• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis energi pada proses pembuatan minyak nyamplung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis energi pada proses pembuatan minyak nyamplung"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ENERGI PADA PROSES PEMBUATAN

MINYAK NYAMPLUNG

SKRIPSI

SUHARTONO KRAFTIADI

F14061720

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Energy Analysis for Nyamplung Crude Oil Processing

Suhartono Kraftiadi

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB, Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia

Phone 62 856 97549952, email: kraftiadi@hotmail.com

ABSTRACT

Nyamplung crude oil has the potency for energy resources in rural area as substitution of kerosene. The objectives of this study were to analyze the energy consumption, to calculate the cost production and to analyze the mass balance of nyamplung crude oil processing. Two processing methods were examined in order to analyze the energy and cost production, i.e. small scale industry processing and laboratory scale processing. Both methods were analyzed based on the energy required in process production. The results showed that energy required for nyamplung crude oil production for small scale industry and laboratory scale were 46,671.62 and 343,210.20 kJ/l. The energy required for laboratory scale was higher than that small scale industry due to the drying process of nyamplung kernel was carried out using experimental dryer. The higher energy used in laboratory scale processing has caused the cost production for nyamplung crude oil production was higher than that small scale industry processing. The cost production for nyamplung crude oil in small scale industry was Rp. 3,296, and for laboratory scale was Rp. 32,219. It was found that the rendement of nyamplung crude oil processing for small scale industry and laboratory scale were 15.6 and 14.56%.

.

(3)

Suhartono Kraftiadi. F14061720. Analisis Energi pada Proses Pembuatan Minyak Nyamplung. Di bawah Bimbingan Y. Aris Purwanto dan Desrial

RINGKASAN

Energi merupakan sumber kebutuhan vital bagi masyarakat. Kondisi empiris menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih tergantung pada sumber energi yang berasal dari fosil seperti minyak dan gas. Penggunaan bahan bakar fosil saat ini mulai dikaji ulang karena ketersediaannya mulai menipis dan butuh waktu yang relatif lama untuk terbentuk kembali. Sementara itu konsumsi bahan bakar minyak (BBM) pada sektor transportasi untuk jenis gasoline oktan 88 (premium atau bensin), gasoline oktan 92 (pertamax), dan biodiesel 5% (biosolar) juga meningkat tiap tahunnya.

Salah satu alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil adalah biofuel yang berasal dari sumberdaya hayati yang bisa diperbarui berupa minyak nabati dan hewani. Salah satu sumber minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar adalah Nyamplung (Calophyllum inophyllum). Kelebihan Nyamplung sebagai bahan bahan baku biofuel adalah menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, mencapai 72%, tersebar merata secara alami di Indonesia dan memiliki daya bertahan hidup yang tinggi, produktivitasnya tinggi hingga 20 ton/ ha sedangkan jarak pagar 5 ton/ha, berbuah sepanjang tahun, sebagai wind breaker yang melindungi tanaman pertanian agar tidak rebah terkena angin besar, dan tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan. Biji nyamplung mengandung minyak 40-72%; air 25-35%; dan abu 1.1-1.3%. Minyak kasar mengandung asam resin 9.7-15% yang menyebabkan minyak berwarna hijau, rasanya pahit, dan beracun. Berdasarkan jumlah tegakan pohon nyamplung yang ada di Indonesia, potensi minyak nyamplung yang dihasilkan sebesar 39,405.6 ton/ tahun atau 43,784,000 kl/tahun

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis energi yang digunakan dalam proses pembuatan minyak nyamplung kasar, (2) menghitung neraca massa proses produksi minyak nyamplung, (3) menganalisis biaya produksi proses produksi minyak nyamplung.

Saat ini minyak nyamplung umum digunakan untuk minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles dengan nama ndilo-olie. Minyak nyamplung di beberapa daerah digunakan untuk penerangan

Analisis energi bertujuan untuk menghitung nilai energi yang digunakan dalam setiap tahap di dalam suatu proses produksi secara keseluruhan. Analisis energi digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, dimana, dan kapan energi digunakan secara efisien dan efektif. Proses produksi minyak nyamplung terdiri dari proses pengupasan, pengeringan, dan pengepressan (ekstraksi minyak).

Pada proses produksi dengan metode yang digunakan oleh industri kecil, untuk menghasilkan 1 liter minyak mentah diperlukan energi 46,671.62 kJ. Energi yang dibutuhkan terdiri dari energi manusia, bahan bakar berupa cangkang dan solar, dan energi radiasi matahari. Rendemen pada pembuatan minyak nyamplung dengan metode industri dari buah nyamplung adalah 15.60%. Berdasarkan perhitungan biaya tetap dan variabel, diketahui harga pokok 1 liter minyak nyamplung kasar adalah Rp 3,298.

(4)

ANALISIS ENERGI PADA PROSES PEMBUATAN MINYAK NYAMPLUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

SUHARTONO KRAFTIADI

F14061720

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Energi pada Proses Pembuatan Minyak Nyamplung Nama : Suhartono Kraftiadi

NIM : F14061720

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc)

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP : 19640307 198903 1 001

NIP : 19661201 199103 1 004

Mengetahui :

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng)

NIP : 19661201 199103 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Analisis Energi pada Proses Pembuatan Minyak Nyamplung adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada pergurua tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan

(7)

©Hak cipta milik Suhartono Kraftiadi, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

(8)

BIODATA PENULIS

Suhartono Kraftiadi. Lahir di Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darusalam pada tanggal 12 Nopember 1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Tahmid dan Suharti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN 1 Brebes, kemudian tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPN 2 Brebes. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Brebes dan lulus pada tahun 2006. Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan setahun kemudian penulis diterima di mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2007-2008 penulis menjadi Ketua Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes wilayah Bogor. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai Kepala Biro Tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010, penulis menjadi Badan Pengawas Himateta Departemen Ristek. Pada tahun 2009, penulis melaksanakan praktek lapangan di PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, Ogan Ilir,

Sumatera Selatan dengan topik “Mempelajari Aspek Pengolahan pada Proses Produksi Gula di

(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita. Hanya dengan pertolongan dan izin-Nya penelitian dan skripsi dapat selesai dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Energi Proses Pembuatan Minyak Nyamplung” Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, MSc atas segala bimbingannya dalam penyusunan skripsi tugas akhir ini.

2. Dr. Ir. Desrial, M.Eng atas segala bimbingan dan bantuan materi pada penelitian ini. 3. Ir. Sri Endah Agustina, M.Si sebagai dosen penguji yang telah banyakl memberikan

masukan

4. Bapak tercinta atas usahanya yang tak terhenti untuk anaknya dan Almarhumah Ibu tercinta.

5. Nurwan Wahyudi, Syelly Fathiya, dan Ahmad S. Hasibuan teman seperjuangan pada penelitian ini.

6. Dwiyanto Kurniawan dan Ayu Arifiani yang selalu memberi semangat dan membantu saat pengujian di laboratorium.

7. Pak Darma, Pak Firman dan Pak Harto yang telah membantu penelitian ini.

8. Bapak dan Ibu Samino yang telah memberikan kesempatan penulis melakukan penelitian di Pabrik Nyamplung Koperasi Jarak Lestari, Kec. Kroya, Kab. Cilacap, Jawa Tengah. 9. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap.

10. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cilacap

11. Teman-teman Teknik Pertanian yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Desember 2010

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Tanaman Nyamplung ... 4

2.2 Minyak Nyamplung ... 4

2.3 Analisis Energi... 5

2.5 Proses Produksi Minyak Nyamplung ... 6

2.6 Analisis Ekonomi Proses Produksi Minyak Nyamplung ... 7

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 8

3.1 Waktu dan Tempat ... 8

3.2 Alat dan Bahan ... 8

3.3 Prosedur Penelitian ... 9

3.3.1 Perhitungan Neraca Massa Nyamplung ... 9

3.3.2 Analisis Energi Proses Produksi Minyak Nyamplung ... 10

3.3.3 Pengukuran Nilai Kalor Minyak Nyamplung... 13

3.3.4 Pengukuran Karakter Fisik Minyak Nyamplung ... 13

3.3.5 Analisis Ekonomi ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1 Proses Produksi Minyak Nyamplung ... 15

4.1.1 Proses Produksi Minyak Nyamplung Metode Industri Kecil ... 15

4.1.2 Proses Produksi Minyak Nyamplung Metode Laboratorium ... 18

4.1.3 Perbandingan Viskositas dan Densitas Minyak Nyamplung Metode Laboratorium dengan Industri ... 20

4.2 Neraca Massa Proses Produksi Minyak Nyamplung ... 21

4.2.1 Neraca Massa pada Proses Produksi dengan Menggunakan Metode Laboratorium ... 21

4.2.2 Neraca Massa Proses Produksi dengan Menggunakan Metode Industri ... 22

4.2.3 Perbandingan Neraca Massa Metode Laboratorium dengan Industri ... 23

4.3 Analisis Energi ... 24

4.3.1 Tenaga Manusia ... 24

4.3.2 Energi Bahan Bakar ... 25

4.3.3 Energi Listrik ... 26

4.3.4 Energi Matahari ... 26

4.3.5 Perbandingan Energi Skala Laboratorium Dengan Industri... 26

4.4 Analisis Ekonomi ... 27

(11)
(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada sektor tranportasi ... 1

