ABSTRAK
HUBUNGAN PENERAPAN METODE BERCERITA DENGAN KEMAMPUAN MENGUNGKAPKAN BAHASA PADA ANAK USIA DINI
Oleh
DWI MARLIAWITA
Masalah dalam penelitian ini adalah belum berkembangnya kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional. Subyek penelitian ini adalah siswa TK Mutiara Bangsaku kelompok A Bandar Lampung tahun ajaran 2014-2015. Pengumpulan data primer menggunakan metode observasi dan pengumpulan data sekunder dengan metode dokumentasi. Hasil penelitian dianalisis dengan Korelasi Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Oleh sebab itu hendaknya penggunaan metode bercerita dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran di PAUD, terutama dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa.
ABSTRACT
RELATED APPLICATION METHOD STORYTELLING WITH ABILITY TO RAISE LANGUAGE EARLY CHILDHOOD
By
DWI MARLIAWITA
Problems in this study are not yet developed the ability to express language in early childhood. This study aims to determine the relationship between the application of the method to tell by the ability to express language in early childhood. This research is a quantitative correlation method. The subjects of this study were students kindergarten Mutiara Bangsaku A group of Bandar Lampung 2014-2015 school year. Primary data collection using the method of observation and secondary data collection methods of documentation. Results were analyzed with Spearman Rank Correlation. The results showed that there was a positive relationship between the application of the method to tell by the ability to express language in early childhood. Therefore, should the use of storytelling can be used as an alternative to learning in early childhood education, especially in developing the ability to express language.
RIWAYAT HIDUP
Dwi Marliawita lahir di Teluk Betung pada 2 Maret 1994,
sebagai anak tunggal, dari Bapak Wardianto Lukman dan Ibu
Siti Zanawiyah. Pendidikan penulis dimulai dari TK Widya
Karya yang diselesaikan tahun 1999, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1 Sukabumi Indah
Kecamatan Sukabumi Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2005. Pada tahun
2008 penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 23 Bandar Lampung dan
kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Perintis 1 Bandar Lampung
hingga selesai pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa angkatan pertama Program
Studi Pendidikan Guru - Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) Jurusan Ilmu
Pendidikan FKIP Universitas Lampung melalui jalur lokal. Selama menjadi
mahasiswa, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan
MOTO
“ Setiap orang adalah murid sekaligus guru. Pandai-pandailah kita memetik
pelajaran dari setiap orang dan setiap kejadian “
(Ipho Santosa)
“ Semangat adalah sebetulnya kepingan-kepingan bara kemauan yang kita
sisipkan pada setiap celah dalam kerja keras kita, untuk mencegah masuknya
kemalasan dan penundaan “
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar sarjana
Pendidikan pada program studi PG-PAUD di Universitas Lampung.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih
kepada :
1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung.
2. Ibu Dr. Riswanti Rini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung.
3. Ibu Ari Sofia, M. Psi., selaku Ketua Program Studi S1 PG-PAUD Universitas
Lampung
4. Ibu Dra. Sasmiati, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, membantu, serta memberikan
saran guna kelancaran skripsi ini.
5. Bapak Drs. Baharuddin, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah bersedia
memberi bimbingan, saran, kritik, dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Dr. Riswandi, M. Pd., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
banyak sekali masukan dan saran-saran yang membangun pada saat seminar.
7. Seluruh Staf pengajar PG-PAUD FKIP Universitas Lampung, yang telah
8. Ibu Salyanti, S. Pd., selaku Kepala Sekolah beserta seluruh pengajar dan staf
tata usaha TK Mutiara Bangsaku, Kecamatan Langkapura, Bandar Lampung
yang telah memberikan ijin serta membantu penulis dalam melakukan
penelitian.
9. Keluarga tercinta yang telah memberikan nasihat, pengertian, semangat,
kesabaran, dukungan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam
menyelesaikan sripsi serta kasih sayang dan do’a yang selalu dihaturkan demi
kesuksesan penulis.
10. Sepupuku Vania Albetinsa yang selalu menemaniku lembur disaat
menyelesaikan skripsi ini.
11. Martian Sugiarto yang tak henti-hentinya memberikan semangat, dukungan
dan motivasi tersendiri kepadaku. Terimakasih telah mendengarkan keluh
kesahku selama pembuatan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat tercintaku Wahyu Tri Aprilia, Sulistiana Kartika, Nurul
Kartika Setiana, Atika Sari dan Adzani Novita Amalia Rani terimakasih telah
menjadi sahabat terbaikku selama kuliah semoga tali silahturahmi kita tetap
terjaga selamanya.
13. Teman-teman seperjuanganku mahasiswa PG-PAUD angkatan 2011 kelas A
dan B, yang telah sama-sama berusaha dari awal sampai akhir, terimakasih
telah memberikan warna baru dalam kehidupanku.
14. Teman-teman KKN dan PPL (DPR, nurul, handis, mb fitri, arfian, gandi, sela,
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi penulis berharap agar skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 3 Juni 2015
Penulis,
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Kisi-Kisi Instrumen Penerapan Metode Bercerita ... 33
2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 33
3 Keterlibatan Penerapan Metode Bercerita ... 35
4 Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 36
5 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 37
6 Data Fasilitas Di TK Mutiara Bangsaku ... 40
7 Data Tenaga Kependidikan TK Mutiara Bangsaku ... 41
8 Distribusi Frekuensi Penerapan Metode Bercerita... 41
9 Distribusi Frekuensi Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Pada Anak ... 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1 Kisi-Kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur
Metode Bercerita ... 54
2 Kisi-Kisi Instrumen Yang Diperlukan Untuk Mengukur Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak ... 55
3 Lembar Observasi Metode Bercerita... 57
4 Lembar Observasi Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak ... 58
5 RKH ... 59
6 RKH ... 63
7 RKH ... 69
8 RKH ... 73
9 Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Mengungkapkan Bahasa ... 77
10 Rekapitulasi Hasil Penilaian Penerapan Metode Bercerita ... 79
11 Tabel Penolong Untuk Menghitung Korelasi Spearman Rank ... 81
12 Surat Izin Pra Penelitian ... 82
13 Surat Izin Penelitian ... 83
14 Surat Balasan Izin Penelitian ... 84
15 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 85
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1 Kerangka Berfikir... 27 2 Grafik Penerapan Metode Bercerita ... 42 3 Grafik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa
DAFTAR ISI
5. Bentuk-bentuk Metode Bercerita ... 13
B. . Kemampuan Berbahasa ... 14
1. Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 15
2. Tahap Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 17
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini ... 19
4. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini ... 20
5. Karakteristik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini ... 21
6. Prinsip Pengembangan Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini ... 22
C. Kerangka Berfikir ... 26
1. Sejarah Singkat TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung ... 38
2. Visi Dan Misi ... 39
3. Situasi Dan Kondisi ... 40
4. Data Penelitian ... 41
a. Data Penerapan Metode Bercerita ... 41
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu usaha dalam menjawab permasalahan serta berbagai
tantangan yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat
mencerdaskan dan meningkatkan taraf hidup suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia
pendidikan memiliki tujuan yang sangat penting, seperti yang tercantum dalam
undang-undang sistem pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 20 yang
menjelaskan bahwa :
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan.
