• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak perubahan iklim terhadap pendapatan dan faktor-faktor penentu adaptasi petani terhadap perubahan iklim: studi kasus di Desa Kemukten, kecamatan Kersana, kabupaten Brebes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak perubahan iklim terhadap pendapatan dan faktor-faktor penentu adaptasi petani terhadap perubahan iklim: studi kasus di Desa Kemukten, kecamatan Kersana, kabupaten Brebes"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERUBAH

DAN FAKTOR-FA

TERHA

Studi Kasus di Desa K

RE

DEPARTEMEN EKO FAKULTAS

INST

AHAN IKLIM TERHADAP PENDAPAT

AKTOR PENENTU ADAPTASI PETAN

ADAP PERUBAHAN IKLIM :

Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupa

Brebes

RESTI ARIESTA FESTIANI

ONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN AS EKONOMI DAN MANAJEMEN

NSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

TAN

NI

paten

(2)

RINGKASAN

RESTI ARIESTA FESTIANI. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang sedang hangat dibicarakan di berbagai level baik lokal, regional, nasional bahkan internasional. Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu bumi. Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim ekstrim (anomali iklim) seperti El-Nino dan La-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara. Fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada bawang merah.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji persepsi petani di Desa Kemukten terhadap perubahan iklim, mengkaji adaptasi yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim, mengestimasi perubahan input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten akibat perubahan iklim dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan iklim.

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan secara langsung dari petani melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari buku-buku, media cetak, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Brebes, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota Tegal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, dan sumber-sumber yang relevan dengan topik yang diteliti.

Sebanyak 27 orang mengetahui mengenai perubahan iklim dan 17 orang tidak mengetahui istilah perubahan iklim. Sebanyak 31 responden melakukan adaptasi berupa mengganti jenis tanaman, 5 responden memperbaiki pengolahan tanah serta 8 responden memperbanyak obat-obatan. Penggunaan input mengalami peningkatan dan penerimaan mengalami penurunan, sehingga pendapatan petani mengalami penurunan dan pendapatan rata-rata petani yang melakukan perubahan pola tanam lebih tinggi dibandingkan petani yang tidak melakukan perubahan pola tanam. Faktor yang signifikan mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam yaitu lama bertani dan pemahaman petani mengenai perubahan iklim, sedangkan faktor yang tidak signifikan mempengaruhi perubahan pola tanam yaitu tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan dan luas lahan pertanian.

(3)

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PENDAPATAN

DAN FAKTOR-FAKTOR PENENTU ADAPTASI PETANI

TERHADAP PERUBAHAN IKLIM:

Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten

Brebes

RESTI ARIESTA FESTIANI

H44070079

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak Perubahan

Iklim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap

Perubahan Iklim : Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana,

Kabupaten Brebes” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun

untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

(5)

Judul Skripsi : Dampak Perubahan Ikim Terhadap Pendapatan dan Faktor-faktor

Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim:

Studi kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten

Brebes

Nama : Resti Ariesta Festiani

NRP : H44070079

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec NIP.19631227198811 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717199203 1 003

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

berkah, rahmat dan hidayah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau

tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Dalam

kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih kepada :

1. Kedua orangtua tercinta (Bapakku Supriyadi dan Ibuku Nurhayati),

adik-adikku (Tri Setyadi Badruz Z dan Alfian Didik Rizaldi) yang telah

memberikan doa, dukungan, serta kasih sayang yang selalu diberikan. Semoga

karya ini dapat menjadi salah satu persembahan terbaik untuk Bapak dan Ibu.

2. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran kepada penulis selama

penyusunan skripsi ini.

3. Pini Wijayanti, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan dukungan serta semangat dalam akademik selama masa

perkuliahan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

4. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen penguji utama dan Rizal Bahtiar,

S.Pi, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah meluangkan

waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skipsi ini.

5. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala

ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Bude Siti Pujiati, Pade Agus Slamet, Om Yusuf Setiadi, Om Giri, Bulik

Retno, Om Dirman, Mba Indah dan Dewi, atas bantuan, dukungan dan

semangat yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian di Desa

(7)

7. Bapak Rusnali selaku ketua Gapoktan Tirta Desa Kemukten dan Bapak Wirjo

selaku Kepala Desa Kemukten, atas waktu, kesempatan, informasi, pelajaran

dan dukungan yang diberikan selama penelitian.

8. Bapak-bapak tani di Desa Kemukten sebagai responden, atas waktu, informasi

dan kesempatan yang diberikan pada penulis selama penelitian.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan di ESL, Ratih Trianita, Raisa, Chichi Rizky,

Nurul Fadillah, Fenny Kurniawati, Fachrunnisa, Norita, atas segala

kebersamaan, perhatian dan persahabatan yang telah kalian berikan selama ini.

10. Sahabat-sahabat Pochan Crew, Henni Helmayanti, Ratna Puspita, Setia

Wahyu C, Rahmi Khalida, Sri Wahyuni, Retno DJ, Dewi Murni dan Nia

Nuzul, atas kegembiraan, keceriaan, semangat, dukungan, dan kekompakkan

yang telah diberikan pada penulis selama ini.

11. Sahabat-sahabat satu bimbingan skripsi Nurul Fadillah, Fenny Kurniawati,

Syifa Azizah, Maeda Niella dan Riony Rihardika P, atas masukan, semangat,

dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi.

12. Sahabat-sahabat ESL 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas

semangat, kekompakkan, kebersamaan dan keceriaan yang telah diberikan

bagi penulis serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas

(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya selalu kepada penulis, sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dampak Perubahan Iklim Terhadap

Pendapatan dan Faktor-faktor Penentu Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim:

Studi Kasus di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes”.Skripsi

ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan

penulis semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011

(9)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Ekonomi Perubahan Iklim... .. 11

2.1.1 Pengertian Perubahan Iklim... 11

2.1.2 Dampak Perubahan Iklim di Bidang Pertanian ... 14

2.1.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pangan ... 15

2.1.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Hortikultura... 15

2.1.5 Dampak Perubahan Ikim Terhadap Pola Tanam ... 17

2.1.6 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas... 18

2.2 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim ... 19

2.3 Prinsip Ekonomi ... 20

2.3.1 Konsep Usahatani ... 20

2.3.2 Pendapatan Usahatani... 21

2.4 Strategi Petani Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim ... 22

2.6.1 Strategi Antisipasi ... 22

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 30

4.3 Metode Pengumpulan Data ... ... 31

4.4 Metode Analisis Data ... ... 31

(10)

4.4.3 Analisis Adaptasi yang Dilakukan Oleh Petani Terhadap

Perubahan Iklim ... ... 34

4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam... 34

4.4.4.1 Model Regresi Logistik... ... 34

4.4.4.2 Pengujian Model Regresi Logistik... ... 38

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN... ... 40

5.1 Kondisi Umum Desa Kemukten... ... 40

5.1.1 Letak Geografis... ... 40

5.1.2 Kondisi Pertanian di Desa Kemukten... 41

5.2 Karakteristik Umum Responden ... 42

5.2.1 Usia... 43

5.2.2 Pendidikan Formal Terakhir... 43

5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ... 43

5.2.4 Pengalaman Berusahatani... 44

5.2.5 Luas dan Status Kepemilikan Lahan ... 44

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 46

6.1 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim ... 46

6.1.1 Persepsi Petani terhadap Suhu Udara ... 46

6.1.2 Persepsi Petani terhadap Curah Hujan... 47

6.1.3 Persepsi Petani terhadap Perubahan Pola Tanam ... 48

6.2 Strategi dan Adaptasi Petani terhadap Perubahan Iklim ... 49

6.3 Estimasi Perubahan Input, Output dan Pendapatan Petani Di Desa Kemukten Akibat Perubahan Iklim ... 51

6.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Untuk Melakukan Perubahan Pola Tanam ... 63

VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 68

7.1 Kesimpulan ... 68

7.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70

LAMPIRAN... 73

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah Tahun

2008-Tahun 2011... 3

2 Perubahan Pola Tanam oleh Petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes... 8

3 Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian………... 31

4 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 32

5 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Di Kecamatan Kersana Tahun 2003-Tahun 2010... 42

6 Usia Responden Di Desa Kemukten Tahun 2011... 43

7 Pendidikan Formal Terakhir Responden Tahun 2011... 43

8 Jumlah Tanggungan Keluarga... 44

9 Pengalaman Berusahatani Responden... 44

10 Luas Lahan Sawah Responden... 45

11 Produksi Bawang Merah, Jagung Manis, Cabai dan Padi di Desa Kemukten Tahun 2009 dan Tahun 2010... 53

12 Perbandingan Pendapatan Petani Tahun 2009 dan Tahun 2010... 55

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Curah Hujan Tahunan Kabupaten Brebes Tahun 2002-2010... 5

2 Kenaikan Suhu Rata-rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir... 12

3 Kerangka Pemikiran... 29

4 Suhu Rata-rata di Kabupaten Brebes Selama 10 Tahun Terakhir... 47

5 Curah Hujan Bulanan Kabupaten Brebes Tahun 2009 dan 2010... 48

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Luas Panen, Status Kepemilikan dan Pola Tanam Responden

Desa Kemukten Tahun 2009 dan 2010... 75

2 Karakteristik Responden Desa Kemukten... 76

3 Produksi Bawang Merah, Jagung Manis, Cabai dan Padi Petani

Responden di Desa Kemukten... 77

4 Penerimaan Petani di Desa Kemukten Tahun 2009 dan 2010... 79

5 Biaya Penggunaan Input Petani di Desa Kemukten Tahun 2009

Dan 2010... 80

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan

pekerjaan. Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki jumlah penduduk kurang

lebih 44 persen bermata pencaharian di sektor pertanian1. Namun demikian, kontribusi terhadap sektor pertanian terhadap pertumbuhan perekonomian

semakin menurun, dimana pada tahun 2005 kontribusinya hanya 7,14 persen

padahal tahun 2001 kontribusi ini mencapai 15,79 persen2.

Salah satu komoditas pertanian yaitu komoditas holtikultura yang

mempunyai potensi utuk dikembangkan baik produksi maupun ekspornya serta

untuk menekan impornya yang tinggi. Hal ini didukung oleh kecocokan iklim

wilayah Indonesia terhadap tanaman holtikultura. Holtikultura juga merupakan

salah satu komoditas yang sedang dikembangkan oleh pemerintah dalam rangka

kebijakan pembangunan pertanian yang berorientasi pasar domestik dan ekspor.

Perubahan iklim global disebabkan antara lain oleh peningkatan emisi Gas

Rumah Kaca (GRK) akibat berbagai aktivitas yang mendorong peningkatan suhu

bumi. Mengingat iklim adalah unsur utama dalam sistem metabolisme dan

fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak buruk terhadap

keberlanjutan pembangunan pertanian. Perubahan iklim global akan

mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat

kaitannya dengan pertanian, yaitu naiknya suhu udara yang juga berdampak

1

http://www.deptan.go.id/psa/doc/baku_standar_bmerah_jogja.htm[diakses pada 17 November 2010]

2

(15)

terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer,

berubahnya pola curah hujan dan makin meningkatnya intensitas kajadian iklim

ekstrim (anomali iklim) sepertiEl-NinodanLa-Nina, dan naiknya permukaan air laut akibat pencairan gunung es di kutub utara (Las, 2007).

Bawang merah merupakan komoditas yang ditanam di daerah dataran

rendah dengan curah hujan yang sedikit. Terjadinya perubahan iklim akan

berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan

namun dengan curah hujan yang lebih besar. Pola tanam juga akan mengalami

pergeseran. Selain itu kerusakan pertanian terjadi karena intensitas curah hujan

yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin. Fluktuasi

suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat mampu menstimulasi

pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu tanaman, terutama pada

bawang merah. Petani perlu menambah penggunaan obat-obatan dan pupuk untuk

mengatasi tanaman yang terserang hama dan penyakit tanaman, sedangkan

harga-harga pupuk dan obat-obatan terus mengalami peningkatan. Pemerintah tidak

memberikan subsidi untuk pupuk dan obat-obatan sehingga petani merasa

dirugikan karena mereka harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli

input pertanian tersebut. Banyaknya produk impor yang masuk dari Filipina dan

Thailand juga sangat merugikan petani di Kabupaten Brebes karena produk

import tersebut memberikan harga yang lebih murah tetapi dengan kualitas yang

lebih rendah dibandingkan produk lokal atau domestik. Hal ini menyebabkan

harga produk dalam negeri jatuh dan merugikan petani karena biaya penggunaan

(16)

Perubahan pola tanam menyebabkan terjadinya perubahan pendapatan

bagi petani, karena akan terjadi perubahan komoditas pertanian yang ditanam oleh

petani. Jika dalam setahun penanaman bawang merah dilakukan sebanyak 3 kali,

maka setelah terjadi perubahan iklim penanaman bawang merah hanya dilakukan

sebanyak 2 kali dalam setahun. Komoditas lain seperti cabai, palawija dan padi

yang juga mengalami perubahan pola tanam dapat mempengaruhi pendapatan

petani di Desa Kemukten, Kabupaten Brebes.

Dampak adanya perubahan iklim, terutama pada 10 tahun terakhir yang

menyebabkan penurunan produksi bawang merah di Kabupaten Brebes.

Penurunan produksi bawang merah berpengaruh terhadap perubahan harga

bawang merah dan dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa telah terjadi peningkatan

harga bawang merah dan harga gabah di tingkat petani di Kabupaten Brebes dari

tahun 2008 hingga awal tahun 2011. Walaupun harga bawang merah dan gabah

berfluktuatif, tapi dari tahun ke tahun lebih menunjukkan pada kenaikan harga

yang cukup signifikan. Hal tersebut diakibatkan karena pasokan bawang merah

dan beras makin berkurang sedangkan permintaan tetap. Berkurangnya pasokan

bawang merah dan beras di Kabupaten Brebes diakibatkan karena banyak petani

yang mengalami gagal panen akibat rusaknya tanaman mereka yang banyak

tersiram air hujan. Petani tidak memprediksikan akan turun hujan pada

bulan-bulan yang seharusnya musim kemarau sehingga berpengaruh juga terhadap

(17)

Tabel 1. Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah di Kabupaten Brebes

Permintaan bawang merah nasional sebagian besar dipenuhi oleh produksi

Jawa Tengah, dimana perannya cukup besar dalam hal produksi nasional pada

tahun 2009 yaitu ada di peringkat ke-2 setelah DI Yogyakarta dengan luas panen

38.280 ha, produksi sebesar 406.725 ton dan produktivitasnya sebesar 10,63

ton/ha. DI Yogyakarta berada di peringkat pertama dalam produktivitasnya

sebesar 12,14 ton/ha dengan luas panen 1.628 ha dan produksi sebesar 19.763 ton.

