RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH
DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOID COILBERBASIS
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
JEPRI WANDES NABABAN
110801024
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH
DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOID COILBERBASIS
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar
Sarjana Sains
JEPRI WANDES NABABAN
110801024
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul :RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI
BERDAYA RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN
SOLENOID COIL BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535 Kategori : SKRIPSI
Nama : JEPRI WANDES NABABAN
Nomor Induk Siswa : 110801024
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA
Diluluskan di
Medan, Oktober 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing I Pembimbing II
(Drs.Kurnia Brahmana, M.Si ) (Drs.Takdir Tamba, M.Eng.Sc)
NIP. 196009301986011001 NIP. 196006031986011002
Diketahui/ disetujui oleh :
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua
(Dr. Marhaposan Situmorang)
PERNYATAAN
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN
MENGGUNAKAN SOLENOID COIL BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA 8535
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
Kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2015
JEPRI WANDES NABABAN
PENGHARGAAN
Penulis memanjatkan puji dan syukur atas berkat Allah di dalam nama Tuhan Yesus
Kristus yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan kasih KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Rancang Bangun Pemanas Induksi Berdaya Rendah Dengan Menggunakan Solenoid Coil Berbasis Mikrokontroler Atmega 8535” guna melengkapi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Fisika
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk materi, ide, dorongan semangat serta
doa yang tulus. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Kurnia Brahmana, M.Si sebagai Dosen Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan saran – saran untuk membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Takdir Tamba, M.Eng.Sc. sebagai Dosen Pembimbing yang telah
memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi
ini.
3. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai dosen wali yang telah memberikan
arahan dan saran kepada penulis.
4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, sebagai Ketua Jurusan Fisika FMIPA USU.
5. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc sebagai Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA
USU.
6. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Bapak / Ibu staff pengajar Fisika USU serta para pegawai administrasi.
8. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak saya tersayang
Ramses Nababan & Mama saya tercinta Hotmauli br Sinaga, dan kakak saya
Valentino Nababan), dan (Wendi pranji nababan) serta keluarga yang telah
memberikan dorongan baik moril maupun materi selama penulis kuliah sampai
penyelesaian skripsi ini.
9. Teman - teman stambuk 2011
10.Adik – Adik stambuk 2012/2013/2014 : dkk
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran- saran dari pembaca untuk
menyempurnakan skripsi ini. Kiranya Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis,
(Jepri Wandes Nababan)
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN
MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan
menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban
yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus
eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang
menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk
membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi
listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang
digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai
menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda,
transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis
mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi
50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan
pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang
diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi
dari alat pemanas induksi.
INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH
SOLENOIDE COIL BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRACT
Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil,
wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the
magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose
direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing
heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating
electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere.
This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of
transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool
is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the
resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the process of heat treatment on
the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be
used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating
devices.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ... i
Pernyataan ... ii
Penghargaan ... iii
Abstrak ...iv
Abstract ... v
Daftar Isi ...vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
Daftar Lampiran ...ix
Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 2
1.5 Manfaat Penelitian ... 2
1.6 Sistematika Penulisan ... 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Defenisi Pemanas Induksi ... 4
... 2.2 Cara Kerja Pemanas Induksi ... 4
2.3 Arus Eddy (Eddy Curent) ... 7
2.5 Solenoide ... 11
2.6 Efek Histerisis ... 13
2.7 Desain Lilitan Pemanas ... 15
2.8 Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi ... 18
2.9 Mosfet ... 20
2.10 Termokopel ... 22
2.10.1 Termokopel Tipe N ... 23
2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel ... 24
Bab 3. Metodologi Penelitian 3.1 Diagram Blok ... 25
3.2 Penentuan Spesifikasi Alat ... 26
3.2.1 Rangkaian Solenoide ... 28
3.2.2 Rangkaian Toroida ... 33
3.2.3 Rangkaian Power Supply ... 35
3.2.4 Rangkaian Driver... 39
3.2.5 Rangkaian Penyearah... 41
3.2.6 Rangkaian Daya ... 42
3.3. Diagram Alir ... 45
... 3.3.1 Diagram Alir Program Mikrokontroler... 45
3.3.2 Diagram Alir Program Visual Basic V.6.0 ... 46
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Pengujian Pemanas Induksi... 47
4.1.1 Pengujian beban 50 gram ... 49
4.1.1 Pengujian beban 100 gram ... 50
4.2 Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ... 51
4.2.1 Konstanta Histerisis ... 52
4.2 Perolehan Data Dan Perhitungan Data Dari Pengujian ... 52
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan ... 66
...
5.2 Saran ... 67
...
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
3.1.1 Kabel vs Diameter Arus pada solenoide. 26
3.1.2 Kemampuan Hantar Arus 27
3.1.3 Hambatan jenis beberapa bahan 29
3.1.4 Tabel untuk lilitan primer & sekunder 34
4.3.1 Tabel pengujian beban 50 gram 48
4.3.2 Tabel pengujian beban 100 gram 49
4.3.3 Tabel pengujian beban 150 gram 51
4.3.4 Tabel pengujian beban 200gram 53
4.3.5 Tabel pengujian beban 250 gram 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Lilitan Solenoide pada kawat 8
2.2 solenoide silinder panjang pada kumparan
Seperti pada kawat 11
2.3 Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh
sebuah kawat lingkaran berarus listrik 11
2.4 Solenoide dengan banyaknya lilitan n 12
2.5 Medan magnet dalam suatu solenoide 12
2.6 Grafik lingkar Histerisis 15
2.7 Induktansi pada kurva histerisis 16
2.8 Rangkaian pemanas induksi dengan sumber AC 18
2.9 Struktur Mosfet depletion-mode 21
2.10 Penampang D-Mosfet( depletion-mode) 22
3.1 Diagram Blok pemanas induksi dengan metode
solenoide 24
3.2 Diagram Alir Sistem kerja keseluruhan alat pemanas induksi
dengan Metode Solenoide 25
3.3 Gambar medan magnet pada solenoide 26
3.4 Tembaga berbentuk Pipa 26
3.5 Bentuk lilitan Solenoide 28
3.6 Rangkaian power supply 33
3.7 Konstruksi dan Symbol trafo 36
3.8 Rangkaian Mosfet 37
3.10 Rangkaian Driver 38
3.11 Rangkaian Daya 40
4.1 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
waktu pada massa beban yaitu 50 gram 49
4.2 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
waktu pada massa beban yaitu 100 gram 50
4.3 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
waktu pada massa beban yaitu 150 gram 52
4.4 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
waktu pada massa beban yaitu 200 gram 54
4.5 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
waktu pada massa beban yaitu 250 gram 57
4.6 Grafik hubungan antara kenaikan Suhu dan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lamp
1. Gambar Alat percobaan -
2. Program Visual Basic V.6.0 -
3. Program Code vision AVR -
4. Data Sheet Mosfet IRFP 260 N -
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH DENGAN
MENGGUNAKAN SOLENOIDE COIL BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA 8535
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pemanas induksi terhadap pengujian bahan dengan
menggunakan solenoide coil, dimana pada pemanas induksi timbul panas pada beban
yang terkena induksi medan magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus
eddy atau arus pusar yang arahnya melingkar akibat dari induksi magnet yang
menimbulkan fluks magnetik, sehingga menimbulkan panas pada beban. Untuk
membuat pemanas induksi diperlukan suatu alat yang mampu menghasilkan energi
listrik yang besar. Alat ini menggunakan pada tegangan 24 Volt ,dimana kuat arus yang
digunakan 40 Ampere. Rangkaian ini menggunakan power supply dan dirangkai
menggunakan komponen-komponen utama yang terdiri atas transfomator,dioda,
transistor mosfet, resistor,kapasitor, induktor dan alat ini dirancang berbasis
mirokontroller ATMega 8535. Pemanas induksi ini dirancang pada resonansi Frekuensi
50Khz, selanjutnya diuji coba untuk melakukan proses perlakuan panas permukaan
pada spesimen baja atau besi sehingga menimbulkan panas. Hasil pengujian yang
diperoleh dapat digunakan untuk menghitung besarnya energi kalor dan efisiensi energi
dari alat pemanas induksi.
