• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA Periode 2005 s/d 210 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA Periode 2005 s/d 210 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN

BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA

Periode 2005 s/d 210 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya

SKRIPSI

Diajukan sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Oleh

Nama: Mujamin Nim: 08230007

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini dipertahankan di depan Dewan Penguji Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Dan diterima sebagai Persyaratan untuk

Memperoleh Gelar Kesarjanaan S-1

Pada tanggal 5 Maret 2012 Dihadapan Dewan Penguji:

1. Drs. Krishno Hadi, MA

2. Drs. Imam Hidayat, MM

3. Drs. Asep Nurjaman, M.Si

4. Dra. Tutik Sulistyowati, M. Si

Mengesahkan,

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN Nama : Mujamin

NIM : 08230007

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi : Strata Satu (S-1)

Judul : GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN

BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERA

OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA Periode 2005 s/d 2010 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya

Disetujui Untuk Diuji Dihadapan Sidang Dewan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

Yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Mujamin

NIM : 08230007

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JudulSkripsi : GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA

Periode 2005 s/d 2010 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya

Pembimbing : 1. Drs. Asep Nurjaman, M.Si 2.Dra. Tutik Sulistyowati, M. Si

Menyatakan bahwa karya ilmiah atau skripsi yang berjudul GAYA KEPEMIMPINAN DAN POLA HUBUNGAN BUPATI DENGAN MASYARAKAT PADA ERAOTONOMI DAERAH DI KABUPATEN BIMA (Periode 2005 s/d 2010 Dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya) adalah bukan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademik sebagaimana berlaku.

Malang, ………..………2012

Yang Menyatakan,

(5)

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

Nama : Mujamin

NIM : 08230007

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Judul : Gaya Kepemimpinan dan Pola Hubungan Bupati

Dengan Masyarakat pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Bima Periode 2005 s/d 2010

dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya Pembimbing : 1. Drs. Asep Nurjaman. M. Si

(6)

BERITA ACARA

SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI

Pada hari ini Selasa, tanggal 27 Desember 2012, telah dilaksanakan seminar proposal skripsi mahasiswa:

Nama : Mujamin NIM : 08230007

Judul Skripsi : Gaya Kepemimpinan dan Pola Hubungan Bupati dengan

Masyarakat pada Era Otonomi Daerah di Kabupaten Bima Periode 2005 s/d 2010 dan periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebagai hamba ALLAH SWT dan sebagai salah satu manusia bagian didikan dari junjungan Nabiyullah Muhammad SAW yang telah melimpahkan rahmat, kenikmatan, hidayahnya serta petunjuk jalan (kiblat) kemanusiaan dan keummatan sehingga sebagai manusia yang utuh dalam berinteraksi sosial dapat menggapai harmoni kodrat keseimbangan walaupun masih banyak sisi (kekurangan). Demikian dalam menyelesaikan sub bagain taanggungjawab sebagai pegiat pendidikan, saya khatur syukur sehingga skripsi (karya BESAR) ini dapat terselesaikan dengan baik.

(8)

tengah arogansi rimba samudra balada hitam putih lingkar penguasa Negeri sejuta dongeng ini), ulah picik para penipu yang saling berantai menipu demi sesuap kebohongan (bersilad lidah mengumbar kerancuan). Namun torehan orisinil karya monumental ini angkuh TEBAL terbukti dapat terwujud dengan nyata. Dengan jiwa ananda sekali lagi, terimakasih ayah & bunda atas tetesan darah sucinya.

Terimakasih atas do‟a dan dukungan kalian kakak-kakak dan adikku (saudara sedarah). Kalian juga manusai terbaik sejagad, karena support dan didikan transformasi seperangkat nilai (value) dari kalian sehingga adinda memiliki cakrawal keberanian melangkah setapak demi setapak mengurai menempuh roda jaman ini. Saya berani menyangkal kerana memang tidak tepat bahwa kunjingan „KITA‟ bukan siapa-siapa yang tidak memiliki setumpuk „materi‟ di larang mengenyam pendidikan yang layak, dan indahnya cibiran itu tidak merubah besar rasa kasih sayang kalian menjadi pesimisme yang fatal. Dengan kekuatan cinta dari kalian dapat mereduksinya melaui fondasi optimisme yang sudah terinternalisasi dalam diri dinda. Sakti dan sempurna terimakasih pada kalian kakakku; Saddam (lahir bathin kakak berjuang banting tulang, peras keringat jibaku di gunung dan sawah untuk adinda), Siti Hajjah

(ina supriaddin), Hj. Hamiddah (umi Nuraeni), Kalisom (mama Atun),

Higayah (ina Allvaro Karimgaya), Muhammad None (ama Nanang) dan pada adikku; Eka Susilowati (ina Arfik). Selanjutnya saya berharap cinta kasih kalian tetap utuh berlanjut sampai di akhir abad, semoga.

(9)

Terimakasih sebesar juga pada “Ibu Negara” Antiq’s Tydar’w

(bundanya Abbraham Raya) yang terus membangkitkan semangat (awal akhir dan sampai nanti), bersama kau yang punya hati, aku pernah memiliki harmoni keseimbangan pelangi pagi, senja juga tengah malam terbaik. Waktu yang harus selalu di jaga kesuciannya, meski berceceran kesukaran/kenikmatan lain coba disuguhkan. Romantisme sejarah itu, mengingatkan saya pada seekor kenari yang sedang hinggap pada stangkai flamboyan yang di hembus sejuknya sepio pagi. "Aku kan kembali pada kesadaran "you’re my sunshine dear”.

Terhormat semua dosen dan staff dosen ilmu pemerintahan UMM;

Ibu Tri, Pak Jay, Pak Udin, Ibu Vina, Pak Kris, Pak Ishom, Pak Adnan,

Pak Imam, Pak Rifa’i, Prof Mas’ud, Pak Asep, Pak Yana, Pak Rudi, yang

sudah bersedia menuangkan disiplin ilmu sangat mencerahkan kepada saya, semoga ilmu tersebut bermanfaat dan dapat menjadikan saya sebagai pribadi yang bisa menjadi pemimpin. Terimakasih Bapak-Ibu.

Buat kalian sahabat seperjuangan (garis barisan militant); Bahrun Ahimsah (Codot Jenggot), M. Herman (Nyamoock Imoot) dan M. Khoiron (Payyex Alay), akhirnya pergulatan kita sampai pada tahap berikutnya. Gelombang kesadaran dibawah kibaran dan di antara gumpalan air liur pertiwi yang merobek dinding langit, MARI tetap berjuang dengan nurani ke-JUJUR-an juga jelas hindari pemelacuran diri melalui sepotong akal (individu pragmatis/oportunis). Kerana perjuangan kita harus lebih real menciptakan keseimbangan tatanan dunia, saya merindukan kalian my all brothers, Cheers Ritual!

