• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pelatihan, Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (K3) terhadap Kinerja Petugas Pemadam Kebakaran (Studi Kasus pada Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pelatihan, Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (K3) terhadap Kinerja Petugas Pemadam Kebakaran (Studi Kasus pada Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Wanti Tri Nurani

2. Tempat tanggal lahir : Jakarta, 28 maret 1993

3. Agama : Islam

4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Alamat : Jl. Kenari IX blok AE6 No. 35 RT 01/ RW 021 Reni Jaya Pamulang, Tangerang Selatan 15417.

6. No. Telepon : 087771130870

7. Email :wanti.trinurani@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. 2011–2015 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. 2008–2011 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan 3. 2005–2008 : SMP Negeri 1 Pamulang

4. 1999–2005 : SD Negeri Pamulang 1 5. 1998–1999 : TK Islam Cahaya Agung

III. PENGALAMAN ORGANISASI

(7)

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the influence of training,occupational health and safety (OHS) have significant on firefighters performance of Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan .

This research is a case study with quantitive approach. The data source is primary and secondary collected by using some techniques: interview, questionnaire, library research and documentation. The samples in this study amounted 77 correspondents, with Slovin formula. The statictical methods used is multiple linear regression analysis.

The result of this research, based on partially and simultaneous test, proved that the training, occupational health and safety (OHS) have significant influence on firefighters performancer. The value of Adjusted R Square is 0,516, it means all independent variables can explained 51,6% toward the dependent variables. While the remaining 48,4% was explained by other factors which were not examined in this research.

(8)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

Adapun penelitian ini merupakan penelitian studi kasus dengan metode penelitian kuantitatif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah sumber primer dan sumber sekunder, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, kuesioner, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 77 responden dengan menggunakan rumus Slovin. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan baik secara parsial maupun simultan terbukti bahwa pelatihan, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar 0,516 yang berarti semua variabel independen dapat menjelaskan sebesar 51,6% terhadap variabel dependen. sementara sisanya 48,4% dapat dijelaskan oleh faktor lainnya yang tidak diuji di dalam penelitian ini.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Wr.Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan rasa syukur yang tak terhingga

ku panjatkan kepada ALLAH SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelatihan, dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Kinerja Petugas Pemadam Kebakaran (Studi Kasus pada Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota AdministrasiJakarta selatan)”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta papa Oyon Daryono dan mama Suhartini yang telah membesarkanku, menyayangiku, mendidikku serta mendukungku untuk sekolah setinggi mungkin. Kakak-kakakku tersayang Annisa Hartiwi Wulandari dan Winna Dwiarti yang terus menyemangati dalam menyelesaikan kuliah. Hanya doa yang dapat aku panjatkan untuk membalas segala cinta kasih mama, papa dan kakak-kakak berikan. Terima kasih ku kepada keluargaku yang selalu memberikanku yang terbaik selama ini.

2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan beserta jajarannya Wakil Dekan Bidang Akademik, Administrasi Umum dan Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(10)

4. Bapak Prof. Dr. Azzam Jasin, MBA selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia melyangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan diskusi untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Lili Supriyadi, S.Pd, MM selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan dan diskusi untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memeberikan bekal ilmu yang tak terhingga kepada peneliti selama perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

7. Seluruh Staf Tata Usaha dan Bagian Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dan melayani dalam mengurus segala keperluan administrasi dan lain-lain.

8. Bapak Mansury dan Sutiman selaku bagian Admin dan Tata Usaha Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang telah menerima dan meluangkan waktunya untuk di wawancara dan memberikan data, serta kepada Petugas Pemadam Kebakaran yang telah bersedia mengisi kuesioner penelitian.

9. Yang terkasih, Radhiya Fajri yang selalu sabar menemani, menjadi penyemangat, membantu dan menyarankan yang terbaik.

10. Sahabatku dari semester satu Syifa Fauziah, yang telah membantu, memberikan pendapatnya dan selalu menyemangatiku.

11. Teman seperjuangan dalam meraih gelar sarjana, Anisa Rahmawati, Dewi Eka Putri, Osy Istifari, Siti Nurfaridaningrum, Sekar Laelani, Nita Fitria, Tirta Sati ayu dan Linda Indriyani.

