• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KARBON ORGANIK TERLARUT DAN PARTIKULAT

PADA AIR SALURAN DAN AIR TANAH GAMBUT

RASAU JAYA, KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD NURIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

(4)

MUHAMMAD NURIMAN. Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh GUNAWAN DJAJAKIRANA, DARMAWAN dan GUSTI Z ANSHARI.

Pembukaan lahan gambut untuk pertanian, perkebunan maupun pemukiman selalu didahului dengan pembuatan saluran drainase yang bertujuan untuk mengelola air agar sesuai dengan kebutuhan tanaman dan pemukiman. Pembuatan saluran drainase di lahan gambut mempunyai dampak terjadinya pelepasan karbon dari kawasan lahan gambut berupa total karbon organik (TOC) yang terdiri dari karbon organik terlarut (DOC) dan karbon organik partikulat (POC). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh data konsentrasi DOC dan POC pada air saluran dan air tanah gambut, serta pelepasan DOC dan POC pada saluran, selain itu bertujuan untuk memperoleh seberapa besar persen DOC aromatik yang berada di air saluran dan air tanah gambut yang dibandingkan saat musim kemarau dengan musim hujan dan untuk memperoleh data hubungan sifat fisik dan kimia air terhadap konsentrasi DOC dan POC.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi TOC pada air saluran lebih dari 99% adalah berupa DOC dan kurang dari 1% berupa POC saat musim kemarau dan hujan. Konsentrasi DOC pada air saluran berkisar 6.38-77.30 mg/l. Konsentrasi DOC pada outlet saluran lebih rendah dari pada inlet saluran akibat terjadinya pengenceran konsentrasi DOC oleh tanah mineral sekitar outlet. Prakiraan pelepasan DOC rata-rata setiap saluran di kawasan gambut Rasau Jaya saat musim kemarau sebesar 453.34 ton/tahun, sedangkan musim hujan sebesar 638.43 ton/tahun. Diperkirakan pelepasan DOC dari seluruh saluran yang ada di kawasan lahan gambut Rasau Jaya berkisar 14.8-188.0 x 103 ton/tahun dengan rata-rata sebesar 64.0 x 103 ton/tahun, merupakan dampak begitu banyaknya saluran yang dibuat di kawasan lahan gambut Rasau Jaya.

Konsentrasi DOC pada air tanah gambut berkisar 21.18-89.78 mg/l, di mana tidak ada perbedaan yang signifikan antara musim kemarau dengan hujan. Konsentrasi DOC air tanah gambut bagian atas lebih besar dibandingkan bagian tengah dan bawah saat musim kemarau maupun hujan tetapi tidak berbeda signifikan (p > 0.05). Konsentrasi DOC air tanah gambut pada tutupan lahan pertanian lebih kecil dibandingkaan hutan dengan perbedaan yang signifikan (p < 0.05) saat musim kemarau dan hujan.

Persen DOC aromatik pada outlet sebesar 40.47±3.33 % dan pada inlet sebesar 35.95±2.24 %, jadi sebelum mengalir ke sungai Kapuas Besar terjadi peningkatan DOC aromatik yang sangat signifikan (p < 0.01). Persen DOC aromatik air tanah gambut pada tutupan lahan pertanian dan semak belukar lebih tinggi dibandingkan hutan pada saat musim kemarau dengan perbedaan signifikan (p < 0.05), tetapi saat musim hujan tidak berbeda signifikan (p > 0.05). Dari beberapa variabel fisik dan kimia menunjukkan bahwa absorban 254 nm yang paling tinggi hubungan terhadap DOC dengan r sebesar 0.978 pada air saluran dan r sebesar 0.930 pada air tanah gambut, sedangkan TSS yang paling tinggi mempunyai hubungan terhadap POC dengan r sebesar 0.734 pada air saluran.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD NURIMAN. Dissolved and Particulate Organic Carbon in the Drainage Water and Peat Pore Water of Rasau Jaya, West Kalimantan. Supervised by GUNAWAN DJAJAKIRANA, DARMAWAN and GUSTI Z ANSHARI.

Peatland reclamation for agriculture, plantation and settlement are always preceded by the drainage construction aimed to manage water to fit the needs of crops and settlements. Drainage construction in peatland will cause carbon export from peatland ecosystem in the form of Total Organic Carbon (TOC), consisted of Dissolved Organic Carbon (DOC) and Particulate Organic Carbon (POC). The objectives of this study were to obtain data of DOC and POC concentration in the drainage water and the peat pore water, data of DOC and POC export in the drainages, the percentage of DOC aromatic in the drainage water and peat pore water during the dry and rainy seasons, and the correlation between physical and chemical characteristics of water to DOC and POC concentration.

Research results showed that the TOC concentration at the drainage water in the form of DOC was more than 99%, while for POC was less than 1% during the dry and rainy seasons. Concentration of DOC at the drainage water was ranging from 6.38-77.30 mg/l. The results showed that DOC concentration of the outlet drainage was lower than that of the inlet due to the dilution of DOC concentration by mineral soil existed in surrounding area of the outlet. It was assumed that the average of DOC export from each drainage in Rasau Jaya peat dome during the dry season was 453.34 tons/year, while for the rainy season was 647.52 tons/year. It is estimated that the DOC export from all drainages in the area of Rasau Jaya peatland was about 14.8-188.0 x 103 tons/year with an average of 64.0 x

103 tons/year, the impact of too many drainages constructed in the area of Rasau Jaya peatland.

Concentration of DOC in peat pore water was about 21.18-89.78 mg/l, where there was no significant difference between the dry and rainy seasons. Concentration of DOC the peat pore water on the surface was relatively higher but not significantly different (p > 0.05) with that of the middle and the bottom during the dry and rainy seasons. Concentration of DOC the peat pore water in agriculture land was lower than the forest (p < 0.05) and was significantly different in the dry and rainy seasons.

Percentage of DOC aromatic in the outlet was 40.47±3.33 % while in the inlet was 35.95±2.24 %, indicating that before flowing to the Kapuas Besar River, DOC aromatic was significantly increased (p < 0.01). Percentage of DOC aromatic in peat pore water of the agriculture land and shrubs cover was higher than that of the forest during the dry season with significant difference (p < 0.05), but not significantly different during the rainy seasons (p > 0.05). From some physical and chemical variables, it was showed that the absorbance of 254 nm has the highest correlation with DOC with r for about 0.978 on drainage water and r of 0.930 on peat pore water, while the highest TSS has a relationship with the POC with r of 0.734 on drainage water.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

KARBON ORGANIK TERLARUT DAN PARTIKULAT

PADA AIR SALURAN DAN AIR TANAH GAMBUT

RASAU JAYA, KALIMANTAN BARAT

MUHAMMAD NURIMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat

Nama : Muhammad Nuriman

NIM : A151110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc Ketua

Dr Ir Darmawan, M.Sc Anggota

Prof. Dr Ir Gusti Z. Anshari, MES Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Tanah

Dr Ir Atang Sutandi, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 09 April 2015

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Air Tanah Gambut, dengan judul Karbon Organik Terlarut dan Partikulat pada Air Saluran dan Pori-Pori Tanah Gambut Rasau Jaya, Kalimantan Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Gunawan Djajakirana, M.Sc, Dr Ir Darmawan, M.Sc dan Prof. Dr Ir Gusti Z Anshari, MES selaku pembimbing, serta Dr Laure Gandois dari French National Centre for Scientific Research yang telah memberi pengalaman lapangan dan ilmunya mengenai penelitian karbon organik di Sungai Kapuas pada bulan Juni 2013 dan bulan Febuari 2014 serta penjelasan mengenai metode pengambilan sampel pada air tanah gambut. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Sayuti dari Stasiun Meteorologi Maritim Pontianak, yang telah memberikan Software Pasang Surut dan diskusinya mengenai pasang surut air. Ucapan terima kasih kepada Partnerships For Enhanced Engagement In Research (PEER) Amerika Serikat, Grant No: NSF 1114161 yang diterima oleh Prof. Dr Gusti Z Anshari untuk membantu membiayai penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

2 METODE ... 3

Lokasi Penelitian ... 3

Waktu Penelitian ... 6

Bahan dan Alat Penelitian ... 6

Pelaksanaan Penelitian ... 7

Persiapan ... 7

Pengambilan Sampel ... 7

Air Saluran ... 7

Air Tanah Gambut ... 7

Pengangkutan dan Penyimpanan Sampel ... 8

Analisis Sampel ... 8

Parameter Penelitian ... 9

Parameter Utama ... 9

Karbon Organik Terlarut (DOC) ... 9

Karbon Organik Partikulat (POC) ... 9

Total Karbon Organik (TOC) ... 9

Parameter Pendukung ... 10

Debit ... 10

Total Padatan Tersuspensi (TSS) ... 11

Konduktivitas (DHL) ... 11

pH ... 11

Oksigen Terlarut (DO) ... 11

Al, Fe, Mg dan Ca ... 11

Absorban 254 nm ... 12

SUVA 254 (Specific Ultraviolet Absorbance 254) ... 12

Pelepasan Karbon Organik ... 12

Analisis Data ... 13

3 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Konsentrasi Karbon Organik pada Air Saluran ... 14

Pelepasan Karbon Organik dari Saluran ... 17

(12)

