AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG YANG MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN MEREK DAGANG YANG SUDAH
TERDAFTAR DITINJAU DARI UU NO.15 TAHUN 2001 (STUDI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SUMATERA
UTARA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
SHABRINA HASMAN NASUTION 090200398
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Akibat Hukum Penggunaan Merek Dagang Yang Memiliki Persamaan Nama Dengan Merek Dagang Yang Sudah Terdaftar Ditinjau Dari UU No.15 Tahun 2001 (Studi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Sumatera Utara)
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh
SHABRINA HASMAN NASUTION 090200398
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
Disetujui oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. H. Hasim Purba, SH. M.Hum Nip.196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof.Dr.Tan Kamelo,SH,MH Puspa MelatiHasibuan,SH,M.Hum Nip. 196204211988031004 Nip. 19680128199403
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji kehadirat Allah SWT atas segala rahmat tak terhingga yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan
kepada kedua orang tua, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG YANG
MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN MEREK DAGANG YANG
SUDAH TERDAFTAR DITINJAU DARI UU NO 15 TAHUN 2001 (STUDI
KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SUMATERA
UTARA).
Setelah sekian lama akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan Pendidikan Program S-1
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Penulis menyadari sebagai
manusia biasa tidak pernah luput dari kesalahan, kekurangan dan kekhilafan, baik
dalam pikiran maupun perbuatan. Berkat bimbingan dari Bapak dan Ibu dosen
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik secara langsung maupun secara
tidak langsung dalam mengasuh serta membimbing penulis sejak masuk bangku
kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini, maka penulis pun dapat menyelesaikan
Dengan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan rasa hormat dan terima
kasih setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam
proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu
DTM&H, Msc(CTM), SpA(K).
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Syafruddin, S.H. M.H. D.F.M. selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Prof.Dr.Tan Kamello, S.H.,MS, selaku Dosen Pembimbing I
penulis yang telah banyak membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Untuk segala nasehat dan bimbingan yang telah
diberikan kepada penulis, penulis ucapkan terima kasih.
8. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II
penulis yang telah sangat membantu penulis dalam penyempurnaan
nasehat dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis, penulis sangat
berterima kasih.
9. Dosen Wali penulis dari semester I sampai terakhir, Bapak Edy Ikhsan,
S.H,M.A
10.Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11.Ayahanda, H. Mangatas Nasution, S.H, M.Kn, dan ibunda Hj. Hasnah
Gultom, S.H yang telah memberikan dukungan, semangat, nasehat kepada
penulis untuk terus menjalani dan menekuni dunia pendidikan. Tidak
mungkin rasanya penulis dapat menjadi seperti sekarang ini tanpa
kesabaran, doa dan restu dari kedua orang tua tersayang.
12.Adik saya, Fadia Naufa Nasution, Indah Ramora Nasution, Izhar
Pinayungan Nasution, yang telah menemani dan menjadi penghibur bagi
penulis.
13.Sepupu, Rizki Wiharni Azhar Lubis S.E, Rina Wahyuni Daulay S.E,
Muhammad Ikram Nasution, Yana Rizki Hidayat Nasution, Husnul
Khatimah Nasution, yang terus mendorong agar penulis cepat
menyelesaikan kuliah.
14.Teman teman tersayang Uci, Emi, Rini, Olivia, Angkatan 27 PMR 001
SMAN 2 Medan, yang telah menemani penulis dalam suka maupun duka
15.Teman-teman stambuk 2009 yang tidak disebutkan satu persatu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dukungan.
16.Demikian kata pengantar ini penulis smapaikan. Akhir kata dengan segala
kekurangan dan keterbatasan penulis berharap semoga tulisan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Februari 2015
Hormat Saya
SHABRINA HASMAN NASUTION
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA : SHABRINA HASMAN NASUTION
NIM : 090200398
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI : AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG
YANG MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN
MEREK DAGANG YANG SUDAH TERDAFTAR
DITINJAU DARI UU NO.15 TAHUN 2001 (STUDI
KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN
HAM SUMATERA UTARA)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
Medan, 2015
SHABRINA HASMAN NASUTION
NIM.090200398
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Metode Penelitian ... 6
F. Keaslian Penulisan ... 10
G. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN 2001 A. Pengertian Merek ... 13
B. Jenis-jenis Merek ... 15
C. Peraturan yang mengatur tentang Merek ... 18
D. Persyaratan pendaftaran Merek ... 28
E. Merek yang tidak didaftar dan harus ditolak pendaftarannya ... 36
BAB III BEBERAPA SEGI HUKUM MENGENAI MEREK DAGANG A. Pengertian Merek Dagang ... 41
B. Ciri atau tanda Merek Dagang ... 43
C. Persyaratan Pendaftaran Merek Dagang ... 52
BAB IV AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG YANG MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN MEREK DAGANG YANG SUDAH TERDAFTAR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001
A. Penyebab penggunaan Merek Dagang yang memiliki persamaan nama
dengan merek dagang yang sudah terdaftar ... 58
B. Akibat hukum penggunaan Merek Dagang yang memiliki persamaan
nama dengan Merek Dagang yang sudah terdaftar ditinjau dari Undang-
undang Nomor 15 tahun 2001 ... 63
C. Upaya penyelesaian Sengketa penggunaan Merek Dagang yang memiliki
persamaan nama dengan Merek Dagang yang sudah terdaftar ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
ABSTRAK
Merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian merek adalah tanda pengenal asal barang atau jasa yang bersangkutan pada produsennya, dengan demikian menggambarkan jaminan kepribadian dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan. Permasalahan terhadap merek dagang asli yang dijiplak oleh perusahaan lain sering sekali terjadi. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa sajakah penyebab terjadinya penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar, apakah akibat hukum dari penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar.
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas hukum.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan beberapa penyebab terjadinya penggunaan suatu merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah pemilik dari merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar terlebih dahulu ingin mencontoh segala sesuatu yang terdapat pada merek dagang yang sudah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, pemilik merek dagang yang nama merek dagangnya sama dengan merek dagang yang sudah terlebih dahulu terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ingin mendompleng ketenaran atau reputasi dari merek dagang tersebut. Adanya keinginan oleh pemilik merek dagang yang memiliki merek dagang yang namanya sama dengan merek dagang yang sudah terdaftar terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk meraih keuntungan yang lebih dengan cara yang tidak baik. Adanya kecerobohan dari pemilik nama merek dagang yang baru yang tidak melakukan penelusuran terlebih dahulu mengenai nama merek dagang yang dimilikinya, apakah sudah ada yang memiliki terlebih dahulu ataukah belum. Apakah sudah pernah didaftarkan atau belum pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Kata Kunci: Merek, Terdaftar, Persamaan nama *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II
Merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian merek adalah tanda pengenal asal barang atau jasa yang bersangkutan pada produsennya, dengan demikian menggambarkan jaminan kepribadian dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan. Permasalahan terhadap merek dagang asli yang dijiplak oleh perusahaan lain sering sekali terjadi. Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apa sajakah penyebab terjadinya penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar, apakah akibat hukum dari penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar.