(10)

Para penghuni asrama rakyat yang mewah menyeramkan (Isrul, Yunus, Akbar, Haris Paul, Radit, Idhar, Ahyar, Muff, Mirwan, Haris

sape, Mustofa, de el el). Terimakasih atas kehidupan damai selama ini yang kalian suguhkan, jaga dan tetap rawat kultur Ompu Kap‟a kita. Buat

Boby terima kasih sudah menjadi sahabat yang sangat baik dalam hidup saya, rela meminjamkan laptopnya yang lama buat jibaku lembar demi lembar skripsi saya. Juga terimakasih buat Agus Salim (Generasi Psikologi), kamu pantas menjadi master pengetikan, terima kasih sudah membantu.

Untuk kalian para generasi progresif terimakasih (maaf tidak menyebutkan nama, inisialpun tidak). Selain di tiga nilai yang saya coba tanamkan dalam kesadaran kalian dari sejak awal kalian merubah identitas “santun menyatakan diri MAHASISWA” (individu sensitive sosial-bertanggung jawab) namun ada juga pesan moral misi kenabian yang berasal dari kejijikan saya menyaksikan galunggung prahara kehidupan di Bumi pertiwi lingkar nusantara yang begitu nyata menghamburkan bau amis ironi, pun multi problem ini seolah-olah sudah tidak ada cara untuk kita dapatkan solusi alternatifnya. Padahal puing kerusakan itu dengan sangat mudah berani kita generalisasikan (vonis) adalah dampak bermula dari kotoran leaders yang tidak cukup memiliki misi kenegaraan dalam kepemipinannya (leadership). Demikian realitas kerusakan itu, kita tidak boleh lengah apa lagi nyandu dengan sikap apatisme dan terbelenggu jinak oleh kesesatan berpikir (ikut arus).

Sekali lagi saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif selama saya menempuh pendidikan strata -1 di Universitas Muhammadiyah Malang.

Thanks a lot guys! Salam

(11)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BERITA ACARA BIMBINGAN

BERITA ACARA SEMINAR PROPOSAL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN MOTTO HIDUP

DAFTAR ISI………...…………... i

Daftar Lampiran………. ii

Daftar Gambar………... iii

Daftar Tabel………... iv

Abstrak………... v

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A.Latar Belakang…………...………..…... 1

B.Rumusan Masalah…………...……….………… 14

C.Tujuan Penelitian…………...……….……. 14

D.Manfaat Penelitian………...…...………..…….…... 14

E. Definisi Konsep dan Definisi Operasional.…….………….…...… 15

1. Definisi Konsep……….………. 15

2. Definisi Operasional………... 16

(12)

BAB II TINJAUAN TEORI………...... 24

A.Kepemimpinan………... 24

1. Definisi Kepemimpinan………. 24

2. Pemimpin Formal dan Pemimpin Informal…………..……… 26

a. Pemimpin Formal (formal leader)……….…… 26

b. Pemimpin Informal (informal leader)…………..……….. 27

3. Perbedaan antara kepemimpinan dan manajemen... 30

4. Filosofi Kepemimpinan………..……… 31

5. Teori Munculnya Pemimpin………..…………..32

6. Gaya Kepemimpinan……….………..36

a. Gaya Kharismatis………... 37

b. Gaya Administrative/Otoritas Legal……….. 37

c. Gaya Tradisional/Paternalistik………... 38

d. Gaya Otokratis……… 39

e. Gaya Laiser faire……… 39

f. Gaya Militeristis………. 40

g. Gaya Populistis………... 41

h. Gaya Demokratis……… 41

7. Sifat-sifat Pemimpin………... 43

8. Ciri-ciri Pemimpin dan Kepemimpinan yang Ideal……… 45

(13)

B.Telaah Teoritik Pemimpin Dalam Kerangka Administrasi

Negara……….……… 52

1. Pemimpin dalam Kerangka Administrasi Negara………... 52

2. Pemimpin dalam Sebuah Organisasi………...59

a. Makna Konsep Organisasi………..59

b. Birokrasi sebagai Organisasi Publik………...68

C.Pola Hubungan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat…… 80

1. Hubungan Pemerintah Secara Vertical………80

2. Hubungan Pemerintah Horizontal………... 80

3. Pola Hubungan Ideal Pemimpin dalam Organisasi Publik……. 81

4. Keretakan Hubungan dalam Organisasi………. 82

D.Pemerintah Daerah pada Era Desentralisasi………. 83

E.Peran dan Fungsi Pemerintahan Daerah di Era Otonomi…… 93

1. Peran………..………. 93

2. Funsi……….… 96

BAB III DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN……… ………... 99

A.Daerah Kabupaten Bima dalam Perspektif Historis…...… 99

(14)

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA………. 124

A.Gaya Kepemimpinan dan Pola Hubungan Bupati dengan Masyarakat Kabupaten Bima Periode 2005 s/d 2010 serta periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya... 126

1. Gaya Kepemimpinan Bupati Bima Periode 2005 s/d 2010 dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya………...….……. 132

2. Pola Hubungan Bupati dengan Masyarakat Kabupaten Bima Periode 2005 s/d 2010 dan Periode 2010 s/d Selama Kepemimpinannya….………... 146

B.Problem Sosial, Politik, Hukum dan Kemasyarakatan dalam Wacana Demokratisasi di Daerah Kabupaten Bima.………...…. 158

1. Komersialisasi dan Eksploitasi Pendidikan di Bima……... 161

2. Premanisme atas Nama Demokrasi……….165

3. Prahara Polemik Ekplorasi Proyek Tambang sebagai bukti Pragmatisme dan Apatisme Penguasa...171

a. Klimaks Akumulasi Reaksi Massa Menentang SK 188…… 172

b. Jurnal: Ada apa dibalik SK Maut 188……… 179

BAB V PENUTUP... 180

A.Kesimpulan... 180

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Skema Perbedaan Antara Kepemimpinan dan Manajemen…………...30 Tabel 2.2 Skema Type Kepemimpinan Ralph White dan Ronald Lippit……...42 Tabel 2.3 Organisasi Sektor Publik dan Sektor Masyarakat………..76 Tabel 2.4 Teori Maslow dalam Organisasi Publik……….78 Tabel 4.1 Problem Sosial, Politik, Hukum dan Kemasyarakatan dalam Wacana

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Sultan Bima ke- XII (Sultan Muhammad Salahuddin).. ……..…...193

Gambar 4.1 H. Ferry Zulkarnain, ST. Bupati Bima...……….193

Gambar 4.2 Perang antar Desa Ngali dan warga Desa Renda...194

Gambar 4.3 Potensi Ekonomi dan Kultur Kerjasama Masyarakat Petani……...194

Gambar 4.4 Aksi Demontrasi (solidaritas) Mahasiswa Bima-Malang dalam Mengkritisi Tindakan Reprsif Oknum Aparat Kepolisian…………...195

