• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

   

PENGUJIAN TEKNIK INTERPOLASI

SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA BERBASIS IHMB

PADA HUTAN LAHAN KERING PT TRISETIA INTIGA,

KABUPATEN LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH

FAUZIAH DWI HAYATI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

PENGUJIAN TEKNIK INTERPOLASI

SEDIAAN TEGAKAN DAN BIOMASSA BERBASIS IHMB

PADA HUTAN LAHAN KERING PT TRISETIA INTIGA,

KABUPATEN LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH

FAUZIAH DWI HAYATI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

 

ABSTRAK

FAUZIAH DWI HAYATI. Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA.

Interpolasi spasial merupakan suatu proses perhitungan untuk mengestimasi nilai pada wilayah yang tidak terukur dari wilayah yang terukur dengan asumsi atribut data tersebut memiliki hubungan spasial yang kontinu. Penggunaan sampel data IHMB untuk pendugaan sebaran spasial volume dan biomassa tegakan merupakan sebuah tantangan tugas yang menarik, khususnya dalam mensukseskan program REDD+. Pada penelitian ini diuji beberapa metode interpolasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi sediaan tegakan dan biomassa berbasis data IHMB di hutan lahan kering. Metode IDW (Inverse Distance Weight) dan Kriging diuji untuk interpolasi volume tegakan seluruh jenis kayu (D>10 cm), jenis kayu komersil (D>40 cm) dan biomassa. Analisis spasial yang dilakukan mencakup pembuatan isoline, pembangunan TIN (Triangulated Irreguler Network), konversi ke grid, konversi grid ke vektor dan perhitungan nilai tengah. Penelitian ini menunjukkan bahwa Metode IDW dengan power 3 memberikan estimasi terbaik untuk interpolasi seluruh jenis kayu (D>10 cm), jenis kayu komersil (D>40 cm) dan biomassa. Pada Metode Kriging interpolasi terbaiknya dihasilkan dengan pendekatan spherical dan circular. Secara umum, Metode IDW memberikan hasil sedikit lebih baik dibandingkan dengan metode Kriging dalam menduga sebaran spasial sediaan dan biomassa tegakan.

Kata kunci: interpolasi, Kriging, IDW, IHMB, sediaan tegakan, biomassa ABSTRACT

FAUZIAH DWI HAYATI. Interpolation Method of IHMB based Standing Stock and Biomass on Dry Land Forest, PT Trisetia Intiga, Lamandau Regency, Middle Borneo. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA.

Spatial interpolation is a calculation process to estimate the value at unmeasured areas with the assumption that the data attributes have continuos spatial relationships. The use of IHMB sample data for estimating standing stock and biomass distribution is an interesting challenge of task, particularly in supporting the REDD+ program. In this study, several interpolation methods were examined to obtain the best method to be used in estimating the standing stock and biomass based on IHMB data in dry land forests. The IDW (Inverse Distance Weight) and Kriging method were tested for interpolating all size timber class (D>10 cm), commercial tree species (D>40 cm). The spatial analysis performed includes isolines development, construction of TIN (Triangulated irregular network), conversion to grid, grid to vector conversion and calculating the mean. This study shows that the IDW of power 3 provides the best estimation for interpolating all tree size from all species (D>10 cm), comerciall species (D>40 cm) and biomass, respectively. For the Kriging Method, the best estimation was derived from spherical and circular approaches. In general, the IDW method gives slightly better estimation than the Kriging method on estimating spatial distribution of standing stock and biomass.

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(5)

 

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitia : Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomassa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah

Nama Mahasiswa : Fauziah Dwi Hayati Nomor Pokok : E14080090

Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr NIP. 19610909 198601 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 22 Januari 1990 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Wawan Karyawan dan Ibu N. Siti Hodijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Harjasari 1 lulus tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Bogor lulus tahun 2005 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur USMI (undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif berorganisasi di bidang kesenian (PSM Agriaswara IPB dan KSB Masyarakat Roempoet) dan himpunan profesi FMSC(Forest Manajemen Student Club). Penulis pernah menjadi salah satu bagian dari tim pelaksana Inventarisasi Hutan di Gunung Geulis Golf and Resort. Penulis juga pernah menjadi asisten Pelatihan Sistem Informasi Geografis (SIG) tingkat dasar dalam rangka ‘Kegiatan Kajian Pemetaan Spasial Lingkungan Hidup Kota Batam’, Pelatihan Teknologi Informasi Desain Sistem Informasi Kehutanan Berbasis WebGIS Kehutanan Provinsi Papua, asisten Pelatihan Sistem Informasi Geografis untuk pascasarjana dan asisten mata kuliah Geomatika dan Inderaja Kehutanan tahun ajaran 2011-2012. Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan acara kampus maupun luar kampus.

(7)

 

PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas segala limpahan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengujian Teknik Interpolasi Sediaan Tegakan dan Biomasa Berbasis IHMB Pada Hutan Lahan Kering PT Trisetia Intiga, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini, orang tua penulis Bapak Wawan Karyawan dan Ibu N. Siti Hodijah, kakak-kakak penulis Siti Atia Destri Rahmawati dan Maulana Arsyad juga adik penulis Muhamad Ega Nugraha atas segala doa dan dukungan. Serta teman-teman seperjuangan dalam menyelesaikan masa studi di IPB.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 didasari oleh Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009 Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Dalam hal ini dilakukan pengujian metode interpolasi terhadap plot contoh IHMB untuk menduga sediaan tegakan dan biomassa yang lokasinya tidak terjangkau oleh plot contoh tersebut. Oleh karena itu, diperlukan metode terbaik demi keakuratan dugaan sediaan tegakan dan biomassa yang mendekati nilai aktual. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan. Semoga ini memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2013

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i 

DAFTAR TABEL ... iii 

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

  BAB I PENDAHULUAN ... 1 

1.1 Latar Belakang... 1 

1.2 Permasalahan ... 5 

1.3 Tujuan ... 5 

1.4 Manfaat ... 5

  BAB II METODOLOGI ... 6 

2.1 Waktu dan Tempat ... 6 

2.2 Data, Software dan Hardware ... 6 

2.2.1 Data IHMB ... 6

2.2.2 Software ... 7 

2.2.3 Hardware ... 7 

2.3 Metode Penelitian ... 7 

2.3.1 Pengumpulan Data ... 7 

2.3.2 Perhitungan Volume dan Biomassa ... 9 

2.3.3 Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar ... 9 

2.3.4 Pemilihan Data Contoh ... 9 

2.3.5 Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 11

2.3.5.1 Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan dan Biomassa ... 11

2.3.5.2 Pembangunan TIN Sediaan Tegakan dan Biomassa ... 16 

2.3.6 Analisis Uji Validasi ... 17 

2.3.7 Pembuatan Ranking (Skoring) ... 18

  BAB III LOKASI DAN KEADAAN UMUM ... 20 

3.1 Letak Geografis dan Luas Areal kerja IUPHHK-HA ... 20 

(9)

 

3.3 Keadaan Hutan ... 22 

3.4 Sediaan Tegakan ... 23 

3.5 Keadaan Lahan ... 24 

3.6 Geologi dan Tanah ... 25 

3.6.1 Geologi ... 25 

3.6.2 Tanah ... 26 

3.7 Iklim ... 26 

3.8 Hidrologi ... 27 

3.9 Demografi ... 27 

3.10 Aksesibilitas ... 28

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29 

4.1 Analisis Metode ... 29 

4.1.1 Interpolasi Metode IDW ... 29 

4.1.2 Interpolasi Metode Kriging ... 33 

4.2 Uji Validasi ... 39 

4.3 Pemilihan Metode Terbaik ... 44 

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50 

5.1 Kesimpulan ... 50 

5.2 Saran ... 50

  DAFTAR PUSTAKA ... 51 

(10)

DAFTAR TABEL

2.1 Daftar Nama Jenis Kayu di PT Trisetia Intiga ... 8 

2.2 Penentuan Jumlah Plot Model dan Plot Validasi ... 11 

3.1 Luas IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkn Penggunaan Kawasan dalam Areal Keja ... 20

3.2 Penutupan Lahan Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 21 

3.3 Wilayah IUPHHK yang Overlap Penggunaannya dengan Perkebunan .. 23

3.4 Data Sediaan Tegakan di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkan Hasil IHMB ... 24 

3.5 Kelas kelerengan tempat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 24

3.6 Kelas ketinggian tempat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 25 

3.7 Formasi Geologi Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 25 

3.8 Jenis Tanah yang Terdapat di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 26

3.9 Jumlah dan Distribusi Curah Hujan di Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 27

3.10 Jumlah Penduduk di Sekitar Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 28

4.1 Rekap Nilai Tengah untuk Metode IDW ... 33 

4.2 Rekap Nilai Tengah untuk Metode Kriging ... 39

4.3 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm untuk Metode IDW ... 41 

4.4 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm untuk Metode IDW ... 41

4.5 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Biomassa untuk Metode Kriging ... 42

4.6 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm untuk Metode IDW ... 44 

4.7 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm untuk Metode Kriging ... 44