Dari data tersebut terlihat bahwa Jawa Tengah merupakan salah satu sentra

produksi bawang merah terbesar dalam skala nasional. Kabupaten Brebes

merupakan salah satu sentra produksi bawang merah di provinsi Jawa Tengah.

Tahun 2006 Kabupaten Brebes tercatat sebagai penghasil bawang merah terbesar

di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Brebes memiliki produktivitas terbesar yaitu

11,87 ton/ha, diikuti oleh Kabupaten Magelang (11,74 ton/ha) dan Kabupaten

Pemalang (9,94 ton/ha) (Badan Pusat Statistik Pusat, 2009)4.

Sektor pertanian merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan iklim,

terutama tanaman bawang merah. Data dari BMKG Stasiun Klimatologi Tegal

menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun terakhir suhu udara dan curah

3

(18)

1638

1741 2082 1909

1763 1642

1685 1503 2429

0 1000 2000 3000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Curah Hujan Rata-rata

(19)

penggunaan pupuk organik dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah.

Obat-obatan yang digunakan seperti fungisida diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak karena jamur dan penyakit tanaman bawang merah banyak yang

muncul saat musim penghujan. Selain itu, bibit bawang merah yang baik memiliki

harga yang relatif mahal.

Tanaman bawang merah sangat rentan terhadap curah hujan tinggi. Curah

hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah antara

300-1500 mm/tahun dengan intensitas sinar matahari penuh lebih dari 14 jam/hari dan

suhu yang ideal untuk penanaman bawang merah adalah antara 25-30 derajat

celcius (Wiyatiningsih, 2007). Oleh sebab itu, tanaman ini tidak memerlukan

naungan/pohon peneduh. Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah dengan

suhu udara yang hangat atau panas, kering, dan cerah. Bawang merah yang

ditanam di daerah dengan suhu udara rendah atau dingin akan membuat

pertumbuhannya terhambat. Saat terjadi perubahan iklim dimana semakin

singkatnya musim hujan namun curah hujannya tinggi, bawang merah tidak akan

tumbuh dan berkembang dengan baik karena tanaman bawang merah yang

tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi bawang merah

akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan. Curah hujan yang

meningkat juga menyebabkan penularan penyakit pada bawang merah lebih

cepat.

Pertumbuhan bawang merah di Kabupaten Brebes juga dipengaruhi oleh

terjadinya anomali iklim yaituLa NinadanEl Nino, dimana ketikaLa Ninaangin panas (bagian laut yang suhunya tinggi) bergerak masuk ke arah Indonesia bagian

(20)

sehingga laut di Indonesia meningkat suhunya, hal ini diikuti dengan penguapan

yang lebih banyak dan terjadi konveksi kuat yang membentuk awan hujan

(kumulus), sehingga daerah Indonesia curah hujanya di atas normal. El Nino munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang

datang ke Indonesia dari Asia dan membawa banyak uap air, sebagian besar juga

berbelok menuju daerah tekanan rendah di pantai barat Peru – Ekuador.

Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya membawa sedikit uap air

sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang (Budianto, 2001).

Bawang merah tidak memerlukan banyak air dalam pertumbuhannya.

Dengan adanya perubahan iklim, maka dengan adanya curah hujan yang tinggi

akan mengakibatkan munculnya berbagai penyakit tanaman dan cepat

membusuknya tanaman bawang merah.Fungisidayang beredar di pasaran belum bisa menekan perkembangan penyakit ini. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap

tingkat produktivitas bawang merah dan perubahan harga bawang merah akibat

kualitas yang tidak baik yang dihasilkan petani. Penanaman bawang merah di

Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten juga berkurang, petani lebih

memilih untuk menanam komoditas lain selain bawang merah yang lebih tahan

terhadap curah hujan yang tinggi seperti jagung manis. Tanaman jagung manis

membutuhkan air yang cukup untuk pertumbuhan dan memberikan hasil produksi

yang baik, sehingga jagung manis menjadi alternatif bagi petani sebagai pengganti

tanaman bawang merah di saat curah hujan tinggi. Faktor-faktor iklim yang

terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan,

temperatur, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus

(21)

atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari, hasilnya akan

berkurang. Temperatur optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 23 –

270 C (Ashari, 1995). Cara bertanam dan pemeliharaan tanaman jagung manis juga relatif mudah. Jumlah pupuk dan obat-obatan yang digunakan dalam

menanam bawang merah tidak sebanyak yang digunakan pada bawang merah atau

cabai. Hal ini akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan petani di Desa

Kemukten. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi apakah

perubahan iklim menyebabkan perubahan tingkat produksi dan berimplikasi

terhadap perubahan pendapatan petani khususnya petani bawang merah di

Kabupaten Brebes.

Perubahan iklim telah mempengaruhi pola penanaman bawang merah di

Kabupaten Brebes. Jika sebelumnya petani bisa menanam bawang merah

sebanyak 3 kali dalam setahun, sekarang petani hanya bisa menanam 2 kali saja

dalam setahun, itupun dengan resiko terjadinya gagal panen. Tabel 2

menunjukkan terjadinya perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani di

Desa Kemukten akibat adanya perubahan iklim.

Tabel 2. Perubahan pola tanam oleh petani di Desa Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes

Tahun Pola Tanam

2009 Bawang merah–bawang merah–cabai–bawang merah

Bawang merah–bawang merah–bawang merah–Jagung manis

2010 Bawang merah–bawang merah–cabai–jagung manis

Bawang merah–bawang merah–jagung manis–jagung manis Sumber : Data Primer, 2011

Perubahan pola tanam pada tahun 2010 menyebabkan adanya perubahan

penerimaan yang diperoleh dari produksi bawang merah dengan penerimaan yang

(22)

menyebabkan perubahan pendapatan petani. Adanya penurunan produktivitas

bawang merah di Kabupaten Brebes terutama di Desa Kemukten, Kecamatan

Kersana akan mengurangi persediaan bawang merah di pasaran Kabupaten Brebes

bahkan di skala nasional yang menyebabkan naiknya harga bawang merah.

Masuknya bawang merah impor dengan harga yang lebih murah dibandingkan

dengan bawang merah lokal juga akan berimplikasi terhadap perubahan

pendapatan petani.

Keputusan petani untuk melakukan perubahan pola tanam juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

pola tanam dapat berasal dari internal maupun eksternal petani. Perubahan pola

tanam tersebut merupakan salah satu strategi yang dilakukan petani untuk

mengantisipasi kerugian akibat perubahan iklim. Secara terperinci, masalah yang

dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana persepsi petani bawang merah terhadap perubahan iklim?

2. Bagaimana adaptasi yang dilakukan oleh petani bawang merah di

Kecamatan Kersana sebagai antisipasi terhadap perubahan iklim?

3. Bagaimana dampak perubahan iklim, khususnya perubahan curah hujan

terhadap input, output dan pendapatan petani di Desa Kemukten

Kecamatan Kersana, Kabupatan Brebes?

4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi petani untuk melakukan

adaptasi terhadap perubahan iklim?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan

(23)

1. Menganalisis persepsi petani di Desa Kemukten terhadap perubahan iklim

2. Menganalisis adaptasi yang dilakukan oleh petani di Desa Kemukten,

Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes sebagai antisipasi terhadap

perubahan iklim.

3. Mengestimasi perubahan input, output dan pendapatan petani di Desa

Kemukten, Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes akibat perubahan iklim

relatif terhadap kondisi curah hujan normal.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk

melakukan adaptasi sebagai respon akibat adanya perubahan iklim.

