• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp."

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

DWI SARI AGUSTINA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

DWI SARI AGUSTINA. C34080046. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan NURJANAH.

Bintang laut Culcita sp. merupakan salah satu jenis echinodermata yang belum banyak dimanfaatkan dan sebagian besar masyarakat belum mengetahui akan keberadaan dan potensi yang dimiliki bintang laut tersebut. Penelitian tentang senyawa bioaktif dari bintang laut masih terbatas pada penemuan senyawa yang belum diketahui aktivitasnya. Padahal biota laut dikenal sebagai sumber beragam senyawa bioaktif diantaranya sebagai antioksidan. Hal tersebut yang mendasari penelitian ini untuk menentukan potensi antioksidan dan komponen bioaktif yang terdapat dalam bintang laut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi mengenai kandungan senyawa antioksidan dan komponen bioaktif bintang laut yang dapat bermanfaat untuk bidang pangan, farmasi maupun industri lainnya.

Tujuan penelitian ini untuk menentukan aktivitas antioksidan ekstrak bintang laut, menentukan komponen aktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, serta asam amino) yang terkandung dalam bintang laut melalui uji fitokimia, dan mengetahui fraksi aktif dari ekstrak bintang laut yang memiliki aktivitas antioksidan.

Bintang laut pada penelitian ini berasal dari perairan Lampung Selatan.

Rendemen ekstrak yang paling banyak dihasilkan yaitu ekstraksi dari pelarut metanol bertingkat dan metanol tunggal berturut-turut menghasilkan 8,38% dari 50 g sampel dan 6,55% dari 10 g sampel. Hasil rendemen dari pelarut heksan sebesar 2,06% dan etil asetat sebesar 0,19% dari 50 g sampel.

Ekstrak kasar bintang laut memiliki aktivitas antioksidan yang terlihat dari nilai IC50 yang diperoleh. Nilai IC50 dari ekstrak heksan sebesar 3074 ppm, ekstrak

etil asetat sebesar 670 ppm, ekstrak metanol bertingkat sebesar 1120 ppm, dan ekstrak metanol tunggal sebesar 641 ppm. Ekstrak kasar bintang laut ini mengandung 4 dari 6 komponen bioaktif yang diuji dengan metode fitokimia, antara lain alkaloid, steroid, flavonoid, dan asam amino.

(3)

DWI SARI AGUSTINA C34080046

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul : Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Ekstrak Bintang LautCulcitasp.

Nama : Dwi Sari Agustina

NRP : C34080046

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi., M.Si. Dr. Ir. Nurjanah, MS.

NIP. 19750818 200501 2 001 NIP. 19591013 198601 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Bintang Laut Culcita sp. adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2012

(6)

Penulis bernama lengkap Dwi Sari Agustina

dilahirkan di Palembang pada tanggal 09 Agustus 1990

sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Juana

Abubakar dan Dra. Zuraidah Wahab.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di

SDN 318 Palembang (tahun 1996-2002), selanjutnya

penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 08

Palembang (tahun 2002-2005) dan SMA Negeri 05

Palembang (tahun 2005-2008). Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan pada

tahun 2008 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan

seperti Divisi Publikasi IPB Art Contest 2010, Divisi Kesehatan PORIKAN 2010,

dan Divisi PDD SANITASI 2010.

Penulis telah melaksanakan praktek lapangan dari 11 Juli 2011 sampai

10 Agustus 2011 di PT Lautan Bahari Sejahtera yang beralamat di Kompleks

Perum Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) atau sekarang dikenal dengan

Pelabuhan Nizam Zachman di Jalan Muara Baru Ujung Blok J No. 7 Kecamatan

Penjaringan, Jakarta Utara.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan

penelitian yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif

(7)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar

Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi

hasil penelitian ini berjudul ”Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif

Ekstrak Bintang LautCulcitasp.”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi., M.Si. dan Dr. Ir. Nurjanah, MS. selaku dosen

pembimbing skripsi, atas segala bimbingan, motivasi, dan arahan yang

diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku Ketua Program Studi

Teknologi Hasil Perairan dan dosen penguji yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis.

3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan.

4. Dr. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen pembimbing akademik atas segala

bimbingan dan nasehatnya kepada penulis.

5. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL-IPB) yang telah

mendanai penelitian ini.

6. Ayah Juana dan ibu Dra.Zuraidah Wahab, kakakku Indra Bestari, adikku

M. Oktariansyah dan keluarga besarku tercinta yang telah memberikan doa,

semangat moril dan materil, motivasi, dan dukungan selama ini kepada penulis.

7. Trya Adheshi Holqi, S.TP yang selalu menemani, memberi dukungan, dan

suka dukanya selama penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dosen dan pegawai THP yang telah banyak memberikan bantuan

kepada penulis.

9. Ibu Ema Masruroh, S.Si, Sulastri, A.Md, Dini, dan Saeful Bahri, A.Md yang

(8)

11.Teman-teman seperjuangan OMDA Palembang (Rizky, Wirda, Rima, Marla,

Putiha, Sakina, kk Fian, kk Adi, kk Dede, Hera, Ririn, Mei, Desima, Arif,

Fadli, Yudhi, Rian, Edwin, dll) yang telah bersama, menemani, memberikan

motivasi, dan semangatnya selama pendidikan di IPB.

12.Teman-teman seperjuangan selama penelitian (Silvia, Fitri, Euis, Iis, Marisa,

Rivi, Dwi, Ica, Ukon, Steven) yang telah memberikan semangat motivasinya.

13.Teman-teman THP 45 yang telah memberikan suka dan dukanya selama ini.

14.Civitas THP 43, 44, 46, dan 47 yang telah memberikan saran yang membangun

selama penelitian dan pembuatan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini, oleh karena itu penulis harapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, November 2012

(9)

ix

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bintang LautCulcitasp. ... 3

2.2 Senyawa Aktif Bintang Laut ... 4

2.3 Ekstraksi ... 5

2.4 Komponen Bioaktif dari Bintang Laut ... 6

2.4.1 Alkaloid ... 6

3.3.1 Tahapan pengambilan dan preparasi bahan baku ... 17

3.3.2 Tahapan pembuatan ekstrak senyawa bioaktif dari bintang laut .... 17

3.3.3 Uji fitokimia ... 19

(10)

x

5) Fenol hidrokuinon ... 20

6) Ninhidrin ... 20

3.3.4 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ... 20

3.3.5 Kromatografi lapis tipis (KLT) dan bioautografi ... 23

3.4 Analisis Data ... 24

3.4.1 Rendemen ekstrak ... 24

3.4.2 Persen inhibisi dan IC50 ... 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1 Karakteristik Bintang LautCulcitasp... 25

4.2 Rendemen Ekstrak Bintang LautCulcitasp. ... 26

4.3 Komponen Aktif pada Ekstrak Kasar Bintang LautCulcitasp. ... 29

4.4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kasar Bintang LautCulcitasp. ... 31

4.5 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 38

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

xi

Nomor Halaman

1. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar bintang lautCulcitasp. ... 30

(12)

xii

Nomor Halaman

1. Bintang lautCulcitasp. dari Perairan Lampung Selatan ... 3

2. Struktur kimia dari steroidal glikosid ... 4

3. StrukturDiphenylpycrilhydrazildanDiphenylpycrilhydrazine ... 14

4. Diagram alir ekstraksi bertingkat bintang lautCulcitasp. ... 18

5. Diagram alir uji aktivitas antioksidan bintang lautCulcitasp. ... 21

6. Diagram alir uji aktivitas antioksidan pembanding ... 22

7. (a) Bintang lautCulcitasp. diambil dari perairan Lampung Selatan (b) Bintang lautCulcitasp. dalam bentuk tepung yang telah difreez drying .. 25

8. Nilai rata-rata rendemen ekstrak bintang lautCulcitasp. ... 27

9. Ekstrak kasar bintang lautCulcitasp. (a) n-heksan, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, dan (d) metanol tunggal ... 29

10. Hasil analisis IC50aktivitas antioksidan bintang lautCulcitasp. ... 32

11. Hasil analisis IC50aktivitas antioksidan pembanding ... 33

12. Grafik hubungan konsentrasi antioksidan pembanding dengan persen inhibisinya (a) BHT, (b) asam askorbat, (c)α-tokoferol, (d) β-karoten ... 35

13. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar bintang laut dengan persen inhibisinya (a) heksan, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, (d) metanol tunggal ... 36

14. Hasil fraksinasi ekstrak kasar bintang laut menggunakan KLT (a) di deteksi pada lampu UV 254 nm, (b) nilai Rf masing-masing fraksi ... 38

(13)

Nomor Halaman 1. Bentuk bintang lautCulcitasp. yang utuh dan bintang lautCulcitasp.

berupa tepung ... 47

2. Perhitungan rendemen bintang lautCulcitasp. ... 47

3. Data ekstrak kasar bintang lautCulcitasp. ... 47

4. Perhitungan pembuatan larutan stock dan pengencerannya ... 48

5. Perhitungan persen inhibisi dan IC50 ... 50

6. Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman DPPH ... 51

(14)

1.1 Latar Belakang

Sumber polusi dapat berasal dari mana saja antara lain asap motor dan

mobil, industri, asap rokok, mesin fotokopi, pendingin ruangan, maupun

kebakaran hutan. Tanpa disadari dalam tubuh kita secara terus-menerus terbentuk

radikal bebas melalui peristiwa metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan

gizi dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh. Reaksi oksidasi dari

radikal bebas bisa mencetuskan terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif,

yang dapat merusak struktur serta fungsi sel didalam tubuh kita. Reaktivitas

radikal bebas itu dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem

kekebalan tubuh.

Antioksidan merupakan sebuah substansi yang dapat melindungi sel tubuh

dari radikal bebas dengan cara memperlambat atau mencegah substansi lain yang

teroksidasi oleh radikal bebas. Reaksi oksidasi dapat membentuk radikal bebas

dan merusak sel. Senyawa radikal bebas juga dapat terbentuk dari dalam tubuh

melalui proses oksidasi yang berlangsung pada waktu bernapas, olah raga yang

berlebihan maupun peradangan. Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh

akan merusak beberapa target antara lain lemak, protein, karbohidrat, dan DNA

(Molyneux 2004).

Pemanfaatan sumberdaya biota laut selain sebagai sumber pangan, juga

berpotensi sebagai sumber senyawa bioaktif yang lebih bernilai ekonomis

(Hafiluddin 2011). Biota laut dapat berpotensi sebagai sumber antioksidan.

Bintang laut Culcita sp. merupakan salah satu jenis echinodermata yang belum

banyak dimanfaatkan dan sebagian besar masyarakat belum mengetahui akan

keberadaan dan potensi yang dimiliki bintang laut tersebut. Tanget al. (2005) dan

Guo et al. (2009) menyatakan bahwa streroidal glikosid atau sulfat steroidal

oliglikosid (asterosaponin) merupakan hasil metabolisme utama dari bintang laut

dan umumnya mengandung racun. Bintang laut memiliki komponen aktif yang

dibagi menjadi tiga kelompok utama berdasarkan strukturnya yaitu asterosaponin,

siklis steroidal glikosid dan glikosid dari steroid polyhydroxylated. Guo et al.

(2009) menyatakan asterosaponin memiliki potensi aktivitas biologis yang

(15)

Penelitian tentang senyawa bioaktif dari bintang laut masih terbatas pada

penemuan senyawa yang belum diketahui aktivitasnya. Hal tersebut yang

mendasari penelitian ini untuk menentukan potensi antioksidan dan komponen

bioaktif yang terdapat dalam bintang laut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya informasi mengenai kandungan senyawa antioksidan dan komponen

bioaktif bintang laut yang dapat bermanfaat untuk bidang pangan, farmasi,

maupun industri lainnya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komponen bioaktif dan

aktivitas antioksidan dari bintang laut Culcita sp. yang diambil dari Perairan

Lampung Selatan. Tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain:

1) Menentukan aktivitas antioksidan ekstrak bintang laut

2) Menentukan komponen aktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol

hidrokuinon, serta asam amino) yang terkandung dalam bintang laut melalui

uji fitokimia

3) Menentukan fraksi aktif dari ekstrak bintang laut yang memiliki aktivitas

(16)

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Bintang LautCulcitasp.

Bintang laut adalah salah satu spesies dari kelas Asteroidea, dan

merupakan kelompok Echinodermata. Filum Echinodermata terdiri atas lebih

kurang 6.000 spesies, dan semuanya hidup di air laut. Ciri-ciri yang menonjol

adalah kulit yang berduri dan simetris radial (Lariman 2011). Klasifikasi bintang

laut menurut James (1989) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Asteroidea

Ordo : Forcipulata

Famili : Oreasteridae

Genus : Culcita

Spesies : Culcitasp.

Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk

segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna tubuh dari bintang laut ini adalah

kuning kecoklatan. Hidupnya di daerah terumbu karang, dasar berpasir, dan

padang lamun. Bintang laut bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan.

Hewan ini pada umumnya menempati daerah yang digenangi air. Bentuk

morfologi bintang laut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bintang lautCulcitasp. dari Perairan Lampung Selatan

Bintang laut berbentuk simetris radial, permukaan bagian bawahnya

memiliki kaki tabung, yang masing-masing dapat bertindak sebagai cakram

penyedot. Bintang laut mengkoordinasikan kaki tabungnya untuk menempel pada

(17)

tersebut memanjang, mencengkeram sekali lagi. Bintang laut juga menggunakan

kaki tabungnya untuk menjerat mangsa, antara lain remis dan tiram (Lariman

2011).

Bintang laut sebagaimana anggota filum echinodermata lainnya

mempunyai susunan tubuh bersimetri lima (pentraradial simetri), tubuh berbentuk

cakram yang di dalamnya terdapat sistem pencernaan, sistem respirasi, dan sistem

saraf. Tubuh dilindungi oleh lempeng kapur berbentuk perisai (ossicles). Mulut

dan anus terletak di sisi yang sama yaitu di sisi oral (Safitri 2010). Kehadiran

bintang laut biru Linckia laevigata dan bintang bantal Culcita novaeguinenae

merupakan pemandangan umum pada ekosistem terumbu karang. Bintang laut

pemakan poli karang (Acanthaster planci) relatif jarang dijumpai di perairan ini.

Penelitian bintang laut di Indonesia masih jarang dilakukan. Informasi kelompok

hewan ini biasanya merupakan hasil studi ekologi dan dipublikasikan sebagai

bagian dari filum Echinodermata (Aziz dan Al-Hakim 2007).

2.2 Senyawa Aktif Bintang Laut

Senyawa aktif dari bintang laut masih terbatas pada penemuan senyawa

yang belum diketahui aktivitasnya. Chludil et al. (2000) menyatakan bahwa

bintang laut memiliki komponen bioaktif berupa saponin. Saponin diperoleh dari

isolasi bintang laut Anasterias minuta yang memiliki kemampuan sebagai

sitotoksik, hemolisis, antifungi, dan antiviral. Isolasi dan purifikasi dari ekstrak

bintang laut ini menghasilkan senyawa steroidal glikosid yang memiliki

kemampuan sebagai antifungi. Struktur kimia dari steroidal glikosid dapat dilihat

pada Gambar 2.

(18)

Senyawa aktif saponin secara fisiologi telah dipelajari dari bintang laut

dan timun laut. Senyawa aktif dari bintang laut dan timun laut tidak dapat

digunakan sebagai obat karena dapat membuat sel menjadi lisis. Glycosylated

ceramidesdan saponin merupakan metabolit utama dari echinodermata. Senyawa

imbricatine dari bintang laut Dermasterias imbricata merupakan alkaloid

benzyltetrahydroisoquinolonepertama yang dihasilkan pada sel manusia (Samuel

et al. 2011). Wang et al. (2003) menemukan komponen aktif saponin yang

diisolasi dari bintang laut Certonardoa semiregularis yaitu senyawa

certonardosides. Bintang laut ini diambil dari pantai di Pulau Komun Korea.

Senyawa aktif dari bintang laut Certonardoa semiregularis memiliki aktivitas

sebagai sitotoksik dan antimikroba. Samuel et al. (2011) menyatakan, senyawa

imbricatine, benzyltetrahydroisoquinolone, lysastroside, dan certonardosides

memiliki fungsi sebagai antiviral dan anti-HIV.

Hasil penelitian Maier et al. (2007) menyatakan bahwa asterosaponin

memiliki potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis,

dan sitostatis. Aktivitas antifungi diperoleh dari komponen dua sulfated

hexaglycosides dan dua sulfated polyhydroxylated steroidal xylosides yang

diisolasi dari bintang laut PatagoniaAnasterias minuta.

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan yang paling banyak

digunakan untuk menarik atau memisahkan komponen bioaktif dari suatu bahan

baku. Ekstraksi dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan komponen yang

diinginkan dari suatu bahan menggunakan pelarut yang dipilih sehingga

komponen yang diinginkan dapat larut. Metode dasar penyaringan adalah

maserasi, perkolasi, dan sokhletasi. Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut

diatas disesuaikan dengan kepentingan dalam kandungan senyawa yang

diinginkan (Harborne 1987).

Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat

kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan senyawa

pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang

berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut.

(19)

yang digunakan harus memenuhi kriteria murah, mudah didapat, stabil secara

fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak terbakar, dan

selektif artinya menarik zat yang berkhasiat yang dikehendaki. Pelarut yang

digunakan dapat berupa kloroform, heksana (non polar), etil asetat (semi polar),

dan metanol (polar) (Sirait 2007).

2.4 Komponen Bioaktif dari Biota Laut

Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang

terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis.

Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik misalnya

polifenol dan komponen asam (phenolic acid). Komponen bioaktif tidak terbatas

pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang

memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida

Senyawa fitokimia bukanlah zat gizi, namun kehadirannya dalam tubuh dapat

membuat tubuh lebih sehat, lebih kuat, dan lebih bugar (Robinson 1995).

Fitokimia atau kimia tumbuhan berada diantara kimia organik bahan alam

dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan erat dengan keduanya. Fitokimia ini

mencakup struktur kimianya, biosintesis, perubahan serta metabolismenya,

penyebaran secara alamiah, dan fungsi biologisnya. Senyawa fitokimia berpotensi

mencegah berbagai penyakit degeneratif dan kardiovaskuler (Harborne 1987).

Beberapa senyawa metabolit sekunder khususnya struktur dan aktivitas

biologisnya telah berhasil diisolasi dari hewan-hewan laut. Senyawa metabolit

sekunder tersebut mempunyai potensi sebagai obat. Senyawa bioaktif yang

menarik diteliti umumnya diisolasi dari spons laut, ubur-ubur, bintang laut, timun

laut, terumbu karang, moluska, echinodermata, dan krustasea. Senyawa bioaktif

yang telah diisolasi dari hewan laut yaitu steroid, terpenoid, isoprenoid,

nonisoprenoid, quinon, dan nitrogen heterosiklik (Sirait 2007). Pengujian

kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji

fitokimia.

2.4.1 Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem

(20)

kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas di bidang

pengobatan. Alkaloid sering bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal

tetapi hanya sedikit yang berupa cairan. Fungsi alkaloid dalam tumbuhan tetap

belum begitu pasti walaupun beberapa senyawa dilaporkan berperan sebagai

pengatur tumbuhan atau penolak dan pemikat serangga (Harborne 1987).

Biota laut yang memiliki kandungan alkaloid yaitu spons, moluska, dan

coelenterata. Sebagian besar alkaloid yang diisolasi dari hewan laut dapat

berfungsi sebagai antiviral, antibakterial, anti-inflamatori, antimalaria,

antioksidan, dan antikanker. Alkaloid pada hewan laut dapat dikelompokkan

menjadi pyridoacridine, indole, pyrrole, pyridine, isoquinoline guanidine dan

streroidal alkaloids(Kumar dan Rawat 2011).

2.4.2 Steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam

satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa

alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk

kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, dan aktif optik. Triterpenoid ini dapat

dibagi menjadi empat golongan senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid,

saponin, dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya

triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida (Sirait 2007).

Diterpenoid merupakan turunan dari terpenoid. Berdasarkan struktur

kimianya, diterpenoid digolongkan menjadi labdane, pimarane, abietane,

kauranes, marine, dan lain-lain. Diterpenoid memiliki aktivitas sebagai

antibakteri, antifungi, anti-inflamasi, antileishmanial, sitotoksik, dan antitumor.

Diterpenoid yang terdapat pada biota laut yaitu tipelabdanedan tipemarine. Tipe

labdane merupakan metabolit sekunder dari fungi, biota laut, insekta, dan

tumbuhan tinggi yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, sitotoksik, antiviral,

anti-inflamasi, dan antiprotozoa. Selain tipe labdane, tipe marine diterpenoid

merupakan salah satu diterpenoid alami dari biota laut yang memiliki potensial

untuk obat anti-inflamasi. Biota laut yang menghasilkan marine diterpenoid

(21)

Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana

perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat

pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan

kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah,

contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain

terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat

pada tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga

coklat dan juga terdeteksi pada kelapa (Robinson 1995). Santalova et al. (2004)

menyatakan bahwa sterol yang diisolasi dari spons Rhizochalina incrustata

memiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan hemolisis.

2.4.3 Flavonoid

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali

dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Flavonoid umumnya

terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid diklasifikasikan menjadi

flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron,

antosianidin, katekin, dan flavan-3,4-diol (Harborne 1987).

Flavonoid dapat berguna bagi kehidupan manusia. Flavon dalam dosis

kecil bekerja sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh

darah kapiler. Flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diurematik dan sebagai

antioksidan pada lemak (Sirait 2007). Gavin dan Durako (2012) menyatakan,

senyawa aktif sitosolik flavonoid yang diisolasi dari lamun Halophila johnsonii

berfungsi sebagai antioksidan.

2.4.4 Saponin

Saponin adalah glikosida dan sterol yang telah terdeteksi pada lebih dari 90

suku tumbuhan. Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang

menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah (Robinson 1995). Saponin sebagian

besar bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada yang bereaksi dengan asam

(sukar larut dalam air), sebagian besar ada yang bereaksi dengan basa. Saponin

dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Saponin dapat bersifat

toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Saponin yang beracun

(22)

misalnya pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada

ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika (Sirait 2007). Chludil et al.

(2000) menyatakan bahwa struktur steroidal glikosid yang diisolasi dari bintang

laut Anasterias minuta memiliki kemampuan sebagai sitotoksik, hemolisis,

antifungi, dan antiviral.

2.4.5 Fenol hidrokarbon

Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berkaitan dengan

satu gugus atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan oleh gugus

metil atau glikosil. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor

dasar seperti kromofor pada benzokuinon. Kuinon terdiri atas dua gugus karbonil

yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon dapat

dibagi menjadi empat kelompok untuk tujuan identifikasi yaitu, benzokuinon,

naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Sirait 2007). Hasil penelitian

Prajitno (2006) dalam Wiyanto (2010), hasil isolasi dari rumput laut Halimeda

opuntiamempunyai kandungan fenol yang memiliki aktivitas antibakteri.

2.5 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital

terluarnya. Kestabilan atom atau molekul terjadi apabila radikal bebas bereaksi

dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini

akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan

menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini,

serta penyakit degeneratif lainnya (Winarsi 2007).

Sumber radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh (endogenous) yang

terbentuk sebagai sisa proses metabolisme (proses pembakaran) protein atau

karbohidrat dan lemak yang kita konsumsi. Radikal bebas dapat pula diperoleh

dari luar tubuh (exogenous) yang berasal dari polusi udara, asap kendaraan

bermotor, asap rokok, berbagai bahan kimia, makanan yang terlalu hangus

(carbonated), dan lain sebagainya. Beberapa contoh radikal bebas antara lain:

anion superoksida (2O2•), radikal hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), hidrogen

(23)

akan merusak beberapa target seperti lemak, protein, karbohidrat, dan DNA

(Molyneux 2004).

Radikal bebas memiliki reaktivitas yang sangat tinggi. Hal ini ditunjukkan

oleh sifatnya yang segera menarik atau menyerang elektron di sekelilingnya.

Reaktivitas radikal bebas merupakan upaya untuk mencari pasangan elektron.

Sebagai dampak dari kerja radikal bebas tersebut, akan terbentuk radikal bebas

baru yang berasal dari atom atau molekul yang elektronnya diambil untuk

berpasangan dengan radikal sebelumnya. Bila dua senyawa radikal bertemu,

elektron-elektron yang tidak berpasangan dari kedua senyawa tersebut akan

bergabung dan membentuk ikatan kovalen yang stabil. Sebaliknya, bila senyawa

radikal bebas bertemu dengan senyawa yang bukan radikal bebas akan terjadi tiga

kemungkinan, yaitu (1) radikal bebas akan memberikan elektron yang tidak

berpasangan (reduktor) kepada senyawa bukan radikal bebas, (2) radikal bebas

menerima elektron (oksidator) dari senyawa bukan radikal bebas, (3) radikal

bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal bebas (Winarsi 2007).

2.6 Antioksidan

Secara umum antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat

menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Antioksidan sangat

bermanfaat bagi kesehatan. Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan

radikal bebas, atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem biologi tubuh

dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang

menyebabkan oksidasi yang berlebihan (Kumalaningsih 2006).

Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan

dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang

diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil

ekstraksi bahan alami).

2.6.1 Antioksidan sintetik

Berdasarkan jenisnya antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan,

ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar diseluruh dunia,

yaitu Butyl Hydroxyanisole (BHA), Butyl Hydroxytoluene (BHT), propil galat,

(24)

antioksidan sintetik yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial

(Buck 1991).

BHA memiliki kemampuan antioksidan (carry through, kemampuan

antioksidan baik dilihat dari ketahanannya terhadap tahap-tahap pengolahan

maupun stabilitasnya pada produk akhir) yang baik pada lemak hewan dalam

sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman.

BHA bersifat larut lemak dan tidak larut air, berbentuk padat putih dan dijual

dalam bentuk tablet atau serpih, bersifat volatil sehingga berguna untuk

penambahan ke materi pengemas (Coppen 1983dalamTrilaksani 2008).

Antioksidan sintetik BHT memiliki sifat serupa BHA, antioksidan ini akan

memberi efek sinergis yang baik jika digunakan bersama antioksidan BHA.

Antioksidan BHT berbentuk kristal padat putih dan digunakan secara luas karena

relatif murah. Antioksidan sintetik lainnya yaitu propil galat. Propil galat

mempunyai karakteristik sensitif terhadap panas, terdekomposisi pada titik

cairnya 148oC, dapat membentuk komplek warna dengan ion metal, sehingga

kemampuan antioksidannya rendah. Propil galat memiliki sifat berbentuk kristal

padat putih, sedikit tidak larut lemak tetapi larut air, serta memberi efek sinergis

dengan BHA dan BHT (Kumalaningsih 2006).

2.6.2 Antioksidan alami

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, senyawa

antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan

sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini

adalah multifungsional dan dapat bereaksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap

radikal bebas, (c) pengkelat logam, dan (d) peredam terbentuknya singlet oksigen

(Pratt 1992).

Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu,

kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari. Senyawa antioksidan

alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat

berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan

(25)

alam terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Kebanyakan dari

golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan erat dengannya memiliki

sifat-sifat antioksidan baik didalam lipida cair maupun dalam makanan berlipida

(Hernani dan Rahardjo 2006).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,

seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan,

sayur-sayuran, dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis

senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam

askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin,

produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain (Winarsi 2007).

Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir

disetiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia.

Tokoferol memiliki karakteristik berwarna kuning terang, cukup larut dalam lipid

karena rantai C panjang. Pengaruh nutrisi secara lengkap dari tokoferol belum

diketahui, tetapi α-tokoferol dikenal sebagai sumber vitamin E. Aktivitas

antioksidan tokoferol didalam jaringan hidup cenderung α->β->γ->δ-tokoferol,

tetapi dalam makanan aktivitas tokoferol terbalik δ->γ->β->α-tokoferol

(Kumalaningsih 2006).

β-karoten merupakan scavengers (pemulung) oksigen tunggal. Vitamin C

pemulung superoksida dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E

merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density

Lipoprotein(LDL) (Hariyatmi 2003).

Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya.

Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam,

pereduksi, dan penangkap oksigen. Tubuh sangat memerlukan vitamin C,

kekurangan vitamin C dalam darah menyebabkan beberapa penyakit antara lain

asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Vitamin ini dapat dikonsumsi dalam

bentuk sintetik atau makanan-makanan yang kaya vitamin C seperti jeruk,

strawbery, brokoli, tomat, kiwi, anggur, dan ubi jalar (Hernani dan Raharjo 2006).

2.7 Mekanisme Antioksidan

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi empat tipe. Tipe

(26)

menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E. Tipe kedua yaitu pereduksi,

dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya

vitamin C. Tipe ketiga yaitu pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan,

seperti Fe2+ dan Cu2+, misalnya flavonoid. Keempat adalah antioksidan sekunder,

mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia

dikenal SOD, katalase, dan peroksida (Hariyatmi 2004).

Antioksidan sekunder seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya,

sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan

antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat member efek sinergis sehingga

menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja

dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada

medium (sistem makanan), (b) meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat

atau mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap oksigen, (e)

mengikat singlet oksigen dan mengubahnya ke bentuk triplet oksigen (Pratt 1992).

Enzim antioksidan dibentuk dalam tubuh, yaitu superoksida dismutase

(SOD), glutation peroksida, katalase, dan glutation reduktase. Sedangkan

antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal tiga yang utama, yaitu β-karoten,

vitamin C, dan vitamin E (Shahidi 1997dalamHariyatmi 2004).

Vitamin E yang larut dalam lemak ini merupakan antioksidan yang

melindungi PUFAs dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh

radikal bebas. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan

yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit

degeneratif, serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan (Hariyatmi

2003).

2.8 Uji Aktivitas Antioksidan

Kandungan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui

melalui uji aktivitas antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dapat

menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang umum digunakan yaitu

dengan menggunakan radikal bebas stabildiphenilpycrylhydrazil (DPPH). Prinsip

metode-metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah

(27)

antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam

(Nurjanah 2009).

Metode radikal bebas stabil DPPH merupakan radikal sintetik yang larut

dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Pengukuran aktivitas antioksidan

dengan metode DPPH menggunakan prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH

(dalam metanol) berwarna ungu tua terdeteksi pada panjang gelombang sinar

tampak sekitar 517 nm. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas

antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya

untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi, ditandai dengan

semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat) (Molyneux 2004). Prinsip

penurunan nilai absorbansi digunakan untuk mengetahui kapasitas antioksidan

suatu senyawa. Berikut merupakan struktur diphenylpycrilhydrazil dan

diphenylpycrilhydrazinepada Gambar 3.

Gamar 3 Strukturdiphenylpycrilhydrazildandiphenylpycrilhydrazine

Molyneux (2004) menyatakan, hasil dari metode DPPH umumnya dibuat

dalam bentuk IC50 (inhibitory concentration 50), yang didefinisikan sebagai

konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi

aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC50

akan semakin kecil. Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai

IC50-nya semakin kecil. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas

antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat

kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 μ g/mL, kuat untuk IC50 antara 50-100 μ g/mL,

sedang jika IC50 bernilai 100-150 μ g/mL, dan lemah jika IC50 bernilai

(28)

2.9 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan dimana fase

diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fase gerak berupa zat

cair yang disebut larutan pengembang. Campuran yang akan dipisah, berupa

larutan, ditotolkan berupa bercak. Setelah plat atau lapisan diletakkan dalam

bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),

pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Senyawa yang

tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi). Pemisahan senyawa aktif ekstrak

bintang laut dapat menggunakan teknik kromatografi lapis tipis (KLT). Teknik ini

merupakan suatu cara pemisahan komponen senyawa kimia di antara dua fase,

yaitu fase gerak dan fase diam (Kartasubrata 1987dalamHananiet al.2005).

Teknik tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa-senyawa kimia, karena murah, sederhana, serta dapat menganalisis

beberapa komponen secara serempak. Teknik standar dalam melaksanakan

pemisahan dengan KLT diawali dengan pembuatan lapisan tipis adsorben pada

permukaan plat kaca. Tebal lapisan bervariasi, bergantung pada analisis yang akan

dilakukan (kualitatif atau kuantitatif). Pemisahan komponen kimia dari ekstrak

kasar secara KLT bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen yang

terdapat dalam ekstrak tersebut (Marliana et al. 2005). Percobaan dibuat dengan

(29)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012.

Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas

antioksidan dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, analisis

fitokimia di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, dan Laboratorium

Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam; dan Laboratorium

Biologi-Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah bintang laut

Culcita sp. Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses ekstraksi dan evaporasi

sampel meliputi pelarut heksana (p.a), etil asetat (p.a) dan metanol (p.a).

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak kasar bintang

laut dari 3 jenis pelarut, kristal diphenylpicrylhydrazyl (DPPH), metanol (p.a),

BHT (butil hidroksi toluen) sebagai kontrol positif, α-tokoferol, β-karoten, asam

askorbat sebagai antioksidan pembanding. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk

uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner (uji alkaloid), pereaksi Meyer (uji

alkaloid), pereaksi Dragendorff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam

sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air

panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenol

hidrokuinon), dan larutan ninhidrin 0,10% (uji ninhidrin). Bahan-bahan yang

dibutuhkan untuk pengujian kromatografi lapis tipis meliputi pelarut etil asetat

dan kloroform.

Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi pisau, sudip,

cawan porselen, timbangan digital, aluminium foil, oven, kompor listrik, kertas

saring Whatman 42, bulb, kapas, pipet volumetrik, pipet mikro, labu Erlenmeyer

250 ml dan 500 ml, gelas ukur,blender,orbital shaker WiseShike SHO-1D,rotary

(30)

tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS Hitachi U-2800, pipet tetes, vortex,

sendok plastik, silika GF254Merck, pipa kapiler, gelas, alat semprot, dan pensil.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan pengambilan dan

preparasi bahan baku, tahapan pembuatan ekstrak senyawa aktif dari bintang laut,

pengujian fitokimia (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan

ninhidrin), pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, dan pengujian

kromatografi lapis tipis (KLT). Analisis aktivitas antioksidan (metode DPPH)

untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak masing-masing pelarut dan uji

fitokimia untuk menentukan senyawa kimia yang terdapat dalam bintang laut.

3.3.1 Tahapan pengambilan dan preparasi bahan baku

Pada tahap pengambilan sampel, bintang laut Culcita sp. berasal dari

Perairan Lampung Selatan. Bintang laut kemudian dikeringkan dengan suhu

rendah menggunakan freeze dryer dengan suhu kurang dari -40oC. Tujuan dari

proses pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan yang

dikandungnya. Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa air bebas dalam bahan

berada dalam jumlah yang rendah, sehingga proses pembusukan, hidrolisis

komponen aktif dan oksidasi dalam sampel selama dilakukan maserasi dapat

dihindari (Winarno 2008).

Bintang laut yang telah kering kemudian dihaluskan dengan hammer mills,

sehingga didapat tekstur yang halus. Ukuran sampel yang lebih kecil (bubuk atau

tepung) diharapkan dapat memperluas permukaan bahan yang dapat berkontak

langsung dengan pelarut, sehingga proses ekstraksi komponen aktif dapat berjalan

dengan maksimal. Bubuk atau tepung bintang laut akan digunakan dalam proses

ekstraksi.

3.3.2 Tahapan pembuatan ekstrak senyawa bioaktif dari bintang laut

Metode ekstraksi komponen aktif yang digunakan adalah metode ekstraksi

bertingkat dan ekstraksi tunggal. Metode ini menggunakan pelarut heksana (p.a),

etil asetat (p.a), dan metanol (p.a). Masing–masing sampel sebanyak 50 g

dimaserasi selama 3x24 jam dengan pelarut secara bertingkat heksana, etil asetat,

(31)

kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat ekstrak pelarut

masing-masing yang diperoleh kemudian dievaporasi sehingga semua pelarut

terpisah dari ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50ºC,

500 mmHg, kemudian residu yang tersisa dibuang. Proses ini akan menghasilkan

ekstrak heksana, etil asetat, dan metanol yang kental. Proses ekstraksi bertingkat

ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Bintang LautCulcitasp.

Penimbangan 1:3 b/v (50 g sampel : 150 mL pelarut)

Maserasi selama 3x24 jam dengan heksana

Penyaringan

Filtrat I Residu

Evaporasi Maserasi 3x24 jam dengan etil asetat

Ekstrak heksana Penyaringan

Filtrat II Residu

Evaporasi Maserasi 3x24 jam dengan metanol

Ekstrak etil asetat Penyaringan

Filtrat III Residu

Evaporasi

Ekstrak metanol

(32)

3.3.3 Uji fitokimia (Harbone 1987)

Analisis fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen

aktif secara kualitatif yang terdapat pada ekstrak kasar bintang laut. Analisis

fitokimia ditujukan untuk mengetahui keberadaan alkaloid, steroid, saponin,

flavonoid, fenol hidrokuinon, dan ninhidrin.

1) Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N

kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, Meyer,

dan Wagner dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 g kalium iodida

lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dalam labu takar.

Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades

dipipet kemudian hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer

terbentuk endapan putih kekuningan, dengan pereaksi Wagner membentuk

endapan coklat dan dengan pereaksi Dragendorff membentuk endapan merah

sampai jingga. Pereaksi Meyer dibuat ditambahkan 2,5 g iodin dan 2 g kalium

iodida, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL

dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat.

Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 g bismut subnitrat

ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur

dengan larutan yang dibuat dari 8 g kalium iodida dalam 20 mL air. Sebelum

digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20

mL asam asetat glasial dan 100 mL air. Pereaksi ini berwarna jingga.

2) Steroid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi.

Anhidrida asetat sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 3 tetes

ditambahkan ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif sampel mengandung

steroid dan triterpenoid yaitu terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama

kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.

3) Flavonoid

Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil

(33)

mL alkohol, kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung

flavonoid, yaitu terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil

alkohol.

4) Saponin

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil

selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan

sampel mengandung saponin.

5) Fenol Hidrokuinon

Sampel sebanyak 1 g diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang

dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3

5%. Hasil uji positif sampel mengandung senyawa fenol, yaitu terbentukya larutan

berwarna hijau atau hijau biru.

6) Ninhidrin

Larutan sampel sebanyak 2 mL ditambahkan beberapa tetes larutan

ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Hasil

uji positif sampel mengandung asam amino, yaitu terbentuknya larutan berwarna

biru.

3.3.4 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Ekstrak kasar bintang laut dari hasil ekstraksi bertingkat menggunakan

pelarut heksana, etil asetat, dan metanol, dilarutkan dalam metanol (p.a) dengan

konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Antioksidan pembanding yang digunakan

yaitu antioksidan sintetik BHT dan antioksidan alami berupa α-tokoferol,

β-karoten, dan asam askorbat dan kontrol positif, dibuat dengan cara dilarutkan

dalam pelarut metanol p.a. dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8 ppm. Larutan DPPH

yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol

dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan

dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari.

Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding yang telah dibuat

dengan masing-masing tiga kali ulangan, diambil 4,5 mL dan direaksikan dengan

500 µL (0,5 mL) larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda dan telah

(34)

menit dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada

panjang gelombang 517 nm. Absorbansi dari larutan blanko juga diukur untuk

melakukan perhitungan persen inhibisi. Larutan blanko dibuat dengan

mereaksikan 4,5 mL pelarut metanol dengan 500 µ L (0,5 mL) larutan DPPH 1

mM dalam tabung reaksi. Larutan blanko ini dibuat hanya satu kali ulangan saja.

Proses pengenceran konsentrasi ekstrak ini ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram alir uji aktivitas antioksidan bintang lautCulcitasp.

Diagram alir pada Gambar 4 berlaku untuk setiap ekstrak kasar bintang

laut dengan pelarut heksana, etil asetat, dan metanol. Pengujian kualitatif dari

metode DPPH yaitu dengan melihat warna larutan sampel ketika dicampurkan

dengan DPPH. Adanya perubahan warna ungu pada DPPH menjadi ungu yang

lebih muda atau adanya warna kuning ketika pencampuran dilakukan yang

menandakan terdapatnya aktivitas antioksidan pada larutan sampel bintang laut

tersebut. Proses pengenceran konsentrasi pembanding ini ditunjukkan pada

Gambar 6.

Ekstrak 0,04 g

Pembuatan larutan induk dengan penambahan metanol 50 mL

Pengenceran dengan metanol

200 ppm

(5 mL) 600 ppm

(15 mL) 400 ppm

(10 mL)

800 ppm (20 mL)

Larutan sampel 4,5 mL dicampurkan dengan larutan DPPH 0,5 mL

Inkubasi 30 menit pada suhu 37oC

(35)

Gambar 6 Diagram alir uji aktivitas antioksidan pembanding

Pengujian kuantitatif metode DPPH dilakukan dengan cara menghitung

nilai persen inhibisi dan dilanjutkan dengan perhitungan nilai IC50. Setelah itu,

aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding

BHT, asam askorbat, ά-tokoferol, β-karoten dinyatakan dengan persen inhibisi

(IC50).

Nilai konsentrasi sampel (ekstrak ataupun antioksidan pembanding) dan

persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan

regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan

y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitory concentration 50%)

dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x

yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi

larutan sampel (ekstrak ataupun antioksidan pembanding) yang dibutuhkan untuk

mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.

Pembuatan larutan induk dengan penambahan metanol 50 mL

Pengenceran dengan metanol

2 ppm

(5 mL) 6 ppm

(15 mL) 4 ppm

(10 mL)

8 ppm (20 mL)

Larutan sampel 4,5 mL dicampurkan dengan larutan DPPH 0,5 mL

Inkubasi 30 menit pada suhu 37oC

Ukur absorbansi dengan Spektrofotometri UV-VIS panjang gelombang 517 nm BHT, asam asrkorbat, α

(36)

3.3.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Bioautografi

Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan suatu senyawa

berdasarkan perbedaan distribusi dua fasa yaitu fase diam dan fase gerak. Fase

diam berupa plat yang digunakan terbuat dari silika GF254, sedangkan fase gerak

berupa larutan eluen yang digunakan. Plat KLT silika GF254 dioven pada suhu

105oC selama 10 menit untuk menghilangkan air yang terdapat pada plat.

Pemilihan pelarut untuk fraksinasi dilakukan dengan mencoba beberapa

kombinasi untuk mengembangkan spot ekstrak terpilih pada kromatografi lapis

tipis (KLT). Kombinasi yang digunakan adalah eluen campuran dari sampel hasil

ekstrak yang terbaik etil asetat yaitu kloroform:etil asetat: asam format (1:9:0,05).

Ekstrak terpilih sebanyak 0,02 g dilarutkan dalam 0,5 mL pelarutnya. Larutan

ekstrak tersebut kemudian ditotolkan pada plat silika dengan panjang 10 cm lebar

1,5 cm. Kombinasi pelarut yang menghasilkan pengembangan spot terbaik

digunakan sebagai eluen untuk memfraksinasi ekstrak terpilih dengan

kromatografi lapis tipis.

Penotolan dilakukan pada jarak ± 1 cm dari bawah plat KLT menggunakan

pipa kapiler. Apabila noda telah kering, plat dengan panjang 10 cm dielusi dengan

cara meletakkannya secara vertikal di dalam bejana pengembang atau gelas. Gelas

ini berisi campuran eluen yang sesuai untuk senyawa yang akan dipisahkan. Plat

KLT yang telah dimasukkan dalam gelas dibiarkan sampai terjadi pemisahan

dengan atasnya ditutup. Pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan kepolaran

senyawa dengan fase diam plat dan fase gerak yang digunakan. Proses elusi

dihentikan bilamana eluen telah mencapai ¾ plat KLT. Noda-noda hasil

pemisahan ini dapat diamati menggunakan lampuUV λ 254 nm.

Uji bioautografi dilakukan untuk mengetahui nilai Rf senyawa aktif

antioksidan menggunakan kromatografi lapis tipis. Prosedur uji bioautografi

adalah sebagai berikut: fraksi aktif etil asetat yang telah dicampur dengan

pelarutnya sebanyak 0,5 mg ditotolkan pada plat silika, kemudian dikembangkan

dengan fase gerak yang sesuai untuk pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat

dalam fraksi, dalam penelitian ini digunakan fase gerak etil asetat:kloroform:asam

format (9:1:0,05). Plat KLT kemudian disemprot dengan larutan DPPH 1 mM,

(37)

Komponen aktif yang terdapat pada plat KLT ditunjukkan dengan adanya warna

kuning / putih setelah penyemprotan dengan DPPH.

3.4 Analisis Data

3.4.1 Rendemen ekstrak

Rendemen ekstrak adalah perbandingan antara bobot ekstrak yang

dihasilkan (gram) dengan bobot sampel awal sebelum diekstraksi (gram).

Rendemen ekstrak digunakan untuk menentukan berapa persen kandungan

bioaktif yang terdapat pada suatu bahan. Persentase rendemen ekstrak dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

Pr: Persen rendemen

Be: Bobot ekstrak

Bs: Bobot sampel awal

3.4.2 Persen inhibisi dan IC50

Persen inhibisi adalah perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko

dan absorbansi sampel dengan absorbansi blanko. Persen inhibisi digunakan untuk

menentukan persentase hambatan dari suatu bahan yang dilakukan terhadap

senyawa radikal bebas. Persen inhibisi dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:

Pi: Persen inhibisi

Ab: Absorbansi blanko

As: Absorbansi sampel

Nilai persen inhibisi yang telah dihitung dari setiap konsentrasi

(200-800 ppm) selanjutnya digunakan untuk perhitungan IC50. Inhibitory

Concentration 50% (IC50) adalah nilai konsentrasi suatu bahan untuk

menghambat aktivitas DPPH sebesar 50%. Nilai konsentrasi dari larutan yang

telah diencerkan dari ekstrak dan persen inhibisi diplotkan masing-masing pada

sumbu x dan y. Kemudian nilai IC50 dihitung dengan regresi linear y = a(x) + b,

(38)

4.1 Karakteristik Bintang LautCulcitasp.

Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk

segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna bintang laut ini menarik, biasanya

ujung duri berwarna kemerahan atau orange sedangkan permukaan lengan

berwarna abu-abu kebiruan. Bentuk seperti bintang, organ organ bercabang

kelima lengan, warna hitam, biru kecoklatan, merah jingga, kuning kecoklatan,

cokelat, dan hijau tua (Hutahuruk 2009). Banyak dijumpai dipantai, di daerah

terumbu karang, berpasir, dan padang lamun. Bintang laut yang digunakan dalam

penelitian ini memiliki warna kuning kecoklatan dan terdapat lengan berbentuk

simetris radial segilima. Morfologi bintang laut yang diambil dari perairan

Lampung Selatan dapat dilihat pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7 (a) Bintang lautCulcitasp. diambil dari Perairan Lampung Selatan (b) Bintang lautCulcitasp. dalam bentuk tepung yang telah difreeze

drying

Asteroidea juga sering disebut bintang laut. Bintang laut umumnya

memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih yang memanjang dari suatu

cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang

dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi

kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara

perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi,

melemas, memajang, kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan

kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya misalnya remis dan tiram. Lengan

bintang laut mengapit bivalvia yang menutup, kemudian mengeluarkan

(39)

kemudian mengekresikan getah pencernaan dan mencerna bivalvia di dalam

cangkangnya (Aziz dan Al-Hakim 2007).

Tubuh bintang laut memiliki duri tumpul dan pendek. Duri tersebut ada

yang termodifikasi menjadi bentuk seperti catut yang disebut pediselaria. Fungsi

pediselaria adalah untuk menangkap makanan serta melindungi permukaan tubuh

dari kotoran. Bagian tubuh dengan mulut disebut bagian oral, sedangkan bagian

tubuh dengan lubang anus disebut aboral. Hewan ini memiliki kaki ambulakral

selain untuk bergerak juga merupakan alat pengisap sehingga dapat melekat kuat

pada suatu dasar. Bintang laut bersifatdioeciusdengan fertilisasi eksternal.

4.2 Rendemen Ekstrak Bintang LautCulcitasp.

Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari

suatu bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Proses ekstraksi pada

penelitian ini meliputi proses pengeringan sampel menggunakan freeze drying,

penghancuran sampel sampai menjadi bubuk menggunakan hammer mills,

maserasi dengan berbagai jenis pelarut (non polar-semi polar-polar), penyaringan,

dan evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator. Sampel yang digunakan

merupakan seluruh bagian dari bintang laut. Proses ekstraksi yang dilakukan

adalahekstraksi bertingkat dan ekstraksi tunggal dengan menggunakan pelarut

heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar).

Kesempurnaan esktraksi bertingkat tergantung pada jenis ekstraksi yang

dilakukan, terutama apabila ekstraksi dilakukan secara berulang dengan jumlah

pelarut sedikit demi sedikit. Ekstraksi dengan pelarut heksana dilakukan pada

awal proses dengan tujuan memisahkan lipid dari bahan sehingga tidak

menghalangi keluarnya senyawa bioaktif pada ekstraksi dengan pelarut-pelarut

berikutnya. Proses ekstraksi selanjutnya digunakan pelarut etil asetat untuk

mengekstrak senyawa semi polar dan terakhir pelarut metanol untuk mengekstrak

senyawa polar.

Proses maserasi dilakukan selama 24 jam dengan cara merendam sampel

dalam pelarut dengan perbandingan 1:3 (b/v). Pengadukan dilakukan sebanyak

beberapa kali untuk meningkatkan tumbukan antara partikel bahan yang

diekstraksi dengan pelarut sehingga komponen aktif yang keluar dari jaringan dan

(40)

pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dengan

kertas saring Whatman 42 dilakukan untuk memisahkan ampas bintang laut

dengan filtrat yang mengandung senyawa aktif. Tahap evaporasi dilakukan dalam

penguap putar yang hampa (rotary vacuum evaporator) pada suhu tidak terlalu

tinggi (30-50oC) untuk mencegah terjadi kerusakan pada komponen aktif. Nilai

rata-rata rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada diagram

batang Gambar 8. Proses perhitungan rendemen ekstrak dari masing-masing

pelarut dapat dilihat pada Lampiran 1.

Gambar 8 Nilai rata-rata rendemen ekstrak bintang lautCulcitasp.

Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan

bobot awal sampel yang digunakan. Rendemen menggambarkan efektivitas

pelarut tertentu terhadap bahan dalam suatu sistem tetapi tidak menunjukkan

tingkat aktivitas esktrak tersebut. Komponen yang terbawa pada proses ekstraksi

adalah komponen yang memiliki polaritas yang sesuai dengan pelarutnya. Jenis

pelarut yang digunakan mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan.

Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas terjadinya kontak dengan

pelarut (Hafiluddin 2011).

Rendemen yang paling banyak dihasilkan yaitu ekstraksi bertingkat dan

ekstraksi tunggal dengan pelarut metanol. Metanol bertingkat menghasilkan

8,38% dari 50 g sampel bintang laut dan metanol tunggal menghasilkan 6,55%

dari 10 g sampel bintang laut. Hasil rendemen yang paling sedikit dihasilkan dari

(41)

50 g sampel bintang laut. Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat bergantung

pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi

yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama

waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel

(Harborne 1987; Darusmanet al. 1995).

Kandungan bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang

relatif sama kepolarannya. Pelarut yang bersifat polar, mampu mengekstrak

senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tannin, gula, asam

amino, dan glikosida (Harborne 1987). Jenis dan mutu dari pelarut yang

digunakan menentukan proses saat ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat

melarutkan zat yang diinginkannya, mempunyai titik didih yang rendah, murah,

tidak toksik, dan mudah terbakar (Ketaren 1986 dalam Andriyanti 2009). Selain

itu juga, proses ekstraksi tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan.

Hasil yang baik diperoleh jika ekstraksi dilakukan secara berulang-ulang dengan

jumlah pelarut yang sedikit-sedikit (Khopkar 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Salamah et al. (2008) menunjukkan bahwa

maserasi dengan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak

yang berbeda pula. Penelitian ini menghasilkan kadar komponen aktif yang

bersifat polar, semipolar, dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang berbeda-beda.

Hal ini karena pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawa-senyawa yang

berbeda tergantung pada tingkat kepolaran dan tingkat ketersediaannya dalam

bahan yang diekstrak. Proses evaporasi dari filtrat bintang laut dengan ketiga jenis

pelarut menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang berbeda-beda.

Hasil ekstrak kasar bintang laut dengan berbagai jenis pelarut dapat dilihat

pada Gambar 9. Ekstrak heksana berwarna oranye tua dan kering, ekstrak etil

asetat memiliki warna oranye yang lebih muda dan kering, sedangkan ekstrak

metanol bertingkat dan tunggal memiliki warna oranye yang pekat dan sedikit

basah. Ekstrak metanol bertingkat maupun tunggal berbentuk pasta yang kental

dan lebih banyak dibanding dengan ekstrak heksana dan etil asetat. Tingginya

rendemen pada pelarut polar juga dilaporkan oleh Nurjanah (2009), rendemen

(42)

Safitri (2010) juga melaporkan rendemen lili laut dengan pelarut etanol sebesar

1,40%.

( a ) ( b ) ( c ) ( d )

Gambar 9 Ekstrak kasar bintang laut (Culcitasp.), (a) heksana, (b) etil asetat, (c) metanol bertingkat, dan (d) metanol tunggal

Gambar 8 menunjukkan bahwa untuk ekstrak kasar bintang laut dengan

pelarut metanol secara bertingkat dan metanol secara tunggal memiliki rendemen

yang lebih besar jika dibandingkan menggunakan pelarut heksana dan etil asetat.

Kandungan komponen aktif yang bersifat polar pada filum Echinodermata

terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan komponen-komponen

aktif lain yang bersifat nonpolar dan semipolar. Berdasarkan hasil penelitian

Salamahet al. (2008) pada kijing taiwan (Anadonta woodianaLea.) dan Nurjanah

(2009) pada lintah laut (Discodorissp.) dimana ekstrak polar dari masing-masing

komoditas tersebut terdapat dalam jumlah yang paling banyak dibandingkan

dengan ekstrak semipolar dan nonpolar. Nurjanah (2009) menyatakan, pelarut

metanol diketahui dapat menarik semua komponen baik yang bersifat polar,

semipolar, maupun nonpolar. Metanol sebagai pelarut paling akhir pada proses

ekstraksi diduga menarik semua komponen aktif yang tertinggal pada ekstraksi

sebelumnya sehingga rendemen ekstrak metanol cukup besar.

4.3 Komponen Aktif pada Ekstrak Kasar Bintang LautCulcitasp.

Ekstrak kasar hasil ekstraksi bintang laut mengunakan tiga pelarut yang

berbeda, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar)

Gambar

Gambar 4 Diagram alir ekstraksi bertingkat bintang laut Culcita sp.
Gambar 5 Diagram alir uji aktivitas antioksidan bintang laut Culcita sp. Diagram  alir  pada  Gambar  4 berlaku  untuk  setiap  ekstrak kasar bintang laut  dengan  pelarut heksana,  etil  asetat,  dan  metanol
Gambar 6 Diagram alir uji aktivitas antioksidan pembanding
Gambar 7 (a) Bintang laut Culcita sp. diambil dari Perairan Lampung Selatan (b) Bintang laut Culcita sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil identifikasi senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji bioautografi diketahui senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dari ekstrak

Ekstrak kasar anemon laut dari hasil ekstraksi tunggal menggunakan pelarut metanol dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi yang berbeda. Ekstrak kasar ukuran tubuh besar

Pemisahan komponen kimia komponen kimia yang teraktif pada uji toksisitas dari ekstrak etanol buah merah dapat dilakukan dengan cara Kromatografi Lapis Tipis

Ekstrak kloroform yang telah diperoleh kemudian di kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mencari perbandingan eluen yang sesuai dan pemisahan senyawa yang

2.2.6 Pemisahan Senyawa Aktif dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT Bejana pengembang - disiapkan bejana pengembang - diisi bejana pengembang dengan campuran eluen - ditutup

Eluen yang terbaik untuk pemisahan senyawa triterpenoid dari ekstrak metanol tanaman alga merah Eucheuma cottonii dengan menggunakan kromatografi lapis tipis KLT adalah eluen

Eluen yang terbaik untuk pemisahan senyawa tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik adalah

Mengidentifikasi keberadaan rhodamin b dalam sampel saus cabai, yaitu menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang merupakan salah satu teknik pemisahan