4.8 Nilai Uji Validasi Pada Pengujian Biomassa untuk Metode Kriging .... 44

4.9 Perbandingan Hasil Uji Validasi dan Skor Kedua Metode ... 49  

(11)

 

DAFTAR GAMBAR

2.1 Sebaran Plot IHMB di PT Trisetia Intiga ... 6 

2.2 Sebaran Plot Model dan Plot Validasi Seluruh Jenis Kayu D>10 cm .... 10

2.3 Sebaran Plot Model dan Plot Validasi Jenis Kayu Komersil D>40 cm .. 10

2.4 Semivariogram Pada Metode Kriging ... 14

2.5 Semivariogram Pada (a) Spherical method (b) Exponential method (c) Linear with sill method (d) Gaussian method ... 16

2.6 Diagram Alir Penelitian ... 19

3.1 Penggunaan Kawasan Areal Keja PT Trisetia Intiga ... 21

3.2 Penutupan Lahan Areal Kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga ... 22 

4.1 Sebaran Volume (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW ... 29

4.2 Nilai Tengah (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW ... 30

4.3 Sebaran Volume (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode IDW ... 31

4.4 Nilai Tengah (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 dengan Metode IDW ... 31

4.5 Sebaran Volume (ton/ha) untuk Biomassa dengan Metode IDW ... 32

4.6 Nilai Tengah (m3/ha) untuk Biomassa D>10 cm dengan Metode IDW . 33

4.7 Semivariogram Pada Pengujian Seluruh Jenis Kayu D>10 cm ... 34

4.8 Semivariogram Pada Pengujian Jenis Kayu Komersil D>40 cm ... 34 

4.9 Semivariogram Pada Pengujian Biomassa ... 34

4.10 Sebaran Volume (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode Kriging ... 35

4.11 Nilai Tengah (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu D>10 cm dengan Metode IDW ... 36

4.12 Sebaran Volume (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode Kriging ... 37

4.13 Nilai Tengah (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil D>40 cm dengan Metode IDW ... 37

4.14 Sebaran Volume (ton/ha) untuk Biomassa dengan Metode Kriging ... 38

(12)

4.16 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu

D>10 cm dengan Metode IDW ... 45 4.17 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil

D>40 cm dengan Metode IDW ... 45 4.18 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Biomassa dengan

Metode IDW ... 46 4.19 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Seluruh Jenis Kayu

D>10 cm dengan Metode Kriging ... 47 4.20 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Jenis Kayu Komersil

D>40 cm dengan Metode Kriging ... 47 4.21 Bobot Terbaik Estimasi Volume (m3/ha) untuk Biomassa dengan

(13)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Kayu di PT Trisetia Intiga ... 50  Lampiran 2 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Seluruh Jenis Kayu

D>10 cm ... 58 Lampiran 3 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Jenis Kayu Komersil

D>40 cm ... 59 Lampiran 4 Hasil Interpolasi Metode IDW untuk Biomassa ... 60 Lampiran 5 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Seluruh Jenis Kayu

D>10 cm ... 63 Lampiran 6 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Jenis Kayu Komersil

D>40 cm ... 64 Lampiran 7 Hasil Interpolasi Metode Kriging untuk Biomassa ... 65 Lampiran 8 Hasil Semivariogram Pada Metode Kriging untuk Seluruh

Jenis Kayu D>10 cm ... 66 Lampiran 9 Hasil Semivariogram Pada Metode Kriging untuk Jenis Kayu

(14)

   

1.1 Latar Belakang

Pemanasan global (global warming) merupakan peningkatan temperatur di planet bumi secara global yang menimbulkan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap masa depan bumi termasuk manusia dan makhluk hidup lain. Peningkatan temperatur bumi tersebut meliputi temperatur atmosfer, laut, dan daratan bumi (Muhi 2011). Menurut Abdullah dan Khairuddin tahun 2009, efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menjadi penyebab pemanasan global merupakan proses terperangkapnya energi matahari dan gas-gas lain di atmosfer. Efek rumah kaca yang disebabkan oleh energi matahari merupakan sebuah proses alami guna menghangatkan bumi dari suhu dingin. Sedangkan efek rumah kaca yang disebabkan oleh gas lain hasil aktivitas manusia disebut dengan Gas Rumah Kaca (GRK). GRK memiliki sifat “menyerap” radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu di bumi. Semakin banyak emisi GRK yang dihasilkan maka semakin tinggi kenaikan suhu di bumi. Menurut KNLH (2009) salah satu GRK yang mempunyai kontribusi terbesar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim adalah Karbon dioksida (CO2). Karbon

dioksida adalah gas yang dapat bertahan cukup lama di atmosfer yang mempunyai efek sebagai penyelimut bumi dengan cara energi yang berasal dari matahari berupa radiasi gelombang pendek termasuk di dalamnya cahaya tampak ketika menyentuh permukaan bumi energi ini berubah dari cahaya menjadi panas lalu menghangatkan bumi.

Hutan mampu menghasilkan dan menyerap CO2. Menurut Butler (2010)

emisi GRK Indonesia mencapai 2.1 milyar ton CO2 di tahun 2005. Sebagian besar

emisi tersebut berasal dari sektor kehutanan. Ilmuwan memperkirakan bahwa emisi yang dihasilkan dari deforestasi dan degradasi hutan mencapai 20% dari seluruh emisi gas rumah kaca (GRK) per tahun. Ketika hutan ditebang atau digunduli, biomassa yang tersimpan di dalam pohon akan membusuk atau terurai dan menghasilkan gas CO2. Selain itu, beberapa kawasan hutan melindungi

(15)

 

dibakar, maka emisi karbon yang dikeluarkan tidak hanya terbatas dari vegetasi yang tumbuh di permukaan tanah, bahan organik yang ada di dalam tanah pun akan terurai dan mengeluarkan CO2 (CIFOR 2010).

Fungsi hutan dalam menyerap karbondioksida dilakukan melalui proses fotosintesis yang dilakukan oleh pohon. Hasil riset menunjukkan bahwa dari 32 milyar ton CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia per tahunnya kurang dari 5

milyar ton diserap oleh hutan (CIFOR 2010). Karbon yang diserap tersebut diubah menjadi oksigen dan disimpan sebagai biomassa di dalam tubuh pohon sepanjang tidak terbakar atau lapuk. Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup, termasuk bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik yang ada di atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah (Sulistyo et al. 2010). Biomassa secara spesifik merujuk pada limbah pertanian seperti jerami, sekam padi, limbah perhutanan seperti serbuk gergaji, tinja kotoran hewan, sampah dapur, lumpur kubangan dan sebagainya. Dalam kategori jenis tanaman, yang termasuk biomassa adalah kayu putih, poplar hybrid, kelapa sawit, tebu, rumput, rumput laut dan lain-lain.

(16)

(pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan). REDD berbeda dengan kegiatan konservasi sebelumnya karena dikaitkan langsung dengan insentif finansial untuk konservasi yang bertujuan menyimpan karbon di hutan (CIFOR 2010).

Untuk menjaga eksistensi fisik dan kualitas hutan tetap terjaga diperlukan suatu pengelolaan yang berdasarkan azas kelestarian dan lingkungan. Manajemen pengelolaan hutan yang terintegrasi perlu didukung oleh data dan informasi dasar tentang kondisi fisik hutan (Jaya 2010). Potensi sumberdaya tersebut dapat diketahui melalui kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap dan pengeluaran hasil (Husch 1987). Inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi biofisik sumberdaya hutan baik yang berupa flora, fauna maupun keadaan fisik lapangan, serta kondisi sosial ekonomi dari areal atau kawasan hutan yang diinventarisasi.

(17)

 

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.33/Menhut-II/2009 Tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi dilakukan dengan konsep sampling. Konsep ini menyebabkan kemungkinan adanya lokasi-lokasi yang tidak mampu terwakili oleh sampel yang diambil untuk menerangkan karakteristik vegetasi di lokasi tersebut. Hal ini mampu diminimalisir dengan menggunakan metode-metode yang ada dalam sistem informasi geografis (SIG). SIG memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya (Puntodewo 2003). Dalam ilmu spasial data titik-titik “sampel” input dari data yang telah diukur dapat ditransformasikan menjadi informasi petak. Selanjutnya melalui ilmu spasial kondisi titik-titik lainnya yang terletak diantara titik-titik sampel tersebut diestimasi menggunakan metode “interpolasi permukaan” (surface interpolation) (Jaya 2010).

Interpolasi spasial adalah metode atau fungsi matematis untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia dan metode ini mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial (Webster dan Oliver 2007 diacu dalam Primatika 2011). Metode interpolasi yang dapat digunakan, antara lain metode interpolasi IDW (Inverse Distance Weight), Spline dan Kriging. Pendugaan sediaan tegakan dan biomassa pada wilayah – wilayah yang tidak diwakili plot dilakukan dengan pendekatan interpolasi spasial. Metode interpolasi menampilkan pola-pola spasial contoh dari hasil perhitungan dan dapat dibandingkan dengan pola-pola spasial dari obyek-obyek spasial lain. Metode yang direkomendasikan pada pelaksanaan IHMB adalah metode IDW. Namun demikian, beberapa IHMB ada yang menggunakan metode interpolasi spline dan kriging. Oleh karena itu, kajian terhadap beberapa metode interpolasi ini perlu difokuskan untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat keakuratannya untuk menghasilkan dugaan sediaan dengan nilai yang mendekati akurat.