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas hukum.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan beberapa penyebab terjadinya penggunaan suatu merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah pemilik dari merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar terlebih dahulu ingin mencontoh segala sesuatu yang terdapat pada merek dagang yang sudah terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, pemilik merek dagang yang nama merek dagangnya sama dengan merek dagang yang sudah terlebih dahulu terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ingin mendompleng ketenaran atau reputasi dari merek dagang tersebut. Adanya keinginan oleh pemilik merek dagang yang memiliki merek dagang yang namanya sama dengan merek dagang yang sudah terdaftar terlebih dahulu pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk meraih keuntungan yang lebih dengan cara yang tidak baik. Adanya kecerobohan dari pemilik nama merek dagang yang baru yang tidak melakukan penelusuran terlebih dahulu mengenai nama merek dagang yang dimilikinya, apakah sudah ada yang memiliki terlebih dahulu ataukah belum. Apakah sudah pernah didaftarkan atau belum pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Kata Kunci: Merek, Terdaftar, Persamaan nama *) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II
A. Latar Belakang
Untuk menjadikan suatu merek menjadi terkenal di dalam kehidupan
masyarakat dan mampu menunjukkan jaminan kualitas yang patut diandalkan dan
juga memiliki reputasi produk yang baik tentu tidaklah mudah dan memerlukan
waktu yang cukup lama dengan biaya yang tentu tidaklah sedikit.
Apabila suatu merek menjadi terkenal tentu akan menjadikan merek
tersebut sebagai aset atau kekayaan perusahaan yang penting nilainya. Tetapi di
lain pihak, terkenalnya merek dagang tersebut tentu saja memungkinkan produsen
lain akan menjalankan perilaku bisnis yang berlaku curang untuk “membajak”
atau menirunya.
Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada asing ataupun
lokal, terkenal ataupun tidak terkenal hanya diberikan kepada merek dagang yang
sudah terdaftar.Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan yang
bersifat preventif dan represif.Perlindungan hukum yang bersifat preventif
dilakukan melalui pendaftaran merek.Sedangkan perlindungan hukum yang
bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata
dan atau tuntutan pidana lainnya.
Setiap merek dagang dapat saja mempengaruhi minat konsumen dalam
memilih atau membeli produk yang dibuat pada perusahaan tersebut. Untuk itu
setiap perusahaan dalam memberi nama merek dagang haruslah memikirkan
secara matang terhadap pemasaran produk yang dilakukan agar dapat berjalan
perundang-undangan yang telah mengatur mengenai masalah merek dagang
tersebut.Sehingga permasalahan pelanggaran terhadap hak cipta merek dagang
pun dapat diminimalisir.
Yang dimaksudkan dengan Merek batasannya tercantum di dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yaitu Pasal 1 Angka 1 yang berbunyi
sebagai berikut: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata,
huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa.1
Selanjutnya tanda yang sudah memiliki daya pembeda tersebut tidak dapat
diterima sebagai merek apabila tidak dapat digunakan pada kegiatan perdagangan
barang dan jasa. Karenanya dalam mendaftarkan merek pada kantor merek harus
disebutkan jenis barang yang dimintakan pendaftaran apabila yang dimintakan
pendaftarannya adalah merek dagang. Begitu pula terhadap permintaan barang
atau jasa harus menyebutkan jenis atau jenis jasa yang dimintakan Bertitik tolak pada batasan tersebut, merek pada hakekatnya adalah suatu
tanda.Tetapi agar tanda itu dapat diterima sebagai merek, haruslah memiliki daya
pembeda. Yang dimaksud dengan memiliki daya pembeda adalah memiliki
kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Apabila tanda tersebut
sederhana seperti seperti gambar “sepotong garis” atau tanda yang sumit seperti
“benang kusut” maka tanda tersebut tidak dapat diterima.
1
perlindungannya.Tanpa menyebutkan jenis barang atau jasa pada permintaan
tersebut tidak dapat diterima oleh Kantor Merek.
Merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi suatu
perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian merek adalah tanda pengenal asal
barang atau jasa yang bersangkutan pada produsennya, dengan demikian
menggambarkan jaminan kepribadian dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya
tersebut sewaktu diperdagangkan.
Permasalahan terhadap merek dagang asli yang dijiplak oleh perusahaan
lain sering sekali terjadi. Maka itulah setiap perusahaan yang menerbitkan merek
dagang atas hasil karyanya sendiri harus segera mendaftarkan merek dagangnya
kepada Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar ke depannya
merek dagang yang dimiliki oleh perusahaan tersebut tidak dijiplak oleh
perusahaan lain.
Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis terdorong untuk meneliti dan
menulis skripsi dengan judul AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG YANG MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN MEREK DAGANG YANG SUDAH TERDAFTAR DITINJAU DARI UU NO 15 TAHUN 2001 (STUDI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM SUMATERA UTARA).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas maka
1. Apa sajakah penyebab terjadinya penggunaan merek dagang yang memiliki
persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar ?
2. Apakah akibat hukum dari penggunaan merek dagang yang memiliki
persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ?
3. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa
penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek
dagang yang sudah terdaftar ?
C. Tujuan Penulisan
Dalam rangka penyusunan dan penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan
yang hendak dicapai. Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi
ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya penggunaan merek dagang yang
memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar.
2. Untuk mengetahui akibat hukum dari penggunaan merek dagang yang
memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
3. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan sengketa
penggunaan merek dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek
dagang yang sudah terdaftar.
Dari pembahasan skripsi ini, diharapkan dapat juga memberikan manfaat
yang meliputi antara lain:
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan,
memberikan sumbangan pemikiran, memberikan tambahan dokumentasi bagi
karya tulis, literatur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainnya di dalam
bidang hukum perdata pada umumnya. Secara khusus, skripsi ini juga
diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dari penggunaan merek dagang yang
memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar.