1.4 Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan maka hasil penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai :

1. Bahan informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh

perubahan iklim terhadap pertanian dan pengembangan ilmu pengetahuan

bagi peneliti untuk menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama kuliah.

2. Bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji pengaruh

perubahan iklim terhadap sektor pertanian yang lebih luas.

3. Bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan

kebijakan yang berkaitan dengan komoditas bawang merah terutama bagi

pemerintah di Kabupaten Brebes dalam mengatasi pengaruh perubahan

iklim terhadap pertanian terutama bawang merah sebagai komoditas

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekonomi Perubahan Iklim

Bank Pembangunan Asia (ADB) menilai perubahan iklim dapat

berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi di Asia. Hasil studi ADB baru-baru

ini tentang perubahan iklim di Asia Tenggara menunjukkan, kerugian biaya total

akibat perubahan iklim cukup besar. Jika tak ada yang dilakukan, maka total cost

dari perubahan iklim bagi negara Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam dapat

mencapai 6,7 persen dari gabungan GDP setiap tahun sampai 2100. Perekonomian

yang berkelanjutan tak akan bisa berjalan apabila masing-masing negara tidak

menurunkan angka emisi karbon. Penanganan dampak perubahan iklim harus

berjalan dan dilakukan satu persatu secara bersama-sama5.

Perubahan iklim mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia,

terutama di bidang pertanian yang memberikan kontribusi paling besar bagi

perekonomian di Indonesia. Perubahan iklim menyebabkan adanya penurunan

produksi pertanian sehingga berdampak terhadap kenaikan harga komoditas

pertanian. Perubahan iklim juga memicu adanya adaptasi yang dilakukan petani

terutama mengubah pola tanam. Hal ini dapat menyebabkan perubahan

pendapatan bagi petani.

2.1.1 Pengertian Perubahan Iklim

Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain

suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai

sektor kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi

5

(25)

dalam kurun waktu yang panjang. Perubahan iklim adalah perubahan rata-rata

salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu6. Istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara

keseluruhan. IPCC (2007) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada

variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata

secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih).

Pengamatan selama 157 tahun terakhir menunjukkan bahwa suhu permukaan

bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05 oC/dekade. Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18oC/dekade.

Sumber : IPCC (2007)

Gambar 2. Kenaikan Suhu Rata-Rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang

disebebakan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi

konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang

terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal tersebut dapat

6

(26)

terjadi melalui proses internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia

yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan. Hal ini

menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi. Peningkatan suhu iklim juga

bisa dikarenakan peningkatan radiasi matahari, namun efeknya relatif sangat kecil.

Pemanasan global adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi sebagai

akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Perubahan iklim

global sebagai peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena

adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah

yang dipancarkan oleh bumi (Budianto, 2001).

El Nino dan La Nina merupakan gejala yang menunjukkan perubahan iklim. El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat Peru – Ekuador (Amerika Selatan yang mengakibatkan gangguan iklim

secara global). Biasanya suhu air permukaan laut di daerah tersebut dingin karena

adanya up-welling (arus dari dasar laut menuju permukaan). Menurut bahasa

setempat El Nino berarti bayi laki-laki karena munculnya di sekitar hari Natal (akhir Desember). Angin monsun (muson) yang datang dari Asia dan membawa

banyak uap air, sebagian besar juga berbelok menuju daerah tekanan rendah di

pantai barat Peru – Ekuador. Akibatnya, angin yang menuju Indonesia hanya

membawa sedikit uap air sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang.

La Nina merupakan kebalikan dari El Nino. La Nina menurut bahasa penduduk lokal berarti bayi perempuan. Peristiwa itu dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang panas di pantai Peru – ekuador kembali

bergerak ke arah barat, air laut di tempat itu suhunya kembali seperti semula

(27)

kembali. La Nina adalah kondisi cuaca yang normal kembali setelah terjadinya gejalaEl Nino. Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke wilayah Indonesia. Akibatnya, wilayah Indonesia akan berubah

menjadi daerah bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik

Selatan dan Samudra Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut

banyak membawa uap air sehingga sering terjadi hujan lebat. Penduduk Indonesia

diminta untuk waspada jika terjadiLa Ninakarena mungkin bisa terjadi banjir7.

2.1.2 Dampak Perubahan Iklim di Bidang Pertanian

Dampak perubahan iklim mempengaruhi beberapa sektor ekonomi

masyarakat, seperti pertanian, peternakan, perikanan, dan kurangnya cadangan air.

Terlambatnya musim hujan dan naiknya intensitas hujan, membawa kerugian

cukup besar bagi masyarakat. Salah satu sektor yang paling terpengaruh dengan

perubahan iklim adalah sektor pertanian. Pertama, perubahan iklim akan

berdampak pada pergeseran musim, yakni semakin singkatnya musim hujan

namun dengan curah hujan yang lebih besar. Sehingga, pola tanam juga akan

mengalami pergeseran. Kerusakan pertanaman terjadi karena intensitas curah

hujan yang tinggi yang berdampak pada banjir dan tanah longsor serta angin.

Kedua, fluktuasi suhu dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme pengganggu

tanaman. Ketiga, menurunnya kesejahteraan ekonomi petani8. Dua hal diatas jelas merugikan petani dan sektor pertanian karena akan semakin menyusutkan dan

menurunkan hasil pertanian yang berefek pada menurunnya pendapatan petani.

7

http://DampakEl Nino dan La Nina Terhadap Indonesia<<Ojanmaul’s Blog.htm[diakses pada 10 Oktober

(28)

Sebab perekonomian petani bergantung pada keberhasilan panen, jika terjadi

kegagalan maka petani akan rugi.

2.1.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Pangan

Peng et al. (2004) menemukan interaksi antara variabel iklim seperti peningkatan konsentrasi CO2, peningkatan suhu, peningkatan curah hujan, kondisi cuaca yang ekstrem dengan pertumbuhan tanaman, biomasa dan hasil panen

tanaman pangan. Dampak yang ditimbulkan perubahan iklim yaitu (i) peningkatan

CO2 di udara meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi karena CO2 dan udara diperlukan untuk tumbuhan dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat. Semakin bertambah

CO2 maka semakin banyak karbohidrat yang diproduksi; (ii) peningkatan suhu akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hal ini terjadi karena proses

fotosintesis yang berlangsung memiliki batasan temperatur. Jika temperatur

berada di atas batas, maka fotosintesis berhenti; (iii) peningkatan curah hujan akan

meningkatkan hasil panen. Hubungan ini terjadi karena dalam proses fotosintesis

tanaman membutuhkan air, curah hujan yang tinggi akan menambah persediaan

air bagi tanaman pangan; (iv) peningkatan variasi cuaca dan kondisi cuaca yang

ekstrem akan menurunkan hasil panen tanaman pangan. Hubungan ini terjadi

karena tanaman pangan yang ditanam akan rusak jika terjadi variasi cuaca dan

kondisi cuaca yang ekstrem.

2.1.4 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Tanaman Hortikultura

Perpaduan antara meningkatnya suhu rata-rata, siklus hidrologi yang

terganggu sehingga menyebabkan musim kemarau lebih panjang dan musim hujan

(29)

kering dan hujan dan berkurangnya kelembaban tanah akan menganggu sektor

pertanian. Curah hujan di beberapa wilayah di Indonesia diprediksikan akan

meningkat sekitar 2 persen sampai 3 persen per tahun. Di Jawa, Bali, NTB, NTT,

sebagian Sulawesi, Maluku dan Papua curah hujan akan berkurang.