(18)

lebih rapat dengan distribusi yang lebih menyebar. Setiap metode ini akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda. Akan menjadi mudah dan bermanfaat bagi pengguna berikutnya apabila ada kajian tentang perbandingan hasil interpolasi dengan metode yang berbeda sehingga metode yang tepat dapat dipilih.

1.2 Permasalahan

Secara umum, teknik interpolasi yang digunakan adalah metode IDW (Invers Distance Weight) atau Invers Jarak Tertimbang dengan nilai pangkat 2. Ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu dikaji dalam rangka aplikasi metode ini, antara lain:

1. Benarkah metode IDW ini paling sesuai untuk interpolasi IHMB dibandingkan dengan metode lain (Kriging)?

2. Berapakah nilai bobot yang paling terbaik?

3. Seberapa besar keakuratan masing – masing metode tersebut?

Berdasarkan pertanyaan di atas, maka perlu dilakukan pengujian beberapa metode interpolasi dan bobotnya dalam mengestimasi sediaan tegakan yang mendekati kondisi aktualnya di lapangan.

1.3 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan metode interpolasi yang paling teliti dalam interpolasi spasial sediaan tegakan dan biomassa hutan alam lahan kering di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

1.4 Manfaat

(19)

 

2.1 Wak Pene Trisetia I dilakukan Dari hasil

ktu dan Te elitian ini d Intiga, Kab y adalah 58

iap plot sam ebut terdap

mbar 2.1 S

BAB

METODO

n dua tahap mandau, K

elitian ini a) di PT T n IHMB pa da areal selu

Pelaksanaan uran 20 m x t yang berve

t IHMB PT

ada bulan A Tengah. P orium Fisik ehutanan, I

adalah da Trisetia Int ada areal IU

uas 69070 n IHMB ini 125 m atau egetasi huta

Trisetia Int

April 2012 d Pengolahan

Remote Se Institut Pert

ata hasil IH tiga, Kabu UPHHK-HA

(20)

2.2.2 Software

Software yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah Arcview 3.3 yang dilengkapi dengan Extension berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2, Arcgis 9.3 dan MS Office.

2.2.3 Hardware

Hardware yang digunakan adalah seperangkat PC (Portable Computer) dan printer.

2.3 Metode Penelitian 2.3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari Rencana Kerja Umum (RKU) dan file elektronik IHMB PT TSI. Data yang diambil berupa data kondisi umum lokasi penelitian seperti letak geografis dan luas areal kerja, geologi dan tanah, iklim, keadaan hutan, kondisi sosial ekonomi. Selain data kondisi umum dilakukan pemilihan atribut data sekunder yakni no plot, id plot, Easting (E), Northing (N), nama jenis pohon, kelompok jenis, diameter pohon, tinggi bebas cabang, tinggi total, tinggi tempat. Selanjutnya dilakukan studi pustaka untuk mengetahui :

a. Nama jenis pohon, nama botani, family (data terlampir)

b. Kelas kuat kayu adalah tingkat ketahanan alami suatu jenis kayu terhadap kekuatan mekanis (beban) dinyatakan dalam Kelas Kuat I, II, III, IV dan V. Makin besar angka kelasnya makin rendah kekuatannya. Kekuatan kayu berhubungan dengan berat jenis (BJ). Makin berat BJ-nya, umumnya makin kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Kayu memiliki BJ yang berkisar antara minimum 0.20 hingga 1.28. Berikut kekuatan kayu menurut berat jenisnya (Dumanauw 2001) :

(21)

 

d. Kelompok kayu dibagi berdasarkan jenis komersil dan non komersil. Jenis komersil terdiri dari kayu meranti dan rimba campuran, sedangkan jenis non komersil terdiri dari kayu lindung dan indah. Pada areal kerja IUPHHK PT TSI terdapat 17 jenis kayu non komersil (7 jenis kayu lindung, 9 jenis kayu indah) dan 303 jenis kayu komersil (288 jenis kayu rimba campuran, 15 jenis kayu meranti), nama jenis kayu tersebut disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Daftar nama jenis kayu di PT Trisetia Intiga Kelompok

Jenis Nama Jenis

Rimba Campuran (RC)

Agathis, Akasia,Anggrung, Ayau, Ba'at, Babara, Baji'ing, Bakau, Balaban, Balau, Balau Merah, Bangku, Banitan, Bansul, Banuat, Barangketam, Barikobung, Baroba, Bawang, Bayur, Bawang Hutan, Bedaru, Bejung, Bekalu, Bekapas, Bekunyit, Belanti, Bengaris, Bentana, Benuang, Benyalin, Benyalung, Betapai, Bintangur, Bolas, Brebikang, Bunling, Bunut, Butun, Damar timau, Dara, Dema, Dirung, Djaring, Emang, Embak, Gading, Gambir, Gandis, Garung, Gelam, Gembor, Gerunggang, Getah Merah, Gita, Gomi, Habu, Hais, Honap, Idur, Ilan, Ilat, Ipang, Ipu, Jabon, Jabon putih, Jambu-jambu, Jamoi, Jangkang, Januat, Jengkol hutan, Jirak, Kaboi, Kabosi, Kajul, Kaliat, Kamambung, Kanipul, Kanopa, Kanuat, Kapengil, Kapuk, Kapur, Karakubung, Karakung, Karamu, Karanayup, Karobung, Karuat, Katikal, Kayu abu, Kayu batu, Kayu buhu, Kayu bunga, Kayu furu, Kayu rabun, Kecapi, Kedondong, Kekali, Keliat, Kelopak, Kelpau, Keluat, Kemaja, Kembayau, Kemenyan, Kempas, Kempili, Kemuning, Kemunting, Kenabu, Kenakun, Kenanga, Kenapai, Kenari, Kenduyung, Kenipan, Kenopa, Kepayang, Kepuh, Kerakas, Kerangas, Keranji, Kerasang, Keriba, Ketapang, Kinip, Klampis, Kondang, Kumpang, Kumpat, Kunyit, Kusi, Laban, Langko, Lempahung, Lengkunang, Limun, Linang, Linggi, Lintak, Lodja, Lonsu, Lunding, Mahabai, Mahang, Majing, Malapan, Mambulan, Mampudu, Mampul, Manggurun, Mangil, Mangis labi, Manjing, Mantorung, Markubung, Matang, Matoa, Medang, Memarik, Membulan, Mempisang, Mengkudu, Mentajai, Mentawa, Merabu, Merah, Merambung, Meras, Merawan, Merbau, Mersawa, Nansau, Nanua, Ngensarai laut, Nilam, Nyaru, Omet, Pahi, Pakek, Palung, Pamai, Pandali, Pandau, Panggil, Pangit, Pangkutan, Paning, Pauh kijang, Pelawan, Pempaan, Pendaran, Pendaring, Pendiruk, Pendung, Penduri, Penjuling, Penopa, Penyeluangan, Penyerang tupai, Persi, Perupuk, Petai, Petai hutan, Pinang, Pinus, Pisang-pisang, Pitam, Poga, Ponsi, Pontang, Potai, Pudu, Sanok, Sansarai, Saon, Sarang, Saras, Sarawa, Sarua, Sedawak, Segulang, Sengkubang, Sengon, Sewo, Sibau, Silar, Simpur, Singkang priuk, Sumpak, Sungkai, Sungkup, Surian, Takuyung, Tambosi, Tampajok, Tampasi, Tangkalak, Tangkutis, Terentang, Timau, Tongkoi, Tuba, Ubar, Umbing, Undingdam, Yanduk dan Yas.

Kayu Meranti (KM)

Bangkirai, Basampa, Giam, Kalapi, Keruing, Kontoi, Kubing, Lentang, Majau, Meranti, Meranti kuning, Meranti merah, Meranti putih, Nyatoh, Pakit dan Sintuk

Kayu Lindung (KL)

Duku, Durian, Hambawang, Jelutung, Kapul, Pulut, Tengkawang dan Teratungan

Kayu Indah (KI)

Bengkal, Cempedak, Dahu, Eboni, Kayu malam, Kelampai, Lansat, Mempelam, Sindur dan Ulin

(22)

2.3.2 Perhitungan Volume dan Biomassa

Berdasarkan tabel volume PT Trisetia Intiga, perhitungan volume dibedakan berdasarkan kelompok jenis yakni kelompok jenis meranti dan non meranti (Noor 2009). Untuk kelompok meranti dihitung dengan rumus :

Volume = 0.0000562×D2.87×10-0.0041  Sedangkan untuk kelompok non meranti :

Volume = 0.000074×D2.69×10-0.00175×Dbh

Perhitungan biomassa menggunakan model (Agustina 2013) : y=1.003x+7.355 Keterangan : D = diameter setinggi dada (cm)

y = seluruh biomassa atas permukaan (ton/ha) x = biomassa tegakan berdiri D>10 cm (ton/ha)

2.3.3 Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar

Volume per hektar dihitung berdasarkan volume per plot dalam atribut data sekunder yang dibagi dengan luasan plot masing-masing. Untuk D 10-19 cm memiliki luas plot seluas 0.01 ha, kelas D 20-29 cm seluas 0.04 ha dan D di atas 30 cm 0.25 ha.

