• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove dan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove dan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit"

Copied!
238
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PESANGGEM MENGENAI HUTAN MANGROVE DAN

PARTISIPASI PESANGGEM DALAM PENGELOLAAN TAMBAK

MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT

IMAM HABIBI ELHAQ I34062055

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

IMAM HABIBI ELHAQ. The Perception of Pesanggem about Mangrove Forest and The Participation of Pesanggem in an Environmental Friendly Mangrove Embankment Empang-Parit Model Management. (Supervised by: ARIF SATRIA).

This research was aimed to: (1) analyze perception of the pesanggem about mangrove forest; (2) analyze participation of the pesanggem in an Environmental Friendly Mangrove Embankment Empang-Parit Model Management; (3) analyze the correlation between perception and participation of pesanggem in mangrove embankment management.

This research has been conducted by using survey method and supported by qualitative method with in-depth interview, observation, and document analysis technique. In addition, a qualitative method aimed to gain in-depth understanding related to the data which has been obtained from quantitative method.

The result shows that most of the pesanggem has positif perception about mangrove forest ecosystem and ecology function of mangrove forest. Most of the pesanggem has negative perception about social-economy function of mangrove forest. Most of the pesanggem has low level participation in planning phase and monitoring phase. Most of the pesanggem has high level participation in implementation phase and benefitted phase.

(3)

iii

RINGKASAN

IMAM HABIBI ELHAQ. PERSEPSI PESANGGEM MENGENAI HUTAN

MANGROVE DAN PARTISIPASI PESANGGEM DALAM PENGELOLAAN TAMBAK MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT. (di bawah bimbingan ARIF SATRIA)

Partisipasi masyarakat erat kaitannya dengan persepsi masyarakat itu sendiri. Rakhmat (2007) dalam Puspasari (2010) mengemukakan bahwa perilaku seseorang merupakan tindakan yang dipengaruhi persepsi sehingga persepsi bukan saja suatu proses pemahaman tentang tindakan seseorang tetapi juga memahami motif tindakannya. Jika mengacu pada definisi partisipasi menurut Slamet (2003), maka partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Oleh karena itu, persepsi pesanggem (penggarap tambak) terhadap hutan mangrove perlu dikaji untuk dilihat hubungannya dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan. Jika persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove sudah salah maka keikusertaan mereka dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan empang-parit diduga juga akan kurang. Hal ini karena tujuan utama pengelolaan tambak ramah lingkungan adalah menuju suatu tegakan hutan yang berbasis ekosistem, yaitu suatu kondisi hutan yang memiliki manfaat baik secara ekonomi, ekologi, maupun sosial.

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk: (1) menganalisis persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove; (2) menganalisis partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit; dan (3) menganalisis hubungan persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove terhadap partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit.

(4)

iv

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis korelasi. Analisis deskriptif (analisis univariate) sebagai analisis pendahuluan yang dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel pada sampel penelitian (Gulö, 2002: 140). Analisis korelasi dibutuhkan untuk melihat hubungan korelasi antara variabel yang diteliti. Tipe data dari masing- masing variabel penelitian adalah data ordinal sehingga analisa korelasi yang digunakan adalah rank spearman.

Hasil penelitian mengenai persepsi sebagian besar responden (97,14 persen) memiliki persepsi positif mengenai ekosistem hutan mangrove. Hal ini karena responden memang telah mengenal baik ekosistem hutan mangrove yang telah menjadi lingkungan mereka selama bertahun-tahun. Sebagian besar responden (97,14 persen) memiliki persepsi positif mengenai fungsi ekologi hutan mangrove. Hal ini karena responden telah merasakan manfaat langsung dari hutan mangrove yang dapat mencegah bencana alam dan dapat menciptakan iklim mikro di wilayah sekitarnya. Sebagian besar responden memiliki persep si negatif (74,29 persen) mengenai fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove. Hal ini karena responden belum memahami dengan benar fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove atau memang tidak ditemukan teknologi yang memadai di wilayah Desa Sedari agar mendapatkan keuntungan sosial-ekonomi yang maksimal dari hutan mangrove.

(5)

v

(6)

PERSEPSI PESANGGEM MENGENAI HUTAN MANGROVE DAN

PARTISIPASI PESANGGEM DALAM PENGELOLAAN TAMBAK

MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT

Imam Habibi Elhaq

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Imam Habibi Elhaq Nomor Mahasiswa : I34062055

Judul : Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi Pesanggem dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit.

dapat diterima sebagai bagian persyaratan kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Arif Satria, SP, M.Si NIP. 19710917 199702 1 003

Mengetahui,

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua

Dr. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198 103 1 003

(8)

PERN YATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PERSEPSI PESANGGEM MENGENAI HUTAN MANGROVE DAN

PAR TISIPASI PESANGGEM DALAM PENGELOLAAN TAMBAK

MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT”

BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN MANAPUN. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK/LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2011

Imam Habibi Elhaq I34062055

(9)

RIWAYAT HIDUP

Imam Habibi Elhaq dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juni 1988. Anak keempat dari empat bersaudara. Pendidikan yang ditempuh adalah taman kanak-kanak selama dua tahun di TK Islam Bhakti 1, sekolah dasar selama enam tahun di SDN Rawa Tembaga 1, sekolah menengah pertama selama tiga tahun di SLTPN 1 Bekasi, sekolah menengah atas selama tiga tahun di SMAN 1 Bekasi. Masuk universitas pada tahun 2006 ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah tingkat perta ma menempuh Tingkat Persiapan Bersama (TPB), pada tahun 2007 masuk ke Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) Fakultas Ekologi Manusia (FEMa).

Prestasi yang pernah diraih adalah Juara III Lomba Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (LMP-IPA) tingkat sekolah dasar se-Kabupaten Bekasi. Second Runner-up IEC 1 Bekasi Best Student pada tahun 2005. Juara 1 Tim Lomba Paper Comic tentang Strategi Pemasaran Produk CDMA dan GSM di Indonesia tingkat universitas nasional pada tahun 2009. Lolos seleksi pemberian dana hibah Dikti satu Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengembangan Masyarakat (PKM-M) tahun 2010 dan tiga Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K) tahun 2010.

Mulai aktif berorganisasi semenjak duduk di bangku kuliah. Aktif dalam Forum Syiar Islam FEMa (FORSIA) sebagai ketua Divisi Info dan Komunikasi pada tahun 2007. Aktif dalam Unit Kebun Mahasiswa Bidang Tanaman Obat Eco-Agrifarma sebagai ketua umum pada tahun 2008 dan sebagai Steering Committee (SC) Unit Kebun Mahasiswa Bidang Tanaman Obat Eco-Agrifarma pada tahun 2009. Selain itu, juga memiliki pengalaman kerja menjadi Asisten Dosen Mata Kuliah Komunikasi Bisnis selama satu tahun pada tahun ajaran 2009/2010.

(10)

KATA PENGAN TAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan ridlho dan rahmat-Nya kepada Penulis. Berkat izin-Nya lah Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi

Pesanggem dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit” dengan baik.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pesanggem di Desa Sedari mengenai hutan mangrove, mengetahui partisipasi pesanggem di Desa Sedari dalam pengelolaan tambak mangrove model empang-parit, serta menganalisis hubungan antara persepsi pesanggem di Desa Sedari mengenai hutan mangrove dengan partisipasi pesanggem di Desa Sedari dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit.

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri (juga kalangan akademis lainnya), masyarakat Desa Sedari (khususnya anggota LMDH Mina Wana Lestari), serta Pemerintah (khususnya Perum Perhutani). Kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk mengetahui kekurangan dari skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya sehingga bidang keilmuan di Indonesia semakin berkembang.