Selanjutnya menurut Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 Bab
1, pasal 1, butir 14, tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan
Bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Usia ini disebut dengan usia emas (golden age) yang merupakan masa peka dan
seluruh aspek perkembangan yang sesuai dengan tahapan usia anak agar dapat
terstimulus secara baik, aspek-aspek yang harus dikembangkan adalah nilai dan
moral agama, kognitif, fisik motorik, sosial emosional serta bahasa. Hal ini
penting bagi anak karena dengan menggembangkan kemampuan tersebut akan
mempermudah anak untuk melanjutkan ketahap pendidikan selanjutnya.
Salah satu dari kemampuan yang harus dikembangkan oleh anak adalah bahasa,
karena kemampuan berbahasa merupakan hal yang sangat penting yang harus
dimiliki oleh manusia terutama bagi anak. Dengan bahasa seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik kepada orang lain. Selain itu bahasa merupakan
bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan bila anak menjalin
hubungan dengan orang lain.
Dalam Depdiknas (2007:1) dijelaskan bahwa kemampuan berbahasa merupakan
salah satu dari bidang pengembangan kemampuan dasar yang dipersiapkan oleh
guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai tahap
perkembangannya.
Anak usia dini berada dalam fase perkembangan bahasa secara ekspresif. Jamaris
(2004:27) menjelaskan bahwa pada fase ini anak telah dapat mengungkapkan
keinginannya, penolakannya, maupun pendapatnya dengan menggunakan bahasa
lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut kemampuan berbahasa pada anak usia 4-5
tahun mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.58 Tahun 2009
meliputi 3 lingkup perkembangan yaitu menerima bahasa, mengungkapkan
pencapaian perkembangan anak yang harus dicapai yaitu mengulangi kalimat
sederhana, mengutarakan pendapat kepada orang lain, menjawab pertanyaan
sederhana, mengungkapkan perasaan dengan kata sifat, menyebutkan kata-kata
yang dikenal, menyatakan alasan terhadap sesuatu dan dapat menceritakan
kembali sesuatu yang diperdengarkan. Maka dari itu sebagai seorang guru harus
mampu menstimulasi kemampuan anak dalam mengungkapkan bahasa secara
optimal.
Namun berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di TK Mutiara
Bangsaku kelompok A yang terdiri dari usia 4-5 tahun. Dapat dikatakan bahwa
kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia 4-5 tahun belum berkembang
secara optimal. Rendahnya kemampuan tersebut dapat terlihat dari sebagian besar
anak di kelas belum mampu mengulangi kalimat sederhana yang diberikan guru,
banyak anak belum berani mengutarakan pendapatnya kepada orang lain, anak
masih terlihat malu-malu ketika menjawab pertanyaan sederhana yang guru
berikan, dan lebih dari sebagian anak di kelas belum berani ketika diminta untuk
menceritakan kembali sesuatu peristiwa atau kejadian.
Kondisi tersebut nampak pembelajaran yang terjadi di kelas masih
mengedepankan kegiatan Calistung yang tidak sesuai dengan kebutuhan
Pendidikan anak usia dini dimana pembelajaran yang seharusnya dilakukan yaitu
melalui bermain, akibatnya anak tidak fokus dalam pembelajaran, pembelajaran
yang dilakukan masih monoton sehingga anak lebih cepat merasa jenuh dan
dapat mendukung kemampuan mengungkapkan bahasa, hal ini menyebabkan
anak tidak termotivasi untuk belajar secara aktif, kreatif dan menyenangkan.
Metode pembelajaran ialah suatu cara atau sistem yang digunakan dalam
pembelajaran yang bertujuan agar anak didik dapat mengetahui, memahami,
mempergunakan dan menguasai bahan pelajaran tertentu. Pemilihan metode
pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik, tujuan pembelajaran dan
kebutuhan anak usia dini. Dari beberapa metode atau kegiatan yang dapat
digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa
salah satunya yaitu dengan penggunaan metode bercerita. Metode bercerita
merupakan salah satu metode yang banyak digunakan di Pendidikan Anak Usia
Dini.
Dengan penerapan metode bercerita diharapkan dapat mengoptimalkan
kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak. Melalui sebuah penelitian
diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan yang kerap dihadapi di
masyarakat maupun di lembaga anak usia dini terkait dengan kegiatan
pembelajaran atau stimulasi berbahasa bagi anak usia dini.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka diperolehlah identifikasi masalah dalam
penelitian ini, sebagai berikut :
1. Pembelajaran yang dilakukan masih monoton.
2. Sebagian anak belum berani dalam mengutarakan pendapatnya kepada orang
mengungkapkan bahasa anak usia dini.
4. Kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak belum berkembang secara
optimal.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka perlu adanya pembatasan masalah, maka
peneliti membatasi masalah yaitu sebagai berikut :
1. Kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak belum berkembang secara
optimal
2. Subjek penelitian terfokus pada anak usia 4-5 tahun
3. Penelitian dilakukan di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung
4. Penelitian berlangsung pada semester genap tahun pelajaran 2014-2015
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah diuraikan
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Apakah ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan
mengungkapkan bahasa pada anak usia dini di TK Mutiara Bangsaku Bandar
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada
anak usia dini.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki 2 manfaat yaitu manfaat teoritis dan praktis.
1. Manfaat Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berkontribusi dalam
pengembangan bahasa terutama pada kemampuan mengungkapkan bahasa pada
anak usia dini.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Bagi Anak
Mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia usia dini.
b. Bagi Guru
Dengan penggunaan metode bercerita guru diharapkan dapat menggunakan
metode ini sebagai salah satu rujukan untuk proses pembelajaran dikelas.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi positif kepada lembaga
Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi dalam melakukan penelitian
pendidikan, khususnya tentang penerapan metode bercerita terhadap kemampuan
II. KAJIAN PUSTAKA
A. Hakikat Metode Bercerita
Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang artinya suatu cara kerja
yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu
tujuan hal ini dikemukakan oleh Fadillah (2012:161). Metode pembelajaran ialah
suatu cara atau sistem yang digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan agar
anak didik dapat mengetahui, memahami, mempergunakan dan menguasai bahan
pelajaran tertentu.
