• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Cookies Dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral Dan Profil Lipid Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Cookies Dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral Dan Profil Lipid Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN

COOKIES

DAN MINUMAN

SERBUK GALOHGOR TERHADAP LEMAK VISERAL

DAN PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES

MELITUS TIPE 2

RATIH PUTRI DAMAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pemberian Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral dan Profil Lipid pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RATIH PUTRI DAMAYATI. Pengaruh Pemberian Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral dan Profil Lipid pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan AHMAD SULAEMAN.

Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif sehingga meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam darah. Obesitas pada lemak viseral merupakan salah satu faktor risiko DM tipe 2. Penderita DM berisiko mengalami kelainan metabolisme lipid (dislipidemia).

Galohgor merupakan salah satu polyherbal yang mengandung antioksidan dan berbagai zat bioaktif yang dapat meningkatkan kadar adiponektin dan antioksidan tubuh. Cookies dan minuman serbuk Galohgor dibuat untuk meningkatkan penerimaan konsumen sehingga dapat menjadi alternatif pilihan produk pangan fungsional.

Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh pemberian produk Galohgor terhadap lemak viseral dan profil lipid pada penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan experimental dengan rancangan pre-post controlled design yang dilakukan di Bogor selama 38 hari. Sebanyak 26 contoh penderita DM tipe 2 dikelompokkan menjadi kelompok kontrol (n=16) dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (n=10). Kelompok kontrol diberikan cookies dan minuman serbuk tanpa Galogor. Kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor diberikan 24 g cookies (mengandung 1 g Galohgor) dan satu bungkus minuman serbuk (mengandung 1 g Galohgor) setiap harinya. Selama intervensi, contoh tetap mengonsumsi obat yang diberikan dokter. Pengukuran lemak viseral menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan profil lipid dari pengambilan darah vena. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16, program Nutrisurvey 2007 dengan database makanan Indonesia dan USDA SR28. Uji beda menggunakan independent t-test dan paired t-test. Uji Analysis of Covariance (ANCOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh cookies dan minuman serbuk Galohgor dengan mengontrol variabel kovariat.

(5)

Rata-rata perubahan lemak viseral pada kelompok kontrol +6.74% dan pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor -33.33% (p<0.05) setelah dikoreksi (adjusted) dengan lemak viseral sebelum intervensi, jenis kelamin, asupan energi, asupan lemak dan aktivitas fisik selama intervensi. Rata-rata perubahan kadar kolesterol total setelah dikoreksi (adjusted) dengan kovariat pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor yaitu -3.78% dan -8.50% (p>0.05). Variabel kovariat yang dapat mempengaruhi perubahan kadar kolesterol dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol total sebelum intervensi, umur, aktivitas fisik, asupan serat, asupan kolesterol, asupan lemak jenuh dan frekuensi konsumsi gorengan selama intervensi. Rata-rata perubahan kadar trigliserida setelah dikoreksi (adjusted) dengan kadar trigliserida sebelum intervensi, IMT, aktivitas fisik, asupan lemak, serat, dan konsumsi gorengan selama intervensi pada kelompok kontrol +1.59% dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor -30.90% (p>0.05). Rata-rata perubahan kadar HDL setelah dikoreksi (adjusted) dengan kadar HDL sebelum intervensi, jenis kelamin, umur, IMT, aktivitas fisik, asupan lemak, asupan protein, serat, asupan kolesterol, asupan lemak jenuh, dan konsumsi gorengan selama intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor yaitu -12.04% dan -9.02% (p>0.05). Rata-rata perubahan kadar LDL setelah dikoreksi (adjusted) dengan kadar LDL sebelum intervensi, umur, aktivitas fisik, asupan serat, asupan kolesterol, asupan lemak jenuh dan asupan PUFA selama intervensi pada contoh kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor yaitu -1.56% dan -3.94% (p>0.05).

Konsumsi cookies dan minuman Galohgor selama 38 hari dengan dosis 2 g ekstrak Galohgor per hari, signifikan dapat menurunkan lemak viseral penderita DM tipe 2. Namun tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap profil lipid.

(6)

SUMMARY

RATIH PUTRI DAMAYATI. The Effect of Cookies and Powder Drinks of Galohgor on Visceral Adipose Tissue and Lipid Profile in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Supervised by KATRIN ROOSITA dan AHMAD SULAEMAN.

Type-2 Diabetes Mellitus (T2DM) is a common chronic metabolic disorder characterized by hyperglycemia resulted from defects of insulin deficiency. Obesity in Visceral Adipose Tissue (VAT) is one of the risk factors of T2DM. Diabetic patients are in high risk of abnormalities in lipid metabolism (dyslipidemia).

Galohgor is one of polyherbal formula containing antioxidant and other bioactive components. It has synergistic effects in enhancing adiponectin and antioxidant. Cookies and powder drinks of Galohgor were developed to enhance consumer preference for alternative choice of functional food products.

Theaims of this study were to evaluate the effect of Galohgor products on VAT and lipid profile in T2DM. The experimental trial in pre-post controlled design was applied in this study including 26 diabetics subjects in Bogor District, West Java for 38 days of intervention periods. Subjects of this study divided into control group (n = 16) and cookies and powder drinks of Galohgor group (n = 10). The control group was given cookies and drinks powders without Galogor. The cookies and powder drink of Galohgor group was given 24 g cookies (containing 1g Galohgor) and a sachet of powder drink (containing 1 g Galohgor) everyday. During intervention, subjects constantly consumed the medicine which given by a doctor. The measurement of VAT used Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) and blood samples were taken to determaine lipid profiles. Data were analyzed with SPSS 16, Nutrisurvey 2007’s program with Indonesian food database and USDA SR28. Analysis of Covariance (ANCOVA) was used to see the effect of intervention.

Most of subjects of both groups had normal nutritional status. Most of physical activity level in control group were intermediate and for cookies and powder drink of Galohgor group were high. Intake of energy, carbohydrates, simple carbohydrates, saturated fat, MUFA and PUFA for the control group during the intervention were higher than before the intervention. Intake of energy, fat and PUFA of cookies and powder drink of Galohgor group during the intervention were higher than before the intervention. Consumption of carbohydrate and fatty food were significantly different only on the frequency of consumption of high GI (control group and cookies and powder drink of Galohgor group) and meats (the control group). All subjects had high compliance to consume cookies and powder drinks.

(7)

VAT at baseline. After adjusted with covariate, the mean difference of total cholesterol level of control group and cookies and powder drink of Galohgor group were -3.78% and -8.5% (p>0.05). In this study, covariate variable which could affect total cholesterol levels were total cholesterol levels at baseline, age, physical activity, dietary fiber intake, intake of cholesterol, intake of saturated fat and the frequency of fried food consumption during the intervention. The mean difference in triglyceride levels after adjusted with triglyceride levels at baseline, BMI, physical activity, intake of fat, fiber, and the fried foods consumption during the intervention in the control group were +1.59% and -30.90% in the cookies and powder drink of Galohgor group (p>0.05). The mean difference in HDL levels after adjusted with HDL levels at baseline, sex, age, BMI, physical activity, intake of fat, protein, fiber, intake of cholesterol, intake of saturated fat, and consumption of fried foods during the intervention in the control group and cookies and powder drink of Galohgor group were -12.04% and -9.02% (p>0.05). The mean difference in LDL levels after adjusted with LDL levels at baseline, age, physical activity, dietary fiber intake, intake of cholesterol, intake of saturated fat and PUFA during the intervention in the control group and cookies and powder drink of Galohgor group were -1.56% and -3.94% (p >0.05).

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi

PENGARUH PEMBERIAN

COOKIES

DAN MINUMAN

SERBUK GALOHGOR TERHADAP LEMAK VISERAL DAN

PROFIL LIPID PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TIPE 2

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Drajat Martianto, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Marimin, MS

(11)
(12)

Judul Tesis : Pengaruh Pemberian Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral dan Profil Lipid pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

Nama : Ratih Putri Damayati NIM : I151140271

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Katrin Roosita, SP MSi Ketua

Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Magister Ilmu Gizi

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

a/n Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor Terhadap Lemak Viseral dan Profil Lipid pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2” sebagai syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor (IPB) dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian institusi IPB yang berjudul “Intervensi Nutrasetikal

Galohgor untuk Penanggulangan Diabetes Melitus” yang dibiayai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr Katrin Roosita SP, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Ibu Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembahas kolokium dan Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi selaku dosen penguji luar komisi ujian tesis. Terima kasih atas waktu yang diluangkan dan masukannya yang sangat bermanfaat demi kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku ketua Program Studi Ilmu Gizi yang senantiasa memberikan masukan dan bimbingan hingga terselesaikannya tesis ini.