Bogor, Januari 2011

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Begitu pula dengan skripsi

yang berjudul “Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi

Pesanggem dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit”, dengan kehendak-Nya lah goresan tinta kecil di atas kertas menjadi sebuah karya tulis yang baik dan insya Allah bermanfaat bagi semua pihak.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Tidak bedanya dengan Penulis yang merupakan manusia biasa sehingga dalam proses pembuatan skripsi ini tentunya melibatkan orang lain yang dengan ikhlas membantu Penulis agar skripsi ini selesai dengan baik.

Kesempatan kali ini Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Edy Wahyono A.R. dan Ibunda Eka Sambudiyatmi yang telah merawat dan mendidik Penulis sehingga menjadi insan yang insya Allah berguna bagi nusa, bangsa, dan agama.

2. Dr. Arif Satria, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan sungguh-sungguh untuk membimbing Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dosen penguji utama dalam sidang skripsi. 4. Dosen penguji perwakilan departemen.

5. Dr. Ekawati S. Wahyuni sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu Penulis apabila mendapat masalah di bidang akademik.

6. Siti Sugiah Mugniesyah, MS atas kesediaannya berdiskusi dengan Penulis.

7. Dr. Herien atas kesediannya berdiskusi dengan Penulis mengenai metode penelitian.

8. Dr. Nurmala K. Pandjaitan yang telah bersedia berdiskusi dengan Penulis.

(12)

xii

10.LPP Mangrove yang telah memberikan literatur berharga bagi penelitian ini.

11.KPH Purwakarta Perum Perhutani yang telah memberikan izin penelitian kepada Penulis serta memudahkan dalam administrasi.

12.Bapak Wajan selaku Ketua LMDH Mina Wana Letari yang telah sabar dan ikhlas menyediakan tempat tinggal bagi Penulis dan menemani pada saat di lapang.

13.Ibu Jami, Komar, Epul, Wida, Bom-bom, Bim-bim, Rudi yang telah rela berbagi tempat tinggal dengan Penulis dan membantu Penulis dalam penelitian di lapang.

14.Bapak Yayan (Asper Perhutani), Pak Surya, Pak Iman, Mas OP dan Mas Wahyu, serta staf Perhutani lainnya yang telah memudahkan Penulis untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan penelitian.

15. Ibu Rosmilah Amd. (Kepala Desa Sedari), Pak Bisri (Sekretaris Desa), Pak Agus (Seksi Keamanan LMDH), Pak Karja (Wakil Ketua LMDH), Pak Caslam (Ketua RT) beserta keluarga yang telah memberikan izin dan mempermudah Penulis melakukan penelitian.

16.Seluruh pesanggem yang tergabung dalam LMDH Mina Wana Lestari dan seluruh masyarakat Desa Sedari atas waktu dan tenaga yang dikorbankan untuk memberikan informasi kepada Penulis.

17.Bapak Waskam beserta keluarga yang telah membantu Penulis pada saat mencari lokasi penelitian.

18.Mba Intan Sari Rahayu, Mba Indah Amalia, Mba Insun Sakina, Mas Kamal, Mas Firman, dan Mas Budi yang telah menjadi kakak yang baik serta selalu mendukung Penulis agar segera menyelesaikan skripsi. 19.Hesti Amalia yang telah menemani Penulis dalam suka dan duka, setia,

dan sabar memotivasi Penulis agar menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

20.Mba Ughie, Mba Dian, serta teman-teman Hesti lain yang telah memotivasi Penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.

(13)

xiii

22.Mba Tika IKK 42 yang telah membantu Penulis dalam analisa data. 23.Fiqy, Yadin, Aab, Ryan, Pi’i, Mahesa, Budi, Ka Heri, Ka Dodi, serta

penghuni Kosan Gizi Abadi lain yang telah menjadi teman yang baik bagi Penulis.

24.Surya Amri dan Triaji yang telah membantu Penulis dalam mencari lokasi penelitian serta personil band “Kisanak” lainnya (Haris dan Mpay) yang telah menjadi teman yang baik bagi Penulis.

25.Niaw dan Ria yang telah menjadi teman yang baik, berbagi suka, dan duka sesama bimbingan.

26.Come, Molen, Dewi, Asri, Aero, Demul, Irfan, Suzyant, Rainaldy, Bedhil, Ani, Azis “and the Gank”, serta teman-teman KPM 43 lain yang telah menghabiskan waktu bersama Penulis selama kurang lebih 4 tahun di IPB.

(14)

DAFTAR ISI

2.1 Pengertian Persepsi ...8

2.2 Organisasi Persepsi ...8

2.3 Persepsi Sebagai Proses Pengambilan Keputusan dan Tindakan.. ..9

2.4 Definisi Mangrove ...11

2.5 Fungsi Mangrove ...12

2.6 Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan (Sylvofishery) Model Empang-Parit ...13

2.7 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mina Wana Lestari ...14

2.8 Pengertian Partisipasi...15

2.9 Bentuk-bentuk Tahapan Partisipasi dalam Praktek ...17

2.10 Hubungan Persepsi dan Partisipasi ...19

2.11 Kerangka Pemikiran ...20

2.12 Hipotesis Penelitian ...21

2.13 Definisi Operasional ...21

BAB III PENDEKATAN LAPANG...27

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...27

3.2 Tipe penelitian ...27

3.3 Metode Penelitian ...28

3.4 Teknik Penentuan Responden dan Informan ...28

3.5 Metode Pengumpulan Data...30

3.6 Teknik Analisis Data ...31

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...33

4.1 Keadaan Wilayah ...33

4.2 Kondisi Geografis Desa ...34

(15)

xv

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN ...38

5.1 Jenis Kelamin Responden ...38

5.2 Usia Responden ...39

5.3 Pendidikan Responden ...39

5.4 Pekerjaan Responden ...40

5.5 Kelas Tambak Responden ...41

5.6 Luas Tambak Responden ...42

BAB VI PERSEPSI RESPONDEN MENGENAI HUTAN MANGROVE...43

6.1 Deskripsi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove...43

6.2 Deskripsi Persepsi Responden Mengenai Fungsi Ekologi Hutan Mangrove ...45

6.3 Deskripsi Persepsi Responden Mengenai Fungsi Sosial-ekonomi Hutan Mangrove...47

6.4 Deskripsi Persepsi Responden Mengenai Hutan Mangrove Secara Keseluruhan...51

BAB VII PARTISIPASI RESPONDEN DALAM PENGELOLAAN TAMBAK MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT...54

7.1 Deskripsi Tahap Perencanaan Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit...54

7.2 Deskripsi Tahap Pelaksanaan Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit...58

7.3 Deskripsi Tahap Monitoring/Evaluasi Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit ...63

7.4 Deskripsi Tahap Menikmati Hasil Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit ...65

(16)

xvi

BAB VIII HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI RESPONDEN MENGENAI HUTAN MANGROVE DENGAN PARTISIPASI RESPONDEN DALAM PENGELOLAAN TAMBAK MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL EMPANG-PARIT ...72 8.1 Hubungan Persepsi Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove

dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Tahap Perencanaan ...73 8.2 Hubungan Persepsi Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove

dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Tahap Pelaksanaan ...74 8.3 Hubungan Persepsi Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove

dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Tahap Monitoring ...75 8.4 Hubungan Persepsi Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove

dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Tahap Menikmati Hasil...76 8.5 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Ekologi Hutan

Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak

Mangrove Tahap Perencanaan ...77 8.6 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Ekologi Hutan

Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak

Mangrove Tahap Pelaksanaan ...79 8.7 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Ekologi Hutan

Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak

Mangrove Tahap Monitoring ...80 8.8 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Ekologi Hutan

Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak

Mangrove Tahap Menikmati Hasil ...81 8.9 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Sosial Ekonomi

Hutan Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan

Tambak Mangrove Tahap Perencanaan ...82 8.10 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Sosial Ekonomi

Hutan Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan

Tambak Mangrove Tahap Pelaksanaan ...83 8.11 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Sosial Ekonomi

