commit to user
i
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA
DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS
SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
UTAMI CANDRA P.
X8110051
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Utami Candra P.
NIM : X8110051
Jurusan/Program Studi : Ilmu Pendidikan /Pendidikan Guru
Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD)
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENERAPAN METODE
ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA
CAWAS ” ini benar-benar hasil karya saya sendiri. Selama itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
Apabila dalam kemudian hari terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Juli 2012
Utami Candra P.
commit to user
iii
PENERAPAN METODE ROLE PLAYING
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA
DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS
Oleh:
UTAMI CANDRA P.
X8110051
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini,
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
JULI 2012
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk di hadapkan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Juli 2012
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd Muhammad Munif, S.PdI., M.A NIP. 19461208 198203 1 001 NIP.198304022 01012 1 006
commit to user
v
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd
Sekretaris : Dra. Yulianti, M.Pd
Anggota I : Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd
Anggota II : Muhammad Munif, S. PdI., M.A
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
a.n Dekan,
Pembantu Dekan I
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M. Si.
commit to user
i MOTTO
Dimuliakanlah orang yang menegakkan kebenaran dijalan Allah.
(Musafir)
Regrets and mistakes, they're memories made.
commit to user
ii
PERSEMBAHAN
Teriring Puji Syukur pada-Mu Ya Rabb, kupersembahkan karya ini untuk:
Abi dan Umi (Tetuko Prawihadi Nugraha & Tarmini)
Terimakasih untuk do’a dan kasih sayang yang tak pernah putus untukku,
yang selalu mengiringi setiap langkah hidupku. Kerja keras yang tak pernah henti
untuk mewujudkan pendidikan anak-anaknya.
Adikku (Restu Indra Prasetyo)
Terimakasih atas perhatian dan dukungan untukku selama ini, yang selalu
membutat kakak mu ini bersemangat.
Hawiku (Cholid Jamal Nahdi Binstabit)
Terimakasih atas dukungan dan perhatian selama ini.
Sahabatku dan Keluarga (Ikka Indah, Luluk Meilinda, Ristikha
Mustikawati, Mike Moranawati, Ratnawati)
Terimaksih untuk kebersamaan kita selama ini, kasih sayang, cinta kasih
kalian semua semoga persahabatan kita abadi tak terhenti dengan balutan kain
commit to user
iii ABSTRAK
Utami Candra P. PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak kelompok B pada TK Pembina Cawas dengan menggunakan metode role playing.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) sebanyak dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Pembina Cawas sebanyak 26 anak. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Pengumpulan data adalah dengan pengamatan, dokumentasi dan tes unjuk kerja. Validitas data menggunakan triangulasi data dan trianggulasi metode. Analisis data meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan metode role playing pada anak kelompok B TK Pembina Cawas, kemampuan bercerita dapat meningkat. Pada kondisi awal prosentase ketuntasan anak mencapai 30,8%, pada siklus I prosentase ketuntasan anak mencapai 50%, dan pada siklus II prosentase ketuntasan anak mencapai 77%. Sesuai indikator kinerja yang telah ditetapkan yaitu 75%, dapat diketahui bahwa kondisi awal dan siklus I belum mencapai target yang ditetapkan maka dari itu peneliti melanjutkan ke siklus II, pada siklus II indikator ketercapain mencapai 77%. Simpulan penelitian ini adalah melalui metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita pada anak kelompok B TK Pembina Cawas Klaten.
commit to user Sebelas Maret University of Surakarta, July 2012.
The objectives of the reseach are to improve the storytelling ability through serial picture medium to the children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten.
The reseach used a classroom action research method with two cycles. Each cycle consisted of plaining, implementation, observation, and reflection. The subject of the reseach were the 26 children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten. The data of the research were gathered through observation, documentation, and performance test. Validity of data that used was triangulation data and triangulation method. Data analizing technique that used was the critical analysis and the interactive analysis which consist of three components i.e data reduction, data display, and conclusion drawing or verification.
The result of the reseach showed with role playing method can improve the storytelling ability of children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten. In the storytelling ability of the pre test before action was 30,8% children who were obtained compalete criteria, improve prosentation was occurred in the cycle improve was 50%, and in the second cycle the percentage of children reached 77% completeness. Appropriate set of performance indicators which is 75%, can be seen that the initial conditions and the cycle I have not hit the target and therefore researchers continue to cycle II, cycle II indicator reached of 77%. The conclusion of the reseach is that serial role playing method can improve the storytelling ability of children in B group of TK Pembina Cawas Kindern Garten Klaten.