Dalam pendidikan penggunaan metode pembelajaran sangat diperlukan, sebab
dapat berpengaruh dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Terkait
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), ada beberapa metode yang dapat diterapkan
dan digunakan dalam proses pembelajaran. Metode-metode ini sudah disesuaikan
dengan kondisi dan karakteristik anak usia dini. Salah satu metode yang dapat
digunakan yaitu metode bercerita
Bercerita menumbuhkan kemampuan merangkai hubungan sebab akibat dari suatu
peristiwa dan memberikan peluang bagi anak untuk belajar menelaah
diperoleh.
Tarigan (1981:35) menyatakan bahwa cerita merupakan salah satu keterampilan
berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain.
Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin
membuat pengertian atau makna dengan jelas. Dengan bercerita seseorang dapat
menyampaikan suatu informasi kepada orang lain.
Tokoh lain berpendapat bercerita adalah sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan
pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain menurut Bachtiar (2005:10).
Sedangkan metode bercerita merupakan salah satu pemberian rangsangan
pengalaman belajar bagi anak usia dini dengan membawakan cerita secara lisan.
Menurut Moeslichatoen (2004:157), bahwa metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakanpun harus menarik dan mengundang perhatian tetapi tidak terlepas dari tujuan pembelajaran anak usia dini.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di PAUD metode bercerita
dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberi keterangan, atau penjelasan
tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat
mengembangkan berbagai aspek pada anak.
Pendapat lain dikemukakan oleh Fadlillah (2012:172), metode bercerita ialah
metode yang mengisahkan suatu peristiwa atau kejadian kepada peserta didik.
Kejadian atau peristiwa tersebut disampaikan melalui tutur kata, ungkapan dan
bertutur yang membedakan antara bercerita dengan metode penyampaian cerita
lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya.
Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa metode bercerita adalah salah
satu strategi pembelajaran dimana penyampaiannya melalui tutur kata secara lisan
dengan menceritakan kisah atau suatu peristiwa dan informasi tanpa
meninggalkan tujuan dari pembelajaran tersebut.
1. Tujuan Metode Bercerita
Kegiatan bercerita merupakan salah satu cara yang ditempuh guru untuk
memberikan pengalaman belajar agar anak memperoleh penguasaan isi cerita
yang disampaikan lebih baik.
Menurut Moeslichatoen (2004:170) tujuan kegiatan bercerita bagi anak adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informasi atau menanamkan nilai-nilai sosial, moral dan keagamaan, pemberian informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
b. Anak menyerap pesan-pesan yang dituturkan melalui kegiatan bercerita. c. Anak mampu mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan
oleh orang lain.
d. Anak dapat bertanya apabila tidak memahaminya. e. Anak dapat menjawab pertanyaan.
f. Anak dapat menceritakan dan mengekspresikan terhadap apa yang didengarkan dan diceritakannya,sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun didengarkan, diperhatikan, dilaksanakan dan diceritakannya pada orang lain.
Pendapat lain dikemukakan Abdul Aziz (2002:64), bahwa ada tujuan dari metode
bercerita yaitu untuk menghibur anak dan menyenangkan mereka dengan bercerita
yang baik, menambah pengetahuan anak.
Berdasarkan uraian diatas maka metode bercerita bertujuan untuk melatih anak
pengetahuan secara luas.
2. Fungsi Metode Bercerita
Metode bercerita dapat menjadikan suasana belajar menyenangkan dan
menggembirakan dengan penuh dorongan dan motivasi sehingga pembelajaran
yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami oleh anak.
Tampubolon (1991:50) menjelaskan bahwa bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Dengan demikian, fungsi kegiatan bercerita bagi anak usia 4-6 tahun adalah memberikan stimulasi pada aspek perkembangan anak.
Pendapat diatas menegaskan bahwa metode bercerita dapat membantu
mengoptimalkan kemampuan mengungkapkan bahasa, dengan menambah
perbendaharaan kosa kata, kemampuan mengucapkan kata-kata, melatih
merangkai kalimat sesuai tahap perkembangannya, dan selanjutnya anak dapat
mengekspresikan dirinya.
3. Manfaat Metode Bercerita
Metode bercerita dalam kegiatan pengajaran anak di TK mempunyai beberapa
manfaat yang dikemukakan oleh Moeslichatoen (2004:168) tujuan pendidikan TK
antara lain:
a. Dapat memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral, dan keagamaan.
b. Kegiatan bercerita memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan.
d. Mengembangkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotor yang dimiliki oleh anak.
e. Melatih anak untuk menjadi pendengar yang kreatif dan kritis, sehingga anak kreatif dalam melakukan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan apa yang didengar.
f. Kegiatan bercerita dapat memberikan pengalaman belajar yang unik dan menarik, serta dapat menggetarkan perasaan, membangkitkan semangat dan dan menimbulkan keasyikan tersendiri maka kegiatan bercerita memungkinkan mengembangkan dimensi perasaan anak.
g. Melatih daya serap anak h. Melatih daya pikir anak i. Melatih daya konsentrasi anak
Berdasarkan penjelasan tersebut ada banyak manfaat dari metode bercerita. Maka
dari itu metode bercerita dijadikan salah satu referensi dalam pemilihan metode
pembelajaran pada anak usia dini, karena banyak nilai positif yang terkandung.
4. Macam-Macam Metode Bercerita
Ada beberapa macam teknik bercerita yang dikemukakan oleh Moeslichatoen
(2004:158-160) yang dapat dipergunakan antara lain sebagai berikut :
a. Membaca langsung dari buku cerita
b. Bercerita degan menggunakan ilustrasi gambar dari buku c. Menceritakan dongeng
d. Bercerita dengan menggunakan papan flannel e. Bercerita dengan menggunakan media boneka f. Dramatisasi suatu cerita
g. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan
Berdasarkan penjelasan tokoh tersebut, macam-macam metode bercerita dapat
dijadikan salah satu pilihan, sehingga penggunaan metode ini tidak membosankan
Penggunaan metode bercerita di Pendidikan anak usia dini dapat disajikan dengan
berbagai cara. Media pembelajaran yang digunakan bertujuan untuk
mengoptimalkan penyampaian materi pembelajaran.
Menurut Surtati dan Rejeki dalam Nurbiana (2009:6.12) media pendidikan dalam pengertian luas adalah semua benda, tindakan atau keadaan yang dengan sengaja diusahakan/diadakan untuk memenuhi kebutuhan anak usia dini dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan sarana adalah merupakan media pendidikan untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Salah satu sari sarana tersebut adalah alat peraga atau alat bermain.
Oleh karena itu metode bercerita dibagi menjadi 2 bentuk dalam penyajiannya
agar anak tidak bosan dalam mendengarkan cerita dan juga lebih bervariatif.