Hutan Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan

Tambak Mangrove Tahap Monitoring ...84 8.12 Hubungan Persepsi Mengenai Fungsi Sosial Ekonomi

Hutan Mangrove dengan Partisipasi dalam Pengelolaan

(17)

xvii

BAB IX ANALISIS KEPENTINGAN PENGELOLAAN TAMBAK MANGROVE RAMAH LINGKUNGAN MODEL

EMPANG-PARIT...88

BAB X KESIMPULAN DAN SARAN... 95

9.1 Kesimpulan...95

9.2 Saran...97

DAFTAR PUSTAKA...99

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fungsi Ekologi dan Fungsi Sosial-Ekonomi Hutan Mangrove ...12

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Persepsi Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit...22

Tabel 3. Metode Pengumpulan Data Penelitian ...31

Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 ...33

Tabel 5. Orbitasi di Wilayah Desa Sedari Tahun 2009 ...34

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sedari Tahun 2009 ...35

Tabel 7. Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Sedari Tahun 2009 ...37

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove ...43

Tabel 9. Nilai Rataan Skor Indikator Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove ...44

Tabel 10. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Fungsi Ekologi Hutan Mangrove ...46

Tabel 11. Nilai Rataan Skor Indikator Persepsi Responden Mengenai Fungsi Ekologi Hutan Mangrove...46

Tabel 12. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Fungsi Sosial-ekonomi Hutan Mangrove ...47

Tabel 13. Nilai Rataan Skor Indikator Persepsi Responden Mengenai Fungsi Sosial-ekonomi Hutan Mangrove ...49

Tabel 14. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Hutan Mangrove ...51

Tabel 15. Frekuensi Partisipasi Responden dalam Tahap Perencanaan Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit ...55

Tabel 16. Nilai Rataan Skor Indikator Partisipasi Responden dalam Tahap Perencanaan Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit ...56

Tabel 17. Frekuensi Partisipasi Responden dalam Tahap Pelaksanaan Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang Parit...58

Tabel 18. Nilai Rataan Skor Indikator Partisipasi Responden dalam Tahap Pelaksanaan Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit ...60

Tabel 19. Frekuensi Partisipasi Responden dalam Tahap Monitoring/Evaluasi Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit...63

(19)

xix

Tabel 21. Frekuensi Partisipasi Responden dalam Tahap Menikmati Hasil Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model

Empang-Parit... 65 Tabel 22. Nilai Rataan Skor Indikator Partisipasi Responden dalam Tahap

Menikmati Hasil Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah

Lingkungan Model Empang-Parit ...66 Tabel 23. Frekuensi Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Tambak

Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit...67 Tabel 24. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Ekosistem Mangrove dan Partisipasi Tahap Perencanaan...74 Tabel 25. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Ekosistem Mangrove dan Partisipasi Tahap Pelaksanaan ...75 Tabel 26. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Ekosistem Mangrove dan Partisipasi Tahap Monitoring...76 Tabel 27. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Ekosistem Mangrove dan Partisipasi Tahap Menikmati Hasil ...77 Tabel 28. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Ekologi Mangrove dan Partisipasi Tahap Perencanaan...78 Tabel 29. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Ekologi Mangrove dan Partisipasi Tahap Pelaksanaan ...79 Tabel 30. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Ekologi Mangrove dan Partisipasi Tahap Monitoring ...80 Tabel 31. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Ekologi Mangrove dan Partisipasi Tahap Menikmati Hasil ...81 Tabel 32. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Sosial Ekonomi Mangrove dan Partisipasi Tahap Perencanaan ...82 Tabel 33. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Sosial Ekonomi Mangrove dan Partisipasi Tahap Pelaksanaan...84 Tabel 34. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

Fungsi Sosial Ekonomi Mangrove dan Partisipasi Tahap Monitoring ...85 Tabel 35. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Persepsi Mengenai

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sketsa Gambar Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan Model

Empang-Parit...13

Gambar 2. Kerangka Pemikiran...20

Gambar 3. Presentase Jenis Kelamin Responden... 38

Gambar 4. Presentase Usia Responden...39

Gambar 5. Presentase Pendidikan Responden...40

Gambar 6. Presentase Pekerjaan Responden...41

Gambar 7. Presentase Kelas Tambak Responden...41

Gambar 8. Presentase Luas Tambak Responden...42

(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian...104

Lampiran 2. Output Analisis SPSS Rank Spearman...111

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian...115

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang dan terluas kedua di dunia, yaitu sekitar lebih dari 95.181 Km panjang1 dan sekitar 3,1 juta km2 luasan. Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. Daerah pesisir sebagian di antaranya masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut (asin), sementara itu sebagian lainnya masih dipe ngaruhi oleh proses alami seperti sedimentasi, aliran air tawar, dan semua kegiatan manusia yang ada di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Hainim, 1996). Terlihat bahwa wilayah pesisir merupakan suatu wilayah hasil pembentukan antara gejala alam dengan campur tangan manusia di dalamnya. Oleh karena itu, perubahan bentuk wilayah pesisir sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia.

Wilayah pesisir baik daerah tropis maupun subtropis pada umumnya merupakan wilayah yang didominasi oleh hutan mangrove (IUCN, 1993). Hutan mangrove merupakan hutan tropis yang umumnya terdapat di sepanjang wilayah pesisir yang terlindung dari gempuran ombak, pantai yang datar/landai dan di sekitar muara sungai yang besar (Witjaksono, 2002).

Ironisnya, luas hutan mangrove yang merupakan sumberdaya pesisir dominan di wilayah Indonesia semakin berkurang. Sekitar tahun 1982-1993 terjadi penurunan luas hutan mangrove di Indonesia dari 4 juta hektar menjadi sekitar 2,5 juta hektar (Dahuri, et. al., 1996). Menteri Kehutanan pada acara peresmian Gedung Pusat Informasi Mangrove di Banda Aceh, 15 April 2008, menyebutkan bahwa lebih kurang 70 persen dari 9,4 juta hektar luas potensial hutan mangrove (hutan bakau) di seluruh Indonesia rusak akibat masih banyaknya masyarakat yang belum paham tentang pentingnya ekosistem mangrove. Konversi lahan mangrove untuk areal tambak, pertanian dan pemukiman, serta pelebaran

(23)

2

jalan telah menyebabkan luas areal hutan mangrove terus berkurang.2 Dapat dilihat bahwa penurunan luas hutan mangrove tersebut bukanlah karena seleksi alam atau gejala alam yang begitu saja terjadi. Kerusakan hutan mangrove tersebut adalah hasil dari kegiatan manusia persis seperti yang dikemukakan Berwick, yaitu kerusakan mangrove akibat dari tebang habis, pembangunan irigasi, konversi menjadi lahan pertanian dan perikanan, pembuangan sampah, pencemaran minyak, serta penambangan mineral (Berwick 1983 dalam Dahuri et.al., 1996). Penurunan luasan mangrove di Indonesia terutama diakibatkan oleh kegiatan konversi mangrove menjadi pertambakan.3

Sementara itu tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan penduduk yang semakin pesat menyebabkan persaingan manusia dalam memperoleh kebutuhan hidup. Konversi mangrove menjadi pertambakan merupakan salah satu jalan pintas yang dilakukan masyarakat untuk memperoleh penghasilan yang besar. Hasil penelitian Witjaksono (2002) di pesisir Teluk Kendari menyatakan bahwa memang konversi mangrove terutama untuk pertanian serta pertambakan udang dan ikan memiliki keuntungan ekonomi yang jauh lebih besar dibandingkan pemanfaatan mangrove itu sendiri (misalnya untuk dimanfaatkan kayunya) bagi masyarakat setempat. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk mengkonversi hutan mangrove untuk diusahakan kegiatan pertanian dan pertambakan mengingat faktor penyebab lain juga mendukung seperti kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang relatif masih lemah dan persepsi yang salah tentang hutan mangrove.