INDUCTION HEATING DESIGN USING LOW POWERED WITH
SOLENOIDE COIL BASED MICROCONTROLLER ATMEGA 8535
ABSTRACT
Has done research on the induction heating of the test material by using solenoide coil,
wherein the induction heaters generate heat in the load affected by the induction of the
magnetic field, this is because the metal arising eddy current or eddy currents whose
direction the circular as a result of magnetic induction causing flux magnetic, causing
heat to the load.Induction heating required to make a tool that is capable of generating
electrical energy. The tool is used at 24 Volts, where strong currents used 40 Ampere.
This circuit uses the power supply and assembled using major components consisting of
transfomator, diodes, MOSFET transistors, resistors, capacitors, inductors, and the tool
is designed based mirokontroller ATMega 8535.Induction heating is designed in the
resonance frequency of 50KHz, and then tested to make the process of heat treatment on
the surface of the specimen steel or iron, causing heat. The test results obtained can be
used to calculate the amount of heat energy and energy efficiency of induction heating
devices.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemanas induksi merupakan salah satu produk teknologi yang sudah lama dibuat dan
digunakan didalam industri maupun rumah tangga. Teknologi ini terus berkembang dari
masa ke masa. Pada masa lalu, pemanas induksi menggunakan teknologi yang
sederhana, pada umumnya produk tersebut berdimensi yang besar. Dengan
berkembangnya teknologi elektronika daya, pemanas induksi dapat dengan dimensi
yang kecil.
Pemanas induksi yang menggunakan solenoide memiliki keterkaitan erat dengan
frekuensi kerja, nilai tegangan dan arus masukan, dan berbentuk benda yang akan
dipanaskan. Masing – masing faktor tersebut memiliki pengaruh terhadap karakteristik panas yang dihasilkan. Dengan menggunakan mikrokontroler dan elektronika daya,
faktor- faktor tersebut dapat diubah nilainya sehingga memungkinkan untuk pengujian
karakteristik panas.
Penerapan pemanas induksi menggunakan selonoide dalam otomotif bisa
diterapkan dalam memperbaiki handle bar (stang) sepeda motor untuk meluruskan atau
membengkokan dengan cara yang sistematis apabila mengalami kerusakan atau
memodifikasi handle bar atau bagian lainya, dengan penerapan sistem pemanas induksi.
Tugas akhir ini dilakukan untuk merancang sebuah system pemanas induksi
dengan metode selonoide coil. Selain perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini,
penelitian akan dilakukan dengan mengubah- ubah besaran tertentu seperti waktu dan
massa beban yang dikaitkan pengaruhnya terhadap suhu yang dihasilkan pemanas
induksi. Perancangan dan pembuatan pemanas induksi ini didasarkan pada teori
1.2. Rumusan masalah
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diperlukannya alat pemanas induksi yang dibuat dengan dimensi yang
kecil dan lebih murah.
2. Bagaimana sebuah alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara
optimal didalam dunia otomotif.
3. Bagaimana sebuah system pemanas induksi berbasis metode solenoide
dirancang dengan daya yang rendah dengan frekuensi berkisar 50 KHz
sehingga menghasilkan jumlah kalor yang tinggi.
1.3Batasan Masalah
Batasan – batasan masalah yang ada pada ruang lingkup masalah adalah :
1. Membuat alat pemanas induksi dengan memanfaatkan arus eddy sebagai akibat
dari induksi elektromagnetik dengan solenoide yang digunakan untuk pengujian
beberapa nilai frekuensi kerja .
2. Solenoide dibuat dari bahan tembaga dibentuk dengan lilitan dan disesuaikan
dengan bentuk alat yang akan dirancang.
1.3Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk :
1. Merancang sebuah system pemanas induksi dengan menggunakan solenoide.
2. Menghitung titik energi panas maksimum yang dihasilkan sehingga dapat
diperoleh spesifikasi pemanas induksi dengan pengujian bahan.
3. Mengkombinasikan sistem kerja antara mikrokontroller sebagai pengendali
utama dengan alat pemanas induksi.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui jumlah energi panas maksimum yang dihasilkan dengan komponen
2. Memberikan informasi bahwa alat pemanas induksi dapat dimanfaatkan secara
optimal, pada skala kecil atau pun keperluan sederhana.
1.5Sistematika Penulisan
Untuk memberi gambaran dalam mempermudah serta memahami tentang
RANCANG BANGUN PEMANAS INDUKSI BERDAYA RENDAH
DENGAN METODE SOLENOIDE COIL BERBASIS
MIKROKONTROLER ATMEGA 8535 maka penulis menulis skripsi ini
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang,
Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang teori – teori yang mendukung pembahasan tentang cara kerja dari teori rangkaian pemanas induksi dari energi
elektik menjadi energi panas atau kalor.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang metode penelitian yakni, alat- alat dan bahan
yang digunakan serta prosedur percobaan.
BAB IV : HASIL DAN ANALISIS
Bab ini menguraikan data penelitian yang diperoleh peneliti, dan
menerangkan pengolahan data serta hasil dari penelitian.
BAB V : PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Pemanas Induksi
Pemanas induksi adalah timbulnya panas pada logam yang terkena induksi medan
magnet, hal ini disebabkan karena pada logam timbul arus Eddy atau arus pusar
yang arahnya melingkar melingkupi medan magnet terjadinya arus pusar akibat
dari induksi magnet yang menimbulkan fluks magnetik yang menembus logam,
sehingga menyebabkan panas pada logam.
Induksi magnet adalah kuat medan magnet akibat adanya arus listrik yang
mengalir dalam konduktor. Pemanasan induksi juga disebut sebagai proses
pemanasan non-kontak yang menggunakan listrik frekuensi tinggi untuk
menghasilkan panas yang konduktif secara elektrik. Karena non-kontak, proses
pemanasan tidak mencemari bahan yang sedang dipanaskan. Hal ini juga sangat
efisien karena panas yang sebenarnya dihasilkan di dalam benda kerja, ini dapat
dibandingkan dengan metode pemanasan lain dimana panas yang dihasilkan dalam
elemen api atau pemanas, yang kemudian diterapkan pada benda kerja. Untuk
alasan ini, pemanas induksi cocok untuk beberapa aplikasi yang unik dalam
industri (Noviansyah Ryan).
2.2 Cara Kerja Pemanas Induksi
Sebuah sumber listrik digunakan untuk menggerakkan sebuah arus bolak balik
atau yang biasa disebut sebagai arus AC yang besar melalui sebuah kumparan
induksi. Kumparan induksi ini dikenal sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang
melalui kumparan ini menghasilkan medan magnet yang sangat kuat dan cepat
berubah dalam kumparan kerja. Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan
masuk dalam kumparan kerja yang dialiri oleh arus AC, maka nilai arus yang
mengalir akan mengikuti besarnya sesuai dengan nilai beban yang masuk.
Medan magnet yang tinggi dapat menyebabkan sebuah beban dalam
kumparan kerja tersebut melepaskan panasnya, sehingga panas yang ditimbulkan
oleh beban tersebut justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena panas yang
dialami oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya.
