• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji beban kerja alat perontok padi tipe pedal berbasis sepeda (bicycle type mobile thresher)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji beban kerja alat perontok padi tipe pedal berbasis sepeda (bicycle type mobile thresher)"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

UJI BEBAN KERJA ALAT PERONTOK PADI TIPE PEDAL BERBASIS

SEPEDA (

BICYCLE TYPE MOBILE THRESHER

)

SKRIPSI

Ahmad Fanny Al-Faruqy

F14062158

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

WORKLOAD TEST OF BICYCLE TYPE MOBILE THRESHER

Ahmad Fanny Al-faruqy Under advisory of M. Faiz Syuaib

Department of Mechanical Engineering and Biosystem, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

ABSTRACT

Indonesian is an agriculture country and rice is the most important crop to be grown because it is the stople ford of more than 95% of population. High demand of rice is one big reason that we need to increase productivity, decrease yield loss and build suistainable farming system.Manual threshing method is one of the main factors of high loss in harvesting activity of paddy cultivation. Appropiate and affordable threshing machine might be a solution to decrease the loss problem. There are various of mobile thresher have been produced and circulating in farm society.One of them is O-belt thresher which was developed in 2008 by Niko Daniar Atmaja student of Agriculture Engineering Department IPB. The main objective of the research is to find out the work productivity labour workload and energy cost to operate O-belt thresher, and to compare with manual thressing.

As the result, the energy cost of O-belt thresher is 616.809 kcal/kg.h, compare to that manual threesing is 738.812 kcal/kg.h. O-belt threshing has produces 35.7 kg/hour and manual threesing compare to that the produces 19.2 kg/hour. Manhour of O-belt thresher to thressing one hectare yield of paddy is 140.5 hour/h, compare to that the manual thressing is 260.42 hour/h. According to the results, O-belt thresher is more effective than manual threesing.

(3)

Ahmad Fanny Al-Faruqy. F14062158.

Uji Beban Kerja Alat Perontok Padi Tipe

Pedal Berbasis Sepeda (

Bicycle Type Mobile Thresher

).

Dibawah Bimbingan M.

Faiz Syuaib. 2011.

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Salah satu contoh tanaman pangan yang merupakan tanaman pangan utama di Indonesia adalah tanaman padi (Oryza sativa). Petani padi di Indonesia umumnya masih menggunakan metode konvensional dalam merontokkan padi, seperti iles atau gebot. Susut perontokan dengan metode konvensional tersebut relatif besar, yaitu umumnya lebih dari 4.8 %. Susut yang terlalu besar ini bisa diatasi dengan menerapkan alat atau mesin perontok padi. Terdapat berbagai jenis alat atau mesin perontok yang telah dihasilkan dan beredar di masyarakat. Umumnya alat atau mesin perontok memiliki susut perontokan sebesar 1-4 %. Tersedianya alat atau mesin perontok padi yang baik akan dapat membantu meningkatkan efisiensi pemanenan.

Untuk memenuhi kebutuhan alat perontok padi yang sesuai dengan kondisi sawah dan kebutuhan petani, pada tahun 2008 telah dihasilkan desain perontok padi tipe pedal kayuh (pedal) berbasis sepeda oleh Niko Daniar Atmaja, mahasiswa Departemen Teknik Pertanian IPB. Alat yang diberi nama “O-belt thresher” tersebut memiliki susut perontokan sebesar 1.25 %,lebih rendah dibandingkan dengan metode perontokan secara konvensional yang memiliki susut perontokan sebesar 4.8 %. O-belt thresher memiliki kapasitas perontokan sebesar 93.48 kg/jam. Selain itu, alat ini juga memiliki mobilitas yang tinggi, karena desainnya yang dirangkaikan dengan sepeda sehingga memudahkan untuk memindah-mindahkannya sebagaimana memindahkan sepeda. Untuk merontokkan padi, o-belt thresher membutuhkan dua orang pekerja, yaitu seorang sebagai pengayuh dan seorang lainnya sebagai pengumpan padi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat beban kerja (kejerihan) operator dalam mengoperasikan pedal thresher tipe kayuh berbasis sepeda (O-belt thresher), mengetahui tingkat konsumsi energi (kerja operator) dalam mengoperasikan O-belt thresher, mengetahui tingkat produktivitas kerja perontokan dengan O-belt Thresher, serta membandingkannya dengan kerja perontokan secara manual (gebot atau iles).

Analisis beban kerja dilakukan dengan metode pengukuran denyut jantung. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor (HRM).

(4)

waktu 10 menit kerja yang kemudian dikonversi satuan dari kg/10 menit menjadi kg/jam. Sedangkan untuk data jam kerja diperlukan asumsi produktivitas panen, dalam hal ini digunakan 5 ton/ha sebagai asumsi produktivitas panen. Setelah itu data jam kerja didapat dari asumsi proktivitas panen (Ha). Nilai konsumsi energi total (TEC) diperoleh dari penjumlahan WEC dan BME. Setelah itu akan diperoleh nilai konsumsi energi total ternormalisai (TEC’) dengan cara membagi TEC dengan berat badan subjek.

Hasil yang didapatkan, produktivitas dari perontokan secara manual yaitu 19.2 kg gabah/jam. Hal ini menggambarkan untuk merontokan padi selama 1 jam dihasilkan 19.2 kg gabah hasil perontokan, sedangkan hasil dari perontokan padi menggunakan alat O-belt Thresher adalah 35.7 kg gabah/jam. Sehingga alat O-belt memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perontokan secara manual.

Pada perontokan secara manual, waktu yang dibutuhkan sebesar 260.42 jam/ha apabila perontokan dilakukan menggunakan alat perontok padi tipe pedal sebesar 140.056 jam/ha. Berarti untuk merontokan padi pada sawah seluas 1 Ha, perontokan manual membutuhkan waktu 260.42 jam sedangkan menggunakan alat O-belt dibutuhkan waktu 140.05 jam. Dalam kasus ini digunakan asumsi produktivitas lapang sebesar 5 ton/Ha.

Dalam segi tingkat beban kerja perontokan secara manual memiliki IRHR sebesar 1.54. Sedangkan menggunakan alat O-belt memiliki IRHR sebesar 1.46 untuk operator pengayuh dan 1.38. Untuk kegiatan perontokan manual termasuk dalam tingkat beban kerja kategori sedang hingga berat. Sedangkan untuk perontokan menggunakan O-belt termasuk dalam tingkat beban kerja kategori ringan hingga sedang.

Nilai TEC’ untuk perontokan manual adalah sebesar 2.8 kkal/kg.jam, sedangkan menggunakan alat O-belt memiliki nilai TEC’ sebesar 4.4 kkal/kg.Ha. Perontokan menggunakan alat O-belt memiliki TEC’ yang lebih besar dibandingkan perontokan manual. Hal ini disebakan dalam pengoperasian O-belt diperlukan dua operator, yaitu sebagai pengayuh dan pengumpan padi. Sehingga TEC’ dalam perontokan padi menggunakan alat O-belt terjadi penjumlahan antara TEC’ pengayuh dan TEC’ pengumpan padi.

Total konsumsi kerja per satuan berat badan (kgb) dan per satuan luas (ha) adalah perkalian

dari TEC’ dan jam kerja. Hal ini untuk mengetahui total energi yang dikeluarkan untuk merontokan padi pada sawah seluas 1 Ha. Untuk perontokan secara manual dibutuhkan total energi sebesar 738.812 kkal/kgb.Ha, sedangak menggunakan alat O-belt membutuhkan total energi sebesar 616.809

kkal/kgb.Ha. Maka penggunaan alat O-belt lebih ringan dibandingkan perontokan secara manual.

Dari keseluruhan aspek yang diteliti dalam membandingkan tingkat beban kerja, konsumsi energi dan produktivitas kerja perontokdengan O-belt Thresher terhadap kerja perontok secara manual dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat O-belt lebih efektif dibandingkan dengan perontokan secara manual.