Kecenderungan yang akan terjadi adalah musim kemarau lebih panjang. Khusus

di Pulau Jawa, perubahan musim akan sangat ekstrem dimana musim hujan akan

menjadi sangat basah dan musim kering akan menjadi sangat kering dan lebih

panjang. Hal ini menyebabkan Jawa menjadi rawan banjir dan kekeringan

(BMKG, 2011).

Tanaman bawang merah pada dasarnya tidak membutuhkan banyak air

dalam pertumbuhannya. Adanya peningkatan curah hujan jelas akan sangat

berpengaruh terhadap kualitas dan kondisi fisik bawang merah. Tanaman bawang

merah yang tergenang banyak air, tidak akan tumbuh secara optimal. Umbi

bawang merah akan berbentuk kecil sehingga kualitasnya tidak memuaskan.

Selain itu, curah hujan yang meningkat menyebabkan penularan penyakit pada

bawang merah lebih cepat. Salah satu penyakit penting pada bawang merah yang

menimbulkan banyak kerugian di beberapa sentra produksi. Penyakit penting

yang menyerang tanaman bawang merah yaitu penyakitMoler, yang biasa disebut oleh masyarakat Brebes sebagai penyakit Inul, dan Bahasa Latinnya adalah Twisting Disease. Penyakit ini disebabkan oleh cendawanFusarium oxysporum. Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan ini yaitu busuk pada pangkal batang,

sehingga tanaman menjadi layu dan busuk kemudian tanaman mati. Penyakit

(30)

pada musim kemarau penyakit ini tidak menyebabkan kerugian yang besar

(Wiyatiningsih, 2007).

Tanaman cabai lebih tahan panas daripada tomat dan terung. Temperatur

yang cocok untuk pertumbuhannya antara 16-23oC. Kegagalan pembentukan buah tanaman cabai seperti pada tomat tergantung pada perubahan iklim menjelang

pembuangan. Perubahan ini mungkin dapat menghalangi produksi tepung sari,

penyerbukan/pembuahan. Beberapa penyakit yang sering menyerang tanaman

cabai adalah bercak daun yang disebabkan oleh cendawan patogen Alternaria solani, busuk daun oleh cendawan patogen Phytophtora infestans, mati bujang oleh cendawan patogenPythiumdan cendawan Rizhoctonia sp. Sedangkan hama yang sering menyerang cabai adalah ulat penggerek daun (Epilachna dodecastigma), ulat penggerek buah (Heliotis sp), ulat penggerek leher batang (Agrotis ypsilon), dan kutu daun (Aphis gossipii). Beberapa penyakit dan hama tersebut muncul saat musim hujan dengan curah hujan yang tinggi (Ashari, 1995).

2.1.5 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Pola Tanam

Pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan dengan

mengatur pola pertanaman. Pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan

dan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk di

dalamnya masa pengolahan tanah dan bera (Setjana, 1983). Selanjutnya Tahir

(1974) menyatakan bahwa pola tanam adalah suatu pola bercocok tanam selama

setahun atau lebih dan atau kurang yang terdiri dari beberapa kali bertanam dari

satu atau beberapa jenis tanaman secara bergilir, bersisipan, atau secara

bertumpangsari dengan maksud untuk meningkatkan produksi usahatani atau

(31)

yang perlu diperhatikan dalam perencanaan prediksi atau pengaturan pola tanam

adalah bahwa semua kombinasi tanaman harus dapat memenuhi persyaratan

teknis, lingkungan, ekonomi dan sosial seperti pemilihan jenis tanaman yang

sesuai dengan sifat-sifat lahan, iklim dan memiliki komoditas yang ekonomis.

Penentuan pola tanam merupakan salah satu prinsip yang digunakan petani

sebagai manajer dalam mengelola usahataninya (Hernanto, 1989).

Perubahan iklim yang terjadi telah mengubah pola pengusahaan tanaman

(pola tanam) yang dilakukan oleh petani. Secara umum, dua provinsi di Jawa

(Jawa Barat dan Jawa Timur) yang pasokan airnya lebih tersedia memiliki

intensitas tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan empat provinsi lainnya

di luar Jawa. Namun, di Jawa Barat dan Jawa Timur telah terjadi perubahan pola

tanam, yang sebelumnya padi-padi-padi menjadi padi-padi-palawija. Hal ini

mengindikasikan bahwa petnai sudah responsif terhadap adanya gejala-gejala

perubahan iklim dengan menyesuaikan jenis tanaman yang mereka usahakan

(Handokoet al, 2008).

2.1.6 Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas

Dampak perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman

ternyata sangat bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak

saja dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti

ketersediaan pupuk dan pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang mengalami

kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal (Handokoet al, 2008). Produktivitas padi mengalami penurunan di Jawa Barat, Sulawesi Utara

dan Gorontalo serta Sumatra Utara (dengan variasi antara 1,8% hingga 20,5%);

(32)

6,2% hingga 14,3%). Produktivitas palawija juga sebagian besar mengalami

penurunan, kecuali di Jawa Timur yang mengalami peningkatan. Perubahan

produktivitas yang mencolok justru terjadi pada komoditas tebu. Di Jawa Barat,

produktivitas tebu mengalami penurunan sebesar 25,0%, sementara di Jawa Timur

mengalami peningkatan sebesar 93,9%.

2.2 Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim

Persepsi dalam arti sempit merupakan suatu penglihatan bagaimana

seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas yaitu pandangan atau

pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengerti sesuatu (Leavitt,

1978). Menurut Muchtar (1998) dalam Yuwono (2006), persepsi adalah proses

penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu obyek atau peristiwa yang

diinformasikan sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan dan

menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya

dan lingkungan dimana ia berada dan dapat menentukan tindakannya.

Menurut Schiffman and Kanuk (1987), setiap individu mempunyai

pandangan yang spesifik dalam melihat suatu realita. Empat orang yang secara

bersama-sama melihat suatu kejadian yang sama, dapat menuliskan empat macam

laporan yang ditulis secara jujur tetapi isinya berbeda-beda satu sama lain. Hal ini

terjadi karena bagi setiap orang realita adalah suatu fenomena yang bersifat

individual tergantung dari kebutuhan, keinginan, nilai yang dipegang dan

pengalaman dari individu tersebut. Jadi, bagi individu, realita bukanlah

merupakan realita objektif. Cara memandang suatu kenyataan yang berbeda-beda

(33)

Salah satu pihak yang paling terkena dampak akibat perubahan iklim

adalah petani. Keterbatasan informasi yang dimiliki petani diduga menyebabkan

petani memiliki persepsi tersendiri mengenai perubahan iklim.

2.3 Prinsip Ekonomi

Proses produksi merupakan hubungan antara tingkat penggunaan

faktor-faktor produksi dengan produksi atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut

hubungan antara input dengan output. Selain itu, dalam menghasilkan suatu

produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk menghasilkan

produk tertentu dapat digunakan input yang satu maupun input yang lainnya.

Prinsip-prinsip ekonomi tersebut dapat diterapkan secara luas sebab dapat

menjelaskan hubungan-hubungan yang dapat menyelesaikan masalah mengenai

berbagai upaya perbaikan usahatani (Suratiyah, 2006).

Pengetahuan tentang ilmu ekonomi dapat memberikan dasar untuk

perencanaan usahatani dan pemilihan alternatif usaha. Usahatani merupakan

kegiatan untuk menghasilkan produk dengan menggunakan faktor-faktor produksi

secara efisien pada sektor pertanian, perikanan atau peternakan.