4. Ibu Prof Dr Ir Ikeu Tanziha MS yang sudah memoderatori ujian tesis saya dan memberikan saran yang membangun.

5. Mbak Nurul dan Mbak Nunung dari sekretariat Pascasarjana Ilmu Gizi yang selalu membantu kelancaran administrasi selama proses penyelesaian tesis ini.

6. Orangtua tercinta Ibu Suprianti, S.Pd dan Bapak Hariyanto, yang senantiasa selalu memotivasi dan mendoakan kelancaran tesis saya. 7. Bapak dan ibu subjek penelitian yang telah bersedia berpartisipasi pada

penelitian ini.

8. Tim penelitian (Ningsih, Aulia dan Tika) serta seluruh teman Pascasarjana Program Studi Ilmu Gizi 2014 atas persahabatan, motivasi, dan dukungan yang diberikan selama penulis melangsungkan studi dan penelitian di IPB 9. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

(14)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Tujuan Umum 3

Tujuan Khusus 3

Manfaat Penelitian 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Diabetes Melitus Tipe 2 4

Glukosa Darah 4

Lemak Tubuh dan Profil Lipid 5

Aktivitas Fisik 7

Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat 8

Galohgor 9

Kandungan Gizi, Fitokimia dan Manfaat Galohgor 11

Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 13

4 METODE 14

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 14

Bahan dan Peralatan Penelitian 14

Uji Klinis Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor 15

Jenis dan Cara Pengambilan Data 17

Pengolahan dan Analisis Data 18

Definisi Operasional 21

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 22

Karakteristik Contoh 22

Status Gizi dan Aktivitas Fisik Contoh 24

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi 28

Kepatuhan Konsumsi Produk Intervensi 38

Pengaruh Pemberian Produk Galohgor Terhadap Lemak Viseral 39 Pengaruh Pemberian Produk Galohgor Terhadap Profil Lipid 41

(15)

ii

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 54

(16)

iii

DAFTAR TABEL

1 Bahan dan komposisi nutrasetikal Galohgor 9

2 Syarat mutu minuman serbuk tradisional 12

3 Jenis dan cara pengumpulan data 18

4 Karakteristik contoh pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan

minuman serbuk Galohgor 22

5 Konsumsi obat DM selama intervensi contoh yang mendapatkan terapi obat pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman

serbuk Galohgor 24

6 Status gizi contoh berdasarkan IMT dan persen lemak tubuh sebelum dan setelah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies

dan minuman serbuk Galohgor 25

7 Aktifitas fisik menurut skor MET (menit/ minggu) berdasarkan jenis kelamin dan tingkat aktivitas fisik pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sebelum dan selama

intervensi 26

8 Aktivitas fisik berdasarkan domain aktivitas fisik selama intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 27

9 Frekuensi dan berat pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi >50% contoh kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 29

10 Perubahan frekuensi dan total konsumsi pangan sumber karbohidrat pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 30

11 Frekuensi dan berat pangan sumber lemak yang dikonsumsi >50% contoh kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 31

12 Perubahan frekuensi dan total konsumsi pangan sumber lemak pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 33

13 Asupan zat gizi sebelum dan selama intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor 34 14 Sebaran contoh menurut tingkat kepatuhan konsumsi produk intervensi

pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 38

15 Rata-rata lemak viseral sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor

intervensi Galohgor 39

16 Faktor-faktor kovariat yang berpengaruh terhadap perubahan lemak

viseral pada contoh 41

17 Rata-rata kadar profil lipid sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 42

18 Faktor-faktor kovariat yang berpengaruh terhadap perubahan kolesterol

(17)

iv

19 Faktor-faktor kovariat yang berpengaruh terhadap perubahan

trigliserida pada contoh 44

20 Faktor-faktor kovariat yang berpengaruh terhadap perubahan HDL pada

contoh 44

21 Faktor-faktor kovariat yang berpengaruh terhadap perubahan LDL pada

contoh 45

DAFTAR GAMBAR

1 Patogenesis DM dengan dislipidemia 7

2 Kerangka pemikiran 14

3 Alur penelitian 16

4 Sebaran tingkat aktivitas fisik contoh pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sebelum intervensi 26 5 Rataan persen kecukupan energi, protein, KH dan serat individu pada

kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk

Galohgor 35

6 Rata-rata kecukupan asupan kolesterol individu pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor 36 7 Rata-rata asupan KH sederhana, lemak, lemak jenuh, MUFA dan PUFA

berdasarkan persen energi individu pada kelompok kontrol dan

kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor 37

8 Rata-rata jumlah konsumsi produk intervensi kelompok kontrol dan

kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor 38

DAFTAR LAMPIRAN

1 Etichal clereance 55

2 Daftar bahan makanan sumber karbohidrat berdasarkan indeks glikemik 56 3 Hasil analisis ANCOVA perubahan lemak viseral 57 4 Hasil analisis ANCOVA perubahan kadar kolesterol total 59 5 Hasil analisis ANCOVA perubahan kadar trigliserida 61

6 Hasil analisis ANCOVA perubahan kadar HDL 63

7 Hasil analisis ANCOVA perubahan kadar LDL 65

(18)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat tubuh tidak dapat menggunakan insulin secara efektif sehingga konsentrasi glukosa di dalam darah meningkat. Insulin merupakan hormon yang mengatur keseimbangan kadar glukosa darah (ADA 2011). Sebanyak 8.3% orang dewasa di dunia menderita DM pada tahun 2014 (WHO 2016). Penderita DM pada orang dewasa mencapai proporsi epidemi di seluruh dunia, dengan prevalensi diproyeksikan naik sebesar 39% dari tahun 2000 ke 2030. Prevalensi DM di negara berkembang juga akan mengalami peningkatan sebesar 4.1% pada tahun 2000 menjadi 6.0% pada tahun 2030 (Larsson dan Wolk 2006). Penderita DM di Indonesia prevalensinya meningkat dari 1.1% di tahun 2007 menjadi 2.1% di tahun 2013 (Kemenkes 2013).

Penderita DM berisiko mengalami dislipidemia. Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol Low-Density Lipoprotein (LDL) dan rendahnya kolesterol High-Density Lipoprotein (HDL). Kurangnya insulin dapat meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa sehingga ketersediaan lipid dalam hati meningkat (Gadi dan Samaha 2007). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013,

prevalensi penduduk Indonesia dengan usia ≥15 tahun yang memiliki kadar kolesterol tinggi sebesar 35.9%, kadar trigliserida tinggi 11.9%, kadar LDL tinggi 15.9%, dan kadar HDL rendah sebesar 22.9% (Kemenkes 2013).

Faktor risiko utama terhadap berkembangnya DM tipe 2 adalah obesitas (Gomez-Ambrosi et al. 2011). Obesitas pada lemak viseral lebih berisiko mengalami resistensi insulin dibandingkan dengan obesitas pada lemak subkutan. Akumulasi lemak viseral melepaskan asam lemak bebas ke vena porta sehingga mengganggu homeostasis glukosa (Giannopoulou et al. 2005).

Lemak viseral yang berlebih dan dislipidemia dapat diturunkan dengan perubahan pola makan dan aktivitas fisik (Vissers et al. 2012). Aktivitas fisik dapat mengurangi jumlah lemak tubuh sehingga mencegah risiko DM tipe 2 (Aune et al. 2014). Pada penderita DM tipe 2, aktivitas fisik dapat meningkatkan toleransi glukosa melalui peningkatan sensitivitas insulin sehingga menurunkan faktor risiko metabolik yang berkontribusi terhadap perkembangan komplikasi diabetes (Dunstan 2009).

(19)

2

Senyawa dari herbal yang mengandung beberapa produk tanaman memiliki efek sinergis atau aksi potensial meningkatkan kondisi yang diinginkan untuk penderita DM. Formulasi polyherbal telah dipelajari sebagai agen terapeutik dalam manajemen DM (Ghorbani 2014). Galohgor merupakan polyherbal yang terbuat dari 56 jenis tanaman obat (Roosita et al. 2006). Galohgor merupakan ramuan tradisional yang biasa dikonsumsi ibu postpartum pada suku sunda di Jawa Barat.