Gambar 4.5 Klimaks Akumulasi Reaksi Massa dalam Menentang Rencana Eksploitasi Pertambangan yang Berakhir dengan Pembakaran Kantor Bupati (symbol) Negara………196

Gambar 4.6 Kantor Bupati Semula Sebelum Dibakar Oleh Massa...……...196

Gambar 4.7 Potret Bocah Kasatria di Pedalaman Desa…….………..…197

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(18)

Daftar Pustaka

Bennis dalam Firman Chan. Diktat Kepemimpinan Pemerintahan, Departemen

Dalam Negeri (STPDN) 1959 hlm 4

Benny Susetyo, Politik Pendidikan Penguasa. LKis Yogyakarta 2005

Cornelis Lay, dkk. Kapita Selekta Masalah-Masalah Pemerintahan (Jakarta:

Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri, 1997)

Effendi, Sofian & Masri Singrimbun. Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta,

1989, hal.263

G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli. Dalam Decentralization and

Development. thn 1983Hlm 18-25

H. Abdullah Tajib. BA. Sejarah Bima Dana Mbojo. PT Harapan Masa, 1995

Haryanto dkk, Fungsi-Fungsi Pemerintahan, Jakarta: Badan Pendidikan dan

Pelatihan Departemen Dalam Negeri, thn 1997 hlm 2-3

Henry Chambert-Loir penerbit Kerajaan Bima dalam Sastra dan Sejarah,

Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2004

Inu Kencana Syafiie Sistem Politik Indonesia: PT Refika Aditama-Bandung,

2008, hlm 9

Heywood, Politics (MacMillan) thn 1997. hlm 122-123

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Raja

Grafindo Persada Jakarta thn 2001

Lexy J.Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya.

(19)

M. Amien Rais: Agenda Mendesak Bangsa (selamatkan Indonesia) PPSK Pres.

2007)

Munafrijal Manan. Gerkan Rakyat Melawan Elite (di simpang jalan transisi

demokrasi-kata pengantar). Resist book juni 2005, hal, 1.2.3

Mariam Budiarjo. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008. Hlm 46-47

Max Webber dalam M. Mas‟ud Said. Birokrasi Di Negara Birokratis, UMM

Press, Malang, 2010, hlm. 15-16

Pemuji, 1989 dalam Dr. Indar Arifin, Msi. Birokrasi Pemerintah dan Perubahan

social Politik.Pustaka Refleksi 2010 hlm 18

Ralph White & Ronald Lippit, Autocracy and Demokcracy, Harper & Row, 1960

hlm 26-27

R. Joeniarto. Perkembangan Pemerintah Lokal (Jakarta: Bumi Akara, 1992)

Syamsul Hadi Thubang, Bina Swagiri-Fitra Pilkada Bima: Era Baru

Demokratisasi Lokal Indonesia, Tuba Solud NTB Kemitraan 2005

S.H. Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara. Jakarta: Sinar

Harapan, thn 2001 hlm 25

Sondang P Siagian. Teori & Praktek Kepemimpinan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010,

hlm. 33-35

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.

rineka Cipta, 2002, hal. 206

(20)

Syamsuddin Radjab, membangun kelas menengah “Pemuda” yang kuat menuju

system politik demokrasi. Pengantar Editor, Pemuda dan Politik

(pertanggungjawaban atas agenda reformasi). Penerbit DPD KNPI Sulawesi

Selatan kerjasama dengan BADKO HMI SULERA dan PBHI wilayah

SULSEL. April, 2005

Artikel dan Jurnal

Makalah Diskusi GEMAPEDA UIN Malang, Pilkada Langsung & Perspektif

Sejarah (Suksesi Pemimpin) Di Tanah Bima Oleh: Liga Alam Muhtar.

Minggu, 22 Mei 2005

Jurnal, Mimpi untuk maju antara cita dan fakta Penulis Arifudi SAP (2007)

Jurnal, Masyakarat Versus Negara: Dari Seteru Ke Mitra Hasrul Halili Staf

LBKHI Yogyakarta (2006)

Jurnal Umar Ali MS. Ketua umum perhimpunan rakyat nusantara. Kritik

Masyarakat terhadap kepemimpinan Bupati Ferry Zulkarnain (2009)

Jurnal Filosofi Kepemimpinan, Penulis: Ukma Elsa Dias mantan fungsionaris PB.

HMI (2009)

Jurnal, M Fauzi Ahmad, Resensi: Membaca Kembali Sejarah Bima (2006)

Liga Alam M “Garuda Sang Bima” Sebua Novel Sejarah Awal Berdirinya

Kerajaan Bima Aksara Tumapel 2006 hlm. Pandahuluan

Pengeroyokan Mahasiswa UMM Berbuntut Panjang. Tabloid Bima Mantika

(21)

Internet

http://www.bimakab.go.id

http://sarangge.wordpress.com

http://www.lintasmbojo.com

http://bima-mbojo.blogspot.com

Sumbawa-news.com

http://www.senimana.com/home)

http://saherangga.blogspot.com/

http://advokat-arief.blogspot.com

(22)
(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Demikin sudah menjadi kehendak alamiah bahwa setiap individu,

kelompok, Bangsa atau Negara selalu mendambakan terciptanya sebuah

tatanan kehidupan yang lebih baik. Namun, cita-cita tersebut tidak secara serta

merta dapat diraih oleh setiap individu, kelompok, Bangsa atau Negara tanpa

adanya usaha-usaha luar biasa untuk sampai pada keinginan tersebut. Sebuah

proses yang sifatnya evolutif menjadi keharusan dalam rangka menuju dan

mendapatkan impian tadi. Selanjutnya kerangka minimal untuk mendapatkan

suatu masa depan yang lebih baik, aman, tentram dan makmur (bahasa

kekuasaan-pen) paling tidak pemimpin tentunya didalam kepemimpinannya

memiliki niat untuk maju "good will” dengan upaya-upaya maksimal, dan proporsional (demokratis).