2.3.1 Konsep Usahatani

Menurut Vink (1984), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari

norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh

pendapatan yang setinggi-tingginya. Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yag

membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya

secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan atau perikanan. Selain itu,

usahatani juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana

(34)

perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak

tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Melalui produksi pertanian yang berlebih dapat diharapkan memperoleh

pendapatan yang tinggi, maka usahatani harus dimulai dengan perencanaan untuk

menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada

waktu yang akan datang secara efisien sehingga dapat memperoleh pendapatan

yang maksimal. Definisi tersebut juga memperlihatkan adanya pertimbangan

ekonomis disamping pertimbangan teknis (Suratiyah, 2006).

2.3.2 Pendapatan Usahatani

Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di

lapangan pertanian, yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan

dan penerimaan yang diperoleh. Karena dalam kegiatan itu bertindak seorang

petani yang berperan sebagai pengelola, sebagai pekerja dan sebagai seorang

penanam modal pada usahanya, maka pendapatan itu dapat digambarkan sebagai

balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo, 1972).

Bagi seorang petani, analisa pendapatan memberikan bantuan untuk

mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Analisa

pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan

penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan.

Penerimaan usahatani berwujud tiga hal yaitu (a) hasil penjualan tanaman,

ternak, ikan atau produk yang akan dijual, (b) produk yang dikonsumsi pengusaha

dan keluarganya selama melakukan kegiatan, (c) kenaikan nilai inventaris. Nilai

benda-benda inventaris yang dimiliki petani berubah-ubah setiap tahun, sehingga

(35)

kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani itu, maka selisih nilai

akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan penerimaan usahatani

(Soeharjo, 1972).

Pengeluaran usahatani secara umum meliputi biaya tetap dan biaya

variabel. Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh besarnya

produksi. Biaya tetap ini terdiri dari pajak, penyusutan alat-alat produksi, bunga

pinjaman, sewa tanah dan lain-lain. Biaya variabel sifatnya berubah sesuai dengan

besarnya produksi. Biaya variabel terdiri dari bibit, makanan ternak, biaya

menggembala, pembelian sarana produksi, dan lain-lain (Soeharjo, 1972).

2.4 Strategi Petani Dalam Menanggulangi Perubahan Iklim 2.4.1 Strategi Antisipasi

Strategi antisipasi ditujukan untuk menyiapkan strategi mitigasi dan

adaptasi berdasarkan kajian dampak perubahan iklim terhadap (a) sumberdaya

pertanian seperti pola curah hujan dan musim (aspek klimatologis), sistem

hidrologi dan sumberdaya air (aspek hidrologis), keragaan dan penciutan luas

lahan pertanian di sekitar pantai, (b) infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian,

terutama sistem irigasi, dan waduk, (c) sistem usahatani dan agribisnis, pola

tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan varietas dominan, produksi, dan (d)

aspek sosial-ekonomi dan budaya. Berdasarkan kajian tersebut ditetapkan strategi

yang harus ditempuh dalam upaya mengurangi laju perubahan iklim (mitigasi)

melalui penyesuaian dan perbaikan aktivitas/praktek dan teknologi pertanian dan

mengurangi dampak perubahan iklim terhadap sistem dan produksi pertanian

melalui penyesuaian dan perbaikan infrastruktur (sarana dan prasarana) pertanian

(36)

2.4.2 Strategi Mitigasi

Indonesia selain sebagai emitor terbesar oksigen (O2) dari hutan dan areal

pertaniannya, Indonesia juga dituding sebagai negara terbesar ketiga dalam

mengemisi Gas Rumah Kaca (GRK), terutama dari sistem pertanian lahan sawah

dan rawa, kebakaran hutan/lahan, emisi dari lahan gambut. Oleh sebab itu,

Indonesia dituntut (sesuai dengan Kiyoto Protocol) untuk senantiasa berupaya

mengurangi (mitigasi) GRK, antara lain melalui; (a) CDM (Clean Development Mechanism), (b) perdagangan karbon (carbon trading) melalui pengembangan teknologi budidaya yang mampu menekan emisi GRK, dan (c) penerapan

teknologi budidaya seperti penanaman varietas dan pengelolaan lahan dan air

dengan tingkat emisi GRK yang lebih rendah (Sinar Tani, 2010).

2.4.3 Strategi Adaptasi

Strategi adaptasi adalah pengembangan berbagai upaya yang adaptif

dengan situasi yang terjadi akibat dampak perubahan iklim terhadap sumberdaya

infrastruktur dan lain lain melalui (a) reinventarisasi dan redelineasi potensi dan

karakterisasi sumberdaya lahan dan air, (b) penyesuaian dan pengembangan

infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi

dan potensi sumberdaya air, (c) penyesuaian sistem usahatani dan agribisnis,

terutama pola tanam, jenis tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan tanah

(Las, 2007). Proses adaptasi merupakan suatu bagian dari proses evolusi

kebudayaan yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk

menyesuaiakan diri atau memberi respon terhadap perubahan lingkungan fisik

maupun sosial yang terjadi secara temporal. Perubahan lingkungan yang sangat

(37)

berupa bencana, yaitu kejadian yang mengancam kelangsungan hidup organisme

termasuk manusia, sehingga dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan

akibat bencana tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk

pola-pola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi (Mulyadi,

2005).

2.5 Penelitian Terdahulu

Asikin (2010) melakukan peneltian mengenai analisis dampak perubahan

iklim terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten Cianjur. Perubahan iklim

mempengaruhi kondisi lingkungan di Kabupaten Cianjur yang merupakan salah

satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Terbatasnya informasi yang diperoleh

petani padi mengenai perubahan iklim menyebabkan persepsi antar petani

mengenai perubahan iklim menjadi berbeda. Oleh karena itu, kajian mengenai

sejauh mana persepsi petani padi terhadap perubahan iklim tersebut penting untuk

dilakukan. Adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim juga penting untuk

dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana petani padi mampu bertahan

dan merespon kondisi iklim yang tidak menentu. Penelitian ini juga memberikan

informasi mengenai dampak perubahan iklim terhadap tingkat pendapatan petani

padi di Kabupaten Cianjur.

Mayangsari (2010) melakukan penelitian terhadap tingkat kesejahteraan

nelayan perahu motor tempel di Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi akibat

perubahan iklim. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPN

Pelabuhanratu) merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang dibangun oleh

pemerintah pusat guna menunjang aktivitas perikanan yang memanfaatkan

(38)

memiliki peranan strategis karena letaknya berada pada posisi dekat dengan

daerah penangkapan (fishing ground) perairan Samudra Hindia dan akses pemasaran domestik mapun ekspor. Dengan adanya perubahan iklim, peneliti

melakukan analisis dampak perubahan iklim terhadap sektor peikanan,

mengestimasi besarnya perubahan tingkat kesejahteraan nelayan perahu motor

tempel yang ada di Pelabuhanratu dan strategi adaptasi yang dilakukan nelayan

perahu motor tempel akibat adanya perubahan iklim.

Handayani (2007) melakukan penelitian terhadap budidaya tanaman

bawang merah organik terhadap tingkat permintaan konsumen. Budidaya organik

mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan melakukan

praktek-praktek budidaya tanaman seperti daur ulang unsur hara, rotasi tanaman,

pengolahan tanah yang tepat, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida

sintetik. Peralihan sistem budidaya ini disebabkan oleh tingginya penggunaan

pupuk dan pestisida sintetik sehingga mengakibatkan produktivitas tanah di

Indonesia menjadi makin menurun dan konsumen bawang merah sudah mulai

peduli akan bahaya dari penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan, sehingga

konsumen mulai menggunakan produk organik. Penelitian tersebut menganalisis

keunggulan komparatif dan kompetitif dari kedua teknik budidaya (konvenssional

dan organik), untuk membandingkan teknik budidaya yang lebih efisien atau

menguntungkan, serta untuk mengetahui apakah Indonesia lebih diuntungkan

memproduksi bawang merah dalam negeri atau lebih diuntungkan apabila

mengimpor dari luar negeri.