Galohgor mengandung mineral penting yaitu Fe, Zn, Cu, dan Mn. Selain itu, juga mengandung senyawa yang berperan sebagai antioksidan yaitu alkaloid, triterpenoid dan glikosida serta mengandung steroid, flavonoid, dan saponin (Roosita et al. 2014). Pengaruh pemberian Galohgor dengan dosis 0.37 g/kg berat badan pada tikus dapat menurunkan kadar triiodothyronine (T3) dan thyroxine (T4) dalam darah, meningkatkan kadar antioksidan tubuh, menurunkan glukosa darah, meningkatkan adiponektin serum dan cadangan glikogen hati (Roosita 2003; Leatemia 2010; Firdaus 2016). Efek adiponektin terhadap metabolisme karbohidrat adalah meningkatkan kepekaan insulin dan dalam jangka panjang dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia sehingga menurunkan risiko DM tipe 2 (Bush et al. 2005). Hal ini dikarenakan efek dari aktivitas berbagai macam zat bioaktif yang terkandung dalam Galohgor.

Galohgor dibuat secara tradisional dengan cara disangrai lalu ditumbuk sehingga menghasilkan serbuk kasar yang dapat dikonsumsi secara langsung (Roosita dan Wientarsih 2013). Tanaman herbal sulit dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama karena tidak semua orang terbiasa mengonsumsi tanaman herbal dan dapat menerima rasa dalam bentuk aslinya (Goel dan Kaur 2013). Produk cookies dan minuman serbuk Galohgor dibuat untuk meningkatkan daya terima dan dapat meningkatkan citarasa sehingga berfungsi sebagai alternatif pilihan produk pangan fungsional (Roosita et al. 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek intervensi cookies dan minuman serbuk Galohgor terhadap lemak viseral dan profil lipid pada penderita DM tipe 2.

Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa Galohgor dapat menurunkan kadar T3 dan T4, meningkatkan kadar antioksidan tubuh, serta meningkatkan adiponektin serum (Roosita 2003; Leatemia 2010; Firdaus 2016). Penurunan kadar T3 dan T4 dalam jumlah yang normal di darah menunjukkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas hormon dan reseptor sel di sel yang menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan termogenesis (Guyton dan Hall 2006; Silvestri et al. 2005). Selain itu, peningkatan adiponektin pada jaringan adiposa dapat meningkatkan aktivitas Hormone Sensitive Lipase (HSL) yang berperan dalam lipolisis (Bullo et al. 2005). Matsuzawa (2014) menyatakan

bahwa semakin tinggi kadar adiponektin maka semakin rendah akumulasi lemak viseral.

(20)

3 masyarakat maka perlu dilakukan penelitian klinis pada penderita DM tipe 2. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efek pemberian cookies dan minuman serbuk Galohgor terhadap lemak viseral dan profil lipid (kolesterol, HDL, LDL, trigliserida) pada penderita DM tipe 2?

2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor lain seperti status gizi, asupan dan aktifitas fisik terhadap lemak viseral dan profil lipid pada penderita DM tipe 2?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk mengkaji pengaruh pemberian cookies dan minuman serbuk Galohgor terhadap lemak viseral dan profil lipid pada penderita DM tipe 2.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik, status gizi dan aktivitas fisik contoh 2. Menganalisis asupan zat gizi dan kebiasaan konsumsi pangan 3. Menganalisis kepatuhan konsumsi produk intervensi oleh contoh

4. Menganalisis pengaruh cookies dan minuman serbuk Galohgor terhadap lemak viseral pada contoh

5. Menganalisis pengaruh cookies dan minuman serbuk Galohgor terhadap profil lipid (kolesterol total, trigliserida, HDL, dan LDL) pada contoh

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bukti ilmiah dari manfaat produk pangan fungsional mengandung Galohgor dapat menurunkan lemak viseral dan memperbaiki profil lipid pada penderita DM tipe 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan memperkaya kajian ilmiah pemanfaatan Galohgor untuk DM sehingga dapat mengangkat potensi Galohgor dalam upaya pelestarian kearifan lokal suku Sunda. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk acuan dalam mengembangkan produk-produk berbasis Galohgor sebagai pangan fungsional (nutrasetikal).

Hipotesis

(21)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes merupakan kumpulan gejala penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena kegagalan sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi karena resistensi insulin dan biasanya bersifat relatif bukan defisiensi insulin absolut. Risiko diabetes meningkat dengan usia, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan pedoman American Diabetes Association (ADA) (2011) untuk pencegahan dan pengelolaan DM tipe 2, kriteria diagnostik DM dapat ditetapkan apabila: 1) kadar glukosa plasma

sewaktu ≥200 mg/dl dan terdapat keluhan penyerta yaitu banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya; 2) kadar glukosa plasma

puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta; 3) kadar glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl. Keadaan pra-diabetes merupakan keadaan yang dialami seseorang yang memiliki kadar glukosa darah diatas normal, tetapi belum memenuhi kriteria diabetes dianggap berisiko berkembang menjadi DM tipe 2.

Faktor-faktor yang menyebabkan keadaan risiko pradiabetes antara lain: faktor genetik, rokok, aktivitas fisik yang kurang, dan diet yang tidak sehat (ADA 2011). Kadar glukosa darah puasa (GDP) terganggu dan toleransi glukosa terganggu (TGT) merupakan kondisi pradiabetes. Kriteria GDP terganggu adalah bila kadar glukosa darah puasa seseorang berada dalam rentang 100-125 mg/dl, sedangkan kriteria TGT ditetapkan bila nilai kadar glukosa darah 2 jam pasca pembebanan berkisar 140-199 mg/dl (Kemenkes 2013).

Komplikasi jangka panjang dari diabetes termasuk retinopati dengan potensi kerugian penglihatan; nefropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal; neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan sendi Charcot; dan neuropati otonom menyebabkan gangguan pada gastrointestinal, urogenital, dan gejala jantung dan disfungsi seksual. Pasien dengan diabetes memiliki peningkatan risiko insiden kardiovaskular aterosklerotik, arteri perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada penderita diabetes (ADA 2011).

Glukosa Darah

Individu dengan gangguan dalam homeostasis glukosa sering diklasifikasikan kadar glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan. Kadar glukosa darah diipengaruhi glikolisis dengan aktivitas α -glukosidase yang merupakan enzim kunci yang berperan terhadap pemecahan karbohidrat dalam diet menjadi glukosa. Dalam hepatosit, glikolisis terlibat dalam pengendalian produksi glukosa hepatik dan apabila berlebihan memberikan kontribusi untuk hiperglikemia pada diabetes (Guo et al. 2012).

(22)

5 glukosa oleh sel, gangguan metabolisme glukosa di sel hepar, dan gangguan metabolisme lemak di sel adipose yang menyebabkan inflamasi dan eksaserbasi stres oksidatif serta malfungsi beberapa organ seperti pankreas, hati, otot, dan jaringan lemak. Apabila keadaan hiperglikemia dan hiperlipidemia terjadi dalam waktu lama dapat memicu disfungsi sel beta pankreas (yang dicerminkan melalui resistensi insulin), gangguan sekresi insulin, penurunan ekspresi gen yang terlibat dalam produksi insulin, dan penurunan massa sel β pankreas yang disebabkan oleh induksi apoptosis (Bush et al. 2005). Regulasi pertumbuhan dan fungsi sel β dipengaruhi oleh adanya insulin-like growth factor 1 (IGF-1). Serum IGF-1 berperan dalam homeostasis glukosa dengan meningkatkan penyerapan glukosa perifer. Penurunan produksi glukosa hepatik dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Ratjpathak et al. 2009).

Pemecahan lemak (trigliserida) menjadi asam lemak bebas dan gliserol (lipolisis) di jaringan adiposa meningkat pada kondisi resistensi insulin. Paparan asam lemak bebas yang terjadi dalam waktu lama (lipotoksisitas) akan menyebabkan gangguan pada beberapa organ, antara lain penurunan uptake glukosa di jaringan otot, peningkatan glukoneogenesis di hati, peningkatan apoptosis dan hambatan terhadap sekresi insulin pada sel β pankreas. Peningkatan jumlah dan ukuran sel adiposa pada obesitas akan menghasilkan berbagai macam sitokin, seperti TNF-α, IL-6 dan resistin. Sitokin tersebut merupakan mediator proinflamasi yang mencetuskan terjadinya resistensi insulin.