Organik ... 24

Air Saluran ... 24

Air Tanah Gambut ... 27

DOC Aromatik pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut ... 28

4 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(13)

DAFTAR

TABEL

Tabel Halaman

Teks

1. Karakteristik saluran-saluran pengamatan ... 5

2. Konsentrasi karbon organik pada seluruh sampel saluran ... 14

3. Persen DOC dan POC dalam TOC pada air saluran ... 14

4. Konsentrasi karbon organik pada outlet saluran ... 15

5. Konsentrasi karbon organik pada inlet saluran ... 16

6. Konsentrasi DOC pada air saluran di lahan gambut Indonesia ... 17

7. Debit, konsentrasi dan pelepasan karbon organik dari 11 saluran ... 18

8. Lama surut air pada lokasi penelitian tahun 2013-2014 ... 19

9. Prakiraan pelepasan karbon organik saat surut selama setahun ... 19

10. Prakiraan pelepasan karbon organik dalam luasan saluran pengamatan . 20 11. Prakiraan pelepasan karbon organik dari seluruh saluran di kawasan gambut Rasau Jaya Kalimantan Barat ... 20

12. Konsentrasi karbon organik pada air tanah gambut ... 22

13. Konsentrasi DOC bagian atas, tengah dan bawah ... 22

14. Rataan konsentrasi DOC setiap tutupan lahan ... 24

15. Korelasi Pearson pada air saluran ... 24

16. Korelasi Pearson pada air tanah gambut ... 27

17. Persen DOC aromatik pada outlet dan inlet saluran ... 29

18. Persen DOC aromatik pada air tanah gambut ... 30

19. Rataan persen DOC aromatik setiap tutupan lahan ... 31

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman Teks 1. Peta lokasi penelitian ... 4

2. Rataan curah hujan bulanan dari tahun 2004-2013 (BMKG Supadio Pontianak 2014) ... 6

3. Pengambilan sampel air tanah gambut dengan menggunakan modifikasi pore water sampling ... 8

4. Contoh waktu dan lama pasang surut berdasarkan software TideComp Versi 7.04 ... 10

5. Regresi SUVA 254 terhadap persen DOC aromatik yang ditentukan dengan 13C-NMR (Weishaar et al. 2003) ... 12

6. Regresi linier antara debit dengan konsentrasi DOC ... 16

7. Rataan nilai absorban 254 nm setiap lapisan kedalaman sampling ... 23

8. Regresi linier antara absorban 254 nm, pH, SUVA 254, DO dan TSS terhadap DOC pada air saluran ... 25

9. Regresi linier antara TSS, absorban 254 nm, pH, Mg, dan SUVA 254 terhadap POC pada air saluran ... 26

10. Regresi linier antara absorban 254 nm, SUVA 254, konduktivitas dan pH terhadap DOC pada air tanah gambut ... 28

(14)

Lampiran Halaman Teks

1. Debit saluran bulan Juli (musim kemarau) ... 36

2. Debit saluran bulan Agustus (musim kemarau) ... 36

3. Debit saluran bulan November (musim hujan) ... 37

4. Debit saluran bulan November-Desember (musim hujan) ... 37

5. Deskripsi lapangan pengambilan sampel air tanah gambut saat musim kemarau ... 38

6. Deskripsi lapangan pengambilan sampel air tanah gambut saat musim hujan ... 38

7. Prosedur pengukuran debit saluran ... 39

8. Bahan dan prosedur analisis oksigen terlarut (DO) ... 39

9. Lama surut air sungai Kapuas Besar tahun 2013-2014 ... 40

10. Data analisis variabel pendukung pada air saluran saat musim kemarau . 40 11. Data analisis variabel pendukung pada air saluran saat musim hujan ... 40

12. Data analisis variabel pendukung pada air tanah gambut saat musim kemarau ... 40

13. Data analisis variabel pendukung pada air tanah gambut saat musim hujan ... 41

14. Contoh uji normalitas sebaran data menggunakan boxplot ... 42

15. Uji t konsentrasi POC pada outlet antara musim kemarau dengan hujan . 44 16. Uji t konsentrasi DOC pada outlet antara musim kemarau dengan hujan . 44 17. Uji t konsentrasi POC pada inlet antara musim kemarau dengan hujan ... 44

18. Uji t konsentrasi DOC pada inlet antara musim kemarau dengan hujan .. 45

19. Uji t konsentrasi DOC antara outlet dengan inlet ... 45

20. Uji t pelepasan DOC saluran antara musim kemarau dengan hujan ... 45

21. Uji t pelepasan POC saluran antara musim kemarau dengan hujan ... 45

22. Uji t konsentrasi DOC pada air tanah gambut antara musim kemarau dengan hujan ... 45

23. Analisis ragam konsentrasi DOC pada air tanah gambut bagian atas, tengah dan bawah saat musim kemarau ... 46

24. Analisis ragam konsentrasi DOC pada air tanah gambut bagian atas, tengah dan bawah saat musim hujan ... 46

25. Analisis ragam konsentrasi DOC pada air tanah gambut di beberapa tutupan lahan saat musim kemarau ... 46

26. Analisis ragam konsentrasi DOC pada air tanah gambut di beberapa tutupan lahan saat musim hujan ... 46

27. BNJ (Tukey) konsentrasi DOC setiap tutupan lahan saat musim kemarau 46 28. BNJ (Tukey) konsentrasi DOC setiap tutupan lahan saat musim hujan ... 47

29. Uji t persen DOC aromatik pada outlet antara musim kemarau dengan hujan ... 47

30. Uji t persen DOC aromatik pada inlet antara musim kemarau dengan hujan ... 47

31. Uji t persen DOC aromatik air saluran antara outlet dengan inlet ... 47

(15)

bagian atas, tengah dan bawah saat musim kemarau ... 48

34. Analisis ragam persen DOC aromatik pada air tanah gambut bagian atas, tengah dan bawah saat musim hujan ... 48

35. Analisis ragam persen DOC aromatik pada air tanah gambut di beberapa tutupan lahan saat musim kemarau ... 48

36. Analisis ragam persen DOC aromatik pada air tanah gambut di beberapa tutupan lahan saat musim hujan ... 48

37. BNJ (Tukey) persen DOC aromatik setiap tutupan lahan saat musim kemarau ... 49

38. BNJ (Tukey) persen DOC aromatik setiap tutupan lahan saat musim hujan ... 49

39. Peta saluran kawasan gambut Rasau Jaya ... 50

40. Gambar tanaman air yang menutup saluran ... 51

41. Gambar penelitian di lapangan ... 52

(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki lahan gambut seluas 14.9 juta ha yang tersebar di Pulau Sumatera dengan luas 6.43 juta ha, Pulau Kalimantan seluas 4.78 juta ha dan Pulau Papua seluas 3.69 juta ha (Ritung et al. 2011). Provinsi Kalimantan Barat memiliki lahan gambut yang cukup luas yaitu 1.68 juta ha atau 11.3% dari luas gambut Indonesia dan 35.2% dari luas gambut Pulau Kalimantan. Tanah gambut berdasarkan Taksonomi Tanah masuk ke ordo Histosols. Histosols adalah tanah yang didominasi bahan organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm (Soil Survey Staff 2010). Tanah gambut memiliki kandungan karbon organik yang tinggi yaitu sekitar 50-60% (Anshari et al. 2010), serta merupakan tanah yang sangat porous sehingga pori-pori tanah gambut yang berada di lapisan muka air tanah terisi penuh oleh air yang mengandung karbon organik.

Karbon organik dalam sungai memainkan peranan penting dalam siklus karbon yang menghubungkan karbon di daratan dengan karbon yang di laut (Baum et al. 2007), tetapi karbon organik dari saluran alami dan buatan sekitar lahan gambut kurang diperhitungkan dalam siklus karbon global saat ini (Richey et al. 2002). Hope et al. (1997) menjelaskan bahwa lahan gambut merupakan sumber utama karbon yang ada di saluran (alami maupun buatan), besarnya konsentrasi karbon di saluran sangat dipengaruhi oleh sebaran gambut yang berada di sekitar saluran, maka untuk mengukur konsentrasi karbon organik yang berada pada saluran harus juga mengukur konsentrasi karbon organik yang berada pada air tanah gambut.

Karbon pada air gambut sebagian besar terdiri atas karbon organik, yang dapat bersifat sebagai karbon organik terlarut/dissolved organic carbon (DOC), dan karbon organik partikulat/particulate organic carbon (POC). Perbedaan antara kedua komponen tersebut umumnya atas dasar apakah melewati kertas saring dengan ukuran pori 0.7 µm atau tidak, DOC melewati saringan tersebut sedangkan POC tersaring (Billett et al. 2006). Jumlah DOC dan POC adalah total karbon organik/total organic carbon (TOC), di mana DOC merupakan karbon organik yang paling dominan di dalam air yang bersumber dari lahan gambut (IPCC 2014).

(17)

Perumusan Masalah

Pembukaan lahan gambut untuk pertanian, perkebunan maupun pemukiman biasanya didahului dengan pembuatan saluran drainase, yang bertujuan untuk membuang air yang berlebihan di lahan gambut dan mengatur tinggi muka air tanah. Banyaknya pembuatan saluran drainase dapat berdampak terhadap terjadinya pelepasan karbon organik (DOC dan POC) yang berlebihan pada suatu kawasan lahan gambut karena secara alami pun karbon organik mengalami pelepasan melalui sungai-sungai yang terbentuk di lahan gambut.