Bentuk-bentuk metode bercerita tersebut terbagi dua, yaitu :
a. Bercerita tanpa alat peraga
Bercerita tanpa alat peraga adalah bentuk cerita yang mengandalkan kemampuan
pencerita dengan menggunakan mimik (ekspresi muka), pantomin (gerak tubuh),
dan vokal pencerita sehingga yang mendengarkan dapat menghidupkan kembali
dalam fantasi dan imajinasinya.
b. Bercerita dengan alat peraga
Bercerita dengan menggunakan alat peraga adalah bentuk bercerita yang
mempergunakan alat peraga bantu untuk menghidupkan cerita. Fungsi alat peraga
ini untuk menghidupkan fantasi dan imajenasi anak sehingga terarahsesuai dengan
yang diharapkan si pencerita. Bentuk bercerita dengan alat peraga terbagi dua,
Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa
metode bercerita merupakan salah satu metode yang dilakukan dalam
menyampaikan informasi, peristiwa atau kejadian secara lisan dengan
membawakan cerita kepada anak tanpa meninggalkan tujuan dari pembelajaran
tersebut. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode bercerita.
Cerita yang disampaikan harus dikemas secara menarik sehingga dapat memberi
kesempatan anak untuk bertanya dan menanggapi isi dari cerita tersebut.
B. Kemampuan Berbahasa
Bahasa merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang.
Seorang anak akan mudah mengembangkan kemampuan bergaul (social skill)
dengan orang lain melalui komunikasi yang dilakukannya. Penguasaan
keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan
kemampuan berbahasa.
Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak
dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga orang lain
dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Melalui bahasa, komunikasi
antar anak dapat terjalin dengan baik sehingga anak dapat membangun hubungan.
Tidak heran bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang
anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak
yang cerdas.
Selanjutnya Badudu dalam Nurbiana (2005:1) berpendapat bahwa bahasa adalah
alat penghubung atau merupakan komunikasi antar anggota masyarakat yang
serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang.
Bahasa merupakan alat berkomunikasi dengan orang lain dan kemudian
berlangsung dalam suatu interaksi sosial. Belajar bahasa yang sangat krusial
terjadi pada anak sebelum enam tahun. Oleh karena itu, Pendidikan anak usia dini
merupakan wahana yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan
berbahasa pada anak.
Dalam mengembangkan kemampuan tersebut hendaknya guru memperhatikan
sifat-sifat kegiatan belajar PAUD yang berlangsung dengan cara-cara sederhana,
kongkrit, dan kontekstual. Optimalisasi penguasaan kemampuan berbahasa ini
tentunya akan sangat didukung dengan metode pembelajaran yang tepat sehingga
apa yang diinginkan akan berkembang sesuai dengan perkembangan anak.
1. Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini
Salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan kemampuan dasar di
Pendidikan anak usia dini adalah pengembangan bahasa. Dalam Depdiknas
(2007:1) dijelaskan bahwa kemampuan berbahasa merupakan salah satu dari
bidang pengembangan kemampuan dasar yang disiapkan oleh guru untuk
meningkatkan kemampuan dan kreativitas anak sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Bahasa merupakan landasan bagi seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain.
Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan
bahasa agar dapat memahami dengan baik. Anak akan dapat mengembangkan
mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi. Pada aspek
pengembangan bahasa, kompetensi dan hasil yang diharapkan adalah anak
mampu menggunakan bahasa sebagai pemahaman bahasa pasif dan dapat
berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berfikir dan belajar dengan
baik.
Anak usia dini berada dalam fase perkembangan bahasa ekspresif. Hal ini berarti
bahwa anak telah dapat mengungkapkan keinginannya, penolakannya, maupun
pendapatnya dengan menggunakan bahasa lisan. Pemerolehan bahasa pada
anak-anak memang merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan
sangat menakjubkan, dimana kita bisa mengetahui bagaimana anak-anak
berbicara, mengerti dan menggunakan bahasa tetapi sangat sedikit sekali yang kita
ketahui adalah bahwa pemerolehan bahasa sangat banyak ditentukan oleh
interaksi rumit aspek-aspek kematangan biologis, kognitif dan sosial.
Jamaris (2004:27) menjelaskan bahwa pada tahap ini bahasa lisan sudah dapat digunakan anak sebagai alat berkomunikasi. Ada beberapa aspek yang berkaitan dengan perkembangan bahasa pada anak yang meliputi penggunaan kosa kata, sintak (tata bahasa), semantik (penggunaan kata sesuai tujuannya) dan fonem (bunyi kata).
Berbahasa mencakup 4 aspek terpisah tetapi saling berhubungan satu sama lain.
Karena saling berkaitan, kegagalan menguasai salah satunya akan membahayakan
keseluruhan pola berbahasa anak.
Berdasarkan pendapat para tokoh maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
berbahasa anak usia dini yaitu bahasa lisan yang digunakan seseorang untuk
menyampaikan, mengekspresikan, menyatakan atau mengkomunikasikan
diarahkan agar anak mampu menggunakan dan mengekspresikan pemikirannya
dengan menggunakan kata-kata.
2. Tahap Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini
Kemampuan bahasa anak tidak saja dipengaruhi oleh perkembangan neurologis
tetapi juga oleh perkembangan biologisnya. Ada keterkaitan antara perkembangan
biologi dengan kemampuan berbahasa.
Lenneberg dalam Yamin,dkk (2013:103) menjelaskan bahwa terdapat beberapa tahap dalam bahasa ekspresif anak yaitu: Ketika bayi, ia ‘bicara’ dalam bahasa tangis. Pada usia 6 minggu-3 bulan, bayi mulai mengembangkan sistem komunikasinya menjadi cooing (ocehan tanpa arti yang jelas). Babbling, atau keluarnya suara mirip suku kata, tampak pada usia 6-10 bulan. Memasuki usia 1 tahun, anak telah dapat mengucapkan kata pertamanya. Tidak lama setelah itu, mereka mulai menggabungkan dua kata untuk berbicara. Anak usia 2 tahun telah dapat melakukan komunikasi engan kalimat sederhana. Di usianya yang ketiga anak telah mampu menceritakan tentang kejadian pada saat itu. Anak usia 4-6 tahun telah berbicara dan berbahasa seperti layaknya orang dewasa.
Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri dan khas
kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata lebih rumit. Dengan demikian, bahasa
termasuk hal esensial di dalam perkembangan anak untuk mengoptimalkan
potensi dan beradaptasi dengan dunia sekitar.