Bush et al. (2005) menyatakan bahwa obesitas juga dapat menyebabkan penurunan adiponektin dan protein antiinflamasi yang dihasilkan oleh sel lemak. Kadar protein ini di dalam serum berbanding terbalik dengan berat badan. Efek adiponektin terhadap metabolisme karbohidrat yaitu meningkatkan sensitifitas insulin sehingga dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia menurunkan risiko DM tipe 2.

Sementara itu, peran adiponektin pada metabolisme lemak diduga menurunkan asam lemak bebas yang masuk ke hati dan meningkatkan oksidasi asam lemak. Produksi glukosa, trigliserida, dan VLDL oleh hati akan menurun berdampak pada penurunan kadar komponen ini dalam darah (Blaak 2008).

Jenis kelamin juga mempengaruhi homeostasis glukosa. Konsentrasi glukosa postprandial pada laki-laki lebih rendah tapi lebih sering mengalami gangguan glukosa puasa. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan dalam distribusi lemak, aktivitas fisik, atau penggunaan oral kontrasepsi. Perbedaan siklus menstruasi pada wanita juga mempengaruhi ketidakstabilan sensitifitas insulin. Wanita terlindungi oleh adanya estrogen sehingga dapat menjaga kadar glukosa darah agar dalam keadaan normal. Gangguan output glukosa endogen dan pembuangan metabolisme glukosa dapat berkontribusi pada pengurangan konsentrasi glukosa puasa pada wanita. Obesitas sentral merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan sensitifitas insulin dan laki-laki lebih sering menderita akumulasi lemak viseral (Blaak 2008).

.

Lemak Tubuh dan Profil Lipid

(23)

(Gomez-6

Ambrosi et al. 2011). Jumlah lemak tubuh memainkan peran kunci dalam berkembangnya resistensi insulin dan dislipidemia (Choi et al. 2002).

Semakin besar persen lemak tubuh maka kadar HDL semakin turun (Choi et al. 2002). Diagnosis obesitas menggunakan indeks massa tubuh (IMT) perlu dipertimbangkan lagi karena contoh dengan IMT normal belum tentu memiliki persen lemak tubuh normal dan sebaliknya. Penilaian persen lemak tubuh dapat membantu untuk mendiagnosa toleransi glukosa terganggu di luar informasi yang diberikan oleh IMT dan lingkar pinggang khususnya pada contoh pria dengan IMT <25 kg/m2 dan di atas usia 40 tahun (Gomez-Ambrosi et al. 2011). Namun berdasarkan hasil penelitian Heshka et al. (2008) menunjukkan bahwa persen lemak tubuh secara total pada penderita DM tipe 2 lebih rendah dibandingkan dengan bukan penderita DM. Kondisi tersebut dapat dimungkinkan karena faktor lama menderita DM dan komplikasi yang dialami penderita DM.

Selain persen lemak tubuh dan IMT, obesitas dapat diukur berdasarkan lemak viseral. Lemak viseral yang berlebih menunjukkan gangguan metabolisme glukosa, lemak darah dan hipertensi yang mengarah pada sindrom metabolik (Matsuzawa 2014). Obesitas pada lemak viseral berisiko mengalami resistensi insulin yang lebih besar dibandingkan dengan subjek obesitas pada kadar lemak pada subkutan. Akumulasi lemak viseral melepaskan asam lemak bebas ke vena porta sehingga mengganggu homeostasis glukosa (Giannopoulou et al. 2005).

Kadar lipid abnormal atau dislipidemia pada pasien DM terdiri dari peningkatan kadar trigliserida, kolesterol low-density lipoprotein (LDL) dan rendahnya kolesterol high-density lipoprotein (HDL). Pola lipoprotein ini terkait dengan resistensi insulin. Partikel-partikel padat kecil LDL lebih arterogenik karena lebih rentan teroksidasi dan kurang mudah dibuang dari sirkulasi. Dislipidemia dalam diabetes berasal dari kelainan tertentu dalam metabolisme lipoprotein dan kelainan pada aksi insulin seperti pada Gambar 1.

Resistensi insulin dan obesitas sentral menyebabkan peningkatan produksi asam lemak bebas di hati sehingga memicu produksi VLDL. Resistensi insulin meningkatkan mobilisasi asam lemak dari jaringan adiposa mengakibatkan ketersediaan lipid meningkat dalam hati untuk sintesis trigliserida dan berkumpul dengan apo B menjadi VLDL. Gangguan aktivitas insulin akan mengakibatkan peningkatan sintesis dan sekresi apoB100 yang merupakan kofaktor dari trigliserida dan VLDL serta penurunan aktivitas enzim lipoprotein lipase (LpL).

LpL adalah enzim utama yang bertanggung jawab terhadap konversi dari trigliserida menjadi asam lemak bebas. Enzim ini disintesis terutama oleh sel lemak dan otot. LpL harus ditransfer ke sisi luminal sel endotel kapiler untuk dapat berinteraksi dengan lipoprotein yang kaya akan trigliserida dalam sirkulasi seperti VLDL dan kilomikron. VLDL yang banyak akan mengurangi aktivitas lipoprotein lipase dan apoprotein (apo) C-III. Apo C-III merupakan komponen dari VLDL yang berfungsi menghambat lipoprotein lipase dan hepatik lipase sehingga menghambat uptake hepatik. Penurunan aktivitas LpL pada akhirnya akan menyebabkan trigliseridemia.

(24)

7 densitasnya menjadi lebih kecil. Selain itu, apo AI dapat memisahkan diri dari triglyceride-enriched HDL. Apo AI, yang tidak terikat, dibersihkan dengan cepat dari plasma dengan diekskresi melalui ginjal, lebih lanjut mengurangi ketersediaan HDL untuk transportasi kolesterol (Gadi dan Samaha 2007).

Penatalaksanaan pada penderita DM tipe 2 dengan diet rendah IG dengan >23 g serat perhari dapat membantu memperbaiki dislipidemia. Lipotoksisitas yang terjadi pada keadaan resistensi insulin menyebabkan peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Kontrol glukosa darah maka dengan sendirinya dapat menurunkan konsentrasi trigliserida, kemungkinan melalui aksi insulin pada produksi asam lemak bebas (Gadi dan Samaha 2007).

Gambar 1 Patogenesis DM dengan dyslipidemia (Gadi dan Samaha 2007) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik dapat menurunkan risiko DM tipe 2 di semua kategori IMT wanita dan laki-laki pada semua jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik tinggi dibandingkan dengan rendah terhadap DM tipe 2 yaitu RR 0.65 (95% CI 0.59– 0.71, I2 = 18%) untuk aktivitas fisik total; 0.74 (95% CI 0.70–0.79, I2 = 84%) untuk aktivitas waktu luang; 0.61 (95% CI 0.51–0.74, I2 = 73%) untuk aktivitas fisik tinggi, 0.68 (95% CI 0.52–0.90, I2 = 93%) untuk aktivitas sedang; 0.66 (95% CI 0.47–0.94, I2 = 47%) untuk aktivitas fisik rendah; dan 0.85 (95% CI 0.79–0.91, I2 = 0%) untuk jalan kaki. Hubungan terbalik antara aktivitas fisik dan risiko DM tipe 2 mungkin dimediasi oleh berkurangnya lemak tubuh (The InterAct Consortum 2012; Aune et al. 2014).

Intervensi gaya hidup pada penderita DM tipe 2 yaitu diet, olahraga, dan pendidikan dapat mencegah komplikasi kardiovaskular, menurunkan HbA1c dan menurunkan IMT (Chen et al. 2015). Aktivitas fisik pada penderita DM tipe 2 dapat menurunkan faktor risiko metabolik yang berkontribusi terhadap perkembangan komplikasi DM. Sensitivitas insulin, penggunaan glukosa, dan kemampuan oksidatif asam lemak dapat ditingkatkan melalui aktivitas fisik (Qin et al. 2010).

(25)

8

jam sehingga meningkatkan kecenderungan untuk menjadi kelebihan berat badan (Dunstan et al. 2009). Interaksi biologis positif antara obesitas dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi patofisiologi. Aktivitas fisik memiliki efek yang nyata pada regulasi glukosa dan aksi insulin pada orang yang obesitas tanpa adanya kehilangan berat badan. Selain menurunkan berat badan olahraga juga dapat menurunkan lemak subkutan dan viseral, tetapi peningkatan sensitivitas insulin akan menjadi kecil tanpa adanya penurunan berat badan yang signifikan. Selain itu, efek menguntungkan dari aktivitas fisik pada komplikasi metabolik hanya relevan jika disertai oleh sejumlah penurunan berat badan (Qin et al. 2010).