2.3 Arus Eddy (Eddy Curent)
Pada saat arus bolak-balik (AC) mengalir pada setiap konduktor maka akan timbul
medan magnet bolak-balik disekitar tepat tersebut. Begitu pula pada saat setiap
bahan konduktif ditempatkan dalam medan magnet bolak-balik maka aliran arus
akan timbul dalam bahan tersebut. Arus yang timbul pada bahan akan melawan
medan magnet yang dibangkitkan, hal ini cenderung menghilangkan medan
magnet. Karena fluks eksternal harus menembus permukaan sebelum mencapai
bagian dalam bahan konduktif ini, maka aliran arus akan lebih dekat ke
permukaan. Intensitas medan magnet yang digunakan untuk melawan arus akan
menyimpan arus didalam bahan tesebut dimana intensitas tersebut merupakan
fungsi dari frekuensi.
Apabila frekuensinya ditingkatkan maka aliran arus menjadi lebih efektif
dalam membangkitkan seluruh medan magnet yang dibutuhkan, dan arus yang
kecil akan mengalir pada lapisan dibawah permukaan. Peristiwa yang terjadi ini
disebut dengan efek kulit (Skin Effect) dimana efek kulit sangat berguna untuk
menghasilkan konsentrasi arus pada permukaan bahan dan arus yang keluar
dipermukaan bahan tersebut dinamakan dengan arus Eddy (Eddy Curent).
Panas yang dihasilkan oleh resistansi pada bahan inti terhadap arus Eddy
disebut dengan rugi-rugi arus eddy, karena arus eddy ditimbulkan oleh perubahan
kerapatan fluks pada inti besi dengan menggunakan lilitan utama yang diberi
Pada mesin induksi biasanya rugi-rugi yang kita perlukan terdapat pada
besi stator, dan diperoleh dengan mengukur masukan pada mesin saat bekerja
tanpa beban pada kecepatan atau frekuensi tertentu dan dengan fluks yang
semestinya. Pada rugi-rugi arus eddy tergantung pada kuadrat dari kerapatan
fluksi, dan frekuensi untuk keadaan alat normal, besarnya rugi-rugi arus eddy
dinyatakan dengan persamaan:
Pe = Kc (Bmaks .f)2 ………..(2.1)
Keterangan : Pe = Rugi-rugi arus eddy (Watt)
Kc = Konstanta eddy
f = Frekuensi (Hz)
Bmaks = Fluks Maksimum (Wb/m2)
Penjelasan mengenai arus eddy dan rugi-rugi arus eddy dapat penulis
jadikan dasar teori bahwa intensitas dari medan eksternal akan mempengaruhi
besaran (magnitude) dari aliran arus eddy, sehingga mempengaruhi kemampuan
pemanasan dimana frekuensi mempengaruhi kedalaman arus yang dapat
menembus permukaan.
Kedua persamaan rugi-rugi diatas yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi
arus eddy maka kita dapat menjelaskan berapa besar presentasi efisiensi dari
pemanas induksi. Untuk menghitung jumlah rugi-rugi pada inti besi maka harga
dari kedua rugi-rugi tersebut harus diketahui terlebih dan menggunakan
persamaan:
Keterangan: Pc = Rugi-rugi arus eddy (Watt)
Ph = Rugi-rugi histerisis (Watt)
Hasil energi yang diterima dari sumber arus akan menghasilkan rugi-rugi
dan akhirnya timbul panas pada inti lilitan, maka pertimbangan terhadap
rugi-rugi suatu alat merupakan hal yang penting. Ada tiga pertimbangan penting
antara lain:
1. Rugi-rugi menentukan efisiensi alat dan cukup berpengaruh terhadap biaya
pemakaian alat tersebut.
2. Rugi-rugi menentukan pemanasan alat sehingga menentukan pula keluaran
daya atau ukuran yang dapat diperoleh tanpa mempercepat pendinginanan
isolasinya.
3. Jatuhnya tegangan atau komponen arus yang bersangkutan dengan rugi-rugi
yang dihasilkan harus dipertimbangkan dengan jelas dalam penampilan alatnya.
Pengukuran rugi-rugi mempunyai keuntungan karena mudah dan murah
untuk dilaksanakan dan menghasilkan harga yang lebih teliti dan cermat. Selain
itu presentasi kesalahan yang diberikan dalam pengukuran rugi-rugi hanya
menyebabkan sekitar sepersepuluh (1/10) kesalahan presentasi pada
efisiensinya. Efisiensi yang ditentukan dari pengukuran rugi-rugi dapat
dipergunakan untuk membandingkan alat sejenis jika metode pengukuran dan
perhitungannya sama.
Rugi-rugi I2R akan ditentukan pada semua lilitan mesin dan diasosiasikan
dengan fluks yang berubah terhadap waktu dalam bahan magnetic. Pada lilitan
mesin bahan untuk membuat inti kumparan yaitu besi, maka rugi-rugi inti pada
rangkaian terbuka disebut sebagai rugi-rugi inti besi, adapun rugi-rugi inti besi ini
terbagi menjadi dua yaitu rugi-rugi histerisis dan rugi-rugi arus eddy seperti yang
2.4 Induksi magnet pada Solenoida
Solenoid adalah kawat panjang dengan banyak loop seperti gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 lilitan Solenoide pada ka wat
Setiap loop kawat akan menghasilkan medan magnet seperti pada gambar
a. Dan medan magnet total didalam solenoid adalah jumlahan dari setiap magnet
yang dihasilkan oleh setiap loop kawat tersebut. Jika loop kawat sangat dekat
(rapat) medan magnet didalam solenoid adalah paralel kecuali diujung-ujung
solenoid seperti gambar b.
Untuk menghingtung medan magnet dalam solenoid, kita ambil satu
lintasan dari persegi panjang abcd seperti gambar dibawah.
Sehingga, 0I
Medan magnet pada segmen ab adalah kecil sekali (mendekati nol) karena
berada diluar solenoid sehingga ( ab∞ 0. Medan magnet pada segmen bc dan
da adalah nol karena arah lintasan (segmen) adalah tegak lurus terhadap arah
medan magnet dalam solenoid. Dari pemikiran tersebut terlihat bahwa medan
magnet hanya berasal dari segmen cd yang panjangnya = l. Jadi :
( cd = µ 0I
= µ 0NI
Arus yang mengalir pada kawat adalah I. Jadi arus yang mengalir pada
setiap kawat adalah juga = I. sehingga pada lintasan yang ditinjau (yaitu persegi
panjang) abcd, jumlah arus yang lewat adalah NI, dimana N adalah jumlah loop
pada lintasan. Jadi , = µ 0NI. Jika n = N/l. atau jumlah loop persatuan
panjang, maka medan magnet dalam solenoide adalah: = µ 0nI. (Pratama Iwan).
Solenoide merupakan salah satu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang
yang dililitkan secara rapat dan dapat diasumsikan bahwa panjangnya jauh lebih
besar dari pada diameternya. Dalam kasus solenoid ideal, panjang kumparan
adalah tak hingga dan dibangun dengan kabel yang saling berhimpit dalam
lilitannya, dan medan magnet di dalamnya adalah seragam dan paralel terhadap
sumbu solenoid.
Kuat medan magnet untuk solenoid ideal adalah:
0. ………(2.3)
` Keterangan : = adalah kuat medan magnet,
= adalah permeabilitas ruang kosong,
= adalah kuat arus,
Jika terdapat batang besi dan ditempatkan sebagian panjangnya di dalam
solenoide, batang tersebut akan bergerak masuk ke dalam solenoid saat arus
dialirkan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan tuas, membuka pintu,
atau mengoperasikan relai.
Kelistrikan dan kemagnetan telah lama dikenal. Namun para ilmuwan
belum mengetahui bahwa ada hubungan antara keduanya. Hubungan keduamya
baru diketahui ketika Hans Christian Oersted menunjukkan bahwa kompas yang
berada di bawa kawat konduktor berarus akan menyimpang. Besarnya induksi
magnet pada kawat konduktor lurus berarus yang panjang tak berhingga dituliskan
secara matematis B = µ i/ 2πa. Dimana B adalah induksi magnet (T), i adalah arus (A) dan a adalah jarak dari kawat konduktor (m).