Key Word: the storytelling ability, role playing method, early age children B in
commit to user
v DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
HALAMAN MOTTO ... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii
HALAMAN ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
KATA PENGANTAR... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 3
D. Manfaat Penelitian... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
A. Kajian Teori ... 5
1. Hakikat Kemampuan Bercerita ... 5
a. Pengertian Kemampuan ... 5
b. Pengertian Bercerita ... 6
c. Jenis-jenis Cerita ... 7
commit to user
vi
e. Manfaat Bercerita ... 10
f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini ... 13
g. Penilaian Kemampuan Bercerita ... 13
2. Hakikat Kualitas Pembelajaran ... 15
a. Pengertian Kualitas ... 15
b. Pengertian Pembelajaran ... 16
c. Pengertian Proses Pembelajaran ... 16
d. Kualitas Proses Pembelajaran ... 18
e. Kriteria dalam Proses Pembelajaran ... 18
3. Hakikat Anak Usia Dini ... 19
a. Pengertian Anak Usia Dini ... 19
b. Prinsip-prinsip Perkembangan Usia Dini... 20
c. Prinsip-prinsip Pendidikan Usia Dini... 21
4. Hakikat Role Playing... 22
a. Pengertian Role Playing... 22
b. Tujuan Role Playing... 24
c. Manfaat Role Playing... 25
d. Langkah-langkah menggunakan Role Playing... 26
B. Hasil Penelitian yang Relevan... 27
C. Kerangka Berfikir ... 29
D. Hipotesis Tindakan ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
A. Tempat penelitian dan waktu penelitian... 32
1. Tempat penelitian ... 32
2. Waktu penelitian ... 32
B. Subjek Penelitian ... 33
C. Jenis Penelitian... 33
D. Strategi Penelitian ... 33
commit to user
vii
F. Teknik Pengumpulan Data ... 34
G. Validitas Data ... 35
H. Teknik Analisis Data ... 36
I. Indikator Kinerja ... 38
J. Prosedur Penelitian ... 39
1. Siklus I ... 41
a. Perencanaan ... 41
b. Tindakan ... 41
c. Observasi ... 41
d. Refleksi ... 42
2. Siklis II ... 43
a. Perencanaan ... 43
b. Tindakan ... 43
c. Observasi ... 43
d. Refleksi ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45
A. Deskripsi Pratindakan... 45
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus... 48
C. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus... 61
D. Pembahasan... 67
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SASARAN... 69
A. Simpulan... 69
B. Implikasi... 69
C. Saran... 70
DAFTAR PUSTAKA. ... 72
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berfikir ... 30
Gambar 2 Teknik Pengambilan Data ... 38
Gambar 3 Skema Siklus Analisis Interaktif ... 40
Gambar 4 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ... 48
Gambar 4.1 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Siklus I ... 54
Gambar 4.2 Grafik Nilai Tes Kemampuan Berbicara Pada Siklus II ... 60
Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Kinerja Guru Pada Siklus I dan II ... 62
Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Anak Siklus I dan II ... 64
Gambar 4.5 Kualitas Proses Pembelajaran Keseluruhan Pada Siklus I dan II .. 65
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ... 47
Tabel 2 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Siklus I Pertemuan ... 53
Tabel 3 Hasil Nilai Kemampuan Berb Pada Siklus II Pertemuan ... 59
Tabel 4 Prosentase Kinerja Guru Pada Siklus I dan II ... 62
Tabel 5 Prosentase Aktifitas Anak Pada Kondisi Awal, Siklus I dan II ... 63
Tabel 6 Perbandingan Prosentase Kualitas Proses Pembelajaran Secara Keseluruhan Pada Siklus I dan II ... 64
commit to user
Lampiran 8 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 3 ... 101
Lampiran 9 Bahan Ajar Sikllus I Pertemuan 3... 104
Lampiran 10 Siklus II Pertemuan 1. ... 108
Lampiran 11 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1. ... 112
Lampiran 12 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan I... 115
Lampiran 13 Siklus II Pertemuan 2. ... 118
Lampiran 14 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2. ... 122
Lampiran 15 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 2. ... 125
Lampiran 16 Siklus II Pertemuan 3. ... 128
Lampiran 17 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 3. ... 132
Lampiran 18 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 3. ... 135
Lampiran 19 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan I. ... 138
Lampiran 20 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan I. ... 139
Lampiran 21 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 2. ... 142
Lampiran 22 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 2. ... 143
Lampiran 23 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 3. ... 146
Lampiran 24 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 3. ... 147
Lampiran 25 Rekapitulasi Observasi Kinerja Guru Mengajar Siklus I. ... 150
Lampiran 26 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 1. ... 151
Lampiran 27 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 1. ... 152
Lampiran 28 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 2. ... 155
commit to user
xi
Lampiran 30 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 3. ... 159
Lampiran 31 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 2. ... 160
Lampiran 32 Rekapitulasi Observasi Guru Mengajar Siklus II. ... 163
Lampiran 33 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 1. ... 164
Lampiran 34 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 2 ... 166
Lampiran 35 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 3 ... 168
Lampiran 36 Rekapitulasi Aktivitas Anak Siklus I ... 170
Lampiran 37 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 1. ... 171
Lampiran 38 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 2 ... 173
Lampiran 39 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 3. ... 175
Lampiran 40 Rekapitulasi Siklus II. ... 177
Lampiran 41 Indikator Ketercapaian Tujuan. ... 178
Lampiran 42 Diskripsi Penilain Kemampuan Bercerita. ... 179
Lampiran 43 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Pretest ... 182
Lampiran 44 Daftar Penilaian Anak Pretest ... 184
Lampiran 45 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 1. 186 Lampiran 46 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 2. 188 Lampiran 47 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 3 190 Lampiran 48 Daftar Penilaian Anak Siklus I ... 192
Lampiran 49 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 1.194 Lampiran 50 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 2.196 Lampiran 51 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 3.198 Lampiran 52 Daftar Penilaian Anak Siklus Siklus II ... 200
commit to user
xii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya
sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “ Penerapan
Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak
Usia Dini Kelompok B Pada TK Pembina Cawas ”.
Banyak hambatan dalam penulisan proposal skripsi ini, namun berkat
bantuan dari berbagai pihak maka hambatan ini dapat diatasi. Oleh sebab itu pada
kesempatan yang baik ini diucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surkarta
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Sekretaris Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Muhammad Munif, S.PdI., M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan dorongan, semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi
ini.
7. Kepala Sekolah TK Pembina Cawas yang telah memberikan ijin penelitian.
8. Sumarsini selaku guru kelas TK Pembina Cawas yang telah memberikan
bantuan serta arahan kepada penulis selama proses awal pengambilan data
commit to user
xiii
9. Anak-anak kelompok B TK Pembina Cawas yang telah membantu penulis
selama proses awal pengambilan data guna menyusun proposal penelitian
tindakan kelas.
10.Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan, karena
keterbatasan pengetahuan yang ada dan hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, semua saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan semua pihak mendapat limpahan rahmat
dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya. Semoga
proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan
dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta, Juli 2012
commit to user BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakanfaktor utama dalam menentukan kualitas kehidupan
bangsa.Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam menciptakan kehidupan
yang demokratis, cerdas, damai, terbuka terhadap hal – hal yang baru. Seperti yang
tercantum dalam SISDIKNAS (2003:2) bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak mulia,
berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah kesatuan Negara
Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri, beriman
bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungan,
mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan disiplin.
Masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan untuk meraih
kesempatan dalam berbagai bidang dengan meningkatkan kualitas daya manusia.
Tujuan pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran dilakukan secara
optimal. Pembelajaran merupakan proses berkesinambungan tidak hanya terbatas
pada penyampaian materi didepan kelas yang memberikan kesan kurang bermakna
bagi perkembangan anak.