Penderita DM yang aktif dibandingkan dengan yang sedentary lebih rendahnya kadar visfatin (10.16±5.53 ng/ml vs 14.77±8.48 ng/ml, p=0.013), lebih tinggi kadar apelin (1.39±0.65 ng/ml vs 1.04±0.35 ng/ml, p=0.018) dan kadar adiponektin yang lebih tinggi (11.82±3.06 μg/ml vs 7.81±2.11 μg/ml, p=0.033). Aktifitas fisik intensitas sedang dapat memperbaiki keadaan adipokines seperti visfatin, apelin dan adiponektin pada pasien dengan DM tipe 2. Efek antiinflamatory dari olahraga yang memediasi pengaturan penurunan konsentrasi vistatin dan peningkatan apelin. Visfatin yang lebih rendah pada pasien aktif dapat berkaitan dengan mekanisme atheroprotective. Semakin tingginya kadar visfatin menunjukkan hubungan dengan manifestasi aterosklerosis pada pasien diabetes yang dimediasi oleh mekanisme inflamasi. Penurunan simpanan lemak dalam tubuh dapat mempengaruhi sirkulasi adipokin (Kadoglou et al. 2012).

Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang paling berpengaruh terhadap glukosa darah. Asupan lemak dapat memperlambat penyerapan glukosa, menunda peak respon glukosa darah makanan yang mengandung glukosa. Hasil penelitian Van Loon et al. (2000) menunjukkan bahwa pada kondisi normal, protein yang dimakan bersama dengan pangan sumber karbohidrat, asam aminonya akan menambah pengeluaran insulin dengan cara meningkatkan clearance glukosa dari darah. Kuantitas dan jenis dari karbohidrat dalam makanan dapat mempengaruhi kadar glukosa darah postprandial (Sheard et al. 2006).

(26)

9 Pemilihan makanan IG rendah berguna secara klinis pada kontrol glikemik jangka menengah pada pasien dengan diabetes. Makanan IG rendah telah konsisten menunjukkan efek menguntungkan pada kontrol glukosa darah jangka pendek dan jangka panjang (Brand-Miller et al. 2003; Riccardi et al. 2008). Diet rendah karbohidrat dan rendah IG efektif memperbaiki biomarker risiko kardiovaskular pada penderita DM (Ajala et al. 2013). Diet tinggi karbohidrat dapat memiliki merugikan efek pada kontrol glikemik, yang berperan dalam perkembangan penyakit arteri koroner, komplikasi makrovaskular dan mikrovaskuler terutama pada penderita DM yang menggunakan insulin atau yang memiliki kondisi yang lebih parah. Konsentrasi kenaikan glukosa, insulin plasma dan triasilgliserol plasma juga cenderung meningkat dengan diet tinggi karbohidrat yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Riccardi et al. 2008).

Galohgor

Galohgor merupakan jamu tradisional yang biasa dikonsumsi ibu postpartum pada suku sunda di Jawa Barat. Pangan fungsional trasional atau jamu ini dikonsumsi oleh masyarakat sunda sebagai makanan kudapan (snack food). Jamu Galohgor biasa dikonsumsi dua kali sehari (pagi dan sore) hingga 40 hari setelah postpartum. Jamu ini terbuat dari 56 jenis tanaman obat yang terdiri 38 jenis daun, akar, atau batang, 5 jenis rempah-rempah, 6 jenis temu-temuan, dan 7 jenis biji-bijian (Pajar 2002). Secara rinci bahan-bahan dalam pembuatan jamu Galohgor pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1 Bahan dan komposisi nutrasetikal Galohgor No Nama A Tumbuhan Obat Bagian Daun

1 Antawali Tinospora tuberculata (Lamk) Beumee ex K. Heyne

3.36 0.67

2 Babadotan Ageratum conyzoides Linn. 1.74 0.35 3 Beluntas Plucea indica (L.) Less. 5.63 1.13 4 Kiranediuk Selaginalla plana Hieron 3.33 0.67 5 Kiranelalap Selaginalla wildenowii Backer. 1.33 0.27

6 Hadas 5.75 1.15

7 Handeuleum Graptophyllum pictum Griff. 2.85 0.57 8 Harendong Melastoma malabathricum L. 2.55 0.51 9 Jambu batu Psidium guajava Linn 7.46 1.49 10 Alpukat Persea americana Miller 2.48 0.50 11 Jawerkotok Coleus scutellarioides (L.) Benth. 5.96 1.19 12 Jukut bau Hyptis suaveolus (L.) Poit. 0.69 0.14 13 Kahitutan Paederia foetida L. 2.60 0.52 14 Karastulang Chlorantus elatior Link 3.80 0.76 15 Kikarugrag Hyptis brevipes Poit. 0.79 0.16 16 Kibeling Strobilanthes crispus BL. 2.01 0.40 17 Kicantung Goniothalamus macrophyllus (Blume)

Hallier f.

(27)

10

Tabel 1 Bahan dan komposisi nutrasetikal Galohgor (lanjutan)

No Nama 20 Kimulas Desmodium heterophyllum Willd. 3.36 0.67 21 Kiremek

daging

Hemigraphis colorata Hall. 10.09 2.02

22 Kiremek tulang

3.62 0.72

23 Kiurat Plantago mayor L. 5.63 1.13 24 Kumis kucing Orthoshipon aristatus (Blume) Miq. 3.36 0.67 25 Mangkokan Micromelum pubesence Blume 6.67 1.33 26 Manglit Magnolia montana 2.19 0.44 27 Mereme’ Glochidion arborescen (M.A.) Boerl. 2.90 0.58 28 Memeniran Phyllanthus urinaria L. 2.94 0.59 29 Saga (daun) Abrus precatorius L. 1.35 0.27 30 Sariawan usus Secamena villosa Blume 0.21 0.04 31 Sembung Blumea balsamifera (L.) DC. 11.25 2.25 32 Sapituher Mikania micrantha 3.39 0.68

33 Sereh Piper betle L. 3.16 0.63

34 Siang Artemisia vulgaris L. 7.26 1.45 35 Singugu Cleredendron serratun (L.) Moon 4.26 0.85 36 Srikuning Nyctanthes arbor-tritis 3.77 0.75 37 Suruhan Peperomia pellucida (L.) H.B.K. 4.21 0.84 49 Lempuyangan Zingiber aromaticum Valeton 60.54 1.11 D Biji-bijian

(28)

11 Kandungan Gizi, Fitokimia dan Manfaat Galohgor

Galohgor memiliki kadar air 4.1%, kadar abu 2.66%, lemak 3.66%, protein 12.06%, dan karbohidrat 77.25%. Kandungan mineral dalam Galohgor yaitu kadar besi (Fe) 68.5 ppm, seng (Zn) 76.3 ppm, dan magnesium (Mg) 1335.5 ppm (Pajar 2002). Berdasarkan kebutuhan pada ibu menyusui, kandungan energinya yaitu 14.4%, protein 19.5%, lemak 7.5%, vitamin A 1.56%, iodium 90.5%, Fe 0.7%, dan Zn 0.7%. Selain itu total seratnya yaitu 16.2% dengan serat makanan tidak larut air sebesar 14.4% dan serat larut air 1.8% (Pratiwi 2010).

Komposisi Galohgor yang beragam sehingga kaya akan fitokimia yang bermanfaat untuk tubuh. Galohgor mengandung Fe, Zn, Pb, Mg dan antioksidan alami yaitu vitamin C, karetenoid, vitamin E, alkaloid, triterpenoid dan glikosida, serta senyawa fenol terdiri dari 2-Chlorophenol, 2-Methylphenol dan 2,4-Dichlorophenol (Masruroh 2004; Leatemia 2010). Galohgor secara kualitatif mengandung steroid, flavonoid, dan saponin (Roosita et al. 2014). Salah satu

golongan senyawa triterpenoid adalah β-Karoten. Galohgor mengandung β -Karoten yang cukup tinggi yaitu 10.3 g/100 g atau setara dengan 171 667 RE/100 g (Permana 2011).