Salah satu cara yang paling praktis untuk menciptakan medan magnet yang
dikendalikan adalah untuk membangun solenoide. Sebuah solenoid adalah silinder
panjang pada kumparan seperti kawat. Ketika arus dialiri melalui kawat, medan
magnet dibuat dalam bentuk silinder. Solenoide biasanya memiliki panjang
beberapa kali diameternya. Kawat adalah di sekitar bagian luar silinder panjang
dalam bentuk heliks dengan lapangan kecil. Medan magnet dibuat di dalam
silinder cukup seragam, terutama jauh dari ujung solenoid.
Gambar2.2 : Solenoide silinder panjang pada kumparan seperti ka wat.
Di dalam solenoid ada kawat bermotor melingkar dengan cara yang khusus (lihat
R
medan magnet. Pada Poros solenoide ada piston seperti silinder terbuat dari besi
atau baja, yang disebut pendorong.
2.5 Solenoide.
Solenoide merupakan induktor yang terdiri dari gulungan kawat yang kadang di
dalamnya dimasukkan sebuah batang besi berbentuk silinder dengan tujuan
memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Solenoida digunakan dalam banyak
perangkat elektronika seperti bel pintu atau pengeras suara.secara skematik
gambar solenoida ada lah sebagai berikut ;
Gambar 2.3 : Medan magnet pada titik P sejauh x dari sumbuh sebuah ka wat lingkaran berarus listrik.
Solenoida terdiri dari N buah liltan kawat berarus listrik I , dimana medan magnet
yang dihasilkan memiliki arah seperti pada gambar ,dimana kutub utara magnet
-x
x
R
X2
P
Gambar 2.4 :Solenoide dengan banyaknya lilitan n
Besarnya medan magnet yang dihasilkan pada sebuah titik P pada sumbu
didalam solenoida adalah sebagai jumlah dari medan magnet yang dihasilkan
sebuah kawat berbentuk lingkaran dengan x yang berubah sehingga dari
persamaan berikut :
...(2.4)
Diperoleh
………...………(2.5)
jika solenoida sepanjang L maka dapat dibentangkan dari –x1 sampai x2seperti pada gambar berikut :
Dengan panjang L, solenoida yang terdiri dari N buah lilitan maka jumlah
lilitan persatuan panjang sebut saja n adalah n = N/L . Maka jika kita jumlahkan
seluruh lilitan sebanyak ndx, kita harus melakukan integrasi untuk seluruh dx dari –x1 ke x2. :
………(2.6)
Dari hasil bentuk integral ini dapat dilihat pada tabel- tabel integral baku
pada buku kalkulus, dimana berlaku :
………...…(2.7)
Sehingga:
………...………(2.8)
………...…(2.9)
Sehingga medan magnet ditengah sumbu solenoida adalah :
………...……(2.10)
Jika jari-jari solenoida R maka dapat dianggap jauh lebih kecil dari X1 dan X2,
maka suku pertama dalam kurung pada persamaan terakhir dapat didekati :
Demikian juga suku kedua sehingga :
………...…(2.12)
Dengan demikian dapat diperoleh kuat medan magnet untuk solenoida dengan
jumlah lilitan persatuan panjang n adalah :
0. ………...(2.13)
Untuk menurunkan medan magnet di dalam solenoida dari persamaan diatas dapat
dilakukan melalui hukum Ampere.
2.6 Efek Histerisis
Hysteresis adalah ketergantungan sebuah sistem, tidak hanya pada keadaannya
sekarang, tetapi juga pada keadaannya pada masa lalu. Ketergantungan ini muncul
karena sistem tersebut dapat berada di lebih dari satu kondisi internal. Untuk
mengira-ngira perubahan berikutnya, baik kondisi internal maupun sejarahnya
harus diketahui.
Bila sebuah masukan yang diberikan naik dan turun secara bergantian,
keluarannya akan cenderung membentuk sebuah ikal di Gbr. Dibahah.
Bagaimanapun, ikal-ikal juga terjadi karena keterlambatan dinamis antara
masukan dengan keluaran. Seringkali, efek ini mengacu kepada histeresis. Efek ini
menghilang saat masukannya berganti secara perlahan, jadi para ahli tidak
menganggap hal itu sebagai histeresis sebenarnya. Histeresis terjadi di
bahan-bahan feromagnetik dan feroelektrik, seperti pada deformasi bahan-bahan-bahan-bahan (seperti
karet gelang) dalam merespon berbagai gaya. Di sistem alami, histeresis selalu
dihubungkan dengan perubahan termodinamika tak-terbalikkan. Banyak sistem
buatan didesain untuk mempunyai histeresis, contohnya, di termostat dan pemicu
Schmitt, histeresis dibuat oleh umpan balik positif untuk menghindari peralihan
Bahan magnetik yang sangat baik untuk mendesain sebuah inti kumparan
adalah dari ferromagnetik/ferrimagnetik karena bahan tersebut memiliki momen
magnetik yang sangat kuat. Untuk menyearahkan momen- momen kedaerah weiss
besarnya kuat medan (H) yang berhubungan dengan kerapatan fluks sangat ( B )
berpengaruh pada inti kumparan tersebut.
Histerisis adalah suatu kondisi dimana sebuah momen magnet bahan merupakan
fungsi magnetik yang berubah – ubah . dimana dalam menyearahkan momen magnet ke daerah weiss menggunakan dua cara yaitu dengan gaya magnetisasi
dalam dan gaya magnetisasi luar.
Apabila kita menggunakan gaya magnetisasi dari luar dan gaya
magnetisasi yang tersebut dikurangi maka momen magnetiknya akan kembali
kearah magnetisasi yang terdekat dengan medan yang dipergunakan. Tetapi jika
tidak menggunakan gaya magnetisasi dari luar maka momen magnetik akan
mengarah ke daerah weiss secara alamiah dan arahnya akan berasosiasi dengan
struktur kristal.
Jika kuat medan ( H ) semakin kuat maka penyearahan momen akan
semakin berhasil, tetapi akan mengakibatkan perubahan nilai yaitu anatara nilai B
dan H tidak berbanding lurus. Dengan adanya gaya magnetisasi itu merupakan gejala dimana momen mengalami “ gesekan “ yaitu perubahan arah momen dan pergeseran batas daerah weiss. Pergeseran batas daerah weiss itu terhambat karena
momen – momen tersebut saling kait – mengkait atau saling tersangkut. Karena hal tersebut diatas maka menimbulkan grafik yang tidak berupa garis lurus dan
disebut dengan liku histerisis.
Apabila medan ( H ) diturunkan maka medan ( B ) tidak ikut menurun secara sebanding, ini akibat “ gesekan “ tersebut diatas sehingga medan magnet B cenderung bertahan . jika medan ( H ) dinaikkan atau diturunkan baik kearah
positif atau kearah negatif maka perbedaan nilainya dapat kita lihat dengan grafik,
-H1
d
0
iH2 H1 -H2
O1 O2
O3 B1
B2 b
c
a
-B2
-B1 e
Medan pemagnet H
Gambar 2.6 : lingkar Histerisis
Pada gambar diatas dapat kita amati dengan tanda anak panah yaitupada saat
rangkaian magnet dalam meghasilkan fluks mengalami penambahan maka
intensitas medan magnet juga mengalami penambahan sesuai perubahan dari +H1
Gambar 2.7 : Induktansi pada kurva Histerisi
Variasi harga B dengan H adalah yang mengelilingi simpal a1, b, c, d,e
,f,a1,jika medan pemagnet H1 dihilangkan maka sejumlah magnet sisa (remanent)
yang sama dengan titik 0b. Untuk menghilangkan remanent maka medan
pemagnet H harus dibalik (dinegatifkan) disebut dengan medan kohersif pada titik
0c. (Ishaq mohamad,2007).