Sedangkan Vygosky dalam Yamin (2010:145), bahwa ada 3 tahap perkembangan
bahasa anak yang menentukan tingkat perkembangan berfikir, yaitu tahap
eksternal, egosentris dan internal. Tahap eksternal yaitu tahap berfikir anak
berasal dari luar dirinya, sumber eksternal tersebut terutama berasal dari orang
egosentris merupakan suatu tahap ketika pembicaraan orang dewasa tidak lagi
persyaratan, dengan suara khas, anak berbicara seperti jalan pikirannya.
Selanjutnya tahap internal adalah suatu tahap ketika anak dapat menghayati proses
berfikir.
Menurut Steinberg dan Gleason dalam Suhartono (2005: 49) bahwa perkembangan bicara atau bahasa ekspresif anak dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: perkembangan pra sekolah, perkembangan kombinatori, dan perkembangan masa sekolah.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap penamaan bicara pra sekolah, disebut juga dengan perkembangan
bicara anak sebelum memasuki masa sekolah, terbagi menjadi tiga, yaitu
1) Tahap penanaman, anak baru mulai mampu mengujarkan urutan bunyi kata
tertentu dan ia belum mampu memaknainya. Urutan bunyi yang
diucapkannya biasanya terbatas dalam satu kata
2) Tahap telegrafis, anak sudah mulai dapat menyampaikan peran yang
diinginkannya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata
untuk mengganti kalimat yang berisi maksud tertentu dan ada hubungannya
dengan makna.
3) Tahap transformasial, anak mulai berani mentransformasikan idenya kepada
orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam
b. Pekembangan bicara kombinatori, pada tahap ini anak sudah mulai mampu
berbicara secara teratur dan terstruktur. Bicara anak dapat dipahami oleh
orang lain dan anak sanggup merespon dengan baik positif maupun negatif
sejak memasuki sekolah dasar. Perkembangan bicara ini sudah dapat
dibedakan menjadi tiga bidang, yakni struktur bahasa, pemakaian bahasa dan
kesadaran metalinguistik.
Dengan melihat beberapa tahap perkembangan tersebut, maka anak harus selalu
mendapatkan stimulus sesuai dengan tahap perkembangannya, agar kemampuan
berbahasa anak dapat memenuhi target yang sesuai dengan usia
perkembangannya. Guru juga harus memberikan stimulus berupa pembelajaran
yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbahasa Anak Usia Dini
Bahasa dapat berkembang cepat jika anak memiliki kemampuan dan didukung
oleh lingkungan yang baik. kemampuan berbahasa dapat berkembang dengan baik
apabila ada faktor yang dapat mendukungnya.
Yamin (2010:144) menjelaskan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan bahasa yaitu :
1. Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan.
Lingkungan yang positif akan menstimulasi perkembangan bahasa anak. Stimulasi tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak yang mengalami tekanan dapat menghambat kemampuan berbicaranya.
2. Menunjukkan sikap dan minat yang tulus pada anak.
Anak usia dini emosinya masih kuat karena itu guru harus menunjukkan minat dan perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa perlu memberikan respon kepada anak yang tulus.
3. Menyampaikan pesan verbal diikuti dengan pesan nonverbal.
4. Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti dengan gerakan, mimik muka dan intonasi yang sesuai sehingga anak dapat mengetahui dengan jelas apa yang dimaksudkan.
5. Melibatkan anak dalam berkomunikasi.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam kemampuan
berbahasa anak usia dini, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya.
Lingkungan sekitar anak sangat menentukan dalam keberhasilan anak, selain itu
komunikasi yang dilakukan anak dengan orang dewasa akan menstimulasi
kemampuan berbahasa anak usia dini.
4. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa pada Anak Usia Dini
Kemampuan berbahasa untuk anak usia dini berdasarkan acuan standar
pendidikan anak usia dini yang tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No.58 Tahun 2009, terdapat tiga lingkup perkembangan yaitu menerima
bahasa (represif), mengungkapkan bahasa (ekspresif) dan keaksaraan.
Anak usia dini berada dalam fase bahasa ekspresif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Moeslichatoen (2004:55) bahwa bahasa ekspresif adalah kemampuan
yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya.
Anak-anak dapat berbicara sesuai dengan aturan-aturan tata bahasa, dapat memahami
kosa kata yang didengarkan dalam percakapan yang umum dikenal. Anak-anak
belajar berbahasa, sebagaimana mereka memperoleh pengetahuan lainnya, yakni
melalui pengalaman.
Sejalan dengan pendapat tersebut maka kemampuan mengungkapkan bahasa
termasuk kedalam bahasa ekspresif. Pada kemampuan mengungkapkan bahasa
ada beberapa tingkat pencapaian perkembangan yang harus dicapai oleh anak
mengutarakan pendapat kepada orang lain, menyatakan alasan terhadap sesuatu
yang diinginkan atau ketidak setujuan dan menceritakan kembali sesuatu yang
diperdengarkan. Standar inilah yang dijadikan tolak ukur keberhasilan anak
terhadap kemampuan mengungkapkan bahasa.
Dikarenakan keterbatasan waktu dan beberapa faktor lainnya maka dari beberapa
tingkat pencapaian perkembangan tersebut penelitian ini memfokuskan pada
aspek mengulang kalimat sederhana, menjawab pertanyaan sederhana dan
mengutarakan pendapat kepada orang lain.
Dengan demikian kemampuan mengungkapkan bahasa sangat berperan penting
dalam menyiapkan anak untuk dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang
disekitarnya maka perlu adanya stimulus yang diberikan agar dapat berkembang
secara optimal sesuai tahapan usia anak. Pada kemampuan mengungkapkan
bahasa terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan landasan dalam mengukur
sejauh mana kemampuan yang anak miliki.
5. Karakteristik Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini
Pada bahasa ekspresif terdapat beberapa karakteristik yang harus diketahui
sehingga mampu menstimulus kemampuan bahasa ekspresif secara optimal.
Menurut Jamaris (2004:29) bahwa terdapat beberapa karateristik dalam kemampuan bahasa ekspresif anak pada usia 4-6 tahun yaitu:
a. Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak ia telah dapat mengemukakan pendapat kepada orang lain.
b. Telah menguasai 90% dari fonem dan sintak bahasa yang digunakan.
e. Lingkup kosa kata yang diucapkan anak menyangkut: warna, rasa, bau, kecantikan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan jarak, permukaan (kasar dan halus).
f. Dapat berpartisipasi dalam sebuah percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain, berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. g. Percakapan yang dilakukan anak usia 4-6 tahun telah menyangkut
komentarnya terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain serta apa yang dilihatnya.
Karakteristik dalam kemampuan bahasa ekspresif dapat dijadikan landasan untuk
mengukur sejauh mana perkembangan yang telah dicapai oleh anak. Sehingga
tujuan dari pembelajaran dapat menstimulus kemampuan bahasa ekspresif yang
anak miliki secara optimal. Karakteristik dari bahasa ekspresif inilah yang dapat
dijadikan sebagai landasan dari kemampuan mengungkapkan bahasa.