Beberapa penelitian tentang pelepasan karbon organik dari sungai dilakukan tanpa mempertimbangkan pasang surut air padahal pelepasan terjadi pada saat air surut, sedangkan pada saat air pasang merupakan kondisi air masuk. Tanpa mempertimbangkan pasang surut air maka prakiraan pelepasan karbon organik akan sangat besar. Selain mempertimbangkan pasang surut air, prakiraan pelepasan karbon organik harus memperhatikan distribusi curah hujan di mana konsentrasi karbon organik dan debit air akan berbeda-beda saat musim kemarau dan hujan, berdasarkan hasil penelitian Moore et al. (2011) pada saat musim hujan pelepasan karbon organik lebih besar dibandingkan saat musim kemarau.

Dinamika karbon organik pada air saluran dan air tanah gambut Indonesia belum banyak diketahui, sehingga dalam penelitian ini terdiri dari beberapa permasalahan yang diteliti yaitu:

1. Seberapa besarkah konsentrasi DOC dan POC yang berada pada air saluran saat musim kemarau dan hujan?

2. Seberapa besarkah pelepasan DOC dan POC dari saluran saat musim kemarau dan hujan?

3. Seberapa besarkah konsentrasi DOC dan POC yang berada pada air tanah gambut saat musim kemarau dan hujan?

4. Bagaimana hubungan sifat fisik dan beberapa sifat kimia air terhadap konsentrasi DOC dan POC?

5. Berapa persen DOC aromatik pada air saluran dan air tanah gambut?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur:

1. Konsentrasi DOC dan POC yang berada pada air saluran saat musim kemarau dan hujan.

2. Pelepasan DOC dan POC dari saluran saat musim kemarau dan hujan. 3. Konsentrasi DOC dan POC yang berada pada air tanah gambut saat musim

kemarau dan hujan.

4. Menganalisis hubungan sifat fisik dan beberapa sifat kimia air terhadap konsentrasi DOC dan POC.

(18)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan data dasar yang bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan mengenai dinamika DOC dan POC yang berada pada air saluran dan air tanah gambut di Indonesia, khususnya di kawasan gambut Rasau Jaya Kalimantan Barat.

2

METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan gambut Rasau Jaya yaitu di sekitar Sub DAS Kapuas Hilir Kalimantan Barat, atau berada di antara sungai Kapuas Besar dan Kapuas Kecil (Gambar 1). Lokasi penelitian ini memiliki gambut seluas 53129 ha (Anshari et al. 2013). Pemerintah Indonesia pada tahun 1972 pertama kali membuat saluran drainase pada kawasan gambut ini yang bertujuan untuk membuat pemukiman transmigrasi dan kawasan pertanian, pada tahun 2013 total luas saluran yang ada di kawasan gambut Rasau Jaya adalah seluas 437 ha (Anshari et al. 2013).

Sampel penelitian terbagi dua kelompok, yaitu pada air saluran dan air tanah gambut. Dalam penelitian ini ada 11 saluran yang diamati yaitu 10 saluran drainase primer yang dibuat pada tahun 1972-2000 dan 1 saluran alami yaitu sungai Rasau. Titik pengambilan sampel setiap saluran berada di outlet (hilir) dengan jenis tanah aluvial dan di inlet (hulu) yang berjenis tanah gambut. Setiap saluran memiliki perbedaan karakteristik masing-masing, semua saluran dalam penelitian ini berhubungan langsung dengan lahan gambut Rasau Jaya dan bermuara di Sungai Kapuas Besar. Perbedaan karakteristik masing-masing saluran dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

(20)

Tabel 1 Karakteristik saluran-saluran pengamatan

No Karakteristik Kode Saluran

Saluran P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Sui Rasau 3 Jenis Saluran Drainase

Primer

Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial Aluvial

10 Jenis Tanah di

Inlet

Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut Gambut

11 Tutupan Lahan Pertanian, Semak,

Sumber : Hasil pengamatan lapangan (2013) dan data sekunder dari Anshari et al (2013)*

** Terbagi 2 dua outlet (sungai Kapuas Besar dan Kapuas Kecil), untuk ke Kapuas Besar inlet berjarak ± 8.1 km. *** 6.4 km tidak berfungsi karena tertutup padat oleh tanaman air, hanya 3.6 km yang berfungsi.

(21)

Waktu Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada dua musim yakni musim kemarau dan hujan. Penelitian saat musim kemarau dilaksanakan pada bulan Juli-September 2013 dengan curah hujan < 250 mm/bulan, sedangkan musim hujan dilaksanakan pada bulan November-Desember 2013 dengan curah hujan > 250 mm/bulan (Gambar 2). Pengamatan debit pada bulan Juli, Agustus, awal November dan akhir November-awal Desember 2013 (Lampiran 1, 2, 3 dan 4). Pengambilan sampel air saluran pada bulan Agustus dan akhir November-awal Desember 2013. Pengambilan sampel air tanah gambut pada bulan September dan November 2013 (Lampiran 5 dan 6).

Gambar 2 Rataan curah hujan bulanan dari tahun 2004-2013 (BMKG Supadio Pontianak 2014)

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sampel air yang berjumlah 104 sampel. Bahan kimia untuk analisis DO berupa larutan alkali iodida azida, mangan sulfat, asam sulfat, indikator kanji dan tiosulfat. Pengawet sampel berupa larutan HCl 0.1 M. Bahan filtrasi sampel untuk analisis karbon berupa Whatman GF/F 0.7 µm. Bahan filtrasi sampel untuk analisis logamberupa Whatman Membrane Filters 0.45 µm.

(22)

Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan agar penelitian dapat berjalan sebagaimana mestinya yaitu:

Persiapan

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data penunjang sebagai langkah pertama dalam pekerjaan yang telah dilengkapi dengan peta rencana lokasi penelitian lapangan, sehingga dapat diperoleh gambaran kasar mengenai keadaan daerah penelitian, serta mempersiapkan perlengkapan penelitian di laboratorium maupun di lapangan.

Pengambilan Sampel Air Saluran

Pengambilan sampel air di saluran sampai pengemasannya ditentukan berdasarkan pertimbangan berikut yaitu:

1. Pada saluran dengan debit kurang dari 5 m3/s, sampel air diambil pada satu

titik di tengah saluran pada 0.5 x kedalaman saluran (SNI 6989.57 : 2008). 2. Pada saluran dengan debit antara 5–150 m3/s, sampel air diambil pada dua

titik, masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar saluran pada 0.5 x kedalaman saluran, lalu dihomogenkan menjadi satu sampel (SNI 6989.57 : 2008).

3. Pengambilan sampel pada saat air surut, dengan tujuan untuk mengindikasikan pelepasan. Pengambilan sampel air menggunakan alat water sampling bottle. Pengambilan sampel dengan cara sesaat (grab sampling).

4. Sempel dimasukkan ke dalam botol sampel ukuran 500 ml. Botol sampel tersebut diberi label yang berisi kode dan tanggal pengambilan.

Kondisi penentuan titik penelitian di saluran adalah sebagai berikut (CEAEQ 2007):

1. Air cukup dalam untuk memungkinkan instrumen pengukuran terendam, 2. Hindari pengukuran dan pengambilan sampel di dekat tikungan, arus

menyimpang, arus tenang, tabrakan arus, banyak rumput atau sampah dan pusaran.

Air Tanah Gambut

Pengambilan sampel air tanah gambut menggunakan modifikasi alat pore water sampling yang ditancapkan ke dalam tanah gambut, pada kedalaman 0.2; 0.5 dan 0.8 meter dari ketebalan gambut di bawah muka air tanah (atas, tengah dan bawah), pada kedalaman tersebut maka air di dalam tanah gambut disedot dengan menggunakan pompa vakum manual (mityvac) yang sudah terhubung dengan selang pada pore water sampling (Gambar 3).

Rumus penentuan kedalaman pengambilan sampel air tanah gambut adalah sebagai berikut:

Atas (A) = 0.2(PD-WT)+WT

Tengah (T) = 0.5(PD-WT)+WT

(23)

PD = Ketebalan gambut (cm) WT = Kedalaman air tanah (cm)

Jarak antara lubang atas sampai bawah alat modifikasi pore water sampling adalah 20 cm, kedalaman pengambilan sampel air tanah gambut dimulai dari lubang tengah (10 cm), sehingga kisaran kedalaman pengambilan sampel adalah:

Kisaran atas = (A-10 cm) sampai (A+10 cm) Kisaran tengah = (T-10 cm) sampai (T+10 cm) Kisaran bawah = (B-10 cm) sampai (B+10 cm)

Gambar 3 Pengambilan sampel air tanah gambut dengan menggunakan modifikasi pore water sampling

Pengangkutan dan Penyimpanan Sampel

Pengangkutan dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kerusakan terhadap sampel air selama pengangkutan dari lapangan ke laboratorium. Pengangkutan sampel menggunakan cool box serta dengan penambahan ice pack agar suhu dingin (± 4 oC) di dalam cool box dapat bertahan lama. Di laboratorium,

sampel air disimpan dalam freezer dengan suhu ≤ 4 oC untuk menghindari aktivitas mikroba pada sampel air. Sampel yang dikirim ke Puslit Biologi LIPI Laboratorium Ekologi Bogor diberi pengawet HCl 0.1 N (sampai pH < 2).