Galohgor aman dikonsumsi dengan dosis yang dianjurkan yaitu 0.37 g/kgBB (Roosita 2003). Galohgor dengan dosis tersebut sudah cukup optimal menurunkan MDA plasma dan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan SOD plasma tikus (Leatemia 2010). Namun penggunaan yang berlebihan yaitu 9.98 kali dosis yang dianjurkan selama 14 hari perlu dihindari karena dapat berisiko gangguan ginjal (Wicaksono 2010). Hasil penelitian Firdaus (2016) menunjukkan bahwa intervensi Galohgor dengan dosis 0.037 g/kg berat badan pada tikus yang diinduksi Streptozotocin (STZ) selama 14 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Manfaat mengonsumsi Galohgor dapat mempercepat pengeluaran darah nifas, pemulihan kebugaran setelah persalinan. Pada penelitian Roosita (2003) pemberian jamu Galohgor, dari desa Sukajadi Bogor, Galohgor yang diberikan pada tikus dapat yang dapat mempercepat involusi uterus dan meningkatkan produksi ASI dengan menurunnya konsentrasi T3 dan T4 pada tikus. Galohgor juga dapat meningkatkan penyembuhan luka dan mempercepat involusi uterus (Permana 2011; Roosita 2003).

Cookies dan Minuman Serbuk Galohgor

Cookies atau kue kering merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah jika dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Salah satu bahan baku cookies yang dapat mempengaruhi kadar glukosa postpandrial yaitu gula. Gula memiliki peran fungsional ganda dalam cookies. Selain rasa manis, gula juga membentuk bulk, mempengaruhi tekstur, stabilitas emulsi, mempengaruhi viskositas, mempengaruhi daya simpan, memberikan efek browning, dan mempengaruhi penampilan (Davis 1995).

(29)

12

kebutuhan energi total, pemanis non kalori tidak dianjurkan >50 g/hari (Almatsir 2004).

Salah satu pemanis non kalori yang dapat dikonsumsi oleh penderita DM yaitu sukralosa. Sukralosa memiliki keunggulan dari sifatnya yang stabil dan mampu bertahan dengan pemanasan, sehingga dapat dipakai untuk industri makanan yang butuh pemanasan. Tingkat kemanisan sukralosa yaitu 450-650 kali sukrosa (Arora et al. 2009). Konsumsi sukralosa selama 3 bulan pada dosis 7.5 mg/kg/hari, yaitu sekitar tiga kali estimasi asupan maksimum, tidak berpengaruh pada homeostasis glukosa pada individu dengan diabetes tipe 2 (Grotz et al. 2003).

Nilai Kalori sukralosa 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g. Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) dalam Chattopadhyay et al. (2011) menyatakan bahwa acceptable daily intake (ADI) sukralosa 5 mg/kg/BB/hari. Batas penggunaan maksimal sukralosa pada cookies 750 mg/kg. Batas penggunaan maksimal adalah jumlah milligram per kilogram (mg/kg) pemanis buatan yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan atau jumlah pemanis buatan yang cukup untuk menghasilkan rasa manis yang diinginkan sesuai dengan pedoman yang diterapkan untuk memproduksi pangan yang memenuhi standar mutu atau persyaratan yang diterapkan secara konsisten (BPOM 2004).

Minuman serbuk Galohgor merupakan minuman tradisional berbentuk serbuk yang mengandung ekstrak Galohgor. SNI 01-4320-1996 tentang minuman serbuk tradisional sebagai produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang terbuat dari pencampuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Syarat mutu minuman serbuk tradisional pada Tabel 2.

Tabel 2 Syarat mutu minuman serbuk tradisional

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan

1.1 Warna normal

1.2 Bau normal, khas rempah-rempah

1.3 Rasa normal, khas rempah-rempah

2. Air, b/b % maksimal 3.0

- Siklamat Tidak boleh ada

(30)

13 Minuman serbuk Galohgor juga termasuk ke dalam pangan fungsional. Definisi pangan fungsional menurut BPOM (2005) adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan bukti ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan.

Cara pembuatan minuman serbuk Galohgor merupakan modifikasi dari formulasi minuman serbuk temulawak yang telah diteliti oleh Aries (2012) dengan mengganti ekstrak temulawak menjadi ekstrak Galohgor. Ekstrak Galohgor dicampurkan dengan serbuk Galohgor, non dairy creamer dan sukralosa. Krimer non-susu (non dairy creamer) berdasarkan BSN (1998) merupakan produk olahan dari lemak nabati ditambahkan karbohidrat yang sudah ditambahkahkan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan, berbentuk bubuk, dan dipergunakan sebagai padanan rasa untuk makanan dan minuman. Pemakaian gula sesuai dengan anjuran BPOM (2011) tentang produk dengan klaim rendah gula yaitu maksimal penggunaan gula 5 g/100 g. Oleh karena itu perlu penambahan sukralosa sebagai pemanis tambahan yang tidak menghasilkan kalori.

3

KERANGKA PEMIKIRAN

DM tipe 2 merupakan kumpulan gejala penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena resistensi insulin. Orang yang secara genetik memiliki keturunan DM akan lebih berisiko mengalami DM. Faktor-faktor yang mempengaruhi homeostasis glukosa darah dalam tubuh selain kadar insulin juga dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, asupan makan, konsumsi pangan sumber karbohidrat, dan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang rendah akan meningkatkan lemak tubuh sehingga dapat berpengaruh pada profil lipid yang abnormal (Gambar 2).

(31)

14

4

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung “Intervensi Nutrasetikal Galohgor untuk Penanggulangan Diabetes Melitus” (Roosita et al. 2016). Penelitian telah mendapatkan persetujuan Etik dari Komite Etik Penelitian Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya No.422/III/LPPM-PM.10.05/05/2016 (Lampiran 1).

Penelitian ini menggunakan eksperimental dengan rancangan pre-post controlled design. Penelitian dilakukan di Bogor selama tiga bulan, yaitu pada bulan April 2016 sampai dengan Juni 2016. Penyuluhan, pengarahan penelitian dan pengambilan darah contoh dilakukan di klinik dr. Katili Bogor. Analisis darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) kota Bogor.

Keterangan:

Variabel yang diteliti Variabel tidak diteliti

Hubungan yang diteliti _________ Hubungan yang tidak diteliti - - -

Gambar 2 Kerangka pemikiran Insulin

Profil lipid

Lemak Tubuh

Usia

Aktivitas Fisik

Glukosa Darah

Adiponektin

Konsumsi gorengan

Jenis kelamin Glikogen hati

Obat DM

Konsumsi cookies dan minuman serbuk Galohgor

Asupan Protein

Konsumsi Sumber KH Asupan lemak total Asupan energi

Asupan kolesterol Asupan lemak tak jenuh total

Asupan serat

Asupan KH total

(32)

15 Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah produk nutrasetikal Galohgor yaitu cookies dan minuman serbuk Galohgor hasil penelitian Roosita et al. (2016). Bahan yang digunakan untuk melakukan pembuatan cookies Galohgor adalah ekstrak dan serbuk Galohgor, tepung sagu, margarin, gula tepung, kuning telur, sukralosa, susu bubuk, santan, garam, dan air. Bahan yang digunakan untuk minuman serbuk Galohgor yaitu ekstrak dan serbuk Galohgor, non dairy creamer dan sukralosa. Bahan kimia yang digunakan dalam analisis profil lipid yaitu manual reagen cholesterol, manual reagen trigliserida dan manual reagen HDL cholesterol.

Peralatan yang digunakan untuk membuat cookies Galohgor adalah mixer, baskom, oven, loyang, cetakan dan timbangan. Alat yang digunakan untuk membuat minuman serbuk antara lain timbangan, pengayak 100 mesh, oven, sealer dan aluminium foil. Tinggi badan (TB) diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) untuk mengukur persen lemak tubuh dan lemak viseral. Peralatan pengambil darah yang digunakan yaitu syringe 5cc, kapas, alkohol, plester, tabung, vacutainer. Alat yang digunakan untuk analisis profil lipid menggunakan selectra yunior dengan panjang gelombang 500 nm.