Pembelajaran tentang Bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik untuk berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan
maupun tulisan. Pengembangan bahasa pada anak usia prasekolah merupakan
salah satu aspekperkembangan anak yang dalam pelaksaanaanya tidak dapat
dipisahkan dari semua kegiatan anak,baik itu berkaitan dengan
musik,sosial,matematika, sains, dan kegiatan apapun yang semuanya memberikan
commit to user
Salah satu kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses belajar guru
hanya menggunakan metode bercerita, yang hanya anak mendengarkan cerita yang
dibacakan oleh guruya.Salah satu pembelajaran yang perlu ditingkatkan di
kelompok B TK Pembina Cawas adalah metode bercerita yang digunakan. Hal ini
dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan. Guru cenderung membuat anak
pasif karena kemampuan guru kurang dalam menggunakan model – model yang
inovatif sehingga membuat anak kurang tertarik dan tidak bersemangat dalam
proses pembelajaran. Penggunaan metode yang kurang tepat oleh guru akan
membingungkan anak dalam menerima isi cerita yang disampaikan.
Selain faktor guru dalam mengajar, pada saat guru menjelaskan materi
banyak anak kurang memperhatikan penjelasan guru. Hal ini dapat dilihat dari
benyaknya aktifitas lain yang dilakukan oleh anak antara lain : anak melamun,
anak mencorat – coret meja atau kursi, usil dengan teman sebangku, berbicara
dengan teman sebangku, hal ini membuktikan bahwa anak belum mengerti dengan
materi yang disampaikan guru.
Mencermati kondisi tersebut untuk mengembangkan kemampun bercerita
anak guru memiliki peran-peran yang utama dalam memfasilitasi secara
optimal.Bimbingan guru sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan minat anak
untuk dapat berceritadengan baik dan benar.Guru perlu menciptakan pembelajaran
yang menyenagkan dan bervariasi,memberi kesempatan pada anak untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan baik. Hal ini penulis mempunyai
pikiran untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode
pembelajaran role playing. Penggunaan metode role playing membantu anak
memahami materi yang dianggap sulit, terutama pada kemampuan bercerita anak.
Bercerita merupakan kebutuhan universal manusia dananak-anak hingga
dewasa.Bagi anak-anakcerita tidak sekedar memberi manfaat emotif tetapi juga
commit to user
merupakan aktifitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk
anak-anak .
Alasan digunakan metode pembelajaran role playing yaitu : (1) guru
mendorong minat anak agar ikut aktif dalam proses pembelajaran. (2) anak dapat
memahami konsep tentang peranan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. (3) anak
tidak merasa jenuh dengan pembelajaran yang diajarkan oleh guru. (4) anak dapat
mengerti isi pesan cerita yang dibawakan.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengangkat
masalah ini untuk dijadikan penelitian dengan judul “PenerapanMetode Role
Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini Kelompok B
Pada TK Pembina Cawas “.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah dengan metoderole playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita
anakusia dini kelompok B Tk Pembina Cawas?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini:
Untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui metode pembelajaran
role playing.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
a. Memberikan pengalaman langsung kepada guru pada saat menerapkan
commit to user
b. Memberi solusi permasalahan yang selama ini dihadapi anak pada
kemampuan bercerita dengan menggunakan metode pembelajaran role
playing.
c. Memberi masukkan bahwa metoderole playing adalah salah satu
media pembelajaran untukmeningkatkan kemampuan bercerita anak.
b. Bagi peneliti
a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penerapan metode
pembelajaran role playing.
b. Bisa memberi masukan dalam pengembangan penelitian tidak hanya
pada kemampuan bercerita tetapi juga aspek bahasa, kemampuan
kognitif, sosial.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peneliti
berikutnya agar dapat menggunakan metode role playinguntuk meningkatkan
kemampuan bercerita maupun kemampuan lainnya dikemudian hari agar
menjadi lebih baik.
2. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literature bagi pengembangan
kemampuan bercerita anak, sehingga dapat dijadikan referensi bagi peningkatan
kualitas dalam penerapanmetode pembelajaran role playing pada masa akan
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini
a. Pengertian Kemampuan
Kemampuan merupakan tolak ukur anak dalam melaksanakan berbagai
kegiatan/aktifitas. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
kemampuan.
Samsudin (2009:54) membedakan kemampuan menjadi dua kategori yaitu:
1) actual ability (kemampuan nyata), merupakan suatu kemampuan yang segera
dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga kerena kemampuan itu
merupakan suatu hasil yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal
tertentu yang telah dijalani, 2) potensial ability (kemampuan potensial),
merupakan kemampuan yang berasal dari bakat dalam diri sejaklahir.
Kemampuan adalah sifat bawaan lahir atau dipelajari yang memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Widiastuti, 2009).
Chaplin (1981:1) mendefinisikan kemampuan sebagai berikut ability (
kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat kesanggupan ) merupakan tenaga
(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Menurut Woodworth dan
Marquis (Suryabrata, 2002:161) kemampuan (ability) mempunyai tiga arti yaitu
:
1) Prestasi yang merupakan kemampuan aktual, yang dapat diukur langsung
dengan alat atau tes tertentu.
2) Kapasitas yang merupakan kemampuan potensial, yang dapat diukur secara
tidak langsung dengan melaluipengukuran tehadap kecakapan individu, di
mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan
commit to user
3) Sikap, yaitu kualitas yang hanya data diungkap atau diukur dengan tes
khusus yang sengaja dibuat untuk itu.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah
kesanggupan seseorang dalam melakukan suatu perbuatanatau pekerjaan yang
berupa bawaan dari lahir maupun hasil dari latihan danpraktek, kamampuan ini
dapat diukur langsung maupun secara tidak langsung dengan alat atau tes
tertentu.
b. Pengertian Bercerita
Bercerita merupakan salah satu kebutuhan untuk anak, dengan cerita anak
dapat mengembangkan imajinasinya. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya
tentang pengertian bercerita, anatara lain.
Menurut (Musfiroh 2005: 32-33) menyatakan bahwa cerita dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi digunakan sebagai materi untuk
pengembangan kompetensi dasar berkomunikasi.
Bachri (2005:10) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan
tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan
tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Tarigan, dkk (1993:6) menyatakan makna cerita sebagai berikut (1) cerita
sama dengan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya hal ( peristiwa,
kejadian), (2) cerita sama dengan karangan yang menuturkan perbuatan,
pengalaman atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya baik yang
sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan, (3) cerita sama dengan lakon yang
diwujudkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang dan lain-lain).
Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa bercerita adalah
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, peristiwa atau suatu
kejadian secara lisan atau tertulis untuk berkomunikasi dan menyampaikan suatu
commit to user c. Jenis Cerita
Cerita untuk anak – anak dikategorikan ke dalam tiga jenis, yakni cerita
rakyat, cerita fiksi modern, dan cerita faktual. Ketiga cerita tersebut memiliki
sumber dan karakteristik yang berbeda, ketiganya dapat disajikan kepada anak
dengan penyesuaian.