12. Teman-teman seangkatan jurusan manajemen 2011 yang bersama-sama belajar dan berbagi ilmu serta saling menyemangati ketika kuliah sampai dengan ujian.

(11)

dan Akbar yang telah menjadi menjadi teman kelompok dalam sebulan mengabdi kepada masyarakat.

14. Kepada selutuh pihak yang turut mendukung dan membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis sudah semaksimal mungkin berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini namun dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kelemahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran atas skripsi ini.

Wasalamua’alaikum. Wr.Wb

Jakarta, 21 Desember 2015 Peneliti

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ... iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

(13)

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia... 10

b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia ... 11

2. Pelatihan ... 12

a. Pengertian Pelatihan ... 12

b. Jenis-jenis Pelatihan... 14

c. Tujuan Pelatihan ... 15

d. Manfaat Pelatihan ... 16

e. Faktor-faktor Pelatihan ... 17

f. Analisis Kebutuhan Pelatihan... 19

g. Metode Pelatihan ... 20

h. Evaluasi Program Pelatihan ... 23

3. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 ... 24

a. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3 ... 24

b. Tujuan dan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 26

c. Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 28 d. Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 29

e. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) .. 31

4. Kinerja ... 31

a. Pengertian Kinerja ... 31

b. Tujuan dan Sasaran Kinerja ... 33

c. Faktor-faktor Kinerja ... 34

(14)

5. Hubungan Keterkaitan Antar Variabel ... 36

B. Penelitian Terdahulu ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 40

D. Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 42

B. Metode Penentual Sampel ... 42

1. Populasi... 42

2. Sampel ... 43

C. Metode Pengumpulan Data... 44

1. Data Primer ... 44

2. Data Sekunder... 45

D. Metode Analisis Data... 45

1. Statistik Deskriptif ... 45

2. Uji Kualitas Data ... 46

a. Uji Validitas... 46

b. Uji Reliabilitas ... 47

3. Uji Asumsi Klasik... 47

a. Uji Normalitas... 47

b. Uji Heterokedastisitas ... 48

c. Uji Multikolinieritas ... 49

4. Analisis Regresi Linier Berganda ... 49

a. Uji Statistik t ... 50

(15)

c. Uji Koefisien Determinasi ... 51

E. Operasional Variabel Penelitian ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 55

1. Fokus, Lokus dan Waktu Penelitian ... 55

2. Sejarah Berdirinya Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta... 56

3. Visi, Misi dan Moto Organisasi ... 58

4. Struktur Organisasi ... 58

5. Asosiasi Terkait ... 55

6. Sarana dan Prasarana ... 63

7. Perundangan dan SNI Terbaru... 64

8. Karakteristik Responden... 66

9. Distrubusi Jawaban Responden ... 69

B. Analisis dan Pembahasan... 74

1. Hasil Uji Statistik Deskriptif... 74

2. Hasil Uji Kualitas data ... 75

a. Uji Validitas... 75

b. Uji Reliabilitas ... 78

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 78

a. Uji Normalitas... 78

b. Uji Hetrokedastisitas... 81

(16)

4. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda... 84

a. Uji Statistik t (Parsial) ... 84

b. Uji Statistik F (Simultan) ... 88

c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 89

BAB V PENUTUP... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Pendidikan dan Pelatihan ... 3

Tabel 1.2 Rekap Laporan Kejadian Kebakaran Tahun 2015 Wilayah Jakarta Selatan ... 5

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 39

Tabel 3.1 Skala Likert... 45

Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 53

Tabel 4.1 Jumlah Armada ... 63

Tabel 4.2 Sumber Bahan Pemadam Jakarta Selatan ... 64

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 66

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 67

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasaran Tingkat Pendidikan ... 67

Tabel 4.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 68

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden Variabel Pelatihan ... 69

Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden Variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 71

Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden Variabel Kinerja ... 73

Tabel 4.10 Hasil Uji Statistik Deskriptif... 74

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Variabel Pelatihan... 75

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ... 76

Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja... 77

(18)

Tabel 4.15 Hasil Uji Kolmogorov Smirnov... 80

Tabel 4.16 Hasil Uji Park... 82

Tabel 4.17 Hasil Uji Multikolinieritas ... 83

Tabel 4.18 Hasil Uji t... 84

Tabel 4.19 Hasil Uji F... 88

(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Faktor yang Berperan dalam Pelatihan ... 17

