• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA

DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS

SKRIPSI

DISUSUN OLEH:

UTAMI CANDRA P.

X8110051

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Utami Candra P.

NIM : X8110051

Jurusan/Program Studi : Ilmu Pendidikan /Pendidikan Guru

Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD)

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENERAPAN METODE

ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA

CAWAS ” ini benar-benar hasil karya saya sendiri. Selama itu, sumber informasi

yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

daftar pustaka.

Apabila dalam kemudian hari terbukti atau dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Juli 2012

Utami Candra P.

(3)

commit to user

iii

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA

DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS

Oleh:

UTAMI CANDRA P.

X8110051

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini,

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

JULI 2012

(4)

commit to user

iv

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk di hadapkan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Juli 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd Muhammad Munif, S.PdI., M.A NIP. 19461208 198203 1 001 NIP.198304022 01012 1 006

(5)

commit to user

v

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Dra. Hj. Siti Wahyuningsih, M.Pd

Sekretaris : Dra. Yulianti, M.Pd

Anggota I : Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd

Anggota II : Muhammad Munif, S. PdI., M.A

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

a.n Dekan,

Pembantu Dekan I

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M. Si.

(6)

commit to user

i MOTTO

Dimuliakanlah orang yang menegakkan kebenaran dijalan Allah.

(Musafir)

Regrets and mistakes, they're memories made.

(7)

commit to user

ii

PERSEMBAHAN

Teriring Puji Syukur pada-Mu Ya Rabb, kupersembahkan karya ini untuk:

 Abi dan Umi (Tetuko Prawihadi Nugraha & Tarmini)

Terimakasih untuk do’a dan kasih sayang yang tak pernah putus untukku,

yang selalu mengiringi setiap langkah hidupku. Kerja keras yang tak pernah henti

untuk mewujudkan pendidikan anak-anaknya.

Adikku (Restu Indra Prasetyo)

Terimakasih atas perhatian dan dukungan untukku selama ini, yang selalu

membutat kakak mu ini bersemangat.

 Hawiku (Cholid Jamal Nahdi Binstabit)

Terimakasih atas dukungan dan perhatian selama ini.

Sahabatku dan Keluarga (Ikka Indah, Luluk Meilinda, Ristikha

Mustikawati, Mike Moranawati, Ratnawati)

Terimaksih untuk kebersamaan kita selama ini, kasih sayang, cinta kasih

kalian semua semoga persahabatan kita abadi tak terhenti dengan balutan kain

(8)

commit to user

iii ABSTRAK

Utami Candra P. PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juli 2012.

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak kelompok B pada TK Pembina Cawas dengan menggunakan metode role playing.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) sebanyak dua siklus, setiap siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah anak kelompok B TK Pembina Cawas sebanyak 26 anak. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Pengumpulan data adalah dengan pengamatan, dokumentasi dan tes unjuk kerja. Validitas data menggunakan triangulasi data dan trianggulasi metode. Analisis data meliputi tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan verifikasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dengan menggunakan metode role playing pada anak kelompok B TK Pembina Cawas, kemampuan bercerita dapat meningkat. Pada kondisi awal prosentase ketuntasan anak mencapai 30,8%, pada siklus I prosentase ketuntasan anak mencapai 50%, dan pada siklus II prosentase ketuntasan anak mencapai 77%. Sesuai indikator kinerja yang telah ditetapkan yaitu 75%, dapat diketahui bahwa kondisi awal dan siklus I belum mencapai target yang ditetapkan maka dari itu peneliti melanjutkan ke siklus II, pada siklus II indikator ketercapain mencapai 77%. Simpulan penelitian ini adalah melalui metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita pada anak kelompok B TK Pembina Cawas Klaten.

(9)

commit to user Sebelas Maret University of Surakarta, July 2012.

The objectives of the reseach are to improve the storytelling ability through serial picture medium to the children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten.

The reseach used a classroom action research method with two cycles. Each cycle consisted of plaining, implementation, observation, and reflection. The subject of the reseach were the 26 children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten. The data of the research were gathered through observation, documentation, and performance test. Validity of data that used was triangulation data and triangulation method. Data analizing technique that used was the critical analysis and the interactive analysis which consist of three components i.e data reduction, data display, and conclusion drawing or verification.

The result of the reseach showed with role playing method can improve the storytelling ability of children in B group of Pembina Cawas Kindern Garten Klaten. In the storytelling ability of the pre test before action was 30,8% children who were obtained compalete criteria, improve prosentation was occurred in the cycle improve was 50%, and in the second cycle the percentage of children reached 77% completeness. Appropriate set of performance indicators which is 75%, can be seen that the initial conditions and the cycle I have not hit the target and therefore researchers continue to cycle II, cycle II indicator reached of 77%. The conclusion of the reseach is that serial role playing method can improve the storytelling ability of children in B group of TK Pembina Cawas Kindern Garten Klaten.

Key Word: the storytelling ability, role playing method, early age children B in

(10)

commit to user

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PENGAJUAN ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN ABSTRAK... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

KATA PENGANTAR... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Kajian Teori ... 5

1. Hakikat Kemampuan Bercerita ... 5

a. Pengertian Kemampuan ... 5

b. Pengertian Bercerita ... 6

c. Jenis-jenis Cerita ... 7

(11)

commit to user

vi

e. Manfaat Bercerita ... 10

f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini ... 13

g. Penilaian Kemampuan Bercerita ... 13

2. Hakikat Kualitas Pembelajaran ... 15

a. Pengertian Kualitas ... 15

b. Pengertian Pembelajaran ... 16

c. Pengertian Proses Pembelajaran ... 16

d. Kualitas Proses Pembelajaran ... 18

e. Kriteria dalam Proses Pembelajaran ... 18

3. Hakikat Anak Usia Dini ... 19

a. Pengertian Anak Usia Dini ... 19

b. Prinsip-prinsip Perkembangan Usia Dini... 20

c. Prinsip-prinsip Pendidikan Usia Dini... 21

4. Hakikat Role Playing... 22

a. Pengertian Role Playing... 22

b. Tujuan Role Playing... 24

c. Manfaat Role Playing... 25

d. Langkah-langkah menggunakan Role Playing... 26

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 27

C. Kerangka Berfikir ... 29

D. Hipotesis Tindakan ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Tempat penelitian dan waktu penelitian... 32

1. Tempat penelitian ... 32

2. Waktu penelitian ... 32

B. Subjek Penelitian ... 33

C. Jenis Penelitian... 33

D. Strategi Penelitian ... 33

(12)

commit to user

vii

F. Teknik Pengumpulan Data ... 34

G. Validitas Data ... 35

H. Teknik Analisis Data ... 36

I. Indikator Kinerja ... 38

J. Prosedur Penelitian ... 39

1. Siklus I ... 41

a. Perencanaan ... 41

b. Tindakan ... 41

c. Observasi ... 41

d. Refleksi ... 42

2. Siklis II ... 43

a. Perencanaan ... 43

b. Tindakan ... 43

c. Observasi ... 43

d. Refleksi ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 45

A. Deskripsi Pratindakan... 45

B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus... 48

C. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus... 61

D. Pembahasan... 67

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SASARAN... 69

A. Simpulan... 69

B. Implikasi... 69

C. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA. ... 72

(13)

commit to user

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berfikir ... 30

Gambar 2 Teknik Pengambilan Data ... 38

Gambar 3 Skema Siklus Analisis Interaktif ... 40

Gambar 4 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ... 48

Gambar 4.1 Grafik Nilai Tes Kemampuan Bercerita Pada Siklus I ... 54

Gambar 4.2 Grafik Nilai Tes Kemampuan Berbicara Pada Siklus II ... 60

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Kinerja Guru Pada Siklus I dan II ... 62