Tabel 2. Luasan lahan bertegakan tanaman nyamplung ... 2

Tabel 3. Asam lemak penyusun minyak nyamplung ... 4

Tabel 4. Karakteristik minyak nyamplung sebelum dan sesudah transesterifikasi ... 5

Tabel 5. Nilai energi untuk tingkat kegiatan yang berbeda ... 6

Tabel 6. Perbandingan viskositas dan densitas minyak nyamplung kasar ... 20

Tabel 7. Uraian penggunaan energi pada proses produksi minyak nyamplung kasar ... 24

Tabel 8. Persesntase energi pada proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium ... 27

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Biji Nyamplung ... 6

Gambar 2. Diagram alir penelitian ... 9

Gambar 3. Bagan alir penggunaan energi pada proses pembuatan minyak nyamplung metode industri ... 10

Gambar 4. Bagan alir penggunaan energi pada proses pembuatan minyak nyamplung metode laboratorium ... 11

Gambar 5. Buah nyamplung muda, buah nyamplung basah yang berisi, dan buah nyamplung kering yang berisi ... 15

Gambar 6. Bagan alir proses produksi minyak nyamplung metode industri kecil ... 15

Gambar 7. Palu untuk memecah cangkang buah nyamplung ... 16

Gambar 8. Proses pengukusan dan biji nyamplung setelah dikukus ... 16

Gambar 9. Biji yang sudah kering ... 17

Gambar 10.Mesin kempa Single Screw ... 17

Gambar 11.Alat penyaring minyak hasil press ... 18

Gambar 12.Bagan alir proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium ... 18

Gambar 13.Alat pengempa hidrolik berpemanas (hotpress) ... 19

Gambar 14.Proses penggilingan ... 19

Gambar 15.Biji kering halus dibungkus kain saring ... 20

Gambar 16.Neraca massa produksi minyak nyamplung metode laboratorium ... 21

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan dengan

Hotpress ... 32

Lampiran 2. Analisis Neraca Massa Proses Pengupasan dan Pengukusan ... 33

Lampiran 3. Analisis Neraca Massa Pengeringan Biji Nyamplung ... 34

Lampiran 4. Perhitungan Pada Proses Pengempaan Menggunakan Mesin Kempa Ulir Tunggal ... 35

Lampiran 5. Analisis Neraca Massa pada Proses Penyaringan... 36

Lampiran 6. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengupasan ... 37

Lampiran 7. Perhitungan Enegi Manusia pada Proses Pengukusan ... 38

Lampiran 8. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengeringan ... 39

Lampiran 9. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengempaan Menggunakan Mesin Kempa Ulir Tunggal... 40

Lampiran 10. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Penyaringan ... 41

Lampiran 11. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Penggilingan ... 42

Lampiran 12. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengempaan dengan Hotpress ... 43

Lampiran 13. Pengukuran dan Perhitungan Nilai Kalor Cangkang Nyamplung ... 44

Lampiran 14. Perhitungan Energi Bahan Bakar pada Proses Pengukusan ... 46

Lampiran 15. Perhitungan Energi Listrik pada Produksi Minyak nyamplung skala laboratorium ... 47

Lampiran 16. Pengukuran Radiasi Matahari dan Luasan Pengeringan ... 48

Lampiran 17. Analisis Ekonomi Skala Industri Kecil ... 50

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Energi merupakan sumber kebutuhan vital bagi masyarakat. Kondisi empiris menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih tergantung pada minyak bumi dan gas untuk sektor transportasi, industri dan kebutuhan rumah tangga. Sementara penggunaan bahan bakar dari fosil sendiri saat ini mulai dikaji ulang karena ketersediaan bahan bakar fosil mulai menipis dan butuh waktu yang relatif lama untuk terbentuk kembali. Sementara itu konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada sektor transportasi untuk jenis gasoline oktan 88 (premium atau bensin), gasoline oktan 92 (pertamax), dan biodiesel 5% (biosolar) juga meningkat tiap tahunnya, hal tersebut ditampilkan pada Tabel 1. Untuk itu perlu bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama di bidang transportasi.

Tabel 1. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada sektor tranportasi

Tahun

Gasoline Oktan 88 (Premium)

Gasoline Oktan 92 (Pertamax)

Biodiesel 5% (Bio Solar) (kiloliter)

2000 12,059,026 0 0

2001 12,705,861 0 0

2002 13,323,304 0 0

2003 13,746,726 371,238 0

2004 15,337,655 487,562 0

2005 16,621,765 248,875 0

2006 15,941,837 505,730 217,048

2007 16,692,198 472,284 877,457

2008 18,653,344 297,982 929,393

Sumber : ESDM (2009)

Salah satu alternatif sebagai pengganti BBM adalah biofuel yang berasal dari sumberdaya hayati yang bisa diperbarui berupa minyak nabati dan hewani. Umumnya bahan bakar hayati diproses lebih lanjut terlebih dahulu untuk menjadi bioetanol atau biodiesel sehingga dapat diaplikasikan pada motor bensin atau diesel tanpa harus memodifikasi mesin. Biofuel memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan sumber energi lain, yaitu lebih mudah ditransportasikan, memiliki nilai energi per volume yang lebih tinggi, memiliki karakter pembakaran yang relatif bersih, dan ramah lingkungan.

(16)

2

Indonesia dan memiliki daya bertahan hidup yang tinggi sehingga tidak perlu perawatan yang intensif, 2) berbuah sepanjang tahun sedangkan jarak pagar panen sekali dalam setahun, 3) produktivitas tinggi hingga 20 ton/ ha sedangkan jarak pagar 5 ton/ha (Hadi, 2009), 4) hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdaya guna, 5) sebagai wind breaker yang melindungi tanaman pertanian agar tidak rebah terkena angin besar, 6) nyamplung tidak berkompetisi dengan kebutuhan pangan.

Potensi tanaman nyamplung di Indonesia masih belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan Balitbang Kehutanan (2008), sebaran tanaman nyamplung berdasarkan pencitraan satelit ditampilkan pada Tabel 2. Diasumsikan hanya 10% tanaman nyamplung yang produktif, jadi hanya 25,230 ha yang produktif. Dengan produktifitas tiap pohon minimal 10 ton/ha/tahun (Balitbang Kehutanan, 2008), maka potensi nyamplung untuk seluruh Indonesia adalah 252,300 ton/tahun. Dengan rendemen produksi nyamplung skala industri sebesar 15.60% maka potensi minyak nyamplung yang dihasilkan sebesar 39,405.6 ton/ tahun atau 43,784,000 kl/tahun. Namun untuk jumlah pasti tegakan nyamplung tidak diketahui karena luasan sebaran nyamplung hanya berdasarkan foto satelit.

Tabel 2. Luasan lahan bertegakan tanaman nyamplung

No Wilayah Letak Luas wilayah tegakan nyamplung (ha)

Total (ha)

1 Sumatera luar hutan 6,800

14,200

dalam hutan 7,400

2 Jawa luar hutan 14,200

16,400

dalam hutan 2,200

3 Bali dan Nusa Tenggara luar hutan 13,500

29,200

dalam hutan 15,700

4 Kalimantan luar hutan 21,700

31,800

dalam hutan 10,100

5 Sulawesi luar hutan 5,600

8,700

dalam hutan 3,100

6 Maluku luar hutan 21,100

29,500

dalam hutan 8,400

7 Irian Jaya Barat luar hutan 5,300

33,300

dalam hutan 28,000

8 Papua luar hutan 9,400

89,200

dalam hutan 79,800

Total 252,300

Sumber : Balitbang Kehutanan, 2008

Proses produksi minyak nyamplung membutuhkan energi masukan walaupun pembuatan minyak ini bertujuan untuk menghasilkan bahan bakar yang menghasilkan energi. Diharapkan energi yang dibutuhkan pada pembuatan minyak tidak melebihi energi yang dihasilkan dari minyak nyamplung. Sehingga perlu dilakukan analisis kebutuhan energi untuk mengetahui besarnya energi yang dibutuhkan dalam produksi minyak nyamplung. Pada akhirnya energi yang dibutuhkan pada proses pembuatan minyak nyamplung akan dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh minyak nyamplung itu sendiri.

(17)

3

biaya variabel. Untuk itu perlu dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui harga dasar minyak nyamplung yang dapat menjadi acuan dalam penentuan harga jual minyak nyamplung.