Analisis Sampel

(24)

Parameter Penelitian

Pengamatan pada saluran terdiri dari beberapa parameter yaitu DOC, POC, TOC, debit, TSS, DO, pH, konduktivitas, absorban 254 nm, SUVA 254, Al, Fe, Mg dan Ca. Pengamatan pada air tanah gambut ada beberapa parameter yang tidak diukur seperti pengamatan pada saluran yaitu DO, TSS dan debit. Parameter dalam penelitian ini terbagi menjadi parameter utama dan pendukung, di mana masing-masing kelompok parameter ini terdiri dari beberapa parameter yaitu:

Parameter Utama

Karbon Organik Terlarut (DOC)

Analisis konsentrasi DOC menggunakan metode pembakaran temperatur tinggi dengan alat TOC-VCPH (SHIMADZU). Sebelum sampel air diukur, dilakukan terlebih dahulu tahap persiapan yaitu menyaring DOM (bahan organik terlarut) dan POM (bahan organik partikulat) dengan menggunakan Glass Microfiber Filters Whatman GF/F 47 mm Ø dengan ukuran pori 0.7 µm, Glass Microfiber Filters tersebut ditanur terlebih dahulu dengan suhu 5500C selama ± 3

jam untuk menghilangkan bahan organik yang ada pada Glass Microfiber Filters tersebut. Setelah itu lakukan penyaringan menggunakan alat gelas dan pompa vakum, di mana DOM lolos dari Glass Microfiber Filters sedangkan POM tersaring. Tahap pengukuran konsentrasi DOC menggunakan alat TOC-VCPH (SHIMADZU) merupakan proses pembakaran DOM dengan suhu 680 oC untuk diubah menjadi gas CO2 lalu sensor nondispersive infrared (NDIR) akan secara

langsung mengkorelasikannya sebagai konsentrasi DOC.

Karbon Organik Partikulat (POC)

Analisis konsentrasi POC terdiri dari dua tahapan yaitu tahap menyaring sampel dan mengukur kadar karbon. Sebelum sampel air disaring dengan Glass Microfiber Filters dengan ukuran pori 0.7 µm, khusus sampel air tanah gambut disaring terlebih dahulu menggunakan ayakan nomor 100 yang mempunyai ukuran lubang 0.15 mm untuk memisahkan serat-serat gambut yang memiliki ukuran > 0.15 mm (Verry et al. 2011) dengan POM, di mana POM dapat dibagi sesuai dengan ukuran, yaitu kasar (> 1 mm), halus (1 mm-53 µm), dan sangat halus (53 µm-0.45 µm) (Naiman et al. 1987 dalam Moore et al. 2011), jadi konsentrasi POC air tanah gambut adalah pada POM ukuran 0.15 mm-0.7 µm. POM yang berada pada Glass Microfiber Filters dianalisis menggunakan CN analyzer LECO untuk diperoleh C-organiknya (Moreira-Turcq et al. 2003).

Perhitungan POC adalah sebagai berikut (BATS 1997):

POC (mg/l) = (A-B) x (1000 / V) x % C-Organik; keterangan: A = berat sampel residu + filter dan wadah (mg)

B = berat filter dan wadah (mg) V = volume sampel (ml)

Total Karbon Organik (TOC)

(25)

Parameter Pendukung Debit

Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang saluran per satuan waktu (Asdak 2002). Pengukuran debit menggunakan metode Area-Velocity, yaitu dengan pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang basah saluran (CEAEQ 2007). Prosedur pengukuran debit dapat dilihat pada Lampiran 7, di mana rumusnya adalah sebagai berikut:

Q = AV; keterangan: Q = Debit (m3/s)

A = Luas panampang saluran berair (m2) V = Kecepatan rata-rata (m/s)

Luas penampang saluran (A): A = I x d; keterangan:

I = Lebar saluran (m)

d = Kedalaman air rata-rata (m)

Pengukuran debit dilaksanakan di outlet saluran dan pada saat surut yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang saluran di outlet persatuan waktu yang mengalir keluar. Pengukuran debit setiap saluran dilakukan sebanyak 3 kali selama air surut, hasilnya dirata-rata sebagai nilai debit selama surut.

Untuk mengetahui waktu dan lamanya air surut di lokasi penelitian menggunakan software TideComp Versi 7.04 (Gambar 4). Lama air surut adalah jumlah waktu dari pasang maksimum dan atau tenang ke surut maksimum. Lokasi pengamatan pasang surut di Stasiun Tanjung Saleh dengan koordinat UTM 49M 295961E 9990784S, lokasi yang representatif untuk mencerminkan waktu pasang surut lokasi penelitian. Di mana tipe pasang surut di lokasi penelitian bertipe diurnal tide (pasang surut harian tunggal) yaitu dalam sehari terjadi satu kali pasang maksimum dan satu kali surut maksimum.

(26)

Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Total padatan tersuspensi adalah semua zat padat atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) dan partikel-partikel anorganik (Tarigan dan Edward 2003), dianalisa menggunakan metode gravimetri dengan rumus perhitungan sebagai berikut (SNI 06-6989.3 : 2004):

TSS (mg/l) = (A-B) x 1000 / V; keterangan: A = berat sampel residu + filter dan wadah (mg) B = berat filter dan wadah (mg)

V = volume sampel (ml)

Konduktivitas (DHL)

Konduktivitas menunjukkan kemampuan air untuk menghantarkan listrik, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya ion atau mineral yang terlarut dalam air. Konduktivitas air tergantung dari konsentrasi ion-ion terlarut. Konduktivitas air ditetapkan dengan alat conductivity meter merk HACH SensION5 dengan satuan micro Siemen.

pH

pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Pengukuran pH menggunakan alat pH meter merk QIS F470 dengan akurasi 0.01 atau 2 digit di belakang koma.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Metode yang digunakan untuk analisis DO adalah dengan metode titrasi (SNI 06-6989.14: 2004). Bahan dan prosedur analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 8, di mana rumus konsentrasi DO dengan metode ini adalah :

DO (mg/l) = Titrasi (ml) x Tiosulfat (N) x 8000

Sampel (ml)

Al, Fe, Mg, dan Ca

Analisis Al, Fe, Mg, Ca menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk SHIMADZU tipe AA-6300. Prinsip pengukuran dengan AAS adalah hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Sampel air dipanaskan agar atom-atom bebas dari ikatan kimianya. Atom-atom yang bebas tersebut dilewatkan pada lampu katoda (hallow cathode) masing-masing unsur yang dianalisis, sehingga terjadi penyerapan energi yang terekam dalam Spektrofotometer.

(27)

pembuatan larutan standar, larutan standar dibuat berdasarkan prosedur analisis air dari BPT (2009).

Absorban 254 nm

Absorban 254 nm diukur menggunakan Spekrofotometer UV Vis 1800 Rayleigh. Besar kecilnya nilai absorban 254 nm mencerminkan banyaknya bahan organik dalam suatu larutan (Eaton et al. 1995). Absorban 254 nm memiliki regresi linear yang sangat tinggi (R2 = 0.998) terhadap konsentrasi DOM yang ditentukan dengan metode pembakaran temperatur tinggi, sehingga absorban 254 nm dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi DOM (Khan et al. 2014). Sebelum sampel air diukur, terlebih dahulu disaring menggunakan Glass Microfiber Filters Whatman GF/F 47 mm Ø dengan ukuran pori 0.7 µm untuk memisahkan POM (tersaring) dan DOM (lolos saringan).

SUVA 254 (Specific Ultraviolet Absorbance 254)

Menurut Weishaar et al. (2003) SUVA 254 merupakan parameter yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan DOC aromatik selain menggunakan metode 13C-NMR (Gambar 5). Sifat aromatik digunakan sebagai penguji apakah DOC dari sampel air bersifat stabil atau labil.

SUVA 254 diperoleh dari hasil pembagian absorban 254 nm sampel air yang lolos dari saringan 0.7 µm terhadap konsentrasi DOC (Potter and Wimsatt 2005).

SUVA 254 (l/mg/cm) = Absorban 254 nm (1/cm) DOC (mg/l) x 100

Gambar 5 Regresi SUVA 254 terhadap persen DOC aromatik yang ditentukan dengan 13C-NMR (Weishaar et al. 2003)

Pelepasan Karbon Organik

(28)

Pelepasan karbon organik (g/s) = Karbon organik (mg/l) x Debit surut (m3/s)

Pelepasan karbon organik (ton/tahun) = Pelepasan karbon organik (ton/jam) x Lama surut (jam/tahun)

Pelepasan karbon organik(kg/m2/tahun) = Pelepasan kLuas saluran (marbon organik (ton/tahun) 2)

Pelepasan karbon organik seluruh saluran (Gg/tahun) =

Pelepasan karbon organik(kg/m2/tahun) x Luas seluruh saluran (m2)

Analisis Data

Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Besar kecilnya konsentrasi karbon organik dan persen DOC aromatik pada air saluran dan air tanah gambut serta pelepasan karbon organik pada saluran dijelaskan secara analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum, dengan menginformasikan nilai minimum, maksimum, rataan dan standar deviasi. Analisis deskriptif menggunakan bantuan aplikasi software microsoft office excel. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara musim kemarau dengan musim hujan, dan antara outlet dengan inlet digunakan uji t (2 kelompok) dan untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan antara bagian atas, tengah dan bawah, dan beberapa tutupan lahan menggunakan analisis varian (lebih dari 2 kelompok), jika taraf signifikannya < 0.05 maka dilanjutkan dengan uji BNJ (Tukey) untuk melihat perbedaan masing-masing dengan bantuan aplikasi software SPSS versi 16.0.