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Aktivitas Anak Siklus I dan II ... 64

Gambar 4.5 Kualitas Proses Pembelajaran Keseluruhan Pada Siklus I dan II .. 65

(14)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal ... 47

Tabel 2 Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Siklus I Pertemuan ... 53

Tabel 3 Hasil Nilai Kemampuan Berb Pada Siklus II Pertemuan ... 59

Tabel 4 Prosentase Kinerja Guru Pada Siklus I dan II ... 62

Tabel 5 Prosentase Aktifitas Anak Pada Kondisi Awal, Siklus I dan II ... 63

Tabel 6 Perbandingan Prosentase Kualitas Proses Pembelajaran Secara Keseluruhan Pada Siklus I dan II ... 64

(15)

commit to user

Lampiran 8 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 3 ... 101

Lampiran 9 Bahan Ajar Sikllus I Pertemuan 3... 104

Lampiran 10 Siklus II Pertemuan 1. ... 108

Lampiran 11 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1. ... 112

Lampiran 12 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan I... 115

Lampiran 13 Siklus II Pertemuan 2. ... 118

Lampiran 14 Skenario Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2. ... 122

Lampiran 15 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 2. ... 125

Lampiran 16 Siklus II Pertemuan 3. ... 128

Lampiran 17 Skenario Pembelajaran Siklus II Pertemuan 3. ... 132

Lampiran 18 Bahan Ajar Sikllus II Pertemuan 3. ... 135

Lampiran 19 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan I. ... 138

Lampiran 20 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan I. ... 139

Lampiran 21 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 2. ... 142

Lampiran 22 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 2. ... 143

Lampiran 23 Lembar Penilaian RKH Siklus I Pertemuan 3. ... 146

Lampiran 24 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus I Pertemuan 3. ... 147

Lampiran 25 Rekapitulasi Observasi Kinerja Guru Mengajar Siklus I. ... 150

Lampiran 26 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 1. ... 151

Lampiran 27 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 1. ... 152

Lampiran 28 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 2. ... 155

(16)

commit to user

xi

Lampiran 30 Lembar Penilaian RKH Siklus II Pertemuan 3. ... 159

Lampiran 31 Lembar Observasi Guru Mengajar Siklus II Pertemuan 2. ... 160

Lampiran 32 Rekapitulasi Observasi Guru Mengajar Siklus II. ... 163

Lampiran 33 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 1. ... 164

Lampiran 34 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 2 ... 166

Lampiran 35 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus I Pertemuan 3 ... 168

Lampiran 36 Rekapitulasi Aktivitas Anak Siklus I ... 170

Lampiran 37 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 1. ... 171

Lampiran 38 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 2 ... 173

Lampiran 39 Lembar Observasi Aktivitas Anak Siklus II Pertemuan 3. ... 175

Lampiran 40 Rekapitulasi Siklus II. ... 177

Lampiran 41 Indikator Ketercapaian Tujuan. ... 178

Lampiran 42 Diskripsi Penilain Kemampuan Bercerita. ... 179

Lampiran 43 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Pretest ... 182

Lampiran 44 Daftar Penilaian Anak Pretest ... 184

Lampiran 45 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 1. 186 Lampiran 46 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 2. 188 Lampiran 47 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus I Pertemuan 3 190 Lampiran 48 Daftar Penilaian Anak Siklus I ... 192

Lampiran 49 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 1.194 Lampiran 50 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 2.196 Lampiran 51 Format Penilaian Kemampuan Bercerita Siklus II Pertemuan 3.198 Lampiran 52 Daftar Penilaian Anak Siklus Siklus II ... 200

(17)

commit to user

xii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya

sehingga proposal skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “ Penerapan

Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak

Usia Dini Kelompok B Pada TK Pembina Cawas ”.

Banyak hambatan dalam penulisan proposal skripsi ini, namun berkat

bantuan dari berbagai pihak maka hambatan ini dapat diatasi. Oleh sebab itu pada

kesempatan yang baik ini diucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surkarta

2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Sekretaris Program Studi PG-PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Muhammad Munif, S.PdI., M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan dorongan, semangat dan bimbingan dalam penyusunan skripsi

ini.

7. Kepala Sekolah TK Pembina Cawas yang telah memberikan ijin penelitian.

8. Sumarsini selaku guru kelas TK Pembina Cawas yang telah memberikan

bantuan serta arahan kepada penulis selama proses awal pengambilan data

(18)

commit to user

xiii

9. Anak-anak kelompok B TK Pembina Cawas yang telah membantu penulis

selama proses awal pengambilan data guna menyusun proposal penelitian

tindakan kelas.

10.Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan, karena

keterbatasan pengetahuan yang ada dan hasilnya masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, semua saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.

Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan semua pihak mendapat limpahan rahmat

dari Allah SWT dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-putusnya. Semoga

proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan

dunia pendidikan pada umumnya.

Surakarta, Juli 2012

(19)

commit to user BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakanfaktor utama dalam menentukan kualitas kehidupan

bangsa.Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam menciptakan kehidupan

yang demokratis, cerdas, damai, terbuka terhadap hal – hal yang baru. Seperti yang

tercantum dalam SISDIKNAS (2003:2) bahwa tujuan pendidikan nasional adalah

mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berakhlak mulia,

berkeahlian, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah kesatuan Negara

Republik Indonesia yang didukung oleh manusia yang sehat, mandiri, beriman

bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berdasarkan hukum dan lingkungan,

mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan disiplin.

Masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan untuk meraih

kesempatan dalam berbagai bidang dengan meningkatkan kualitas daya manusia.

Tujuan pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran dilakukan secara

optimal. Pembelajaran merupakan proses berkesinambungan tidak hanya terbatas

pada penyampaian materi didepan kelas yang memberikan kesan kurang bermakna

bagi perkembangan anak.

Pembelajaran tentang Bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan

peserta didik untuk berkomunikasi dengan baik dan benar, baik secara lisan

maupun tulisan. Pengembangan bahasa pada anak usia prasekolah merupakan

salah satu aspekperkembangan anak yang dalam pelaksaanaanya tidak dapat

dipisahkan dari semua kegiatan anak,baik itu berkaitan dengan

musik,sosial,matematika, sains, dan kegiatan apapun yang semuanya memberikan

(20)

commit to user

Salah satu kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan proses belajar guru

hanya menggunakan metode bercerita, yang hanya anak mendengarkan cerita yang

dibacakan oleh guruya.Salah satu pembelajaran yang perlu ditingkatkan di

kelompok B TK Pembina Cawas adalah metode bercerita yang digunakan. Hal ini

dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan. Guru cenderung membuat anak

pasif karena kemampuan guru kurang dalam menggunakan model – model yang

inovatif sehingga membuat anak kurang tertarik dan tidak bersemangat dalam

proses pembelajaran. Penggunaan metode yang kurang tepat oleh guru akan

membingungkan anak dalam menerima isi cerita yang disampaikan.