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian pemanfaatan minyak nyamplung untuk bahan bakar motor diesel. Setelah penelitian ini, kemudian dilakukan penelitian mengenai pemurnian minyak nyamplung. Rancang bangun alat pemanas minyak nyamplung dengan memanfaatkan panas dari gas buang motor diesel merupakan penelitian untama pada rangkaian penelitian mengenai pemanfaatan minyak nyamplung ini. Diharapkan minyak nyamplung dapat diaplikasikan di daerah yang memiliki potensi tanaman nyamplung sehingga dapat membantu upaya mewujudkan Desa Mandiri Energi (DME)

1.2

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah

1. Menganalisis energi yang digunakan dalam proses pembuatan minyak nyamplung. 2. Menghitung neraca massa proses produksi minyak nyamplung.

(18)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanaman Nyamplung

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) termasuk dalam marga Calophyllum. Di Indonesia, tanaman ini tersebar mulai di Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur hingga Papua. Sementara di dunia, Nyamplung tersebar di beberapa wilayah dunia, yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik, Hindia Barat dan amerika Selatan.

Taksonomi Nyamplung adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyla

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Guttiferales Suku : Guttiferae Marga : Calophyllum

Jenis : Calophyllum inophyllum L.

Tempat tanaman ini biasanya tumbuh di tepi sungai atau pantai yang berudara panas sampai dengan ketinggian 200 m dpl. Ciri-ciri pohon nyamplung antara lain batangnya berkayu, bulat, warna coklat, daunnya tunggal, bersilang berhadapan, buahnya bulat memanjang atau bulat telur, ujung daun tumpul, pangkal membulat, tepinya rata. Daun bertulang menyirip panjangnya 10-21 cm, lebar 6-11 cm dengan tangkai 1,5-2,5 cm (Kompas, 2008). Tanaman ini menghasilkan 100 kg buah kering/pohon/tahun atau setara dengan 58 kg biji kering/pohon/tahun (Octarina, 2010).

2.2

Minyak Nyamplung

Biji nyamplung mengandung minyak 40-72%; air 25-35%; dan abu 1.1-1.3%. Minyak kasar mengandung asam resin 9.7-15%. Resin menyebabkan minyak berwarna hijau, rasanya pahit, dan beracun (Andyna,2009). Menurut Debaut et al., (2005) asam lemak penyusun minyak nyamplung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Asam lemak penyusun minyak nyamplung

Asam Lemak Komposisi (%)

Asam Palmitoleat (C16:1) 0.5-1

Asam Palmitat (C16) 15-17

Asam Oleat (18:1) 30-50

Asam Linoleat (C18:1) 25-40

Asam stearat (C18:0) 8-16

Asam Arichidat (C20) 0.5-1

(19)

5

Menurut Heyne (1987), minyak nyamplung digunakan sebagai obat oles dengan nama ndilo-olie. Minyak nyamplung di beberapa daerah digunakan untuk penerangan (Dweek dan Meadows, 2002) Menurut penelitian Andyna (2009), setelah diolah menjadi biodiesel dengan menggunakan reaksi transesterifikasi, terjadi perubahan karakteristik minyak nyamplung seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik minyak nyamplung sebelum dan sesudah transesterifikasi

Karakteristik Crude Oil Nyamplung

Biodiesel Nyamplung

Massa jenis (kg/m3) 934.41 877.78

Viskositas 25°C (cp) 50.38 2.74

Angka penyabunan 215.60 213.64

Bilangan asam 3.58 2.23

Bilangan iod 109.42 105.51

Cloud Point (°C) - 11.50

2.3

Analisis Energi

Analisis energi bertujuan untuk mengetahui besarnya energi yang digunakan pada setiap tahapan suatu proses produksi. Menurut Kamaruddin et al. (1998), analisis energi digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, dimana, dan kapan energi digunakan secara efisien dan efektif. Menurut Richard, C dan Direlle (1980), metode yang digunakan dalam analisis energi ada tiga, yaitu analisis statistik, input-output, dan proses. Analisis statistik yaitu menentukan energi tersimpan per satuan output dengan menggunakan data statistik. Analisis input-output adalah analisis secara langsung atau tidak langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk menghasilkan bahan keluaran tertentu dimana aliran bahan ini dapat dinyatakan sebagai energi utama untuk menghasilkan keluaran tersebut. Analisis proses adalah identifikasi terhadap suatu jaringan kerja dan proses yang harus diikuti untuk memperoleh produk akhir. Analisis ini dilakukan pada setiap tahapan proses atau kerja analisis untuk menentukan jumlah masukannya. Setiap masukan menunjukan kebutuhan energi sehingga jumlahnya dapat dihitung

(20)

6

Tabel 5. Nilai energi untuk tingkat kegiatan yang berbeda

Jenis Kegiatan Nilai Energi (kJ/menit)

Pekerjaan buruh Memuat Menumbuk

Memutar (beban berat) Menyapu

Bekerja sambil berdiri

21.10 30.38 21.54 12.79 7.01 7.46

2.4

Proses Produksi Minyak Nyamplung

Proses pembuatan minyak nyamplung terdiri dari beberapa tahapan mulai dari pengupasan buah, pengeringan, hingga pengemasan. Dalam buku yang diterbitkan Departemen Kehutanan tahun 2008, proses produksi minyak nyamplung terdiri dari proses pengupasan, pengeringan, dan pengempaan (ekstraksi minyak). Buah nyamplung mula-mula dikupas dengan memecahkan cangkang dan mengambil daging bijinya. Biji nyamplung berukuran kecil dan berwarna putih kekuningan seperti pada Gambar 1. Dalam proses pengupasan menghasilkan produk samping berupa cangkang yang memiliki nilai komersial karena mempunyai nilai kalor cukup tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti kayu bakar untuk rumah tangga atau industri pertanian.

Biji Nyamplung yang sudah terpisah dari buahnya kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama kurang lebih 2 bulan dengan suhu 30-40 °C. biji dikeringkan hingga berwarna merah kecoklatan dengan kadar air 8 sampai 12 persen (Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan, 2005). Proses pengeringan tidak boleh mencapai suhu diatas 80 °C karena akan mengeluarkan resin yang berakibat meningkatnya viskositas minyak. Jika menggunakan alat pengering yang dengan suhu 80 °C maka pengeringan cukup dilakukan selama 2 hari.

Gambar 1. Biji nyamplung

(21)

7

proses ektraksi juga menghasilkan hasil samping berupa bungkil dari daging biji dan sisa minyak yang tidak terekstrak dengan baik.

2.5

Analisis Ekonomi Proses Produksi Minyak Nyamplung

(22)

8

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan bulan April - Oktober 2010. Tempat penelitian ini adalah Laboratorium Energi (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB), Laboratorium Lemigas (Lembaga Minyak dan Gas), Laboratorium Surya (Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB), Laboratorium Wageningen (Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB), dan Pabrik Minyak Nyamplung Cilacap.

3.2

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah 1. Termometer alkohol ( 150°C)

2. Stopwatch 3. Gelas ukur 1 liter 4. Timbangan analog 2 kg

5. Timbangan digital (AQT – 200)

6. Pengempa biji nyamplung tipe ulir tunggal Merk : Hannen

Tipe : 6YL-65 Kapasitas : 65 kg/jam 7. Bom kalorimeter Adiabatik

Merk : Nenkei 8. Oven

Merk : Ikedariyka Tipe : SS 204 D 9. Pyranometer

Merk : Eko Tipe : MS – 401 Konversi : 7.0 mV/kW. M-2 10. Hot press kapasitas 5 kg 11. Blender

Merk : Quantum

Tipe : QBL-203 12. Viskometer Oswald (Poise) 13. Piknometer (kapasitas 0.92 ml) 14. Teko pemanas air

15. Statip dan lengan statip

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 1. Buah nyamplung

2. Air

(23)

9

3.3

Prosedur Penelitian

.

Gambar 2. Diagram alir penelitian

3.3.1

Perhitungan Neraca Massa Nyamplung

Pada setiap tahapan proses produksi minyak nyamplung metode industri ditimbang massa hasil utama dari proses serta hasil sampingnya. Pada proses pengupasan buah, cangkang dan biji ditimbang masing-masing massanya. Pada proses pengukusan ditimbang massa awal bahan sebelum dan sesudah pengukusan. Pada tahapan pengeringan ditimbang massa bahan sebelum dan sesudah dikeringkan. Dalam tahapan ekstraksi minyak dari biji nyamplung kering dilakukan penimbangan biji kering yang digiling, massa dan volume minyak yang dihasilkan, dan massa ampas. Pada proses penyaringan diukur volume minyak yang disaring dan hasil saringannya.

Pada metode laboratorium, pengukuran neraca massa mulai dari proses pengeringan dimana ditimbang massa biji sebelum dan sesudah dikeringkan. Tahapan selanjutnya adalah grinding (penggilingan) agar minyak mudah keluar saat diekstraksi. Pada tahap grinding ditimbang massa awal bahan, massa akhir bahan yang digiling, dan kehilangan massa. Pada tahap ekstraksi ditimbang massa minyak dan ampas yang dihasilkan. Perbedaan metode laboratorium dengan industri terletak pada tahapan prosesnya dan alat pengempanya seperti dijelaskan pada gambar 3 dan 4..