2.3.4 Pemilihan Data Contoh

Kajian interpolasi ini dilakukan menggunakan data yang diambil dari titik plot IHMB yang telah ditransformasikan menjadi informasi petak. Berdasarkan informasi tersebut titik plot dibagi menjadi 3 kelompok, yakni :

a. Seluruh jenis kayu dengan D>10 cm b. Jenis kayu komersil D>40 cm c. Biomassa

(23)

 

Gambar

Gambar

r 2.2 Sebara

2.3 Sebara

an plot mod

an plot mode

del dan plot

el dan plot v

validasi sel

validasi jen

luruh jenis k

is kayu kom

kayu D>10

mersil D>40 cm

(24)

Sebaran plot IHMB untuk jenis kayu komersil terlihat lebih renggang karena tidak semua plot IHMB terdapat jenis kayu komersil D>40 cm. Dari 583 plot IHMB yang bervegetasi hutan, terdapat 453 plot IHMB yang memiliki jenis komersil D>40 cm. Sehingga jumlah data yang diolah untuk jenis kayu komersil D>40 cm lebih sedikit dibandingkan dengan data untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dan biomassa (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Penentuan jumlah plot model dan plot validasi

No Kelompok Jenis Jumlah Plot Total

Model Validasi

1 Seluruh Jenis Kayu D>10cm 148 167 315

2 Jenis Kayu Komersil D>40cm 128 150 278

3 Biomassa D>10cm 148 167 315

2.3.5 Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses estimasi nilai pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga menghasilkan peta sebaran nilai pada seluruh wilayah (Gamma Design Software 2005). Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan secara spasial. Penelitian ini mengkaji penggunaan metode IDW dan Kriging untuk interpolasi sediaan tegakan dan biomassa. Rekap data hasil pengolahan dan pengelompokkan data yang telah diolah menggunakan program pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis spasial menggunakan software ArcView 3.3 (Extention berbasis IHMB dan Kriging Interpolator 3.2) dan ArcGIS 9.3 guna menghasilkan estimasi penyebaran potensi volume dan biomassa per petak.

2.3.5.1Pembuatan Isoline Sediaan Tegakan dan Biomassa

Dalam penelitian ini, isoline dibangun dengan dua macam teknik interpolasi, yaitu metode Inverse Distance Weight (IDW) dan metode Kriging.

a. Metode IDW

(25)

 

sampel. Menurut Pramono (2008) penggunaan jumlah sampel data tidak memiliki efek yang berarti dalam proses interpolasi, maka pada penelitian ini diujikan parameter power atau nilai pangkat dengan berbagai tingkat (power 1 sampai 30). Power berpengaruh dalam menentukan pentingnya nilai sampel data pada perhitungan interpolasi. Dengan power yang semakin besar maka terbentuk permukaan yang semakin halus. Bentukan permukaan tersebut dapat menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh dari hasil interpolasi mulai mendekati nilai-nilai dengan jarak yang terdekat seiring dengan besarnya power yang digunakan.

Menurut Jaya (2011), nilai pangkat (power) yang optimal ditentukan dengan meminimalisir nilai akar pangkat 2 dari kesalahan prediksi (RMSPE). Kesalahan prediksi ini diukur melalui uji validasi silang menggunakan plot yang telah dipilih. Nilai pangkat yang memberikan nilai RMSPE terkecil disebut dengan nilai pangkat yang optimal atau terbaik. Besarnya bobot adalah proporsional terhadap kebalikan jarak pangkat nilai bobot, karena itulah jika jarak meningkat maka bobot akan menurun. Hal itu mengakibatkan semakin tinggi nilai power maka semakin berkurang pengaruh dari sampel data sekitarnya dan hasil interpolasi menjadi lebih detail. Pada titik plot yang berdekatan cenderung menghasilkan rentang nilai yang sama, sedangkan pada titik plot yang berjauhan menghasilkan rentang nilai yang berbeda. Rentang nilai tersebut ditunjukkan dengan warna dan garis yang menjadi penegas perbedaan nilai (Gambar 4.1. 4.2. 4.3).

(26)

Interpolasi tetangga terdekat ini harus memilih sejumlah input titik di sekitarnya (number of neighbours/input points).

Pada metode ini, nilai sediaan Z pada lokasi tertentu diperoleh dari sejumlah sediaan Zi...Zn yang terletak pada jarak D1...Dn dari titik Z. Hasil interpolasi Z

adalah rata-rata tertimbang dari sejumlah nilai Zi dikalikan dengan masing-masing bobotnya (wi) dan dibagi dengan total bobot. Secara matematis rumus

mendapatkan nilai rata-rata tertimbang ini adalah sebagai berikut (Jaya 2010):

atau

∑ /

∑ /  

Dimana wi adalah 1/Jarak pangkat p dari nilai Zi, p biasanya sama dengan 2

(default) dan Di adalah jarak. Terdapat 30 power atau p yang terdapat pada

metode IDW. Pangkat (power) yang digunakan berfungsi untuk mengatur signifikansi pengaruh dari titik-titik yang ada di sekitar. Dengan pangkat yang lebih tinggi maka akan menghasilkan pengaruh jarak ke titik di sekitarnya lebih rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil estimasi menjadi kurang memuaskan ketika p adalah 1 dan 2 dibandingkan dengan p adalah 4 (Ripley 1981 diacu dalam Li 2008). IDW disebut sebagai “moving average” bila p adalah 0 (Brus et al 1996 diacu dalam Li 2008), interpolasi linear ketika p adalah 1 dan rata-rata bergerak tertimbang ketika p tidak sama dengan 1 (Burrough dan McDonell 1998 dalam Li 2008).

b. Metode Kriging

(27)

 

penelitian ini memilih ordinary kriging untuk dikaji dengan menggunakan satu variabel.

Metode ordinary kriging yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan berbagai tingkat method (circular, exponential, gaussian, linier with sill dan spherical), lag interval 300 m, search distance 30 m dan ukuran sel 30 m. Terdapat perbedaan prinsip dalam mengestimasi nilai pada setiap. Pada exponential method terjadi peningkatan dalam semivariogram yang sangat curam dan mencapai nilai sill secara asimtotik. Gaussian method merupakan bentuk kuadrat dari exponential sehingga menghasilkan bentuk parabolik pada jarak yang dekat (Bohling 2005).

Metode ini membuat semivariogram sebagai visualisasi, pemodelan dan eksploitasi autokorelasi spasial dari variabel. Semivariogram merupakan setengah dari variogram, dengan simbol γ. Variogram adalah ukuran dari variansi untuk menentukan jarak dimana nilai-nila data pengamatan menjadi tidak saling tergantung atau ada korelasinya. Berikut gambaran mengenai semivariogram pada kriging (lihat Gambar 2.4) :

Sumber : Bohling (2005) Gambar 2.4 Semivariogram pada metode kriging

Karakteristik semivariogram dari korelasi spasial dalam arti data kurang atau tidak berkorelasi seiring bertambahnya jarak (lag) dari posisi data. Sill adalah nilai semivarian pada bagian variogram teratas (level off) atau sebagai ‘amplitudo’

Semivariogram

(28)

suatu komponen tertentu dari variogram. Range adalah jarak lag ketika semivariogram mencapai sill atau korelasi sama dengan nol pada jarak tersebut. Nugget adalah ketika lag mendekati nol nilai semivariogram. Nugget mewakili variasi pada jarak (lag) yang sangat kecil atau lebih kecil dari sampel (Bohling 2005). Metode kriging digunakan untuk mengestimasi besarnya nilai karakteristik pada titik tidak tersampel berdasarkan informasi dari karakteristik titik- tersampel yang berada di sekitarnya dengan mempertimbangkan korelasi spasial yang ada dalam data tersebut. Estimator kriging (u) dituliskan dalam rumus (Bohling 2005) :

        

Keterangan :

u, uα = vektor lokasi untuk estimasi dan salah satu dari data yang berdekatan,

dinyatakan sebagai α m(u) = nilai ekspektasi dari Z(u) m(uα) = nilai ekspektasi dari Z(uα)

λα(u) = nilai Z(uα) untuk estimasi lokasi u. Nilai Z(uα) yang sama akan memiliki nilai yang berbeda untuk estimasi pada lokasi berbeda

n = banyaknya data sampel yang digunakan untuk estimasi

Metode ordinary kriging yang memiliki asumsi bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui dan bernilai konstan. Pada ordinary kriging, m(u) merupakan mean dari Z(u) yaitu m(u)=E(Z(u)), dimana E(Z(u))=µ. Cressie (1993) diacu dalam Alfiana (2010) menjelaskan bahwa ordinary kriging berhubungan dengan prediksi spasial dengan dua asumsi :

Asumsi model : Z(u) = µ + δ(u), u D, µ R dan µ tak diketahui Asumsi prediksi :

    ∑ dengan ∑ 1

Keterangan :

δ(u) = nilai error pada Z(u)

(29)

 

(a) (b)

(c) (d) Sumber : Li (2008)

Gambar 2.5 Semivariogram (a) spherical method (b) exponential method (c) linear with sill method (d) gaussian method

2.3.5.2Pembangunan TIN Sediaan Tegakan dan Biomassa

(30)

grid (convert to grid) dan kemudian ditransformasikan ke vektor (convert grid to vector). Hasil dari konversi vektor ini dapat digunakan sebagai data per petak. 2.3.6 Analisis Uji Validasi

Untuk mendapatkan informasi tentang keakuratan dan peringkat dari setiap metode, maka dilakukan uji validasi menggunakan setengah data plot yang secara sengaja dipisahkan untuk melakukan pengujian. Ukuran yang digunakan untuk validasi ini adalah RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error), SR (Simpangan Rata-rata) dan SA (Simpangan Agregat). Ukuran kesalahan ini telah digunakan pada banyak penelitian untuk mengukur tingkat kesalahan dugaan atau

prediksi terhadap model yang dibuat, seperti pada penelitian Pande (2010) untuk

menguji keakuratan dalam pemilihan metode interpolasi terbaik dan Agustina

(2013) untuk menguji validasi model biomassa atas permukaan pada hutan alam.