(5)

© Hak cipta milik Ahmad Fanny Al-Faruqy, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

(6)

UJI BEBAN KERJA ALAT PERONTOK PADI TIPE PEDAL BERBASIS SEPEDA (BICYCLE TYPE MOBILE THRESHER)

SKRIPSI

Sebagai salah sau syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Disusun Oleh : Ahmad Fanny Al-Faruqy

F14062158

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

UJI BEBAN KERJA ALAT PERONTOK PADI TIPE PEDAL BERBASIS SEPEDA (BICYCLE TYPE MOBILE THRESHER)

SKRIPSI

Sebagai salah sau syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Disusun Oleh : Ahmad Fanny Al-Faruqy

F14062158

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Skripsi : Uji Beban Kerja Alat Perontok Padi Tipe Pedal Berbasis Sepeda

(Bicycle Type Mobile Thresher) Nama : Ahmad Fanny Al-Faruqy

NIM : F14062158

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr) NIP. 19670831 199402 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

(Dr.Ir.Desrial, M.Eng) NIP 19661201 1991031 004

(9)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Uji Beban Kerja Alat Perontok Padi Tipe Pedal Berbasis Sepeda (Bicycle Type Mobile Thresher) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

Yang membuat pernyataan

(10)

BIODATA PENULIS

(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya sehingga skripsi penulis untuk lulus program sarjana dapat terselesaikan. Adapun judul penelitian yang penulis usung untuk tugas akhir ini adalah “Uji Beban Kerja Alat Perontok Padi Tipe Pedal Berbasis Sepeda (Bicycle Type Mobile Thresher)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, diantaranya :

1. Orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungannya.

2. Dr.Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan pengarahannya.

3. Dr. Ir. Eduard Nemaken Sembiring MS dan Dr. Ir. Parlaungan Rangkuti Msi selaku dosen penguji atas masukan dan saran terhadap skripsi ini.

4. Bpk. Agus atas kesediaannya meminjamkan areal sawah untuk penelitian penulis. 5. Bpk. Andri Marzuki dan Ibu Indya Dewi atas segala bantuannya.

6. Teman-teman yang telah memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi diantaranya: Rizky rambey, Dani Sukmana, M Agung Hidayah, Syaiful Bahri, Ahmad Syarifudin Hasibuan, Tisondo Karel, M Febriozo Asyahadin, M saldin wibowo, Arief nur hakim David raditya pratama, Sigit Aditama, Ucok Sitorus dan Redi Satriawan.

7. Teman-teman satu bimbingan akademis, Chairul Sholeh dan Dani Rahmawan.

8. Teman-teman seperjuangan di Teknik Pertanian Angkatan 2006 tempat penulis menimba ilmu di IPB.

9. Teman-teman SSL (Sapta Street Legend) dan Boomaz,

10.Semua pihak yang membantu kelancaran penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. TANAMAN PADI ... 3

B. PERONTOK PADI ... 4

C. ERGONOMIKA ... 5

D. TINGKAT BEBAN KERJA DAN KEBUTUHAN ENERGI KERJA ... 6

E. METODE STEP TEST ... 8

III. METODE PENELITIAN ... 10

A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN ... 10

B. ALAT DAN PERLENGKAPAN ... 10

C. PROSEDUR PENELITIAN ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

A. DENYUT JANTUNG KALIBRASI STEP TEST (KST) ... 16

B. PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI KERJA DAN BEBAN KERJA ... 25

C. UJI STATISTIK ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

A. KESIMPULAN ... 37

B. SARAN ... 37

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alat perontok padi “gebot” ... 4

Gambar 2. Jenis-jenis alat perontok padi ... 5

Gambar 3. O-belt thresher ... 10

Gambar 4. Alat Heart Rate Monitor dan Interface……… 10

Gambar 5. Skema penelitian ... 12

Gambar 6. Pemasangan Alat Heart Rate Monitor ... 12

Gambar 7. Proses Step test ... 14

Gambar 8. Prosedur Kalibrasi Step test ... 14

Gambar 9. Prosedur Pengambilan Data ... 17

Gambar 10. Skema Rancangan Percobaan ... 17

Gambar 11. Perontokan padi secara manual ... 18

Gambar 12. Perontokan padi menggunakan alat O-belt thresher. ... 18

Gambar 13. Pengambilan data denyut jantung KST ... 21

Gambar 14. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat KST oleh P3 ... 22

Gambar 15. Grafik korelasi IRHR dan WECST pada KST ... 24

Gambar 16. Pekerjaan perontokan secara manual ... 25

Gambar 17. Skema Pengambilan Data ... 26

Gambar 18. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat perontokan manual oleh P1 ulangan 2. ... 26

Gambar 19. Pekerjaan perontokan menggunakan alat perontok padi tipe pedal ... 28

Gambar 20. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat perontokan menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengayuh oleh P1 ... 28

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ... 7

Tabel 2. Karakteristik subjek ... 11

Tabel 3. Konversi BME ekivalen VO2 (liter/menit) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh ... 13

Tabel 4. Karakteristik antropometri dan nilai BME masing-masing subjek ... 20

Tabel 5. Nilai HR rata-rata step test ... 22

Tabel 6. Tabel nilai IRHR masing-masing step test ... 22

Tabel 7. Nilai IRHR dan WEC pada frekuensi step test yang berbeda ... 23

Tabel 8. Persamaan nilai IRHR terhadap TEC tiap subjek ... 27

Tabel 9. Nilai HR rata-rata dan IRHR perontokan manual ... 27

Tabel 10. Nilai IRHR, WEC, EC dan EC’ perontokan manual ... 24

Tabel 11. Nilai HR rata-rata dan IRHR perontokan manual menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengayuh ... 29

Tabel 12. Nilai HR rata-rata dan IRHR perontokan manual menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengumpan ... 30

Tabel 14. Nilai IRHR, WEC, EC dan EC’ perontokan manual menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengayuh ... 31

Tabel 15. Nilai IRHR, WEC, EC dan EC’ perontokan manual menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengumpan ... 31

Tabel 16. Hasil kerja dan jam orang kerja perontokan menggunakan alat perontok tipe pedal ... 32

Tabel 17. Perbandingan beban kerja, konsumsi energi, dan produktivitas perontokan manual dan O-belt thresher ... 32

Tabel 18. Data TEC’ subjek pada perontokan padi ... 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Time Study Sheet ... 40

Lampiran 2. Grafik hubungan IRHR terhadap waktu pada kalibrasi step test tiap subjek ... 41

Lampiran 3. Grafik korelasi IRHR terhadap WEC pada kalibrasi step test tiap subjek ... 42

Lampiran 4. Hasil pengukuran denyut jantung kerja pada prontokan manual untuk subjek P1 ... 43

Lampiran 5. Hasil pengukuran denyut jantung kerja pada prontokan manual untuk subjek P2 ... 44

Lampiran 6. Hasil pengukuran denyut jantung kerja pada perontokan manual untuk subjek P3 ... 45

Lampiran 7. Hasil pengukuran denyut jantung kerja bagian pengumpan pada perontokan menggunakan alat O-belt Thresher ... 46

Lampiran 8. Foto kegiatan pengambilan data ... 49

 

(16)

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sangat potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Salah satu contoh tanaman pangan yang merupakan tanaman pangan utama di Indonesia adalah tanaman padi (Oryza sativa). Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Jumlah penduduk di Indonesia semakin lama makin bertambah. Peningkatan penduduk menyebabkan bertambahnya kebutuhan bahan pangan. Kebutuhan ini dipenuhi dengan menyediakan bahan pangan dari produksi nasional dan dengan mengimpor dari negara penghasil bahan pangan. Volume impor yang besar mengharuskan pemerintah untuk mengeluarkan devisa dalam jumlah yang besar. Agar jumlah impor menurun pemerintah harus segera meningkatkan produksi pangan nasional.

Setelah terjadinya krisis ekonomi, pemerintah menggiatkan kembali kegiatan bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat dan mentargetkan untuk mencapai swasembada pangan. Pemerintah mentargetkan peningkatan produksi padi secara konsisten setiap tahunnya. Produksi padi tahun 2010 mencapai 63.83 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) (BPS, 2010) seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. Dengan meningkatnya produksi padi maka kebutuhan alat dan mesin pertanian akan meningkat, termasuk alat atau mesin perontok padi untuk menangani hasil panen padi.

Petani padi di Indonesia umumnya masih menggunakan metode konvensional dalam merontokkan padi, seperti iles atau gebot. Susut perontokan dengan metode konvensional tersebut relatif besar, yaitu umumnya lebih dari 4.8 %. Susut yang terlalu besar ini bisa diatasi dengan menerapkan alat atau mesin perontok padi. Terdapat berbagai jenis alat atau mesin perontok yang telah dihasilkan dan beredar di masyarakat. Umumnya alat atau mesin perontok memiliki susut perontokan sebesar 1-4 % (Deptan dalam Atmaja, 2010). Tersedianya alat atau mesin perontok padi yang baik akan dapat membantu meningkatkan efisiensi pemanenan.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS, 2009) diketahui bahwa luas lahan pertanian padi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 11.757.845 hektar. Luasan lahan berkurang dibandingkan tahun sebelumnya. Luas lahan pada tahun 2006 sebesar 11.786.430 hektar. Produksi padi pada tahun 2006 sebesar 54.454.937 ton dan pada tahun 2005 sebesar 54.151.097 ton. Jumlah alat perontok padi yang ada di masyarakat sejumlah 351.702 unit, sehingga untuk mencapai panen yang efisien, jumlah tersebut belum memenuhi target. Kekurangan jumlah alat dan mesin perontok padi yang ada di masyarakat menyebabkan banyak petani yang masih menggunakan metode perontokan padi tradisional. Selain itu, mesin perontok padi khususnya yang berbasis pedal sudah jarang digunakan petani. Hal tersebut dikarenakan perontok padi tipe pedal tersebut susah dalam berpindah tempat serta membutuhkan minimal dua orang untuk memindahkannya dengan cara diangkut (digotong). Tersedianya alat atau mesin perontok padi yang baik, mudah digunakan serta mudah dipindah-pindahkan (mobile) oleh petani sesuai dengan kondisi persawahan mereka akan membantu meningkatkan efisiensi pemanenan.