Mulai

Persiapan bahan baku Buah Nyamplung

Perhitungan neraca massa metode laboratorium dan industri

Selesai

Analisis kebutuhan energi dan ekonomi pada proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium

dan industri

Pengukuran nilai kalor buah dan cangkang nyamplung

(24)

10

Neraca massa yang dibuat berdasarkan pada rendemen produk pada tiap tahapan proses. Pada tiap tahapan proses akan ditimbang massa awak bahan, massa produk dan hasil sampingnya. Dari data massa produk dan hasil samping diproleh persentase massa terhadap massa awal.

3.3.2

Analisis Energi Proses Produksi Minyak Nyamplung

Analisis energi yang dilakukan menggunakan metode analisis proses. Analisis diawali dengan mengidentifikasi tahapan-tahapan proses. Hal ini bertujuan untuk mengetahui aliran bahan dan masukan energi yang digunakan pada tiap tahapan proses pembuatan minyak nyamplung. Satuan input akan dikonversi ke dalam satuan energi yang sama, yaitu kilo Joule per liter minyak nyamplung yang dihasilkan.

Dalam proses produksi minyak nyamplung metode industri, energi yang digunakan antara lain tenaga manusia, bahan bakar (solar dan cangkang), dan matahari. Bagan alir dan jenis energi yang digunakan pada proses pembuatan minyak metode industri dijelaskan pada Gambar 3. Sedangkan pada metode laboratorium energi yang diperlukan adalah energi matahari, manusia, dan listrik yang dapa dilihat pada Gambar 4. Tenaga manusia diperlukan pada semua proses produksi minyak nyamplung. Bahan bakar cangkang digunakan dalam proses pengukusan dan diesel untuk menggerakkan mesin kempa. Energi radiasi matahari selama pengeringan didapat dari pengukuran dengan pyranometer.

Gambar 3. Bagan alir penggunaan energi pada proses pembuatan minyak nyamplung metode industri Pengukusan

Tenaga Manusia

Bahan bakar (cangkang)

Pengupasan

Pengeringan

Pengempaan

Penyaringan Tenaga Manusia

Tenaga Manusia

Radiasi matahari

Tenaga Manusia (solar)

Bahan bakar

(25)

11

Gambar 4. Bagan alir penggunaan energi pada proses pembuatan minyak nyamplung metode

laboratorium

3.3.2.1Energi Bahan Bakar

Pada proses produksi minyak nyamplung kasar bahan bakar yang digunakan adalah cangkang nyamplung untuk pengukusan dan diesel untuk menggerakkan mesin kempa. Untuk mengetahui besarnya energi yang dikonsumsi untuk pengukusan yang berasal dari pembakaran cangkang nyamplung, diukur nilai kalor yang terkandung dalam cangkang nyamplung. Dari data pengujian menggunakan bom kalorimater adiabatik, besarnya nilai kalor dihitung dengan persamaan (1):

(1) dimana :

Nk = Nilai kalor (J/g)

∆T = Perubahan suhu rata-rata dalam bejana sebelum dan sesudah pembakaran (°C) m = Massa bahan (gram)

B = koreksi panas pada kawat besi (J/g) Na = Nilai ekuivalen air (Na = 592.5 g)

Persamaan untuk menghitung energi bahan bakar cangkang (E cangkang) yang dibutuhkan untuk memanaskan bahan pada proses pengukusan menggunakan persamaan 2. Sedangkan untuk menghitung energi bahan bakar solar (E solar) yang dikonsumsi mesin kempa digunakan persamaan 3.

Listrik

Pengupasan

Pengeringan

Penggilingan

Pengempaan Tenaga Manusia

Tenaga Manusia

Radiasi matahari

Tenaga Manusia

Listrik

(26)

12

(2) dimana:

E cangkang = Energi spesifik pembakaran cangkang (kJ/kg) m = massa cangkang (kg)

Nk = Nilai kalor (kJ/kg)

m nyamplung = massa nyamplung yang diproses (kg)

(3) dimana:

E diesel = energi spesifik pembakaran solar (kJ/kg) m = massa solar yang digunakan (kg) Nk = Nilai kalor (kJ/kg)

m nyamplung = massa nyamplung yang diproses (kg)

3.3.2.2Energi Manusia

Tenaga manusia yang dihitung sebagai energi manusia dihitung pada tiap tahapan produksi dengan berbagai tingkatan jenis pekerjaan. Perhitungan energi manusia berdasarkan lama kerja efektif manusia, dimana besarnya energi yang dikeluarkan berdasarkan lampiran 1 dengan beberapa asumsi bahwa kegiatan tersebut membutuhkan energi yang sama. Untuk menghitung energi manusia yang digunakan dalam proses produksi minyak nyamplung digunakan persamaan 4.

(4) dimana:

Etm = energi manusia (kJ/kg atau kJ/liter) Qm = Nilai energi manusia (kJ/menit)

K = kapasitas kerja (kg/menit atau liter/menit)

3.3.2.3Energi Matahari

Energi matahari yang digunakan dalam proses pengeringan dihitung melalui persamaan 5. Besarnya radiasi matahari (W/m2) diukur dengan pyranometer, luas pengeringan didapat dengan melakukan pegukuran luas (Ap) pada massa nyamplung (m).

(5) Dimana;

Es = energi matahari (kJ/kg) I = radiasi matahari (W/m2) Ap = luas pengeringan (m2)

m = massa biji yang dikeringkan (kg) t = lama pengeringan (detik)

3.3.2.4Energi Listrik

(27)

13

(6)

Dimana;

E listrik = energi listrik (kJ/kg) P = daya listrik (Watt) t = lama penggunaan (detik) m = massa bahan (kg)

3.3.3

Pengukuran Nilai Kalor Minyak Nyamplung

Pengukuran nilai kalor minyak nyamplung dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang terkandung dalam minyak yang dihasilkan. Pengukuran nilai kalor minyak nyamplung kasar dilakukan di Laboratorium Bagian Proses, Lemigas.

3.3.4

Pengukuran Karakter Fisik Minyak Nyamplung

Pengukuran karakter fisik minyak nyamplung yang dilakukan adalah pengukuran densitas dan viskositas minyak nyamplung hasil pembuatan dengan metode laboratorium dan industri. Pengujian densitas menggunakan piknometer 0.92 ml yang diisi minyak pada suhu 30°C kemudian ditimbang massanya sehingga diperoleh densitas minyak (g/ml).

Pada pengukuran viskositas atau kekentalan minyak menggunakan viskometer Oswald dalam skala Poise. Pengukuran viskositas minyak nyamplung dilakukan pada suhu minyak 30°C (suhu kamar).

3.3.5

Analisis Ekonomi

Pada penelitian ini lingkup analisis ekonomi hanya sebatas pada penentuan harga pokok minyak nyamplung metode industri dan metode laboratorium. Dalam penentuan harga pokok, yang diperhitungkan adalah biaya variabel, biaya tetap, dan kapasitas produksi. Dalam penentuan biaya tetap, harga alat pendukung, umur ekonomi alat, nilai akhir alat, dan biaya pemeliharaan berdasarkan asumsi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain:

a. Umur ekonomis tanah dan bangunan 10 tahun dan bernilai akhir 10% dari nilai awal bangunan b. Biaya perawatan bangunan per bulan 0.5% dari nilai awal.

c. Nilai akhir peralatan dan mesin 10% dari nilai awal

d. Nilai sisa alat dan mesin 10% dari nilai awal dan biaya pemeliharaan tiap tahun 1% dari nilai alat e. Kapasitas produksi berdasarkan kapasitas mesin kempa hotpress untuk metode laboratorium dan

alat kempa ulir tunggal untuk skala metode industri kecil. f. Dalam 1 bulan hanya beroperasi 25 hari

g. Jam kerja manusia 8 jam/orang / hari.

(28)

14

(7) Dimana;

VC = biaya variabel

A = harga parameter per satuan output (Rp/kg atau Rp/liter) X = kapasitas produksi (kg atau liter)

(8)

(9)

(10) Dimana;

TC = Biaya total (Rp)

TVC = Biaya variabel total (Rp) TFC = Biaya tetap total (Rp)

Harga pokok minyak nyamplung dihitung berdasarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel. persamaan 11. Biaya yang diperhitungkan adalah biayaproduksi tiap bulan.

(11) Dimana;

Biaya tetap = biaya tetap tiap bulan (Rp) Biaya variabel = biaya variabel tiap bulan (Rp) Jumlah produk = jumlah produk tiap bulan (liter)

(29)

15

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

PROSES PRODUKSI MINYAK NYAMPLUNG KASAR (CRUDE)

4.1.1

Proses Produksi Minyak Nyamplung Metode Industri Kecil

Buah nyamplung yang masih muda kebanyakan belum berisi biji, berwarna hijau kecoklatan seperti pada Gambar 5 (a). Buah nyamplung yang siap untuk diproses adalah buah nyamplung tua dan kering seperti Gambar 5 (c). Tanda-tanda buah tua dan berisi adalah masih ada kulit buah yang keriput dan buah berwarna coklat kehitaman seperti pada Gambar 5 (b).