Adapun rumus masing -masing dari setiap ukuran validasi adalah sebagai berikut:

1. RMSPE (Root Mean Squared Prediction Error) dengan rumus:

Nilai RMSPE adalah nilai yang dihitung dari nilai validasi silang dimana nilainya diperoleh melalui akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih nilai dugaan hasil interpolasi dengan nilai aktualnya pada titik plot validasi terhadap nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSPE maka nilai dugaannya semakin mendekati akurat. Berikut rumus RMSPE yang digunakan:

Keterangan :

Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952) n = jumlah plot validasi

2. SR (Simpangan Rata-rata) dengan rumus:

Keterangan :

(31)

 

Simpangan rata-rata adalah rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah nilai dugaan dan nilai aktual, proporsional terhadap jumlah nilai dugaan. Menurut Spurr (1952) nilai rata-rata simpangan yang baik adalah tidak lebih dari 10%.

3. SA (Simpangan Agregat) dengan rumus:

Keterangan :

Ti(m) = nilai dugaan ke i berdasarkan interpolasi Ti(a) = nilai aktual hasil IHMB (Spurr 1952)

Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah nilai dugaan dari hasil interpolasi dan jumlah nilai aktual dari hasil IHMB pada titik plot validasi, sebagai persentase terhadap nilai dugaan. Menurut Spurr (1952) persamaan yang baik memiliki simpangan agregat (SA) antara -1 sampai +1.

2.3.7 Pembuatan Ranking (Skoring)

Hasil dari uji validasi (RMSPE, SR dan SA) akan dihitung nilai skornya. Nilai skor

ini dihitung dari setiap ukuran kesalahan kemudian dibuat nilai rata-ratanya. Rata-rata

skor yang dihasilkan dijadikan acuan dalam menentukan metode terbaik. Nilai rata-rata

skor berbanding lurus dengan nilai dari ukuran kesalahan. Semakin besar skor maka

semakin besar kesalahan prediksi, dan semakin kecil nilai rata-rata skor maka semakin

kecil pula keslahan prediksi. Sehingga metode terbaik yang dipilih memiliki skor

terendah. Pembuatan ranking (skoring) ini pernah diujikan pada penelitian Pande (2010)

dengan konsep yang sama. Cara ini berhasil dalam melogiskan hasil prediksi dari metode

interpolasi. Nilai rata-rata skor yang digunakan berkisar 0 – 5. Berikut rumus dari

pembuatan ranking (skoring):

a –   min a

max min a  4 1

Keterangan:

ai : nilai RMSPE, SR dan SA

min: nilai terendah

(32)

Gambar 2.6 Diagram Alir Penelitian Mulai Pengumpulan

Data

Perhitungan Volume dan Biomassa per Hektar

Pemilihan Data Contoh Data

Validasi

Analisis SIG

Inverse Distance Weight (IDW)

Kriging

Pembuatan Semivariogram

Validasi Model

Skoring Metode Terbaik Selesai

Selesai

Data Model

Pembuatan Isoline

Pembangunan TIN

Convert to Grid

Convert Grid to Shape

Perhitungan Nilai Tengah

Ditolak

Diterima

Pembuatan Isoline

Pembangunan TIN

Convert to Grid

Convert Grid to Shape

(33)

 

BAB III

LOKASI DAN KEADAAN UMUM

3.1 Letak Geografis dan Luas Areal kerja IUPHHK-HA

Berdasarkan Surat Keputusan Perpanjangan IUPHHK No. 113/Menhut- II/2006 tanggal 19 April 2006, PT Trisetia Intiga memperoleh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada areal hutan seluas 69070 Ha di provinsi Kalimantan Tengah. Letak areal IUPHHK PT Trisetia Intiga menurut administrasi pemerintahan, termasuk wilayah Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau dan Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah. Wilayah pengelolaannya termasuk dalam Dinas Kehutanan Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah. Secara geografis terletak pada 01° 33’ – 02° 00’ Lintang Selatan dan 111° 28’ 21” – 111° 48’ 12” Bujur Timur. Adapun batas-batas areal IUPHHK PT Trisetia Intiga adalah :

Sebelah Utara : HPH PT Karda Traders Sebelah Selatan : Hutan Negara

Sebelah Timur : HPH PT Intrado Jaya Intiga, PT Erythrina Nugraha Megah, PT Korintiga Hutani dan Hutan Lindung

Sebelah barat : Hutan Negara

Tabel 3.1 Luas IUPHHK PT Trisetia Intiga Berdasarkan Penggunaan Kawasan dalam Areal Kerja

Penggunaan Kawasan Luas (ha) Persen

Buffer Zone 4156.90 6

Desa/enclave 160.10 0.2

Kebun Benih (KB) 627.30 0.9

Perlindungan Plasma Nutfah (PPN) 1314.00 1.9

PUP 641.30 0.9

Sempadan Sungai 1891.70 2.7

Sarana dan prasarana lain yang belum dibangun 1841.80 2.7

Areal THPB 22767.80 33

Areal TPTI 22742.10 32.9

Areal TPTII 12926.90 18.7

Jumlah 69070.00 100

(34)

Berd 2007 (Tabel

abel 3.2 Pe

: Laporan IHM

ngsi kawasa

MB PT Triseti

an areal term dan HPK s 58436.9 H

awasan area

rkan tutupan n 15 Septem 3 liputan 2 O

han areal ke

3 2

6 ia Intiga (201

masuk dala seluas 3024 Ha yang terd

al kerja IUPH

n lahan ha

am fungsi H 47 Ha. Luas diri atas are

HHK PT Tr

asil penafsi , A0800428 07, A08004

K PT Triset Per

Hutan HPT s s areal efekt eal THPB,

risetia Intig

ran citra A 8-002 liputa 428-004 lipu

(35)

  i total areal

a adalah ar ur permanen ar 4424.4 H

mbar 3.2 P

adaan Huta ndisi umum yang masih bang hingga ndai, namun Sebelah Te bunan sawi tan kawasa

uksi (luas a % dari luas gi dan fun a (10.3%) d l. Kawasan real kebun n (PUP) da Ha atau sekit

enutupan la an hutan di

areal efektif s areal tota ngsi lingku dan sempada

bukan unt benih (KB) n sarana la tar 6.4% (G

ahan areal k

sangat be potensi kayu Di Sebelah B

otensi kayu pografi relat

dalam kaw i dalam are

f) di areal k al. Kawasa

ngan lainn an sungai se tuk produks ), perlindun ain yang be

ambar 3.2).

kerja IUPHH

eragam, di unya cukup Barat Daya unya dan ti tif landai. n wasan hutan. eal kerja PT

kerja IUPH an lindung nya dialoka

eluas 1891.7 si yang dia ngan plasm elum dibang

.

HK PT Trise

sebelah U T Trisetia

HHK PT Tr untuk me sikan dari 7 Ha atau se lokasikan d ma nutfah (P gun dengan

etia Intiga

Utara merup mun topogra

n kawasan kat penyerob yak areal ter kan kajian sp

(36)

gambaran bahwa sekitar 25.3% dari luas wilayah kerjanya atau sekitar 17453 Ha bertampalan (overlap) dengan ijin lokasi perkebunan. Di areal kerja PT Trisetia ini ada 6 perusahaan perkebunan yang telah mendapatkan ijin lokasi pembangunan kelapa sawit. Overlap terluas adalah dengan PT Mentobi Mitra Lestari (PT MML), selanjutnya disusul oleh PT Tanjung Sawit Abadi (PT TSA) dan PT Sawit Multi Abadi (PT SMA).

Dilihat dari segi fungsi kawasannya (TGHK), luas areal overlap terluas ada di fungsi HP seluas 10558 Ha, selanjutnya di areal HPK seluas 6379 Ha dan sisanya sekitar 517 Ha termasuk dalam fungsi HPT. Secara keseluruhan, wilayah kerja dari PT Trisetia Intiga ini. 45% dari luas wilayahnya adalah berupa HPK. selanjutnya 35% HPT dan 20% HP (Tabel 3.3).