2.7 Desain Lilitan Pemanas
Dalam membuat perencanaan pemanas induksi (lilitan pemanas) maka harus
diperhatikan bahwa panas yang ditimbulkan pada bahan tersebut sepenuhnya hasil
dari fluks magnetic. Fluks magnetic yang timbul karena lilitan inductor tersebut
akan menjadi pengontrol panas yang diinginkan.
Apabila intensitas bentuk fluksi mengalami perubahan maka akan
berpengaruh pada panas yang dihasilkan. Fluksi magnetic yang dihasilkan tersebut
akan berbanding lurus dengan jumlah putaran-ampere dalam lilitan, yaitu arus
lilitan mengatur jumlah efektif dari putaran. Panas yang dihasilkan dari kumparan
spasi sekitarnya dan kedekatan lilitan dengan bahan yang dipanaskan. Apabila
perancang ingin mendapatkan konsentrasi yang tinggi pada alat pemanas induksi
yang berada dalam ruang yang terbatas, maka digunkan lilitan putaran tunggal
yang dapat mengangkat arus tinggi.
Karena pemanas ini akan dibangkitkan dari tegangan dan frekuensi yang
cukup tinggi, maka penggunaan lilitan inductor sangat diperhatikan. Lilitan
inductor kumparan yang didesain harus dicermati sekali dan memperhatikan
sifat-sifat yang penting yaitu antaran lain :
1. Hambatan dalam, dimana hambatan dalam ini akan mempengaruhi besarnya
arus pada kumparan. Hal ini berpengaruh pada pula pada harga rugi-rugi.
2. Induktansi kumparan bergantung pada suhu. Perubahan suhu berakibat
perubahan ukuran-ukuran fisik dari kumparan (panjang lilitan dan luas
penampang)sehingga induktansi akan berubah.
3. Pada kumparan yang menggunakan inti besi, hasil induktansinya akan
bergantung pada kuat arus yang mengalir pada kumparan.
4. Dalam kondisi harga arus tertentu , induktansi akan menurun dan hal ini
disebabkan inti besi sudah jenuh.
Pada frekuensi yang lebih tinggi, panas yang dibandingkan oleh fluksi
magnetic sangat dipengaruhi oleh penggunaan inti besi, hal tersebut disebabkan
karena dengan menggunakan inti besi rugi, rugi-rugi arus eddy yang ditimbulkan
sangat tinggi nilainya,sehingga panas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi.
Sebuah pemanas induksi dapat digunakan untuk mengaplikasikan
rangkaian inverter satu fasa apabila suplai frekuensi yang digunakan untuk
pemanas induksi tersebut sesuai dengan sumber rangkaian inverter satu fasa
tersebut.
Frekuensi yang dihasilkan dari sumber AC akan diterapkan untuk
perencanaan pemanas induksi yang lebih konvensional. Pada pemanas ini
menggunakan inti besi berupa besi pejal, dimana inti besi tersebut akan membantu
Rangkaian Sumber AC
A
f v
Berikut ini adalah gambar rangkaian pemanas induksi yang bersumber dari
rankaian inverter satu fasa.
Gambar 2.8. Rangkaian pemanas induksi dengan sumber AC
Pada gambar rangkaian di atas pemanas induksi menggunakan besi sebagai
intinya, sehingga lilitan dibuat sebagai putaran lilitan tunggal pada inti besi
tersebut. Dengan menghubungkan rangkaian sumber AC dengan pemanas maka
kita harus menyesuaikan factor daya,tegangan,frekuensi,dan arus sesuai dengan
kapasitas yang diijinkan dari rangkaian sumber AC.
Apabila factor-faktor tersebut diatas sudah kita ketahui, maka pemanas
induksi yang kita desain harus sesuai dengan sumber AC. Dan dikarenakan
kompleksitas factor-faktor yang mempengaruhi pendesain lilitan pemanas , maka
cara termuda untuk menentukan desain pemanas induksi ini menggunakan cara
tial (toroidal) dengan langkah pemanas sebagai berikut :
1. Lilitan disesuaikan dengan bahan inti kumparan,apabila garis bentuk inti
kumparan tidak tajam maka harus dibuat dan lilitan harus posisi tengah kumparan.
2. Karena pojok – pojok tajam dari inti besi akan panas terlebih dahulu dan ini karena kensentrasi fluksi dan ketiadaan masa , maka lilitan harus diletakkan pada
bagian-bagian tersebut.
3. Jika logam yang berbeda dijadikan pemanas, maka fluksi magnetic akan
terkonsentrasi pada logam yang paling lambat untuk panas. Untuk itu digunakan
baja magnetic untuk inti besinya dan juga untuk bahan yang dipanaskan, hal ini
4. Pada pengerasan lilitan pada tepi kumparan harus digandakan untuk pembatasan
peralatan, hal ini dikarenakan lapisan luar lilitan jauh kurang efisiensi
dibandingkan dengan lapisan sebelumnya.
5. Tipe dan ukuran lilitan yang digunakan pada kumparan ditentukan oleh dua
factor antara lain kemampuan daya dari sumber AC dan harga maksimum
induktansi yang diperbolehkan.
2.8 Ukuran Pemanasan Dari Pemanas Induksi
Salah satu yang penting dari desain pemanas induksi ini adalah hasil pengukuran
pemanasan yang berupa panas (kalor ). Dengan mengetahui ukuran pemanasan
yang dihasilkan, maka kita dapat memperkirakan apakah alat ini dapat diterapkan
pada dunia industri sekarang ini.
Hal ini bergantung pada beberapa factor antara lain desain pemanas
induksi tersebut dan kapasitas dari sumber AC yang digunakan pada pemanas
induksi. Apabila suhu pada inti besi yang telah terhubung pada sumber AC terjadi
kenaikan, maka pemanas induksi ini dapat dikatakan sudah dapat berfungsi
dengan baik. Kenaikan suhu yang terjadi pada inti besi tersebut disebabkan oleh
rugi-rugi arus eddy. Rugi arus eddy ini merupakan factor utama dalam
menentukan hasil ukuran pemanas yaitu berupa kalor yang sesuai dengan ke
inginan. Ukuran pemanasan pada pemanas induksi ini akan dapat kita ketahui
dengan mengukur kalor pada inti besi.
Kemudian kita dapat membandingkan hasil ukuran pemanasan yaitu
apabila kita menggunakan inti besi yang berbeda ukurannya. Sebelum kita
mengetahui berapa kalor yang dihasilkan oleh pemanas induksi tersebut terlebih
dahulu kita harus mengetahui defenisi kalor. Kalor adalah sesuatu yang
dipindahkan diantara suatu system dan linkungannya sebagai akibat perbedaan
Berikut ini adalah persamaan untuk mendapatkan besar kalor pada
pemanas induksi :
Q = m.c. ∆T……….( 2.14 )
Keterangan : Q = Kalor (kalori)
∆T = kenaikan suhu (0c)
m = massa inti besi (gr)
c = kalor jenis besi (0,11 kal/g 0c)
Satuan dari kalor adalah kalor memiliki hubungan dengan energy mekanik,
dimana satuan energy mekanik adalah joule sehingga telah ditetapkan dari hukum
kekekalan energy bahwa : 1 kalori = 4,186 joule. Setelah kita mengetahui kalor
yang dihasilkan, maka kita dapat mengetahui kapasitas dari kalor yang dihasilkan
tersebut dengan persamaan sebagai berikut :
C =
………...(2.15)
Keterangan : C = kapasitas kalor (kal/0c)
Q = kalor (kalori)
∆T = kenaikan suhu (0c)
Harga kalor yang telah diketahui akan penulis ubah ke energy mekanik
dengan joule, yaitu untuk mengetahui perbandingan watt yang dihasilkan dari
rugi-rugi arus eddy dengan watt yang dihasilkan dari kalor maka satuan joule
tersebut kita bagi dengan waktu yang digunakan untuk pemanasan. Maka
digunakan persamaan :
P =
,sehingga Q = P. ………......(2.16)
Q = kalor yang dihasilkan (joule)
= waktu (detik)
Demikian persamaan yang digunakan dimana kalor yang dihasilkan berbanding
selisih waktu yang diperoleh. (Rencono wati,2000).