1. Cerita Rakyat
Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:69) cerita rakyat dalam bahasa
inggris disebutfolktaleadalah narasi pendek dalam bentuk prosa yang tidak
diketahui penciptanya dan tersebar dari mulut – kemulut. Hal ini
disampaikan dari mulut – kemulut, maka cerita rakyat digolongkan kedalam
sastra lisan. Cerita rakyat berkaitan dengan lingkungan alam.
a. Ciri – ciri Cerita Rakyat
Cerita rakyat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :
1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan
atau diwariskan melalui kata – kata dari mulut ke mulut dari suatu
generasi ke generasi berikutnya.
2) Disebarkan dalam bentuk yang standar, dalam kolektif tertentu
(masyarakat yang dimiliki cerita rakyat tersebut), dan dalam waktu
cukup lama (setidak – tidaknya dua generasi).
3) Memiliki versi – versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara
penyebarannya yang dari mulut – kemulut, dan bukan melalui rekaman.
4) Mempunyai bentuk berpola, seperti kata – kata klise, kata – kata
pembukaan dan penutup yang baku, serta ungkapan – ungkapan
tradisional.
5) Bersifat anonim, yakni sudah tidak diketahui lagi nama penciptanya.
6) Mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan kolektif atau
masyarakat pemiliknya, seperti sebagai alat pendidikan pelipur lara,
commit to user
7) Bersifat prologis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum.
8) Menjadi milik bersama. Hal itu disebabkan penciptanya yang asli sudah
tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektifnya merasa
memilikinya(Danandjaja dalam Musfiroh, 2008:70).
b. Bentuk – bentuk Cerita Rakyat
Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:70) cerita rakyat meliputi mite,
legenda, dan dongeng. Ketiganya memiliki beberapa perbedaan menyangkut
permasalahan cerita, tokoh cerita, serta anggapan pemiliknya terhadap
keberadaan cerita tersebut.
1) Mite
Mite adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi dan dianggap
benar – benar terjadi dan dianggap sakral oleh penduduknya. Mite
mengandung tokoh – tokoh dewa atau makhluk setengah dewa. Mite
melukiskan kelahiran bangsa, pertemuan orang tua dengan dewa – dewa
karunia atau sengsara, atau perjanjian dan larangan yang diadakan. Mite
tidak didasarkan pada pikiran logis melainkan perasaan dan pikiran mistis.
2) Legenda
Legenda adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi tetapi tidak
dianggap sakral oleh pemilik cerita. Yang tampil sebagai tokoh – tokohnya
adalah manusia yang sering memperlihatkan sifat – sifat dan kelebihan luar
biasa. Tokoh yang tampil dalam legenda adalah makhluk gaib yang hidup
yang hidup bersama – sama dengan peristiwa yang terjadi di dunia.
3) Dongeng
Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar – benar
commit to user
2.Cerita Fiksi Modern
Cerita fiksi modern dapat dikategorikan menjadi cerita fantasi dan fiksi ilmiah
(Cox dalam Musfiroh, 2008:74). Cerita fiksi modern dianggap sebagai sastra
hipotesis dan sesuai untuk model belajar anak. Cerita tentang vampir yang ditulis
oleh Elizabeth dan cerita yang mempersonifikasikan binatang seperti halnya
winnie-the-Pooh oleh A. A. Milne misalnya, merupakan cerita fiksi modern yang
cenderung menstimulasi anak untuk bercerita kembali (retelling), baik secara lisan
maupun tertulis.
2. Cerita Faktual
Cerita faktual adalah cerita yang didasarkan pada peristiwa faktual yang
dialami oleh seseorang atau sekelompok orang. Cerita faktual biasanya diabadikan
dalam bentuk buku sejarah atau kitab suci yang dipercayakan kebenarannya.
Cerita ini berisi peristiwa – peristiwa penting yang dialami oleh tokoh. Unsur
didaktik dan informatif terdapat dalam cerita faktual ini.
a. Cerita biografi (ilmuwan, pahlawan, atau tokoh agama). Cerita untuk anak –
anak dalam kategori ini sudah terdapat dalam bnetuk buku dengan ilistrasi
yang menarik dan bervariasi. Cerita yang didasarkan pada kitab suci, karena
pertimbangan tertentu, dimasukkan dalam kategori ini, seperti Tidak Berbakti
kepada Orang Tua, Membelah Lautan. Cerita tersebut sangat diminati anak
usia 5-6 tahun. Pada masa itu menurut (Cox dalam Musfiroh,2008:76), anak
mulai menyukai kehadiran buku. Oleh karenanya apabila disediakan beberapa
buku dalam ruang baca, anak akan cenderung “pura- pura” membaca seperti
yang dilakukan guru atau orang tua mereka.
b. Cerita sejarah atau penggalan dari sejarah. Cerita sejarah sebenarnya cukup
sulit untuk dicerna anak. Meskipun demikian jika guru dapat mengambil
cerita yang telah diolah sedemikian rupa dan disesuaikan dengan tingkat
perkembangan anak maka cerita inipun akan tetap menarik. Cerita tentang
perang melawan Belanda, Jepang, dapat disajikan kepada anak dengan
commit to user
Beberapa cerita yang sejarah yang dimuat dalam majalah anak – anak khusus
untuk Taman Kanak- kanak biasanya dimanfaatkan guru untuk bercerita.
Dalam metode role playing ini jenis cerita yang digunakan adalah jenis cerita
fiksi modern, karena cerita fiksi modern cenderung menstimulasi anak untuk
bercerita kembali (retelling), baik secara lisan maupun tertulis.
d. Cerita Untuk Anak Usia Dini
Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar-benar terjadi, baik
oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya. Dongeng diceritakan terutama untuk
hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, atau bahkan moral.
Seperti halnya mite dan legenda, dongeng pun diklasifikasikan menjadi sebentuk
yang lebih terinci meliputi dongeng binatang, dongeng biasa, anekdot (Danandjaja
dalam Musfiroh, 2008:74).
Dongeng merupakan cerita yang dapat dijadikan sumber cerita untuk anak
usia dini, terutama dongeng-dongeng tentang binatang atau fabel. Apabila
dongeng terlalu panjang guru dapat menulis ulang dengan beberapa perubahan
yang diperlukan.
e. Manfaat Bercerita
Cerita merupakan kebutuhan universal bagi manusia, dari anak-anak sampai
orang dewasa, hingga orang tua. Cerita tidak hanya sekedar memberi manfaat
emotif tetapi juga membantu pertumbuhan anak-anak dalam berbagai aspek.