Jika dianalisis lebih dalam, maka profitabilitas konversi mangrove yang besar sebenarnya bersifat jangka pendek. Hal ini karena menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kehutanan Departemen Kehutanan, pengurangan satu hektar hutan mangrove menjadi tambak akan menghasilkan 247 kg ikan/tahun, tetapi akan menyebabkan pengura ngan produksi ikan tangkapan sebanyak 840 kg ikan/tahun. Gambaran tersebut menjelaskan proporsi ekonomis

2

Dia kses dari http://www.men lh.go.id/slhi/slhi2008/ 5_pesisirdanLaut.pdf pada tanggal 20 Oktober 2009 pukul 14:25 WIB.

(24)

3

tertinggi dari mangrove apabila tetap dipertahankan sebagai kawasan lindung.4 Konversi hutan mangrove ke pertambakan memang mendatangkan keuntungan ekonomis secara langsung dalam jangka pendek namun dalam jangka panjang tidak lah demikian karena stok ikan secara keseluruhan dalam ekosistem tersebut per tahunnya akan menurun drastis sehingga pada akhirnya akan sangat merugikan nelayan karena hasil tangkapan ikannya akan berkurang. Belum lagi kerusakan ekologi yang diakibatkan dari hilangnya ekosistem mangrove.5 Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem pengelolaan yang tepat agar hutan mangrove dapat memberikan fungsi ekologi sekaligus fungsi ekonomi dan so sial bagi masyarakat. Dengan kata lain, hutan mangrove tetap ada dan masyarakat dapat mengambil keuntungan ekonomi dan sosial dari hutan mangrove tersebut.

Perum Perhutani6 merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam pengusahaa n ekonomi hasil- hasil hutan. Perum Perhutani menjadi BUMN tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972 dengan wilayah kerja pada awalnya kawasan hutan negara di wilayah Jawa Tengah dan jawa Timur. Selanjutnya, berdasarkan PP Nomor 2 tahun 1978, Kawasan kerjanya diperluas sampai kawasan hutan negara di Provinsi Jawa Barat. Visi dari Perum Perhutani adalah menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, Perum Perhutani berusaha untuk mengelola hutan yang ada di pulau Jawa agar memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat dan negara tanpa merusak ekosistem hutan tersebut. Oleh karena itu salah satu wujud implementasi untuk mencapai visi tersebut, Perum Perhutani memiliki sistem pengelolaan hutan, yaitu Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

PHBM adalah suatu sistem pengelolaan hutan yang melibatkan berbagai stakeholders (pemangku kepentingan) yang ada. Perum Perhutani menjalin kerjasama dalam pengelolaan hutan dengan berbagai pihak yang ada pada suatu wilayah misalnya masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa

4

Dia kses dari http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/ RLPS/ mangrove.htm pada tanggal 20 Oktober 2009 puku l 15:00 WIB.

5

Cooper, Harrison, dan Ra mm., 1995 dalam Murd iyanto, 2003 6

(25)

4

Hutan (LMDH), pemerintah daerah, swasta, dan pihak lain sehingga setiap pihak tersebut mendapat keuntungan tentunya tanpa merusak ekosistem hutan. Sistem ini telah berjalan semenjak tahun 2001 hingga 2007 yang melibatkan kerjasama dengan 5.165 desa hutan atau 95 persen dari total desa hutan di Pulau Jawa dan Madura. Dengan sistem pengelolaan ini, masyarakat desa sekitar hutan mendapat manfaat langsung seperti terciptanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di dalam hutan, serta manfaat dari bagi hasil produksi hutan berupa kayu dan non kayu. Namun dalam perkembangannya, PHBM senantiasa dievaluasi dan ditingkatkan sehingga dengan SKPT 268 Tahun 2007, muncul PHBM Plus sebagai perbaikan dari PHBM.

PHBM Plus menyiratkan suatu perbaikan dari sistem PHBM yang telah berjalan tujuh tahun. Beberapa perbaikan yang dilakukan, yaitu: (1) hubungan Perum Perhutani dengan pemerintah daerah lebih ditingkatkan; (2) Perum Perhutani memiliki pola tanam yang berbeda dengan dulu, yaitu sekarang tidak terbatas pada tanaman pokok perhutani; dan (3) perubahan pola pikir Perum Perhutani, masyarakat, dan stakeholder lain yang terkait dengan pengelolaan hutan, yaitu lebih mengutamakan fungsi ekologi hutan. Tujuan Perum Perhutani menjalin kerjasama dengan LMDH, pemerintah daerah, swasta, dan pihak lain melalui PHBM Plus tersebut yaitu untuk menjadikan hutan memiliki manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial. Hutan mangrove di Indonesia yang kondisinya semakin mengkhawatirkan terutama karena konversi menjadi pertambakan tentunya memerlukan pengelolaan khusus agar ekosistem mangrove tetap terjaga. Oleh karena itu, Perum Perhutani mengusahakan pengelolaan tambak ramah lingkungan yang mengikutsertakan masyarakat di dalamnya.

Pengelolaan tambak ramah lingkungan adalah pengelolaan tambak yang memasukkan aspek lingkungan menjadi bagian dari sistem usaha budidaya itu sendiri, yang diharapkan memberikan keseimbangan antara produksi dan kelestarian lingkungan.7 Teknik budidaya tersebut dikenal dengan istilah silvo fishery yang mempunyai tiga model, yaitu (1) model empang parit di mana areal tumbuh bakau dan tempat pemeliharaan ikan berada dalam satu hamparan.

7

(26)

5

Pengelolaan airnya diatur melalui sebuah pintu yang menghubungkan hamparan kedua saluran air itu; (2) model jalur (pengembangan pola empang parit) yang menambahkan saluran di bagian tengah yang berfungsi sebagai empang; (3) model komplangan yang memisahkan budidaya dengan areal bakau. Tanggul pemisah memiliki dua buah pintu air sebagai penghubung untuk keluar masuk air. Kemudian dari arah areal bakau dibuat saluran pasang surut bebas ke areal pemeliharaan. Pengelolaan tambak ramah lingkungan ini diharapkan menjadi salah satu solusi dari maraknya kerusakan hutan mangrove akibat konversi menjadi pertambakan. Masyarakat tidak kehilangan mata pencaharian namun mereka juga memiliki tanggung jawab untuk memelihara mangrove.

Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Mina Wana Lestari” merupakan LMDH yang terbentuk di Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang yang aktif melakukan pengelolaan tambak ramah lingkungan. Namun dalam perjalanannya, ternyata tanaman hutan payau yang ditanam banyak yang tidak terpelihara. Tanaman tersebut seringkali hilang dan mati sehingga pihak Perum Perhutani sering harus menyulam kembali tanaman tersebut. Ketua LMDH “Mina Wana Lestari” mengatakan bahwa anggota LMDH (pesanggem) banyak yang partisipasinya sangat kurang dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan ini. Mereka cenderung hanya ingin memetik hasil dari tambak tanpa memelihara tanaman hutan payau karena tanaman tersebut dianggap mengganggu bagi pengelolaan tambak.

(27)

6

Sementara itu, partisipasi masyarakat erat kaitannya dengan persepsi masyarakat itu sendiri. Rakhmat (2007) dalam Puspasari (2010) mengemukakan bahwa perilaku seseorang merupakan tindakan yang dipengaruhi persepsi sehingga persepsi bukan saja suatu proses pemahaman tentang tindakan seseorang tetapi juga memahami motif tindakannya. Jika mengacu pada definisi partisipasi menurut Slamet (2003), maka partisipasi merupakan suatu bentuk perilaku. Oleh karena itu, persepsi pesanggem (penggarap tambak) terhadap hutan mangrove perlu dikaji untuk dilihat hubungannya dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan. Jika persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove saja sudah salah maka keikusertaan mereka dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan empang-parit diduga juga akan kurang. Hal ini karena tujuan utama dari pengelolaan tambak ramah lingkungan ini adalah menuju suatu tegakan hutan yang berbasis ekosistem, yaitu suatu kondisi hutan yang memiliki manfaat baik secara ekonomi, ekologi, maupun sosial. Tidak hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi saja.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, dirumuskan beberapa perumusan masalah, yaitu:

(1) Bagaimana persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove?