Gambar 2.2 Metode Pelatihan ... 21

Gambar 4.1 Struktur Organisasi ... 60

Gambar 4.2 Uji Normalitas... 79

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian... 96

Lampiran 2. Surat Pengesahan Izin Penelitian... 97

Lampiran 3. Data Pos dan Sektor... 98

Lampiran 4. Rekap Laporan Kejadian Kebakaran Tahun 2015... 99

Lampiran 5. Kuesioner Penelitian... 100

Lampiran 6. Data Hasil Kuesioner Penelitian... 104

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 115

Lampiran 8. Hasil Uji Validitas ... 115

Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas ... 116

Lampiran 10. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 116

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia adalah Negara berkembang yang tentu menginginkan sebuah pembangunan ke arah yang lebih baik dalam segala bidang yang menyangkut kesejahteraan rakyatnya yaitu meliputi bidang ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Namun dalam penerapannya tidak selalu berjalan mulus. Masih banyak hambatan yang harus dibenahi pemerintah.

Jakarta sebagai ibukota yang menjadi pusat pemerintahan dan penggerak perekonomian menjadi sorotan seluruh masyarakat luas. Tidak hanya perusahaan besar tetapi instansi Negara dengan segala problematikanya saat ini menjadi perhatian penting. Dalam melakukan berbagai aktivitas pemerintahan dibanyak instansi tidak hanya memerlukan sebuah sistem yang canggih, namun bagaimana memperoleh sumber daya manusia.

(22)

Pelatihan merupakan keterampilan yang diberikan kepada para pekerja untuk menunjang dan memudahkan mereka dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dinilai penting. Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2006:50) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Pelatihan memiliki tujuan menurut Dr. Mutiara S. Panggabean (2004:41) pelatihan dilakukan untuk kepentingan karyawan, perusahaan, dan konsumen. Tujuan bagi perusahaan salah satunya adalah mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan.

Dalam meminimalisir terjadinya kerusakan dan kecelakaan tersebut ada istilah yang tidak asing yaitu keselamatan dan kesehatan kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja. sedangkan, kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental (Mondy dan Noe, 1990). Desler (2000) mengemukakan bahwa ada tiga penyebab utama kecelakaan, yaitu secara kebetulan (change occurance), kondisi tidak aman (unsafe condition), dan sikap yang tidak diinginkan (unsafe acts on the part of employee).

DinasPemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Propinsi DKI Jakarta adalah unsur pelaksana pemerintah daerah yang diberi tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas penanganan masalah kebakaran. Dibentuknya organisasi Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan

(23)

rangka memberikan perlindungan kepada warganya dari ancaman bahaya kebakaran dan bencana lainnya (jakartafire.net). Dengan jumlah petugas Suku

Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sebanyak 350 orang yang terbagi dalam tiga regu A, B dan C.

Seluruh petugas dibekali dengan pelatihan untuk melengkapi keterampilan yang lainnya.

Program pelatihan yang sedang berjalan ialah Vertical Rescue yaitu

penyelamatan korban kebakaran di ketinggian. Vertical Rescue termasuk dalam metode pelatihan dan simulasi yaitu, metode dimana petugas dilatih

dengan menggunakan peralatan yang dilakukan diluar pekerjaannya. dilakukan sejak bulan September-Desember 2015 setiap hari Rabu bertempat di Sudin Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Selatan.

Data pelatihan dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 1.1

Data Pendidikan dan Pelatihan

No. Bidang Pencegahan Kebakaran Jam Pelajaran

1. Inspektur tingkat I 200 jam

2 Inspektur tingkat II 200 jam

3. Bahan-bahan berbahaya (B3) 200 jam

4. Tenaga PPL 200 jam

5. Manajemen penyelamatan sistem kebakaran 100 jam

No. Bidang Pemadaman Kebakaran Jam Pelajaran

1. Petugas pemadam kebakaran tingkat I, II, III 200 jam

2. Pengemudi/Operator tingkat I, II 200 jam

3. Montir kendaraan operasional 100 jam

4. Perwira kebakaran tingkat I, II, III 100 jam

5. Instruktur 200 jam

6. Refreshing Ka. Sektor 24 jam

7. Refreshing Ka. Danton 24 jam

8. Refreshing Ka. Regu 24 jam

9. Komandan BALAKAR 200 jam

(24)

Berdasarkan tabel 1.1 data pelatihan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap petugas pemadam kebakaran harus melalui berbagai pelatihan

sesuai dengan posisi atau tingkat mereka. Pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keterampilan petugas pemadam dalam melaksanakan tugasnya.