Gambar 5. (a) Buah nyamplung muda, (b) Buah nyamplung basah yang berisi, dan (c) Buah nyamplung kering yang berisi.

Gambar 6. Bagan alir proses produksi minyak nyamplung metode industri kecil Pengukusan

Pengupasan

Pengeringan

Pengempaan

(30)
[image:30.595.255.392.183.337.2]

16

Proses produksi minyak nyamplung kasar diawali dengan proses pengupasan buah hingga penyaringan seperti dijelaskan pada Gambar 6. Proses pengupasan dilakukan dengan memukul buah dengan bantuan palu (Gambar 7) agar cangkangnya retak atau terbuka sehingga biji mudah diambil. Pengupasan dilakukan oleh dua hingga enam orang yang bekerja dari siang hingga sore. Lama waktu pengupasan tiap harinya tidak tentu, sehingga kapasitas proses pengupasan terbatas yang mengakibatkan daging biji yang sudah dikupas busuk akibat terlalu lama disimpan.

Gambar 7. Palu untuk memecah cangkang buah nyamplung

Setelah biji segar yang disimpan mencapai 2 karung (±65 kg), biji dikukus dalam tong besi selama 24 - 48 jam seperti pada Gambar 8 (a). Biji Nyamplung yang sudah mengalami pengukusan akan berwarna coklat tua dan akan terbelah dua saat ditekan dengan jari seperti pada Gambar 8 (b).

Proses pengukusan ini menyebabkan resin yang ada dalam biji nyamplung keluar. Ini mengakibatkan air lebih mudah menguap dari daging biji sehingga mempersingkat proses pengeringan. Namun akibat pecahnya sel resin ini, meningkatnya viskositas minyak. Bahan bakar dalam pengukusan biji nyamplung adalah cangkang nyamplung hasil samping dari proses pengupasan buah nyamplung.

Gambar 8. (a) Proses pengukusan dan (b) Biji nyamplung setelah dikukus

[image:30.595.144.486.501.693.2]
(31)
[image:31.595.224.407.162.301.2]

17

dikumpulkan dan ditutup dengan plastik untuk melindungi dari hujan. Sebaliknya jika biji sudah hampir kering maka pada sore hari biji dimasukkan ke dalam karung agar tidak basah lagi akibat genangan air hujan pada laintai jemur atau akibat embun. Biji nyamplung yang sudah kering dan siap untuk dikempa tandanya sangat keras bila ditekan dengan jari dan warnanya coklat kehitaman seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Biji yang sudah kering

Sebelum melakukan proses pengempaan dikumpulkan biji-biji kering hingga diatas 200 kg. Hal tersebut untuk menghemat waktu dan mengefektifkan kerja mesin kempa. Mesin kempa yang digunakan adalah tipe single screw bertenaga mesin diesel seperti pada Gambar 10. Kapasitas kerja mesin kempa tipe ulir adalah 66.35 kg/jam biji kering. Hasil samping dari proses pengempaan adalah ampas (bungkil) yang masih mengandung sedikit minyak. Jumlah pekerja pada proses ini 2 orang, dimana 1 orang berperan untuk memasukan biji-biji ke mesin press dan 1 orang lagi menjaga saluran pembuangan ampas agar tidak tersumbat, mengisi air pendingin, dan mengisi solar mesin diesel.

Gambar 10. Mesin kempa single screw

(32)
[image:32.595.239.405.128.340.2]

18

berupa minyak yang lebih bersih dari ampas kasar dan hasil sampingnya berupa ampas. Minyak Nyamplung yang sudah lebih halus tersebut dikemas dalam jerigen sesuai pesanan.

Gambar 11. Alat penyaring minyak hasil press

4.1.2

Proses Produksi Minyak Nyamplung Metode Laboratorium

Proses produksi minyak nyamplung pada metode laboratorium dimulai dari proses pengupasan buah nyamplung, pengeringan biji, penggilingan, dan pengempaan dengan alat kempa hidrolik seperti dijelaskan pada Gambar 12. Alat kempa yang digunakan dilengkapai dengan pemanas (hotpress) seperti pada Gambar 13. Alat hotpress ini berdaya 900 Watt. Proses dan kapasitas pengupasan buah tiap orangnya pada metode laboratorium sama dengan metode industri. Pada proses pengeringan dengan memanfaatkan panas matahari, lama pengeringan mencapai 3 minggu. Biji yang sudah kering memiliki kadar air (3-4%) dan siap untuk digiling. Penggilingan bertujuan untuk membuka sel biji sehingga minyak mudah keluar saat dikempa. Penggilingan menggunakan blender berdaya 350 Watt yang dioperasikan oleh 1 orang seperti ditampilkan pada Gambar 14.

Gambar 12. Bagan alir proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium Pengupasan

Pengeringan

[image:32.595.277.376.568.730.2]
(33)
[image:33.595.251.387.81.303.2]

19

Gambar 13. Alat pengempa hidrolik berpemanas (hotpress)

Gambar 14. Proses penggilingan

Setelah digiling, biji kering yang sudah halus kemudian dikempa dengan hotpress. Biji halus dibungkus kain saring terlebih dahulu (Gambar 15) sebagai penyaring kotoran dan ampas kasar. Setelah itu biji kering halus yang sudah dibungkus dikempa pada alat hotpress dengan suhu 80°C. Tujuan pemanasan ini untuk menurunkan viskositas minyak sehingga lebih cepat dan mudah keluar yang secara langsung akan meningkatkan rendemen.

blender

[image:33.595.196.489.336.561.2]
(34)

20

Gambar 15. Biji kering halus dibungkus kain saring

4.1.3

Perbandingan Viskositas dan Densitas Minyak Nyamplung Metode

Laboratorium dengan Industri

Pada penelitian ini karakter fisik yang dibandingkan adalah viskositas dan densitas. Pengukuran hanya dilakukan pada minyak nyamplung metode laboratorium. Sedangkan viskositas dan densitas minyak nyamplung pada metode industri berdasarkan penelitian Fathiyah (2010). Perbandingan sifat tersebut ditampilkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan viskositas dan densitas minyak nyamplung kasar

Karakter Metode Laboratorium Metode Industri Kecil (Fathiyah, 2010)

Viskositas (cP) pada 30°C 59 64

Densitas (gram /cm3) 0.91 0.93

(35)

21

4.2

NERACA MASSA PROSES PRODUKSI MINYAK NYAMPLUNG

4.2.1

Neraca Massa pada Proses Produksi dengan Menggunakan Metode

Laboratorium

[image:35.595.75.531.276.723.2]

Proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium dimulai dari proses pengeringan biji hingga proses pengempaan. Urutan dalam proses pengukuran neraca massa, yaitu mengukur rendemen proses pengupasan, rendemen pengeringan dan rendemen proses pengempaan. Berdasarkan perhitungan rendemen pada Lampiran 1, rendemen proses penggilingan adalah 100%. Hal tersebut karena massa biji nyamplung yang digiling sedikit sehingga kehilangan massa pada saat penggilingan tidak terukur. Rendemen proses pengempaan berdasarkan perhitungan pada Lampiran 1 adalah 40.82%. Aliran neraca massa pada proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium ini ditampilkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Neraca massa produksi minyak nyamplung pada metode laboratorium Biji Nyamplung

Buah Nyamplung

Biji Nyamplung kering

Minyak nyamplung Biji Nyamplung kering

halus m : 1000 kg

KA : 36.60 %

m : 434.40 kg KA : 26.90 %

m : 312.77 kg KA : 3.69 %

m : 127.67 kg V : 140.29 l

Air Cangkang Bungkil Pengupasan Pengeringan Pengempaan Penggilingan

m : 565.6 kg

m : 121.63 kg

m : 312.77 kg KA : 3.69 %

m : 186.10 kg Keterangan: m = massa KA = kadar air V = volume R = rendemen R = 43.44%

R = 72.00%

(36)

22

4.2.2

Neraca Massa Proses Produksi dengan Menggunakan Metode Industri

Urutan dalam proses pengukuran neraca massa, yaitu mengukur rendemen proses pengupasan, rendemen proses pengukusan, rendemen pengeringan, rendemen proses pengempaan, dan terakhir mengukur rendemen penyaringan.

Berdasarkan perhitungan neraca massa pada proses pengupasan pada Lampiran 2, dalam 1 kg buah nyamplung terdapat 0.43 kg massa biji nyamplung dan sisanya cangkang dan kulit buah nyamplung. Hal ini jika diasumsikan buah yang diambil berisi semua.

Setelah biji dikumpulkan biji-biji tersebut dikukus untuk mengeluarkan getah sehingga mempercepat proses pengeringan. Setelah dikukus, massa biji kering akan meningkat karena dalam proses pengukusan terjadi peningkatan kadar air biji. Perhitungan pada proses pengukusan dapat dilihat pada lampiran 2. Setelah proses pengukusan massa biji naik 14.11 % dari massa awal.