(2) Bagaimana partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit?

(3) Bagaimana hubungan antara persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

(1) Menganalisis persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove.

(28)

7

(3) Menganalisis hubungan persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove terhadap partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah lingkungan model empang-parit.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pembaca maupun peminat studi yang dijadikan topik penulisan untuk menambah informasi sekaligus dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bagi penulisan ilmiah terkait dengan persepsi dan partisipasi:

(1) Kalangan akademis dapat mengetahui persepsi masyarakat mengenai hutan mangrove, mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit, serta mendalami hubungan antara persepsi dengan partisipasi masyarakat.

(2) Kalangan masyarakat (khususnya pesanggem) dapat mengetahui sebenarnya bagaimana persepsi umum mereka terhadap hutan mangrove, mengetahui sejauh mana partisipasi mereka dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan, serta mengungkapkan masalah-masalah dalam pengelolaan tambak ini sehingga diharapkan menjadi bahan masukan bagi pihak yang berwenang dalam program.

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pe rsepsi

Definisi persepsi secara sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Sombowidjojo (1999) mendefinisikan persepsi sebagai pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, penciuman, pendengaran, serta penga laman masa lalu. Setiap individu dapat menafsirkan sesuatu obyek secara berbeda tergantung dari sudut pandang pribadi masing- masing. Hal ini berimpilikasi pada bervariasinya persepsi seseorang terhadap obyek yang sama.

2.2 Organisasi Persepsi

Atkinson et. al. (1983: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita mengorganisasi dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan. Persepsi berupa proses penggabungan stimulus sederhana (sensasi) yang diterima oleh panca indera manusia sehingga stimulus-stimulus tersebut memberikan makna tertentu bagi manusia. Organisasi persepsi adalah suatu contoh bagaimana satu bagian dari sebuah stimulus muncul sehubungan dengan stimulus lain (Atkinson et. al., 1983: 209).

Sarwono (1982) mengemukakan persepsi sebagai kemampuan seseorang untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan, atau dapat dikatakan persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan pengamatan. Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip yaitu:

(1) Wujud dan latar: Obyek-obyek yang kita amati di sekitar kita selalu muncul sebagai wujud dengan hal- hal lainnya sebagai latar.

(30)

9

mengelompokkannya itu akan menentukan bagaimana kita mengamati hal- hal tersebut.

Adanya organisasi persepsi tersebut, dan karena manusia selalu belajar dari pengalaman, maka lambat laun tersusunlah pola pengamatan yang menetap dalam diri kita masing- masing. Dengan adanya ketetapan pola pengamatan ini, sesuatu yang sekarang terlihat sebagai “hitam”, besok juga akan dilihat sebagai “hitam” dan tidak berganti menjadi merah atau hijau. Di lain pihak, organisasi dalam persepsi menyebabkan pula kadang-kadang kita salah menafsirkan obyek yang kita amati.

Pengalaman persepsi kita tidak berdiri sendiri; pengalaman tersebut membentuk dunia benda yang dapat dikenali, benda-benda abadi; sehingga kita akan menjumpai benda yang sama. Kita biasanya menghayati benda yang kita kenal sebagai benda yang permanen dan stabil yang tidak terpengaruh oleh kondisi penerangan, posisi darimana kita melihatnya, atau jaraknya dari kita (Atkinson et. al., 1983: 211).

Persepsi lebih dari suatu proses menafsirkan pesan, persepsi merupakan suatu proses kognitif untuk membentuk suatu pola pengamatan atas berbagai stimulus yang diterima melalui indera manusia. Persepsi membentuk suatu pola keajegan dalam diri manusia atas suatu obyek. Apabila kita telah mengenal suatu obyek A berdasarkan stimulus yang diterima dan terbentuk persepsi atas obyek tersebut, maka suatu saat kita menemukan obyek A persepsinya tidak akan berubah kecuali ada sesuatu yang mempengaruhi pola keajegan kita atas obyek A.

2.3 Persepsi Sebagai Proses Pengambilan Keputusan dan Tindakan

(31)

10

Sarwono (2003) juga mengatakan bahwa persepsi bukan hanya bersifat kategorial- inferensial, melainkan juga persepsi bervariasi dapat dipercaya. Di sini lah pentingnya pengambilan keputusan dalam persepsi. Menurut Bruner, persepsi yang paling sederhana pun menuntut suatu pengambilan keputusan. Keputusan menentukan kategori dan kategori menentukan arti. Selanjutnya, keputusan yang satu menyebabkan harus dibuat keputusan yang berikutnya dan yang berikutnya lagi dan seterusnya sehingga kita akan menemukan serangkaian keputusan dalam suatu persepsi. Rangkaian keputusan ini disebut proses pengurungan (bracketing process) di mana terjadi penyempitan kategori secara bertahap sampai pada akhirnya obyek yang dipersepsikan itu mendapatkan tempatnya yang tepat dalam sistem kategori seseorang.

Zimbardo (1975: 232) dalam bukunya mengemukakan bahwa persepsi memberikan suatu makna terhadap hal- hal dan persepsi membuat suatu arahan dalam perilaku orang. Tanpa proses organisasi pada persepsi, kita tidak akan melihat objek, ruang, kejadian-kejadian, gerakan, orang, atau hubungan-hubungan, dan akan mengarahkan kita pada suatu dunia yang tidak bermakna, sensasi-sensasi yang acak.

It is our perceptual processes that enable us to find stability and continuity in a world of constant change. Perception is the ordering principle that gives kaleidoscopic sensory input and meaningful unity to separated elements, making possible an organized direction to our behavior. Without the organizing processes of perception, we would not see objects, space, events, movement, people, or relationships, but would drift through a world of meaningless, random sensations” (Zimbardo, 1975: 232).

(32)

11

dieruskan ke syaraf sensoris, sehingga orang akan menyadari dan memahami stimulus tersebut. Pada akhirnya, orang tersebut melakukan tindakan.

Persepsi merupakan suatu proses dalam pembentukan perilaku karena persepsi merupakan proses kognitif manusia dalam menafsirkan atau mengartikan sesuatu baik berupa obyek fisik maupun obyek sosial. Oleh karena itu, penelitian tentang persepsi penting dilakukan untuk dapat menjelaskan perilaku atau tindakan seseorang.

2.4 Definisi Mangrove

Mangrove didefinisikan menjadi dua konsep. Konsep pertama, yaitu sebagai suatu kesatuan kelompok dari spesies tanaman sepanjang tahun yang berasal dari beberapa famili tumbuhan beserta hubungannya dengan makhluk hidup lain (biotik) dan lingkungannya (abiotik), namun berbagai spesies tumbuhan tersebut memiliki kemiripan karakteristik fisiologis dan kemiripan struktur adaptasi dengan habitatnya. Sementara itu konsep yang kedua, hutan mangrove didefiniskan sebagai suatu kompleks dari komunitas tumbuhan, batas pelindung pantai tropis. Komunitas tumbuhan tersebut umumnya termasuk ke dalam jenis pohon, biasanya spesies dari famili Rhizophoraceae, bersatu dengan pohon lain dan perdu atau semak yang tumbuh dalam daerah pengaruh pasang air laut (IUCN, 1993).