Pemadam kebakaran sebagai tindaklanjut dari kegagalan usaha-usaha pencegahan kebakaran. Dalam melakukan pemadaman kebakaran, petugas pemadam kebakaran dihadapkan pada situasi extreme yang dapat

menimbulkan kecelakaan kerja, dengan kata lain sangat beresiko tinggi. Oleh karenanya dalam melakukan pemadaman kebakaran dibutuhkan keterampilan

khusus, disiplin tinggi dan kerjasama tim yang baik. Sesuai dengan moto: memelihara keterampilan perorangan dan kerja kelompok bagi setiap regu penyelamat, tiada jalan lain selain berlatih dan berlatih (jakartafire.net).

Dalam mewujudkan rasa aman serta memberikan perlindungan kepada warga kota tersebut, Dinas Pemadam Kebakaran, sesuai dengan yang diatur

dalam SK Gub Nomor 9 tahun 2002, tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta, Mempunyai 3 tugas pokok, yakni:

1. Pencegahan Kebakaran 2. Pemadaman Kebakaran

3. Penyelamatan Jiwa dan ancaman kebakaran dan bencana lain.

(25)

kebakaran” Minggu, 27 September 2015 (http://pemilu.tempo.co). Berikut data laporan kejadian kebakaran:

Tabel 1.2

Rekap Laporan Kejadian Kebakaran Tahun 2015 Wilayah Jakarta Selatan

Bulan Frekuensi

Kerugian jiwa Luas

Area (m2)

Taksiran Kerugian (Rp)

Petugas Warga

Mati Luka Mati Luka

1. Januari 17 - - - - 1.226 3.456.600.000

2. Februari 23 - - - - 784 3.041.000.000

3. Maret 18 - - 1 6 1.305 4.596.000.000

4. April 21 - - - 2 2.962 5.348.000.000

5. Mei 27 - - - 2 2.917 6.658.000.000

6. Juni 32 - - 1 5 4.831 9.309.500.000

7. Juli 38 - - 1 - 8.784 8.688.300.000

8. Agustus 42 - - 2 - 8.783 8.883.500.000

Jumlah 218 - - 5 15 31.592 49.981.200.000

Sumber : SUDIN Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jaksel Dari data tabel 1.2 di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sejak bulan April sampai dengan bulan Agustus telah terjadi peningkatan frekuensi kejadian kebakaran secara terus-menerus setiap bulannya. Tidak ada korban baik luka maupun jiwa pada petugas pemadam kebakaran. Namun disisi lain terdapat warga yang menjadi korban luka yaitu 15 orang, dan korban jiwa mencapai 5 orang. Luas daerah yang terbakar pun semakin meningkat dengan jumlah area terbakar 31.592m2 serta kerugian yang tidak sedikit yaitu mencapai taksiran Rp. 49.981.200.000.

(26)

setiap tahunnya jumlah kebakaran di Jakarta jumlahnya mencapai ratusan. Ungkap Subejo, sebagai Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta Senin, 29 September 2014 (poskotanews.com). Pihaknya pun telah meminta kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk penambahan personel. Namun setelah setahun berlalu belum juga mencapai target personel.

Selain itu, lanjut Subejo, pihaknya kekurangan pos pemadam kebakaran karena saat ini jumlahnya baru sebanyak 100 lokasi. Idealnya setiap satu kelurahan ada satu pos pemadam. Sementara jumlah kelurahan yang ada di Jakarta mencapai 267 kelurahan. Kedepan untuk menekan dampak kebakaran maka akan meningkatkan respon kebakaran. Jika sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) responnya mencapai 15 menit, nanti secara bertahap akan kita tekan di bawah 15 menit. Secara bertahap bisa 10 menit, akan diperbanyak pos untuk mempercepat respon itu.