Bercerita diyakini sebagai aktivitas penting dan tidak dapat dipisahkan dalam dunia
pendidikan untuk anak usia dini. Bercerita bagi anak memiliki manfaat yang sama
pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri.
Dalam penelitian yang dilakukan Masluhah (2010) menunjukan dengan bercerita
dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak, terbukti dari hasil yang diperoleh
commit to user
prosentase (40%), dan meningkat lagi siklus II (85,4) dengan prosentase (100%) yang
terus mengalami peningkatan.
Menurut Musfiroh (2008:81-100) menyatakan bahwa manfaat bercerita adalah:
(1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak, (2) Menyalurkan kebutuhaan
imajinasi dan fantasi, (3) Memacu kemampuan verbal, (4) Merangsang minat menulis
anak, (5) Membuka cakrawala yang dijelaskan sebagai berikut:
1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak
Bercerita memiliki pengaruh dalam cara berfikir dan berperilaku anak
karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun walaupun dibacakan
berulang-ulang. Anak yang terbiasa menyimak cerita, akan tumbuh menjadi
pribadi yang lebih hangat, kompromis, dan memiliki kecerdasan interpersonal
lebih tinggi dari pada anak-anak yang tidak pernah mendengarkan cerita. Guru
mempunyai peran penting sebagai tempat bertanya dan berbagi. Hubungan
psikologis ini membuka peluang kepada pendidik untuk mengajarkan moral
kepada anak.
Bercerita mendorong perkembangan moral kepada anak karena
beberapa sebab yaitu (1) menghadapkan anak pada situasi yang mengandung
konsiderasi yang mungkin mirip dengan yang dihadapi anak dalam dunia
nyata, (2) cerita dapat memancing anak menganalisis situasi, (3) cerita
mendorong anak untuk menelaah perasaannya sendiri sebelum ia mendengar
respon orang lain untuk dibandingkan, (4) cerita mengembangkan rasa
konsiderasi atau tepa slira yaitu pemahaman dan penghargaan atas apa yang
telah dikerjakan sehingga siswa memilki konsiderasi terhadap orang lain
dalam dunia nyata.
2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
Masa anak-anak adalah masa dimana anak memilki daya imajinasi
yang tinggi atau berkhayal yang tinggi. Anak-anak membutuhkan penyaluran
imajinasi dan fantasi tentang berbagai macam hal yang muncul pada pikiran
commit to user
diantaranya: (1) anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat
memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian, (2) anak memperoleh
ketrampilan yang beraagam sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
masing-masing, (3) anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan
secara mental, (4) anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan
citraan-citraan cerita, (5) anak memiliki tempat untuk melarikan permasalahan
seperti keinginan untuk melawan kemarahan, rasa iri, dan cemburu, (6) anak
memperoleh kesempatan untuk merangkai hubungan sebab akibat secara
imajinatif.
3) Memacu kemampuan verbal
Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tapi juga mendidik,
sekaligus merangsang berkembangnya komponen kecerdasan linguistik, yang
paling penting adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai
sasaran praktis. Mendengarkan cerita yang bagus bagi anak sama dengan
melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, dan pragmatik. Selama
menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi diucapkan dengan benar.
Secara langsung anak telah menajamkan kecerdasan linguistiknya.
4) Merangsang minat menulis anak
Cerita dapat memancing rasa kebahasaan anak, anak yang gemar
membaca dan mendegarkan cerita akan memiliki kemampuan berbicara,
menulis, dan memahami gagasan rumit secara lebih baik (Leonhardt dalam
Musfiroh, 2008:88). Cerita menumbuhkan kemampuan tulis anak, cerita dapat
menimbulkan inspirasi bagi anak untuk membuat cerita sendiri.
5) Membuka cakrawala
Cerita dapat membawa anak pada kegiatan yang lebih baik,
mempertinggi rasa ingin tahu yang tinggi, dan sikap menghargai kehidupan.
Bercerita memberikan jalan bagaimana cara memahami diri sendiri dan orang
commit to user
Menurut Raines, dkk (Philips, 2008:1-5) manfaat bercerita antara lain:
1) Meningkatkan imajinasi anak-anak.
2) Mendukung dan memperluas kehidupan sosial anak-anak.
3) Mengembangkan lebih lanjut ketrampilan kognitif anak (seperti imajinasi,
spekulasi, dan pengetahuan).
4) Memberikan kontribusi signifikan terhadap semua aspek perkembangan
bahasa.
5) Jembatan untuk memperkenalkan huruf sejak usia dini.
f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini
Berpijak dari berbagai pendapat yang diuraikan diawal, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan bercerita anak usia dini adalah kesanggupan individu dalam
menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian
secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.
g. Penilaian Kemampuan Bercerita
Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan maka kegiatan
bercerita merupakan implikasi dari sistem pendidikan yang memiliki kegiatan:
persiapan-pelaksanaan-evaluasi. Oleh karena itu evaluasi menjadi bagian yang tak
terpisahkan dalam kegiatan bercerita. Bachri (2005: 176) membagi penilaian
kegiatan menjadi dua, yaitu:
1) Penilaian Formatif
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses kegiatan
bercerita telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Melalui evaluasi
akan diketahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan kegiatan bercerita yang
telah dilakukan sehingga dapat diketahui sejauh mana efektifitas
pelaksanaannya. Hasil dari pelaksanaan penilaian formatif dapat digunakan
sebagai bahan perbaikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan bercerita
commit to user
lain: (1) persiapan, (2) penyusunan dan pengembangan instrumen, (3)
pengambilan data, (4) analisis data, (5) penarikan simpulan, (6) tindak lanjut.
Berikut ini contoh persiapan kebutuhan evaluasi sumatif.
Informasi yang
dinilai, dalam pelaksanaan sesungguhnya tabel di atas akan dikembangkan
lebih luas terhadap komponen yang akan dievaluasikan.
2) Penilaian Sumatif (Hasil Belajar)
Penilaian sumatif bertujuan untuk memberi gambaran mengenai
keberhasilan anak dalam belajar. Bachri (2005: 192) mengemukakan bahwa
penilaian atau evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana anak
didik dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya.