Tabel 3.3 Wilayah IUPHHK yang overlap penggunaannya dengan perkebunan Perusahaan HP (ha) HPT (ha) HPK (ha) Jumlah (ha) Presentase (%)

PT SMA 168 517 2809 3494 5.1

PT SWA 4647 - 31 4677 6.8

PT.MML 5743 - 314 6057 8.8

PT FLTI - - 247 247 0.4

PT.KSA - - 2978 2978 4.3

Jumlah Overlap 10558 517 6379 17453 25.3

Tidak Overlap 3153 23750 24714 51617 74.7

Jumlah 13711 24267 31092 69070 100

Presentase (%) 19.8 35.1 45.0 100

Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.4 Sediaan Tegakan

(37)

 

Jenis kayu indah memiliki jumlah yang paling sedikit diantara ketiganya pada setiap kelas diameter (Tabel 3.4). Hal ini membuktikan bahwa sediaan tegakan di areal kerja PT Trisetia Intiga layak dipanen untuk jenis komersil kelas D>40 cm.

Tabel 3.4 Data sediaan tegakan (m3) di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga berdasarkan hasil IHMB

Kelompok Jenis

Sediaan tegakan per kelas diameter

10-19 cm 20-39 cm 40 cm- up 50 cm – up

N N V N V N V

Meranti 6575069 901580 676520 399080 2472780 376982 2414532 Rimba

Campuran 20118075 4949423 884857 398062 1129306 217875 826353

Kayu Indah 1947486 36486 12687 69511 177643 64191 168647

Jumlah 28640630 5887472 1574064 866653 3779729 659048 3409531

Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.5 Keadaan Lahan

Keadaan topografi di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga, bervariasi dari dataran sampai agak curam. Berdasarkan analisis peta topografi areal IUPHHK tersebut kondisi kelas lereng areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga dapat dilihat pada Tabel 3.5. Dari kondisi topografi lahannya, keadaan topografi di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga yang paling dominan secara keseluruhan adalah datar seluas 54056 Ha atau sebesar 78.26% dari seluruh areal kerjanya. Keadaan topografi curam hanya seluas 1501 Ha atau sebesar 2.18 % dari seluruh wilayah areal kerjanya.

Tabel 3.5 Kelas kelerengan tempat di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga

Bentuk Wilayah Kelas Kelerengan Luas (Ha) Ha %

Datar A (0 – 8%) 37871 54.8

Landai B (8 – 15%) 13179 9.1

Agak Curam C (15 – 25%) 12522 8.1

Curam D (25 -40%) 5366 7.8

Sangat Curam E ( > 40%) 133 0.2

Jumlah 69070 100

(38)

Berdasarkan data ketinggian tempat (Tabel 3.6), sebagian besar luas areal kerja PT Trisetia Intiga terletak pada ketinggian 0 – 250 mdpl (84.41%). hanya 11.9% yang terdapat pada ketinggian antara 200 – 500 mdpl dan hanya sedikit areal yang berada pada ketinggian diatas 500 mdpl.

Tabel 3.6 Kelas ketinggian tempat di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga

Kelas tinggi Luas (ha) Persen

0-250 58299.12 84.41

250-500 8252.21 11.95

500-750 1789.27 2.59

750-1000 705.39 1.02

1000-1250 24.00 0.03

Jumlah 69070.00 100.00

Sumber : Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.6 Geologi dan Tanah 3.6.1 Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Kalimantan Tengah Lembat Tumbang Manjul Skala 1:250.000 terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1978 dalam Laporan IHMB (2010). Formasi geologi areal IUPHHK PT Trisetia Intiga berada pada kompleks batuan Oligosen dan Eosen Bawah. Seperti disajikan Tabel 3.7 terlihat bahwa formasi geologi terbesar adalah Lava Andesit, Riolit dan Desit sebesar 56.62%, sedangkan formasi geologi paling kecil sebesar 6.57% yaitu Andesit.

Tabel 3.7 Formasi Geologi Areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga

Kode Formasi geologi Luas (ha) (%)

Kgm Granit Granadiorit Monzonit 26116 37.81 Rvk Lava Andesit, Riolit dan Desit 39110 56.62

Tma Andesit 4884 6.57

Jumlah 69070 100.00

(39)

 

3.6.2 Tanah

Berdasarkan Peta Land System and Suitability lembar Ambalu (1615) Kalimantan Tengah Skala 1: 250.000 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010) jenis tanah yang terdapat areal PT. Trisetia Intiga adalah Tropodults dan Distropepts. Jenis tanah secara lengkap disajikan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Jenis tanah yang terdapat di areal IUPHHK PT. Trisetia Intiga

Formasi tanah Luas (ha) (%)

Tropodults 29237 42.33

Tropodults 9419 13.64

Distropepts 24920 36.08

Distropepts 5490 7.95

Jumlah 69070 100

Sumber : Peta Land System and Suitability lembar Ambalu (1615) Kalimantan Tengah. Skala 1:250.000 dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.7 Iklim

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951) dalam Laporan Akhir IHMB (2010) iklim di areal kerja IUPHHK PT Trisetia Intiga termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan > 100 mm sepanjang tahun. Menurut hasil pengukuran curah hujan di stasiun meteorologi dan Geofisika Pangkalan Bun pada tahun 2008, curah hujan tahunan rata-rata yang tercatat pada penakar hujan adalah sebesar 2957.2 mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 234 hari/tahun. Curah hujan bulan yang tertinggi sebesar 414.3 mm terjadi pada bulan Januari dengan jumlah hari 27 hari. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Juni yakni sebesar 123.9 mm dan jumlah hari hujan sebanyak 10 hari (Tabel 3.9).

(40)

Tabel 3.9 Jumlah dan distribusi curah hujan di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga

No. Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan

1. Januari 414.3 27

2. Februari 138.9 16

3. Maret 247.7 25

4. April 275.6 21

5. Mei 200.6 12

6. Juni 123.9 10

7. Juli 193.6 20

8. Agustus -

-9. September 124.8 10

10. Oktober 129.9 12

11. November 147.5 18

12. Desember 289.5 23

Jumlah 2286.3 193

Sumber : Stasium Meteorologi dan Geofisika Pangkalan Bun (2004) dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.8 Hidrologi

Areal IUPHHK PT Trisetia Intiga dilalui oleh beberapa sungai yang cukup besar. Sungai-sungai tersebut terdiri dari Sungai Bulik, Sungai Martobi dan Sungai Palikodan. Keberadaaan sungai bagi masyarakat sekitar adalah sangat vital. Disamping berfungsi sebagai sarana transportasi, sungai juga dimanfaatkkan untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga baik untuk dikonsumsi ataupun untuk sarana kebersihan (MCK). Sungai-sungai yang ada di areal IUPHHK PT Trisetia Intiga ini memiliki topografi yang cukup datar dan dipenuhi oleh bebatuan yang cukup besar. Namun apabila terjadi hujan sepanjang malam. maka air sungai akan meluap dan membanjiri areal di sekitar Basecamp Palikodan. Air sungai yang ada disekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga ini bewarna jernih dan akan bewarna keruh jika terjadi hujan.

3.9 Demografi

(41)

 

didominasi oleh laki-laki angkatan kerja produktif 15-54 tahun (Tabel 3.10). Bidang usaha yang mendukung perekonomian masyarakat setempat antara lain pertanian teknis, lahan kering (ladang), tangkap ikan (sungai), berburu dan kebun (karet dan kelapa sawit). Mayoritas bidang usaha yaitu pertanian, ladang dan kebun serta menjadi tenaga kerja pada perusahaan perkebunan maupun kehutanan yang dekat dengan pemukiman tersebut. Pada umumnya agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat desa di sekitar areal kerja adalah pemeluk agama islam, kristen protestan dan hindu kahariangan.

Tabel 3.10 Jumlah penduduk di sekitar areal IUPHHK PT Trisetia Intiga Tahun 2007

Uraian Satuan Kobar Lamandau

Jumlah Penduduk :

1. Anak – anak 0 - 14 tahun a. Laki – laki

b. Perempuan

2. Angkt. kerja produktif 15 – 54 tahun a. Laki – laki

b. Perempuan

3. Angkt. kerja tidak produktif > 55 tahun a. Laki – laki

b. Perempuan

Jiwa Jiwa Jiwa

Jiwa Jiwa

Jiwa Jiwa

68169 35262 32907

142955 74936 68019

12307 7060 5247

Jumlah Jiwa 223431 56935

Sumber : Buku Kotawaringin Barat dan Lamandau (2007) dalam Laporan IHMB PT Trisetia Intiga (2010)

3.10 Aksesibilitas

(42)

4.1 Ana lai volume m) adalah 17 arena memi RMSPE, S ada power ilai hasil in ari 17.225sa

mbar 4.1 Es D> a Gambar 4 uruh jenis d di ini berbe

HASIL

de

etode IDW asil interpo

yang dihas 7 sampai de iliki nilai k

SR dan SA 1 nilai berk nterpolasi ID

ampai denga

stimasi seba >10 cm den 4.1 disajikan

dan seluruh eda dengan

BAB I

DAN PEM

olasi pada p ilkan pada ngan 749 m kesalahan y A. Setiap p

kisar antara DW pada po an 749.098 m

aran volume ngan Metod n contoh es h ukuran (D

n Pande (2

IV

MBAHAS

pengujian p bobot terba aik untuk se ot terbaikden

g kecil berd iliki rentan n 719.201 m

gga 30 yan

ntuk seluruh

aran spasial menggunaka menemuka

ri metode I eluruh jenis ngan power dasarkan uk ng nilai ber m3/ha, sedan ng memiliki

h jenis kayu

(43)

 

metode IDW power 1 memberikan estimasi terbaik untuk interpolasi volume seluruh jenis kayu (kayu indah, lindung, komersil dan rimba) (D>10 cm).