Kaitan erat dengan persoalan ini, kita mencoba masuk secara kritis dalam

konteks lokalitas daerah Kabupaten Bima kekinian. Sebelumnya Bima raya

(Mbojo) sebagai sebuah daerah Kabupaten dan Kota dalam bingkai NKRI

merupakan daerah yang menarik untuk kita dialektika-kan dalam mimbar dan

forum-forum apapun. Sebab didalamnya terdapat banyak problem yang sangat

urgent untuk dicarikan solusi brilian dalam rangka memecahkan kebuntuan

episteme-nya supaya tidak menggerogoti sendi-sendi kehidupan yang lain.1

1

(24)

2 Dalam perspektif kenegarawan, kemasyarakatan, dan kedaerahan

(lokalitas) hanyalah semacam satu diskursus klasifikasikan yang berada

didalam dan diluar stuktural yaitu masyarakat. Masyarakat merupakan kata

kunci dalam sebuah Negara atau bangsa, selain wilayah dan pemerintah tanpa

masyarakat/rakyat tidak mungkin ada sebuah Negara. Dalam diskursus

kenegaraan dan kebangsaan, Indonesia adalah satu Negara yang secara politis

resmi merdeka sejak tanggal 17 agustus tahun 1945. Keutuhan kedaulatan ini

selama lebih dari setengah abad merdeka, bangsa Indonesia baru memilik

enam orang pemimpin (presiden).2 Bangsa yang besar ini berdiri tonggak

sejak berabad-abad dari sabang sampai merauke bejejer pulau-pulau dengan

komposisi dan konstruksi yang bagus. Dari pulau-pulau tersebut berdiam

dihuni oleh penduduk yang bervariasi sosio-historis dan sosio-kultural-nya.

Mengenai sejarah pemimpin di Indonesia tercatat bahwa ada tiga kerjaan

terbesar tumbuh dan berkembang sebagai leluhur Bangsa yaitu kerajaan

Sriwaijaya, Majapahit dan kerajaan Mataram.3 Demikian dalam

kerjaan-kerjaan tersebut memiliki pemimpin dan tentunya memiliki gaya

kepemimpinan serta pola hubungan dengan masyarakat masing-masing.

Dengan terus lajunya arus perkembangan zaman melalui perubahan-perubahan

yang fundamental, secara alamiah pemimpin dan kepemimpinanpun

mengikuti rangkaian sirkulasi perubahan kearah yang lebih baik demi

memenuhi kebutuhan secara komprehensif.

2

Inu Kencana Syafiie Sistem Politik Indonesia: PT Refika Aditama-Bandung, 2008, hlm 9 3

(25)

3 Secara singkat mereview pemimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) dan paling penting mengenai gaya kepemimpinan serta pola

hubungannya dengan masyarakat di mulai sejak Era Orde Lama hingga Era

Reformasi. Pertama, era orde lama dan orde baru, Indonesia pada masa ini

nampaknya sangat diwarnai oleh paradigma Hobbesian. Hal ini dapat dilihat

dari demikian besarnya peran negara dalam melakukan "tindakan penaklukan"

terhadap wilayah-wilayah kerakyatan. Hak-hak rakyat benar-benar dimatikan

negara dengan melakukan penentuan secara assertive tentang apa yang disebut

dengan hak-haknya. Salah satu diskursus penting yang selalu menarik diulas

dalam konteks relasi antara masyarakat dan negara pada dua rezim ini adalah,

terlalu eksesif dan hegemonic-nya peran negara terhadap rakyat, sehingga

berakibat hilang dan matinya kemampuan inisiatif serta kreatif rakyat untuk

melakukan aktualisasi dirinya secara wajar dan proporsional dalam konteks

civil society. Maksudnya, peran negara selama ini ternyata terlalu jauh

mencampuri "domain-domain rakyat", domain mana semestinya dapat

dikelola sendiri oleh rakyat tanpa intervensi Negara. Akibatnya kemudian

adalah, lahirnya sebuah sistem otoriter yang dikembangkan melalui pranata

Negara dan tidak berkembangnya budaya Demokrasi Emansipatif pada

masyarakat luas.4

Dalam sejarah perpolitikan Indonesia, rezim orde lama dan orde baru

mengklaim diri sebagai pemerintahan demokratis. Sejak demokrasi liberal,

demokrasi terpimpin hingga demokrasi pancasila, ketiganya gagal dalam

4

(26)

4 menyelenggarakan Negara yang demokratis. Dibawah komando rezim

Soekarno, sistem politik dibangun berdasarkan filosofi anatara kaulo dan gusti

dalam tradisi jawa kuno. Gusti dimaknai sebagai sang pendito yang memiliki

hak otoritas kepemimpinan dan pengetahuan ditakdirkan lebih baik dari kaum

kaulo, sementara kaum kaulo sendiri hadir sebagai pelayan untuk memenuhi

kepentingan politik kepemimpinan sang pendito (gusti). Dalam hal ini, Peter

L. Berger menyebutnya sebagai suatu hubungan antar patron-client.

Akibatnya dari paradigma itulah menempatkan Soekarno sebagai pemimpin

demokrasi dengan penafsiran menurut kehendaknya sendiri

(totaliteriasme-otoriter). Sebagai contoh pengkultusan presiden seumur hidup dan propaganda

“Pemimpin Besar Revolusi”, “Tuan Presiden Yang Agung” adalah idiom

-idiom yang sengaja untuk mengukuhkan diri sebagai sang pendito.

Sementara itu dibawah rezim orde baru dalam kepemimpinan Soeharto,

dengan tekad awal melaksankan pemerintah berdasarkan Pancasila dan UUD

1945 secara murni dan konsekuen, akhirnya juga mengalami distorsi yang

cukup tajam oleh karena dominasi penafsiran Pancasila dan UUD 1945 rezim

penguasa. Dengan melalui jargon “Pembangunan Ekonomi” sebagai tulang

punggung utama berjalannya roda kekuasaan melalui pendekatan keamanan

(security approach) menempatkan militer di garda terdepan. Pada

perkembangannya relasi pemerintah dengan masyarakat tentunya berpengaruh

pada gaya kepemimpinannya, pemerintah (militer) melakukan tindakan

represif, tirani, intimidatif dan bahkan pembunuhan secara sistematis terhadap

(27)

5 Dalam kaitan eksistensi Negara berhadapan (hubungan) dengan

masyarakat, gaya kepemimpinan seperti demikian, masyarakat berada dalam

posisi lemah dipandang dalam kerangka nation-state.5 Kedua, di era kekinian

yaitu era reformasi, Indonesia dalam era ini sedang memasuki periode transisi

demorasi yang pada hakihatnya upaya mencapai tatanan kehidupan

kebangsaan dan kemasyarakatan kearah yang lebih baik. Sebagai salah satu

wujud dari penerapan sistem demokrasi ini melalui pandangan politik, bahwa

dengan sistem demokrasi dimana kebebasan rakyat menyuarakan aspirasi

hak-hak politiknya, salah satunya dengan terwadahi melalui pemilu seperti yang

termaktub dalam Undang-Undang pemilu Nomor 22 Tahun 2007. Hal lain

sebagai pilar dalam mewujudkan perubahan tatanan masyarakat menjadi salah

satu skala prioritas dalam kehidupan berdemokrasi, adalah asas pemanfaatan

dan tatakelola potensi yang ada di dalamnya seperti: Sumber Daya Manusia

(SDA) dan Sumber Daya Alam (SDM). Demikian di era ini, perubahan yang

diharapkan masyarakat itu juga akan tertumpu pada periodesasi

kepemimpinan Negara baik pemimpin pusat maupun lokal, dimana pergantian

seorang pemimpin memberikan harapan tersendiri bagi masa depan Bangsa

maupun daerah.