Setelah biji dikukus, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering. Pengurangan kadar air dalam biji akan menurunkan massa biji. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 3, dalam proses pengeringan terjadi penurunan massa biji sebesar 28 % dari massa awal karena penurunan kadar air.

Setelah dikeringkan biji siap untuk dikempa dengan mesin kempa tipe single screw extruder. Dalam proses ini selain menghasilkan minyak, terdapat hasil samping berupa ampas. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 4, rendemen minyak dalam proses pengempaan sebesar 47.45 % dari massa biji kering. Pada penelitian Andyna (2009), kadar minyak biji nyamplung antara 40 hingga 70%. Rendemen minyak bisa mencapai 70%, maka dalam proses pengempaan dengan menggunakan alat kempa tipe single screw extruder ini masih terdapat minyak yang terbawa dalam ampas.

(37)
[image:37.595.93.524.81.645.2]

23

Gambar 17. Neraca massa proses produksi minyak nyamplung

4.2.3

Perbandingan Neraca Massa Metode Laboratorium dengan Industri

Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa rendemen produksi minyak pada proses produksi metode industri sebesar 15.60% sedangkan metode laboratorium sebesar 14.56%. Perbedaan rendemen terlihat pada proses pengempaan, dimana rendemen pengempaan dengan mesin hotpress

Biji nyamplung Buah nyamplung

Biji nyamplung kukus

Minyak kotor Biji nyamplung kering m : 1000 kg

KA : 36.60 %

m : 434.40 kg KA : 26.90 %

m : 495.22 kg KA : 35.93 %

m : 169.18 kg V : 179.98 l

Air Cangkang Bungkil Pengupasan Pengukusan Pengempaan Pengeringan

m : 565.6 kg

m : 60.82 kg

m : 356.56 kg KA : 3.69 %

m : 187.38 kg

Keteramngan: m = massa KA = kadar air V = volume R = rendemen R = 43.44%

R = 72.00%

R = 47.45%

m : 155.37 kg V : 167.06 l

Penyaringan

Minyak nyamplung R = 114.11%

Air

m : 138.66 kg

(38)

24

sebesar 40.82% dan dengan mesin kempa tipe ulir rendemennya 47.45%. Minyak yang keluar dari alat kempa tipe ulir masih tercampur dengan kotoran kasar sedangakan dengan hotpress kotoran sudah tersaring dengan kain saring.

Dari nilai rendemennya, proses produksi dengan menggunakan mesin kempa tipe ulir lebih tinggi dibanding dengan mesin kempa tipe hidrolik. Namun dari mutu minyak, proses produksi dengan mesin kempa hidrolik lebih baik dibanding dengan mesin kempa tipe ulir karena masih banyaknya kotoran yang terbawa dalam minyak yang diproduksi. Pada kedua metode produksi membutuhkan energi manusia sebagai operator dan proses pengeringan dengan matahari. Hanya saja pada proses produksi metode laboratorium pengeringannya lebih lama.

4.3

ANALISIS ENERGI

Pada proses produksi minyak nyamplung kasar metode industri, energi yang digunakan dapat dibagi menjadi 3, yaitu energi manusia, bahan bakar, dan energi radiasi matahari. Sedangkan dalam proses produksi metode laboratorium, energi yang digunakan adalah energi radiasi matahari, manusia, dan listrik. Dalam proses produksi ini energi manusia yang paling dominan. Penggunaan sumber energi dalam produksi minyak nyamplung diuraikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Uraian penggunaan energi pada proses produksi minyak nyamplung kasar

Metode

produksi Proses

Sumber Energi

Manusia Bahan Bakar Matahari Listrik

Industri Pengupasan buah Pengukusan Pengeringan Pengempaan √ √ √ √ - √ - √ - - √ - - - - - Laboratorium Pengupasan buah

Pengeringan Penggilingan Pengempaan √ √ √ √ - - - - - √ - - - - √ √

4.3.1

Tenaga Manusia

Pada proses produksi minyak nyamplung kasar (crude) tenaga manusia mendominasi pada tiap tahapan proses. Tenaga manusia berperan pada awal dan akhir tahapan proses, misal pada pengeringan yang hanya berperan untuk menjemur dan mengemas dalam karung. Jadi kerja efektif manusia lebih singkat dibandingkan dengan lamanya proses, dan sisanya digunakan untuk menunggu atau mengerjakan hal lain.

(39)

25

3.22 jam/orang. Jadi energi yang diperlukan untuk menghasilkan minyak 1 liter pada proses pengupasan baik metode industri maupun metode laboratorium adalah 0.69 kJ.

Pada proses pengukusan pada produksi metode industri, energi manusia berperan dalam mengumpan bahan bakar cangkang ke dalam tungku. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 7 maka energi manusia yang diperlukan untuk menghasilkan hasil akhir 1 liter minyak pada proses pengukusan adalah 233.80 kJ.

Setelah dikukus, minyak dikeringkan dengan panas matahari. Pekerjaan yang dilakukan adalah menebar di lantai jemur, meratakan tumpukan biji, dan mengumpulkan biji jika sudah sore. Berdasarkan Tabel 5, semua kegiatan dapat dikategorikan dalam jenis kegiatan menyapu. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 8, maka diketahui dalam memproduksi 1 liter minyak mentah diperlukan energi manusia dalam proses pengeringan 55.81 kJ.

Pada proses ekstraksi atau pengempaan dengan mesin kempa tipe ulir, manusia yang berperan 2 orang dimana seorang sebagai pengumpan nyamplung ke hopper mesin press dan seorang lagi yang mengisi bahan bakar dan membersihkan saluran ampas. Jika diklasifikasikan ke dalam kategori kegiatan pada Tabel 5 maka seorang termasuk dalam kegiatan memuat dan seorang lagi dikategorikan pekerjaan buruh. Sebelum memulai ekstraksi seorang operator menghidupkan mesin diesel dengan memutar engkol, pekerjaan tersebut dikategorikan pekerjaan memutar beban berat. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 9, energi yang dibutuhkan dalam memproduksi 1 liter minyak mentah pada proses pengepresan (ektraksi) adalah 104.44 kJ.

Untuk menjadi minyak yang bebas kotoran, maka minyak kotor hasil press disaring dengan kain saring yang dikempa dengan mesin kempa hidrolik. Tenaga manusia hanya berperan dalam menuang minyak ke dalam kain penyaring dan mendongkrak. Sehingga berdasarkan perhitungan pada Lampiran 10, energi manusia yang digunakan dalam proses penyaringan adalah 21.88 kJ/liter minyak nyamplung kasar.

Pada proses penggiliingan biji kering dalam produksi minyak nyamplung metode laboratorium, tenaga manusia hanya berperan dalam mengoperasikan blender sambil berdiri. Pekerjaan ini dikategorikan pekerjaan sambil berdiri. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 11 besarnya energi manusia pada tahap ini untuk menghasilkan 1 liter minyak adalah 373.27 kJ.

Pada proses pengempaan dengan mesin hotpress, manusia hanya terlibat pada proses mendongkrak yang dikategorikan pekerjaan buruh. Semakin besar massa bahan yang dikempa maka akan semakin lama kerja efektif manusia. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 12, energi manusia yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung metode laboratorium sebesar

4.3.2

Energi Bahan Bakar

Pada proses produksi minyak nyamplung bahan bakar yang digunakan berupa diesel dan cangkang. Diesel digunakan untuk menggerakkan mesin kempa pada proses pengempaan. Sedangkan cangkang dibakar sehingga menghasilkan panas untuk proses pengukusan biji nyamplung. Untuk mengetahui konsumsi energi pada proses produksi minyak nyamplung maka perlu diketahui konsumsi bahan bakar pada proses tersebut.

Konsumsi solar pada mesin kempa dibandingkan dengan minyak hasil pengempaan adalah 0.03 liter diesel/ liter minyak nyamplung. Jadi dengan nilai kalor diesel 38,937.6 kJ/liter (Pandey, 2009), maka energi yang dikonsumsi per liter minyak hasil kempa adalah 1,168.13 kJ. Sedangkan untuk menghasilkan 1 liter minyak nyamplung kasar dibutuhkan energi dari bahan bakar diesel sebesar 1,238.22 kJ.

(40)

26

buah nyamplung itu sendiri. Konsumsi cangkang nyamplung pada proses pengukusan adalah 57.2 kg. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 13, nilai kalor cangkang 15,485.60 kJ/kg. Maka energi yang diperlukan dalam proses pengukusan 69.41 kg biji nyamplung adalah 885,776.32 kJ. Sedangkan untuk mengukus 2.70 kg biji yang natinya menghasilkan 1 liter minyak kasar adalah 34,456.07 kJ. Perhitungan energi bahan bakar cangkang pada proses pengukusan dapat dilihat pada Lampiran 14.