Selain faktor guru dalam mengajar, pada saat guru menjelaskan materi

banyak anak kurang memperhatikan penjelasan guru. Hal ini dapat dilihat dari

benyaknya aktifitas lain yang dilakukan oleh anak antara lain : anak melamun,

anak mencorat – coret meja atau kursi, usil dengan teman sebangku, berbicara

dengan teman sebangku, hal ini membuktikan bahwa anak belum mengerti dengan

materi yang disampaikan guru.

Mencermati kondisi tersebut untuk mengembangkan kemampun bercerita

anak guru memiliki peran-peran yang utama dalam memfasilitasi secara

optimal.Bimbingan guru sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan minat anak

untuk dapat berceritadengan baik dan benar.Guru perlu menciptakan pembelajaran

yang menyenagkan dan bervariasi,memberi kesempatan pada anak untuk

mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan baik. Hal ini penulis mempunyai

pikiran untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menerapkan metode

pembelajaran role playing. Penggunaan metode role playing membantu anak

memahami materi yang dianggap sulit, terutama pada kemampuan bercerita anak.

Bercerita merupakan kebutuhan universal manusia dananak-anak hingga

dewasa.Bagi anak-anakcerita tidak sekedar memberi manfaat emotif tetapi juga

(21)

commit to user

merupakan aktifitas penting dan tak terpisahkan dalam program pendidikan untuk

anak-anak .

Alasan digunakan metode pembelajaran role playing yaitu : (1) guru

mendorong minat anak agar ikut aktif dalam proses pembelajaran. (2) anak dapat

memahami konsep tentang peranan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. (3) anak

tidak merasa jenuh dengan pembelajaran yang diajarkan oleh guru. (4) anak dapat

mengerti isi pesan cerita yang dibawakan.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengangkat

masalah ini untuk dijadikan penelitian dengan judul “PenerapanMetode Role

Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini Kelompok B

Pada TK Pembina Cawas “.

B.Rumusan Masalah

Dari uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

Apakah dengan metoderole playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita

anakusia dini kelompok B Tk Pembina Cawas?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini:

Untuk meningkatkan kemampuan bercerita anak melalui metode pembelajaran

role playing.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Praktis

a. Bagi guru

a. Memberikan pengalaman langsung kepada guru pada saat menerapkan

(22)

commit to user

b. Memberi solusi permasalahan yang selama ini dihadapi anak pada

kemampuan bercerita dengan menggunakan metode pembelajaran role

playing.

c. Memberi masukkan bahwa metoderole playing adalah salah satu

media pembelajaran untukmeningkatkan kemampuan bercerita anak.

b. Bagi peneliti

a. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penerapan metode

pembelajaran role playing.

b. Bisa memberi masukan dalam pengembangan penelitian tidak hanya

pada kemampuan bercerita tetapi juga aspek bahasa, kemampuan

kognitif, sosial.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peneliti

berikutnya agar dapat menggunakan metode role playinguntuk meningkatkan

kemampuan bercerita maupun kemampuan lainnya dikemudian hari agar

menjadi lebih baik.

2. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literature bagi pengembangan

kemampuan bercerita anak, sehingga dapat dijadikan referensi bagi peningkatan

kualitas dalam penerapanmetode pembelajaran role playing pada masa akan

(23)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini

a. Pengertian Kemampuan

Kemampuan merupakan tolak ukur anak dalam melaksanakan berbagai

kegiatan/aktifitas. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pengertian

kemampuan.

Samsudin (2009:54) membedakan kemampuan menjadi dua kategori yaitu:

1) actual ability (kemampuan nyata), merupakan suatu kemampuan yang segera

dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga kerena kemampuan itu

merupakan suatu hasil yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal

tertentu yang telah dijalani, 2) potensial ability (kemampuan potensial),

merupakan kemampuan yang berasal dari bakat dalam diri sejaklahir.

Kemampuan adalah sifat bawaan lahir atau dipelajari yang memungkinkan

seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik (Widiastuti, 2009).

Chaplin (1981:1) mendefinisikan kemampuan sebagai berikut ability (

kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat kesanggupan ) merupakan tenaga

(daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Menurut Woodworth dan

Marquis (Suryabrata, 2002:161) kemampuan (ability) mempunyai tiga arti yaitu

:

1) Prestasi yang merupakan kemampuan aktual, yang dapat diukur langsung

dengan alat atau tes tertentu.

2) Kapasitas yang merupakan kemampuan potensial, yang dapat diukur secara

tidak langsung dengan melaluipengukuran tehadap kecakapan individu, di

mana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan

(24)

commit to user

3) Sikap, yaitu kualitas yang hanya data diungkap atau diukur dengan tes

khusus yang sengaja dibuat untuk itu.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah

kesanggupan seseorang dalam melakukan suatu perbuatanatau pekerjaan yang

berupa bawaan dari lahir maupun hasil dari latihan danpraktek, kamampuan ini

dapat diukur langsung maupun secara tidak langsung dengan alat atau tes

tertentu.

b. Pengertian Bercerita

Bercerita merupakan salah satu kebutuhan untuk anak, dengan cerita anak

dapat mengembangkan imajinasinya. Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya

tentang pengertian bercerita, anatara lain.

Menurut (Musfiroh 2005: 32-33) menyatakan bahwa cerita dalam

Kurikulum Berbasis Kompetensi digunakan sebagai materi untuk

pengembangan kompetensi dasar berkomunikasi.

Bachri (2005:10) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan

tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan

tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.

Tarigan, dkk (1993:6) menyatakan makna cerita sebagai berikut (1) cerita

sama dengan tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya hal ( peristiwa,

kejadian), (2) cerita sama dengan karangan yang menuturkan perbuatan,

pengalaman atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya baik yang

sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan, (3) cerita sama dengan lakon yang

diwujudkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang dan lain-lain).

Dari pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa bercerita adalah

menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan, peristiwa atau suatu

kejadian secara lisan atau tertulis untuk berkomunikasi dan menyampaikan suatu

(25)

commit to user c. Jenis Cerita

Cerita untuk anak – anak dikategorikan ke dalam tiga jenis, yakni cerita

rakyat, cerita fiksi modern, dan cerita faktual. Ketiga cerita tersebut memiliki

sumber dan karakteristik yang berbeda, ketiganya dapat disajikan kepada anak

dengan penyesuaian.

1. Cerita Rakyat

Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:69) cerita rakyat dalam bahasa

inggris disebutfolktaleadalah narasi pendek dalam bentuk prosa yang tidak

diketahui penciptanya dan tersebar dari mulut – kemulut. Hal ini

disampaikan dari mulut – kemulut, maka cerita rakyat digolongkan kedalam

sastra lisan. Cerita rakyat berkaitan dengan lingkungan alam.

a. Ciri – ciri Cerita Rakyat

Cerita rakyat memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1) Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan

atau diwariskan melalui kata – kata dari mulut ke mulut dari suatu

generasi ke generasi berikutnya.

2) Disebarkan dalam bentuk yang standar, dalam kolektif tertentu

(masyarakat yang dimiliki cerita rakyat tersebut), dan dalam waktu

cukup lama (setidak – tidaknya dua generasi).

3) Memiliki versi – versi yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara

penyebarannya yang dari mulut – kemulut, dan bukan melalui rekaman.

4) Mempunyai bentuk berpola, seperti kata – kata klise, kata – kata

pembukaan dan penutup yang baku, serta ungkapan – ungkapan

tradisional.

5) Bersifat anonim, yakni sudah tidak diketahui lagi nama penciptanya.

6) Mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan kolektif atau

masyarakat pemiliknya, seperti sebagai alat pendidikan pelipur lara,

(26)

commit to user

7) Bersifat prologis, yaitu memiliki logika tersendiri yang tidak sesuai

dengan logika umum.

8) Menjadi milik bersama. Hal itu disebabkan penciptanya yang asli sudah

tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektifnya merasa

memilikinya(Danandjaja dalam Musfiroh, 2008:70).

b. Bentuk – bentuk Cerita Rakyat

Menurut (Abrams dalam Musfiroh, 2008:70) cerita rakyat meliputi mite,

legenda, dan dongeng. Ketiganya memiliki beberapa perbedaan menyangkut

permasalahan cerita, tokoh cerita, serta anggapan pemiliknya terhadap

keberadaan cerita tersebut.

1) Mite

Mite adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi dan dianggap

benar – benar terjadi dan dianggap sakral oleh penduduknya. Mite

mengandung tokoh – tokoh dewa atau makhluk setengah dewa. Mite

melukiskan kelahiran bangsa, pertemuan orang tua dengan dewa – dewa

karunia atau sengsara, atau perjanjian dan larangan yang diadakan. Mite

tidak didasarkan pada pikiran logis melainkan perasaan dan pikiran mistis.

2) Legenda

Legenda adalah cerita yang dianggap benar – benar terjadi tetapi tidak

dianggap sakral oleh pemilik cerita. Yang tampil sebagai tokoh – tokohnya

adalah manusia yang sering memperlihatkan sifat – sifat dan kelebihan luar

biasa. Tokoh yang tampil dalam legenda adalah makhluk gaib yang hidup

yang hidup bersama – sama dengan peristiwa yang terjadi di dunia.

3) Dongeng

Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar – benar

(27)

commit to user

2.Cerita Fiksi Modern

Cerita fiksi modern dapat dikategorikan menjadi cerita fantasi dan fiksi ilmiah

(Cox dalam Musfiroh, 2008:74). Cerita fiksi modern dianggap sebagai sastra

hipotesis dan sesuai untuk model belajar anak. Cerita tentang vampir yang ditulis

oleh Elizabeth dan cerita yang mempersonifikasikan binatang seperti halnya

winnie-the-Pooh oleh A. A. Milne misalnya, merupakan cerita fiksi modern yang

cenderung menstimulasi anak untuk bercerita kembali (retelling), baik secara lisan

maupun tertulis.

2. Cerita Faktual

Cerita faktual adalah cerita yang didasarkan pada peristiwa faktual yang

dialami oleh seseorang atau sekelompok orang. Cerita faktual biasanya diabadikan

dalam bentuk buku sejarah atau kitab suci yang dipercayakan kebenarannya.

Cerita ini berisi peristiwa – peristiwa penting yang dialami oleh tokoh. Unsur

didaktik dan informatif terdapat dalam cerita faktual ini.

a. Cerita biografi (ilmuwan, pahlawan, atau tokoh agama). Cerita untuk anak –

anak dalam kategori ini sudah terdapat dalam bnetuk buku dengan ilistrasi

yang menarik dan bervariasi. Cerita yang didasarkan pada kitab suci, karena

pertimbangan tertentu, dimasukkan dalam kategori ini, seperti Tidak Berbakti

kepada Orang Tua, Membelah Lautan. Cerita tersebut sangat diminati anak

usia 5-6 tahun. Pada masa itu menurut (Cox dalam Musfiroh,2008:76), anak

mulai menyukai kehadiran buku. Oleh karenanya apabila disediakan beberapa

buku dalam ruang baca, anak akan cenderung “pura- pura” membaca seperti

yang dilakukan guru atau orang tua mereka.

b. Cerita sejarah atau penggalan dari sejarah. Cerita sejarah sebenarnya cukup

sulit untuk dicerna anak. Meskipun demikian jika guru dapat mengambil

cerita yang telah diolah sedemikian rupa dan disesuaikan dengan tingkat

perkembangan anak maka cerita inipun akan tetap menarik. Cerita tentang

perang melawan Belanda, Jepang, dapat disajikan kepada anak dengan

(28)

commit to user

Beberapa cerita yang sejarah yang dimuat dalam majalah anak – anak khusus

untuk Taman Kanak- kanak biasanya dimanfaatkan guru untuk bercerita.

Dalam metode role playing ini jenis cerita yang digunakan adalah jenis cerita

fiksi modern, karena cerita fiksi modern cenderung menstimulasi anak untuk

bercerita kembali (retelling), baik secara lisan maupun tertulis.

d. Cerita Untuk Anak Usia Dini

Dongeng adalah cerita khayali yang dianggap tidak benar-benar terjadi, baik

oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya. Dongeng diceritakan terutama untuk

hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, atau bahkan moral.

Seperti halnya mite dan legenda, dongeng pun diklasifikasikan menjadi sebentuk

yang lebih terinci meliputi dongeng binatang, dongeng biasa, anekdot (Danandjaja

dalam Musfiroh, 2008:74).

Dongeng merupakan cerita yang dapat dijadikan sumber cerita untuk anak

usia dini, terutama dongeng-dongeng tentang binatang atau fabel. Apabila

dongeng terlalu panjang guru dapat menulis ulang dengan beberapa perubahan

yang diperlukan.

e. Manfaat Bercerita

Cerita merupakan kebutuhan universal bagi manusia, dari anak-anak sampai

orang dewasa, hingga orang tua. Cerita tidak hanya sekedar memberi manfaat

emotif tetapi juga membantu pertumbuhan anak-anak dalam berbagai aspek.

Bercerita diyakini sebagai aktivitas penting dan tidak dapat dipisahkan dalam dunia

pendidikan untuk anak usia dini. Bercerita bagi anak memiliki manfaat yang sama

pentingnya dengan aktivitas dan program pendidikan itu sendiri.

Dalam penelitian yang dilakukan Masluhah (2010) menunjukan dengan bercerita

dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak, terbukti dari hasil yang diperoleh

(29)

commit to user

prosentase (40%), dan meningkat lagi siklus II (85,4) dengan prosentase (100%) yang

terus mengalami peningkatan.

Menurut Musfiroh (2008:81-100) menyatakan bahwa manfaat bercerita adalah:

(1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak, (2) Menyalurkan kebutuhaan

imajinasi dan fantasi, (3) Memacu kemampuan verbal, (4) Merangsang minat menulis

anak, (5) Membuka cakrawala yang dijelaskan sebagai berikut:

1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak

Bercerita memiliki pengaruh dalam cara berfikir dan berperilaku anak

karena mereka senang mendengarkan cerita walaupun walaupun dibacakan

berulang-ulang. Anak yang terbiasa menyimak cerita, akan tumbuh menjadi

pribadi yang lebih hangat, kompromis, dan memiliki kecerdasan interpersonal

lebih tinggi dari pada anak-anak yang tidak pernah mendengarkan cerita. Guru

mempunyai peran penting sebagai tempat bertanya dan berbagi. Hubungan

psikologis ini membuka peluang kepada pendidik untuk mengajarkan moral

kepada anak.

Bercerita mendorong perkembangan moral kepada anak karena

beberapa sebab yaitu (1) menghadapkan anak pada situasi yang mengandung

konsiderasi yang mungkin mirip dengan yang dihadapi anak dalam dunia

nyata, (2) cerita dapat memancing anak menganalisis situasi, (3) cerita

mendorong anak untuk menelaah perasaannya sendiri sebelum ia mendengar

respon orang lain untuk dibandingkan, (4) cerita mengembangkan rasa

konsiderasi atau tepa slira yaitu pemahaman dan penghargaan atas apa yang

telah dikerjakan sehingga siswa memilki konsiderasi terhadap orang lain

dalam dunia nyata.