Transisi demokrasi dari era orde baru ke era reformasi akan selalu penting

sebagai bahan kajian para politisi mempelajari secara mendalam dan utuh

diperiode ini memang, paling tidak sebagai refleksi bahan rujukan bagaimana

5

(28)

6 penguasa yang begitu kuat dapat tumbang dengan tiba-tiba. Akademisi

mungkin lebih ingin memahami hubungan anatara jatuhnya rezim dengan

krisis ekonomi dan social movement. Sementara pengusaha atau ahli-ahli

ekonomi melihat era ini sebagai akhir dari bubble economy. Ini buah paling

nyata akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap suatu rezim kekusaan

(pemimpin) tunggal. Tanggal 21 Mei 1998 boleh jadi adalah hari yang paling

bersejarah dalam jejak politik Indonesia kontemporer. Pada saat itu Soerhato

menyatakan berhenti sebagai presiden Republik Indonesia setelah 32 tahun

lebih menjadi penguasa. Jatuhnya Soeharto adalah tonggak baru bagi sejarah

Indonesia. Sebagai fase awal transisi, peralihan estafet pemerintahan oleh

Habibie dan pemerintahan Abdurrahman Wahid lebih merupakan tonggak

legislasi pergantian dari rezim yang masih merupakan kroni Orba ke rezim

yang relative tidak memiliki ikatan politik dan psikologis dangan rezim Orba.

Redupnya dominasi Orba telah mendorong kembali semangat dan harapan

baru bagi masyarakat akan tegaknya demokrasi. Setelah lebih tiga dasawarsa

dibawah kungkungan dua rezim otoriterian, yaitu Soekarno tahun (1959-1966)

dan Soeharto tahun (1966-1998).

Pasca itu Indonesia memasuki babak baru sejarah kepemimpinan nasional,

episode pemerintahan B.J.Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno

Putri, dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam gaya kepemimpinan dan pola

hubungannya dengan masyarakat yang ditempuh adalah lebih pada model

akomodasi untuk memperkuat dan pelanggengan posisi politiknya

(29)

7 Republik Indonesia (NKRI) ini pada nilai idealnya (hubungan demokratis

Negara dengan masyarakat) yaitu demokrasi yang terkonsolidasi, sejahtera

dan damai. Berdasarkan studi perbandingan dengan Negara lain yang juga

mengalami transisi demokrasi, Indonesia sekarang sedang berada disimpang

jalan (paradoks demokrasi).6 Artinya ruh yang cita-citakan reformasi belum

tersentuh secara substansial bahkan melenceng jauh dari apa yang

dicita-citakan yaitu sebagai contoh kongkrit bahwa semakin maraknya praktek

Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) pada mereka pelaku kebijakan.

Perubahan-perubahan fundamental yang lebih berarti untuk Negara, baik

dalam bidang politik, hukum, ekonomi maupun bidang lainnya tidak ada yang

begitu signifikan.

Kembali menyoroti dalam konteks kedaerahan, Kabupaten Bima adalah

salah satu daerah peradaban dalam catatan sejarah yang pernah berjaya di

Bumi Nusantara. Dimana daerah Kabupaten Bima merupakan tempat

berteduhnya dari semua entitas suku, agama maupun golongan.7 Sumber Daya

Alam (SDA) serta didukung oleh Sumbar Daya Manusia (SDM) yang cukup

potensial sehingga secara riil memberikan kehidupan yang layak bagi para

kaum yang menetap. Hal tersebut segera dapat dipahami dengan mengingat

kelengkapan kebudayaan di Kabupaten Bima juga menyuguhkan seperangkat

nilai-nilai (sets of values) yang mendasari kehadiran dan perkembangan

peradaban umat manusia di masa sekarang maupun yang akan datang.

6

Munafrijal Manan. Gerkan Rakyat Melawan Elite (di simpang jalan transisi demokrasi-kata pengantar). Resist book juni 2005, hal, 1.2.3

7

(30)

8 Kabupaten Bima adalah salah satu teritorial penting di Indonesia, selain

karena faktor historis, letaknya yang cukup strategis, tingkat kemajuan sumber

dayanya yang tinggi mampu ikut memberi andil dalam peta pembangunan

nasional. Iklim investasi yang kondusif dan akses eksternalnya yang luas

menjadikan Kabupaten Bima sebagai salah satu daerah potensial di Indonesia

yang sudah siap mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri setelah

diberlakukannya sistem otonomi daerah dan mampu menghadapi arus

globalisasi yang semakin kompotitif saat ini. Dalam era otonomi daerah,

tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah

kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan

mengontrol penyelenggaraan roda pemerintahan.

Sejalan dengan kewenangan tersebut, usaha-usaha pemerintah daerah

diharapkan lebih mampu optimal, profesional, akuntabel, inovatif dan

bertangungjawab menjalankan mandat dari rakyat serta sesuai dengan tujuan

dasar otonomi daerah. Maka ketersediaan akan Sumber Daya Manusia

“pemimpin” yang berdaya saing, entrepreneur dan tentunya memiliki jiwa

kepemimpinan pada akhirnya merupakan sebuah tuntutan dan kebutuhan

mendasar didalam mengelola, menghadapi globalisasi dunia yang dinamis,

progres dan kompetitif diera sekarang. Paradigma kebijakan yang sebelumnya

bersifat top down (sentralistik) semenjak rezim otoriterian orde baru kini

menjadi buttom up setelah adanya kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi

yang tertuang dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi

(31)

9 Pada era ini merupakan pintu masuk bagi masyarakat daerah untuk lebih

berdaya di segala aspek dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

guna mendukung pencapaian visi dan misi suatu daerah. Namun tidak dapat

dipungkiri dalam realitasnya, kebijakan otonomi daerah juga melahirkan

persoalan baru, baik bagi daerah otonom itu sendiri maupun bagi Indonesia

sebagai sebuah Negara Bangsa (nation state). Sebagai contoh semakin

maraknya praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh

kabanyakan penguasa lokal hampir disetiap dearah otonom. Kebijakan

otonomi daerah yang sesungguhnya memberikan peluang bagi pemerintah

daerah untuk mengelola daerahnya secara mandiri dan bertanggungjawab

belumlah optimal seperti yang di cita-citakan. Sebagai salah satu aspek lain

dalam hal ini adalah masih lemahnya pemimpin (penguasa) daerah

memahamitujuan dari otonomi daerah secara komprehensif. Sehingga dalam

prakteknya tidak jarang melahirkan pemimpin pemerintah daerah yang

memiliki pola pikir instan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan publik.