Konsumsi cangkang nyamplung untuk pengukusan relatif tinggi. Dengan adanya proses pengukusan menyebabkan energi yang terkandung dalam cangkang nyamplung menjadi termanfaatkan. Cangkang nyamplung juga dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu bakar.

4.3.3

Energi Listrik

Energi listrik hanya digunakan pada proses produksi metode laboratorium untuk proses penggilingan dan pemanasan mesin hotpress. Energi listrik spesifik yang digunakan dihitung melalui perkalian daya yang tercantum dengan spesifikasi alat dengan kapasitas alat. Pada mesin blender daya yang tercantum sebesar 350 W sedangkan daya mesin hotpress sebesar 900 W. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 15, energi listrik spesifik pada proses penggilingan adalah 473.31 kJ/kg biji kering halus. Sedangkan energi listrik spesifik yang digunakan pada pemanasan hotpress adalah 3,789.16 kJ/kg biji kering halus.

Penggunaan energi listrik untuk menggerakkan blender relatif berbanding lurus terhadap massa biji yang digiling. Namun penggunaan energi listrik pada pemanasan hotpress tidak berbanding lurus terhadap kapasitas, karena waktu untuk memanaskan plat pertama kali relatif sama untuk semua kapasitas. Hal yang membedakan hanya waktu tunggu hingga semua minyak dalam biji keluar semua. Untuk mengefisienkan energi listrik, sebaiknya pengempaan dilakukan pada kapasitas maksimal mesin.

4.3.4

Energi Matahari

Proses pengeringan biji Nyamplung memanfaatkan panas dari sinar matahari. Lama pengeringan biji Nyamplung yang telah dikukus adalah 50,400 detik. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan pada Lampiran 16 rata-rata radiasi matahari per hari sebesar 503.72 W/m2 dan massa hamparan biji kering per luasan lantai adalah 5.25 kg/m2. Maka energi matahari yang digunakan untuk memproduksi 1 liter minyak nyamplung metode industri adalah adalah 29,335.61 kJ.

Pada proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium, biji nyamplung dikeringkan dengan panas matahari selama 25 hari. Pengeringan ini sangat lama karena air yang terkandung dalam biji segar tertahan oleh adanya sel resin dan getah pada kulit. Lama pengeringan pada proses ini menyebabkan energi radiasi matahari yang digunakan semakin besar. Pengeringan berlangsung selama 200 jam, maka besarnya energi radiasi matahari yang digunakan berdasarkan perhitungan pada Lampiran 16 sebesar 338,161.34 kJ/liter minyak.

4.3.5

Perbandingan Energi Metode Laboratorium dengan Industri

Pada metode laboratorium, besarnya pemakaian energi manusia, matahari, dan listrik diuraikan pada Tabel 8. Sedangkan besanya energi yang dibutuhkan pada proses produksi minyak nyamplung metode industri ditampilkan pada Tabel 9.

(41)

27

diperoleh bahwa energi yang dibutuhkan dalam pembuatan minyak nyamplung lebih tinggi dibandingkan nilai kalor yang dihasilkan.

Tabel 8. Persesntase energi pada proses produksi minyak nyamplung metode laboratorium

Proses Sumber Energi Jumlah

(kJ/liter)

Persentase (%)

Pengupasan Manusia 0.64 0.00

Pengeringan Matahari Manusia

338,161.34 379.67

98.53 0.11 Penggilingan Listrik

Manusia

473.31 373.27

0.14 0.11 Pengempaan Listrik

Manusia

3,789.16 32.79

0.10 0.01

Total 343,210.20 100

Tabel 9. Persentase energi pada proses produksi minyak nyamplung metode industri

Proses Sumber Energi Jumlah

(kJ/liter)

Persentase (%)

Pengupasan Manusia 0.69 0.00

Pengukusan Bahan bakar (cangkang) Manusia

33,813.34 233.80

72.54 0.50 Pengeringan Matahari

Manusia

11,541.88 55.61

24.73 0.12 Pengepresan Bahan bakar (diesel)

Manusia

1,238.22 104.44

2.65 0.22

Penyaringan Manusia 21.88 0.05

Total 46,671.62 100

4.4

Analisis Ekonomi

Dalam menentukan harga pokok suatu proses produksi membutuhkan biaya baik biaya variabel mapun biaya tetap. Diharapkan dengan diketahuinya harga pokok produk minyak nyamplung dapat ditentukan harga jual minyak nyamplung yang bisa bersaing dengan harga bahan bakar konvensional seperti solar. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 17, harga pokok minyak nyamplung yang diproduksi metode industri sebesar Rp 3,298 /liter. Sedangkan berdasarkan perhitungan pada Lampiran 18, harga pokok minyak nyamplung yang diproduksi pada metode laboratorium sebesar Rp 32,219/liter.

(42)

28

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Rendemen dalam proses pembuatan minyak nyamplung metode industri sebesar 15.60% sedangkan metode laboratorium sebesar 14.56%. Jadi dengan massa bahan baku 1 ton, diperoleh 156,00 kg minyak nyamplung yang diproduksi dengan metode yang digunakan industri atau 145.60 kg minyak nyamplung jika diproduksi dengan metode yang digunakan laboratorium.

2. Energi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 liter minyak nyamplung kasar dengan metode industri adalah 46,671.62 kJ sedangkan jika digunakan metode laboratorium lebih tinggi yaitu sebesar 343,210.20 kJ.

3. Biaya pokok untuk memproduksi 1 liter minyak nyamplung dengan metode yang digunakan industri adalah Rp 3,241/liter sedangkan jika digunakan metode laboratorium lebih mahal yakni Rp 32,219/liter.

5.2

SARAN

(43)

29

DAFTAR PUSTAKA

Andyna, J.Y. Nurin. 2009. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum). Skripsi. FMIPA. ITB

[Balitbang Kehutanan] Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2008. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Sumber Energi Biofuel yang Potensial. Departemen Kehutanan. Jakarta.

Choirunnisa, N., C. 2008. Rasio Mol dan Rasio Energi Proses Produksi Biodiesel Minyak Jelantah Secara Non-Katalitik dengan Reaktor Kolom Gelembung. Skripsi. Fateta. IPB.

Debaut, V.J, Y. B. Jean dan S. A. Greentech. 2005. Tamanol a Stimulan for Collagen Synthesis for Use in anti Wrinkle and anti Stretch Mark Products Cosmetics and Toiletries Manufacture World Wide. St. France. Greentech.

De Garmo, E.P. et al. 1999. Ekonomi Teknik. Jakarta: PT Prenhallindo

Departemen Kehutanan. 2008. Tanaman Nyamplung Berpotensi Sebagai Sumber Energi Biofuel. http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/4837. [2 Februari 2010]

Djatmiko, B dan A. Pandji Wijaya. 1985. Teknologi Minyak dan Lemak 1. Bogor: TIN, IPB.

Dweek, A. C. dan T. Meadows. 2002. Tamanu (Calophyllum inophyllum L.) the Africa, Asia Polynesia and Pasific Panacea. International J. Cos. Sci., 24:1-8.

Fathiyah. 2010. Kajian Proses Pemurnian Minyak Nyamplung untuk Bahan Bakar Nabati. Skripsi. Fateta. IPB

Hadi, Wahyudi A. 2009. Memanfaatkan Biji Nyamplung(Calophyllum inophyllum L) sebagai Bahan Bakar Minyak Pengganti Solar. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/820910441052.pdf. [5 Januari 2011]

Ismail. 2008. Uji Kinerja dan Analisis Energi Reaktor Tipe Static Mixer Untuk Produksi Biodiesel Secara Katalitik. Skripsi. Fateta. IPB

James, W.P.T. dan Schofield, E.C. 1990. Human Energy Requirement. Oxford: Oxford University Press

Joelianingsih, A.H. Tambunan, H. Nabetani, Y. Sagara, dan K. Abdullah. 2006. Perkembangan Proses Pembuatan Biodiesel Sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN). Jurnal Keteknikan Pertanian 20:205-216

Joelianingsih, H. Nabetani, S. Hagiwara, T.H. Soerawidjaya, Y. Sugara, Tambunan A.H., dan K. Abdullah. 2007 Performance of a Bubble Column Reactor for Non-Catalytic Methyl Esterification of Free Fatty Acids at Atmospheric Preesure. Journal of Chemical Enginnering of Japan 9:780-785.

Kamaruddin A., Irwanto A.K., Siregar N., Agustina S.E., Tambunan A.H., Yamin M., Hartulistiyoso E., Purwanto Y.A., Wulandani D., dan Nelwan L.O. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET: JTA-9a(132)

(44)

30

Kompas. 2008. Nyamplung, Potensi Baru Biofuel.

http://www.biotek.lipi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=498:Nyamplu ng,%20Potensi%20Baru%20Biofuel%20&catid=8&Itemid=53. [2 Februari 2010]

Lypsey, R.G. et al. 1985. Pengantar Mikro Ekonomi : Edisi ke Sepuluh. Jakarta : Binarupa Aksara

Kusdiana, D dan S. Saka. 2001. Kinetics of Transesterifikasi in Rapessed Oil to Biodiesel Fuel as Tread in Supercritical Metanol. Fuel. 80:693-698.