(17)

2010). Alat yang diberi nama “O-belt thresher” tersebut memiliki susut perontokan sebesar 1.25 %,lebih rendah dibandingkan dengan metode perontokan secara konvensional yang memiliki susut perontokan sebesar 4.8 %. O-belt thresher memiliki kapasitas perontokan sebesar 93.48 kg/jam (Atmaja, 2010). Selain itu, alat ini juga memiliki mobilitas yang tinggi, karena desainnya yang dirangkaikan dengan sepeda sehingga memudahkan untuk memindah-mindahkannya sebagaimana memindahkan sepeda. Untuk merontokkan padi, o-belt thresher membutuhkan dua orang pekerja, yaitu seorang sebagai pengayuh dan seorang lainnya sebagai pengumpan padi. Namun dalam segi tingkat beban kerja, tingkat konsumsi kerja, dan tingkat produktivitas dalam penggunaan alat perontok padi tipe kayuh (pedal) tersebut belum dilakukan pengujian. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat beban kerja, tingkat konsumsi kerja, dan tingkat produktivitas pada alat ini perlu dilakukan sehinggadapat diketahui tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaannya, serta bagaimanaperbandingannya terhadap metode perontokan manual.

Penelitian ini akan difokuskan pada aspek fisiologi kerja, yaitu tingkat beban kerja dan total konsumsi energi operator dalam mengoperasikan pedal thresher serta bagaimana perbandingannya terhadap perontokan secara manual.

B.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui tingkat beban kerja (kejerihan) operator dalam mengoperasikan pedal

thresher tipe kayuh berbasis sepeda (O-belt thresher).

2. Mengetahui tingkat konsumsi energi (kerja operator) dalam mengoperasikan O-belt

thresher.

3. Mengetahui tingkat produktivitas kerja perontokan dengan O-belt Thresher.

(18)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan dan termasuk dalam keluarga (famili) rumput berumpun (gramineaceae). Tanaman pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan subtropis. Padi memiliki nama ilmiah Oryza sativa. Tanaman padi memiliki ciri-ciri diantaranya berakar serabut, daun sempit memanjang, urat daun sejajar, memiliki pelepah daun, serta buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir (grain) atau kariopsis.

Padi tersebar luas di seluruh dunia dan tumbuh di hampir semua bagian dunia yang memiliki cukup air dan suhu udara cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini berdasar pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan di sejumlah tempat di Pulau Kalimantan), kebutuhan padi yang tinggi akan air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus di bagian akar padi yang berfungsi mengalirkan oksigen ke bagian akar

Oryza sativa terdiri atas dua varietas yaitu varietas indica dan japonica. Varietas japonica

umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah rebah, paleanya memiliki bulu, bijinya cenderung panjang. Sedangkan varietas indica berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak memiliki bulu atau berukuran pendek, dan bentuk biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah kultivar IR8, yang merupakan hasil seleksi dari persilangan varietas japonica. Selain kedua varietas ini, dikenal pula sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditemukan di Pulau Jawa. Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam jenis padi akibat seleksi dan pemuliaan yang dilakukan orang (Atmaja, 2010).

(19)

B.

Perontok Padi (Thresher)

Perontokan padi merupakan tahapan pasca panen padi setelah pemotongan padi (pemanenan). Perontokan padi merupakan proses terlepasnya butiran-butiran gabah dari malainya (Araulo, 1976). Menurut Araulo (1976), proses perontokan padi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode Rubbing Action, metode Impact, dan metode Stripping. Metode Rubbing Action

dilakukan jika padi dirontokan dengan cara menginjak atau mengiles. Metode Impact dan Stripping

berdasarkan pada proses tumbukan (bentrokan) dan pengupasan. Prinsip untuk melepaskan butir gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut.

Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara, antara lain iles/injak-injak, pukul/gedig, banting/gebot, pedal thresher, dan mesin perontok (BPS, 1996). Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu, bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Kapasitas perontokan dengan cara gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8 kg/jam/orang (Setyono dan Suparyono, 1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono dkk, 2000). Contoh alat yang digunakan dalam perontokan padi gebot dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Alat perontok padi “Gebot”

Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara keseluruhan. Susut perontokan dengan cara diiles/injak mencapai 2,56%, dengan cara gebot 7,48%, menggunakan perontok padi pedal 4,12% dan perontok bermesin 3,19% (Tjahjoutomo, 2006). Perontokan padi dengan cara gebot mengakibatkan banyak gabah yang tidak terontok berkisar antara 6,4 % - 8,9 % (Setyono dkk,. 2001). Untuk menghindari hal tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok.

Perontokan padi dengan cara menumbuk dan menggaruk merupakan prinsip kerja dari alat perontok padi atau thresher. Alat perontokan padi dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan sumber tenaganya, yaitu alat perontok padi tidak bermotor dan alat perontok padi bermotor (Jones, 1952). Alat perontok padi tidak bermotor ini biasanya disebut pedal thresher. Pedal thresher

(20)

Pada sistem konversi kayuhan sepeda, manusia secara normal menghasilkan tenaga putar sekitar 0.075 kW, dengan efisiensi sekitar 16 persen (Wilson, 1975). Untuk sistem kayuhan kontinu dengan menggunakan kaki (rotary pedalling), panjang lengan kayuhan yang nyaman untuk orang dewasa adalah 15-20 cm dan kecepatan putarannya adalah sebesar 50-60 RPM (Andersen dkk, 1971).

Berdasarkan cara penanganan padi terhadap alat perontoknya, proses perontokan padi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tipe pemegangan (hold on) dan tipe pelemparan (throw in). Pada tipe pemegangan (hold on), padi yang masih bertangkai dipegang dengan menggunakan tangan dan butir-butir padi dikenakan pada silinder perontok. Dengan demikian butir-butir padi akan rontok karena adanya efek pemukulan yang ditimbulkan dari perputaran silinder perontok. Sedangkan pada tipe pelemparan (throw in), seluruh bagian tanaman padi termasuk jerami dimasukkan ke dalam alat (Araulo, 1976). Beberapa jenis alat perontok padi yang telah beredar di masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jenis-jenis alat perontok padi

C.

Ergonomika

Kata ”Ergonomika” berasal dari bahasa yunani. Berdasarkan asal katanya Ergonomika tersusun atas Ergos yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan atau hukum. Pada mulanya ilmu ini hanya terbatas pada studi waktu dan gerak, namun kemudian di Amerika berkembang dan

Pedal Thresher tipelipat (eproduk.litbang.deptan.go.id)

Power Thresher

(srindustry.tradeindia.com)

Pedal Thresher

(www.tokomesin.com)

power Thresher

(21)

terkenal dengan nama Ergonomies, di Belanda Ergonamie, di Jepang Labor Science dan di Indonesi dikenal dengan nama Ergonomika (Morgan, 1989).

Ergonomi sebagai suatu disiplin ilmu yang berkaitan dengan interaksi antara manusia terhadap sistem dan lingkungan kerjanya, dapat mengambil peran yang sangat penting dalam kaitannya dengan pemilihan, diseminasi dan implementasi teknologi(Syuaib, 2006). Aplikasi dari ergonomi digunakan untuk menambah tingkat keselamatan dan kenyamanan manusia dalam pemakaian alat dan mesin yang digunakan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada alat dan mesin yang digunakan manusia akan berpengaruh terhadap pemakaian energi, resiko kecelakaan, dan efek terhadap kesehatan (Mc.Cornick, 1987 dalam Pritikasiwi, 2007).

Menurut Adyana, 2000 dalam Pritikasiwi, 2007 istilah ergonomi didefinisikan sebagai satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia sehingga tercapai satu kondisi dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, efisien, dan produktif melalui pemanfaatan fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.

Tujuan ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada suatu institusi atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian akan menurunkan jumlah karyawan yang tidak masuk kerja. Pendekatan ergonomi mencoba untuk mencapai kebaikan bagi pekerja dan pimpinan institusi. Hal ini dapat tercapai dengan cara memperhatikan empat tujuan utama ergonomi, yaitu: (1) memaksimalkan efisiensi karyawan (2) memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja (3) menganjurkan agar bekerja aman, nyaman, dan bersemangat, dan (4) memaksimalkan bentuk (performance) kerja yang meyakinkan.

Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar ”common sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar jika sekiranya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan penerapan suatu prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia. Karakteristik fungsional dari manusia seperti kemampuan penginderaan, respon tanggapan, daya ingat dan lain-lain adalah merupakan hal yang belu sepenuhnya dipahami oleh masyarakat awam.

D.

Tingkat Beban Kerja dan Kebutuhan Energi Kerja

Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu pekerjaan. Beban ini akan diketahui saat subjek menanggapi kerja dengan memberikan respon seperti denyut jantung yanng tinggi atau keluar keringat (Rasyani,2001 dalam Pramana, 2009). Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantung semakin epat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh,

(22)

aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu : 1. Cardiovasular (Denyut Jantung)

2. Respiratory (Pernafasan) 3. Body Temperature (Suhu Tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas Otot)

Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat denyut jantung menunjukan beban kerja baik secara fisik maupun mental, karena adanya korelasi yang linier terhadap konsumsi enegi fisik (physical energy cost). Oleh karena itu sampel sata kontinyu laju denyut jantung pada suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis. Selain itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik manusia., yaitu faktor personal dan lingkungan. Beberapa faktor personal adalah umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi rokok, gaya hidup, olahraga, status nutrisi, dan motivasi dalam melakukan kegiatan. Sedangkan beberapa faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebisingan, faktor suhu udara dan ketinggian tempat.

Berat atau tidaknya suatu pekerjaan bagi seseorang dapat dikategorikan secara kualitatif ataupun kuantitatif. Beban kerja kualitatif mengindikasikan berat atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beba kerja kualitatif dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah Indeks perbandingan denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas atau kerja terhadap denyut jantungnya saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas.

Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR:

Tabel 1. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR (Syuaib, 2003 dalam Fauzi, 2006)

Kategori Nilai IRHR

Ringan 1,00<IRHR<1,25 Sedang 1,25<IRHR<1,50

Berat 1,50<IRHR<1,75 Sangat berat 1,75<IRHR<2,00

Dalam melakukan aktifitas sehari-hari, manusia membutuhkan energi. Energi tersebut dihasilkan melalui proses metabolism tubuh secara kuantitatif, besarnya energy yang dihasilkan melalui proses metabolism tersebut dapat dihitung melalui pendekatan konsumsi oksigen ataupun peningkatan denyut jantung. Ada beberapa terminologi yang umum digunakan terkait dengan energi yang dibutuhkan manusia untuk aktivitas kerjanya, yaitu: a) Basal Metabolic Energy (BME), b) Work Energy Cost (WEC) dan c)

(23)

Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :

1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 100 kilo joule (23,87 kilo kalori) per 24 jam per kg BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 98 kilo joule (23,39 kilo kalori) per 24 jam per kg BB.

2. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhaan kalori untuk kerja sangat ditentukan oleh jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.

3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar kerja adalah ± 2400 kilo joule (573 kilo kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000 – 2400 kilo joule (425 – 477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.

WEC (Work Energy Cost) merupakan jumlah energi tambahan yang harus dikeluarkan oleh tubuh akibat adanya suatu aktivitas kerja. Sedangkan TEC (Total Energy Cost) adalah total total energy yang harus dikeluarkan oleh tubuh saat melakukan suatu aktivitas kerja. TEC adalah penjumlahan BME dan WEC.

E.

Metode Step Test

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah dengan menggunakan metode Step Test. Metode ini memiliki keunggulan diantaranya dapat dengan mudah mengatur selang beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku dan intensitas langkah. Disamping itu, metode ini dapat diaplikasikan di lapang berbeda dengan menggunakan sepeda ergonometer. Metode ini dapat digunakan dalam pengkalibrasian kurva denyut jantung saat bekerja dan denyut jantung yang ditetapkan sebelum bekerja. Dalam metode ini, beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk menentukan karakteristik individu yang diukur.

Metode step test pada dasarnya dilakukan dengan mengukur denyut jantung saat melakukan pekerjaan naik turun sebuah bangku dengan ketinggian tertentu yaitu 40-50 cm (Suma’mur dalam sholeh, 2011) atau 30 cm (Herodian dalam sholeh, 2011)dan kecepatan tertentu (15-45 kali naik turun dalam satu menit).

Metoda step-test dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Atur metronome pada kecepatan 20 kali/menit

b. Siapkan alat pengukur denyut jantung dan memasangkannya pada salah seorang subyek c. Step test dilakukan seirama dengan bunyi metronome

d. Denyut jantung mulai diukur mulai dari saat istirahat selama tiga menit, melakukan step test

selama tiga menit dilanjutkan dengan saat melakukan kerja, kemudian istirahat selama tiga menit dan diakhiri dengan step test selama tiga menit.

(24)

Dimana: P = Daya (kal/detik) m = Massa(kg)

g = Percepatan Gravitasi (m/dt2) s = Jarak (meter)

t = Waktu (detik)

g. Plot grafik korelasi antara peningkatan denyut jantung terhadap peningkatan WEC.

Beban kerja (WEC) step test dapat dihitung dari faktor berat badan subjek, tinggi step dan jumlah

step per satuan waktu. Dengan demikian WEC step test dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Dimana : WECST = Work Energy Cost step test (Watt)

w = berat badan (kg)

(25)

III.

METODE PENELITIAN

A.

WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 di Areal Pesawahan di Desa Cibeureum, Kecamatan Darmaga, Bogor.

B.

ALAT DAN PERLENGKAPAN

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Satu unit alat perontok padi pedal (pedal thresher) yang ringan dan mobile berbasis sepeda (Atmaja, 2010), dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. O-belt thresher

2. Heart Rate Monitor dan Interface

Gambar 4. Alat Heart Rate Monitor dan Interface

3. Seperangkat PC (Personal Computer) 4. Metronom digital

(26)

C. SUBJEK DAN OBJEK PENELITIAN

a. Subjek yang akan diteliti adalah subjek yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan bertani terdiri dari 3 orang laki-laki

b. Objek yang akan digunakan adalah sawah yang siap dipanen dan hasil panen padi yang siap dirontokkan

Tabel 2. Karakteristik subjek

Subjek Jenis Kelamin

Umur (tahun)

Berat (kg)

Tinggi (m2) P1 Laki-laki 25 62 168 P2 Laki-laki 20 57 172 P3 Laki-laki 42 58 162

D. PROSEDUR PENELITIAN

Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu penelitian pendahuluan untuk menentukan lokasi, subjek, dan prosedur pengukuran, dalam tahap ini dilakukan juga penghitungan nilai BME (Basal Metabolic Energy) dari tiap-tiap subjek. Setelah itu dilakukan tahap kalibrasi subjek step test

pada frekuensi 15, 20, 25, 30 untuk mendapatkan nilai IRHR step test tiap frekuensi dan WEC step test untuk diplotkan dalam grafik yang berguna dalam pencarian WEC kerja. Pengukuran data kerja yang akan dilakukan meliputi proses perontokan secara manual dan perontokan menggunakan O-belt

thresher. Setelah pengukuran data kerja selesai dilanjutkan dengan pengolahan data untuk mendapatkan output kerja yang terdiri dari jam kerja dan hasil perontokan. Data denyut jantung kerja dari masing-masing perontokan diolah untuk mendapatkan nilai IRHR tingkat beban kerja. Setelah didapatkan IRHR tingkat beban kerja, data diplotkan kedalam grafik hubungan IRHR dan WEC yang telah didapatkan sebelumnya pada tahap kalibrasi subjek untuk mendapatkan nilai WEC kerja. Setelah didapatkan nilai WEC kerja akan diperoleh nilai TEC dengan cara menjumlahkan WEC kerja dengan BME yang telah dihitung pada awal penelitian. Setelah itu nilai TEC, hasil perontokan, dan jam kerja dibandingkan antara perontokan secara manual dengan perontokan menggunakan O-belt

(27)
(28)

1.

Penelitian pendahuluan

Setelah ditentukan lokasi penelitian, akan dilakukan pengukuran terhadap umur, berat badan, dan tinggi dari masing-masing subjek untuk mengetahui nilai BME. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh (luas permukaan tubuh).Dengan menggunakan table konversi sebagaimana disajikan pada Tabel 3, selanjutnya hasil perhitungan luas permukaan tubuh tersebut dapat dikonversikan kedalam ekuivalen konsumsi oksigen (VO2 dalam liter/menit). Dalam persamaan oksidasi metabolik,

diketahui bahwa setiap konsumsi satu liter oksigen (O2) adalah setara dengan energi tubuh

sebesar 5kkal (Sanders dalam Pramana, 2009).