Hal ini ter-deskripsi-kan dengan jelas dalam orientasi pembangunan daerah

kekinian. Dimana Sumber Daya Alam yang dimiliki daerah ini menjadi

sasaran utama dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan pragmatis dengan

dalih untuk kepentingan pembangunan masyarakat.

Namun berkenaan dengan itu mengenal sebuah daerah, apalagi jika daerah

tersebut baru memasuki daerah yang otonom dan masih dalam pertumbuhan

seperti daerah Kabupaten Bima sekarang ini, tidaklah cukup hanya dengan

(32)

10 normative belaka. Dibalik semua itu, terangkum berbagai aspek kehidupan

yang kesemuanya merefleksikan adanya peroses interaksi antara berbagai

unsur di dalam komunitas sosial kemasyarakatan. Rumusan sejarah

masyarakat berfungsi untuk melihat tahapan-tahapan klasifikasi, karena

dengan kenyataan sejarah masyarakat akan mudah memahami akar-akar

persoalan yang terjadi kekinian dan seterusnya. Sedangkan dalam rumusan

problem masyarakat bertujuan untuk menginfentarisasikan berbagai problem

yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian sebagai pemimpin melalui Gaya

Kepemimpinannya akan membentuk Pola Hubungan yang ideal sehingga

mudah membuat skala prioritas kebijakan sebagai platform perubahan. Karena

tanpa perumusan sejarah problem masyarakat sebuah kebijakan diperkirakan

akan rancu dan sia-sia serta relative tidak memiliki kekuatan inheren ketika

kebijakan yang dibangun tidak memiliki fragmentasi sosial yakni nilai-nilai

sosial yang terkandung didalamnya terlihat lemah. Maka demikian yang

mampu mengakomodir dan kemudian mengaktualisasikan semua itu adalah

dengan keberadaan pemimpin daerah yang terlegitmasi secara konstitusional.

Beberapa hal yang patut untuk dikemukakan yaitu sejak Pemilihan

Langsung Kepala Daerah Kabupaten Bima 2005 silam, dan Pemilihan

Langsung Kepala Daerah Kota Bima pada pertengahan tahun 2007. Dalam hal

ini Kota Bima yang sebelumnya adalah sebagai kota administratif-nya

Kabupaten Bima memekarkan diri dari induknya. Visi atau cita-cita awal

dimekarkannya Kota Bima dari Kabupaten Bima, salah-satunya adalah agar

(33)

11 baik, bahwa visi kesejahteraan rakyat memang menjadi topik utama dalam

wacana pemekaran. Hingga pada tahun 2003 Kota Bima akhirnya resmi

menjadi daerah baru yang otonom. Konsekuensi pemekaran ini melahirkan

dua-pemimpin baru dari proses demokrasi langsung pertama di Bima (Mbojo).

Namun yang menjadi problem selanjutnya dalam duo-pemimpin di sini masih

belum mampu menjawab kehendak perubahan nasib yang telah di idamkan

oleh masyarakat/rakyat sesuai dengan janji politik yang pernah diucapkan

dihadapan ratusan ribu masyarakat Kabupaten dan Kota Bima. Realitasnya

sampai saat ini tanda-tanda perubahan tidak pernah muncul di Bumi Garuda,

justru yang ada kita saksikan berdiri kokohnya duo-penguasa pongah.8

Dengan lebih mengerucut khusus pada kondisi Kabupaten Bima dimulai

dari sejak Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) Kabupaten Bima 2005 silam

atau pasca pemekaran, yang pada periode ini melahirkan pemimpin (Bupati)

produk dari damokratisasi lokal pilihan langsung masyarakat/rakayat, dan

dalam periode (Pemilukada) selanjutnya dimenangkan oleh orang yang sama.

Dari sejumlah masalah seperti yang dipaparkan diatas secara garis besarnya,

segela keruwetan lainnya yang justru muncul secara sistematis dan

berkelanjutan adalah masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan,

kesehatan, dan pendidikan. Demikian memang beberapa problem sosial klasik

ini adalah gejala umum yang terjadi di Negara kita secara horizontal, namun

pada konteks lokalitas Kabupaten Bima sebetulnya mampu diatasi jika saja

elit pengambil kebijakan (Bupati) memiliki since of crisis atau katakanlah

8

(34)

12 kemauan baik yang didukung pertimbangan yang rasional untuk keluar dari

masalah tersebut. Lain dari pada itu masalah cukup besar yang tidak kalah

penting dalam sejak awal pemekaran yang pernah dijanjikan melalui janji

kampanye politinya Bupati yang berkuasasaat ini bahwa akan diupayakan

secepat mungkin (pembangunan sekala prioritas) yaitu di bangun ulang

(pemindahan) infrastruktur kota administratif Kabupaten yang hingga

sekarang masih menyisahkan ironi.

Fenomena lain yang terjadi dan berkembang di daerah Kabupaten Bima

kekinian yaitu sering terjadinya konflik horisontal, gejolak aksi-aksi

demonstarasi (perlawanan) terkait dengan berbagai macam tuntutan orasi

perbaikan kebijakan karena di nilai tidak berpihak pada kebutuhan publik

(sarat dengan kepentingan politik pragamatis penguasa) serta masalah lain

yang dipandang ironi degradasi sosial. Ini kemudian menjadi awal hilangnya

kepercayaan publik terhadap elite penguasa daerah Kabupaten Bima.

Ironisnya, kondisi ini dibiarkan seolah-olah tidak menjadi masalah selama

tidak mengganggu stabilitas politik dan terutama pelanggengan kekuasaan,

padahal kenyataan sosial semacam itu dapat mengarah kepada yang namanya

pembangkangan sipil (civil dis abodian). Namun yang paling penting

timbulnya multi persoalan yang sedang dihadapi daerah ini salah satu yang

menjadi sebabnya penyakit kekuasaan adalah ketidakpekaan (apatisme) elite

pemerintah terhadap problem masyarakat yang di pimpinnya. Melalui

kerangka pandangan umum seperti itu, gaya kepemimpinan dan pola

(35)

13 gaya kepemimpinan yang diterapkan cenderung mengarah pada era orde baru.

Sebagai contoh siapa saja yang tidak setia atau loyal pasti lengser dari posisi.

Intervensi dan dokrin terhadap bawahan sampai tingkat Desa menjadi

rutinitas. Penerapan gaya kepemimpinan otoriter seperti ini diakui banyak

pejabat pemerintah sendiri maupun masyarakat Daerah Kabupaten Bima.

