PERBEDAAN JUAL BELI SALAM DAN ISTISNA’
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu : Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.
Disusun Oleh :
NAMA / NPM
: HERMAN HAFIZH
NPM
: 1502100179
JURUSAN
: SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PRODI
: S1 PERBANKAN SYARIAH
KELAS / SEMESTER : D / III
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
PEMBAHASAN
Dengan semakin kompleksnya masalah di kalangan umat Islam, maka Rasulullah Saw. Memberikan tuntunan yang sangat terinci dalam masalah jual beli. Secara umum jual beli harus dilakukan dengan cara yang memenuhi syarat dan rukunnya. Salah satu rukun jual belinadalah adanya benda yang diperjualbelikan saat transaksi dilakukan. Di samping itu, bukan hanya sekedar adanya benda yang diperjualbelikan, tetapi barang yang diperjualbelikan harus jelas kualitas ataupun kuantitasnya.
Pada saat lajunya perkembangan perekonomian saat ini, membuka peluang yang sangat besar pada munculnya berbagai bentuk pelaksanaan jual beli. Dengan adanya sistem jual beli lewat internet misalnya, pembeli memesan barang yang diperlukan dengan hanya menyebutkan klasifikasinya saja. Penjual akan mengantarkan sesuai dengan pesanan pembeli.
Begitu juga transaksi terhadap hasil pertanian, kadang penjual atau pembeli menawarkan atau menawar agar tanamanya dijual pada saat masih di batangnya atau masih belum matang. Sehingga kemungkinan salah satu dari penjual atau pembeli akan memperoleh keuntungan berlipat atau sangat merugi.
Dalam praktik juga sering terjadi pembohongan kualitas barang yang diperjuabelikan dengan cara mencampur barang yang berkualitas dengan barang yang tidak baik. Dapat juga dengan memberikan contoh barang bagus, tetapi yg dijual tidak seperti yg dicontohkan. Atau dengan cara mengaburkan kualitas barang, dengan ukuran (timbangan, meteran) yang tidak jelas1
1. Jual Beli Salam
Namun dalam islam, jauh sebelum adanya sistem jaul beli sperti sekarang ini, Rasullulah Saw. Telah memberikan keringanan dalam hal pemesanan dan penyerahan objek yang diperjualbelikan ini. Jual beli dapat dilakukan meskipun objek transaksi tidak ada pada saat dan di tempat transaksi dilakukan. Jual beli ini dikenal dengan istilah jual beli salam, yang juga dikenal dengan jual beli al-salaf.2
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa rukun jual beli as-Salam hanya ijab dan kabul saja, sebagaimana telah dikemukakan pada uraian terdahulu (rukun jual beli).
Lafal yang digunakan dalam jual beli pesanan (indent) adalah lafal as-Salam, as-Salaf atau lafal alba’i (Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah). Sedangkan lafal yang dipergunakan oleh Syafi’iyah adalah lafal as-Salam dan as-Salaf saja. Lafal al-ba’i tidak boleh dipergunakan karena barang yang akan dijual belum kelihatan pada saat akad.
Ada lagi Bay’ al-Musawah, yaitu jual beli yang dilakukan dengan cara pihak penjual menyembunyikan atau tidak menjelaskan harga modalnya. Namun demikian,pihak pembeli rela dan tidak ada unsur pemaksaan di dalamnya. Jual beli dalam bentuk ini cukup berkembang pesat dewasa ini dan dibenarkan menurut ketentuan bisnis syariah. Alasannya karena terdapat unsur suka rela di antara penjual dan pembeli. Kebanyakan jual beli yang berlaku sekarang adalah jual beli dalam bentuk ini. Jenis lainnya adalah Bay’ bisamail ajil, yaitu jual beli dengan sistem cicilan atau kredit. Biasanya dalam jual beli bentuk ini ada penambahan harga dari harga kontan (cash) jika disepakati oleh pihak penjual dan pembeli. Ketentuan ini sesuai dengan pendapat mazhab Hanafi, Syafi’i, Zaid bin Ali, al-Muayyad Billah dan Jumhur Ahli Fikih dan pendapat ini dikuatkan oleh Imam Syaukani.3
2Enizar. HADIS EKONOMI. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2013. Hlm 152
Pengertian rukun adalah sesuatu yang merupakan unsur pokok pada sesuatu, dan tidak terwujud jika ia tidak ada. Misalnya, penjual dan pembeli merupakan unsur yang harus ada dalam jual beli. Jika penjual dan pembeli tidak ada atau hanya salah satu pihak yang ada, jual beli tidak mungkin terwujud. Adapun rukun-rukun jual beli adalah sebagai berikut :
a. Ada Penjual b. Ada Pembeli c. Ada uang d. Ada barang
e. Ijab kabul (serah terima) antara penjual dan pembeli.4
Rukun jual beli as-Salam (as-Salaf) menurut Jumhur ulama, selain Hanafiyah, terdiri atas:
1) Orang yang berakad, baligh dan berakal.
2) Barang yang dipesan harus jelas ciri-cirinya, waktunya, harganya. 3) Ijab dan kabul.
Syarat-syaratnya, terdiri atas:
1) Syarat yang terkait dengan modal/harga, harus jelas dan terukur, berapa harga barangnya, berapa uang mukanya dan berapa lama, sampai pembayaran terakhirnya.