Dengan kata lain karakteristik kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu
kemampuan yang memiliki tahap-tahap tersendiri yang saling berkesinambungan
antara satu dengan yang lainnya sehingga pengembangan bahasanya sesuai
dengan tahapan usia anak. Tahapan tersebut dijadikan landasan dalam upaya
menstimulus kemampuan mengungkapkan bahasa. Sehingga stimulus yang
diberikan tidak terlepas dari tujuan pembelajaran.
6. Prinsip Pengembangan Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Anak Usia Dini
Ada beberapa prinsip kemampuan berbahasa yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan kemampuan mengungkapkan bahasa sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas (2001:14), sebagai berikut :
1. Sesuai dengan tema kegiatan dan lingkungan terdekat.
2. Pembelajaran harus berorientasi pada kemampuan yang hendak dicapai sesuai dengan potensi anak.
3. Tumbuh kebebasan dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan dikaitkan dengan spontanitas.
7. Guru bersikap normatif, model, contoh penggunaan bahasa yang baik dan benar.
8. Bahan pembelajaran membantu pengembangan kemampuan dasar anak. 9. Tidak menggunakan huruf satu-satu secara formal.
Selanjutnya Vygotsky dalam Santrock (2002:241) menjelaskan bahwa terdapat
kaitan antara kognitif dengan bahasa. pada awalnya pikiran dan bahasa
berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Jadi mula-mula
pikiran berkembang tanpa bahasa dan bahasa mula-mula berkembang tanpa
pikiran, lalu pada tahap berikutnya keduanya saling bertemu dan bekerjasama
serta saling mempengaruhi. Menurut Vygotsky pikiran dan berbahasa
berkembang melalui beberapa tahap. Mula-mula anak mengucapkan kata untuk
dipahami. Kemudian bergerak ke arah untuk dimengerti. Langkah selanjutnya
adalah mampu memisahkan kata-kata yang berarti dan tidak berarti.
Sesuai dengan pendapat Vygotsky yang dikutip dalam Jamaris (2004:28) tersebut
diatas relevan dengan prinsip zone of proximal yaitu zona yang berkaitan dengan
perubahan dari potensi yang dimiliki oleh anak menjadi kemampuan aktual maka
prinsip-prinsip pengembangan bahasa anak berupa interaksi anak dengan
lingkungan sekitarnya dapat membantu anak memperluas kosa katanya dan
memperoleh contoh-contoh dalam menggunakan kosa kata tersebut secara tepat,
selanjutnya mengekspresikan kemampuan berbahasa. Ekspresi kemampuan
berbahasa anak dapat disalurkan melalui pemberian kesempatan pada anak untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara tepat.
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
keinginan, pendapat, gagasan, ide, maupun penolakan kepada orang lain sehingga
apa yang disampaikan dapat dipahami oleh lawan bicara. Dalam kemampuan
berbahasa terdapat 3 lingkup perkembangan salah satunya yaitu kemampuan
mengungkapkan bahasa. Kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu kemampuan
yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya.
Kemampuan ini digunakan untuk menjalin komunikasi secara lisan dengan baik
kepada orang lain.
7. Teori Belajar Bahasa
Teori belajar bahasa merupakan penjelasan sistematis tentang fakta belajar sesuai
dengan asumsi, penalaran, dan bahan bukti yang diberikan. Konsep belajar
tersebut dapat dijadikan landasan dalam proses pembelajaran. Ada beberapa teori
belajar yang dapat dikemukakan berkaitan dengan yaitu sebagai berikut :
a. Teori Behaviorisme
Behaviorisme dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Teori ini berangkat
dari pemahaman bahwa stimulus yang dilihat juga dapat menyebabkan adanya
respons yang dapat dilihat. Stimulus yang bermakna dapat menghasilkan respons
yang bermakna pula. untuk memperoleh respons yang bermakna diperlukan
kondisi tertentu. Pemberian kondisi tersebut perlu memperhitungkan kesesuaian
antara stimulus dengan gambaran pembiasaan yang dihasilkan. Burrhus Frederic
Skinner (1904-1990) memperluas psikologi belajar ke dalam teori belajar, bagi
nya pemahaman sebagai hasil belajar berlangsung melalui pengamatan dan
pada aspek tertentu yang juga menuntut pemberian tanggapan dan keterampilan.
b. Teori Kognitivisme
Kognitivisme dalam psikologi Gestal dipelopori oleh Jean Piaget (1896-1980).
Dalam wawasan kognitivisme dunia pengalaman dan pengetahuan yang telah ada
sebelumnya dimanfaatkan untuk menerima pengetahuan baru. Untuk
memperoleh pengetahuan, anak dapat saja tidak harus mengatur dan mengubah
skematanya karena sudah ada sehingga pengetahuan dapat dipahami dan
terjadilah proses asimilasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan, anak harus
mengubah dan menyesuaikan skematanya ketika pengetahuan baru datang
terjadilah proses akomodasi.
Ditinjau dari sudut pandang kognitivisme, belajar juga dapat disikapi sebagai
asimilasi dan akomodasi yang bermakna, sehingga dapat menghasilkan
pemahaman, penghayatan dan keterampilan.
Berdasarkan teori belajar bahasa yang dipaparkan, dalam penelitian ini mengacu
pada teori belajar behaviorisme dan kognitivisme. Hal ini dikarenakan melalui
penerapan metode bercerita anak mendapatkan pengetahuan baru, pengalaman
langsung dan membangun rasa ingin tahu anak yang tinggi terhadap sesuatu
sehingga adanya respons yang baik yang membuat kemampuan mengungkapkan
C. Kerangka Berfikir
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu kepada orang
lain yang berada di sekelilingnya. Salah satu kemampuan berbahasa yaitu
kemampuan mengungkapkan bahasa. Kemampuan mengungkapkan bahasa yang
dimaksud meliputi menjawab pertanyaan sederhana yang diberikan,
mengungkapkan pendapatnya tentang cerita sehingga nantinya anak dapat
mengulangi kembali isi dari cerita yang diperdengarkan.
Pada umumnya dalam proses belajar mengajar guru lebih aktif bertindak dalam
memberi informasi sedangkan anak hanya menerima informasi dengan cara
menyimak dan mendengarkan, sehingga anak cenderung tidak aktif dan merasa
bosan. Anak tidak diberi kesempatan dalam mengungkapkan pikiran dan
perasaannya, terlihat dari banyaknya anak yang masih malu-malu dalam
menjawab pertanyaan. Bahkan ada anak yang hanya diam saja saat diminta untuk
bercerita didepan kelas. Sehingga kemampuan mengungkapkan bahasa anak
belum berkembang secara optimal.