Pada penelitian ini, nilai tengah yang dihasilkan dari setiap power memberikan hasil yang bervariasi. Metode IDW dari Power 1 sampai dengan Power 30 menghasilkan rata-rata nilai tengah berkisar mulai dari 211 m3/ha sampai dengan 227 m3/ha. Nilai tengah pada power 2 sampai power 12 menghasilkan nilai yang semakin mendekati nilai tengah aktual yakni 219 m3/ha (Lihat Gambar 4.2).

Gambar 4.2 Nilai tengah (m3/ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode IDW

Hasil interpolasi pada pengujian metode IDW power 3 menghasilkan kisaran nilai volume untuk jenis kayu komersil (D>40 cm) adalah 5 sampai dengan 584 m3/ha. Kisaran nilai volume yang dihasilkan dari power 1 berbeda hingga power 3. Sedangkan pada power 4 sampai 30 menghasilkan kisaran nilai yang sama. Pada power 1, kisaran nilai volume yang dihasilkan berkisar antara 7.116 dan 559.541 m3/ha, sedangkan power 2 memiliki kisaran nilai volume yang lebih lebar mulai dari 5.150 sampai dengan 584.039 m3/ha. Lebih lanjut power 3 memiliki kisaran nilai yang hampir sama dengan power 2 yaitu antara 5.140 dan 584.238 m3/ha kisaran nilai volume yang relatif sama juga pada power 4 sampai 30 mulai dari 5.140 sampai 584.240 m3/ha. Distribusi spasial hasil interpolasi dengan metode IDW power 3 untuk jenis komersial (D>40 cm) disajikan pada Gambar 4.3. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pande (2010) yang menjelaskan bahwa untuk jenis kayu komersil (meranti dan rimba ) (D>40 cm) menghasilkan bobot optimal pada power 1.

200 205 210 215 220 225 230

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Rata-rata nilai

tengah

(m3/ha)

Bobot (Power)

(44)

Gambar 4

Rata-rata nilai

tengah an dari setia

mate). Nila ) adalah se kan semak ower 1 samp

i dari 101.2

ai tengah (m tode IDW ai aktual ra ebesar 109. kin mendek pai dengan m3/ha samp

m3/ha) untuk 9 10 11 12 13 14

Bob

ah prediksi

k jenis kayu

me jenis kay memberikan ata-rata pad .9 m3/ha. S kati nilai ak

Power 30 m pai dengan

k jenis kayu 4 15 16 17 18 19

bot (Power)

Nilai t

u komersil D

yu komersil hasil yang da plot val Semakin be

ktual (Liha menghasilk

106.8 m3/h

u komersil D 9 20 21 22 23 24

tengah aktual

D>40 cm de

(D>40 cm) kurang dari idasi jenis esar power at Gambar kan rata-rata ha.

(45)

 

uk estimasi r antara 51 DW power 1 kisaran nil mulai dari ilai antara 5 isar antara 5 0 memiliki k stribusi spa

Gambar 4.

ai tengah ya kan lebih da ah yang dih DW dari Po rkisar mulai rekap nilai

biomassa, 1 dan 1509 1 sampai de lai kurang 60.9 sampa 50.8 ton/ha 50.700 ton/h kisaran nila asial untuk b

5 Sebaran

ang dihasilk ari nilai aktu hasilkan sem ower 1 samp i dari 579.4 i tengah da

sebaran nil ai sama yakn biomassa di

biomassa (t

kan dari seti ualnya sebe makin mend pai dengan 4 m3/ha sam ari seluruh

ai yang dih stimasi nilai ni berkisar sajikan pad

ton/ha) deng

iap power p esar 577.4 m

dekati nilai Power 30 m mpai dengan

peubah ya

hasilkan met i biomassa bervariasi, s ada power /ha. Power ada Power ha. Berbeda antara 50.7 da Gambar 4

(46)

Gambar 4.6 Nilai tengah (m3/ha) untuk biomassa D>10 cm dengan Metode IDW

Tabel 4.1 Rekap nilai tengah untuk Metode IDW

Peubah Estimasi (m

3

/ha), *(ton/ha) Minimum Maksimum Rata-rata

Seluruh Jenis Kayu (D>10 cm) 212 216 214

Jenis Kayu Komersil (D>40 cm) 101 104 102.5

Biomassa* 552 565 558.5

4.1.2 Interpolasi Metode Kriging

Pada metode ini evaluasi dapat dilakukan terhadap nilai pada kurva semivariogramnyayang menyatakan korelasi spasial dan nilai antara sampel data. Semivariogram dihitung berdasarkan sampel dengan jarak, beda nilai dan jumlah sampel data. Bila jarak semakin dekat maka nilai ragam (variance) semakin kecil. Sedangkan bila jarak semakin jauh maka nilairagam semakin besar.. Pada pengujian dapat terlihat pada jarak yang jauh niklai variasi yang dihasilkan naik turun secara drastis (Gambar 4.7. 4.8. 4.9). Secara visual, berdasarkan nilai ragam yang diperlihatkan, model yang paling mendekati nilai aktulnya adalah bentuk circular dan spherical (Gambar 4.7 dan 4.9).

550 560 570 580 590 600 610 620

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Rata-rata nilai

tengah

(m3/ha)

Bobot (Power)

(47)

  gujian met lkan kisaran ai dari 70 m an spherica

mivariogram

ivariogram p

r 4.9 Semiv thod (pend

n nilai volu m3/ha samp l. Sama ha

m pada Peng

pada Penguj

variogram p dekatan) da

ume pendek pai dengan alnya denga

gujian Seluru

ujian Jenis K

pada Penguj ari hasil in katan yang

540 m3/ha an metode

uh Jenis Ka

Kayu Komer

jian Biomas nterpolasi m

(48)

terpilih di

idasarkan a RMSPE, S ap pendeka an circular

al nilai yan nilai yang 470 m3/ha 530 m3/ha. Kriging deng

penelitian P enis kayu D dan (kayu m kesamaan p

seluruh jen

bar 4.10 Se de

atas nilai ke SR dan SA Distribusi gan pendeka Pande (2010 D>10 cm (k meranti dan pendekatan y nis kayu D>

ebaran volu engan Meto

esalahan ya A. Estimasi iliki nilai ntara 70 m an mulai da pada pend a pendekata

spasial untu atan model 0) pendekat kayu indah n rimba) ad yang dapat >10 cm.

ume (m3/ha) de Kriging

ang paling k kisaran nil yang relat m3/hadan 43 ari 60 m3/ha dekatan ga an linear w uk biomass

spherical d tan terbaik y

dan lindun dalah metod digunakan

untuk selur

kecil meng lai volume tif bervaria 30 m3/ha. P asampai den aussian ber with sill ber

a (D>10 cm disajikan pad yang dapat ng) adalah m de circular

yakni pend

ruh jenis ka

ggunakan uk metode circ dan expone dekatan sphe

(49)

 

Gambar 4.11 Nilai tengah (m3/ha) untuk seluruh jenis kayu D>10 cm dengan Metode Kriging

Gambar 4.11 menunjukkan kisaran nilai volume tersebut dihasilkan nilai tengah untuk dibandingkan dengan nilai tengah aktualnya. Nilai tengah yang dihasilkan dari semua pendekatan kurang dari nilai aktual yakni sebesar 219.7 m3/ha. Nilai tengah prediksi hasil interpolasi dengan pendekatan circular, exponential, gaussian, spherical dan linear with sill berkisar antara 212.7 m3/ha dan 215.6 m3/ha.

Hasil interpolasi pada pengujian method (pendekatan) metode Kriging ini menghasilkan kisaran nilai volume pada pendekatan terbaik untuk jenis kayu komersil adalah 30 dan 340 m3/ha (setelah pembulatan) juga pada pendekatan spherical. Kisaran nilai volume yang dihasilkan pada pendekatan circular, exponential, gaussian dan linear with sill memiliki nilai yang sama yakni berkisar antara 30 dan 280 m3/ha. Distribusi spasial untuk jenis komersial (D>40 cm) disajikan pada Gambar 4.12. Hasil studi ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pande (2010) yang menjelaskan bahwa metode spherical sebagai pendekatan yang optimal untuk jenis kayu meranti dan rimba yang tergabung dalam jenis kayu komersil D>40 cm.