Penilaian yang peneliti lakukan pada kegiatan bercerita adalah penilaian
formatif yaitu untuk menilai proses pembelajaran bercerita secara keseluruhan yang
commit to user 2. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran
a. Pengertian Kualitas
Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas (mutu) dalam
arti yang sama. Mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan
kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang
dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”.
Depdiknasmengemukakan paradigma mutu dalam konteks pendidikan,
mencakup input, proses, dan output pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan
perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan
proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen,
konselor, peserta didik) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang
bahan-bahan, dan sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur
organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan
lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung
dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input
dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi
pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,
sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi
apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara
harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan
(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar
commit to user
Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu adalah
perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat. ( Muhidin, 2011)
b. Pembelajaran
Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan
prosedur yang saling mempengaruhi dimana manusia terlibat dalam sistem
pengajaran yang terdiri dari siswa, guru dan tenaga pendidik lainnya.
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih
baik.(Muhidin, 2011)
Dalam UUSPN No (2003:2) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran dirancang oleh guru untuk membangun kreatifitas berfikir yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu
proses yang dirancang oleh seseorang guru dengan peserta didik dalam suatu
lingkungan sehingga sehingga terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
c. Pengertian Proses Pembelajaran
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang
diarahkankepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar
commit to user
Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi
hakikat belajar yaitu sebagai berikut:
1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.
2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif
permanen
3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas - aktivitas tingkah laku secara
keseluruhan.
4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi,
emosional, sikap dan sebagainya.
Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar
(teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara.
keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat
dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen
-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas
dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara
manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur
yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian
halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan
ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan
commit to user d. Kualitas Proses Pembelajaran
Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk
mencapai tujuan tertentu.Sistemadalahseperangkat komponen yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut juga diungkapkan oleh
Salisbury bahwaSistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai
satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam
hubungannya dengan keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami
dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke
dalam kebulatan suatu sistem.
Sementara Johnson, dkkmengemukakan definisi sistem sebagaisuatu susunan
elemen-elemen yang saling berhubungan. (Muhidin, 2011)
Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem
dibentuk oleh komponen-komponen tertentu dan komponen-komponen ini saling
berinteraksi,berhubungan satu sama lain.
e. Kriteria dalam Penilaian Proses Belajar Mengajar
Menurut Sudjana (2008:59), kriteria penilaian proses belajar mengajar sangat
penting sebagai tolak ukur keberhasilan proses belajar mengajar antara lain :
1) Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum. Kurikulum adalah
program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang
seharusnya dilaksanakan.
2) Keterlaksanaan oleh guru. Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan
program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa
mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti.
3) Keterlaksanaan oleh anak. Dalam hal ini dinilai sejauh mana anak melakukan
kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa
commit to user
4) Motivasi belajar anak. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat
dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para anak pada saat
melaksanakan kegiatan belajar mengajar.
5) Keaktifan para anak dalam kegiatan belajar. Penilaian proses belajar
mengajar terutama adalah melihat sajauh mana keaktifan anak dalam
mengikuti proses belajar mengajar.
6) Interaksi guru dengan anak. Interaksi guru dengan anak berkenaan dengan
komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara anak
dan guru atau anak dengan anak dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.
7) Keterampilan atau kemampuan guru mengajar. Keterampilan atau
kemampuan guru mengajar merupkan puncak keahlian guru yang profesional
sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimiliki dalam
hal pengajaran, komunikasi dengan anak, metode mengajar dll.
8) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh anak. Salah satu keberhasilan proses
belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh anak.
3. Hakikat Anak Usian Dini
a. Pengertian Anak Usia Dini
Terdapat beberapa definisi mengenai anak usia dini. Definisi pertama
mengacu pada pengertian bahwa anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun
atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Pengertian ini
didasarkan pada pandangan bahwa proses pendidikan dan pendekatan pola asuh anak
kelas I, II, dan III hampir sama dengan pola asuh anak usia dini sebelumnya. Batasan
di atas sejalan dengan pengertian dari NAEYC (National Associant for The
Education Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early chilhood
adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. (Bredekamp dalam
Musfiroh 2008:1)
Definisi kedua membatasi pengertian usia dini pada anak usia satu hingga
commit to user
perkembangan yang meliputi bayi (Infancy atau babyhood) yakni usia 0-1 tahun, usia
dini (early chilhood) yakni usia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood)
yakni usia 6-12 tahun, dan seterusnya. Mustafa, dkk (Musfiroh 2008:1)
Dari beberapa definisi tersebut dapt disimpulkan bahwa anak usia dini adalah
anak usia 0-8 tahun dari bayi yakni berusia 0-1 tahun, usia dini yakni usia 1-5 tahun,
masa kanak-kanak akhir 6-12 tahun.
b. Prinsip-prinsip perkembangan Anak Usia Dini
Pengetahuan tentang prinsip perkembangan anak usia dini sangat penting
untuk memperoleh gambaran keumuman perilaku anak pada tahap tertentu.
Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk memberikan bimbingan dan rangsangan
tertentu agar anak dapat mencapai kemampuan sepenuhnya serta memungkinkan guru
menyiapkan anak atas hal-hal yang diharapkan dari mereka pada usia tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 fakta dasar
mengenai prinsip perkembangan selama anak-anak. Hal ini tidak menutup
kemungkinan ditemukannya lagi prinsip yang baru sejalan dengan berlanjutnya
penelitian (Hurlock, 1997 ; Musthafa 2002 dalam Musfiroh 2008:3). Prinsip-prinsip
yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) perkembangan menyangkut perubahan, (2)
perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, (3)
perkembangan merupakan hasil proses hasil kematangan dan belajar, (4) pola
perkembangan dapat diramalkan karena memiliki pola tertentu, (5) pola
perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diramalkan, (6) terdapat
perbadaan individu dalam perkembangan aspek-aspek tertentu, (7) terdapat periode
dalam pola perkembangan yang disebut periode pra-lahir, masa neonatus, masa bayi,
masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, dan masa puber, (8) ada harapan
sosial untuk setiap periode perkembangan, (9) setiap bidang perkembangan
mengandung kemungkinan resiko tertentu, baik fisik maupun psikologi, yang dapat
mengubah pola perkembangan, (10) kebahagian bervariasi pada berbagai periode
commit to user
Perkembangan anak usia dini dimulai sejak proses pembuahan dan terjadi
mitosis. Asupan gizi dan kualitas rangsangan sangat menentukan proses
perkembangannya hingga melampaui fase-fase yang ditetapkan, yakni fase embrio
(8 minggu), janin (10 minggu), bayi, toddler, usia TK hingga usia SD awal.