(33)

12

Berdasarkan beberapa definisi mangrove yang telah dikemukakan, mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks. Mangrove terdiri dari berbagai spesies tanaman (pada sebagian besar daerah di Indonesia d idominasi oleh Rhizophora spp. dan Avicennia spp.) yang memiliki sifat khusus yaitu dapat beradaptasi tumbuh pada air asin (laut), fauna, dan organisme lain (seperti jamur dan mikroorganisme) beserta komponen abiotik (seperti udara, air, tanah) dimana satu sama lain berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang memiliki habitat di perbatasan antara wilayah daratan dan lautan (pesisir) sehingga dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Dengan melihat definisi tesebut, mangrove bukanlah hanya berisi sekumpulan tanaman, namun lebih dari itu merupakan suatu ekosistem wilayah pesisir yang memiliki fungsi tertentu.

Tabel 1. Fungsi Ekologi dan Fungsi Sosial- Ekonomi Hutan Mangrove

Fungsi Ekologi Fungsi Sosial-Ekonomi

Sumber: Dik utip dari (Cooper, Harrison, dan Ramm., 1995 dalam Murdiyanto, 2003) dan (Haryadi,

1995)

2.5 Fungsi Mangrove

Fungsi mangrove diklasifikasikan menjadi dua, yaitu fungsi ekologi dan fungsi sosial ekonomi. Tabel 1 memuat fungsi ekologi dan fungsi sosial ekonomi mangrove. Mangrove tidak hanya memiliki fungsi ekologi namun juga fungsi ekonomi walaupun fungsi ekonomi tersebut tidak dapat dirasakan dalam jangka waktu singkat. Hal ini karena profibilitas mangrove yang sangat besar baru dapat dirasakan dalam jangka waktu lama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan satu hektar tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebanyak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap - Melindungi garis pantai dari e rosi, gelo mbang laut,

dan angin topan

- Mempercepat pe mbentukan tanah - Mengendalikan banjir

- Menstabilkan tanah dengan menangkap dan me merangkap endapan materia l dari darat yang terbawa air sungai ke laut

- Sebagai plasma nutfah dan habitat berbagai organisme la in (hewan darat, hewan air, dan mikroorganis me)

- Feeding ground, nursery ground, spawning ground, berbagai hewan terutama larva ikan dan udang

(34)

13

satu hektar hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977)8.

2.6 Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan (Sylvofishery) Model Empang-Parit

Pengelolaan tambak ramah lingkungan (Sylvofishery) model empang-parit9 adalah suatu bentuk pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan, pertanian, dan perikanan dimana bagia n dari andil yang diperuntukkan bagi pemeliharaan ikan (caren) letaknya mengelilingi bagian dari andil yang ditanami tanaman hutan payau (rabak). Dapat dilihat sketsa sylvofishery model empang-parit pada Gambar 1.10

Keterangan Ga mba r:

a. pintu air untuk pe meliharaan ikan

b. saluran air pasang surut bebas untuk hutan

c. empang te mpat peme liha raan ikan lebar ma ksimu m 5 meter

d. areal tegakan hutan dengan pasang surut bebas

e. tanggul

Gambar 1. Sketsa Gambar Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan Model Empang-Parit

8

http://fppb.ubb.ac.id/?Page=artike l_ubb&&Na ma_ menu=&&id=269 dia kses pada 24 Mei 2010 pukul 11.35

9Pasal 2 Bab Pengertian Umu m Naskah Perjanjian Ke rjasa ma Pengelolaan Hutan Bersa ma

Masyarakat Plus (PHBM Plus) antara Peru m Perhutani KPH Purwaka rta dengan Lembaga

Masyarakat Desa Hutan “Mina Wana Lestari” Desa Sedari, Kecamatan CIbuaya, Kabupaten Kara wang Tahun 2007.

(35)

14

Model empang-parit ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) cahaya matahari yang menyinari cukup baik ; (2) biaya penyempurnaan empang parit dapat dilaksanakan secara bertahap setiap pemeliharaan. Sementara itu, beberapa hambatannya adalah pemeliharaan ikan kurang terintegrasi dan lebar parit terbatas sehingga cahaya matahari yang menyinari tidak cukup banyak.

Model empang-parit yang umumnya dikatakan sistem tradisional ini dalam pelaksanaannya kurang disukai oleh petani. Beberapa alasan yang dikemukakan petani pada saat diskusi pelatihan budidaya tambak sistem wanamina pada tanggal 12 November 2006 antara Universitas Lampung (Unila) dengan petani di Desa Margasari11, yaitu:

a) Tambak yang ditumbuhi mangrove pada bagian pelatarannya akan menghilangkan fungsi pelataran sebagai tempat pertukaran oksigen. b) Mangrove yang ada di tambak akan menjadi sarang hama, seperti

biawak, ular, lingsang, burung elang, dan lain- lain.

c) Kawasan budidaya tambak akan menjadi sempit, sehingga mengurangi produksi yang akan dipanen nantinya.

Terlihat bahwa menurut petani model empang-parit kurang menguntungkan secara ekonomi. Kebanyakan petani hanya memikirkan keuntungan ekonomi dari tambak ini tanpa melihat sisi ekologi nya. Padahal tujuan dari pengelolaan tambak ramah lingkungan ini sudahlah jelas tidak hanya keuntungan ekonomi semata tetapi bagaimana mempertahankan tegakan hutan mangrove yang kondisinya semakin mengkhawatirkan.

2.7 Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) “Mina Wana Lestari” LMDH “Mina Wana Lestari” merupakan salah satu LMDH yang aktif melakukan pengelolaan tambak ramah lingkungan. LMDH ini termasuk ke dalam Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH Cikiong), Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Purwakarta, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Perum Perhutani mempercayakan “LMDH Mina Wana Lestari” untuk mengelola petak hutan mangrove seluas 2.840,95 hektar yang menjadi pangkuan Desa Sedari, Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, melalui perjanjian kerjasama PHBM

(36)

15

Plus. LMDH ini telah melakukan kerjasama dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan dengan model empang-parit selama 3 tahun.

Pesanggem didefinisikan sebagai petani yang mengerjakan usahatani dalam kawasan hutan payau yang terkait dalam perjanjian kerjasama dengan Perhutani (Perum Perhutani, 2007). Mereka adalah masyarakat desa-desa di Kecamatan Cibuaya dan Kecamatan Ciwaru yang tergabung dalam LMDH “Mina Wana

Lestari” dan menggarap tambak ramah lingkungan model empang-parit. Para

pesanggem ini memiliki kewajiban untuk memelihara tanaman payau yang ditanam Perhutani di tambak yang dikelola. Mereka juga diwajibkan membayar uang ganti rugi atas tambak yang mereka kelola dengan masa perjanjian selama satu tahun. Setelah itu, mereka harus memperpanjang masa perjanjian dan membayar lagi uang ganti rugi. Uang ganti rugi tersebut berbeda-beda tiap pesanggem tergantung kelasnya. Kriteria penentuan kelas12, yaitu berdasarkan:

a) Kerapatan Tegakan

b) Luas Pengaruh Pasang-surut

c) Lebar parit (5m) dengan memakai pola empang-parit

Sementara itu, kelas klasifikasi pesanggem dalam pengelolaan tambak, yaitu: a) Kelas I = Rp60.400 per ha/tahun

b) Kelas II = Rp77.200 per ha/tahun c) Kelas III = Rp94.000 per ha/tahun d) Kelas IV = Rp144.400 per ha/tahun

2.8 Pengertian Partisipasi

“Participation is a process through which stakeholders influence and share control over development initiatives, decisions, and resources which affect them.13 Participation can take different forms, ranging from information-sharing and consultant methods to mechanisms for collaboration and empowerment that give

12

Berdasarkan hasil wawancara dengan Asisten Perum Perhutani/K BKPH Cikiong pada tanggal 29 Me i 2010

13The World Bank (1994) dalam “Participation and Social Assessment: Tools and

(37)

16

stakeholders more influence and control.14 Participation means involving local people in the development of plans and activities designed to change their lives. In its most development form, participation is continous process of negotiation and decision making that occurs at various levels and with all stakeholders” (Jennings, 2000 dalam Evans et al., 2006).