Upaya guru dalam mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa anak
yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan komunikatif agar
tercipta suasana yang menyenangkan dan mampu mencapai tujuan dalam proses
belajar mengajar tersebut. Pemilihan metode pembelajaran harus disesuaikan
dengan karakteristik, tujuan pembelajaran dan kebutuhan anak usia dini, untuk itu
peran guru sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Dari beberapa metode
atau kegiatan yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan
mengungkapkan pikiran dan perasannya dan guru tak lupa melibatkan peran serta
anak dalam pembelajaran dengan metode bercerita. Anak yang terlibat secara
langsung dapat dilihat dari bagaimana cara anak mendengarkan dengan seksama
terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain sehingga anak dapat menyimak isi
dari cerita, dan kemudian dapat menceritakan kembali isi cerita yang
diperdengarkan.
Dengan demikian kegiatan bercerita yang dilakukan dalam proses pembelajaran
berkaitan dengan indikator pencapaian perkembangan anak yang sesuai dengan
tahapan usia. Cerita yang akan disampaikan pun disesuaikan dengan kemampuan
mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Sehingga penerapan metode bercerita
dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia 4-5
tahun sesuai dengan standar Pendidikan Anak Usia Dini.
Gambar 1 Kerangka Berfikir Penelitian
D. Hipotesis
Ho : Tidak ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan
kemampuan mengungkapkan bahasa pada anak usia dini.
Ha : Ada hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan
mengungkapkan bahasa pada anak usia dini. Penerapan Metode
Bercerita
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau teknik utama yang digunakan dalam
melakukan suatu penelitian dengan melalui metode-metode ilmiah. Penelitian ini
menggunakan penelitian kuantitatif, yang bersifat non eksperimental dengan
metode korelasional. Penelitian ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu
variabel dengan variabel lainnya (Nana Syaodih, 2007:56). Hubungan antara satu
dengan variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan
keberartian (signifikasi) secara statistik. Adanya korelasi antara dua variabel atau
lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari suatu
variabel terhadap variabel lainnya.
B. Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari dua tahapan, yaitu prapenelitian dan tahap pelaksanaan
penelitian. Adapun langkah-langkah dari setiap penelitian tersebut, adalah :
1. Penelitian Pendahuluan
Terdiri dari langkah-langkah berikut :
a. Membuat surat izin penelitian ke sekolah tempat dilakukannya penelitian.
b. Observasi ke sekolah tempat dilakukannya penelitian untuk mengumpulkan
a. Menyusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Kegiatan Harian
(RKH).
b. Membuat instrumen evaluasi yaitu berupa lembar observasi
3. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan penelitian sesuai dengan Rencana Kegiatan Harian (RKH)
yang telah disusun.
b. Mengevaluasi menggunakan lembar observasi.
c. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data.
d. Membuat laporan hasil penelitian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung pada
semester genap Tahun Pelajaran 2014-2015.
D. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah anak TK Mutiara Bangsaku
kelompok A Bandar Lampung tahun ajaran 2014-2015. Jumlah populasi dalam
penelitian ini adalah 30 anak. Dalam penelitian ini semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Observasi
Observasi (Sugiyono, 2010:203-204) merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan
yang sedang berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti mengunakan observasi
secara terstruktur dengan menggunakan pedoman observasi dalam bentuk
cheklist, baik penerapan metode bercerita maupun kemampuan mengungkapkan
bahasa. Proses kegiatan anak di buat dalam daftar penilaian yang sudah
dikelompokkan berdasarkan ciri – ciri yang akan dinilai sesuai dengan indikator
yang diajarkan dan yang sudah berisi lajur cek list dalam kisi-kisi instrumen
penelitian.
2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pelengkap dari hasil penelitian ini. Hasil penelitian akan
lebih kredibel/ dapat dipercaya kalau didukung oleh foto-foto atau karya tulis
yang ada. Maka dari itu dokumentasi sebagai penunjang dari penelitian mengenai
hubungan penerapan metode bercerita terhadap kemampuan mengungkapkan
bahasa pada anak usia dini.
F. Definisi konseptual dan oprasional variabel 1. Definisi Konseptual
Variabel bebas : Metode bercerita
Definisi Konseptual : Metode bercerita merupakan salah satu metode
perhatian untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Variabel terikat : Kemampuan mengungkapkan bahasa
Definisi Konseptual : Kemampuan mengungkapkan bahasa yaitu kemampuan
yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya.
Kemampuan ini digunakan untuk menjalin komunikasi secara lisan dengan baik
kepada orang lain.
2. Definisi Operasional
Variabel bebas : Metode bercerita
Definisi Oprasional : Metode bercerita adalah metode pembelajaran dengan
memberikan pengalaman belajar melalui kegiatan bercerita dalam menstimulus
kemampuan anak secara optimal. Adapun indikator dari penerapan metode
bercerita, meliputi :
1. Menyimak isi cerita yang disampaikan
2. Mendengarkan dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh orang
lain
3. Menceritakan kembali isi cerita secara sederhana kepada orang lain
4. Menceritakan kembali berdasarkan alur cerita secara berurutan sesuai dengan
cerita tersebut
Variabel terikat : Kemampuan mengungkapkan bahasa
Definisi Oprasional : Kemampuan mengungkapkan bahasa adalah kemampuan
yang dimiliki anak untuk mengungkapkan apa yang menjadi keinginannya sesuai
dengan aturan berbahasa dan dapat memahami kosa kata yang didengar dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
Ada beberapa indikator penilaian dalam kemampuan mengungkapkan bahasa,
meliputi :
1. Menyebutkan nama tokoh yang terdapat dalam cerita
2. Menunjukkan keterangan tempat sesuai dengan kejadian dalam cerita
3. Menyatakan keterangan waktu yang terdapat pada cerita
4. Menyebutkan jumlah tokoh yang terdapat dalam cerita
5. Menirukan kembali suara tokoh yang ada dalam cerita
6. Mengungkapkan kembali isi dari cerita
7. Mengungkapkan pendapatnya tentang tokoh dalam cerita tersebut
8. Menyatakan pendapatnya tentang isi cerita
9. Menyatakan alasan pendapatnya tentang isi cerita
10. Mendeskripsikan tokoh yang diminta dalam cerita
Standar inilah yang dijadikan tolak ukur keberhasilan anak terhadap kemampuan
mengungkapkan bahasa dengan menggunakan kriteria penilaian yang berupa
Berkembang Sangat Baik (BSB), Berkembang Sesuai Harapan (BSH), Mulai
Instrumen penelitian yang peneliti buat berupa indikator-indikator yang
diturunkan berdasarkan variabel-variabel penelitian. Adapun kisi-kisi
instrumennya sebagai berikut :
Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Penerapan Metode Bercerita
Variabel Aspek Indikator
Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Mengungkapkan Bahasa
4. Menyebutkan jumlah
Berdasarkan kisi-kisi instrumen maka peneliti telah membuat lembar observasi
yang akan digunakan dalam proses penelitian yang berupa lembar observasi
penerapan metode bercerita (lampiran 3) dan lembar observasi kemampuan
mengungkapkan bahasa anak (lampiran 4).