2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi

Masa anak-anak adalah masa dimana anak memilki daya imajinasi

yang tinggi atau berkhayal yang tinggi. Anak-anak membutuhkan penyaluran

imajinasi dan fantasi tentang berbagai macam hal yang muncul pada pikiran

(30)

commit to user

diantaranya: (1) anak membangun gambaran-gambaran mental pada saat

memperdengarkan kata-kata yang melukiskan kejadian, (2) anak memperoleh

ketrampilan yang beraagam sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman

masing-masing, (3) anak memperoleh kebebasan untuk melakukan pilihan

secara mental, (4) anak memperoleh kesempatan menangkap imajinasi dan

citraan-citraan cerita, (5) anak memiliki tempat untuk melarikan permasalahan

seperti keinginan untuk melawan kemarahan, rasa iri, dan cemburu, (6) anak

memperoleh kesempatan untuk merangkai hubungan sebab akibat secara

imajinatif.

3) Memacu kemampuan verbal

Cerita yang bagus tidak sekedar menghibur tapi juga mendidik,

sekaligus merangsang berkembangnya komponen kecerdasan linguistik, yang

paling penting adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk mencapai

sasaran praktis. Mendengarkan cerita yang bagus bagi anak sama dengan

melakukan serangkaian kegiatan fonologis, sintaksis, dan pragmatik. Selama

menyimak cerita, anak belajar bagaimana bunyi diucapkan dengan benar.

Secara langsung anak telah menajamkan kecerdasan linguistiknya.

4) Merangsang minat menulis anak

Cerita dapat memancing rasa kebahasaan anak, anak yang gemar

membaca dan mendegarkan cerita akan memiliki kemampuan berbicara,

menulis, dan memahami gagasan rumit secara lebih baik (Leonhardt dalam

Musfiroh, 2008:88). Cerita menumbuhkan kemampuan tulis anak, cerita dapat

menimbulkan inspirasi bagi anak untuk membuat cerita sendiri.

5) Membuka cakrawala

Cerita dapat membawa anak pada kegiatan yang lebih baik,

mempertinggi rasa ingin tahu yang tinggi, dan sikap menghargai kehidupan.

Bercerita memberikan jalan bagaimana cara memahami diri sendiri dan orang

(31)

commit to user

Menurut Raines, dkk (Philips, 2008:1-5) manfaat bercerita antara lain:

1) Meningkatkan imajinasi anak-anak.

2) Mendukung dan memperluas kehidupan sosial anak-anak.

3) Mengembangkan lebih lanjut ketrampilan kognitif anak (seperti imajinasi,

spekulasi, dan pengetahuan).

4) Memberikan kontribusi signifikan terhadap semua aspek perkembangan

bahasa.

5) Jembatan untuk memperkenalkan huruf sejak usia dini.

f. Kemampuan Bercerita Anak Usia Dini

Berpijak dari berbagai pendapat yang diuraikan diawal, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan bercerita anak usia dini adalah kesanggupan individu dalam

menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian

secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa.

g. Penilaian Kemampuan Bercerita

Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk pendidikan maka kegiatan

bercerita merupakan implikasi dari sistem pendidikan yang memiliki kegiatan:

persiapan-pelaksanaan-evaluasi. Oleh karena itu evaluasi menjadi bagian yang tak

terpisahkan dalam kegiatan bercerita. Bachri (2005: 176) membagi penilaian

kegiatan menjadi dua, yaitu:

1) Penilaian Formatif

Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses kegiatan

bercerita telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Melalui evaluasi

akan diketahui kelemahan dan kelebihan pelaksanaan kegiatan bercerita yang

telah dilakukan sehingga dapat diketahui sejauh mana efektifitas

pelaksanaannya. Hasil dari pelaksanaan penilaian formatif dapat digunakan

sebagai bahan perbaikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan bercerita

(32)

commit to user

lain: (1) persiapan, (2) penyusunan dan pengembangan instrumen, (3)

pengambilan data, (4) analisis data, (5) penarikan simpulan, (6) tindak lanjut.

Berikut ini contoh persiapan kebutuhan evaluasi sumatif.

Informasi yang

dinilai, dalam pelaksanaan sesungguhnya tabel di atas akan dikembangkan

lebih luas terhadap komponen yang akan dievaluasikan.

2) Penilaian Sumatif (Hasil Belajar)

Penilaian sumatif bertujuan untuk memberi gambaran mengenai

keberhasilan anak dalam belajar. Bachri (2005: 192) mengemukakan bahwa

penilaian atau evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana anak

didik dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya.

Penilaian yang peneliti lakukan pada kegiatan bercerita adalah penilaian

formatif yaitu untuk menilai proses pembelajaran bercerita secara keseluruhan yang

(33)

commit to user 2. Hakikat Kualitas Proses Pembelajaran

a. Pengertian Kualitas

Para ahli tidak semua sependapat dengan pengertian kualitas (mutu) dalam

arti yang sama. Mutu adalah “paduan sifat-sifat produk yang menunjukkan

kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang

dinyatakan atau kebutuhan yang tersirat, masa kini dan masa depan”.

Depdiknasmengemukakan paradigma mutu dalam konteks pendidikan,

mencakup input, proses, dan output pendidikan. Lebih jauh dijelaskan bahwa input

pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk

berlangsungnya proses, yang dimaksud sesuatu adalah berupa sumberdaya dan

perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi keberlangsungan

proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (seperti ketua, dosen,

konselor, peserta didik) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang

bahan-bahan, dan sebagainya). Sedangkan input perangkat meliputi: struktur

organisasi, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dan

lain sebagainya. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan dan sasaran yang

ingin dicapai. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung

dengan baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya mutu input

dapat diukur dari tingkat kesiapan input, makin tinggi kesiapan input, makin tinggi

pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu

yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input,

sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dikatakan bermutu tinggi

apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemanduan input dilakukan secara

harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan

(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar

(34)

commit to user

Berdasarkan pendapat di atas dapat didefinisikan bahwa mutu adalah

perpaduan sifat-sifat barang atau jasa, yang menunjukkan kemampuannya dalam

memenuhi kebutuhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat. ( Muhidin, 2011)

b. Pembelajaran

Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur – unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan

prosedur yang saling mempengaruhi dimana manusia terlibat dalam sistem

pengajaran yang terdiri dari siswa, guru dan tenaga pendidik lainnya.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih

baik.(Muhidin, 2011)

Dalam UUSPN No (2003:2) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Pembelajaran dirancang oleh guru untuk membangun kreatifitas berfikir yang dapat

meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya

meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu

proses yang dirancang oleh seseorang guru dengan peserta didik dalam suatu

lingkungan sehingga sehingga terjadi proses pembelajaran yang efektif dan efisien

untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Pengertian Proses Pembelajaran

Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi

yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang

diarahkankepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar

(35)

commit to user

Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal yang menjadi

hakikat belajar yaitu sebagai berikut:

1. Belajar merupakan suatu proses, yaitu merupakan kegiatan yang

berkesinambungan dimulai sejak lahir dan terus berlangsung seumur hidup.