208 210 212 214 216 218 220 222

Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical

Rata-rata nilai

tengah

(m3/ha)

Bobot (Power)

(50)

Gambar 4

Rata-rata nilai

tengah an kurang d nnya tidak

0.7 m3/ha. me tersebut

ngkan deng jenis D>1 dari nilai te signifikan.

dihitung n gan nilai ten 10 cm, nila

engah aktu Nilai aktua iksi hasil in l dan linear

h (m3/ha) un ngah pada t ai tengah y

al pada set al pada jeni nterpolasi d r with sill be

ntuk jenis ko Gaussian

obot (Power)

Nilai

s kayu kom

hnya pada titik plot va yang dihasil tiap titik pl is kayu kom dengan pend

erkisar anta

omersil D>4 Linear With Si

tengah aktual

mersil D>40

(51)

  an exponent

spasial untu a-rata nilai

i rata-rata n 77.4 ton/h an circular, 6.5 ton/ha an rekap dar

Gambar 4.14

assa yang da pengujian

circular. K an circular ada pendek a sama yak tial rentang

uk jenis kom tengah biom nilai tengah ha. Sedang

exponentia dan 623.3 ri nilai teng

4 Sebaran b

dihasilkan n method a Kisaran biom

yakni mula katan gauss kni berkisa g nilai yang mersial (D> massa yang

h aktualnya gkan kisara l, gaussian 3 ton/ha (L

ah dengan k

biomassa (to

bobot terb adalah 220 massa yan ai dari 220 sian dan lin ar antara 23 g berkisar a >40 cm) disa g dihasilkan

a. Nilai ten an biomas n, spherical Lihat Gam ketiga peub

on/ha) deng

baik dari h 0 dan 1070 ng dihasilka

ton/ha samp near with s

30 dan 107 antara 210 d ajikan pada n oleh metod

ngah aktual ssa yang

dan linear mbar 4.15).

ah yang ber

gan Metode

hasil interp 0 ton/ha (se an pende mpai dengan sill rentang 70 ton/ha. dan 1070 t a Gambar 4. de Kriging l pada biom

dihasilkan with sill ber

(52)

Gambar 4.15 Nilai tengah (m3/ha) untuk biomassa D>10 cm dengan Metode Kriging

Tabel 4.2 Rekap nilai tengah (m3/ha) untuk Metode Kriging Terbaik

Peubah Estimasi (m

3

/ha), *(ton/ha) Minimum Maksimum Rata-rata

Seluruh Jenis Kayu (D>10 cm) 209 213 211

Jenis Kayu Komersil (D>40 cm) 97 98 97.5

Biomassa* 570 572 571

4.2 Uji Validasi

Nilai hasil pemodelan cenderung mempunyai yang berbeda dengan nilai aktual di lapangannya yang didefinisikan sebagai kesalahan (error). Nilai kesalahan ini dapat dihitung melalui uji validasi dari titik contoh yang telah ditentukan. Uji validasi dilihat dari nilai ukuran kesalahan berupa Root Mean Square Prediction Error (RMSPE), Simpangan Rata-rata (SR dalam %) dan Simpangan Agregat (SA). Nilai RMSPE merupakan nilai prediksi kesalahan dari data validasi. Nilai RMSPE yang dihasilkan dari metode IDW terkecil didapatkan pada pengujian biomassa power 3 dengan nilai 0.860. Sedangkan nilai RMSPE terbesar didapatkan pada pengujian jenis kayu komersil D>40 cm power 30 dengan nilai 2.003. Pada pengujian biomassa dan seluruh jenis kayu D>10 cm berturut-turut dengan nilai terbesar dihasilkan oleh power 1 dan power 2 dengan nilai 0.967 dan 1.403. Nilai RMSPE terkecil yang dihasilkan pada pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dan jenis kayu komersil D>40 cm adalah berturut-turut power 28 dan power 3 dengan nilai 1.117 dan 1.665.

540 560 580 600 620 640

Circular Exponential Gaussian Linear With Sill Spherical

Rata-rata nilai

tengah

(m3/ha)

Bobot (Power)

(53)

 

Nilai SR merupakan nilai ukuran yang menyatakan penyimpangan (deviasi) data terhadap rata-ratanya dan dikalikan 100% agar terlihat presentase kesalahannya. Nilai SR yang dihasilkan pada metode IDW mendapatkan kisaran pada setiap power lebih besar dari 10%. Nilai SR terkecil dari seluruh kelompok jenis dihasilkan pada pengujian biomassa dengan nilai 0.364% power 2 dan nilai SR terbesar dihasilkan pada pengujian jenis kayu komersil D>40 cm dengan nilai 0.806% power 30. Nilai SR terkecil dari hasil pengujian pada seluruh jenis kayu D>10 cm dan jenis kayu komersil D>40 cm sama dihasilkan oleh power 2 dengan nilai berturut-turut adalah 0.364% dan 0.602%. Nilai SR terbesar dari hasil pengujian seluruh jenis kayu D>10 cm dan biomassa adalah 0.489% dan 0.434% pada power 29 dan 30.

(54)

Tabel 4.3 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Seluruh jenis kayu D>10 cm Ukuran

Kesalahan

IDW (Power)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RMSPE 1.403 1.371 1.291 1.291 1.225 1.230 1.228 1.239 1.244 1.171 1.183 1.180 1.193 1.196 1.196 SR 0.382 0.364 0.384 0.383 0.419 0.418 0.418 0.440 0.431 0.442 0.449 0.447 0.450 0.452 0.447 SA -0.037 -0.038 -0.036 -0.031 -0.033 -0.033 -0.032 -0.032 -0.029 -0.030 -0.028 -0.029 -0.026 -0.027 -0.026

Ukuran Kesalahan

IDW (Power)

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

RMSPE 1.203 1.207 1.144 1.143 1.144 1.154 1.160 1.160 1.166 1.169 1.170 1.178 1.117 1.122 1.122 SR 0.469 0.471 0.469 0.457 0.465 0.466 0.468 0.473 0.467 0.478 0.485 0.486 0.487 0.488 0.489 SA -0.026 -0.026 -0.024 -0.023 -0.024 -0.023 -0.022 -0.024 -0.021 -0.022 -0.021 -0.021 -0.020 -0.019 -0.020

Tabel 4.4 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Jenis kayu komersil D>40 cm Ukuran

Kesalahan

IDW (Power)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RMSPE 1.944 1.740 1.650 1.693 1.715 1.750 1.758 1.758 1.754 1.773 1.782 1.794 1.801 1.803 1.864 SR 0.625 0.602 0.622 0.637 0.653 0.670 0.680 0.679 0.694 0.699 0.702 0.706 0.716 0.711 0.716 SA -0.092 -0.076 -0.080 -0.076 -0.066 -0.071 -0.073 -0.070 -0.073 -0.069 -0.068 -0.065 -0.071 -0.070 -0.068

Ukuran Kesalahan

IDW (Power)

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

(55)

 

Tabel 4.5 Nilai uji validasi untuk Metode IDW untuk Biomassa Ukuran

Kesalahan

IDW (Power)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

RMSPE 0.967 0.894 0.860 0.862 0.886 0.888 0.895 0.869 0.905 0.912 0.886 0.894 0.920 0.922 0.897

SR 0.310 0.316 0.322 0.333 0.343 0.354 0.354 0.359 0.363 0.367 0.373 0.378 0.381 0.380 0.385 SA -0.009 -0.005 -0.003 -0.004 0.011 0.011 0.019 0.025 0.024 0.032 0.039 0.041 0.044 0.045 0.037

Ukuran Kesalahan

IDW (Power)

16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

RMSPE 0.902 0.907 0.908 0.906 0.908 0.911 0.911 0.892 0.898 0.898 0.901 0.901 0.905 0.903 0.903

Gambar

Tabel 2.1  Daftar nama jenis kayu di PT Trisetia Intiga
Gambar 2.3  Sebaraan plot mode
Gambar 2.4  Semivariogram pada metode kriging
Gambar 2.5  Semivariogram (a) spherical method (b) exponential method
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Islam yang mempengaruhi desain perancangan pada Masjid Agung Syekh Yusuf ini kami angkat di maksudkan untuk mengkaji dan mengetahui tentang relevansi

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar, pertumbuhan tunas, proses perkecambahan, dan lain

Analisis kritis dan konstruktif secara spesifik tentang rancangan pembelajaran ekonomi (di SMA/ SMK dan PT) sebagai tindak lanjut dari hasil kajian pada matakuliah PEK612

mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna memba- ngun dunia ini sesuai dengan konsep yang di tetapkan oleh Allah atau dengan kata lain menjadikan

Peningkatan prestasi guru bukanlah merupakan hal yang mudah, karena itu tidak timbul dengan sendirinya malainkan harus dibentuk melalui suatu proses pembiasaan

Kabupaten Banyuasin, dan tata cara penyewaan pemakaian lahan/kolam/gedung aula balai benih ikan/mess balai benih ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6)

Diabetes mellitus merupakan keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif antara lain konstitusi negara, undang-undang serta peraturan di bawahnya yang berkaitan dengan