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang dilakukan meliputi analisis tabel
dan analisis uji hipotesis.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :
1. Analisis tabel
Data yang diperoleh dibuat menjadi 3 kategori untuk penerapan metode bercerita
dengan proses sebagai berikut :
a. Skor yang diperoleh dari masing-masing anak adalah jumlah skor dari setiap
indikator.
b. Nilai yang diperoleh dengan rumus :
Nilai =
100
Selanjutnya hasil perhitungan data tersebut kemudian digolongkan dalam kriteria
yang telah ditentukan berdasarkan Pendekatan Acuan Patokan, adapun
kategorinisasi dari penerapan metode bercerita dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 Keterlibatan Penerapan Metode Bercerita (X)
No. Keterlibatan Interval
1 Sangat Tinggi (ST) 84,00–100,00
2 Tinggi (T) 51,00–83,00
3 Sedang (S) 34,00–50,00
4 Rendah (R) ≤ 33,00
Sumber : Nurgiyantoro (2001:35)
Keterangan :
1. Sangat Tinggi (ST) : Apabila anak mampu melakukan lebih dari 8 indikator.
2. Tinggi (T) : Apabila anak mampu melakukan 6 sampai 8 indikator.
3. Sedang (S) : Apabila anak mampu melakukan 3 sampai 5 indikator.
Selanjutnya pada kategorinisasi kemampuan mengungkapkan bahasa dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 4 Kemampuan Mengungkapkan Bahasa (Y)
No. Kemampuan Mengungkapkan Bahasa Interval 1 Berkembang Sangat Baik (BSB) 76,00–100,00 2 Berkembang Sesuai Harapan (BSH) 51,00–75,00
3 Mulai Berkembang (MB) 26,00–50,00
4 Belum Berkembang (BB) 0,00–25,00
Sumber : Depdiknas (2014:25)
Keterangan :
1. Berkembang Sangat Baik (BSB) : Apabila anak mampu melakukan lebih dari
7 indikator.
2. Berkembang Sesuai Harapan (BSH) : Apabila anak mampu melakukan 6
sampai 7 indikator.
3. Mulai Berkembang (MB) : Apabila anak mampu melakukan 3 sampai 5
indikator.
4. Belum Berkembang (BB) : Apabila anak hanya mampu melakukan kurang
dari 3 indikator.
2. Analisis Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan untuk menguji asosiatif
(hubungan) diuji dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank. Untuk menguji
hubungan kedua variabel tersebut di gunakan rumus sebagai berikut :
= 1
( )
= Koefisien Spearman Rank =selisih peringkat setiap data = jumlah data
Berdasarkan hasil perhitungan dengan Korelasi Spearman Rank, maka dapat
diketahui apakah hipotesis yang diajukan dapat diterima atau tidak.
Ho : µ = 0
Ha : µ ≠ 0
Selanjutnya dari hasil tersebut untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara
penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa pada
anak usia dini, maka untuk memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan antar
variabel digunakan pedoman sebagai berikut :
Tabel 5 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Kategori Tingkat Keeratan
0,81–1,00 Sangat Erat
0,61–0,80 Erat
0,41–0,60 Cukup Erat
0,21–0,40 Kurang Erat
0,00–0,20 Sangat Kurang Erat
Sumber : Sugiyono (2010:257)
Selanjutnya untuk mengetahui korelasi dua variabel menghasilkan variansi dapat
diketahui melalui besarnya koefisien determinasi, sebagai berikut :
Koefisien determinasi = r2x 100%
Sumber : Sugiyono (2011:246)
Keterangan :
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang positif
antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan mengungkapkan bahasa
pada anak usia dini Kelompok A di TK Mutiara Bangsaku Bandar Lampung. Hal
ini terlihat dari analisis data dengan menggunakan Korelasi Spearman Rank yang
menjelaskan hubungan antara penerapan metode bercerita dengan kemampuan
mengungkapkan bahasa pada anak usia dini sebesar 0,91. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa secara umum anak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran
dengan metode bercerita maka kemampuan mengungkapkan bahasanya dapat
berkembang lebih baik.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan, disarankan
bahwa :
1. Bagi guru, penerapan metode bercerita dapat dijadikan sebagai salah satu
pilihan alternatif dalam pembelajaran di PAUD terutama untuk
kegiatan pembelajaran, sehingga dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan bahasanya.
3. Bagi peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian sebaiknya
menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga anak merasa
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Adul Majid. 2002. Mendidik Dengan Cerita. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Bachtiar S. Bachri. 2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita dan Teknik
Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.
Dapertemen Pendidikan Nasional. 2001. Didaktik Metodik di Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan
Menengah.
Dapertemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Dapartemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Dapertemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang
Pengembangan Berbahasa di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar.
Dapertemen Pendidikan Nasional. 2009.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 58. Jakarta: Balai Pustaka.
Dapertemen Pendidikan Nasional. 2014. Pedoman Penilaianpembelajaran PAUD. Jakarta: Balai Pustaka.
.
Fadillah, M. 2012.Desain Pembelajaran Paud.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Jamaris Martinis. 2004. Perkembangan Dan Pengembangan Anak Usia Taman
Kanak-Kanak.Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.
Moeslichatoen R. 2004. Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:Rineka Cipta.
Nurbiana Dkk. 2005.Metode Pengembanagan Bahasa. Jakarta: Depdiknas.
Nurbiana Dkk. 2009. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta:Universitas
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta :Gajah Mada University Press.
Santrock John W. 2002. Life-Spain Development Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Sudjana, Nana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kuantitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabet.
Sugiyono. 2011.Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabet.
Suhartono. 2005. Pengembangan Keterampilan Bicara Anak Usia Dini. Jakarta:
Dapertemen Pendidikan Nasional.
Syaodih Nana. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Tampubolon. 1993. Mengembangkan Minat Dan Kebiasaan Membaca Pada Anak. Bandung: Aksara.
Tarigan Henry G. 1981.Berbicara Sebagai Suatu Keterampilam Berbahasa.
Bandung: Angkasa
Yamin Martinis , J. S. 2010. Panduan PAUD. Jakarta: Gaung Persada Press Group.