharapkan mikoriza dapat berkembang pada tanah-tanah yang mempunyai kadar
Unsur Hara Tanah
Walaupun hubungan langsung antar unsur hara tanah dengan mikoriza
belum banyak diketahui, namum beberapa unsur hara dilaporkan berhubungan
dengan keberlimpahan spora. Diantaranya unsur P, terdapat hubungan terbalik
antara ketersediaan P tanah dengan derajat infeksi dan keberlimpahan spora
(Gianinazzi-Pearson dan Diem, 1982).
Species dan strain mikoriza mempunyai perbedaan dalam meningkatkan
penyerapan nutrien dan pertumbuhan tanaman (Daniels dan Menge, 1981).
Menurut Abbot dan Robson, (1991) setiap species MVA mempunyai kemampuan
specifik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang
kekurangan fosfor, paling tidak ada 4 (empat) Faktor yang berhubungan dengan
kemampuan specifik (efectiveness) dari suatu species MVA, yaitu ;
1. Kemampuan MVA untuk membentuk hifa yang ektensif dan penyebaran hifa
yang baik di dalam tanah
2. Kemampuan MVA untuk membentuk infeksi yang ekstensif pada seluruh
sistim perakaran yang berkembang pada suatu tanaman.
3. Kemampuan dari hifa MVA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah
4. Umur dari proses transport mekanisme sepanjang hifa ke dalam akar tanaman.
Rata-rata kemampuan jamur mencapai tingkat infeksi maksimum tergantung
pada jumlah propagul dan kemampuan menyebar di dalam tanah atau di dekat
korteks akar. Keefektifan suatu jenis MVA tergantung kepada