2. Dalam belajar terjadi adanya perubahan tingkah laku yang bersifat relatif

permanen

3. Hasil belajar ditujukan dengan aktivitas - aktivitas tingkah laku secara

keseluruhan.

4. Adanya peranan kepribadian dalam proses belajar antara lain aspek motivasi,

emosional, sikap dan sebagainya.

Pembelajaran (instruction), merupakan akumulasi dari konsep mengajar

(teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya pada perpaduan antara.

keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat

dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen

-komponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas

dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan.

Learning System menyangkut pengorganisasian dari perpaduan antara

manusia, pengalaman belajar, fasilitas, pemeliharaan atau pengontrolan, dan prosedur

yang mengatur interaksi perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan. Demikian

halnya juga dengan learning system, dimana komponen perencanaan mengajar, bahan

ajar, tujuan, materi dan metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan

(36)

commit to user d. Kualitas Proses Pembelajaran

Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk

mencapai tujuan tertentu.Sistemadalahseperangkat komponen yang saling

berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal tersebut juga diungkapkan oleh

Salisbury bahwaSistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai

satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam

hubungannya dengan keseluruhan sistem. Setiap bagian hanya dapat dipahami

dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke

dalam kebulatan suatu sistem.

Sementara Johnson, dkkmengemukakan definisi sistem sebagaisuatu susunan

elemen-elemen yang saling berhubungan. (Muhidin, 2011)

Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem

dibentuk oleh komponen-komponen tertentu dan komponen-komponen ini saling

berinteraksi,berhubungan satu sama lain.

e. Kriteria dalam Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sudjana (2008:59), kriteria penilaian proses belajar mengajar sangat

penting sebagai tolak ukur keberhasilan proses belajar mengajar antara lain :

1) Konsistensi kegiatan belajar mengajar dengan kurikulum. Kurikulum adalah

program belajar mengajar yang telah ditentukan sebagai acuan apa yang

seharusnya dilaksanakan.

2) Keterlaksanaan oleh guru. Dalam hal ini adalah sejauh mana kegiatan dan

program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan oleh guru tanpa

mengalami hambatan dan kesulitan yang berarti.

3) Keterlaksanaan oleh anak. Dalam hal ini dinilai sejauh mana anak melakukan

kegiatan belajar sesuai dengan program yang telah ditentukan guru tanpa

(37)

commit to user

4) Motivasi belajar anak. Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat

dalam motivasi belajar yang ditunjukan oleh para anak pada saat

melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

5) Keaktifan para anak dalam kegiatan belajar. Penilaian proses belajar

mengajar terutama adalah melihat sajauh mana keaktifan anak dalam

mengikuti proses belajar mengajar.

6) Interaksi guru dengan anak. Interaksi guru dengan anak berkenaan dengan

komunikasi atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara anak

dan guru atau anak dengan anak dalam melakukan kegiatan belajar mengajar.

7) Keterampilan atau kemampuan guru mengajar. Keterampilan atau

kemampuan guru mengajar merupkan puncak keahlian guru yang profesional

sebab merupakan penerapan semua kemampuan yang telah dimiliki dalam

hal pengajaran, komunikasi dengan anak, metode mengajar dll.

8) Kualitas hasil belajar yang dicapai oleh anak. Salah satu keberhasilan proses

belajar mengajar dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh anak.

3. Hakikat Anak Usian Dini

a. Pengertian Anak Usia Dini

Terdapat beberapa definisi mengenai anak usia dini. Definisi pertama

mengacu pada pengertian bahwa anak usia dini adalah anak yang berumur nol tahun

atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Pengertian ini

didasarkan pada pandangan bahwa proses pendidikan dan pendekatan pola asuh anak

kelas I, II, dan III hampir sama dengan pola asuh anak usia dini sebelumnya. Batasan

di atas sejalan dengan pengertian dari NAEYC (National Associant for The

Education Young Children). Menurut NAEYC, anak usia dini atau early chilhood

adalah anak yang berada pada usia nol hingga delapan tahun. (Bredekamp dalam

Musfiroh 2008:1)

Definisi kedua membatasi pengertian usia dini pada anak usia satu hingga

(38)

commit to user

perkembangan yang meliputi bayi (Infancy atau babyhood) yakni usia 0-1 tahun, usia

dini (early chilhood) yakni usia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood)

yakni usia 6-12 tahun, dan seterusnya. Mustafa, dkk (Musfiroh 2008:1)

Dari beberapa definisi tersebut dapt disimpulkan bahwa anak usia dini adalah

anak usia 0-8 tahun dari bayi yakni berusia 0-1 tahun, usia dini yakni usia 1-5 tahun,

masa kanak-kanak akhir 6-12 tahun.

b. Prinsip-prinsip perkembangan Anak Usia Dini

Pengetahuan tentang prinsip perkembangan anak usia dini sangat penting

untuk memperoleh gambaran keumuman perilaku anak pada tahap tertentu.

Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk memberikan bimbingan dan rangsangan

tertentu agar anak dapat mencapai kemampuan sepenuhnya serta memungkinkan guru

menyiapkan anak atas hal-hal yang diharapkan dari mereka pada usia tertentu.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 10 fakta dasar

mengenai prinsip perkembangan selama anak-anak. Hal ini tidak menutup

kemungkinan ditemukannya lagi prinsip yang baru sejalan dengan berlanjutnya

penelitian (Hurlock, 1997 ; Musthafa 2002 dalam Musfiroh 2008:3). Prinsip-prinsip

yang dimaksud adalah sebagai berikut: (1) perkembangan menyangkut perubahan, (2)

perkembangan awal lebih penting daripada perkembangan selanjutnya, (3)

perkembangan merupakan hasil proses hasil kematangan dan belajar, (4) pola

perkembangan dapat diramalkan karena memiliki pola tertentu, (5) pola

perkembangan mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diramalkan, (6) terdapat

perbadaan individu dalam perkembangan aspek-aspek tertentu, (7) terdapat periode

dalam pola perkembangan yang disebut periode pra-lahir, masa neonatus, masa bayi,

masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak akhir, dan masa puber, (8) ada harapan

sosial untuk setiap periode perkembangan, (9) setiap bidang perkembangan

mengandung kemungkinan resiko tertentu, baik fisik maupun psikologi, yang dapat

mengubah pola perkembangan, (10) kebahagian bervariasi pada berbagai periode

(39)

commit to user

Perkembangan anak usia dini dimulai sejak proses pembuahan dan terjadi

mitosis. Asupan gizi dan kualitas rangsangan sangat menentukan proses

perkembangannya hingga melampaui fase-fase yang ditetapkan, yakni fase embrio

(8 minggu), janin (10 minggu), bayi, toddler, usia TK hingga usia SD awal.

Perkembangan tersebut meliputi berbgai aspek mulai dari aspek fisik, emotif, sosial,

bahasa, hingga kognitif.

c. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan usia dini kini mulai memperoleh perhatian banyak orang, terutama

setelah disadari bahwa pendidikan pada masa-masa ini sangat mempengaruhi tahap

berikutnya. Proses pendidikan itu dimulai sejak dalam kandungan, yakni sejak masa

embrio terjadi. Proses pendidikan pada masa itu dapat dilihat dari perilaku orang tua.

Mereka menjaga tuturan, pikiran, dan perilaku karena percaya bahwa semua yang

dilakukan berimbas pada sang janin.