Tabel 3. Konversi BME ekivalen VO2 (liter/menit) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh 1/100

m2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1.1 136 137 138 140 141 142 143 145 146 147 1.2 148 150 151 152 153 155 156 157 158 159 1.3 161 162 162 164 166 167 168 169 171 172 1.4 173 174 176 177 178 179 181 182 183 184 1.5 186 187 188 189 190 192 193 194 195 197 1.6 198 199 200 202 203 204 205 207 208 209 1.7 210 212 213 214 215 217 218 219 220 221 1.8 223 224 225 226 228 229 230 231 233 234 1.9 235 236 238 239 240 241 243 244 245 246

(Sumber : Syuaib dalam Pramana, 2009)

Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persaman Du’Bois (Syuaib dalam Pramana, 2009) :

A = H0.725 x W 0.425 x 0.007246 (1) Dimana : A = Luas permukaan tubuh (m2)

H = Tinggi badan (cm) W = berat badan (kg)

2.

Kalibrasi Step Test

(29)

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung ini adalah dengan mempergunakan metode step test (metode langkah), selain dari sepeda ergometer. Kalibrasi Step test ini menggunakan Step test dengan frekuensi yang berbeda, yaitu 15 (ST1), 20 (ST2), 25 (ST3) dan 30 (ST4). Beban kerja step test adalah berbanding lurus dengan berat tubuh subjek, tinggi step,dan frekuensi langkah (step)yangberbeda (15, 20, 25, dan 30 langkah/menit), maka dapat disimulasikan adanya beban kerja yang berbeda pada subjek. Pada saat kalibrasi inilah subjek akan diambil data denyut jantungnya melalui alat heart rate monitor (HRM) yang dipasang pada tubuh subjek. Pemasangan alat heart rate monitor (HRM) dapat dilihat pada gambar 6, sedangkan pelaksanaan kalibrasi step test disajikan pada Gambar 7.

Prosedur Kalibrasi Step test dapat dilihat pada Gambar 8. Gerakan step test dengan frekuensi yang berbeda dilakukan untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja dimana karakteristiknya pada setiap orang berbeda-beda. Setiap nilai frekuensi step test dilakukan selama lima menit yang diselangi dengan 5 menit istirahat, Sebelum step test

dilakukan, subjek diupayakan agar beristirahat sedemikian rupa (untuk rileks) agar diperoleh denyut jantung istirahat. Nilai denyut jantung terendah saat istirahat digunakan sebagai pembanding dari nilai denyut jantung saat bekerja atau saat melakukan step test. Pengambilan data KST dilakukan pagi hari saat subjek belum melakukan kerja berat sebelumnya. Sebagai tambahan bahwa sebelum melakukan kalibrasi maupun bekerja sebaiknya subjek makan terlebih dahulu yaitu 2 jam sebelum pekerjaan dimulai. Pada saat proses kalibrasi subjek tidak boleh melakukan pekerjaan lain, diajak bicara, jalan-jalan, makan dan minum. Karena jika hal tersebut dilakukan maka data yang terekam dalam HRM akan mengalami bias.

Gambar 6. Pemasangan Alat Heart Rate Monitor Gambar 7. Proses Step test

Gambar 8. Prosedur Kalibrasi Step test

Rest 1

(10 min)

Step test 1

(5 min)

Rest 2

(5 min)

Step test 2

(5 min)

Rest 3

(5 min)

Step test 3

(5 min)

Rest 4

(5 min)

Step test 4

(5 min)

Rest 5

(30)

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman data HR (denyut jantung) yang kemudian dipindahkan ke komputer menggunakan Heart Rate Monitor Interface, lalu data tersebut diolah dan dibuat dalam bentuk grafik. Perhitungan nilai HR harus dinormalisasi agar diperoleh nilai HR yang objektif. Normalisasi nilai HR dilakukan dengan perbandingan HR relatif saat bekerja terhadap nilai HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). Perbandingan tersebut dirumuskan sebagai berikut (Syuaib, 2003) :

(2)

Dimana :

HRwork = denyut jantung saat melakukan pekerjaan step test (bps) HRrest = denyut jantung saat istirahat (bps)

Untuk mendapatkan nilai beban kerja, maka diperlukan perhitungan WECST (Work Energy Cost Step test) yaitu energi total yang digunakan pada saat melakukan step test,

perhitungan dilakukan melalui persamaan WEC berikut (Pramana 2009):

      

(3)

Dimana : WECST = Work Energy Cost step test (Watt)

w = berat badan (kg)

g = percepatan gravitasi (9.81 m/s2) h =tinggi bangku step test (meter) f = frekuensi step test

Untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi WEC (Work Energy Cost) pada saat melakukan aktivitas dapat dilakukan dengan cara membuat fungsi korelasi antara WECST

terhadap IRHR. Dengan membuat grafik hubunganWECST dengan IRHR maka diperoleh

persamaan untuk seorang subjek dengan bentuk umum (Pramana, 2009):

Y = aX + b

Dimana : Y = IRHR X = WEC (kkal)

(31)

3.

Pengukuran Data kerja

a. Pengukuran Output kerja

Pengukuran output kerja meliputi pengukuran jam kerja dan hasil perontokan. Metode yang digunakan dalam pengukuran ini adalah dengan metode pengukuran langsung, menggunakan

Stop Watch dan Timbangan. Keunggulan dari metode ini terletak pada kemudahan dan keakuratan pada pengambilan data. Dengan mengukur secara langsung, maka penguraian keseluruhan aktifitas menjadi elemen-elemen diperlukan untuk kemudian didapatkan nilai jam kerjadan hasil perontokan petani yang dibutuhkan dalam kegiatan perontokan padi ini. Sebelum pengukuran dimulai, terlebih dahulu diperlukan pemahaman akan kondisi dan metode pekerjaan yang akan diukur. Untuk data hasil perontokan adalah hasil (kg) yang didapat dalam waktu 10 menit kerja yang kemudian dikonversi satuan dari kg/10 menit menjadi kg/jam. Sedangkan untuk data jam kerja diperlukan asumsi produktivitas panen, dalam hal ini digunakan 5 ton/ha sebagai asumsi produktivitas panen. Setelah itu data jam kerja didapat dari asumsi proktivitas panen (Ha).

b. Pengukuran Denyut Jantung

Pengukuran tingkat beban kerja menggunakan metode denyut jantung (heart rate = HR) selama melakukan suatu aktifitas lebih mudah dibandingkan dengan metode pengukuran konsumsi oksigen. Terutama karena subjek tidak perlu menggunakan masker pernapasan dalam melakukan kegiatan. Perlengkapan pengukuran denyut jantung lebih ringan dan mudah dikenakan, serta dilengkapi pula dengan transmitter untuk mengirim sinyal outputnya ke alat pencatat. Perlengkapan pengukuran denyut jantung tersebut antara lain adalah Heart Rate Monitor.

(32)
[image:32.595.72.502.233.752.2]

Gambar 9. Prosedur Pengambilan Data

Gambar 10. Skema Rancangan Percobaan (Keterangan : P = subjek, U = ulangan) Perontokan

menggunakan Pedal thresher

Operator Pengayuh

sepeda

Operator Pengumpan

Padi

P1

P2

P3

U1 U2 U3

U1 U2 U3

U1 U2 U3

U1 U2 U3

U1 U2 U3

U1 U2 U3 P1

P2

P3

Perontokan Secara Manual

P2

P3

U1 U2 U3

U1 U2 U3

P1 U1 U2 U3

Rest 1 (10 min)

Step test (5 min)

Rest 2 (10 min)

Rest 3 (10 min) Work

(33)
[image:33.595.350.496.127.306.2] [image:33.595.185.318.130.307.2]

Gambar 11. Perontokan padi secara manual Gambar 12. Perontokan padi menggunakan alat O-belt thresher.

Setelah data hasil rekaman data HR (denyut jantung) dipindahkan ke komputer menggunakan Heart Rate Monitor Interface, data tersebut diolah dan dibuat dalam bentuk grafik. Selanjutnya dilakukan perhitungan IRHR terhadap data denyut jantung (HR) tersebut. Nilai IRHRdapat digunakan sebagai indikator tingkat beban kerja kualitatif (kejerihan) sebagaimana disajikan pada Tabel 1 (pada Bab Tinjauan Pustaka).

Dengan menggunakan persamaan yang telah diperoleh dari hubungan IRHR dan WECST

yang diperoleh pada proses KST, menghasilkan WEC pada saat kerja, dapat diketahui dengan cara memasukkan nilai IRHR kerja yang diperoleh pada saat pengukuran kedalam persamaan tersebut.