2.9 MOSFET
Rangkaian driver ini terdiri dari MOSFET. Mosfet yang digunakan pada rangkaian
ini adalah Mosfet 16BT, FIB 16 AJ_FGA25N12. Struktur dari Sebuah transistor
efek-medan semikonduktor–logam–oksida (MOSFET) adalah berdasarkan pada modulasi konsentrasi muatan oleh kapasitansi MOS di antara elektrode badan dan
elektrode gerbang yang terletak di atas badan dan diisolasikan dari semua daerah
peranti dengan sebuah lapisan dielektrik gerbang yang dalam MOSFET adalah
sebuah oksida, seperti silikon dioksida. Jika dielektriknya bukan merupakan
oksida, peranti mungkin disebut sebagai FET semikonduktor–logam–terisolasi (MISFET) atau FET gerbang–terisolasi (IGFET).
Pada rangkaian driver berfungsi sebagai pengendali arus agar positif
diarahkan kepositif dan negatif diarahkan kenegatif. Pada rangkaian ini Mosfet
digunakan sebanyak 2 . MOSFET bekerja sebagai switching untuk menghasilkan
tegangan tinggi pada beban. Ada dua jenis MOSFET, yang pertama jenis
depletion-mode dan yang kedua jenis enhancement-mode. Jenis MOSFET yang
kedua adalah komponen utama dari gerbang logika dalam bentuk IC (integrated
circuit), uC (micro controller) dan uP (micro processor) yang tidak lain adalah
komponen utama dari komputer modern saat ini. Namun jenis mosfet yang
digunakan pada alat ini adalah MOSFET Depletion-mode .
Gambar berikut menunjukkan struktur dari transistor jenis ini. Pada sebuah
kanal semikonduktor tipe n terdapat semikonduktor tipe p dengan menyisakan sedikit
melalui celah sempit ini. Gate terbuat dari metal (seperti aluminium) dan terisolasi oleh
bahan oksida tipis SiO2 yang tidak lain adalah kaca.
Gambar 2.9. struktur MOSFET depletion-mode
Semikonduktor tipe p di sini disebut subtrat p dan biasanya dihubung singkat dengan
source. Ingat seperti pada transistor JFET lapisan deplesi mulai membuka jika VGS =
0.Dengan menghubung singkat subtrat p dengan source diharapkan ketebalan lapisan
deplesi yang terbentuk antara subtrat dengan kanal adalah maksimum. Sehingga
ketebalan lapisan deplesi selanjutnya hanya akan ditentukan oleh tegangan gate
terhadap source. Pada gambar, lapisan deplesi yang dimaksud ditunjukkan pada daerah
yang berwarna kuning.
Semakin negatif tegangan gate terhadap source, akan semakin kecil arus drain
yang bisa lewat atau bahkan menjadi 0 pada tegangan negatif tertentu. Karena lapisan
deplesi telah menutup kanal. Selanjutnya jika tegangan gate dinaikkan sama dengan
tegangan source, arus akan mengalir. Karena lapisan deplesi muali membuka. Sampai di
sini prinsip kerja transistor MOSFET depletion-mode tidak berbeda dengan transistor
JFET.
Karena gate yang terisolasi, tegangan kerja VGS boleh positif. Jika VGS semakin
positif, arus elektron yang mengalir dapat semakin besar. Di sini letak perbedaannya
dengan JFET, transistor MOSFET depletion-mode bisa bekerja sampai tegangan gate
positif.
Gambar2.10 : Penampang D-MOSFET (depletion-mode)
Struktur ini adalah penampang MOSFET depletion-mode yang dibuat di
atas sebuah lempengan semikonduktor tipe p. Implant semikonduktor tipe n dibuat
sedemikian rupa sehingga terdapat celah kanal tipe n. Kanal ini menghubungkan
drain dengan source dan tepat berada di bawah gate. Gate terbuat dari metal
aluminium yang diisolasi dengan lapisan SiO2.
2.10 TERMOKOPEL
Termokopel (Thermocouple) adalah jenis sensor suhu yang digunakan untuk
mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya sehingga menimbulkan efek “ Thermo-electric”. Efek Thermo-electric pada Termokopel ini ditemukan oleh seorang fisikawan Estonia bernama Thomas Johann Seebeck pada Tahun 1821, dimana
sebuah logam konduktor yang diberi perbedaan panas secara gradient akan
menghasilkan tegangan listrik. Termokopel merupakan salah satu jenis sensor
suhu yang paling populer dan sering digunakan dalam berbagai rangkaian ataupun
peralatan listrik dan Elektronika yang berkaitan dengan Suhu (Temperature).
Beberapa kelebihan Termokopel yang membuatnya menjadi populer
adalah responnya yang cepat terhadap perubahaan suhu dan juga rentang suhu
respon yang cepat dan rentang suhu yang luas, Termokopel juga tahan terhadap
goncangan/getaran dan mudah digunakan.
2.10.1 Termokopel Tipe N
Tipe termokopel yang digunakan . Stabilitas tinggi dan ketahanannya terhadap oksidasi suhu tinggi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C pada 900 °C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan dari tipe K Termokopel tipe B, R dan S adalah termokopel 'logam mulia'. Semuanya (tipe B,R,S) adalah yang paling stabil dari semua termokopel yang ada, namun karena sensitivitasnya yang rendah (kira-kira 10 v / ° C), mereka biasanya hanya digunakan untuk pengukuran suhu tinggi (> 300 ° C).
Termokopel tersedia dalam berbagai ragam rentang suhu dan jenis bahan.
Pada dasarnya, gabungan jenis-jenis logam konduktor yang berbeda akan
menghasilkan rentang suhu operasional yang berbeda pula. Berikut ini adalah
Jenis-jenis atau tipe Termokopel yang umum digunakan berdasarkan Standar
Internasional.
Gambar2.11 : Jenis termokopel yang digunakan
Bahan logam konduktor positif : Nicrosil
2.10.2 Prinsip Kerja Termokopel
Prinsip kerja Termokopel cukup mudah dan sederhana. Pada dasarnya
Termokopel hanya terdiri dari dua kawat logam konduktor yang berbeda jenis dan
digabungkan ujungnya. Satu jenis logam konduktor yang terdapat pada
Termokopel akan berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan (tetap)
sedangkan yang satunya lagi sebagai logam konduktor yang mendeteksi suhu
panas. Untuk lebih jelas mengenai Prinsip Kerja Termokopel, gambar dibawah ini
Gambar2.12 : Prinsif kerja termokopel
Berdasarkan Gambar diatas, ketika kedua persimpangan atau Junction
memiliki suhu yang sama, maka beda potensial atau tegangan listrik yang melalui dua persimpangan tersebut adalah “NOL” atau V1 = V2. Akan tetapi, ketika persimpangan yang terhubung dalam rangkaian diberikan suhu panas atau
dihubungkan ke obyek pengukuran, maka akan terjadi perbedaan suhu diantara
dua persimpangan tersebut yang kemudian menghasilkan tegangan listrik yang
nilainya sebanding dengan suhu panas yang diterimanya atau V1 – V2. Tegangan Listrik yang ditimbulkan ini pada umumnya sekitar 1 µV – 70µV pada tiap derajat Celcius. Tegangan tersebut kemudian dikonversikan sesuai
dengan Tabel referensi yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan
BAB III
PERANCANGAN ALAT DAN PEMBUATAN SISTEM
3.1. Diagram Blok
Diagram blok merupakan gambaran dasar dari rangkaian system yang akan
dirancang. Setiap diagram blok mempunyai fungsi masing – masing. Adapun diagram blok perancangan pemanas induksi dengan solenoide coil adalah sebagai
berikut:
Gambar 3.1 Diagram blok pemanas induksi dengan metode Selonoide
ATMega
Diagram blok diatas merupakan diagram yang menggambarkan proses dari input
hingga output. Terdapat beberapa bagian dari diagram blok antara lain : keypad,
Mikrokontroler,penampil LCD, driver switching,Mosfet,Switching Mode Power
Supply,selonoide coil, sensor suhu. Diagram blok diatas merupakan diagram yang
menggambarkan dari proses;
ATMega 8535 Sebagai pengendali utama dari alat yang dirancang.