2) Syarat yang berhubungan dengan barang (obyek) as-Salam, harus jelas jenis, ciri-cirinya, kualitas dan kuantitasnya.5
Jual beli disyariatkan oleh Allah berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut : a. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275 :
4 JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNISVol 13 No . 2 / September 2013
5M.Ali Hasan BERBAGAI MACAM TRANSAKSI DALAM ISLAM (Fiqh Muamalat)
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
b. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282:
Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
c. Firman Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 :
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
d. Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang artinya
“ dari Rafi’ Ibn Khudaij ia berkata; Rasulullah Saw ditanya oleh seseorang; apakah usaha yang paling baik wahai Rasulullah. Beliau menjawab seseorang yang bekerja dengan usahanya sendiri dan jual beli yang baik (dibenarkan oleh syariat Islam). Hadis riwayat Ahmad.
Rasulullah Saw bersabda; sesungguhnya jual beli itu harus didasarkan atas suka sama suka.Hadis riwayat Ibn Hibban.6
2. Istisna
Secara terminologi istisna berarti meminta kepada seseorang untuk dibuatkan suatu barang tertentu dengan spesifikasi tertentu. Istisna juga diartikan sebagai akad untuk membeli barang yang akan dibuat oleh seseorang. Jadi, dalam akad Istisna barang yang menjadi objek adalah barang-barang buatan atau hasil karya. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang tersebut dari orang yang membuatnya, apabila barang tersebut dari orang yang memesan atau meminta dibuatkan maka akad tersebut adalah akad ijarah bukan akad istisna.7 Sebagai contoh, si Andi meminta kepada Ahmad yang berprofesi sebagai pembuat furnitur untuk membuat satu set kursi. Semua bahan yang akan dibuat kursi berasal dai ahmad sebagai penerima pesanan. Andi hanya menjelaskan tentan spesifikasikursi yang dipesan tersebut. Tanpa memberikan uang muka dan juga tidak melunasinya saat terjadi akad.
Istisna ini bisa terjadi dengan adanya ijab dari pemesan dan kabul dai si penerima pesanan. Dalam hal ini, pemesan adalah sebagai pembeli dan penerima pesanan sebagai penjual. Pada dasarnya, akad istisna sama halnya dengan salam dimana barang sebagai objek akad atau transaksi belum ada. Hanya saja, dalam akad istisna tidak disyaratkan memberikan modal atau uang muka kepada penerima pesanan atau penjual. Selain itu, dalam istisna tidak ditentukan masa penyerahan barang.8
Dari sisi pembuat, hukum kontrak dalam istisna adalah tetapnya kepemilikan yang mengikat jika pemesan telah melihat dan rela atau suka dengan barang pesanannya. Jual beli istisna berbeda dengan jual beli salam sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut:
6 JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNISVol 13 No . 2 / September 2013
7Wahabah al-Zuhaili,al-Fiqih al-Islami...v/302 dikutip oleh Imam Mustofa. hlm 94
Tabel 4.1. Perbedaan jual beli istisna dengan jual beli salam9
No Subjek Salam Istisna Ketentuan
1. Pokok kontrak
Muslam fih Masnu Barang ditangguhkan dengan spesifikasi salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli salam. Pada jual beli salam
barang-barang yang akan dibeli sudah ada, tetapi belum berada di tempat. Pada jual beli istishna’barangnya belum ada dan masih akan dibuat atau diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakat sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu daya. Berdasarkan akad pada jual beli istishna’, makapembeli menugaskan penjual untuk menyediakan pesanansesuai spesifikasi yangdisyaratkan. Tahap selanjutnya, tentu diserahkan kepada pembeli dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selamajangka waktu akad.
Rukun-rukun Jual beliIstishna’
Adapun rukun-rukun istishna’adalah sebagai berikut :
a. Produsen / pembuat barang (shaani’) yangmenyediakan bahan bakunya
b. Pemesan / pembeli barang (Mustashni)
c. Proyek / usaha barang /jasa yang dipesan (mashnu')
d. Harga (saman)
e. Serah terima/ Ijab Qabul.
Syarat-syaratJual beli Istishna’
a. Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli
b. Ridha/ keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
c. Apabila isi akad disyaratkan Shani'hanya bekerja saja, maka akad ini bukanlagi istishna, tetapi berubah menjadi akad ijarah
d. Pihak yang membuat barang menyatakan kesanggupan untuk mengadakan / membuat barang itu
e. Mashnu'(barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya
f. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang dilarang syara' (najis,haram, samar/ tidakjelas) atau menimbulkan kemudratan.
Konsekuensi Jual Beli Istishna’Paralel.
a. Bank Syari’ah sebagai kontrak pertama, tetap bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kewajibannya. Artinya, pihak Bank Syariah tetap bertanggung jawab atas kesalahan, kelalaian atau pelanggaran yang berasal dari sub kontrak yang disetujui.
b. Pihak yang menjadi sub kontrak hanya bertanggung jawab kepada pihak Bank Syariah sebagai pemesan barang. Dia tidak mempunyai hubungan hukum dengan nasabah atau pengusaha yang memesan barang kepada pihak Bank Syariah.
c. Pihak Bank Syariah dan sub kontraktor bertanggung jawab terhadap nasabah atau pengusaha atas kesalahan atau kelalaian yang terjadi.10