Perkembangan tersebut meliputi berbgai aspek mulai dari aspek fisik, emotif, sosial,
bahasa, hingga kognitif.
c. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan usia dini kini mulai memperoleh perhatian banyak orang, terutama
setelah disadari bahwa pendidikan pada masa-masa ini sangat mempengaruhi tahap
berikutnya. Proses pendidikan itu dimulai sejak dalam kandungan, yakni sejak masa
embrio terjadi. Proses pendidikan pada masa itu dapat dilihat dari perilaku orang tua.
Mereka menjaga tuturan, pikiran, dan perilaku karena percaya bahwa semua yang
dilakukan berimbas pada sang janin.
Begitu dilahirkan, proses pendidikan menjadi lebih teramati. Meskipun
terlihat lemah. Bayi adalah individu yang paling fleksibel, lentur, dan reaktif.
Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting karena mereka belajar dan sangat
cepat. Dalam pendidikan terjadi proses belajar. Pendidikan untuk anak usia dini,
khususnya untuk anak-anak di Taman Kanak-kanak, harus memperhatikan beberapa
prinsip pendidikan, antara lain sebagai berikut.
1) Tk merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Untuk itu, TK perlu
menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan
menyenagkan.
2) Masing-masing anak memperoleh perhatian yang bersifat individu, sesuai dengan
kebutuhan anak-anak usia TK.
3) Perkembangan adalah hasil proses kematangan dan prose belajar.
4) Kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melaui pembiasaan yang
commit to user
5) Sifat kegiatan belajar di TK merupakan pengembangan kemampuan yang telah
diperoleh di rumah.
6) Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan
anak (Hamalik dalam Musfiroh 2008:16).
Pendidikan untuk anak usia dini, dalam hal ini TK, harus mengacu pada
prinsip bermain sambil belajar atau belajar searaya bermain, karena dunia anak
adalah dunia bermain. Pembelajaran dalam konteks yang bermakna tidak hanya
esensial bagi pemahaman dan perkembangan konsep anak, tetapi juga penting untuk
merangsang motivasi pada diri anak. Jika pembelajaran yang diberikan relevan untuk
anak, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar lebih lanjut. (Bredekamp dalam
Musfiroh 2008:17)
Masa bermain bagi anak-anak TK menandai dimulainya perkembangan
inisiatif, imajinatif, komunikasi, dan dorongan untuk mengetahui lingkungannya
(Hamalik dalam Musfiroh 2008:17).
4. Hakikat Role Playing
a. Pengertian Role Playing
Pada umumnya orang-orang menyebut role (peran) disini berarti rangakaian
perasaan, kata-kata, tindakan. Role merupakan sebuah alat yang unik dan lumrah
dengan berhubungan dengan orang lain, sedangkan playing berarti bermain.
Dalam penelitian yang dilakukan Sutino (2011) dengan menggunakan metode
role playing untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, menunjukan bahwa
anak menjadi lebih aktif, karena mereka termotivasi untuk mengetahui isi cerita
yang dibawakan.
Menurut Joyce (2009-302) Role playing adalah model berbasis pengalaman dan
mensyaratkan adanya materi dukungan yang tidak berlaku banyak, selain situasi –
situasi permaslahan ini sendiri. Role Playing membantu masing – masing siswa
memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial
memudahkan individu dalam menganalisis keadaan sosial khususnya masalah
commit to user
Joyce (2009-91)mengemukakan,
Role Playing as a model of teaching has roots in both the personal and sosial dimension of educatian. It attempts to help individuals find personal meaning within their sosial words and to resolve personal dilemmas with the assistance of the social
grup. In the sosial dimension, it’s allow individual to work together to analyzing
social situasion, aspecially interpersonal proble, and in developing decent and democratic ways of coping with these situasion.
Dari uraian tersebut dapat diartikan role playing merupakan sebuah model
pengajaran yang berasal dari dimensi-dimensi pendidikan individu maupun sosial.
Model ini membantu anak untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial
mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial.
Dalam dimensi sosial memudahkan individu dalam bekerja sama dalam menganalisis
keadaan sosial khususnya masalah antara manusia.
Pada prinsip Role Playing mengeksplorasi masalah-masalah hubungannya
dengan manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian
mendiskusikan peraturan. Siswa bersama – sama mengungkapkan perasaan, tingkah
laku, nilai, strategi pemecahan masalah, kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi
agar anak memberikan penilaian tentang permainan yang telah dilakukan. Role
Playing adalah berakting sesui dengan peran yang telah ditentukan untuk
tujuan-tujuan tertentu misalnya memerankan cerita rakyat.
Ladousse (Tompkins, 1998) memandang role playingcukup sederhana, singkat
dan fleksibel. Dalam Role playing anak mewakili dan mengalami beberapa jenis
karakter yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. (Scarcella &Oxford dalam
Tompkins, 1998).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan
kegiatan menjadi orang lain sesuai dengan peran yang telah ditentukan dengan tujuan
mempertunjukan peristiwa yang berisi pesan – pesan moral yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih. Bermain peran dapat dilakukan dengan latihan atau tanpa latihan
terlebih dahulu agar dalam pembelajaran siswa merasa lebih mengekspresikan
commit to user
berani menyikapi masalah yang dihadapi, mengembangkan kemampuan berimajinasi
menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain.
b. Tujuan Role Playing
Tujuan Metode Role Playing ini digunakan untuk mencapai beberapa bentuk
tujuan pembelajaran baik secara interaksional maupun pengiring. Metode Role
Playing ini digunakan untuk meningkat kemampuan bercerita, misalnya drama
pendek.
Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi
masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai
serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut Calhoun
(2009:329).RolePlaying bertujuan untuk, (1) mengeksplorasi perasaan anak, (2)
mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan presepsi anak,
(3) mengembangkan kemampuan pemecahaan masalah dan tingkah laku, (4)
mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.