Redaksi. 2009. Mengakrabi Bumi dengan Nyamplung. http://www.koran-jakarta.com/print-berita.php?id=38796. [12 Agustus 2010]

Richard, C. dan C. Direlle. 1980. Agricurltural Energetics. Connecitut, USA : AVI, Inc.

[P3HH] Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hasil Hutan. 2005. Penelitian Pembuatan Biodiesel dari Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). www.dephut.go.id/files/Nyamplung_Ind.pdf. [6 Januari 2010]

Octarina, Dian. 2010. Tanaman Pernghasil Biodiesel. Makalah. Fakultas MIPA. Universitas Sriwijaya

Pandey, Ashok. 2009. Handbook of Plant Based Biofuel. Boca Raton. CRC Press

Kreatif Energi Indonesia. 2006. Biodiesel. http://www.indobiofuel.com/biodiesel.php. [5 Januari 2011]

Sigalingging,R. 2008. Analisis Energi dan Eksergi pada Produksi Biodiesel Berbahan Baku CPO (Crude Palm Oil). Skripsi. Fateta. IPB

(45)
(46)

32

Lampiran 1. Analisis Neraca Massa Proses Penggilingan dan Pengempaan

dengan Hotpress

1. Data Neraca Massa Proses Penggilingan Ulangan massa awal

(kg)

massa akhir (kg)

massa yang hilang (kg)

1 2.10 2.10 0

2 2.00 2.00 0

3 1.62 1.62 0

2. Data Neraca Massa Proses Pengempaan Ulangan

massa bahan yg dipress

massa ampas

volume minyak

Massa

Minyak rendemen

(kg) (kg) (liter) (kg) (%)

1 2.10 1.25 0.95 0.85 40.48

2 2.00 1.20 0.90 0.80 40.00

3 1.62 0.96 0.76 0.68 41.98

(47)

33

Lampiran 2. Analisis Neraca Massa Proses Pengupasan dan Pengukusan

1. Proses Pengupasan

Ulangan Jumlah buah

Massa buah (g)

Massa biji (g)

Massa cangkang (g)

Rendemen (%)

1 1 7.16 3.33 3.83 46.51

2 1 6.63 3.04 3.59 45.85

3 1 5.20 1.89 3.37 36.35

Jumlah 18.99 8.26 10.79 43.50

Rata-rata 6.33 2.75 3.59 43.44

Jadi rendemen pada proses pengupasan adalah 43.44%

2. Proses Pengukusan

Mulai dari 29 mei 2010 Pukul 17.10 hingga 1 juni 2010 Pukul 09.25 (64, 15 jam)

Sampel Massa awal biji (kg)

Massa akhir biji (kg)

Kenaikan Massa (%)

1 0.21 0.24 14.30

2 0.21 0.24 14.30

3 0.25 0.29 16.00

Rata-rata 14.87

Keseluruhan (1 tong)

61.4 kg Massa akhir:

(48)

34

Lampiran 3. Analisis Neraca Massa Pengeringan Biji Nyamplung

Waktu (menit)

Massa sampel +wadah (g)

Suhu lingkungan (°C) Suhu bahan (°C)

0 260 31 38

60 245 30 41

120 240 30 40

180 235 30 39

240 225 30 40

300 215 30 39

360 215 30 39

420 215 29 34

480 210 29 38

540 205 28 36

600 195 28 40

660 195 32 46

720 190 32 48

280 190 30 36

840 190 28 30

Massa wadah = 10 gram Massa sampel awal = 250 gram Massa sampel akhir = 180 gram

Pengurangan massa = (kadar air yang menguap)

Untuk menghasilkan biji nyamplung kering sebanyak 2.04 kg membutuhkan biji basah sebanyak =

(49)

35

Lampiran 4. Perhitungan Pada Proses Pengempaan Menggunakan Mesin

Kempa Ulir Tunggal

Massa Biji (kg)

Minyak yang dihasilkan

(liter)

Massa ampas (kg)

Solar yang dikonsumsi

(ml)

Rendemen (%)

14.07 7.62 7.69 220 47.69

210.30 99.29 118.95 3000 47.21

Rata-rata 47.45

Jadi rendemen pada proses pengempaan dengan menggunakan mesin kempa ulir tunggal adalah 47.45%. Sehingga untuk menghasilkan 1 liter minyak hasil press diperlukan massa biji kering sebanyak :

Massa biji = = 1.89 kg

(50)

36

Lampiran 5. Analisis Neraca Massa pada Proses Penyaringan

Ulangan Vinput (liter)

Vouput (liter)

mampas (kg)

Rendemen (%)

1 13.05 12.07 92.50

2 14.10 12.71 90.15

3 11.99 11.34 94.58

Total 39.14 36.70 2.98 -

Rata-rata 92.41

(51)

37

Lampiran 6. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengupasan

Perhitungan Kapasitas Pengupasan Buah

Ulangan Jumlah Pekerja (orang)

Lama pengupasan (jam)

Massa biji (kg)

Kapasitas (kg/jam.orang)

1 1 2.35 1.70 0.72

2 1 2.26 1.84 0.82

3 1 0.80 1.00 0.80

4 4 0.55 1.81 0.82

Rata-rata 0.79

Nilai energi manusia pada proses pengupasan sesuai lampiran 1 adalah 21.54 kJ/menit.

Energi manusia pada proses pengupasan per kg bahan :

= 21.54 kJ/menit x 0.79 kg/jam : 60 menit/jam = 0.28 kJ/kg

Jika untuk menghasilkan 1 liter minyak membutuhkan biji 2.48 kg maka energi manusia yang diperlukan dalam proses pengupasan untuk menghasilkam 1 liter minyak kasar adalah :

(52)

38

Lampiran 7. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengukusan

Pada proses pengukusan kegiatan yang dilakukan adalah mengumpan bahan bakar cangkang ke dalam tungku, jadi berdasarkan lampiran 1 termasuk kegiatan memuat (feeding) dengan besar energi manusia persatuan waktu adalah 30,38 kJ/menit.

Tanggal Lama waktu (detik)

29/05/2010 8,120

182

30/05/2010 316

155 238 136 131

31/05/2010 281

108 130 156 155

01/06/2010 643

681

Total 11,432

Energi manusia untuk mengukus 61.40 kg biji adalah:

(53)

39

Lampiran 8. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengeringan

Pengeringan biji kukusan massa 63 kg untuk menjadi 45.41 kg bij kering

Tenaga manusia untuk pengeringan biji kukus 2.83 kg adalah :

/ liter

Untuk menghasilkan minyak 1 liter pada skala laboratorium, maka dibutuhkan energi manusia sebesar

Hari ke Energi Manusia (kJ/menit)

Lama Kerja (menit)

Total kJ

1 2 3 4

7.01 7.01 7.01 7.01

43.18 45.53 44.30 44.25

(54)

40

Lampiran 9. Perhitungan Energi Manusia pada Proses Pengempaan

Menggunakan Mesin Kempa Ulir Tunggal

Energi yang diperlukan dalam proses pengepresan yang menghasilkan 99,29 liter minyak kotor.

Jenis Kegiatan Lama Pekerjaan (menit)

Besar Energi (kJ/menit

Total Energi (kJ)

Memutar engkol Mengumpan biji Pekerjaan buruh

0.16 190.

Gambar

Gambar 8. (a) Proses pengukusan dan (b) Biji nyamplung setelah dikukus
Gambar 9. Biji yang sudah kering
Gambar 11. Alat penyaring minyak hasil press
Gambar 14. Proses penggilingan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan pelaksanaan ibadah online bersama gereja-gereja di dalam lingkungan GKI Klasis Priangan, yang dikoordinasi oleh BPMK GKI Klasis Priangan, pada hari ini,

Pada Penelitian ini teknis analisis data yang digunakan adalah pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda, Berikut merupakan

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaraja III, dan Negeri Jemanten, Kecamatan Margatiga, Kabupaten Lampung Timur. Dalam penelitian ini dilakukan analisis

Berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah dan guru TK Dharma Wanita diketahui bahwa penggunaan APE Alat Permainan Edukatif pada TK tersebut masih belum dilakukan secara

Fase anatase sering digunakan pada DSSC karena mempunyai fotoaktivitas yang tinggi dan cenderung memi- liki ukuran partikel yang lebih kecil sehingga luas permukaan- nya lebih

Hasil pengamatan terhadap rata-rata volume juice per berat sepanjang waktu panen pagi, siang, dan sore untuk kedua varietas yang digunakan (NTJ dan ICSR) dapat dilihat

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas, tidak ditemukan hasil penelitian atau buku yang secara khusus membahas tentang sajian pertunjukan wayang kulit purwa yang

Tambahan pula, penggunaan kitab-kitab jawi karangan ulamak tradisional yang menetap di Hararnayn telah memperkukuhkan kenyataan bahawa hubungan antara ulamak Utara Tanah