Partisipasi adalah suatu proses dimana pemangku kepentingan saling mempengaruhi dan berbagi kekuasaan pada inisiatif- inisiatif pembangunan, keputusan-keputusan, dan sumberdaya-sumberdaya yang berpengaruh terhadap mereka. Partisipasi dapat terwujud dalam bentuk-bentuk yang berbeda, dari berbagi informasi dan metode konsultasi hingga mekanisme untuk kolaborasi dan pemberdayaan yang memberikan pemangku kepentingan pengaruh dan kekuasaan yang lebih besar. Partisipasi berarti mengikutsertakan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang dirancang untuk merubah hidup mereka. Dalam banyak bentuk pembangunan, partisipasi adalah proses berkelanjutan pada negosiasi dan pengambilan keputusan yang terjadi pada berbagai tingkatan dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Beberapa definisi partisipasi tersebut pada dasarnya menjelaskan titik utama partisipasi, yaitu: (1) keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh rangkaian kegiatan pembangunan; (2) masyarakat lokal sebagai salah satu pemangku kepentingan (subyek pembangunan), bukan sebagai obyek pembangunan; (3) pemangku kepentingan yang terlibat memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sama; (4) keterlibatan dalam kegiatan pembangunan untuk merubah hidup (memperbaiki kualitas hidup) pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal. Pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pembangunan. Dalam banyak kegiatan pembangunan di Indonesia, pihak-pihak yang terlibat tersebut umumnya adalah pemerintah, swasta, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun dalam penelitian ini, pemangku kepentingan yang teridentifikasi adalah masyarakat (tergabung dalam LMDH) dan pemerintah baik pusat (Perum Perhutani) maupun daerah (Pemerintahan Desa Sedari).

(38)

17

2.9 Bentuk-bentuk Tahapan Partisipasi dalam Praktek

Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dalam setiap tahapan pembangunan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat tidak lagi menjadi obyek pembangunan tetapi menjadi subyek pembangunan, dimana masyarakat berperan aktif menyelesaikan masalahnya sendiri.15 Partisipasi dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan (Pamudji, 1997 dalam Asnawati, 2004), yaitu:

(1) Partisipasi dalam perencanaan kegiatan, yaitu keterlibatan dalam bentuk kehadiran, menyampaikan pendapat, dan pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

(2) Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, yaitu keterlibatan dalam bentuk penyediaan dana, pengadaan sarana, dan berkorban waktu dan tenaga sejak persiapan kegiatan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan kegiatan yang berupa pemeliharaan hasil- hasil kegiatan.

(3) Partisipasi dalam pengendalian kegiatan monitoring, pengawasan, dan evaluasi.

(4) Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan.

Cohen dan Uphoff (1977) dalam Makmur (2005) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

(1) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud di sini adalah pada perencanaan suatu kegiatan.

(2) Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab tahapan ini adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek.

15Buku 1 Intisari “Seminar Nasional K

(39)

18

(3) Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan program selanjutnya.

(4) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

Partisipasi dalam arti sesungguhnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam setiap bentuk tahapan partisipasi, tidak terkecuali masyarakat lokal. Pada kegiatan pembangunan di Indonesia, partisipasi masyarakat cenderung masih rendah karena masih adanya perbedaan sikap antara masyarakat dengan golongan elit (Utomo, 1984). Utomo (1984) mengemukakan bahwa pengertian mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa paling sedikit mencakup dua aspek yang penting, yaitu bahwa peserta partisipasi (masyarakat lokal) seyogyanya turut menentukan dalam pengambilan keputusan dan turut melaksanakannya; walaupun antara golongan elit dan masyarakat bawahan masih terdapat perbedaan sikap dalam menilai kepentingan mengembangkan partisipasi tersebut sebagai berikut:

(1) Ahli dari golongan elit menganggap diri mereka paling tahu dan merasa harus menggurui masyarakat.

(2) Rakyat atau masyarakat golongan bawah belum terbiasa dengan pola hidup moderen, sehingga partisipasi mereka rendah tingkatannya bahkan lebih menunjukkan partisipasi yang tinggi dalam kegiatan ritus kolektif yang tradisionil.

(3) Ada kontradiksi antara usaha mengembangkan partisipasi dengan usaha mencapai target secepat-cepatnya.

(40)

19

2.10 Hubungan Persepsi dan Partisipasi

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, persepsi dan partisipasi memiliki hubungan. Susiatik (1998), Haryanto (2003), Zulfarina (2003), Erwina (2005), dan Kholiq (2009) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa persepsi masyarakat berhubungan positif dengan tingkat partisipasinya. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi dan partisipasi dalam beberapa kegiatan pembangunan memiliki hubungan. Namun, berbeda halnya dengan penelitian Amrijono (1993), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi dan sikap masyarakat dalam menanggapi keberadaan taman lingkungan berkorelasi negatif pada tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan lingkungan. Hal ini menurutnya karena ada variabel luar yang tidak ikut diteliti namun berpengaruh pada partisipasi masyarakat tersebut. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan persepsi dan partisipasi masih perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana kedua konsep ini berhubungan.

Persepsi masyarakat mengenai hutan mangrove perlu dikaji untuk dilihat hubungannya terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit. Hutan mangrove cenderung masih dipersepsikan salah karena hutan mangrove sering diklasifikasikan sebagai lahan kosong yang tidak memiliki manfaat sehingga lebih baik dikonversi menjadi pertambakan (Murdiyanto, 2003). Pemerintah dan masyarakat cenderung tidak memikirkan aspek ekologi dalam mengelola wilayah pesisir. Pemerintah memilik i persepsi terhadap penentuan prioritas penggunaan wilayah pesisir pada kegiatan industri (aspek ekonomi). Sementara itu, masyarakat lebih dominan dalam kegiatan tambak karena aspek sosial dimana tambak merupakan tradisi turun temurun (Sugiarti, 2000) ditambah lagi dengan pemenuhan kebutuhan yang semakin sulit dan udang menjadi primadona pada tahun 1980an sehingga tambak menjadi marak dan yang menjadi korbannya adalah hutan mangrove.

(41)

20

berbasis ekosistem, yaitu kondisi hutan yang memiliki manfaat secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Oleh karena itu, kajian persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove penting dilakukan untuk menjelaskan partisipas i pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis hubungan korelasi antara variabel tersebut.

2.11 Kerangka Pe mikiran

Persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove dalam penelitian ini didefinisikan menjadi tiga, yaitu: (1) persepsi pesanggem mengenai ekosistem hutan mangrove; (2) persepsi pesanggem mengenai fungsi ekologi hutan mangrove; dan (3) persepsi pesanggem mengenai fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove. Masing- masing variabel tersebut dirinci lagi indikator- indikatornya agar dapat diukur dan pada akhirnya dapat menilai apakah persepsi mereka mengenai hutan mangrove adalah negatif atau positif. Persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove ini diduga memiliki hubungan korelasi dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit.

Partisipasi masyarakat dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan (Pamudji, 1997 dalam Asnawati, 2004; Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Makmur, 2005), yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap monitoring/evaluasi; (4) tahap menikmati hasil. Masing- masing bentuk tahapan tersebut dirinci lagi indikator- indikatornya agar dapat diukur dan pada akhirnya

Persepsi Pesanggem Mengenai Hutan

Mangrove

1. Persepsi Mengenai Ekosistem

Hutan Mangr ove

2. Persepsi Mengenai Fungsi

Ek ologi Hutan Mangr ove

3. Persepsi Mengenai Fungsi

(42)

21

dapat menilai apakah partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit adalah rendah atau tinggi. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat tiap tahapan partisipasi berasal dari Naskah perjanjian kerjasama PHBM Plus antara Perum Perhutani KPH Purwakarta dengan LMDH “Mina Wana Lestari” (2007) tentang pelaksanaan pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit.