Sunarno (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan dan

(39)

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pendapatan usahatani sayuran petani responden

pada kondisi aktual menunjukkan bahwa pendapatan per hektar petani luas lebih

rendah dibandingkan petani sempit. Nilai R/C rasio petani sempit lebih besar

dibandingkan petani luas, hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan

petani sempit lebih efisien dibandingkan petani luas. Tingkat produktivitas lahan

petani sempit yang lebih besar dibandingkan petani luas disebabkan karena

pemeliharaan yang dilakukan lebih intensif. Sedangkan hasil analisis optimalisasi

untuk pertanian menunjukkan bahwa pola tanam yang dapat memberikan

pendapatan yang optimal adalah tanaman horinso, brokoli dan wortel + bawang

daun, sedangkan petani sempit adalah tanaman horinso, brokoli dan horinso. Hasil

optimal petani luas lebih kecil dibanding petani sempit. Nilai R/C ratio optimal

untuk petani luas juga lebih kecil dibandingkan petani petani sempit, tetapi

tambahan pendapatan per hektar yang diperoleh petani luas lebih besar dibanding

(40)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Perubahan iklim dengan segala penyebabnya sudah terjadi di tingkat lokal,

regional maupun global. Peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

menyebabkan terjadi pemanasan global diikuti dengan meningkatnya permukaan

air laut akibat pencairan es di wilayah kutub. Naiknya permukaan air laut akan

menyebabkan meningkatnya energi yang terjadi dalam atmosfer, sehingga

mendorong terjadinya perubahan iklim.

Perubahan iklim yang terjadi hampir 10 tahun terakhir telah memberikan

dampak yang signifikan di berbagai sektor, terutama di sektor pertanian. Salah

satu dampak akibat terjadinya perubahan iklim adalah curah hujan yang tinggi.

Para petani bawang di Kabupaten Brebes merupakan salah satu pihak yang

merasakan pengaruh dari perubahan iklim tersebut. Kesalahan strategi dari petani

menjadi tidak tepat karena cuaca yang ekstrim tidak dapat diantisipasi.

Tanaman bawang merah tidak membutuhkan banyak air dan cukup

mendapatkan sinar matahari dalam pertumbuhannya, sehingga pada saat terjadi

perubahan iklim yang menyebabkan curah hujan meningkat akan berakibat

berubahnya struktur proporsi bawang merah. Bawang merah yang ditanam dalam

kondisi tempat yang teduh mengakibatkan pembentukan umbi yang tidak

sempurna sehingga ukuran bawangnya menjadi kecil dan kualitas bawang merah

menjadi buruk. Hal ini akan berdampak negatif terhadap produktivitas bawang

merah dan menyebabkan menurunnya tingkat persaingan bawang merah lokal

terhadap bawang merah impor sehingga akan berimplikasi terhadap menurunnya

(41)

mayarakat di Kabupaten Brebes semakin menurun karena bawang merah

merupakan komoditas unggulan dari Kabupaten Brebes dimana petani bawang

merah menjadi salah satu mata pencaharian utama bagi masyarakat Kabupaten

Brebes.

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam terhadap

pertanian di Kabupaten Brebes khususnya di Desa Kemukten. Jika pada tahun

sebelum terjadinya perubahan iklim penanaman bawang merah dilakukan 3 kali

dalam setahun, namun setelah perubahan iklim penanaman bawang merah hanya

sebanyak 2 kali dalam setahun. Hal ini dilakukan sebagai salah satu adaptasi

petani terhadap peningkatan curah hujan yang terjadi di Kabupaten Brebes.

Penanaman palawija seperti jagung manis menjadi pilihan pengganti bagi petani.

Adanya perubahan pola tanam juga berimplikasi terhadap pendapatan petani.

Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani saat musim penghujan lebih banyak

dibandingkan dengan saat musim kering pada saat menanam bawang merah yang

menyebabkan berubahnya harga bawang merah dan penerimaan yang didapat oleh

petani mengalami perubahan, sehingga pendapatan petani juga mengalami

perubahan.

Analisis mengenai pengaruh perubahan iklim terhadap komoditas bawang

merah di Kabupaten Brebes merupakan salah satu indikator seberapa pentingnya

perubahan iklim terhadap pertanian di Kabupaten Brebes terutama pertanian

bawang merah yang menjadi sentra utama kegiatan pertanian di wilayah

Kabupaten Brebes. Kajian tentang strategi bertujuan untuk mengidentifikasi

rencana yang dilakukan petani bawang merah di Kabupaten Brebes sebagai

(42)

mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam sebagai akibat

perubahan iklim, sehingga dari hasil penelitian dirumuskan rekomendasi

kebijakan bagi stakeholder dan pemerintah Kabupaten Brebes dalam mengatasi

perubahan iklim terutama terhadap komoditas bawang merah.

dibandingkan

(43)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Kersana Kabupaten Brebes,

Propinsi Jawa Tengah dengan responden adalah para petani. Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), karena Kabupaten Brebes merupakan penghasil bawang merah terbesar dalam skala nasional dan bawang

merah merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Brebes yang menjadi salah

satu sumber pendapatan daerah dan sumber penghasilan bagi petani bawang

merah di Kabupaten Brebes. Penelitian dilakukan selama 2 bulan dan

pengambilan data primer dilakukan pada bulan Maret 2011 - April 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani di

Kabupaten Brebes dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah

disediakan oleh peneliti. Data sekunder diperoleh dengan cara mempelajari

buku-buku, media cetak, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten

Brebes, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, dan sumber-sumber yang relevan dengan topik

(44)

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan metode non probability sampling secara purposive. Secara umum, sampel merupakan bagian kecil dari suatu populasi. Responden berasal dari Desa Kemukten yang ada di Kecamatan Kersana

Kabupaten Brebes yaitu sebanyak 44 orang. Petani yang akan menjadi responden

adalah petani yang telah bekerja kurang lebih 10 tahun, sehingga dapat diketahui

informasi yang lebih mendalam mengenai perubahan iklim terhadap pertanian.

4.4 Metode Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukannya

pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan

dapat lebih berarti serta dapat memberikan informasi. Adanya hasil analisis

terhadap data ini dapat memberikan jawaban atas perumusan masalah yang

terdapat dalam perumusan ini. Langkah awal sebelum menganalisis data adalah

dengan mengelompokkan data yang diperoleh dari sampling menjadi dua, yaitu

(45)

secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007danMinitab 14.0 for Windows.

Tabel 4. Metode Pengolahan dan Analisis Data dalam Penelitian

Tujuan Metode Analisis Data

4.4.1 Analisis Persepsi Petani Terhadap Perubahan Iklim

Analisis data yang digunakan untuk mengkaji dengan menggunakan

analisis deskriptif. Bentuk pertanyaan yang akan diberikan pada responden untuk

mengkaji analisis tersebut berupa kombinasi pertanyaan terbuka dan pertanyaan

tertutup. Hal-hal yang akan ditanyakan pada responden adalah mengenai masalah

perubahan iklim. Seberapa jauh para petani mengetahui mengenai perubahan

iklim serta dampak-dampak yang timbul, seperti bagaimana kondisi tanaman

bawang merah akibat perubahan iklim tersebut dan membandingkan dengan

beberapa tahun lalu saat perubahan iklim belum terlalu dirasakan.