LPSR (Linear Power Supply Regulator) sebagai sumber tegangan (sumber DC)
DRIVER switching digunakan untuk meneruskan keluaran mikrokontroler berupa gelombang kotak frekuensi ke tinggi Ke Gate dari MOSFET.
MOSFET digunakan sebagai saklar elektronik. Dan keluaran dari mosfet dihubungkan ke solenoide koil.
Solenoide coil merupakan tempat munculnya medan magnet frekuensi tinggi yang akan menginduksi benda kerja.
Benda Kerja berupa Besi yang dikenai medan induksi sehingga kemudian muncul panas pada benda kerja tersebut.
Sensor suhu thermocouple membaca kenaikan suhu pada benda kerja.
LCD untuk menampilkan nilai frekuensi dan duty cycle yang dinginkan.
3.2. Penentuan Spesifikasi Alat
Spesifikasi alat secara keseluruhan ditentukan terlebih dahulu sebagai acuan dalam
perancangan selanjutnya. Sfesifikasi alat yang direncanakan adalah sebagai
berikut :
1.Benda kerja yang dipanasi dari bahan besi dimana dipanaskan pada solenoide
coil yang dirancang. Dimana frekuensi kerja pemanas Induksi pada frekuensi 50
kHz.
2. Daya pemanas induksi pada tegangan 24 Volt, dan kuat arus pada kisaran 40
Ampere. Sistem ini menggunakan sistem ATMega 8538. Pemanas induksi di uji
).Cara kerja pemanas induksi ini menggunakan sumber listrik untuk
menggerakkan sebuah arus bolak balik atau yang biasa disebut sebagai arus AC
yang besar melalui sebuah kumparan Induksi. Kumparan induksi ini dikenal
sebagai kumparan kerja. Aliran arus yang melalui kumparan ini menghasilkan
medan magnet yang sangat kuat dan cepat berubah dalam kumparan kerja.
Benda kerja yang akan dipanaskan ditempatkan dalam medan magnet ini
dengan arus AC yang sangat kuat. Ketika sebuah beban masuk dalam kumparan
kerja yang dialiri arus AC , maka nilai arus yang mengalir akan mengikuti
besarannya sesuai dengan nilai beban yang masuk. Medan magnet yang tinggi
akan dapat menyebabkan sebuah beban dalam kumparan kerja tersebut
melepaskan panasnya , sehingga panas yang ditimbulkan oleh beban tersebut
justru dapat melelehkan beban itu sendiri. Karena dan panas yang yang dialami
oleh beban akan semakin tinggi, hingga mencapai nilai titik leburnya.
Gambar 3.3 : Medan magnet pada solenoide
Alat ini dirancang berdasarkan dasar teori dan penjelasan dari referensi
yang saya gunakan, alat ini dirancang sebagai simulasi yaitu penggunaan alat
hanya ditunjukkan untuk penelitian dan pengambilan data dari sampel benda kerja
yang diuji , alat ini memiliki tegangan 24 Volt. Skema rangkaian pemanas induksi
ini terdiri dari beberapa bagian rangkaian yaitu rangkaian Driver, Power supply
3.2.1 Rangkaian Solenoide
Untuk alat pemanas induksi ini solenoide coil dibuat dari bahan tembaga yang
baik dalam mengalirkan arus listrik. Sementara bentuknya dipilih tembaga yang
berbentuk pipa (bagian tengah berlubang) mengingat fenomena skin effect yang
membuat arus hanya akan lewat pada bagian kulit tembaga. Bentuk fisik dari pipa
tembaga tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 3.4 Tembaga berbentuk pipa
Rancangan ini disesuakan dengan tabel yang telah ditentukan pada
rangkain- rangkaian elektronika sebagai berikut :
Tabel 1 : kabel vs Diameter Arus pada solenoide.
ACCU 24 VOLT DIAMETER KABEL TERHADAP
PANJANG KABEL
ARUS
(Ampere)
DAYA
(Watt)
1 m 1,5m 2m
0 to 5 A 30 W 8 mm 8 mm 8 mm
6 A 36 W 8 mm 8 mm 8 mm
7 A 42 W 8 mm 8 mm 8 mm
8 A 48 W 8 mm 8 mm 8 mm
10 A 60 W 8 mm 8 mm 8 mm
11 A 66 W 8 mm 8 mm 8 mm
15 A 90 W 8 mm 8 mm 8 mm
Sumber :katalog igus chainflex 2009.
Tabel 2: Kemampuan Hantar Arus
No Jumlah lilitan Kabel
13 95 250
14 120 292
Sumber :katalog igus chainflex 2009.
Pada pengujian beban yang digunakan maka pada alat pemanas induksi
peneliti dirancang dengan : Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, Diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm (1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere.
Dari data diatas maka untuk mengetahui panjang kawat,jumlah lilitan,
Hambatan,dan induktansi pada rangkaian solenoide maka beberapa aspek yang
harus diperhitungkan seperti panjang induktor, jari-jari inti, banyaknya lilitan
,diameter kawat dan Hambatan.
Untuk mengetahui dimensi – dimensi tersebut maka diperlukan perhitungan sebagai berikut :
Dari Gambar diatas kita ketahui bahwa ;
L = Panjang kawat (inductor)
a = jari – jari inti kawat inductor
d = ukuran diameter kawat penyusun inductor
N = jumlah lilitan kawat.
Untuk n lapisan, maka besaran yang ditambah
D = tebal lapisan.
1.Jumlah Lilitan perlapisan
Untuk menghitung jumlah lilitan perlapisan maka panjang inductor dibagi dengan
diameter kawat, sebagai berikut : Nn =
.
Maka Nn = , Nn =
, Nn =
Nn = 12,5
2. Panjang Kawat Perlapis
Untuk menghitung panjang kawat perlapis , maka keliling Inductor dikali jumlah
lilitan perlapis, sebagai berikut :
= 2πa .
Maka = 2πa . , = 2π 4 cm . 12,5 cm , = 2 (3,14) 4 cm . 12,5 cm
= 6,28. 4 cm .12,5 cm .
3. Hambatan Dalam Pada Induktor
Untuk menghitung hitung hambatan dalam pada induktor, maka diperlukan data
tentang hambatan jenis kawat, luas permukaan kawat dan panjang kawat, maka
digunkan persamaan
Dengan : R = Hambatan kawat induktor ( )
= Hambatan Jenis bahan Kawat ( .m)
L = Panjang kawat (m)
Tabel 3 : Hambatan jenis beberapa bahan
Yang perlu di ketahui selanjutnya setelah menentukan diameter kabel
adalah mengetahui resistansinya, karena seperti yang telah kita ketahui
bersama bahwa resistansi inilah dalam hukum ohm nilainya akan berbanding
terbalik dengan tegangan (V) dan arus (I). Rumus untuk mengetahui
resistansi dalam kabel adalah maka untuk mengetahui berapa besar hambatan
kawat inductor maka digunakan persamaan :
V = I . R
Dengan V = Besarnya Tegangan (volt) , I = Kuat Arus (Ampere ). Dimana dalam
perancangan alat pemanas induksi ini besar tegangan yang digunakan adalah V=
24 volt dan Kuat arus I = 40 ampere.