Begitu dilahirkan, proses pendidikan menjadi lebih teramati. Meskipun

terlihat lemah. Bayi adalah individu yang paling fleksibel, lentur, dan reaktif.

Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat penting karena mereka belajar dan sangat

cepat. Dalam pendidikan terjadi proses belajar. Pendidikan untuk anak usia dini,

khususnya untuk anak-anak di Taman Kanak-kanak, harus memperhatikan beberapa

prinsip pendidikan, antara lain sebagai berikut.

1) Tk merupakan salah satu bentuk awal pendidikan sekolah. Untuk itu, TK perlu

menciptakan situasi pendidikan yang dapat memberikan rasa aman dan

menyenagkan.

2) Masing-masing anak memperoleh perhatian yang bersifat individu, sesuai dengan

kebutuhan anak-anak usia TK.

3) Perkembangan adalah hasil proses kematangan dan prose belajar.

4) Kegiatan belajar di TK adalah pembentukan perilaku melaui pembiasaan yang

(40)

commit to user

5) Sifat kegiatan belajar di TK merupakan pengembangan kemampuan yang telah

diperoleh di rumah.

6) Bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan

anak (Hamalik dalam Musfiroh 2008:16).

Pendidikan untuk anak usia dini, dalam hal ini TK, harus mengacu pada

prinsip bermain sambil belajar atau belajar searaya bermain, karena dunia anak

adalah dunia bermain. Pembelajaran dalam konteks yang bermakna tidak hanya

esensial bagi pemahaman dan perkembangan konsep anak, tetapi juga penting untuk

merangsang motivasi pada diri anak. Jika pembelajaran yang diberikan relevan untuk

anak, mereka akan lebih termotivasi untuk belajar lebih lanjut. (Bredekamp dalam

Musfiroh 2008:17)

Masa bermain bagi anak-anak TK menandai dimulainya perkembangan

inisiatif, imajinatif, komunikasi, dan dorongan untuk mengetahui lingkungannya

(Hamalik dalam Musfiroh 2008:17).

4. Hakikat Role Playing

a. Pengertian Role Playing

Pada umumnya orang-orang menyebut role (peran) disini berarti rangakaian

perasaan, kata-kata, tindakan. Role merupakan sebuah alat yang unik dan lumrah

dengan berhubungan dengan orang lain, sedangkan playing berarti bermain.

Dalam penelitian yang dilakukan Sutino (2011) dengan menggunakan metode

role playing untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak, menunjukan bahwa

anak menjadi lebih aktif, karena mereka termotivasi untuk mengetahui isi cerita

yang dibawakan.

Menurut Joyce (2009-302) Role playing adalah model berbasis pengalaman dan

mensyaratkan adanya materi dukungan yang tidak berlaku banyak, selain situasi –

situasi permaslahan ini sendiri. Role Playing membantu masing – masing siswa

memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial. Dalam dimensi sosial

memudahkan individu dalam menganalisis keadaan sosial khususnya masalah

(41)

commit to user

Joyce (2009-91)mengemukakan,

Role Playing as a model of teaching has roots in both the personal and sosial dimension of educatian. It attempts to help individuals find personal meaning within their sosial words and to resolve personal dilemmas with the assistance of the social

grup. In the sosial dimension, it’s allow individual to work together to analyzing

social situasion, aspecially interpersonal proble, and in developing decent and democratic ways of coping with these situasion.

Dari uraian tersebut dapat diartikan role playing merupakan sebuah model

pengajaran yang berasal dari dimensi-dimensi pendidikan individu maupun sosial.

Model ini membantu anak untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial

mereka dan membantu memecahkan dilema pribadi dengan bantuan kelompok sosial.

Dalam dimensi sosial memudahkan individu dalam bekerja sama dalam menganalisis

keadaan sosial khususnya masalah antara manusia.

Pada prinsip Role Playing mengeksplorasi masalah-masalah hubungannya

dengan manusia dengan cara memainkan peran dalam situasi permasalahan kemudian

mendiskusikan peraturan. Siswa bersama – sama mengungkapkan perasaan, tingkah

laku, nilai, strategi pemecahan masalah, kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi

agar anak memberikan penilaian tentang permainan yang telah dilakukan. Role

Playing adalah berakting sesui dengan peran yang telah ditentukan untuk

tujuan-tujuan tertentu misalnya memerankan cerita rakyat.

Ladousse (Tompkins, 1998) memandang role playingcukup sederhana, singkat

dan fleksibel. Dalam Role playing anak mewakili dan mengalami beberapa jenis

karakter yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari. (Scarcella &Oxford dalam

Tompkins, 1998).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain peran merupakan

kegiatan menjadi orang lain sesuai dengan peran yang telah ditentukan dengan tujuan

mempertunjukan peristiwa yang berisi pesan – pesan moral yang dilakukan oleh dua

orang atau lebih. Bermain peran dapat dilakukan dengan latihan atau tanpa latihan

terlebih dahulu agar dalam pembelajaran siswa merasa lebih mengekspresikan

(42)

commit to user

berani menyikapi masalah yang dihadapi, mengembangkan kemampuan berimajinasi

menanamkan kemampuan bertanggung jawab dalam bekerja sama dengan orang lain.

b. Tujuan Role Playing

Tujuan Metode Role Playing ini digunakan untuk mencapai beberapa bentuk

tujuan pembelajaran baik secara interaksional maupun pengiring. Metode Role

Playing ini digunakan untuk meningkat kemampuan bercerita, misalnya drama

pendek.

Esensi role playing adalah keterlibatan partisipan dan peneliti dalam situasi

masalah yang sebenarnya dan adanya keinginan untuk memunculkan resolusi damai

serta memahami apa yang muncul dari keterlibatan tersebut Calhoun

(2009:329).RolePlaying bertujuan untuk, (1) mengeksplorasi perasaan anak, (2)

mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan presepsi anak,

(3) mengembangkan kemampuan pemecahaan masalah dan tingkah laku, (4)

mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda.

Menurut Hamalik (2003:199) tujuan role playing sesuai dengan jenis belajar

adalah sebagai berikut (1) Belajar dengan berbuat yaitu anak melakukan peranan

tertentu sesuai dengankenyataan yang sesungguhnya. Tujuan untuk mengembangkan

ketrampillan-ketrampilan interaktif atau reaktif, (2) Belajar tingkah laku pemeran, (3)

Belajar melalui balikan, pengamat menanggapai perilaku peran pemain peran yang

ditampilkan, (4) Belajar melalui pengkajian, penilaian, dan pengulangan yaitu

pemeran dapat memperbaiki ketrampilan-ketrampilan mereka dengan mengulanginya

dalam penampilan berikutnya.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa

tujuan role playing adalah suatu aktifitas pembelajaran terencana dengan bermain

peran untuk mencapai ketrampilan-ketrampilan interaktif dan memupuk perilaku

sosial anak dalam kehidupannya. Perilaku sosial tersebut diantaranya sikap empatik

dan senang bekerjasama. Bermain peran dapat meningkatkan dan menumbuhkan

kerjasama anak dalam proses belajar. Kerjasama merupakan fenomena kehidupan

(43)

commit to user

tenaga atau energi secara bersama-sama yang kemudian disebut sinergi. Metode role

playing diterapkan dengan cara bekerjasama antara siswa satu dengan anak lainnya.

c. Manfaat Role Playing

Shaftel dan Shaftel (Wahab 2009:109) mengemukakan bahwa role playing memiliki dua manfaat utama yaitu “ education for citizen “ dan “ group counseling “. Selain dua manfaat tersebut masih terdapat beberap manfaat lainnya. Penggunaan

metode ini akan memberikan manfaat apabila dilakukan dengan langkah-langkah

yang benar.