2. Secara Praktis
Penulisan skripsi merupakan bentuk dari latihan dalam menyusun suatu karya
ilmiah meskipun masih sangat sederhana.Pelaksanaan dari hasil penelitian
yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan bagi pengetahuan serta
pengalaman di bidang Hak Kekayaan Intelektual. Skripsi ini ditujukan kepada
kalangan praktisi dan penegak hukum dan juga masyarakat untuk lebih
mengetahui apa saja penyebab dari terjadinya penggunaan nama merek
dagang yang memiliki persamaan nama dengan merek dagang yang sudah
terdaftar pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan juga akibat
yang ditimbulkan dari penggunaan nama merek dagang tersebut serta
memberikan pengetahuan dan juga informasi kepada civitas akademik dan
pemerintah sendiri mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
E. Metode Penelitian
Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai
tujuan tertentu dalam penulisan skripsi. Hal ini untuk menghindari kesan dan juga
penilaian bahwa penulisan skripsi dilakukan dengan cara yang asal-asalan dan
juga tanpa didukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itulah maka dalam
penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis
normatif.Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang membahas
doktrin-doktrin atau asas-asas hukum.2
Untuk metode pendekatan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode pendekatan deskriptif analitis.Metode pendekatan deskriptif analitis
adalah metode pendekatan yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek dari
penelitian.Demikian juga hukum dalam pelaksanaan di kehidupan masyarakat
yang berkenaan dengan objek dari penelitian.3
2. Sumber Data.
Data dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan sumber data yang diperoleh,
yaitu data primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang diperoleh
2
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 12.
3Ibid
oleh peneliti secara langsung dari sumber pertama yaitu individu dan juga
masyarakat.Untuk memperoleh data primer, peneliti melakukan pengumpulan
data secara langsung kepada masyarakat. Misalnya: melalui wawancara,
angket, ataupun juga pengamatan secara partisipatif maupun non partisipatif.
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber yang pertama,
melainkan diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, buku harian, laporan,
makalah, surat kabar, dan lain sebagainya.4
a. Bahan hukum primer, adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Yaitu
dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah yaitu
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang “Merek”. Dan juga
digunakan bahan hukum yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda
yang sampai saat ini masih berlaku di Indonesia yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Di dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang digunakan berupa:
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil kajian terhadap
merek yang berasal dari buku-buku, literatur, makalah-makalah, hasil
penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk serta
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang
4
digunakan. Yaitu: kamus, majalah, surat kabar, internet, serta bahan-bahan
lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data adalah cara atau teknik untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Di dalam penulisan
skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka. Teknik
pengumpulan data dengan cara ini dilakukan dengan cara mengumpulkan
data-data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka. Yaitu Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang “Merek”, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, buku-buku, literatur, makalah, dan lain sebagainya. Selain itu juga
dilakukan wawancara terstruktur dengan pegawai Bapak Jawasmer, SH,
M.Kn, jabatan Kepala Sub Bidang Pelayanan Hukum Umum pada Kantor
Wilayah Hukum Dan Ham Sumatera Utara yang terdapat di Medan.
4. Analisis Data
Penelitian pada penulisan skripsi ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif
adalah penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat di dalam
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, norma-norma yang hidup
dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat serta melihat sinkronisasi
suatu peraturan dengan peraturan lainnya secara bertingkat (hierarki). Teknik
analisis data kualitatif ini tidak membutuhkan populasi dan sampel.Teknik
analisis data kualitatif ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data
sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan penulisan
skripsi.5
5. Penarikan Kesimpulan.
Guna memperjelas hasil dari suatu penelitian, maka akan diberikan penarikan
kesimpulan. Penarikan kesimpulan dimaksudkan untuk menjelaskan hasil dari
analisa dan pengumpulan data yang telah dilakukan.Ada dua jenis dari
penarikan kesimpulan yaitu penarikan kesimpulan secara induktif dan
penarikan kesimpulan secara deduktif.
Proses penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berfikir untuk
menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat khusus. Proses penarikan kesimpulan secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan proses penarikan kesimpulan
secara deduktif adalah proses berpikir dengan menggunakan pola pikir yang
disusun dari dua buah pernyataan serta sebuah kesimpulan. Pada proses
penarikan kesimpulan secara deduktif ini, akan memperhatikan hal-hal khusus
yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat atas adanya suatu pernyataan
umum yang dinyatakan.6
Pada penulisan skripsi mengenai “Akibat Hukum Penggunaan Merek Dagang
Yang Memiliki Persamaan Nama Dengan Merek Dagang Yang Sudah
Terdaftar Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Kantor
5
Zainuddin Ali, op.cit., hlm. 105.
6
Irasaja, Penalaran Deduktif dan Induktif
Wilayah Kementrian Hukum Dan Ham Sumatera Utara”, digunakan penarikan
kesimpulan secara deduktif. Hal ini dikarenakan melihat dan membandingkan
apakah penggunaan nama merek dagang yang dilakukan oleh perusahaan telah
sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur penggunaan nama merek
dagang tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang
“Merek”.
F. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi yang diketahui dan penelusuran kepustakaan yang
telah dilakukan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, penulisan skripsi terkait penggunaan nama merek dagang yang memiliki
persamaan nama dengan merek dagang yang sudah terdaftar belum pernah
dituliskan sebelumnya.
Maka itulah penulisan skripsi dengan judul “Akibat Hukum Penggunaan
Merek Dagang Yang Memiliki Persamaan Nama Dengan Merek Dagang Yang
Sudah Terdaftar Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi
Kantor Wilayah Kementrian Hukum Dan Ham Sumatera Utara”, belum pernah
dituliskan sebelumnya. Dengan demikian, berdasarkan perumusan masalah serta
tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan
bahwa skripsi ini adalah hasil karya yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi
orang lain. Skripsi ini dibuat berdasarkan hasil pemikiran sendiri, referensi dari
buku-buku, makalah-makalah, undang-undang, serta media elektronik seperti
keilmuan yang rasional, jujur, dan terbuka, maka penelitian dan penulisan dari
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, di mana masing-masing bab
dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut secara sistematis dan saling
berkaitan satu sama lain. Urutan singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN.
Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO.15 TAHUN 2001.
Bab ini berisi gambaran umum tentang Pengertian Merek, Jenis-Jenis Merek,
Persyaratan Pendaftaran Merek, Merek Yang Tidak Didaftar Dan Harus Ditolak
Pendaftarannya, serta Prinsip-Prinsip Merek
BAB III: BEBERAPA SEGI HUKUM MENGENAI MEREK DAGANG.