Fenomena diatas merupakan deskripsi realitas kekinian Kabupaten Bima baik

pasca pemekaran maupun sebelum diberlakukannya otonomi daerah.9

Berangkat dari landasan pemikiran tersebut, dengan adanya kesempatan

yang dikemas melaui penelitan ini di harapkan dapat memberikan satu

rangkap temuan gagasan ilmiah konstruktif tentang kebutuhan vital

sesungguhnya daerah Kabupaten Bima baik dalam kapasitasnya sebagai

sebuah intisusi pemerintah maupun sebagai komunitas kehidupan yang lebih

konprehensif. Jika dikaitkan dengan berbagai program yang telah dan akan

dilaksanakan menuju perwujudan visi dan misi pemerintah Kabupaten Bima,

adanya hasil penelitian ini semoga dapat menemukan benang merah antara

sosio-historis maupun sosio-kultural pemimpin dalam gaya kepemimpinannya

serta model hubungan dengannya masyarakat secara substansial.

9

(36)

14 B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas peneliti mencoba melakukan penelitian untuk

mengetahui gaya kepemimpinan Bupati dan pola hubungannya dengan

masyarakat pada era Daerah di Kabupaten Bima mulai dari periode 2005 s/d

2010 dan periode 2010 s/d Selama kepemimpinannya. Maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gaya kepemimpinan Bupati Bima periode 2005 s/d 2010 dan

periode 2010 s/d Selama kepemimpinannya?

2. Bagaimana pola hubungan Bupati dengan masyarakat Daerah Kabupaten

Bima selama periode kepemimpinannya?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan Bupati Bima periode

2005 s/d 2010 dan periode 2010 s/d Selama kepemimpinannya?

2. Untuk mengetahui bagaimana pola hubungan Bupati dengan masyarakat

Daerah Kabupaten Bima selama periode kepemimpinannya?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis, diantaranya:

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

penambahan khazanah keilmuan pemerintahan, terutama berkenaan

dengan gaya kepemimpinan Bupati Daerah (struktural local) dan pola

(37)

15 2. Manfaat praktis, penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan rujukan baik

bagi praktisi sosial, politisi, maupun pemerintah yang berkaitan dengan

gaya kepimimpinan Bupati (elite struktural local) dan pola hubungannya

dengan masyarakat.

E. Definisi Konsep dan Definisi Operasional a. Definisi Konsep

1. Perspektif Kepemimpinan

Beberapa ahli mendefinisikan leadership (kepemimpinan) sebagai

berikut:

a) Secara sederhana pada tingkatan yang paling mendasar dan praktis,

kepemimpinan adalah mengkomunikasikan kepada orang lain nilai

dan potensi mereka secara amat jelas sehingga mereka bisa melihat

halitu dalam diri mereka.10

b) Kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan

membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi

efektivitas dan keberhasilan organisasi.11

2. Pemerintah Daerah

Dari Undang-undang No. 5 tahun 1974 yang mengilustrasikan

sturktur pemerintahan lebih bersifat top-down ke bottom-up atau

sentralisasi ke desentralisasi. Dengan adanya perubahan paradigama

bahwa tidak relevansinya lagi dengan perubahan kebutuhan jaman

penyelenggaraan pemerintahan dari segi regulasi. Maka terbitnya

10

Menurut Steven R. Covey dalam The 8th Habit 11

(38)

16 Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah.

Penyempurnaan desentralisasi dilakukan lagi dengan melalui

Undang-undang No. 32 tahun 2004. Prinsip dasar yang melatar belakangi

perubahan Undang-undang ini yakni, mengembalikan hak-hak rakyat

melalui azas desentralisasi, dangan memberikan kewenangan dan

tanggungjawab seluas-luasnya kepada daerah untuk mengelola

kebutuhan rumah tangga daerah.

b. Definisi Operasional

1) Pemimpin Pemerintah Dearah

Kepemimpinan dalam penelitian ini adalah pemimpin bentukan

otoritas individu, kelompok atau masyarakat dengan melalui hak-hak

konstitusionalnya. Adalah pemimpin yang dipilih secara langsung

bebas dengan berazaskan Konstitusi dan demokrasi yaitu melalui

PILKADA, prinsip dasarnya untuk melayani kepentingan umum atas

nama pemerintah dan Negara. Bukan pemimpin dalam organisasi

privat, ataupun organisasi masyarakat lainnya. Bergerak atas dasar

aturan-aturan pemerintah daerah, dan bekerja atas nama daerah,

dibawah naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Aparat tersebut birokrat, yang bergerak dibidang organisasi birokrasi

pemerintah dan diberi status BUPATI, serta memperoleh pembiayaan

(39)

17 2) Masyarakat

Definisi masyarakat dalam kaitannya penelitian ini adalah

masyarakat keseluruhan hubungan-hubungan antarmanusia yang

menginginkan beberapa nilai untuk memenuhi kebutuhan materi

maupun kebutuhan spritualnya.12 Demikian dengan atas dasar

partisipasi aktif masyarakat memilih langsung pemimpin daerah

berlandaskan konstitusi, dituntut ada sinergi hubungan masyarakat

dengan penyelenggraan pemerintahan daerah sebagai upaya memenuhi

beberapa komponen kebutuhannya.

3) Indikator dalam Melihat Gaya Kepemimpinan dan Pola Hubungan

Bupati dengan Masyarakat

Setidaknya ada indikator penting untuk dapat meneropong atau

mengukur bagaimana gaya kepemimpinan dan pola hubungan Bupati

dengan masyarakat selama periode kepemimpinannya. Adalah melihat

secara umum terkait korelasi kebijakan publik yang dikeluarkan; yaitu

menyangkut pemenuhan kebutuhan kesejahteraan masyarakat

seutuhnya dengan memberikan ruang keterlibatan masyarakat

(stakeholders) dalam pengambilan keputusan kebijakan serta cara

Bupati sebagai pejabat publik dalam memimpin

(berkoordinasi-berhubungan interaksi intensif) yaitu baik secara horisontal maupun

vertikal dengan yang dipimpin, dengan cara pandang perimbangan

sosio-historis pememimpin/masyarakat daerah.

12

(40)

18 F. Metode Penelitian

Bagian ini menjelaskan desain penelitian yang akan digunakan untuk

menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan dalam rumusan masalah

penelitian. Pembahasan akan menjelaskan rasionalisasi terhadap rancangan

penelitian yang dipilih, untuk memahami secara proporsional metode yang

akan digunakan.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Bahwa

penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh

informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan.13 Dan tipe

penelitian bersifat deskriptif yang berupaya untuk menggambarkan,

menjabarkan, menjelaskan dan menganlisis karakteristik gaya

kepemimpinan, model/pola hubungan antar kepala pemerintahan yang

diberi satus Bupati dengan masyarakat.14 Demikian juga dijelaskan,

metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati.15 Jenis penelitian ini digunakan untuk melukiskan secara

sistematis fakta bermaksud untuk memehami tentang fenomena apa yang

dialami subyek penelitian.