Pada dasarnya, manusia saat melakukan pekerjaan memerlukan energi untuk merespon kerja (WEC) dan juga energi untuk metabolisme (BME). Oleh karena itu, total energi (Total Enery Cost) yang benar-benar dasar pada saat bekerja adalah penjumlahan dari energi metabolisme (BME) dan tambahan energi karena adanya beban kerja (WEC), sehingga nilai TEC dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :

TEC = WEC + BME (2)

Dimana : TEC = TotalEnergy Cost (kkal/menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/menit)

(34)

pengaruh berat badan perlu dinormalisasi. Untuk memperoleh nilai TEC yang ternormalisasi (TEC’), dapat menggunakan persamaan (dalam Pramana 2009):

Dimana : TEC’ = Total Energy Cost per Weight (kkal/kg.menit) TEC = Total Energy Cost (kkal/menit)

w = Berat badan (kg)

w

TEC

(35)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang akan diambil dalam penelitian ini yaitu data denyut jantung pada saat kalibrasi, denyut jantung pada saat bekerja, dan output kerja. Semuanya akan dibahas pada sub bab-sub bab berikut.

A. DENYUT JANTUNG KALIBRASI STEP TEST (KST)

Sebelum melakukan pengukuran denyut jantung pada KST, perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan data karakteristik fisik subjek, yaitu tinggi badan dan berat badan. Data tersebut digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh subjek agar dapat diketahui nilai BME dari pendekatan volume oksigen pada tubuh yang diperoleh dari tabel konversi BME ekivalen VO2 berdasarkan luas permukaan

tubuh (tabel 3) Berikut adalah contoh perhitungan nilai BME yang diwakili oleh subjek P1:

Contoh perhitungan nilai BME untuk subjek P1 :

H = 168 cm W = 62 kg

A = H0.725 x W0.425 x 0.007246

= {(168) 0.725 x(62) 0.425 x 0.007246} = 1.729 m2

VO2 = 214 [tabel 2]

BME = (214 x 5 x 1) / 1000 [konversi nilai BME dari VO2]

= 1.065 kkal/menit

Tabel 4. Karakteristik fisik dan nilai BME masing-masing subjek

Subjek Jenis Kelamin

Umur (tahun)

Berat (kg)

Tinggi

(cm) A (m

2) BME

(36)

Setelah dilakukan perhitungan BME untuk tiap subjek maka dilanjutkan dengan pengambilan data denyut jantung KST. Tinggi bangku yang digunakan pada saat KST adalah 25 cm. Terdapat empat nilai frekuensi yang digunakan yakni 15 siklus/menit, 20 siklus/menit, 25 siklus/menit, dan 30 siklus/menit. Tiap siklus terdiri

[image:36.595.259.396.216.395.2]

dari empat langkah kaki ketika naik-turun bangku. Untuk mengatur langkah agar sesuai dengan nilai frekuensi yang diinginkan, digunakan alat bantu metronom yang dapat mengeluarkan bunyi dengan ritme tertentu. Prose pengambilan data denyut jantung KST dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Pengambilan data denyut jantung KST

Saat melakukan kalibrasi, secara otomatis denyut jantung akan terekam didalam HRM. Setelah kalibrasi selesai dilakukan, data yang tersimpan dalam HRM dipindahkan ke komputer. Dari data yang didapat, kemudian diplot ke dalam bentuk grafik untuk mempermudah pencarian denyut jantung rata-rata. Adapun ketentuan untuk menentukan nilai denyut jantung rata-rata adalah sebagai berikut :

a. Pada saat istirahat, data yang diambil adalah data denyut jantung terendah yang berada pada menit-menit pertengahan tidak boleh pada menit awal dan menit akhir karena dimungkinkan pada menit awal denyut jantung masih bisa turun dan pada menit akhir denyut jantung sudah mulai naik. Deretan data yang diambil diusahakan stabil selama minimal setengah menit atau enam menit.

(37)
[image:37.595.182.471.117.282.2]

 

Gambar 14. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat KST oleh P3 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test)

Dengan menggunakan ketentuan dalam menentukan denyut jantung rata-ratadan grafik hubungan HR terhadap waktu maka dapat diperoleh nilai HR rata-rata pada kondisi istirahat dan step test , sehingga dapat diperoleh nilai-nilai yang tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai HR rata-rata step test

Subjek HR

R1 ST1 R2 ST2 R3 ST3 R4 ST4 R5 P1 72.50 102.27 78.09 104.36 77.90 109.75 76.40 117.27 81.38 P2 72.38 100.625 78.30 106.25 74.78 108.80 79.06 115.18 79.25 P3 72.27 96.56 76.25 104.70 74.70 110.72 80.64 121.09 80.06

Dari nilai HR rata-rata yang telah diperoleh maka dapat dihitung nilai IRHR dari masing-masing step test. Proses penghitungan IRHR step test adalahdengan membagi nilai HR step test dengan HR istirahat terendah. Dalam kasus ini hampir nilai HR istirahat terendah ada pada istirahat pertama (R1). Hasil dari pembagian tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Tabel nilai IRHR masing-masing step test

Subjek Umur A (m2) IRHR

ST1 ST2 ST3 ST4 P1 25 1.719 1.41 1.44 1.51 1.62 P2 20 1.687 1.39 1.47 1.50 1.59 P3 42 1.627 1.34 1.45 1.53 1.68

0 20 40 60 80 100 120 140 0 2, 416… 4,

833… 7,25

9, 666… 12, 08… 14, 5 16, 91… 19, 33… 21, 75 24, 16… 26, 58… 29 31, 41… 33, 83… 36, 25 38, 66… 41, 08… 43, 5 45, 91… 48, 33…

HR KST Subjek P15

Waktu (menit) D e ny ut J a n tun g ( D e n y u t/ M enit

) R1 ST1 R2 R3

0        5        10      15      20 25      30      35      40       45      50

ST2 ST3 R4 ST4 R5

(38)

Untuk mencari konsumsi energi energy yang ekuivalen terhadap masing-masing beban kerja step test

maka perlu dihitung Work Energy Cost (WEC) dengan persamaan 3 pada halaman 15. Pada dasarnya, perhitungan WEC step test (WECst) mengikuti kaidah usaha (kerja) dimana diasumsikan pada saat

melakukan step test subjek sedang berjalan menaiki tangga dengan membawa beban yaitu tubuhnya sendiri. WEC dihitung dengan mengalikan berat badan dengan gaya gravitasi dan frekuensi step test

kemudian dibagi 0.42 untuk mengonversi menjadi satuan kkal. Dari perhitungan ini dapat dilihat hasilnya pada Tabel 7.

Contoh hasil perhitungan WEC untuk subjek P3 dengan berat badan 58 kg dan tinggi badan 162 cm:

WECST1 = 1.02 kkal/menit (f = 15 siklus/menit )

WECST2 = 1.35 kkal/menit (f = 20 siklus/menit )

WECST3 = 1.69 kkal/menit (f = 25 siklus/menit )

WECST4 = 2.03 kkal/menit (f= 30 siklus/menit )

Tabel 7. Nilai IRHR dan WEC pada frekuensi step test yang berbeda

Subjek

ST1 (15 siklus/menit) ST2 (20 siklus/menit) ST3 (25 siklus/menit) ST4 (30 siklus/menit)

IRHR WECST

(kkal) IRHR

WECST

(kkal) IRHR

WECST

(kkal) IRHR

WECST

(kkal) P1 1.41 1.09 1.44 1.45 1.51 1.81 1.62 2.17 P2 1.39 1.00 1.47 1.33 1.50 1.66 1.59 2.00 P3 1.34 1.02 1.45 1.35 1.53 1.69 1.68 2.03

Pada subjek lain, cara perhitungan yang sama dapat diterapkan. Nilai WECST untuk subjek lain dapat

dilihat pada Lampiran. Hubungan antara WECST dan IRHR kemudian diplot dalam grafik. Grafik

hubungan antara WECST dan IRHR masing-masing subjek dapat dilihat pada gambar 13di bawah ini.

Setiap subjek memiliki kemiringan grafik tersendiri yang merepresentasikan kenaikan IRHR terhadap kenaikan nilai WECST. Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa semkin curam kemiringan garisnya, maka

semakin besar perubahan nilai IRHR terhadap perubahan tingkat beban kerja, dan berlaku sebaliknya.

(39)
[image:39.595.158.462.114.667.2]

Gambar 15. Grafik korelasi IRHR dan WECST pada KST

P1

(40)
[image:40.595.267.388.534.685.2]

Dari masing-masing grafik tersebut diperoleh persamaan korelasi antara peningkatan denyut jantung (IRHR) terhadap peningkatan beban kerja (WEC) untuk masing-masing subjek. Persamaan grafik dari masing-masing subjek dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persamaan nilai IRHR terhadap WEC tiap subjek

Subjek Persamaan Kalibrasi (y= IRHR ; x= WEC) R

2

P1 y = 0.191x + 1.182 0.944 P2 y = 0.191x + 1.200 0.976 P3 y = 0.325x + 1.002 0.989

Selanjutnya persamaan korelasi IRHR dan WEC tersebut akan digunakan untuk mengetahui WEC saat melakukan aktivitas kerja (perontokan padi) dengan cara memplotkan nilai IRHR saat kerja kedalam persamaan (grafik) tersebut.