Menurut Hamalik (2003:199) tujuan role playing sesuai dengan jenis belajar
adalah sebagai berikut (1) Belajar dengan berbuat yaitu anak melakukan peranan
tertentu sesuai dengankenyataan yang sesungguhnya. Tujuan untuk mengembangkan
ketrampillan-ketrampilan interaktif atau reaktif, (2) Belajar tingkah laku pemeran, (3)
Belajar melalui balikan, pengamat menanggapai perilaku peran pemain peran yang
ditampilkan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan yaitu
pemeran dapat memperbaiki ketrampilan-ketrampilan mereka dengan mengulanginya
dalam penampilan berikutnya.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan role playing adalah suatu aktifitas pembelajaran terencana dengan bermain
peran untuk mencapai ketrampilan-ketrampilan interaktif dan memupuk perilaku
sosial anak dalam kehidupannya. Perilaku sosial tersebut diantaranya sikap empatik
dan senang bekerjasama. Bermain peran dapat meningkatkan dan menumbuhkan
kerjasama anak dalam proses belajar. Kerjasama merupakan fenomena kehidupan
commit to user
tenaga atau energi secara bersama-sama yang kemudian disebut sinergi. Metode role
playing diterapkan dengan cara bekerjasama antara siswa satu dengan anak lainnya.
c. Manfaat Role Playing
Shaftel dan Shaftel (Wahab 2009:109) mengemukakan bahwa role playing memiliki dua manfaat utama yaitu “ education for citizen “ dan “ group counseling “. Selain dua manfaat tersebut masih terdapat beberap manfaat lainnya. Penggunaan
metode ini akan memberikan manfaat apabila dilakukan dengan langkah-langkah
yang benar.
Manfaat role playing menurut Joyce dan Weils (2009:341), sebagai berikut :
1) Anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali dan
memperhitungkan perasaannya sendiri serta perasaan orang lain. Anak bisa
memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang tengah dihadapi, dan
meningkatkan skill memecahkan masalah.
2) Role Playing bisa merangsang timbulnya beberapa aktifitas. Anak menikmati
tindakan atau pemeranan. Role playing adalah salah satu sarana untuk
mengembangkan materi instruksional. Tingkatkan dalam metode ini tindakan
pernah berakhir sendirinya, tetapai hanya membantu anak untuk mengekspresikan
nilai - nilai, perasaan, solusi masalah, dan tingakah laku yang ada dan terpendam
dalam diri anak.
Manfaat penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut:
1) Membantu anak menemukan makna dirinya dalam kelompok.
2) Membantu anak memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok.
3) Memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.
4) Memberi anak pengalaman mengembangkan sikap dan ketrampilan
commit to user
Berpijak dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa role playing adalah
untuk membantu anak dalam memahami perasaan dirinya sendiri maupun orang lain
dan meningkatkkan kemampuan memecahkan masalah – masalah sosial.
d. Langkah – langkah menggunakan Role Playing.
Menurut Joyce dan Weil (2008:345-346) mengemukakan langkah – langkah
menggunakan role playing yaitu:
1) Memanaskan situasi kelompok
a) Mengidentifikasi dan memaparkan masalah.
b) Menjelaskan maslah.
c) Menafsirkan masalah.
d) Menjelaskan tentang role playing.
2) Memilih Partisipan
a) Menganalisis peran.
b) Memilih pemain yang melakukan peran.
3) Mengatur setting/latar
a) Mengatur sesi tindakan.
b) Menegaskan kembali peran.
c) Mendekatkan kemasalah yang akan dipelajari.
4) Menyiapkan pengamat
a) Menjelaskan tujuan dari role playing.
b) Memberikan tugas kepada pengamat.
5) Pemeranan.
a) Waktu tidak terlalu lama untuk tingkat pemula.
b) Memulai memerankan role playing.
c) Mengukuhkan role playing.
6) Berdiskusi dan Mengevaluasi
a) Mengulang kembali pemeranan.
commit to user
c) Mengembangkan pemeranan selanjutnya.
7) Jika terjadi kesulitan hal yang perlu dilakukan.
a) Membimbing dengan pertanyaan.
b) Mencari pengganti paran yang mengalami kesulitan tersebut.
c) Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut.
8) Jika pemain keluar skenario, hal yang perlu dilakukan:
a) Menghentikan lalu meluruskan kembali keadaan dan masalah.
b) Setelah anak paham memulai lagi bermain peran.
9) Jika anak lain mengganggu:
a) Diperingatkan agar tidak menggangu temannya.
b) Diberi tugas khusus.
c) Jangan memperdulikan.
d) Jika ada anak yang kurang setuju dengan peran temannya, akan diberi
kesempatan untuk memerankan
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini :
1. Sutino 2011 dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan
Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa SDN pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran 2010/2011”. Metode role playing mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif, karena mereka termotivasi untuk
mengetahui isi materi yang diberikan. Siswa memahami skenario/teks dengan
baik sehingga mereka bisa memberikan respon yang tepat terhadap pertanyaan
yang dibrikan oleh guru. Sebagai tehnik yang baru, role playing sangat
menarik dan berbeda dengan tehnik pembelajaran yang digunakan dalam
proses belajar mengajar.
Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan sutino dengan
commit to user
role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah variabel
terikatnya.
2. Siska 2011 dengan judul “ Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing)
dalam meningkatkan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini TK Al Kautsar Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011”. Penelitian dilakukan dengan tiga siklus, dengan subjek anak-anak kelompok B TK Al-Kautsar
yang berjumlah 10 anak. Dari hasil pelaksanaan dan observasi yang
dilakukan, terjadi peningkatan yang cukup besar terutama pada siklus dua.
Disarankan bagi guru agar keterampilan sosial dan keterampilan berbicara
lebih dikembangkan lagi, baik dalam pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran.Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan siska
dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah penggunaan
metode role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah
variabel terikatnya.
3. Masluhah 2010 dengan judul “ Penggunaan Metode Bercerita Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Kelompok B di RA Nurul
Karomah Rejoso Pasuruan”. Hasil penelitian menunjukan penggunaan metode
bercerita dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak kelompok B di RA
Nurul Karomah Rejoso Pasuruan, terbukti dari hasil yang diperoleh anak
dilihat dari rata-rata hasil pengamatan anak dari siklus I (68, 8) dengan
prosentase 40%, dan meningkat dengan siklus II (85, 4) dengan prosentase
100%, yang terus mengalami peningkatan. Kesamaan penelitian tindakan
kelas yang dilakukan masluhah dengen peneliti adalah salah satu variabelnya
yang sama yaitu bercerita, sedangkan perbedaanya kemampuan yang
ditingkatkan.
Dari hasil penelitian relevan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak. Terbukti
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian