• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

5) Fenol Hidrokuinon

4.5 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Pemisahan atau fraksinasi senyawa menggunakan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan untuk memisahkan senyawa yang ada pada ekstrak kasar bintang laut yang mempunyai aktivitas antioksidan terbaik yaitu ekstrak bintang laut dengan pelarut etil asetat dengan IC50670 ppm. Aktivitas antioksidan terbaik dari pelarut etil asetat digunakan karena ekstrak tersebut diduga mengandung senyawa aktif yang telah terpisah komponen aktifnya dengan menggunakan ekstraksi secara bertingkat. Sejumlah sampel ekstrak bintang laut dilarutkan sesuai dengan jenis pelarut yang digunakan. Eluen terbaik yang digunakan yaitu etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,05). Fraksinasi menggunakan KLT dan pengamatan dengan sinar UV 254 nm menghasilkan 9 fraksi yang disajikan pada Gambar 14.

(a) (b)

Gambar 14 Hasil fraksinasi ekstrak kasar bintang laut menggunakan KLT (a) dideteksi pada lampu UV 254 nm (b) nilai Rf masing-masing fraksi

Cara yang digunakan dalam identifikasi noda-noda yang terbentuk pada plat KLT dapat dilakukan dengan menggunakan lampu UV (Ultraviolet) dimana

Rf 1 = 0,06 Rf 3 = 0,21 Rf 4 = 0,34 Rf 2 = 0,14 Rf 5= 0,56 Rf 6 = 0,62 Rf 7 = 0,70 Rf 8 = 0,75 Rf 9 = 0,84

beberapa senyawa alam akan berflourosensi yaitu memancarkan cahaya tampak saat disinari dengan sinar UV atau mengabsorpsi sinar UV. Hal ini karena senyawa alam memiliki gugus kromofor yang khas dapat memberi atau membentuk warna. Panjang sinar UV yang digunakan adalah 254 nm dan 366 nm. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator flouresensi yang terdapat pada plat KLT. Panjang gelombang 254 nm digunakan untuk menampakkan eluen yang digunakan sebagai bercak gelap (Hafiluddin 2011).

Hasil fraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis didapatkan 9 fraksi pada ekstrak kasar etil asetat, dengan eluen terbaik yang dihasilkan etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,5). Hasil pengecekan terhadap fraksi tersebut, diduga bahwa masing-masing fraksi telah menunjukkan adanya 1 spot dengan Rf yang berbeda. Hasil fraksinasi nilai Rf dari senyawa bintang laut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nillai Rf hasil fraksinasi ekstrak etil asetat bintang laut No Fraksi Perhitungan Nilai

Rf 1 Rf1 0,5 / 8 0,06 2 Rf2 1,1 / 8 0,14 3 Rf3 1,7 / 8 0,21 4 Rf4 2,7 / 8 0,33 5 Rf5 4,5 / 8 0,56 6 Rf6 5 / 8 0,62 7 Rf7 5,6 / 8 0,70 8 Rf8 6 / 8 0,75 9 Rf9 6,7 / 8 0,84

Hasil pengujian terhadap fraksi tersebut memberikan dugaan bahwa masing-masing fraksi telah meunjukkan adanya 1 spot dengan Rf yang berbeda. Pemisahan senyawa dengan eluen etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,05) menggunakan sinar UV λ 254 nm memiliki 9 spot dari hasil ekstrak kasar etil asetat. Angka Rf berkisar 0,001-1,0, sedangkan hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (Kusumaningtyas et al. 2008). Hasil KLT tersebut dijadikan acuan nilai hRf yang memberikan hasil positif pada bioautogram karena pada uji bioautografi bercak senyawa yang sudah terpisah disemprot dengan pereaksi

DPPH untuk mengetahui fraksi yang mempunyai aktivitas antioksidan. Acuan bercak juga dapat dilakukan dengan melihat bentuk pita hasil bioautografi yang telah memberikan hasil positif disesuaikan dengan hasil KLT yang telah menampilkan warna pada penyemprotan dengan uji Dragendorff.

Gambar 15a menunjukkan kromatogram hasil KLT setelah disemprot dengan DPPH. Gambar 15b terlihat bahwa pada noda ketujuh dalam ekstrak etil asetat berubah warna menjadi kuning dengan latar belakang oranye menggunakan pereaksi Dragendorff setelah penyemprotan dengan DPPH. Perubahan warna pada noda ekstrak etil asetat karena mampu meredam radikal bebas DPPH atau memiliki aktivitas antioksidan. Akan tetapi peredaman warna yang diberikan oleh ekstrak etil asetat lebih kecil. Peredaman warna DPPH terjadi karena adanya senyawa yang dapat memberikan radikal hidrogen kepada radikal DPPH sehingga tereduksi menjadi DPPH-H (1,1-difenil-2-pikrilhidrazin).

(a) (b)

Gambar 15 Fraksinasi KLT dengan ekstrak etil asetat (a) warna DPPH (b) warna Dragendorff

Pereaksi Dragendorff adalah pereaksi yang khas untuk senyawa golongan alkaloid dengan membentuk warna merah-jingga. Terdapatnya bercak dengan warna merah-jingga pada hasil elusi sampel (Gambar 15b) menandakan bahwa sampel mengandung senyawa golongan alkaloid. Berdasarkan hasil analisis fitokimia dalam bintang laut Culcita sp. seperti yang terdapat dalam Tabel 1 bahwa ekstrak kasar bintang laut dengan pelarut etil asetat memiliki kandungan senyawa alkaloid. Sebagian alkaloid memiliki kemampuan antioksidan, contohnya indol alkaloid seperti strisin dan brusin bila dilihat dari strukturnya

dapat menghambat O2 serta kafein dapat bertindak sebagai peredam hidroksil radikal. Senyawa berbasis nitrogen dari tumbuhan berpotensi menghambat berbagai proses oksidatif. Senyawa radikal turunan dari senyawa amina memiliki tahap terminasi yang sangat lama, dengan demikian mampu menghentikan reaksi rantai radikal secara efisien (Marliana 2007).

Senyawa fitokimia yang mengandung antioksidan yaitu steroid/ triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Skualen merupakan antioksidan alami, tergolong senyawa triterpena, dan senyawa antara dalam biosintesis sterol dalam tumbuhan dan hewan. Skualen merupakan antioksidan alami yang berfungsi sebagai anti radikal dan antioksidan (Amarowicz 2009). Skualen merupakan komponen yang tergolong asam lemak tidak jenuh rantai panjang dan mempunyai beberapa kegunaan yaitu sebagai anti tumor. Triterpena juga ditemukan bersifat proaktif dalam mencegah terjadinya penyakit karsinogenik (Huang et al. 2009). Conforti et al. (2005) menjelaskan bahwa efek dari antioksidan skualen dalam model peroksidasi lemak liposom dengan IC50skualen sebesar 0,023 mg/mL.

5.1 Kesimpulan

Bintang laut Culcita sp. yang berasal dari perairan Lampung Selatan memiliki rendemen yang diekstraksi secara bertingkat dengan ekstrak heksana sebesar 2,06%, etil asetat sebesar 0,19%, metanol sebesar 8,38%, sedangkan rendemen ekstraksi secara tunggal dengan metanol sebesar 6,55%. Rendemen terbesar dari ekstrak metanol yang diekstraksi secara bertingkat, namun ekstrak yang menunjukkan aktivitas antioksidan terbaik dari ekstrak etil asetat.

Ekstrak kasar bintang laut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan BHT, asam askorbat,

α-tokoferol, dan β-karoten. Ekstrak kasar bintang laut ini mengandung 4 komponen bioaktif yang terdeteksi melalui uji fitokimia, yaitu alkaloid, steroid, flavonoid, dan asam amino. Aktivitas antioksidan (IC50) tertinggi pada ekstrak kasar bintang laut yang diekstraksi dengan etil asetat sebesar 670 ppm. Fraksinasi menggunakan KLT dan pengamatan dengan sinar UV 254 nm menghasilkan 9 fraksi. Eluen terbaik yang digunakan yaitu etil asetat:kloroform:asam format (9:1:0,05).

5.2 Saran

Saran dari hasil penelitian ini adalah perlunya dilakukan fraksinasi dan pemurnian lebih lanjut untuk memperoleh senyawa yang lebih tinggi aktivitas antioksidannya.

Amarowicz R. 2009. Squalene: a natural antioxidant. European Journal Lipid Science Technology111:411–412.

Andayani R, Yovita L, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah Tomat (Solanum lycopersicuml).Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi13(1):31-37.

Andriyanti R. 2009. Ekstraksi senyawa aktif antoksidan dari lintah laut (Discodoris sp.) asal perairan Kepulauan Belitung [Skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Aziz A, Al-Hakim I. 2007. Fauna echinodermata perairan terumbu karang sekitar Bakauheni.Oseanologi dan Limnologi di Indonesia33(2):187-198.

Buck DF. 1991. Antioxidants. Didalam: J. Smith, editor. Food Additive User’s

Handbook. UK: Blackie Academic & Profesional, Glasgow.

Chludil H, Maier MS, Seldes AM. 2000. BIoaktive steroidal glycosides from starfish Anasterias minuta.Molecules5:352-353.

Conforti F, Statti G, Loizzo MR, Sacchetti G, Poli F, Menichini F. 2005. In vitro antioxidant effect and inhibition of a-amylase of two varieties of Amaranthus caudatus seeds. Biological Pharmacology Bulletin 28(6):98-102.

Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1995. Ekstraksi komponen bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga karang dan ganggang laut di perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosiding Jurnal Penelitian MIPA.

Gavin NM, Durako MJ. 2012. Localization and antioxidant capacity of flavonoid to experimental light and salinity variation. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology416-417:32-40.

Guo C, Tang X, Yang Y. 2009. Studies on the expectorant, antitussive and antiasthmatic properties of asterosaponin extracted from Liquida quinaria. African Journal of Biotechnology8(23):6694-6696.

Hafiluddin. 2011. Ekstraksi dan identifikasi senyawa bioaktif lintah laut (Discodoris sp.) sebagai antioksidan [Tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3):127–133.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi kedua. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari:Phytochemical Methods. Hariyatmi. 2003. Efek suplemen antioksidan vitamen E pada kadar lemak peroksida

darah tikus putih(Rattus norvegicus).MIPA22(1):1-11

________. 2004. Kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada lanjut usia.MIPA14(1):52-60.

Heras D, Hortelano S. 2009. Molecular basic of the anti-inflammatory effect of terpenoids.Inflammation and Allerg-Drug Targets8:28-39.

Herawati, Akhlus S. 2006. Kinerja BHT sebagai antioksidan minyak sawit pada perlindungan terhadap oksidasi oksigen singlet.Akta Kimindo2(1):1-8. Hernani, Rahardjo M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Huang ZR, Lin YK, Fang YJ. 2009. Biological and pharmacological activities of squalene and related compounds: Potential uses in cosmetic dermatology. Molecules14:540–554.

Hutahuruk EL. 2009. Studi keanekaragaman echinodermata di kawasan perairan Pulau Rubiah, Nanggroe Aceh Darussalam [skripsi]. Medan: Biologi, Universitas Sumatera Utara.

James DB. 1989. Marine living resources of the union territory of lakshadweepan -indicative survey with suggestions for development. Central Marine Fisheries Research Institute Bulletin43:97-144.

Jati SH. 2008. Efek antioksidan ekstrak etanol 70% daun salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) pada hati tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi karbon Tetraklorida (CCl4) [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kartawiguna E. 1998. Vitamin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Majalah IlmuFakultas Kedokteran USAKTI17(1):16-26.

Khopkar SM. 2003.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Kumar D, Rawat DS. 2011. Marine natural alkaloid as anticancer. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in Medical Chemistrtry 2:213-268.

Kumalaningsih S. 2006.Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Kusumaningtyas E, Astutui E, Darmono. 2008. Sensitivitas metode bioautografi kontak dan Agar Overlay dalam penentuan senyawa antikapang. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia6(2):75-79.

Lariman. 2011. Keanekaragaman fylum echinodermata di pulau beras basah kota Bontang Kalimantan Timur.Mulawarman Scientifie10(2):207-218.

Maier MS, Centurion R, Muniain C, Haddad R, Eberlin MN. 2007. Identifikation of sulfated steroidal glycoside from starfish Heliaster helianthus by electrospray ionization mass spectrometry.Arkivoc7:301-309.

Marliana E. 2007. Analisis senyawa metabolit sekunder dari batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Mortizi) benth yang berfungsi sebagai antioksidan. Jurnal Penelitian MIPA1(1):23-29.

Marliana SD, Suryanti V, Suyono. 2005. Skrining fitokimia dan analisis kromatografi lapis tipis komponen kimia buah labu siam (Sechium edule Jacq.Swartz.) dalam ekstrak etanol.Biofarmasi3(1):26-31.

Molyneux P. 2004. The use of the stable free radicals diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin Journal Science Technology26(2):211-219.

Nurjanah. 2009. Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan pantai Pulau Buton sebagai antioksidan dan antikolesterol [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pratt DE. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T. Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. Washington DC: American Society.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: The Organic Constituents of Higher Plants.

Safitri D. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif lili laut (Comastersp.) [skripsi]. Bogor: Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing Taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan11(2):119-132.

Samuel P, Prince L, Prabakaran P. 2011. Ocean:the inviolated source of pharmaceutical leads and drug metabolites. World Jurnal of Science and Technology1(10):74-91.

Santalova EA, Makarieva TN, Gorshkova IA, Dmitrenok AS, Krasokhin VB, Stonik VA. 2004. Sterol from six marine sponges. Biochemical Systematics and Ecology32:153-167.

Santoso J, Aryudhani N, Sugeng HS. 2009. Kandungan senyawa fenol rumput laut hijau (Caulerpa racemosa) dan aktivitas antioksidannya. Jurnal Kelautan Nasional2:109-118.

Tang HF, Yi HY, Li L, Sun Peng, Zhou DZ, Liu BS. 2005. Three new asterosaponins from the starfish Culcita novaeguinae and their bioactivity. Planta Medium 71:458-463.

Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wang W, Famei L, Jongki H, Chong-Ok L, Hee YC, Kwang SI, and Jee HJ. 2003. Four new saponins from the starfish Certonardoa semiregularis. Chemical Pharmacology Bulletin51(4):435-439.

Winarno FG. 2008.Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Witjaksono HT. 2005. Komposisi kimia ekstrak dan minyak dari lintah laut (Discodoris boholensis) [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Wiyanto DB. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Kappaphycus alvareziidanEuhema denticullatumterhadap bakteri Aeromonas hydrophila danVibrio harveyii.Jurnal Kelautan3(1):1-17.

Lampiran 1 Bentuk bintang lautCulcitasp. yang utuh dan bintang laut Culcitasp. berupa tepung.

Lampiran 2 Perhitungan rendemen bintang lautCulcitasp. Berat awal bintang laut: 697,7 gram

Berat setelah menjadi tepung: 213,5 gram

Lampiran 3 Data ekstrak kasar bintang lautCulcitasp.

Jenis pelarut

Berat sampel Berat sampel Hasil persentasi sebelum diekstraksi (gram) setelah diekstraksi (gram) rendemen (%) Heksana 50 1,03 2,06 Etil Asetat 50 0,09 0,19 Metanol Bertingkat 50 4,19 8,38 Metanol Tunggal 10 0,65 6,55

(a) ekstrak n-heksan

(c) ekstrak metanol bertingkat

(d) ekstrak metanol tunggal

Lampiran 4 Perhitungan pembuatan larutan stock dan pengencerannya a. DPPH 0,001 M sebanyak 20 mL (Mr = 394 g/mol)

DPPH sebanyak 0,0097 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 20 mL. b. Standar BHT 8 ppm sebanyak 50 mL

Stok BHT 8 ppm

= 0,4 mg = 0,0004 g

BHT sebanyak 0,0008 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 mL. ●BHT 2 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 2 ppm = V2 x 8 ppm

5 mL BHT 8 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●BHT 4 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 4 ppm = V2 x 8 ppm

10 mL BHT 8 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●BHT 6 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

15 mL BHT 8 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●BHT 8 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 8 ppm = V2 x 8 ppm

20 mL BHT 8 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. c. Larutan ekstrak 1000 ppm sebanyak 50 mL

Stok ekstrak 1000 ppm

= 50 mg = 0,05 g

Ekstrak sebanyak 0,05 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 mL. ●Ekstrak 200 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 200 ppm = V2 x 1000 ppm =

4 mL ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●Ekstrak 400 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 400 ppm = V2 x 1000 ppm =

8 mL ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●Ekstrak 600 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 600 ppm = V2 x 1000 ppm =

12 mL ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 20 mL. ●Ekstrak 800 ppm = V1 x M1 = V2 x M2

= 20 ml x 800 ppm = V2 x 1000 ppm =

Lampiran 5 Perhitungan persen inhibisi dan IC50

a. Persen inhibisi dan IC50 pada BHT, asam askorbat, α-tokoferol, dan β-karoten

Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi

Persamaan Regresi Linear IC50 (ppm) (ppm) Blanko 0 0,942 BHT 2 0,709 24,734 y = 8,837x + 0,530 5,59 4 0,683 27,494 6 0,464 50,743 8 0,227 75,902 Asam Askorbat 2 0,704 25,265 y = 12,16x + 3,556 49,71 4 0,462 50,955 6 0,124 86,836 8 0,053 94,373 Alfa-tokoferol 2 14,225 0,808 y = 5,493x + 2,441 49,55 4 22,399 0,731 6 37,048 0,593 8 45,966 0,509 Beta-Karoten 2 6,051 0,885 y = 1,077x + 3,821 46,45 4 7,431 0,872 6 11,464 0,834 8 11,889 0,830

b. Persen inhibisi dan IC50pada masing-masing ekstrak kasar bintang laut

Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi

Persamaan Regresi Linear IC50 (ppm) (ppm) Blanko 0 0,942 Heksan 200 0,769 18,365 y = 0,011x + 0,996 3074 400 0,753 20,063 600 0,733 22,186 800 0,712 24,416 Etil Asetat 200 0,763 19,002 y = 0,062x + 8,455 670 400 0,654 30,605 600 0,550 41,613 800 0,455 51,698

Sampel Konsentrasi Absorbansi % Inhibisi Persamaan Regresi Linear IC50 (ppm) (ppm) Blanko 0 0,942 Metanol Bertingkat 200 0,755 19,851 y = 0,031x + 15,28 1120 400 0,696 26,114 600 0,613 34,925 800 0,610 35,244 Metanol Tunggal 200 0,721 23,46 y = 0,057x + 13,48 641 400 0,635 32,59 600 0,511 45,753 800 0,447 52,547

Lampiran 6 Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman DPPH

Ekstrak heksana + DPPH 1 mM Ekstrak etil asetat + DPPH 1 mM

Lampiran 7 Gambar-gambar selama proses ekstraksi

Proses pengadukan denganorbital shaker Proses filtrasi hasil maserasi

Hasil maserasi 24 jam dengan beberapa kali penyaringan

Prosesrotary vacuum evaporator

Dokumen terkait