Persepsi pesanggem mengenai ekosistem hutan mangrove, persepsi pesanggem mengenai fungsi ekologi hutan mangrove, dan persepsi pesanggem mengenai fungsi sosial ekonomi hutan mangrove dilihat hubungan korelasinya dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang parit. Analisis hubungan variabel ini penting dilakukan bagi peningkatan partisipasi pesanggem dalam kegiatan pembangunan yang diadakan Perum Perhutani. Apabila memang berhubungan, maka salah satu usaha yang dapat ditempuh oleh Perum Perhutani agar pesanggem berpartisipasi aktif dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan dan melestarikan mangrove adalah dengan memperbaiki persepsi pesanggem terhadap hutan mangrove. Dengan berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit, yaitu mengikuti setiap bentuk tahapan dengan baik, pesanggem mendapatkan manfaat ganda, yaitu mendapatkan manfaat langsung dari hutan mangrove dan dapat memelihara ikan atau udang di tambak.

2.12 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran pada Gambar 2. yang telah dibuat, penelitian ini memiliki hipotesis: Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi pesanggem mengenai hutan mangrove dengan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak ramah lingkungan model empang-parit.

2.13 Definisi Operasional

(43)

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Persepsi Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit

1. Pe rsepsi Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove

a.Hutan mangrove terdiri dari berbagai spesies tunbuhan.

b.Hutan mangrove terdiri dari berbagai spesies hewan.

c.Hutan mangrove terdiri dari ko mponen abiotik.

Penila ian dan pandangan responden mengenai ekosistem hutan mangrove.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove terdiri dari berbagai spesies tumbuhan yang unik.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove terdiri dari berbagai spesies hewan.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove terdiri dari tanah, air, dan udara yang me miliki fungsi tertentu.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove me miliki habitat hanya di wilayah pesisir.

Penila ian dan pandangan responden mengenai fungsi ekologi hutan mangrove.

Variabel/Indikator Definisi Jumlah Pe rnyataan

(44)

24

f. Feeding ground, nursery ground, spawning ground

a.Hasil kayu-kayu bernilai ekonomi.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove me lindungi garis pantai dari e rosi, gelo mbang laut, dan angin topan.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove me mpe rcepat pembentukan tanah.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove dapat mencegah terjadinya banjir.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove menangkap dan me merangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai ke laut.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove sebagai tempat keanekaraga man hayati bagi berbagai ma khlu k hidup.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove sebagai tempat mencari makan, pe me liharaan, pe mijahan, perlindungan berbagai hewan terutama ikan dan udang.

Penila ian dan pandangan responden mengenai fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove menghasilkan kayu-kayu bernila i e konomi.

Ordina l

Variabel/Indikator Definisi Jumlah Pe rnyataan

(45)

25

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove penghasil bahan baku pembuatan kertas.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove dapat dijadikan te mpat re kreasi.

Penila ian dan pandangan responden bahwa hutan mangrove me rupakan te mpat berke mbang biak benih ikan dan udang yang dapat digunakan untuk benih di ta mbak.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses perencanaan pengelolaan tambak ra mah lingkungan model e mpang -parit .

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan ketua dan pengurus LMDH sebagai le mbaga pengelola tambak ra mah lingkungan tingkat masyarakat.

Tingkat keterlibatan responden dalam perte muan awa l tahun me mbahas naskah perjanjian.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan luas tambak, letak parit, rabak, dan jenis ikan yang dibudidayakan.

Ordina l

Variabel/Indikator Definisi Jumlah Pe rnyataan

2

(46)

26

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan jenis tanaman payau yang ditanam pada rabak.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan waktu pela ksanaan kegiatan pengelolaan tambak.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan sanksi, denda, atau hukuman yang diberikan kepada pesanggem apabila me la kukan pelanggaran.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penentuan sistem bagi hasil antara pesanggem dan Peru m Perhutani.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses pelaksanaan pengelolaan tambak ra mah lingkungan model e mpang -parit .

Tingkat keterlibatan responden dalam proses pemberantasan hama dan penyakit tana man payau.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penyulaman tanaman payau yang mati.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses

pencegahan/pelarangan kepada setiap pihak yang akan me rusak/me mat ikan tanaman payau.

(47)

27

Ke terangan Skala Likert: SS (Sangat Setuju); CS (Cukup Setuju); KS (Kurang Setuju); STS (Sangat Tida k Setuju);

S (Sela lu); Sr (Sering); Jr (Jarang); TP (Tidak Pernah)

Ska la Pengukuran Kategori (Skor)

Variabel/Indikator Definisi Jumlah Pe rnyataan

d. Pe mbayaran bagi hasil

b. Pelaporan masalah-masalah yang terjadi pada pengelolaan

Tingkat keterlibatan responden dalam proses pembayaran bagi hasil kepada Peru m Pe rhutani.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses monitoring/evaluasi pengelolaan tambak ra mah lingkungan model e mpang -parit .

Tingkat keterlibatan responden dalam proses pemantauan jalannya pengelolaan tamba k.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses pelaporan apabila ada masalah-masalah di lapangan berka itan pengelolaan tambak.

Tingkat keterlibatan responden dalam me mberikan krit ik dan saran kepada Perum Pe rhutani sebagai perbaikan pengelolaan tambak.

Tingkat keterlibatan responden dalam proses menikmat i hasil pengelolaan tambak ra mah lingkungan model e mpang -parit .

Tingkat keterlibatan responden dalam proses penerimaan luas lahan garapan sesuai dengan keinginan dan ke ma mpuan mere ka.

Tingkat keterlibatan responden dalam menerima seluruh hasil panen dari tamba k yang dike lola.

Gambar

Gambar 1. Sketsa Gambar Pengelolaan Tambak Ramah Lingkungan Model Empang-Parit
Tabel 2.   Definisi Operasional Variabel Persepsi Mengenai Hutan Mangrove dan Partisipasi dalam Pengelolaan Tambak Mangrove Ramah Lingkungan Model Empang-Parit
Tabel 3. Metode Pengumpulan Data Penelitian
Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terdorong dan distimulasi oleh perkumpulan ini , maka timbul perkumpulan dan persatuan se profesi di Ambon dan Lease seperti diuraikan dalam BAB II. Kegiatan

Alhamdulillah berkat Rahmat dan Karunia Allah, skripsi yang berjudul “Konsep Spiritualitas dalam Mistik Kejawen Studi atas Buku Agama Jawa: Ajaran, Amalan dan Asal-usul Kejawen”

memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Peserta didik tipe guardian sangat patuh kepada guru. Segala pekerjaan yang diberikan kepada guardian dikerjakan

Menurut anrasumber, saat ini kepala prodi belum mengetahui nilai mahasiswa baru pada saat mengikuti SMB Tel-U, sehingga membutuhkan suatu aplikasi untuk membantu

Saling berbagi diantara SDM perpustakaan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berbagi pengetahuan dari hasil seminar/pelatihan/workshop, berbagi cerita dari

Dalam klarifikasi/verifikasi dan pembuktian tersebut diminta agar Saudara membawa dokumen/surat/bukti * bukti otentik (asli/sah beserta copy/salinan) atas

Aturan yang berupa larangan dan sanksi yang diberlakukan dalam Hukum Adat Sasi di Desa Ohoider Tawun sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat desa tersebut

Wawancara secara mendalam ini digunakan peneliti untuk mendapatkan data-data, kesaksian-kesaksian dan informasi yang menyangkut penelitian yang meliputi pembelajaran