Pengujian ada tidaknya hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya menggunakan uji korelasi Pearson dengan bantuan aplikasi software SPSS. Dalam analisis korelasi yang diperhatikan adalah arah (positif atau negatif) dan besar hubungan (kekuatan) yang ditunjukkan dari taraf signifikannya, jika terjadi korelasi signifikan pada taraf 0.01 maka dilanjutkan dengan uji regresi linier. Analisis regresi bertujuan menganalisis besarnya pengaruh variabel bebas (yang mempengaruhi) terhadap variabel terikat (yang dipengaruhi). Analisis regresi linier menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) dari 0 sampai 1, semakin mendekati nilai 1 berarti semakin besar peran atau kontribusi maupun pengaruh variabel X (bebas) terhadap variabel Y (terikat) yang terdapat dalam persamaan regresi tersebut (Usman dan Akbar 2011).

(29)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Karbon Organik pada Air Saluran

Rata-rata konsentrasi karbon organik (DOC dan POC) pada seluruh sampel saluran dapat dilihat pada Tabel 2. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang besar antara konsentrasi DOC dan POC saat musim kemarau dengan musim hujan, di mana konsentrasi DOC saat musim kemarau sebesar 45.51±17.12 mg/l, dan 44.25±25.54 mg/l saat musim hujan, sedangkan konsentrasi POC saat musim kemarau sebesar 0.13±0.16 mg/l dan 0.17±0.39 mg/l saat musim hujan.

Tabel 2 Konsentrasi karbon organik pada seluruh sampel saluran

Sampel DOC (mg/l) POC (mg/l) TOC (mg/l)

Rataan SD Rataan SD Rataan SD

Kemarau (n=22) 45.51 17.12 0.13 0.16 45.64 17.03 Hujan (n=22) 44.25 25.54 0.17 0.39 44.42 25.58

Data rata-rata seluruh sampel menunjukkan bahwa lebih dari 99% TOC adalah berupa DOC, sedangkan kurang dari 1% berupa POC saat musim kemarau maupun hujan (Tabel 3). Berdasarkan hasil ini menunjukkan bahwa pengukuran karbon organik berupa POC dapat diabaikan. Hasil ini sama dengan penelitian Hope et al. (1994) dalam Moore et al. (2011) yang menyatakan bahwa TOC di kawasan lahan gambut pada umumnya hampir 100% adalah DOC. Hasil yang agak berbeda dengan penelitian Moore et al. (2011) yang melakukan penelitian di sungai Sebangau Kalimantan Tengah mendapatkan TOC saat musim kemarau berupa DOC sebesar 82% dan 96% saat musim hujan.

Tabel 3 Persen DOC dan POC dalam TOC pada air saluran

Sampel DOC (%) POC (%)

Rataan SD Rataan SD

Kemarau (n=22) 99.6 0.6 0.4 0.6

Hujan (n=22) 99.5 0.8 0.5 0.8

(30)

Tabel 4 Konsentrasi karbon organik pada outlet saluran yang relatif lebih kecil dibandingkan pada saat musim kemarau, tetapi saat musim hujan saluran P5 memiliki konsentrasi POC yang jauh lebih besar dibandingkan saluran lainnya, ini disebabkan terjadinya aktivitas pembersihan saluran dari tanaman air di bagian saluran sekunder yang terhubung dengan saluran P5, sehingga berdampak pada banyaknya partikulat organik yang mengalir ke outlet P5. Tingginya nilai POC di P5 dibandingkan saluran-saluran yang lain, berdampak pada standar deviasi (SD) nilai POC saat musim hujan jauh lebih besar dibandingkan rataannya. Setelah diuji normalitas data POC saat musim kemarau dan hujan menunjukkan bahwa data P5 saat musim hujan tidak normal (Lampiran 14b) sehingga P5 harus dianggap outlier, agar dapat memenuhi syarat uji t. Hasil uji t menunjukkan bahwa konsentrasi POC pada outlet saat kemarau berbeda signifikan (p < 0.05) dibandingkan saat musim hujan (Lampiran 15), di mana saat musim kemarau rata-rata sebesar 0.24±0.17 mg/l sedangkan saat musim hujan sebesar 0.08±0.06 mg/l.

(31)

Gambar 6 Regresi linier antara debit dengan konsentrasi DOC

Konsentrasi karbon organik pada inlet saat musim kemarau dan hujan dapat dilihat pada Tabel 5. Konsentrasi rata-rata POC di inlet saat musim kemarau sebesar 0.03±0.02 mg/l, sedangkan saat musim hujan sebesar 0.10±0.20 mg/l. Konsentrasi POC pada inlet saat musim hujan rata-rata lebih besar dibandingkan saat musim kemarau, tetapi berdasarkan uji t menunjukkan bahwa rataan konsentrasi POC pada inlet saat musim kemara0u dan musim hujan tidak berbeda signifikan (p > 0.05) (Lampiran 17). Konsentrasi DOC di inlet rata-rata sebesar 58.01±9.70 mg/l saat musim kemarau dan saat musim hujan sebesar 64.10±8.10 mg/l, terjadi peningkatan konsentrasi DOC pada saat musim hujan tetapi berdasarkan uji t menunjukkan bahwa konsentrasi DOC pada inlet saat musim kemarau dan musim hujan tidak berbeda signifikan (p > 0.05) (Lampiran 18).

Tabel 5 Konsentrasi karbon organik pada inlet saluran

Kode Saluran

Musim Kemarau Musim Hujan

POC DOC TOC POC DOC TOC

--- (mg/l) --- --- (mg/l) ---

P1 0.01 71.48 71.49 0.002 67.41 67.41

P2 0.01 72.84 72.85 0.01 77.30 77.31

P3 0.02 59.55 59.57 0.71 51.44 52.15

P4 0.04 63.13 63.17 0.01 67.27 67.28

P5 0.003 55.89 55.89 0.05 54.21 54.26

P6 0.01 45.78 45.79 0.05 57.12 57.17

P7 0.02 55.93 55.95 0.12 68.45 68.57

P8 0.05 52.32 52.37 0.06 55.70 55.76

P9 0.03 64.32 64.35 0.05 68.95 69.00

P10 0.08 41.45 41.53 0.03 68.19 68.22

Sui Rasau 0.02 55.40 55.42 0.002 69.08 69.08

Maks 0.08 72.84 72.85 0.71 77.30 77.31

Min 0.003 41.45 41.53 0.002 51.44 52.15

Rataan 0.03 58.01 58.03 0.10 64.10 64.20

(32)

Konsentrasi rata-rata DOC pada inlet lebih besar dibandingkan pada outlet, pada inlet sebesar 61.05±9.26 mg/l sedangkan pada outlet sebesar 28.70±17.66 mg/l, di mana konsentrasi DOC pada outlet berbeda sangat signifikan (p < 0.01) dengan konsentrasi DOC pada inlet (Lampiran 19). Berarti konsentrasi DOC yang berada di outlet sebelum mengalir keluar ke sungai Kapuas Besar telah mengalami penurunan konsentrasi DOC. Faktor yang menyebabkan penurunan ini adalah jenis tanah. Jenis tanah di inlet adalah tanah gambut (organik) yang merupakan tanah yang kaya bahan organik dan karbon organik, sedangkan jenis tanah di outlet adalah tanah aluvial (mineral) yang memiliki bahan organik dan karbon organik yang rendah dibandingkan tanah gambut (Batjes 1996) sehingga terjadi penurunan DOC di outlet dari air gambut yang berasal dari inlet, hasil ini memperkuat pernyataan Meybeck (1982) di mana bahan organik akan mengalami dilusi (pengenceran) oleh bahan mineral sehingga menurunkan konsentrasi karbon organik, dan sesuai dengan Moreira-Turcq et al. (2003) yang menyatakan bahwa distribusi konsentrasi DOC tergantung pada jenis tanah yang dilewati air mengalir dari suatu saluran, di mana konsentrasi DOC akan menurun jika melewati tanah yang kaya bahan mineral seperti tanah aluvial. Serta diduga juga disebabkan oleh keberadaan tanaman air yang menutup saluran (blocking alami) yang keberadaanya dinamis. Tanaman penutup saluran ini berupa Echinodorus palaefolius, Pennisetum purpureum dan Utricularia aurea (Lampiran 40). Hasil penelitian Wallage et al. 2006 menunjukkan bahwa dengan dibuatnya drain-blocking dapat menurunkan konsentrasi DOC rata-rata sebesar 69% pada bagian luar drain-blocking.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saluran drainase di Rasau Jaya memiliki konsentrasi DOC berkisar 6.4-77.3 mg/l dengan rataan 44.88 mg/l. Hasil ini lebih besar dibandingkan konsentrasi DOC pada sungai-sungai penelitian sebelumnya, yang berada di Sungai Kahayan dan Rungan, Sungai Siak, dan Sungai Sebangau, tetapi dengan nilai rata-rata konsentrasi DOC yang lebih kecil dibandingkan dari saluran drainase di Sebangau Kalimantan Tengah (Tabel 6).