Bab ini berisi tentang Pengertian Dari Merek Dagang, Ciri Atau Tanda Dari
Merek Dagang, Persyaratan Pendaftaran Merek Dagang, dan Prosedur
Pendaftaran Merek Dagang
BAB IV: AKIBAT HUKUM PENGGUNAAN MEREK DAGANG
YANG MEMILIKI PERSAMAAN NAMA DENGAN MEREK DAGANG
NOMOR 15 TAHUN 2001 (STUDI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN
HUKUM DAN HAM SUMATERA UTARA)
Bab ini berisi tentang Penyebab Penggunaan Merek Dagang Yang Memiliki
Persamaan Nama Dengan Merek Dagang Yang Sudah Terdaftar, Akibat Hukum
Penggunaan Merek Dagang Yang Memiliki Persamaan Nama Dengan Merek
Dagang Yang Sudah Terdaftar Ditinjau Dari UU No 15 Tahun 2001, serta Upaya
Penyelesaian Sengketa Penggunaan Merek Dagang Yang Memiliki Persamaan
Nama Dengan Merek Dagang Yang Sudah Terdaftar.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan
jawaban ringkas terhadap permasalahan dalam tulisan ini, dan saran yang
BAB II
KETENTUAN MEREK MENURUT UU NO. 15 TAHUN 2001
A. Pengertian Merek
Yang dimaksudkan dengan merek batasannya tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yaitu Pasal 1 Angka 1 yang berbunyi sebagai
berikut: “merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan daam kegiatan perdagangan barang dan
jasa”.7
1. H.M.N. Purwo Sutjipto,S.H., memberikan rumusan bahwa, “Merek adalah suatu tanda, dengan nama atau benda tertentu yang dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”.
Beberapa sarjana mendefinisikan merek sebagai berikut :
2. Prof. R. Seokardono, S.H, memberikan rumusan bahwa “Merek adalah sebuah tanda dengan mana di pribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan aslinya suatu barang atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain”.
3. Mr. Tirtaamidjaya yang mengutip pendapat dari Prof. Volllmar, memberikan rumusan bahwa, “suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang dibubuhkan di atas barang atau di ats bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya.
4. Drs. Iur Seoryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya, yaitu: “suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya. Oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.
5. Essel R. Dillavou, sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius Daritan, merumuskan seraya memberi komentar bahwa: “Tidak ada defenisi yang lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata
7
di dalam bentuk suatu etiket yang dikutip dan dipakai oleh seseorang pengusaha atau distributor untuk menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah untuk memakainya desain atau trade mark menunjukkan keaslian tetapi sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
6. Harsono Adisumarto, merumuskan bahwa: “Merek adalah tanda pengenal dengan membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan ditempat penggembalaan yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.
7. Philip S. James MA, Sarjana Inggris, menyatakan bahwa: “Merek dagang adalah suatu tanda yang dipakai oleh seorang pengusaha atau pedagang untuk menandakan bahwa suatu bentuk tertentu dari barang-barang kepunyaannya, pengusaha atau pedagang tersebut tidak perlu penghasilan sebenarnya dari barang-barang itu, untuk memberikan kepadanya hak untuk memakai sesuatu merek, cukup memadai jika barang-barang itu ada di tangannya dalam lalu lintas perdagangan8.
B. Jenis-Jenis Merek
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang “Merek” mengatur
tentang jenis-jenis merek, yaitu sebagaimana tercantum di dalam Pasal 1 butir 2
dan 3 menjadi dua jenis merek yaitu: merek dagang dan merek jasa.
Jenis - jenis Merek dapat dibagi menjadi merek dagang, merek jasa, dan
merek kolektif.
1. Merek Dagang.
Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya.
2. Merek Jasa.
8
Adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
3. Merek Kolektif.
Adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik
yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum
secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau hal lainnya.
Disamping jenis merek sebagaimana ditentukan di atas ada juga
pengklasifikasian lain yang didasarkan pada bentuk dan wujudnya. Bentuk atau
wujud merek itu menurut Suryatin dimaksudkan untuk membedakannya dari
barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat
beberapa jenis merek yakni:
1. Merek Lukisan (Beel Mark).
2. Merek Kata (Word Mark).
3. Merek Bentuk (Form Mark).
4. Merek Bunyi-Bunyian (Klank Mark).
5. Merek Judul (Title mark)
Beliau berpendapat bahwa jenis merek yang paling baik untuk Indonesia
adalah merek lukisan. Adapun jenis merek lainnya, terutama merek kata dan
merek judul kurang tepat untuk Indonesia, mengingat bahwa abjad Indonesia tidak
mengenal beberapa huruf ph, sh. Dalam hal ini merek kata dapat juga
menyesatkan masyarakat banyak contohnya: “sphinx”dapat ditulis secara fonetis
Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek ke dalam tiga
jenis yaitu:
1. Merek akta yang terdiri dari kata-kata saja.
Misalnya: Toyota, Suzuki, sebagai merek untuk mobil dan sepeda motor.
2. Merek lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah,
atau setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan.
3. Merek kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali dipergunakan.
Misalnya: merek teh “Bendera” yang terdiri dari lukisan bendera dengan
perkataan dibawahnya “Teh Bendera”.
Lebih lanjut Prof. R. Soekardono, mengemukakan pendapatnya bahwa,
tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan
apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:
1. Cara yang oleh siapa pun mudah dapat dilihat (beel mark).
2. Merek dengan perkataan.
3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.
Disamping itu saat ini dikenal pula merek dalam bentuk tiga dimensi
(three dimensional trademark) seperti merek produk minuman Coca-Cola dan
Kentucky Fried Chicken. Di Australia dan Inggris, defenisi merek telah
berkembang luas dengan mengikutsertakan bentuk dan aspek tampilan produk di
dalamnnya. Di Inggris, perusahaan Coca-Cola telah mendaftarkan bentuk botol
merek sebagai suatu merek.
Perkembangan ini makin mengindikasikan kesulitan membedakan
muncul karena selama ini terdapat perbedaan antara merek dengan barang-barang
yang ditempeli pada merek tersebut.
Menurut acuan selama ini, gambaran produk yang direpresentasikan oleh
bentuk,ukuran dan warna tidaklah dapat dikategorikan sebagai merek. Misalnya,
‘rumah biru kecil’ (small blue house) tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek
karena menggambarkan bentuk rumah.
Kemungkinan untuk mendaftarkan merek dengan mempertimbangkan
bentuk barang telah menjadi bahan pemikiran bagi contoh di atas. Tampilan
produk mungkin juga tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek tapi ini dapat
menjadi bahan perimbangan jika produk lain yang mungkin memiliki tampilan
serupa. Di beberapa negara, suara, bau, dan warna dapat didaftarkan sebagai
merek
C. Peraturan yang Mengatur Tentang Merek
Pengaturan tentang merek di Indonesia mempunyai sejarah perjalanan
yang cukup panjang dengan diberlakukannya peraturan merek pada zaman
pemerintah kolonial sampai sekarang ini dengan beberapa kali mengalami
penyempurnaan dan penggantian sesuai dengan perkembangan di bidang ekonomi
dan perdagangan.
Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia dapat dicatat
bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku Reglement Industriele Eigendom
(RIE) yang dimuat di dalam Staatsblaad.1912 No. 545 Jo Stb. 1913 No.214.9
9
Setelah Indonesia merdeka peraturan ini juga dinyatakan terus berlaku, hal
ini berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Ketentuan ini masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada akhir tahun 1961
ketentuan tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang
“Merek, Perusahaan dan Merek Perniagaan” yang diundangkan pada tanggal 11
Oktober 1961 dan dimuat di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2341 yang mulai berlaku pada bulan November 1961. Kedua
Undang-undang ini (Reglement Industriele Eigendom 1912 dan Undang-Undang
tentang Merek Tahun 1961 mempunyai banyak kesamaan. Perbedaannya hanya
terletak pada antara lain masa berlakunya merek yaitu 10 tahun menurut
Undang-Undang Merek tahun 1961 dan jauh lebih pendek dari Reglement Industriele
Eigendom 1912 yaitu 20 tahun.
Perbedaan lainnya yaitu Undang-Undang Merek Tahun 1961 mengenal
penggolongan barang-barang dalam 35 kelas, penggolongan yang semacam itu
sejalan dengan klasifikasi Internasional berdasarkan Persetujuan Internasional
tentang klasifikasi barang-barang untuk keperluan pendaftaran merek di Nice
(Perancis) pada tahun 1957 yang diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan
penambahan satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan di Indonesia,
pengklasifikasian yang demikiaan ini tidak dikenal dalam Reglement Industriele
Eigendom 1912.
Undang-Undang Merek Tahun 1961 ini ternyata mampu bertahan selama
kurang lebih 31 Tahun, untuk kemudian Undang-Undang ini dengan berbagai
1992 tentang “Merek” yang diundangkan di dalam Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 81 dan penjelasannya dimuat di dalam Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3490 pada tanggal 24 Agustus 1992. Undang-Undang
yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April 1993.
Adapun alasan dicabutnya Undang-Undang Merek Tahun 1961 itu adalah
karena Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa ini ternyata
memang banyak mengalami perubahan- perubahan yang sangat berarti jika
dibanding dengan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961. Antara lain
adalah mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek kolektif, dan sebagainya.
Dalam konsideritas Undang-Undang Merek 1992 itu, dapat dilihat lagi
berbagai alasan tentang pencabutan Undang-Undang Merek Tahun 1961 tersebut
yaitu:
1. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting
bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa.
2. Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.
Alasan lainnya dapat juga dilihat di dalam penjelasan Undang-undang
Merek Tahun 1992, yang menyatakan: Pertama, materi pada Undang-Undang
Nomor21 Tahun 1961 bertolak dari konsep merek yang tumbuh pada masa sekitar
Perang Dunia II. Sebagai akibat dari perkembangan keadaan dan kebutuhan serta
semakin majunya norma dan tatanan niaga, menjadikan konsepsi merek yang
semakin terasa pada saat komunikasi semakin maju dan pola perdagangan
antarbangsa sudah tidak lagi terikat pada batas-batas negara.Keadaan ini
menimbulkan saling ketergantungan antara bangsa baik dalam kebutuhan,
kemampuan maupun kemajuan teknologi dan lain-lainnya yang mendorong
pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk-produk mereka.
Kedua, perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah
menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam
undang-undang ini.
Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961,
Undang-Undang ini menunjukkan perbedaan-perbedaan antara lain:
1. Lingkup pengaturan dibuat seluas mungkin. Untuk itu, judul dipilih yang
sederhana tetapi luwes. Berbeda dari Undang-Undang yang lama, yang
memberi batas pada merek perusahaan dan merek perniagaan yang dari segi
objek hanya mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan
merek jasa sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam
undang-undang ini, maka lingkup merek mencakup baik untuk merek dagang
maupun jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada dasarnya juga
terwujud sebagai merek, telah pula tertampung di dalamnya. Lebih dari itu
dapat pula ditampung pengertian merek lainnya seperti merek kolektif.
Bahkan dalam perkembangan yang akan dating pengguanaan istilah merek
akan dapat pula menampung pengertian lain seperti certification marks,
2. Perubahan dari sistem deklaratif ke sistem konstitutif, karena sistem
konstitutif lebih menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem
deklaratif yang mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang
menggunakan merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian
hukum juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam
undang-undang ini, penggunaan sistem konstitutif yang bertujuan menjamin
kepastian hukum disertai pula dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin
segi-segi keadilan. Jaminan terhadap aspek keadilan nampak antara lain,
pembentukan cabang-cabang kantor merek di daerah, pembentukan komisi
banding merek, dan memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan
yang tidak terbatas melalui Pengadilan Negeri Jakrta Pusat, tetapi juga melalui
Pengadilan Negeri lainnya akan ditetapkan secara bertahap, serta tetap
dimungkinkannya gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, bahkan
dalam masa pengumuman permintaan pendaftaran merek dimungkinkan
pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakan sebagai pemakai
pertam untuk mengajukan keberatan.
3. Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung tertib pemeriksaannya
tidak semata-mata dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal
saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantif, selain itu dalam sistem
yang baru diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu
merek. Pengumuman tersebut bertujuan memberi kesempatan kepada
masyarakat yang berkepentingan dengan permintaan pendaftaran merek
yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga menumbuhkan
keikutsertaan masyarakat. Selanjutnya undang-undang ini mempertegas pula
kemungkinan penghapusan dan pembatalan merek yang telah terdaftar
berdasarkan alasan dan tata cara tertentu
4. Sebagai negara yang ikut serta di dalam Paris Concention for the protection of
industrial Property Tahun 1883, maka undang-undang ini mengatur pula
pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas yang diatur dalam
konvensi tersebut.
5. Undang-Undang ini mengatur juga pengalihan hak atas merek berdasarkan
lisensi yang tidak diatur di dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961.
6. Undang-undang ini mengatur juga tentang sanksi pidana baik untuk tindak
pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun sebagai pelanggaran.
Secara lebih rinci hal-hal yang baru di dalam Undang-Undang Merek
Tahun 1992 dapat dilihat sebagai berikut:
1. Tentang pengertian merek yang sudah disebut secara tegas adalah berbeda
dengan pengertian merek menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961
yang dirancang tegas batasannya dirumuskannya secara tegas.