B. PENGUKURAN KONSUMSI ENERGI KERJA DAN BEBAN KERJA

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu pada Bab Metodologi ada dua jenis pekerjaan perontokan padi yang diteliti, yaitu perontokan secara manual dan perontokan menggunakan alat O-belt thresher. Berikut ini akan dibahas pengukuran denyut jantung serta analisis beban kerja dan konsumsi energy untuk masing-masing metode perontokan.

1. Perontokan Manual

Subjek pada pengambilan data denyut jantung kerja perontokan secara manual adalah subjek P1, P2 dan P3, dengan karakteristik antropometri yang tertera pada tabel 3. Dilakukan tiga kali ulangan dalam pengambilan data untuk tiap-tiap subjeknya. Pekerjaan perontokan secara manual dapat dilihat pada Gambar 16.

(41)

Skema pengambilan data denyut jantung saat bekerja adalah sebagaimana disajikan pada gambar 17 berikut ini :

Gambar 17. Skema Pengambilan Data

[image:41.595.154.538.163.203.2]

Data denyut jantung dalam aktivitas tersebut diukur dan data yang terekam oleh HRM dipindahkan ke komputer, contoh grafik denyut jantung untuk satu siklus observasi kegiatan perontokan disajikan pada Gambar 18 dibawah ini. Grafik lengkap untuk subjek lain dan ulangan lain dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 18. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat perontokan manual oleh P1 ulangan 2 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test)

Dengan ketentuan yang sama pada saat menentukan nilai HR rata-rata pada KST dilakukan penghitungan untuk HR rata-rata pada masing-masing subjek pada perontokan secara manual. Proses penghitungan IRHR adalah dengan membagi nilai HR kerja dengan HR istirahat terendah. Dalam kasus ini hampir nilai HR istirahat terendah ada pada istirahat pertama (R1). Setelah itu dapat diperoleh nilai IRHR saat kerja dari masing-masing subjek. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Rest 1 (10 min)

Step test (5 min)

Rest 2 (10 min)

Rest 3 (10 min) Work

(10 menit)

HR P1 MANUAL ULANGAN 2

(42)

Tabel 9. Nilai HR rata-rata dan IRHR perontokan manual

Untuk mengetahui nilai WEC maka nilai IRHR rata-rata dari tabel di atas dimasukkan ke dalam persamaan yang ada pada Tabel 8. Setelah itu dilakukan penghitungan nilai TEC. TEC adalah energi total yang digunakan pada saat kerja yaitu total dari energi metabolisme (BME) dan energi kerja itu sendiri (WEC). Kemudian nilai TEC dinormalisasi yaitu dengan membaginya dengan berat tubuh subjek sehingga akan diperoleh nilai TEC. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10. Nilai IRHR, WEC, TEC dan TEC’ perontokan manual

Subjek

Berat

Badan

Rerata

IRHR

Kerja

BME

(kkal/meni

t)

Beban

kerja

WEC

(kkal/menit)

TEC

(kkal/menit)

TEC'

(kkal/kg.Jam)

P1 62 1.531 0.945

Berat

1.826 2.771 2.682

P2 57 1.568 1.065

Berat

1.926 2.991 3.148

P3 58 1.522 0.990

Berat

1.600 2.590 2.680

Rerata

1.540

Berat

1.784

2.837

Dari Tabel 10 secara umum dilihat bahwa aktivitas perontokan secara manual mempunyai tingkat beban kerja berat. Hal ini terlihat dari nilai rerata IRHR 1.540. Sedangkan energi total rata-ratanya (TEC) adalah 2.784 kkal/menit dengan konsumsi energi rata-rata yang digunakan untuk kerja (WEC) yaitu 1.784 kkal/menit dan nilai normalisasi rata-ratanya (TEC’) 2.837 kkal/kg.jam.

Subjek Umur

A

(m

2

)

Ulangan

HR IRHR

Rerata

IRHR

kerja

R1 ST R2 W R3

ST

W

P1 25

1.719

1 75.38

103.00

78.00

119.16

78.42

1.37

1.58

1.53

2 75.83

105.27

78.67

118.75

78.90

1.34

1.51

3 73.89

104.64

76.88

110.97

80.21

1.42

1.50

P2 20

1.687

1 71.70

105.80

76.92

114.67

78.45

1.48

1.60

1.57

2 74.64

103.20

74.43

117.15

78.44

1.39

1.57

3 75.78

105.50

76.70

115.96

77.00

1.39

1.53

P3 42

1.627

1 72.38

105.71

78.57

113.63

78.75

1.46

1.57

1.52

2 74.31

103.83

77.25

112.10

78.82

1.34

1.45

3 70.27

104.83

77.22

108.59

77.33

1.49

1.55

(43)

2. Perontokan dengan Alat Perotok Padi Tipe Pedal

[image:43.595.213.445.475.649.2]

Data denyut jantung pada perontokan menggunakan alat O-belt thresher dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian subjek pengayuh dan subjek pengumpan padi. Data diambil dengan metode yang hampir sama dengan pengambilan data denyut jantung pada saat kalibrasi. Setelah data dari HRM dipindahkan ke komputer maka data ditampilkan dalam grafik untuk membantu perhitungan HR rata-rata, seperti terlihat pada Gambar 20 dan gambar 21 berikut.

Gambar 19. Pekerjaan perontokan menggunakan alat perontok padi tipe pedal

Gambar 20. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat perontokan menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengayuh oleh P1 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test)

HR P1 PENGAYUH ULANGAN 1

(44)

Gambar 21. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat perontokan menggunakan alat perontok tipe pedal bagian pengumpan oleh P2 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test)

Dengan ketentuan yang sama pada saat menentukan nilai HR rata-rata pada KST dilakukan penghitungan untuk HR rata-rata pada masing-masing subjek pada perontokan menggunakan alat O-belt thresher. Proses penghitungan IRHR adalahdengan membagi nilai HR kerja dengan HR istirahat terendah. Dalam kasus ini hampir nilai HR istirahat terendah ada pada istirahat pertama (R1). Setelah itu dapat diperoleh nilai IRHR saat kerja dari masing-masing subjek. dapat dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12 berikut.

Tabel 11. Nilai HR rata-rata dan IRHR dari operator pengayuh pedal menggunakan O-belt thresher

Subjek Umur

A

(m

2

)

Ulangan

HR IRHR

Rerata

IRHR

kerja

R1 ST R2

W R3 ST W

P1 62

1.719

1 72.50

103.60

73.86

108.62

71.10

1.43

1.50

1.50

2 74.10

101.63

72.00

109.50

81.00

1.37

1.48

3 73.90

100.38

79.09

113.00

74.33

1.36

1.53

P2 57

1.687

1 76.88

95.67

77.33

105.61

84.55

1.32

1.50

1.42

2 72.43

95.42

77.94

108.43

79.56

1.24

1.37

3 78.00

99.17

76.36

109.20

80.71

1.27

1.40

P3 58

1.627

1 73.22

102.12

77.33

109.67

84.55

1.32

1.47

1.47

2 75.07

98.82

73.83

110.62

79.56

1.39

1.50

3 76.64

102.93

78.20

110.73

80.71

1.34

1.44

Rerata 1.46

HR P2 PENGUMPAN ULANGAN 2

(45)

Tabel 12. Nilai HR rata-rata dan IRHR operator pengumpan padi menggunakan O-belt thresher

Subjek Umur

A

(m

2

)

Ulangan

HR IRHR

Rerata

IRHR

kerja

R1 ST R2

W R3 ST

W

P1 25

1.719

1 73.25

103.00

78.85

100.00

79.55

1.41

1.37

1.37

2 75.25

102.00

78.85

101.25

78.40

1.36

1.35

3 72.31

100.73

79.20

100.75

79.25

1.39

1.39

P2 20

1.687

1 75.29

98.64

77.56

102.45

83.18

1.31

1.36

1.39

2 72.74

97.89

76.09

103.00

76.89

1.35

1.42

3 73.30

98.90

79.17

102.42

76.00

1.35

1.40

P3 42

1.627

1 72.56

100.29

76.78

104.14

84.54

1.38

1.44

1.39

2 74.36

98.56

77.56

102.09

82.60

1.33

1.37

3 75.00

95.90

78.14

102.18

80.67

1.28

1.36

Rerata 1.38

Untuk mengetahui nilai WEC maka nilai IRHR rata-rata dari tabel-tabel di atas dimasukkan ke dalam persamaan yang ada pada Tabel 8. Setelah itu dilakukan penghitungan nilai TEC. TEC adalah energi total yang digunakan pada saat kerja yaitu total dari energi metabolisme (BME) dan energi kerja itu sendiri (WEC). Untuk mendapatkan nilai BME, kita konversi nilai luas permukaan tubuh subjek menggunakan Tabel 3. Dari tabel BMEkita peroleh konsumsi oksigen yang kemudian kita konversi menjadi koversi energi dengan mengalikan dengfan 5 kal. Kemudian nilai TEC dinormalisasi yaitu dengan membagi TEC dengan berat tubuh subjek. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 13. Nilai IRHR, WEC, TEC dan TEC’ operator pengayuh pedal menggunakan O-belt thresher