Tabel 6 Konsentrasi DOC pada air saluran di lahan gambut Indonesia

Pelepasan Karbon Organik dari Saluran

Data pelepasan karbon organik dari sebelas saluran di lahan gambut Rasau Jaya ke sungai Kapuas Besar dapat dilihat pada Tabel 7. Konsentrasi karbon organik dalam perhitungan pelepasan karbon organik penelitian ini menggunakan konsentrasi DOC dan POC pada outlet karena mengindikasikan konsentrasi DOC dan POC yang keluar dari saluran. Pelepasan karbon organik dari 11 saluran pada

Lokasi Kisaran DOC Rataan DOC Sumber

(mg/l) (mg/l)

(33)

saat musim kemarau rata-rata DOC sebesar 60.35 g/s dan POC sebesar 0.75 g/s, sedangkan saat musim hujan rata-rata DOC sebesar 85.39 g/s dan POC sebesar 0.93 g/s, sehingga pelepasan TOC pada saat musim kemarau rata-rata sebesar 61.11 g/s, dan saat musim hujan sebesar 86.31 g/s. Berdasarkan analisis uji t menyatakan bahwa pelepasan DOC dan POC antara musim kemarau dan musim hujan tidak berbeda signifikan (p > 0.05) (Lampiran 20 dan 21). Pelepasan karbon organik pada saat musim hujan lebih besar dibandingkan saat musim kemarau, disebabkan oleh debit pada saat musim hujan lebih besar dibandingkan musim kemarau, sesuai dengan pernyataan Dawson et al. (2008) bahwa pengendali dasar pelepasan karbon organik adalah debit.

Tabel 7 Debit, konsentrasi dan pelepasan karbon organik dari 11 saluran

Prakiraan lama surut air pada tahun 2013-2014 (Lampiran 9) di sekitar lokasi penelitian adalah selama 4193 jam/tahun, di mana lama air surut saat musim kemarau selama 2086.5 jam/tahun dan 2106.5 jam/tahun saat musim hujan (Tabel 8). Musim kemarau di lokasi penelitian terjadi pada bulan Febuari, Maret, Juni, Juli, Agustus dan September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Januari, April, Mei, Oktober, November dan Desember (Gambar 2).

Beberapa tulisan mengenai pelepasan karbon organik dari sungai-sungai di lahan gambut Indonesia (Alkhatib et al. 2007, Baum et al. 2007, Moore et al. 2011) menghitung pelepasan karbon organik tanpa mempertimbangkan air pasang surut yaitu dengan menghitung prakiraan pelepasan karbon organik sepanjang waktu. Hal ini perlu dikoreksi karena pelepasan karbon organik terjadi pada saat air surut, tidak terjadi pada saat air pasang maupun konstan, sehingga tanpa mempertimbangkan dinamika air pasang surut maka pelepasan karbon organik akan sangat besar tiap tahunnya. Pelepasan karbon organik tanpa pertimbangan pasang surut pada lokasi penelitian mencapai 2.1 kali lebih besar dibandingkan yang mempertimbangkan pasang surut selama setahun (tahun 2013-2014), di mana yang tanpa pertimbangan pasang surut beranggapan terjadi pelepasan selama 8784 jam/tahun (24 jam x 366 hari).

Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan Kemarau Hujan

P1 1.81 1.75 39.30 8.22 71.31 14.36 0.43 0.17 0.78 0.30 72.09 14.66

P2 0.95 1.60 20.63 23.83 19.64 38.10 0.27 0.06 0.26 0.10 19.90 38.20

P3 2.43 4.92 42.47 6.38 103.36 31.39 0.15 0.02 0.36 0.11 103.72 31.50

P4 0.19 0.31 35.70 27.42 6.64 8.42 0.07 0.00 0.01 0.00 6.66 8.42

P5 1.13 3.00 52.46 62.32 59.35 187.12 0.02 1.80 0.03 5.40 59.37 192.53

P6 9.74 24.09 22.30 6.84 217.19 164.86 0.55 0.09 5.33 2.16 222.52 167.02

P7 1.36 3.83 52.35 64.43 71.17 246.86 0.35 0.05 0.48 0.18 71.65 247.04

P8 1.08 3.00 20.04 23.52 21.74 70.57 0.10 0.14 0.11 0.43 21.86 71.00

P9 0.81 2.70 34.75 11.40 28.04 30.82 0.18 0.16 0.15 0.42 28.19 31.24

P10 0.75 3.28 11.88 25.38 8.95 83.33 0.08 0.01 0.06 0.02 9.01 83.35

Sui Rasau 1.81 5.85 31.24 8.60 56.50 50.26 0.39 0.11 0.71 0.65 57.21 50.91

Maks 9.74 24.09 52.46 64.43 217.19 246.86 0.55 1.80 5.33 5.40 222.52 247.04

Min 0.19 0.31 11.88 6.38 6.64 8.42 0.02 0.00 0.01 0.00 6.66 8.42

Rataan 2.01 4.94 33.01 24.39 60.35 84.19 0.24 0.24 0.75 0.89 61.11 85.08

SD 2.64 6.53 13.33 20.89 60.35 79.55 0.17 0.52 1.54 1.62 61.74 80.41

Debit Konsentrasi DOC Pelepasan DOC Konsentrasi POC Pelepasan POC Pelepasan TOC

(m3/s) (mg/l) (g/s) (mg/l) (g/s) (g/s)

(34)

Tabel 8 Lama surut air pada lokasi penelitian tahun 2013-2014

Bulan Lama Surut (jam)

Kemarau Hujan Jumlah

Januari 379.0 379.0

Pelepasan karbon organik berdasarkan lama air surut setiap musim kemarau dan hujan dapat dilihat pada Tabel 9. Rata-rata total pelepasan (jumlah saat musim kemarau dan hujan) DOC sebesar 1091.78 ton/tahun dan POC sebesar 12.40 ton/tahun, di mana saat musim kemarau pelepasan DOC sebesar 453.34 ton/tahun, POC sebesar 5.66 ton/tahun, sedangkan saat musim hujan pelepasan DOC sebesar 638.43 ton/tahun dan POC sebesar 6.75 ton/tahun.

Tabel 9 Prakiraan pelepasan karbon organik saat surut selama setahun

Kode Saluran

Pelepasan DOC Pelepasan POC Pelepasan

(35)

Berdasarkan data prakiraan pelepasan karbon organik yang mempertimbangkan lama waktu surut air, maka diperkirakan pelepasan DOC dalam luasan saluran pengamatan (Tabel 10). Prakiraan pelepasan DOC dalam luasan saluran saat musim hujan rata-rata sebesar 9.35 kg/m2/tahun, sedangkan saat musim kemarau sebesar 5.28 kg/m2/tahun, sehingga pelepasan DOC selama

setahun rata-rata sebesar 14.64 kg/m2, sedangkan pelepasan POC selama setahun

rata-rata sebesar 0.10 kg/m2, maka rata-rata pelepasan TOC selama setahun sebesar 14.74 kg/m2.

Tabel 10 Prakiraan pelepasan karbon organik dalam luasan saluran pengamatan

Kode Saluran

Luas Saluran Pelepasan DOC Pelepasan POC Pelepasan

Kemarau Hujan Kemarau Hujan Total Kemarau Hujan Total TOC

Berdasarkan nilai maksimum, minimum dan rataan pelepasan karbon organik dalam luasan saluran pengamatan dari sebelas saluran yang diteliti, diperkirakan pelepasan karbon organik dari seluruh saluran yang ada kawasan Rasau Jaya yaitu seluas 437 ha (Anshari et al. 2013) selama setahun pada tahun 2013 (Tabel 11).

Tabel 11 Prakiraan pelepasan karbon organik dari seluruh saluran di kawasan gambut Rasau Jaya Kalimantan Barat

(36)

diektrapolasi ke seluruh saluran yang ada di kawasan gambut Rasau Jaya, sehingga beranggapan seluruh saluran melepaskan karbon organik dari nilai minimum, maksimum dan rataan 11 saluran di mana saluran di kawasan gambut Rasau Jaya memiliki keragaman yang sangat tinggi, ini tercermin dari nilai standar deviasi 11 saluran pengamatan. Beberapa hasil penelitian pelepasan DOC dari lahan gambut yang pernah diteliti di Indonesia oleh Alkhatib et al. 2007 di Sungai Dumai Provinsi Riau sebesar 30 Gg/tahun, Baum et al. 2007 di Sungai Siak Provinsi Riau sebesar 4-211 Gg/tahun dan Moore et al. 2011 di Sungai Sebangau Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0.36-245 Gg/tahun. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pelepasan DOC dari lahan gambut Rasau Jaya lebih kecil dibandingkan prakiraan maksimum pelepasan DOC penelitian Baum et al. 2007 dan Moore et al. 2011, tapi sebenarnya jika prakiraan pelepasan DOC penelitian ini mengikuti metode Baum et al. 2007 dan Moore et al. 2011 yang mengabaikan dinamika pasang surut, maka prakiraan pelepasan DOC dari lahan gambut Rasau Jaya mencapai 2.1 kali lebih besar dibandingkan hasil ini dan lebih besar dibandingkan hasil penelitian Baum et al. 2007 dan Moore et al. 2011. Besarnya pelepasan DOC dari seluruh saluran yang berada di Rasau Jaya adalah dampak begitu banyaknya saluran yang dibuat pada kawasan lahan gambut semenjak tahun 1972 untuk keperluan transmigrasi, pertanian, dan perkebunan sawit, dan bahkan banyak saluran yang membelah kawasan gambut ini dari sungai Kapuas Besar ke sungai Kapuas Kecil (Lampiran 39).

Konsentrasi Karbon Organik pada Air Tanah Gambut

Hasil analisis karbon organik pada air tanah gambut dapat dilihat pada Tabel 12. Data konsentrasi POC dari air tanah gambut menyajikan hasil yang kurang menyakinkan dikarenakan mempunyai nilai konsentrasi yang tidak wajar, sehingga nilai ini membuat nilai konsentrasi TOC juga menjadi tidak wajar. Hasil ini disebabkan oleh kurang tepatnya metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk memisahkan POM dengan serat gambut. Metode yang mungkin bisa digunakan dalam memisahkan POM dengan serat gambut, seperti metode dari Chow et al. (2005) yang menggunakan ukuran < 1.2 µm dan ada juga menggunakan ukuran < 2 µm (Fiedler et al. 2008). Konsentrasi DOC pada air tanah gambut saat musim kemarau sebesar 58.4±15.65 mg/l, lebih besar dibandingkan dengan saat musim hujan yaitu sebesar 54.63±14.77 mg/l (Tabel 12). Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa antara konsentrasi DOC saat musim kemarau dengan musim hujan tidak berbeda signifikan (p > 0.05) (Lampiran 22).

(37)

Tabel 12 Konsentrasi karbon organik pada air tanah gambut

Tabel 13 Konsentrasi DOC bagian atas, tengah dan bawah

(38)

Secara deskriptif hampir seluruh konsentrasi DOC bagian atas lebih tinggi dibandingkan bagian tengah dan bawah. Konsentrasi DOC relatif menurun ketika mendekati lapisan mineral saat musim kemarau maupun musim hujan, diduga disebabkan oleh faktor dekomposisi di bagian tengah dan bawah yang lebih kecil dibandingkan bagian atas, karena konsentrasi DOC dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik tanah gambut. Bagian atas merupakan bagian yang dekat lapisan oksidasi, sehingga aktifitas dekomposisi lebih besar dibandingkan bagian tengah dan bawah, yang akibatnya DOC di bagian atas lebih besar dibandingkan tengah dan bawah. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian Moore and Dalva (2001) yang menyatakan bagian yang sedikit mengalami dekomposisi bahan organik, merupakan bagian yang sedikit konsentrasi DOC. Tingginya konsentrasi DOC pada bagian atas menggambarkan lebih tingginya produksi DOC dibandingkan pada bagian tengah dan bawah. Hasil ini diperkuat dengan terjadinya penurunan nilai DOM berdasarkan pendekatan nilai absorban 254 nm dari bagian atas ke bagian tengah dan bawah mendekati lapisan mineral saat musim kemarau maupun hujan (Gambar 7), di mana absorban 254 mempunyai hubungan positif yang sangat signifikan terhadap konsentrasi DOC dengan r sebesar 0.930 (lihat absorban 254 Tabel 16).

Gambar 7 Rataan nilai absorban 254 nm setiap lapisan kedalaman sampling

(39)

Tabel 14 Rataan konsentrasi DOC setiap tutupan lahan perbedaan signifikan pada Uji BNJ 5% (Lampiran 27 dan 28)

Konsentrasi DOC pada air tanah gambut dalam penelitian ini berkisar 21.2-89.8 mg/l dengan rata-rata 56.5 mg/l, lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Gandois et al. (2012) yaitu 53.8-95.9 mg/l dengan rata-rata 71.3 mg/l. Hasil penelitian Gielen et al. (2011) pada air tanah mineral yang lapisan atasnya berbahan organik memiliki kisaran konsentrasi DOC sebesar 19-46 mg/l, di mana konsentrasi DOC tertinggi pada lapisan atas. Konsentrasi DOC yang berasal dari air tanah gambut lebih besar dibandingkan air tanah mineral, ini karena DOC dihasilkan dari dekomposisi bahan organik, di mana tanah gambut merupakan tanah yang berbahan induk organik.

Hubungan Sifat Fisik dan Beberapa Sifat Kimia terhadap Karbon Organik

Air Saluran

Berdasarkan analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa DO, pH, absorban 254 nm, SUVA 254 dan TSS berkorelasi signifikan pada taraf 0.01 terhadap DOC, sedangkan pH, absorban 254 nm, SUVA 254, Mg dan TSS berkorelasi signifikan pada taraf 0.01 terhadap POC (Tabel 15).

Tabel 15 Korelasi Pearson pada air saluran

Parameter DOC POC

DO (n=44) -0.561** 0.290

pH (n=41) -0.741** 0.490**

Konduktivitas (n=43) 0.305* 0.117

Absorban 254 nm (n=44) 0.978** -0.537**

(40)

Semua variabel yang berkorelasi signifikan pada taraf 0.01 dilanjutkan dengan uji regresi linier. Hasil uji regresi linier antara absorban 254 nm, pH, SUVA 254, DO dan TSS terhadap DOC, memiliki nilai koefisien determinasi (R2)

> 0.173 (Gambar 8). Urutan koefisien determinasi dari yang terbesar adalah absorban 254 nm (R2 = 0.956) dengan korelasi positif yaitu semakin besar

absorban 254 nm maka semakin besar DOC, disusul oleh pH (R2 = 0.549) dengan

korelasi negatif yang berarti semakin besar pH maka semakin kecil DOC, SUVA 254 (R2 = 0.469) berkorelasi negatif yaitu semakin besar SUVA 254 maka semakin kecil DOC, DO berkorelasi negatif terhadap DOC dengan R2 sebesar

0.315 dan TSS berkorelasi negatif terhadap DOC dengan R2 sebesar 0.173.

(41)

Hasil hubungan absorban 254 dan pH terhadap konsentrasi DOC dapat menjelaskan kejadian penurunan konsentrasi DOC pada outlet sebelum mengalir keluar ke sungai Kapuas Besar. Pada pembahasan sebelumnya menyatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh jenis tanah yang berada di outlet adalah tanah mineral, di mana tanah mineral memiliki bahan organik yang rendah yang tercermin dari absorban 254, dan pada tanah mineral memiliki pH yang tinggi dibandingkan tanah gambut.

Hasil uji regresi linier antara TSS, absorban 254 nm, pH, Mg, dan SUVA 254 terhadap POC dapat dilihat pada Gambar 9. Koefisien determinasi (R2)

terbesar adalah TSS sebesar 0.538, pH sebesar 0.24, Mg sebesar 0.23, SUVA 254 sebesar 0.223 yang berkorelasi positif terhadap POC yaitu semakin besar TSS, pH, Mg, dan SUVA 254 maka POC juga semakin besar, sedangkan absorban 254 nm berkorelasi negatif terhadap POC atau semakin besar absorban 254 nm maka POC akan semakin kecil dengan R2 sebesar 0.289.

(42)

TSS memiliki nilai koefisien determinasi paling besar terhadap konsentrasi POC dibandingkan absorban 254 nm, pH, Mg, dan SUVA 254. Besarnya koefisien determinasi TSS terhadap POC, karena POC merupakan TSS yang dikali C-Organik. Gao et al. (2001) menyatakan bahwa konsentrasi POC berubah ketika konsentrasi TSS juga berubah, di mana konsentrasi POC tergantung pada dinamika pergerakan sedimen dan mikro organisme dalam air (Moreira-Turcq et al. 2003).

Air Tanah Gambut

Berdasarkan korelasi Pearson menunjukkan bahwa konduktivitas, pH, SUVA 254, dan absorban 254 nm berkorelasi signifikan pada taraf 0.01 terhadap DOC, sedangkan variabel lainnya yaitu Fe, Mg, Ca dan Al tidak berkorelasi signifikan (Tabel 16).

Tabel 16 Korelasi Pearson pada air tanah gambut

Parameter DOC

Konduktivitas (n=57) 0.450**

pH (n=50) -0.396**

SUVA 254 (n=60) -0.615**

Absorban 254 nm (n=59) 0.930**

Fe (n=59) -0.074

Mg (n=54) -0.139

Ca (n=58) 0.118

Al (n=52) -

*Korelasi signifikan pada taraf 0.05 **Korelasi signifikan pada taraf 0.01 n adalah jumlah data yang diuji - adalah tidak ada hubungan

Grafik regresi linier dan koefisien determinasi (R2) antara konduktivitas,

pH, SUVA 254, dan absorban 254 nm terhadap DOC pada air tanah gambut dapat dilihat pada Gambar 10, di mana koefisien determinasi yang paling besar adalah absorban 254 nm sebesar 0.864 yang berkorelasi positif, yaitu semakin besar absorban 254 nm maka semakin besar DOC, serta konduktivitas juga berkorelasi positif terhadap DOC dengan R2 sebesar 0.202. Berbeda dengan SUVA 254 dan

(43)

Gambar 10 Regresi linier antara absorban 254 nm, SUVA 254, konduktivitas dan pH terhadap DOC pada air tanah gambut

Dari hasil hubungan ini dapat menunjukkan bahwa air gambut pada saluran dan air tanah gambut memiliki DOC yang lebih besar dibandingkan air dari tanah mineral karena air dari tanah gambut memiliki DOM (berdasarkan nilai absorban 254 nm) yang lebih besar dibandingkan air dari tanah mineral, dan karena air gambut memiliki pH yang rendah dibandingan dari air tanah mineral. Hasil ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi DOC lebih besar pada air yang tidak bergerak (tenang) dibandingkan air yang bergerak yang tercermin dari nilai DO pada air saluran.