Uji Klinis Cookies Galohgor dan Minuman Serbuk Galohgor

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi pada penelitian ini adalah semua penderita DM tipe 2 yang ada di wilayah lingkar kampus IPB. Dasar pemilihan lokasi adalah keaktifan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) dan kemudahan distribusi sehingga mempermudah operasional penelitian di lapangan. Lokasi penelitian terpilih berasal dari desa Cangkrang, Babakan dan Balumbangjaya. Besar contoh minimal pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus perkiraan besar contoh dua kelompok independen menurut Lameshow et al. (1997):

� = �2 � � − / + � −� − � 2 2

� = . 2 � .. 2 + . 2

� = . ≈ orang

Koreksi besar contoh untuk antisipasi drop out sebesar 20% :

n’ = 9 orang pada setiap kelompok. Keterangan:

n = jumlah perkiraan besar contoh

n’ = jumlah contoh setelah dikoreksi untuk antisipasi drop out

� − / = tingkat kemaknaan, dimana Z = 1.96 pada α = 0.05 dengan derajat

interval kepercayaan 95%.

� − = kekuatan uji, dimana Z = 0.842, power penelitian 80%

� = simpangan baku dari selisih rata-rata MDA yaitu 1.46 nmol/mL

� − � = selisih kadar MDA rerata yang bermakna yaitu 2.02 nmol/mL

(33)

16

Penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sehingga didapatkan total contoh minimal sebanyak 18 orang.

Kriteria inklusi untuk contoh yaitu mengalami DM tipe 2 kriteria terkendali sedang (menggunakan diet saja, diet dan obat 1 macam), laki-laki atau perempuan yang sudah menopause, tidak menjalani terapi insulin, tidak mengalami komplikasi, dan bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed concent. Kriteria eksklusi kadar GDP <126 mg/dl.

Setelah dilakukan screening ulang dan pengamatan selama pemberian intervensi, jumlah contoh berkurang menjadi 16 orang pada kelompok kontrol dan 10 orang pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Pengurangan ini disebabkan contoh mengundurkan diri, sakit dan kadar GDP >126 mg/dl. Alur penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Alur penelitian

(34)

17 Intervensi

Contoh yang sesuai kriteria inklusi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Kelompok kontrol diberikan cookies dan minuman serbuk tanpa Galogor.

Total Galohgor yang diberikan pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sebanyak 2 g ekstrak setiap hari. Kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor diberikan 24 g cookies (mengandung 1 g Galohgor) dan satu bungkus minuman serbuk (mengandung 1 g Galohgor) setiap harinya. Jumlah kalori cookies dan minuman serbuk Galohgor per bungkus yaitu sebesar 135 kkal dan 35 kkal (Roosita et al. 2016). Minuman serbuk diminum dengan mencampurkannya dengan air hangat 150 ml.

Intervensi dilakukan selama 38 hari. Sebelum intervensi dilakukan, semua contoh penelitian diberikan penyuluhan DM tipe 2. Contoh diingatkan untuk mengonsumsi produk intervensi dan diukur kepatuhannya pada minggu pertama intervensi dilakukan setiap hari, selanjutnya dilakukan setiap dua hari sekali. Cookies atau minuman serbuk yang tidak dikonsumsi dikembalikan ke tim peneliti. Contoh yang mendapatkan obat DM dari dokter, tetap mengonsumsi obat tersebut selama intervensi.

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder yaitu diagnosa DM dan kadar GDP contoh. Diagnosa DM didapatkan dari data Puskesmas setempat dan data kader posbindu sedangkan data kadar GDP didapatkan dari data penelitian institusi (Roosita et al. 2016). Data primer yang digunakan bersama dengan penelitian payung meliputi usia, pekerjaan, sumber pendapatan, lama sekolah, riwayat keluarga, lama menderita DM, jenis obat, konsumsi obat, konsumsi cookies dan minuman serbuk Galohgor, aktivitas fisik, indeks masa tubuh (IMT), persen lemak tubuh, lemak viseral, kadar profil lipid, asupan karbohidrat, karbohidrat sederhana, serat, lemak, lemak jenuh, PUFA, MUFA, kolesterol dan protein serta konsumsi pangan sumber karbohidrat dan lemak. Usia, pekerjaan, sumber pendapatan, lama sekolah, riwayat keluarga, lama menderita DM, jenis obat, konsumsi obat didapatkan dari wawancara.

Konsumsi cookies dan minuman serbuk Galohgor berdasarkan hasil kuesioner kepatuhan dua hari sekali selama intervensi dan menghitung sisa cookies yang tidak dikonsumsi. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan pada jenis aktivitas yang dilakukan dan lama waktu melakukan aktivitas fisik dalam seminggu menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) bahasa Indonesia yang sudah divalidasi oleh Hastuti (2013).

(35)

18

menggunakan Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (SQ FFQ) pada awal dan akhir intervensi. SQ FFQ diperoleh melalui wawancara pangan yang dikonsumsi contoh satu bulan terakhir.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diperiksa ulang memastikan data telah terkumpul. Setelah itu data akan diolah dengan tahapan coding, entry, cleaning dana analisis. Pengolahan data secara ringkas disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis, cara pengukuran dan pengolahan data

(36)

19

Tabel 3 Jenis, cara pengukuran dan pengolahan data (lanjutan)

No Variabel Cara pengukuran Kategori (Referensi)

(37)

20

Tabel 3 Jenis, cara pengukuran dan pengolahan data (lanjutan)

No Variabel Cara pengukuran Kategori (Referensi)

9. Aktivitas

Perhitungan kebutuhan energi individu dihitung berdasarkan jenis kelamin, usia, berat badan dan aktivitas fisik (PERKENI 2011):

1. Jenis kelamin:

Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg Berat Badan Ideal (BBI) dan untuk pria sebesar 30 kal/kg BBI. Perhitungan BBI dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:

a. BBI = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

b. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

BBI = (TB dalam cm - 100) x 1 kg. 2. Usia:

Kebutuhan energi untuk usia 40 - 59 tahun dikurangi 5% dan untuk usia 60- 69 tahun dikurangi 10%.

3. Berat badan:

Kebutuhan energi untuk contoh dengan status gizi gemuk dikurangi 20% dan untuk contoh yang obesitas kebutuhan energinya dikurangi 30% 4. Aktivitas fisik:

Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berdasarkan data asupan zat gizi, dapat diperoleh data tingkat kecukupan zat gizi dengan membandingkan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi contoh berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan untuk energi, protein dan karbohidrat). Kecukupan asupan lemak, karbohidrat sederhana, lemak jenuh, PUFA, MUFA yang dinyatakan dalam persen energi. Kecukupan asupan serat dan kolesterol dibandingkan dengan kebutuhan minimal serat yaitu 25 g/hari dan batas maksimal asupan kolesterol yaitu 200 mg/hari. Berikut adalah perhitungan tingkat kecukupan zat gizi:

Tingkat Kecukupan Zat Gizi % = Kebutuhan zat gizi x Asupan zat gizi %

(38)

21 cookies dan minuman serbuk Galohgor dan kontrol. Uji ANCOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh intervensi cookies dan minuman serbuk Galohgor dengan mengontrol variabel kovariat.

Definisi Operasional

Cookies Galohgor adalah cookies yang mengandung 1 g ekstrak Galohgor dalam 24 g cookies disesuaikan untuk penderita DM yang dibuat dengan standar resep Roosita et al. (2016). Cookies diberikan dua hari sekali selama 38 hari.

Minuman serbuk Galohgor adalah minuman serbuk yang mengandung ekstrak Galohgor 1 g dalam 8 g minuman serbuk disesuaikan untuk penderita DM yang dibuat dengan standar resep Roosita et al. (2016). Minuman serbuk diberikan dua hari sekali selama 38 hari.

Diabetes Melitus Tipe 2 dengan kriteria terkendali sedang adalah penyandang DM tipe 2 yang mendapatkan terapi diet saja atau satu macam obat dan diet.

Glukosa darah puasa (GDP) adalah hasil pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh setelah berpuasa minimal 8 jam dengan kadar normal <126 mg/dl.

Profil lipid adalah tes darah yang mengukur kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan trigliserida kemudian dihitung hasilnya normal apabila kolesterol total <200 mg/dl, HDL ≥40 mg/dl, LDL <100 mg/dl dan trigliserida <150 mg/dl.

Persen lemak tubuh adalah jumlah lemak dalam tubuh yang diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan dinyatakan dalam persen.