Subjek Berat Badan

Rerata IRHR Kerja

BME (kkal/menit

)

Beban kerja

WEC (kkal/menit)

TEC (kkal/menit)

TEC' (kkal/kg.Jam)

(46)

Tabel 14. Nilai IRHR, WEC, TEC dan TEC’ operator pengumpan padi menggunakan O-belt thresher

Subjek

Berat

Badan

Rerata

IRHR

Kerja

BME

(kkal/menit)

Beban

kerja

WEC

(kkal/menit)

TEC

(kkal/menit)

TEC'

(kkal/kg.Jam)

P1 62 1.370 0.945

Sedang

0.984

1.929

1.994

P2 57 1.390 1.065

Sedang

0.995

2.060

1.957

P3 58 1.390 0.990

Sedang

1.194

2.184

2.111

Rerata 1.383

Sedang

1.058

2.020

Dari Tabel 13 secara umum terlihat bahwa kegiatan mengayuh pada perontokan padi menggunakan alat perontok tipe pedal mempunyai tingkat beban kerja sedang. Hal ini terlihat dari nilai rerata IRHR-nya 1.463. Sedangkan energi total rata-ratanya (TEC) adalah 2.419 kkal/menit dengan konsumsi energi rata-rata yang digunakan untuk kerja (WEC) yaitu 1.419 kkal/menit dan nilai normalisasi rata-ratanya (TEC’) 2.384 kkal/kg.jam.

Dari Tabel 14 secara umum dapat dilihat bahwa kegiatan mengumpan padi pada perontokan padi menggunakan alat perontok tipe pedal mempunyai tingkat beban kerja sedang. Hal ini terlihat dari nilai rerata IRHR-nya 1.383. Sedangkan energi total rata-ratanya (TEC) adalah 2.058 kkal/menit dengan konsumsi energi rata-rata yang digunakan untuk kerja (WEC) yaitu 1.058 kkal/menit dan nilai normalisasi rata-ratanya (TEC’) 2.020 kkal/kg.jam.

3. Pengukuran Output Kerja

Setelah selesai mengambil data denyut jantung dilanjutkan dengan pengukuran output kerja. Pengukuran output kerja meliputi pengukuran jam kerja dan hasil perontokan. Metode yang digunakan dalam pengukuran ini adalah dengan metode pengukuran langsung, menggunakan Stop Watch dan Timbangan. Untuk data hasil perontokan adalah hasil (kg) yang didapat dalam waktu 10 menit kerja yang kemudian dikonversi satuan dari kg/10 menit menjadi kg/jam . Sedangkan untuk data jam kerja diperlukan asumsi produktivitas panen, dalam hal ini digunakan 5 ton/ha sebagai asumsi produktivitas panen. Setelah itu data jam kerja didapat dari asumsi proktivitas panen (Ha).

Hasil kerja dan jam orang kerja dari aktivitas perontokan manual dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Hasil kerja dan jam kerja perontokan manual

Rerata Subjek Rerata P1 Rerata P2 Rerata P3 Rerata Total Hasil Perontokan* 16.62 17.22 23.82 19.20 Jam Kerja ** 300.84 290.36 209.91 260.42

* kg gabah/jam

** Jam/Ha

(47)

Sedangkan hasil kerja dan jam kerja dari aktivitas perontokan padi menggunakan alat perontok padi tipe pedal dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Hasil kerja dan jam orang kerja perontokan menggunakan alat perontok tipe pedal

Rerata Subjek Rerata P1 Rerata P2 Rerata P3 Rerata Total Hasil Perontokan* 32.59 36.79 37.9 35.70 Jam Kerja ** 153.42 135.91 131.93 140.06

* kg gabah/jam

** Jam/Ha

Asumsi produktivitas panen : 5 ton/ha

4. Analisis Perbandingan Beban Kerja, Konsumsi Energi Kerja dan Efektivitas Kerja antara Perontok Manual dan O-belt Thresher

Dari hasil perhitungan beban kerja, hasil kerja, dan jam kerja di atas, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 17. Perbandingan beban kerja, konsumsi energi dan produktivitas perontokan manual dan O-belt thresher

Pada gambar 20 terlihat bahwa produktivitas dari perontokan secara manual yaitu 19.20 kg gabah/jam. Hal ini menggambarkan untuk merontokan padi selama 1 jam dihasilkan 19.20 kg gabah hasil perontokan, sedangkan hasil dari perontokan padi menggunakan alat O-belt Thresher adalah 35.70 kg gabah/jam. Sehingga alat O-belt memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan perontokan secara manual.

Pada perontokan secara manual, waktu yang dibutuhkan sebesar 260.42 jam/ha apabila perontokan dilakukan menggunakan alat perontok padi tipe pedal sebesar 140.05 jam/ha. Berarti untuk merontokan padi pada sawah seluas 1 Ha, perontokan manual membutuhkan waktu 260.42 jam sedangkan menggunakan alat O-belt dibutuhkan waktu 140.05 jam. Dalam kasus ini digunakan asumsi produktivitas lapang sebesar 5 ton/Ha.

Dalam segi tingkat beban kerja perontokan secara manual memiliki IRHR sebesar 1.54. Sedangkan menggunakan alat O-belt memiliki IRHR sebesar 1.46 untuk operator pengayuh dan 1.38. Untuk kegiatan Jenis Pekerjaan Produktivitas

(kg/jam)

Jam Kerja

(Jam/Ha) IRHR

TEC' (kkal/kg.jam)

Total TEC' per Ha (kkal/kgb.Ha)

Perontokan manual

(1 orang operator) 19.20 260.42 1.54 2.80 738.81 Perontokan menggunakan Alat

O-belt Thresher

(2 orang operator : pengayuh dan pengumpan)

35.70 140.05 1.46

(48)

perontokan manual termasuk dalam tingkat beban kerja kategori sedang hingga berat. Sedangkan untuk perontokan menggunakan O-belt termasuk dalam tingkat beban kerja kategori ringan hingga sedang.

Nilai TEC’ untuk perontokan manual adalah sebesar 2.80 kkal/kg.jam, sedangkan menggunakan alat O-belt memiliki nilai TEC’ sebesar 4.40 kkal/kg.Ha. Perontokan menggunakan alat O-belt memiliki TEC’ yang lebih besar dibandingkan perontokan manual. Hal ini disebakan dalam pengoperasian O-belt diperlukan dua operator, yaitu sebagai pengayuh dan pengumpan padi. Sehingga TEC’ dalam perontokan padi menggunakan alat O-belt terjadi penjumlahan antara TEC’ pengayuh dan TEC’ pengumpan padi.

Total konsumsi kerja per satuan berat badan (kgb) dan per satuan luas (ha) adalah perkalian dari

TEC’ dan jam kerja. Hal ini untuk mengetahui total energi yang dikeluarkan untuk merontokan padi pada sawah seluas 1 Ha. Untuk perontokan secara manual dibutuhkan total energi sebesar 738.81 kkal/kgb.Ha,

sedangak menggunakan alat O-belt membutuhkan total energi sebesar 616.81 kkal/kgb.Ha. Maka

penggunaan alat O-belt lebih ringan dibandingkan perontokan secara manual.

Dari keseluruhan aspek yang diteliti dalam membandingkan tingkat beban kerja, konsumsi energi dan produktivitas kerja perontokdengan O-belt Thresher terhadap kerja perontok secara manual dapat disimpulkan bahwa penggunaan alat O-belt lebih efektif dibandingkan dengan perontokan secara manual.

C. UJI STATISTIK

Uji statistik dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis terhadap metode perontokan padi secara manual dan metode perontokan padi menggunakan alat perontok padi tipe pedal. Pada perontokan secara manual dibutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk melakukan perotokan. Se

Gambar

Gambar 9. Prosedur Pengambilan Data
Gambar 11. Perontokan padi secara manual       Gambar 12. Perontokan padi menggunakan alat
Gambar 13. Pengambilan data denyut jantung KST
Gambar 14. Grafik hubungan antara HR terhadap waktu pada saat KST oleh P3 (Ket: R = rest/istirahat; ST = step test)
+7

Referensi

Dokumen terkait