2. Disamping itu di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diintrodusir
tentang sistem pendaftaran berdasarkan hak prioritas. Sistem ini sama sekali
tidak dikenal dalam Undang-Undang Merek Tahun 1961. Hak prioritas ini
diperlukan karena tentunya bagi pemilik merek sulit apabila diwajibkan secara
simultan mendaftarkan mereknya di seluruh dunia (Pasal 12 dan 13
3. Perbedaan lain adalah di dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 adanya
sistem oposisi (opposition proceeding), sedangkan di dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur pembatalan merek (concelatin
proceeding).
4. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi.
5. Dalam Rancangan Undang-Undang Merek Tahun 1992 kita jumpai pula
tentang merek yang dikenal (know), tidak dikenal (inknown), dan sangat
dikenal (well-known). Namun hal ini kemudian tidak disebut lagi di dalam
Undang-Undang Merek Tahun 1992.
6. Di dalam Undang-Undang Merek dikenal merek jasa, merek dagang, dan
merek kolektif.
Disamping itu ada lain-lain perubahan yang menarik misalnya cara
pemeriksaan dari permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara intensif
subtstantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima suatu
pendaftaran dengan maksud agar supaya khalayak ramai (masyarakat umum)
dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran bersangkutan itu.
Penegasan hak-hak perdata pemilik yang terdaftar dan ketentuan bahwa
tidak ada hak atas merek selain daripada yang terdaftar, adanya sanksi pidana
yang berat di samping kemungkinan-kemungkinan menuntut ganti kerugian
secara perdata, juga soal sistem lisensi yang diakui secara tegas dan diatur pula
pendaftarannya oleh Kantor Merek dan seterusnya. Kemudian juga permintaan
Perubahan-perubahan yang demikian, sudah barang tentu akan membawa
perubahan yang sangat besar dalam tatanan hukum hak atas kekayaan
perindustrian, khususnya hukum merek yang selama bertahun-tahun menguasai
pangsa hukum merek di Indonesia.
Dengan adanya perubahan ini, diharapkan dapat lebih merangsang investor
asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena Indonesia telah memiliki
kepastian hukum dalam pendaftaran mereknya, disamping adanya ancaman
pidana yang berat dan terbukanya peluang untuk tuntutan ganti rugi secara
perdata.
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka diakhirilah era berlakunya
Undang Merek Tahun 1961 untuk kemudian memasuki era
Undang-Undang Merek Tahun 1992.Selanjutnya Tahun 1997 Undang-Undang-Undang-Undang Merek
Tahun 1992 tersebut juga diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1997. Dan pada saat itu tahun 2001 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997
tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dan sebagai gantinya kini adalah
Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001.
Adapun alasan ditertibkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
dapat diuraikan sebagai berikut: salah satu perkembangan yang kuat dan
memperoleh perhatian seksama dalam masa sepuluh tahun ini dan kecendurungan
yang masih akan berlangsung di masa yang akan dating adalah semakin
meluasnya arus globalisasi baik bidang sosial, ekonomi, budaya maupun
telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan
bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.
Era perdagangan global hanya dapat diperahankan jika terdapat iklim
persaingan usaha yang sehat.Di sini merek memegang peranan yang sangat
penting yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang
telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek,
diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang Merek lama, dengan satu
Undang-Undang tentang Merek yang baru.
Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini
dibandingkan dengan undang-undang merek lama antara lain menyangkut proses
penyelesaian permohonan. Dalam Undang-Undang ini pemeriksaan substantif
dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara administratif.
Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya masa pengumuman
tentang adanya permohonan, dengan perubahan ini dimaksudkan agar dapat lebih
cepat diketahui apakah permohonan tersebut disetujui atau ditolak, dan memberi
kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan jangka waktu pengumuman
yang dilaksanakan selama 3 bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman
berdasarkan Undang-Undang Merek lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu
penyelesaian permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Berdasarkan dengan hak Prioritas, dalam undang-undang ini diatur bahwa
apabila pemohon tidak melengkapi bukti penerimaan permohonan yang pertama
kali menimbulkan hak prioritas dalam jangka waktu tiga bulan setelah
berakhirnya hak prioritas.Permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa
tanpamenggunakan hak prioritas.
Hal lain adalah berkenaan dengan ditolaknya permohonan yang
merupakan kerugian bagi pemohon. Untuk itu, perlu pengaturan yang dapat
membantu permohonan untuk mengetahui lebih lanjut alasan penolakan
permohonannya dengan terlebih dahulu memberitahukan kepadanya bahwa
permohonan akan ditolak.
Selain perlindungan terhadap merek dagang dan merek jasa, dalam
undang-undang ini diatur juga perlindungan terhadap indikasi-geografis, yaitu
tanda yang menunjukkan daerah asak suatu barang karena factor lingkungan
geografis, termasuk factor alam atau factor manusia atau kombinasi dari kedua
faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkan. Selain itu juga diatur mengenai indikasi asal.
Selanjutnya, mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan
perekonomian atau dunia usaha, penyelesaian sengketa merek memerlukan badan
peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga sehingga diharapkan sengketa merek
dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.Sejalan dengan itu, harus pula
juga bidang hak kekayaan intelektual lainnya.Adanya peradilan khusus untuk
masalah merek dan bidang-bidang hak kekayaan intelektual lain, juga dikenal di
beberapa bagian negara lain, seperi Thailand. Dalam undang-undang inipun
pemilik merek diberi upaya perlindungan hukum lain, yaitu wujud penetapan
sementara pengadilan untuk melindungi mereknya guna mencegah kerugian yang
lebih besar.
Disamping itu, untuk memberikan kesempatan yang lebih luas dalam
penyelesaian sengketa, dalam undang-undang ini dimuat ketentuan tentang
arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa.Dengan undang-undang ini
terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih
memudahkan masyarakat menggunakannya.Dalam hal ini ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang merek lama, yang substanstifnya tidak diubah, dituangkan
kembali dalam undang-undang ini.
D. Persyaratan Pendaftaran Merek
Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang
ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu
dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang, syarat mutlak yang
harus dipenuhi adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya perbedaan yang
cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa,
sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi
sesuatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi
Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa nyang diproduksi menjadi dapat
dibedakan.
Ada dua system yang dianut dalam pendaftaran merek yaitu sistem
deklaratif dan sistem konstitutif (atributif). Undang-Undang Merek Tahun 2001
dalam sistem pendaftarannya menganut sistem konsitutif, sama dengan
Undang sebelumnya yakni Undang Nomor 19 Tahun 1992 dan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Ini adalah perubahan yang mendasar di dalam
Undang-Undang Merek di Indonesia, yang semula menganut sistem deklaratif.