Persen lemak viseral adalah jumlah lemak viseral yang diukur menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) dan dinyatakan dalam persen. Aktivitas fisik adalah semua aktifitas yang dilakukan dalam satu minggu terakhir

dikonversi berdasarkan Metabolic Equivalent Task (MET) yang diukur menggunakan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ). Konsumsi cookies dan minuman serbuk Galohgor adalah jumlah cookies dan

minuman serbuk yang dikonsumsi oleh contoh dibandingkan dengan jumlah cookies dan minuman serbuk yang seharusnya dikonsumsi dan dinyatakan dalam persen.

Asupan zat gizi adalah semua asupan karbohidrat, protein, lemak, lemak jenuh, kolesterol, PUFA, MUFA, karbohidrat sederhana, dan serat yang dimakan dalam 24 jam dicatat menggunakan food record dibantu dengan food recall 24 jam yang diambil sebelum dan selama intervensi.

Konsumsi pangan sumber karbohidrat adalah frekuensi mengonsumsi pangan sumber karbohidrat dalam satu bulan terakhir berdasarkan nilai indeks glikemik (IG) yang diukur menggunakan FFQ semi kuantitatif pada awal dan akhir intervensi.

(39)

22

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Contoh yang memenuhi kriteria inklusi dan mengikuti intervensi hingga selesai pada kelompok kontrol sebanyak 16 orang dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sebanyak 10 orang. Karakteristik contoh sebelum dilakukan intervensi disajikan pada Tabel 4.

(40)

23 Sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan, yaitu 81.2% pada kelompok kontrol dan 80.0% pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Data Kemenkes (2013) menunjukkan bahwa prevalensi penderita DM di Indonesia, berdasarkan diagnosis dokter, pada jenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan pada laki-laki yaitu 1.7% dan 1.4%.

Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi homeostasis glukosa, dimana jenis kelamin laki-laki lebih berisiko mengalami gangguan glukosa darah puasa sedangkan pada perempuan lebih berisiko mengalami toleransi glukosa terganggu (Mauvais-Jarvis 2015). Perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi volume lemak viseral. Laki-laki memiliki volume lemak viseral yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, tetapi akumulasi lemak pada perempuan menopause cenderung ke dalam daerah viseral (Liu et al. 2003; Carey et al. 1997). Penelitian ini melibatkan contoh laki-laki dan perempuan yang sudah mengalami menopause untuk mengurangi bias dari pengaruh jenis kelamin terhadap homeostasis glukosa dan distribusi lemak viseral. Hasil uji Mann-Whitney pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (p>0.05).

Usia contoh sebagian besar masuk dalam kelompok usia 50 - 64 tahun, baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan. Kisaran usia contoh laki-laki 48 - 63 tahun sedangkan pada perempuan 47 - 63 tahun. Hasil uji independent T-test pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan usia pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (p>0.05).

Contoh yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan dengan yang bekerja yaitu 62.5% pada kelompok kontrol dan 60.0% pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Sumber pendapatan pada kelompok kontrol dan cookies dan minuman serbuk Galohgor yang tidak bekerja sebagian besar berasal dari suami/ istri. Hasil uji Mann-Whitney pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis pekerjaan dan sumber pendapatan pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (p>0.05).

Pendidikan terakhir contoh rata-rata tidak tamat SD/MI dengan rata-rata lama sekolah yaitu selama 5 tahun pada kelompok kontrol dan 4 tahun pada contoh kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Uji independent T-test pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan lama sekolah pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (p>0.05). Hasil penelitian Pasambunan (2015) menunjukkan bahwa pada penderita DM dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD memiliki kecenderungan mengalami peningkatan kadar GDP. Tingkat pendidikan dapat digunakan menjadi tolak ukur pengetahuan berperilaku sehat dalam mengelola penyakit yang diderita.

Riwayat DM dari keluarga merupakan faktor risiko menderita DM. Contoh yang memiliki riwayat DM sebanyak 37.5% pada kelompok kontrol dan 40.0% pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor. Orang yang memiliki riwayat keluarga menderita DM akan 2.3 kali lebih berisiko menderita DM dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga DM (Nainggolan et al. 2013).

(41)

24

oleh contoh yang mendapatkan terapi obat dari dokter yaitu metformin dan glibenclamide. Metformin merupakan jenis obat yang berperan dalam peningkatan sensitifitas insulin sedangkan glibenclamid merupakan jenis obat sulfonilurea yang berperan dalam memacu produksi insulin oleh sel beta pankreas (PERKENI 2011). Hasil uji Mann-Whitney pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan riwayat DM dan jenis obat pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor (p>0.05).

Kadar GDP sebelum intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor juga tidak berbeda nyata (p>0.05) (Tabel 4). Semua contoh dalam kondisi hiperglikemi yaitu kadar GDP ≥126 mg/dl. Rata-rata kadar GDP menurut kelompok sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan hasil penelitian (Roosita et al 2016).

Pada contoh yang mendapatkan terapi obat DM oleh dokter, sebanyak 9.1% contoh kelompok kontrol tidak rutin mengonsumsi obat, sedangkan pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor 20% contoh tidak rutin mengonsumsi obat DM (Tabel 5). Pasien DM tipe 2 yang tidak patuh minum obat hipoglikemik oral (OHO) 8.6 kali lebih berisiko mengalami hiperglikemi dibandingkan dengan pasien DM tipe 2 yang patuh minum OHO (Salistyaningsih et al. 2011).

Tabel 5 Konsumsi obat DM selama intervensi contoh yang mendapatkan terapi obat pada kelompok kontrol dan kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor

Konsumsi obat DM Kontrol

Cookies dan minuman serbuk

Galohgor

p

Rutin 13 (90.9) 8 (80.0)

Tidak rutin 1 (9.1) 2 (20.0)

Total 14 (100) 10 (100) 0.257

Independent T test

Status Gizi dan Aktivitas Fisik Contoh

Status Gizi Contoh

Penilaian status gizi contoh berdasarkan IMT dan persen lemak tubuh yang disajikan pada Tabel 6. IMT dikategorikan menjadi kurus (<18.5 kg/m2), normal (≥18.5 - <24.9 kg/m2), berat badan lebih (25.0 - <27.0 kg/m2) dan obesitas (≥27.0 kg/m2) (Kemenkes 2013). Obesitas merupakan kelebihan lemak tubuh yang meningkatkan risiko berkembangnya resistensi insulin dan dislipidemia (Gomez-Ambrosi et al. 2011; Choi et al. 2002; Kustiyah et al. 2013).

Status gizi berdasarkan nilai IMT sebelum intervensi pada kelompok kontrol lebih tinggi dibandingkan cookies dan minuman serbuk Galohgor, dengan rata-rata IMT sebesar 25.3 ± 3.6 kg/m2 sedangkan pada kelompok cookies dan minuman serbuk Galohgor sebesar 21.3 ± 2.3 kg/m2. IMT sebelum intervensi

Gambar

Tabel 1 Bahan dan komposisi nutrasetikal Galohgor
Tabel 1 Bahan dan komposisi nutrasetikal Galohgor (lanjutan)
Tabel 2 Syarat mutu minuman serbuk tradisional
Gambar 2 Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Para ello, hacemos doble clic sobre cada computadora, usando el menú Config y en FastEthernet, indicamos la dirección IP por maquina así como su máscara

Lattice Topology Information is the result of grouping Persistent Scatterers to lattices. The two spanning vectors of the lattice have to correspond to the vertical and

Dari masalah yang dihadapi produsen (masyarakat Desa Ciseeng) terhadap produk mereka, yaitu keripik singkong, dibuat modifikasi mesin pemotong singkong yang terintegerasi

Berdasarkan fenomena tersebut yang menjadi permasalahan adalah bagaimana peran Humas Kota Bengkulu dalam menginformasikan berbagai kebijakan pemerintah kepada masyarakat untuk

Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa di Nusantara, kegiatan kepenulisan dengan huruf Arab oleh masyarakat Melayu sudah berkembang pesat. Syamsul Hadi

treatment pada elemen interior yang merusak eksisting akan diminamalisir sehingga budaya pinisiq sebagai bagian dari unsur daerah kemudian dapat diterapkannya ke dalam desain

Kegiatan : PENYEDIAAN SARANA MAUPUN PRASARANA KLASTER INDUSTRI Pekerjaan : PEMBANGUNAN GEDUNG SENTRA IKM.. Lokasi

Perkembangan penjualan yang dialami oleh Depot Air Minum Mineral Isi Ulang Extra Qua di Pontianak per bulan pada tahun 2012 yang tidak stabil. Hal ini dapat diinterpretasikan