DOC Aromatik pada Air Saluran dan Air Tanah Gambut

(44)

aromatik pada bagian outlet lebih besar dibandingkan inlet, dengan rata-rata bagian outlet sebesar 40.47±3.33 % dan sebesar 35.95±2.24 % pada bagian inlet. Berdasarkan analisis uji t menunjukkan bahwa persen DOC aromatik pada outlet berbeda sangat signifikan (p < 0.01) dengan persen DOC aromatik pada inlet (Lampiran 31).

Tabel 17 Persen DOC aromatik pada outlet dan inlet saluran

Kode Saluran

DOC Aromatik (%)

Outlet Inlet

Kemarau Hujan Rataan Kemarau Hujan Rataan

P1 42.55 43.30 42.92 32.58 34.03 33.31

P2 48.07 45.30 46.68 34.13 30.59 32.36

P3 40.51 44.64 42.57 35.95 38.94 37.45

P4 40.67 41.15 40.91 35.17 33.30 34.23

P5 38.33 36.67 37.50 37.36 39.50 38.43

P6 38.95 40.79 39.87 39.75 39.13 39.44

P7 42.80 34.40 38.60 36.73 33.48 35.10

P8 48.66 39.64 44.15 38.44 37.08 37.76

P9 36.86 34.23 35.54 36.00 35.18 35.59

P10 39.08 38.70 38.89 40.66 33.44 37.05

Sui Rasau 37.61 37.46 37.54 35.56 33.98 34.77 Maks 48.66 45.30 46.68 40.66 39.50 39.44

Min 36.86 34.23 35.54 32.58 30.59 32.36

Rataan 41.28 39.66 40.47 36.57 35.33 35.95

SD 3.97 3.81 3.33 2.38 2.92 2.24

(45)

Gambar 11 Sebaran titik konsentrasi DOC dan pH terhadap persen DOC aromatik. Outlet () dan Inlet ()

Persen DOC aromatik pada air tanah gambut dapat dilihat pada Tabel 18. Persen DOC aromatik air tanah gambut saat musim kemarau sebesar 34.40±2.83 %, sedangkan saat musim hujan lebih besar yaitu 35.44±2.05 %. Berdasarkan uji t menunjukkan bahwa persen DOC aromatik saat musim kemarau tidak berbeda signifikan (p > 0.05) dengan saat musim hujan (Lampiran 32).

Tabel 18 Persen DOC aromatik pada air tanah gambut

Persen DOC aromatik saat musim kemarau bagian atas sebesar 33.64±3.69 %, bagian tengah sebesar 34.70±2.62 % dan bagian bawah sebesar 34.86±2.90 %, sedangkan saat musim hujan bagian atas sebesar 34.59±3.03 %, bagian tengah sebesar 35.66±2.69 % dan bagian bawah sebesar 36.06±2.59 %. Berdasarkan analisis varian menunjukkan bahwa persen DOC aromatik air tanah gambut bagian atas, tengah dan bawah tidak berbeda signifikan (p > 0.05) saat musim kemarau maupun hujan (Lampiran 33 dan 34). Kisaran DOC aromatik pada seluruh data air tanah gambut berkisar 27.23-40.59 % dengan rataan sebesar 34.92 %, relatif sama dengan hasil penelitian Gandois et al. (2012) pada air tanah gambut di Brunai Darussalam dengan kisaran 26.45-42.72 % dengan rataan sebesar 33.87 %.

Kode Tutupan Tutupan

Atas Tengah Bawah Rataan Lahan Atas Tengah Bawah Rataan Lahan

AT1 27.23 31.16 31.64 30.01 Hutan 30.03 35.64 40.59 35.42 Hutan AT2 27.98 31.51 31.94 30.48 Hutan 34.06 34.59 34.25 34.30 Hutan AT3 33.12 37.31 31.51 33.98 Hutan 35.51 33.84 33.24 34.20 Terbuka AT4 34.39 34.76 33.59 34.25 Terbuka 33.03 33.85 35.65 34.18 Terbuka AT5 38.42 37.67 38.43 38.17 Semak Belukar 37.12 38.88 37.21 37.74 Semak Belukar AT6 36.94 37.65 39.09 37.89 Pertanian 37.07 38.13 37.41 37.53 Pertanian AT7 32.41 31.35 34.23 32.66 Karet Muda 32.50 32.78 32.62 32.63 Karet Muda AT8 33.53 33.84 34.25 33.88 Sawit 33.51 32.33 34.05 33.30 Sawit AT9 36.51 36.04 35.57 36.04 Sawit 36.68 36.32 36.53 36.51 Sawit AT10 35.86 35.73 38.35 36.64 Sawit 36.42 40.28 39.09 38.59 Sawit Maks 38.42 37.67 39.09 38.17 37.12 40.28 40.59 38.59

Min 27.23 31.16 31.51 30.01 30.03 32.33 32.62 32.63 Rataan 33.64 34.70 34.86 34.40 34.59 35.66 36.06 35.44 SD 3.69 2.62 2.90 2.83 2.36 2.69 2.59 2.05

DOC Aromatik (%)

Kemarau Hujan

(46)

Rataan persen DOC aromatik setiap tutupan lahan pada musim kemarau dan hujan dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan analisis varian (Lampiran 35 dan 36) yang dilanjutkan dengan uji BNJ menunjukkan bahwa saat musim kemarau persen DOC aromatik pada tutupan lahan hutan dan karet muda berbeda signifikan (p < 0.05) terhadap tutupan lahan pertanian dan semak belukar, di mana DOC aromatik pada lahan pertanian dan semak belukar lebih tinggi dibandingkan hutan dan karet muda, sedangkan saat musim hujan semua tutupan lahan tidak berbeda signifikan (p > 0.05), walaupun secara deskriptif lahan pertanian dan semak belukar lebih tinggi dibandingkan lahan lainnya. Relatif sama dengan pernyataan Kalbitz et al. (1999) menyatakan bahwa DOC aromatik dari lahan gambut yang terdegradasi lebih tinggi dari pada lahan gambut alami. Lahan gambut yang memiliki DOC aromatik tinggi maka DOC tersebut memiliki biodegradasi yang rendah (Olefeldt et al. 2013), maka tutupan lahan pertanian dan semak belukar adalah lahan yang memiliki DOC yang sulit terdegradasi.

Tabel 19 Rataan persen DOC aromatik setiap tutupan lahan

Tutupan lahan perbedaan signifikan pada Uji BNJ 5% (Lampiran 37 dan 38)

4

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sesuai dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Karbon organik dalam air saluran di kawasan gambut Rasau Jaya Kalimantan Barat hampir 100% adalah DOC. Konsentrasi DOC pada outlet saat musim kemarau lebih besar dibandingkan saat musim hujan, berbeda dengan konsentrasi DOC pada inlet di mana saat musim kemarau lebih kecil dibandingkan dengan saat musim hujan. Konsentrasi DOC berbeda sangat signifikan (p < 0.01) pada pengamatan antara outlet dengan inlet, di mana konsentrasi DOC pada outlet lebih rendah dibandingan inlet, sehingga pelepasan DOC ke sungai Kapuas Besar menjadi lebih rendah dibandingkan jika konsentrasi DOC yang berasal dari inlet tidak mengalami penurunan. 2. Pelepasan DOC saat musim hujan lebih besar dibandingkan musim kemarau,

Gambar

Tabel
Gambar 1  Peta lokasi penelitian
Tabel 1  Karakteristik saluran-saluran pengamatan
Gambar 3  Pengambilan sampel air tanah gambut dengan menggunakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan skor pencapaian Bahasa Melayu kaedah EsI menunjukkan bahawa item 11 mendapat kekerapan paling tinggi yang dijawab betul, iaitu 106 sampel (64.6%).. Item 5 pula

Stadium lll adalah penyakit nodal abdominal dibawah diafragma dan stadium lV merujuk pada keterlibatan yang tersebar dari satu atau lebih lokasi ekstranodal

Pada bab ini akan kita pelajari mengenai menggambar grafik persamaan garis lurus, menentukan daerah penyelesaian dari beberapa pertidaksamaan linier, menentukan pertidaksamaan jika

Untuk menunjang proses pemasaran, ada beberapa alternatif yang bisa digunakan untuk mempromosikan produk ini, sehingga lebih dikenal oleh masyarakat dan menjadi

Beri air pada wajan, taruh roller plate di bawah stick roller plate, taruh rak di atas wajan, taruh wajan di atas kompor, nyalakan api, setelah pemutar api

Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda.Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan

Untuk mengetahui metode Inquiri dalam peningkatkan Motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas VIII B SMPN 2 Satu Atap Jambon kabupaten Ponorogo

Dari hasil presensi akan diketahui jam dan tanggal kedatangan siswa, dari jam dan tanggal kedatangan siswa dapat digunakan untuk melakukan monitoring melalui sms dengan