Secara Internasional menurut Soegondo Soemodiredjo ada dikenal 4
sistem pendaftaran merek yaitu:
1. Pendaftaran merek tanpa pemeriksaan merek terlebih dahulu. Menurut sistem
ini merek yang dimohonkan pendaftarannya segera didaftarkan asal
syarat-syarat permohonannya telh dipenuhi antara lain pembayaran biaya
permohonan yang dipenuhi antara lain pembayaran biaya permohonan,
pemeriksaan dan pendaftaran. Tidak diperiksa apakah merek tersebut
memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan dalam undang-undang, misalnya
tidak diperiksa apakah merek tersebut pada keseluruhannya atau pada
pokoknya ada persamaan dengan merek yang telah didaftarkan untuk barang
sjenis atas nama orang lain. Sistem ini dipergunakan misalnya oleh negara
Perancis, Belgia, Luxemburg, dan Rumania.
2. Pendaftaran dengan pemeriksaan merek terlebih dahulu. sebelum didaftarkan
merek yang bersangkutan terlebih dahulu diperiksa mengenai syarat-syarat
merek yang memenuhi syarat dan tidak mempunyai persamaan pada
keseluruhan atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan untuk
barang sejenis atas nama orang lain dapat didaftarkan.
3. Pendaftaran dengan pengumuman sementara. Sebelum merek yang
bersangkutan didaftarkan, merek itu diumumkan lebih dahulu untuk memberi
kesempatan kepada pihak lain mengajukan keberatan-keberatan tentang
pendaftaran merek tersebut. Sistem ini dianut oleh antara lain negara Spanyol,
Colombia, Brazil, dan Autralia.
4. Pendaftaran merek dengan pemberitahuan terlebih dahulu tentang adanya
merek-merek terdaftar lain yang ada persamaannya. Pemohon pendaftaran
merek diberitahu bahwa mereknya mempunyai persamaan pada keseluruhan
atau pada pokoknya dengan merek yang telah didaftarkan terlebih dahulu
untuk barang sejenis atau nama orang lain. Walaupun demikian, jika pemohon
tetap menghendaki pendaftaran mereknya, maka mereknya itu didaftarkan
juga. Sistem ini misalnya dipakai oleh negara Swiss dan Australia.
Pendaftaran merek dalam hal ini adalah untuk memberikan status bahwa
pendaftar dianggap sebagai pemakai pertama sampai ada orang lain yang
membuktikan sebaliknya. Berbeda dengan sistem deklaratif pada sistem
konstitutif baru akan menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si
pemegang. Oleh karena itu dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan suatu
keharusan.
Dalam sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian
berhak menurut hukum atas merek bersangkutan.Jadi pemakaian pertama yang
menciptakan hak atas merek, bukan pendaftaran.Pendaftaran dianggap hanya
memberikan suatu hak prasangka menurut hukum, dugaan hukum
(rechtsvermoeden) bahwa orang yang mendaftar adalah si pemakai pertam, yaitu
adalah yang berhak atas merek bersangkutan. Tetapi apabila lain orang dapat
membuktikan bahwa ialah yang memakai pertama hak tersebut, maka
pendaftarannya bisa dibatalkan oleh pengadilan dan hal ini sering kali terjadi.
Misalnya dalam perkara “Tancho” yang terkenal, kita saksikan bahwa pendaftaran
yang dilakukan oleh pengusaha Indonesia, karena dianggap sebagai telah
bertindak tidak dengan itikad baik, telah dibatalkan oleh pengadilan.Dinyatakan
bahwa perusahaan Jepang adalah yang sebenarnya pertama-tama memakai merek
tersebut dan yang berhak.Pendaftaran dari pihak pengusaha Indonesia telah
dibatalkan dan dicoret dari Daftar Kantor Merek.Inilah yang dipandang sebagai
kurang memberikan kepastian hukum jika dibandingkan dengan sistem
konstitutif, yaitu bahwa pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek.Siapa
yang pertama mendftarkan dialah yang berhak atas merek dan dialah secara
eksklusif dapat memakai merek tersebut. Orang lain tidak dapat memakainya.
Hak atas merek tidak ada pada pendaftaran.Inilah membawa lebih banyak
kepastian. Karena jika seorang dapat membuktikan ia telah mendaftarkan sesuatu
merek dan mengenai ini dia diberikan suatu Sertifikat Merek yang merupakan
bukti daripada hak miliknya atas sesuatu merek maka orang lain tidak dapat
sama untuk barang-barang yang sejenis pula. Jadi sistem kostitutif ini
memberikan lebih banyak kepastian.
Tentang cara pendaftaran merek di Indonesia menurut UU Merek tahun
2001 diatur dalam pasal 7 dengan mencantumkan:
1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada
Direktorat Jenderal dengan mencantumkan:
a. Tanggal, bulan, dan tahun.
b. Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon.
c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui
kuasa.
d. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur-unsur warna.
e. Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam
permohonan diajukan dengan hak prioritas.
f. Permohonan ditandatangani pemohon atau kuasanya.
g. Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu
orang atau beberapa orang secara bersama, ataupun badan hukum.
h. Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya.
i. Dalam hal permohonan diajukan oleh lebih dari satu pemohon yang
secara bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama
pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai
j. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari pemohon
yang berhak atas merek etrsebut dengan melampirkan persetujuan
tertulis dari para pemohon yang mewakilkan.
k. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan
melalui kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua
pihak yang berhak atas merek tersebut.
l. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat(7) adalah konsultan Hak
Kekayaan Intelektual.
m. Ketentuan mengenai syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual diatur dengan Peraturan
Pemerintah, sedangkan cara pengangkatannya diatur dengan
Keputusan Presiden.
Sedangkan untuk memiliki merek terdaftaryang secara sah dilindungi
undang-undang, kita perlu menempuh prosedur pendaftaran sebagai berikut:
1. Mengisi formulir yang telah disediakan dalam bahasa Indonesia dan diketik
rangkap empat.
2. Lampiri dengan dokumen-dokumen berikut:
a. Surat pernyataan diatas kertas bermaterai Rp 6.000,00 serta ditandatangani
oleh pemohon langsung (bukan kuasa pemohon),yang menyatakan bahwa
merek yang dimohonkan adalah milik pemohon.
b. Surat kuasa khusus,apabila permohonan pendaftaran diajukan melalui
c. Salinan resmi akta pendirian badan hukum atau fotokopi nya yang
ditandatangani oleh notaris,apabila pemohon merupakan badan hukum.
d. 24 (dua puluh empat) lembar etiket merek (empat lembar dilekatkan pada
formulir) yang dicetak diatas kertas.
e. Fotokopi KTP pemohon.
f. Bukti prioritas asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia apabila
permohonan dilakukan dengan hak prioritas.
g. Bukti pembayaran biaya permohonan merek sebesar Rp450.000,00
Sebagai bagian dari proses ini akan dilakukan pemeriksaan subtantif
paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal penerimaan. Pemeriksaan ini selesai
paling lama sembilan bulan.Hasil dari pemeriksaan ini ada dua, yaitu diterima
atau tidak diterima atau ditolak.Jika setelah pemeriksaan subtantif permohonan
merek disetujui oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk didaftar,
permohonan itu segera diumumkan paling lama 10 hari sejak persetujuan.