4.4.2 Estimasi Perubahan Pendapatan Petani Akibat Perubahan Iklim

Estimasi perubahan produktivitas bawang merah melalui perubahan

tingkat produksi dan perubahan pendapatan petani. Perubahan tingkat produksi

bawang merah dapat dianalisis melalui data-data yang didapatkan dari Badan

Pusat Statistik (BPS) pusat maupun pusat informasi pertanian yang ada di

(46)

Perubahan pendapatan petani dapat diestimasi melalui analisis pendapatan

usahatani. Analisis ini digunakan untuk mengukur dan membandingkan besarnya

pendapatan usahatani pada beberapa komoditas yang diusahakan pada saat

sebelum terjadi perubahan iklim dan setelah terjadi perubahan iklim. Analisis

tersebut menggunakan bantuan tabel arus kas seperti arus penerimaan dan biaya

yang digunakan. Harga yang digunakan merupakan harga yang berlaku pada saat

penelitian dilakukan yaitu setelah terjadinya perubahan iklim dan harga yang

berlaku pada saat sebelum terjadi perubahan iklim. Secara umum, perhitungan

tingkat pendapatan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Pd = TR–TC

Yi : Output tanaman i yang dihasilkan pada musim tanam tertentu Pyi : Harga output yang diproduksi

TC : Total Biaya TFC : Total Biaya Tetap TVC : Total Biaya Variabel

Xij : Input j yang digunakan pada tanaman i Pxij : Harga input j yang digunakan pada tanaman i

Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya.

Penerimaan merupaka perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga

jual. Penerimaan didefinisikan sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka

waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Biaya total

(47)

dalam produksi. Biaya total terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap

merupakan biaya yang relatif jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi

yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap tidak bergantung pada besarnya

produksi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Hernanto, 1989). Biaya variabel

jumlahnya berubah sebanding dengan besarnya produksi. Biaya yang termasuk

dalam biaya variabel adalah bibit/benih, pupuk, obat-obatan dan sewa tenaga

kerja. Biaya tetapterdiri dari sewa lahan, pajak, penyusutan dan bunga modal

kredit.

4.4.3 Analisis Adaptasi Yang Dilakukan Oleh Petani Terhadap Perubahan Iklim

Jenis analisis untuk mengkaji strategi dan inovasi yang dilakukan petani

adalah dengan memberikan pertanyaan mengenai bentuk strategi dan inovasi apa

yang dilakukan oleh petani akibat adanya pengaruh perubahan iklim terhadap

perubahan produktivitas bawang merah serta hambatan-hambatan yang dihadapi

pada saat melakukan strategi dan inovasi tersebut.

4.4.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani Dalam Melakukan Perubahan Pola Tanam

4.4.4.1 Model Regresi Logistik

Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola tanam akibat perubahan

iklim menggunakan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut

dirumuskan sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld, 1998) :

(48)

Dimana :

Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan

β₀ = intersept

β₁ = koefisien regresi Xi = variabel bebas

Untuk melihat model pada persamaan (1) dapat diestimasi hal yang

pertama dilakukan adalah mengalikan kedua sisi persamaan dengan 1 +

untuk mendapatkan (1 + )Pi= 1 ... (2) Persamaan (2) dibagi dengan Pi dan kemudian dikurangi 1 akan menghasilkan persamaan :

= - 1 =

Atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan :

=

( ) ... (3)

Persamaan (3) kemudian ditransformasi menjadi model logaritma natural

sehingga menghasilkan persamaan :

Zi= ln ( ) ... (4)

Dengan ln = Zi, maka persamaan (4) dapat dituliskan sebagai berikut :

Zi= ln ( ) = β₀ + β₁Xi ... (5)

Persamaan (5) di atas dikenal sebagai model logit atau model regresi logistik.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi petani dalam melakukan

perubahan pola tanam adalah tingkat pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), lama pengalaman bertani (X3), pendapatan (X4), luas lahan pertanian (X5), dan pemahaman petani mengenai perubahan iklim (X6). Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit

(49)

ln ( ) = Zi= β₀ + β₁X1+ β2X2+ β3X3-β4X4+ β5X5+ β6X6

Dimana :

Pi = peluang kesediaan petani untuk melakukan perubahan pola tanam 1 - Pi = peluang ketidaksediaan petani untuk melakukan perubahan pola tanam Zi = keputusan petani

β₀ = intersep

β₁ = parameter peubahX1 X1 = tingkat pendidikan

X2 = jumlah tanggungan keluarga X3 = pengalaman berusahatani X4 = pendapatan petani X5 = luas lahan pertanian

X6 = pemahaman petani mengenai perubahan iklim

Hipotesis dari faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan perubahan pola

tanam akibat perubahan iklim :

1. Tingkat Pendidikan Formal Petani

Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi tingkat

pendidikan petani maka akan semakin mudah untuk memahami adanya

perubahan iklim dan dampaknya terhadap pertanian dibandingkan dengan

petani yang berpendidikan rendah, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan

maka akan semakin mudah petani dalam melakukan perubahan pola tanam

akibat perubahan iklim.

2. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga petani diharapkan bernilai positif. Semakin

banyak jumlah anggota keluarga yang harus ditanggung akan menyebabkan

semakin banyak kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sehingga tekanan untuk

meningkatkan pendapatan semakin tinggi. Oleh karena itu, semakin banyak

jumlah tanggungan keluarga diharapkan mendorong petani untuk melakukan

Gambar

Tabel 1. Harga Komoditas Bawang Merah dan Gabah di Kabupaten BrebesTahun 2008 - Tahun 2011
Gambar 2. Kenaikan Suhu Rata-Rata di Bumi Selama 157 Tahun Terakhir
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Tabel 3. Jenis dan Sumber Data dalam Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

banyak juga perbedaan contoh adaptasi dari masyarakat lokal terkait perubahan iklim.. Di bawah ini akan disebutkan beberapa contoh yang terjadi di

Judul Tesis : Pola Adaptasi Masyarakat Petani Terhadap Perubahan Peruntukan Lahan Di desa Karangrejo Sungkai Selatan Lampung Utara..

Abstrak: Tujuan studi ini adalah mengetahui pengaruh perubahan iklim terhadap produksi pertanian dan strategi adaptasi yang dilakukan petani pada lahan rawan kekeringan di

Upaya-upaya adaptasi yang dilakukan petani dalam pengelolaan tanaman lada diantaranya adalah melakukan perubahan kalender tanam, pemanfaatan infus bambu,

Analisis ini yang digunakan untuk melihat Risiko perubahan iklim terhadap produksi padi yang dihasilkan oleh petani, yaitu : Pengaruh risiko perubahan iklim dan

Dengan aplikasi model ordered logit, diketahui bahwa determinan kapasitas adaptasi petani terhadap perubahan iklim adalah: (i) tingkat pendidikan petani, (ii) pengalaman

Hasil identifikasi tindakan atau cara adaptasi terhadap perubahan iklim yang dilakukan oleh petani Tengger secara turun temurun ada 17, antara lain : penggunaan

Sehingga penelitian ini bertujuan: 1 Mendeskripsikan persepsi petani terhadap perubahan iklim dengan produksi padi sawah di Desa Banyuasin dan 2 Mendeskripsikan pengaturan musim tanam