13

Furchan (2004: 447) 14

Indar Arifin (2010:11) 15

(41)

19 2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bima Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Lokasi ini tidak akan menjadi suatu generalisasi untuk

melihat gaya kepemimpinan pemerintah di daerah kabupaten (Bupati) dan

pola hubungannya dengan masyarakat. Hal ini penting dikatakan agar

Indonesia tidak dilihat sebagai suatu bentuk keseragaman, mengingat

bahwa Indonesia dalam konteks budaya dan letak geografis tidak bisa

dipandang sebagai suatu keseragaman adalah dengan filososfi ”Bhineka Tunggal Ika”. Lokasi ini bukan sampel (mewakili daerah lain yang berada

di Provinsi Nusa Tenggara Barat) melainkan hanya pertimbangan

memperkecil wilayah penelitian untuk memperoleh hasil yang lebih

objektif serta akurat.

3. Subjek Penelitian

Dalam bukunya Suharsimi Arikunto (Manajemen Penelitian) Subjek

penelitian adalah subjek yang dituju menjadi pusat perhatian atau sasaran

penelitian untuk diteliti oleh peneliti.

Dalam penelitian ini subjek penelitian sebagai informan intern aparatur

pemerintahan (elite struktural) adalah sebagai berikut:

a. The strategic apex (pucuk pimpinan) yang bertanggungjawab penuh

jalannya roda pemerintahan daerah Kabupaten Bima, yaitu antara lain:

1) Bupati/Wakil Bupati Bima periode 2005 s/d 2010 dan periode

2010 s/d 2015 atau yang mewakili

(42)

20 b. Civil society (kelompok masyarakat)

Dalam kelompok masyarakat (Civil society) yang dipilih sebagai

informan adalah 5 (lima) kelompok yakni:

1) Budayawan 1 orang

2) Agamawan 1 orang

3) Elite modern

a) Mantan Bupati Bima: 1 orang

b) Akademisi: 1 orang

4) Kelompok masyarakat biasa

a) Tokoh Pemuda: 3 orang

b) Tokoh Petani: 1 orang

c) Tokoh Nelayan: 1 orang

5) Pempinan Pers/Media: 1 orang

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan ini, maka akan

digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Library Research (Penelitian Kepustakaan)

Teknik pengumpulan data yang sumber informasinya meliputi

bahan tertulis dan dokumen-dokumen yang mempunyai hubungan

dengan masalah yang sedang diteliti. Dokumen-dokumen tersebut

mencakup teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti

(43)

21 mempengaruhinya.16 Menggunakan triagulasi, yakni memeriksa

kebenaran data yang diperoleh kepada pihak lain.

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Teknik pengumpulan data dengan melakukan penelitian secara

langsung kepada obyek yang diteliti atau lokasi penelitian.

Cara ini meliputi:

Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yaitu cara

pengumpulan data melalui kegiatan tanya jawab secara langsung

mendalam dengan responden untuk memperoleh informasi yang

berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.17 Instrument

penelitian dalam metode ini adalah peneliti sendiri, jadi peneliti

sebagai key instrument, sehingga peneliti harus terjun sendiri

kelapangan.

5. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan di interpretasikan. Sebagimana yang dijelaskan didepan,

penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif dengan analisa datanya

bersifat kualitatif.18 Penggunaan metode tersebut dengan pertimbangan

bahwa penelitian ini berusaha untuk menggambarkan persepsi gaya

kepemimpinan elite struktural (Bupati) di daerah Kabupaten Bima dan

hubungannya dengan masyarakat umum. Hal lain yang menjadi

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. rineka Cipta, 2002, hal. 206

17

Suharsimi Arikunto,Ibid hal. 132 18

(44)

22 pertimbangan pokok yakni: pertama, metode kualitatif lebih mudah

dihadapkan dengan gejala fenomena sosial yang kompleks. Kedua, lebih

peka dan mudah menyesuaikan diri terhadap pola ataupun model yang

terjadi dalam proses hubungan pejabat pemerintah dan masyarakat. Sesuai

sifatnya yang kualitatif, maka akan disajikan data dan uraian secara verbal

(bahasa). Apabila ada angka-angka yang muncul dalam penelitian ini

berarti hanya digunakan sebagai alat bantu untuk pendukung analisa.

Dalam pengelolahan data kualitatif, data yang diolah adalah hal-hal

yang tercantum dan terekam dalam catatan-catatan lapangan hasil

wawancara, pengamatan, ataupun dokumen. Hal ini dikarenakan data

kualitatif merupakan data yang berbentuk kata-kata, kalimat, gambar atau

simbol. Analisis data yang dipakai adalah analisis data kualitatif.19

6. Tahap-tahap Analsis Data Kualitatif sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Merupakan proses penyederhanaan dan pengkategorian data.

Proses ini pada dasarnya merupakan upaya penemuan tema dan

pembentukan konsep.

b. Display Data

Merupakan kegiatan menampilkan data hasil reduksi dan

kategorisasi kedalam matrik berdasarkan kriteria tertentu. Proses ini

dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menghubungkan

konstruksi data ke dalam sebuah gambaran sosial yang utuh.

19

(45)

23 c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah upaya mengkonstruksi dan

menafsirkan data dengan motode-metode tertentu untuk

menggambarkan secara mendalam dan utuh mengenai masalah yang

Referensi

Dokumen terkait

genealogis yang dianut suatu masyarakat semakin berubah, tidak lagi menjadi unsur yang dipertimbangkan dalam pembagian harta warisan, seperti di Kecamatan Nongsa

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor, Menteri Keuangan

Oktober 2014 yang dibuat antara Penggugat Rekonpensi/Tergugat I Konpensi dengan Tergugat Rekonpensi/Penggugat Konpensi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat ; ---

Jelaskan kendala yang berasal dari luar guru- guru SD Negeri Gugus Kendalisada dalam mengembangkan Kompetensi Pedagogik?. Bagaimana memecahkan masalah yang berkaitan

Pengujian BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan aktif dari WO 3 dalam bentuk serbuk menggunakan alat Quantachrome autosorb iQ, prosesnya dengan memberikan pemanasan

Kylämökkeilyalueiden mökeistä suurin osa 62 000 mökkiä sijaitsee alueilla, jotka ovat sekä kylämökkeilyalueita että kylämäisiä mökkitihentymiä.. Niissä sekä

From the results of testing and analysis that has been done can be concluded some thing that is classification analysis of opinion sentiment film in

Soal tes penalaran tinggi ini telah memenuhi soal tes yang baik dari segi validitas dan reliabilitas dapat dilihat dari analisis data berupa validasi yang dilakukan oleh