Pengumuman berlangsung selama tiga bulan di Berita Resmi Merek yang
diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, atau
di sarana khusus yang dengan mudah dan jelas dapat dilihat oleh masyarakat,
yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Selama masa pengumuman, pihak yang berkeberatan dapat mengajukan
keberatannya secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual.Kalau sebaliknya pendaftaran suatu merek ditolak, maka penolakan
permohonan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya disertai
tanggapan disertai alasannya paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal
penerimaan surat pemberitahuan penolakan.
Surat permmintaan pendaftaran merek tersebut harus ditandatangani oleh
pemilik merek atau kuasanya. Jika permintaan pendaftaran merek tersebut
diajukan lebih dari satu orang atau diajukan oleh bandan hukum yang secara
bersama-sama berhak atas merek tersebut maka nama orang-orang atau badan
hukum yang mengajukan permintaan tersebut harus dicantumkan semuanya
dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. Namun untuk
penandatanganannya haruslah ditetapkan salah seorang dari mereka atau badan
hukum tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari orang-orang atau
badan hukum yang lain yang tidak ikut menandatangani tetapi jika permintaan
pendaftaran merek itu diajukan melalui kuasanya, maka surat kuasa untuk itu
harus ditandatangani oleh semua yang berhak atas merek tersebut.
Surat permohonan diatas juga harus dilengkapi dengan:
1. Surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya adalah
miliknya.
2. Dua puluh helai etiket merek yang bersangkutan.
3. Tambahan berita negara yang memuat akta pendirian badan hukum atau
salinan yang sah akta pendirian badan hukum, apabila pemilik merek adalah
badan hukum.
4. Surat kuasa apabila permintaan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa.
5. Pembayaran seluruh biaya dalam rangka permintaan pendaftaran merek yang
Selanjutnya dapat dikatakan pula bahwa etiket merek yang menggunakan
bahasa asing dan atau didalamnya terdapat hurf selain latin atau angka yang tidak
lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, wajib disertai terjemahannya dalam
bahasa Indonesia, dalam huruf latin atau angka yang lazim digunakan dalam
bahasa Indonesia seta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Ketentuan ini lebih
lanjut dimaksudkan untuk kepentingan pemeriksaan dan untuk perlindungan
masyarakat konsumen. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Selanjutnya diterangkan bahwa permintaan pendaftaran merek yang
diajukan oleh pemilik atau yang berhak atas merek yang bertempat tinggal atau
berkedudukan tetap diluar wilayah Republik Indonesia, wajib diajukan melalui
kuasanya di Indonesia. Pemilik atau yang berhak atas merek tersebut wajib pula
menyatakan dan memilih tempat tinggal kuasanya sebagai alamat di Indonesia.
E. Merek Yang Tidak Didaftar Dan Harus Ditolak Pendaftarannya.
Menurut pasal 6 Undang-Undang Merek Tahun 2001 memuat ketentuan
mengenai penolakan pendaftaran merek yaitu:
1. Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut:
a. Mempunyai persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang-barang
dan/jasa yang sejenis.
b. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula
diberlakukan terhadap barang dan/ atau jasa yang tidak sejenis sepanjang
memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek
tersebut:
a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan
hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang
berhak.
b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera,
lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
c. Merupakan tiruan atau meyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan
tertulis dari pihak yang berwenanng. Alasan untuk melarang pemakaian
dari tanda-tanda resmi kenegaraan, pemerintah, atau badan-badan
internasional maupun badan resmi nasional ialah karena pemakaian itu
akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-olah merek
itu memang ada hubungannya dengan pemerintah-pemerintah atau
badan-badan internasional maupun badan-badan resmi dari pemerintah itu. Makanya
tidak dapat diperkenankan pemakaian dari tanda-tanda bersangkutan untuk
Untuk hal ini Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 lebih tegas
mengemukakan alasannya tentang hal itu. Alasannya sebab apabila diperbolehkan
adanya pemakaian merek-merek atau tanda dengan persetujuan terlebih dahulu
dari yang berhak, maka suatu pendirian yang mengandung pengakuan yang palsu
akan tercipta dalam benak masyarakat, bahwa seolah-olah ada suatu hubungan
antara barang-barang dengan merek bersangkutan dan organisasi yang
benderanya, emblim-emblim atau namanya telah diproduksi atau ditiru itu.
Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya dengan merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis
dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyararakat mengenai
merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.Tentang terkenal atau tidaknya
suatu merek, perlu diukur berdasarkan reputasi merek tersebut yang diperoleh
karena promosi yang gencar dan besar-besaran, invensi di beberapa negara di
dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek
tersebut di beberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup,
pengadilan niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya
merek yang menjadi dasar penolakan.
Pelanggaran terhadap merek motivasinya adalah untuk mendapatkan
keuntungan pribadi secara mudah dengan mencoba atau melakukan tindakan,
meniru atau memalsukan merek-mmerek yang sudah terkenal di masyarakat tanpa
Tentu saja hal-hal demikian itu kan sangat mengacaukan roda perekonomian
dalam skala nasional dan skala lokal.
Praktik perdagangan tidak jujur meliputi cara-cara berikut:
1. Praktik Peniruan Merek Dagang.
Pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut dalam hal persaingan tidak jujur
semacam ini berwujud penggunaan upaya-upaya atau ikhtiar-ikhtiar
mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal yang sudah ada
sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksinya secara pokoknya
sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal (untuk
barang-barang atau jasa sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan pada masyarakat
ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan
produksi barang atau jasa yang sudah terkenal itu.
2. Praktik Pemalsuan Merek Dagang.
Dalam hal ini persaingan tidak jujur tersebut dilakukan oleh pengusaha yang
tidak beritikad baik itu dengan cara memproduksi barang-barang dengan
mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat
yang merupakan bukan haknya.
3. Perbuatan-perbuatan yang Dapat Mengacaukan Publik Berkenaan Dengan
Sifat dan Asal Usul Merek
Hal ini dapat terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu negara yang
dapat menjadi kekuatan yang memberikan pengaruh baik pada suatu barang