Maka:
V = I. R
24 volt = 40 ampere. R
Maka untuk memperoleh besar Luas permukaan kawat, digunakan persamaan :
Dimana panjang kawat adalah L = 100 cm (1 meter), Hambatan jenis Tembaga
= 1,68 x 10-8 ( .m) . Maka Luas permukaan kawat pemanas induksi adalah :
0.6 = 1,68 X 10-8 .m . , 0.6 = maka A = 2,8 x 10-8 (m2).
Luas permukaan kawat berpengaruh pada penggunaan kawat penghantar
yang panjang menyebabkan turunnya tegangan listrik. Tegangan listrik yang
diberikan pada kawat yang panjang tidak dapat merubah besar hambatan, tetapi
hanya merubah besar arus listrik yang mengalir melalui kawat itu. Jika kawat
penghantar itu panjang,kuat arus listrik yang mengalir kecil seiring turunnya
tegangan listrik. Oleh karena itu diperlukan tegangan yang tinggi untuk
mengalirkan arus listrik. Hal ini diterapkan pada alat pemanas induksi dengan kuat
arus 40 ampere dan tegangan arus 24 volt.
4. Besar Medan Magnet
Diameter ( ϕ ) penampang D = 6 cm maka r = 3 cm, diameter dalam kawat (d) ϕ = 8 mm dengan jumlah lilitan n = 6 lilitan , dengan panjang lilitan L=100 cm
(1Meter) dan kuat arus sebesar I= 40 Ampere. Maka untuk memperoleh besarnya
medan magnet dapat diperoleh pada pusat kumparan solenoida dengan
menggunakan perhitungan pada persamaan (2.10 )
Dalam hal ini jari- jari solenoida R tidak dianggap jauh lebih kecil dari L dalam
hal ini dan ,sehingga nilai X = ½ dari L. Dimana L=100 cm maka X = 50 cm
sehingga persaman (2.3) 0. tidak bisa digunakan, maka medan magnet
diperoleh dengan perhitungan:
Karena n adalah banyaknya lilitan persatuan panjang, nilai konstanta µ 0 = 4π. 10-7 sehingga:
π
B= 59,98 x T
Maka medan magnet yang diperoleh adalah B = 59,98 x T.
3.2.2 Rangkaian Toroida
Pada alat pemanas induksi ini juga digunakan kumparan Toroid pada rangkaian
daya, dimana Toroid adalah solenoida yang dilengkungkan sehingga sumbunya
menjadi berbentuk lingkaran. Induktor yaitu komponen elektronika berbentuk
kumparan yg tersusun dari lilitan kawat.
Induktor adalah salah satu di antara komponen pasif elektronika yg dapat
membuahkan medan magnet apabila dialiri arus listrik & sebaliknya bila di beri
medan magnet dapat membuahkan listrik. Induktor (uh=mikro henry) dibuat dari
Lilitan toroid. Induktor pada toroid merupakan sebuah kumparan yang memiliki
Induktansi diri (L) yang signifikan. Dimana untuk mencari nilai L maka
Dimana L = induktansi diri
N = Jumlah lilitan
A = Luas penampang
= panjang kumparan.
Pada rangkaian alat pemanas induksi ini digunakan 2 buah kumparan coil
toroida dimana kumparan kawat dengan 30 lilitan,panjang kumparan 5 cm dan
luas penampang nya 3 cm2. Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan
adalah ;
+
-1 2
3 4
VAC
Maka besar induktansi diri toroid yang digunakan adalah pada I Kuat
Arus maksimum 40 A. Suatu lilitan toroida dapat di buat dari lilitan silinder dengan
menghubungkannya membuat medan magnet eksternal hingga menjadikan satu kutub
utara & selatan. Di lilitan toroid medan magnet ditahan pada lilitan.Adapun manfaat
Induktor toroid pada pemanas induksi yaitu :
1. Tempat terjadinya gaya magnet
2. Pelipat ganda tegangan
3. Penyimpan arus listrik dlm wujud medan magnet
4. Menahan arus bolak-balik/ac
5. Melanjutkan dan melepaskan arus dc sampai ke lilitan solenoide
3.2.3 Rangkaian Power supply
Pemanas induksi ini dirancang dengan beberapa komponen yang dirangkai menjadi
satu, yang dapat dibagi atas bagian power supply, pembangkit arus bolak balik- balik
dan kumparan kerja. Rangkaian bagian power supply ini merupakan rangkaian
pendukung namun sangat diperlukan. Rangkaian ini berfungsi untuk mensupply
tegangan dari sumber AC atau tegangan PLN. Rangkaian ini berfungsi untuk mengubah
arus AC menjadi DC dan menurunkan tegangan dari PLN sesuai dari transformator
tegangan dari rangkaian ini yang akan dipakai untuk memfungsikan komponen pada
rangkaian driver dan rangkaian daya.
Bagian power Supply merupakan sebuah Transformator yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan sebesar 220 V menjadi 24 V. Untuk kuat arus berkapasitas 40 A
yang berfungsi untuk menyearahkan arus listrik keluar dari trafo, trafo yang digunakan
trafo yang memiliki 1 jalur lilitan sekunder. Dimana trafo tersebut terdiri dari dua
kumparan besi yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder. Kedua kumparan ini
tidak berhubungan secara fisik tetapi dihubungkan oleh medan magnet. Untuk
meningkatkan induksi magnetic antara dua kumparan maka ditambahkan inti besi.
Untuk perancangan power supply alat pemanas induksi ini maka digunakan
transformator step down dan jenis kawat tembaga yang digunakan adalah kawat email
dengan diameter 1mm. seperti pada gambar dibawah.
Untuk membuat power supply untuk alat pemanas induksi ini pertama sekali, trafo
lama atau trafo bekas direndam dalam thinner selama 2 hari 2 malam. Setelah itu inti
besi trafo akan dapat dilepas dengan mudah, cukup dengan bantuan tang dan martil
kecil. Setelah semua inti besi dilepas, pekerjaan selanjutnya adalah melepaskan kawat
email dari tempat gulungannya. Kemudian kawat email tersebut diluruskan atau
dirapikan kembali untuk dapat digulung ulang. Gulungan kawat primer biasanya
memiliki jumlah lilitan yang jauh lebih banyak dari jumlah lilitan sekunder. Juga tebal
kawat llilitan primer lebih kecil dari tebal kawat lilitan sekunder. Untuk menentukan
tebal kawat bisa dilihat didaftar yang telah ditentukan. Tabel ini dapat dipergunakan
untuk memilih tebal kawat yang diperlukan untuk keperluan lilitan primer maupun
lilitan sekunder. Tabel seperti ini dapat diperoleh dengan mudah.
Tabel 3. Tabel untuk lilitan primer & sekunder.
14 1.63 16 1.63 5.9 1.07
kawat kembali. Pada trafo ini Saya menggunakan triplex tipis yang ukuran 2mm
sebagai bahan membetuk tempat menggulung, karena mudah dalam
pengerjaannya. Setelah jadi, bentuk tempat lilitan kawat.
Sebelum kawat dilillit, perlu di test dulu apakah ukurannya sudah tepat
dengan inti besi E dan I. Hal ini diperlukan agar pada saat pemasangan inti besi