Manfaat role playing menurut Joyce dan Weils (2009:341), sebagai berikut :

1) Anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengenali dan

memperhitungkan perasaannya sendiri serta perasaan orang lain. Anak bisa

memiliki perilaku baru dalam menghadapi situasi sulit yang tengah dihadapi, dan

meningkatkan skill memecahkan masalah.

2) Role Playing bisa merangsang timbulnya beberapa aktifitas. Anak menikmati

tindakan atau pemeranan. Role playing adalah salah satu sarana untuk

mengembangkan materi instruksional. Tingkatkan dalam metode ini tindakan

pernah berakhir sendirinya, tetapai hanya membantu anak untuk mengekspresikan

nilai - nilai, perasaan, solusi masalah, dan tingakah laku yang ada dan terpendam

dalam diri anak.

Manfaat penggunaan metode bermain peran adalah sebagai berikut:

1) Membantu anak menemukan makna dirinya dalam kelompok.

2) Membantu anak memecahkan persoalan pribadi dengan bantuan kelompok.

3) Memberi pengalaman bekerjasama dalam memecahkan masalah.

4) Memberi anak pengalaman mengembangkan sikap dan ketrampilan

(44)

commit to user

Berpijak dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa role playing adalah

untuk membantu anak dalam memahami perasaan dirinya sendiri maupun orang lain

dan meningkatkkan kemampuan memecahkan masalah – masalah sosial.

d. Langkah – langkah menggunakan Role Playing.

Menurut Joyce dan Weil (2008:345-346) mengemukakan langkah – langkah

menggunakan role playing yaitu:

1) Memanaskan situasi kelompok

a) Mengidentifikasi dan memaparkan masalah.

b) Menjelaskan maslah.

c) Menafsirkan masalah.

d) Menjelaskan tentang role playing.

2) Memilih Partisipan

a) Menganalisis peran.

b) Memilih pemain yang melakukan peran.

3) Mengatur setting/latar

a) Mengatur sesi tindakan.

b) Menegaskan kembali peran.

c) Mendekatkan kemasalah yang akan dipelajari.

4) Menyiapkan pengamat

a) Menjelaskan tujuan dari role playing.

b) Memberikan tugas kepada pengamat.

5) Pemeranan.

a) Waktu tidak terlalu lama untuk tingkat pemula.

b) Memulai memerankan role playing.

c) Mengukuhkan role playing.

6) Berdiskusi dan Mengevaluasi

a) Mengulang kembali pemeranan.

(45)

commit to user

c) Mengembangkan pemeranan selanjutnya.

7) Jika terjadi kesulitan hal yang perlu dilakukan.

a) Membimbing dengan pertanyaan.

b) Mencari pengganti paran yang mengalami kesulitan tersebut.

c) Menghentikan dan melangkah ke tindak lanjut.

8) Jika pemain keluar skenario, hal yang perlu dilakukan:

a) Menghentikan lalu meluruskan kembali keadaan dan masalah.

b) Setelah anak paham memulai lagi bermain peran.

9) Jika anak lain mengganggu:

a) Diperingatkan agar tidak menggangu temannya.

b) Diberi tugas khusus.

c) Jangan memperdulikan.

d) Jika ada anak yang kurang setuju dengan peran temannya, akan diberi

kesempatan untuk memerankan

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini :

1. Sutino 2011 dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan

Menggunakan Metode Role Playing pada Siswa SDN pandak I Sidoharjo Sragen Tahun Ajaran 2010/2011”. Metode role playing mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif, karena mereka termotivasi untuk

mengetahui isi materi yang diberikan. Siswa memahami skenario/teks dengan

baik sehingga mereka bisa memberikan respon yang tepat terhadap pertanyaan

yang dibrikan oleh guru. Sebagai tehnik yang baru, role playing sangat

menarik dan berbeda dengan tehnik pembelajaran yang digunakan dalam

proses belajar mengajar.

Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan sutino dengan

(46)

commit to user

role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah variabel

terikatnya.

2. Siska 2011 dengan judul “ Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing)

dalam meningkatkan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini TK Al Kautsar Bandar Lampung Tahun Ajaran 2010/2011”. Penelitian dilakukan dengan tiga siklus, dengan subjek anak-anak kelompok B TK Al-Kautsar

yang berjumlah 10 anak. Dari hasil pelaksanaan dan observasi yang

dilakukan, terjadi peningkatan yang cukup besar terutama pada siklus dua.

Disarankan bagi guru agar keterampilan sosial dan keterampilan berbicara

lebih dikembangkan lagi, baik dalam pembelajaran, pelaksanaan dan evaluasi

pembelajaran.Kesamaan antara penelitian tindakan kelas yang dilakukan siska

dengan penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti adalah penggunaan

metode role playing dalam pembelajaran, sedangkan perbedaanya adalah

variabel terikatnya.

3. Masluhah 2010 dengan judul “ Penggunaan Metode Bercerita Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Pada Anak Kelompok B di RA Nurul

Karomah Rejoso Pasuruan”. Hasil penelitian menunjukan penggunaan metode

bercerita dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak kelompok B di RA

Nurul Karomah Rejoso Pasuruan, terbukti dari hasil yang diperoleh anak

dilihat dari rata-rata hasil pengamatan anak dari siklus I (68, 8) dengan

prosentase 40%, dan meningkat dengan siklus II (85, 4) dengan prosentase

100%, yang terus mengalami peningkatan. Kesamaan penelitian tindakan

kelas yang dilakukan masluhah dengen peneliti adalah salah satu variabelnya

yang sama yaitu bercerita, sedangkan perbedaanya kemampuan yang

ditingkatkan.

Dari hasil penelitian relevan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan

metode role playing dapat meningkatkan kemampuan bercerita anak. Terbukti

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil penelitian

Gambar

Tabel 1     Hasil Nilai Kemampuan Bercerita Pada Kondisi Awal  ...................... 47
Tabel di atas menunjukkan contoh mengenai satu komponen yang akan
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir.
Tabel I. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikator kinerja dalam penelitian tindakan kelas ini diharapkan melalui metode bercerita dengan celemek cerita dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak Kelompok B TK

Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa metode bercerita menggunakan boneka tangan dapat meningkatkan kemampuan berbahasa anak kelompok B

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bahasa lisan anak melalui metode bercerita dengan wayang pada anak kelompok B TK Pertiwi I Towangsan

MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANAK DALAM MENYIMAK MELALUI PENGGUNAAN MEDIA AUDIO INTERAKTIF (Penelitian Tindakan Kelas pada Anak Kelompok B TK Negeri Pembina.. Kecamatan Purwakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan bahasa lisan anak melalui metode bercerita dengan wayang pada anak kelompok B TK Pertiwi I Towangsan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara dengan menggunakan media maket pada anak kelompok A TK Pembina Cawas Klaten Tahun Ajaran

Upaya mengatasi masalah tersebut, telah dilakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode bercerita terhadap kemampuan anak berbahasa di kelompok B

Hasil penelitian menunjukkan melalui implementasi metode bercerita dengan media boneka dapat meningkat kan kemampuan berbahasa dan sikap sosial anak Kelompok B TK Negeri