(27)

meninggal dan menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Kurangnya personil petugas pemadam di Jakarta serta masih seditnya pos-pos yang tersedia untuk mencapai lokasi kebakaran lebih dekat.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran dengan judul: “Pengaruh

Pelatihan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja

Petugas Pemadam Kebakaran (Studi Kasus pada Suku Dinas

Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi

Jakarta Selatan)”.

B. Rumusan Masalah

Dengan pelatihan yang sedang berlangsung serta keselamatan dan kesehatan kerja yang berkaitan dengan resiko yang dimiliki. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pelatihan berpengaruh secara parsial terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran?

2. Apakah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berpengaruh secara parsial terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran?

3. Apakah pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berpengaruh secara simultan terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran?

(28)

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan dapat ditetapkan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh pelatihan secara parsial terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara parsial terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh pelatihan, keselamatan dan

kesehatan kerja (K3) terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Kontribusi Teoritis

a. Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan teoritis dan memperluas wawasan untuk mempelajari secara langsung dan menganalisis mengenai pengaruh pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran.

b. Bagi Akademisi

Dapat dijadikan sumber informasi tambahan bagi para pembaca untuk menambah referensi bagi penelitiannya baik yang akan maupun yang sedang melakukan penelitian tersebut.

2. Kontribusi Praktis

a. Bagi Instansi

(29)

memberikan gambaran pengaruh pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja (k3) terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran.

b. Bagi Pemerintah

(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen sumber daya manusia termasuk salah satu ilmu yang terdapat dalam manajemen yang mempelajari tentang manusia itu sendiri. Manusia memiliki peranan penting dalam menggerakkan organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan organisasinya. Beberapa ahli memberikan definisi mengenai sumber daya manusia seperti menurut Menurut Wayne Mondy (2008:4) manajemen sumber daya manusia adalah pemanfaatan sejumlah individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Menuurut Flippo (1980) dalam Handoko (2014:3) manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.

(31)

karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan. Kemudian dalam buku yang sama pula menurut A.F. Stoner manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang lebih tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka penulis dapat menarik simpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah ilmu yang berkaitan dengan proses-proses memberdayakan seseorang di dalam organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi itu sendiri secara efektif dan efisien.

b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia sebagai satu-satunya makluk hidup yang menjalankan organisasi untuk mencapai keberhasilan tentu harus memanfaatkan sumber daya manusia yang ada secara optimal. Menurut Mondy (2008:4) terdapat lima area fungsional terkait dengan manajemen sumber daya manusia yang efektif yaitu sebagai berikut, 1) penyediaan staf, 2) pengembangan sumber daya manusia, 3) kompensasi, 4) keselamatan dan kesehatan, serta 5) hubungan karyawan dan buruh.

(32)

daya manusia seperti memberkan pelatihan kepada pegawai. Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pegawai. Dengan mendapat pelatihan tersebut para pegawai diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya serta kontribusinya kepada organisasi. Dalam penelitian yang dilakukan Fendy Levy Kambey, Suharnomo (2013) bahwa pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja juga memiliki fungsi penting dalam manejemen sumber daya manusia. Menurut Mondy dan Noe (1990) dalam Panggabean (2002:112) keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja, sedangkan kesehatan kerja merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental. Dimana untuk mewujudkan kinerja yang baik diperlukan sumber daya yang sehat secara fisik maupun mental serta keselamatan yaitu terhindar dari segala penyakit yang dapat ditimbulkan dari aktivitas kerja. Oleh karena itu perusahaan atau organisasi harus memastikan bahwa seluruh pegawainya dalam keadaan baik.

2. Pelatihan

a. Pengertian Pelatihan

(33)

sebagai tempat kerja atau tempat yang disimulasikan sebagai tempat kerja. Proses pelatihan difokuskan pada pelaksanaan pekerjaan dan penerapan pemahaman serta pengetahuan pada pelaksanaan tugas tertentu. Umumnya hasil yang diinginkan dari pelatihan ialah penguasaan atau peningkatan keterampilan. Proses pelatihan dikendalikan oleh pemilik keahlian yang diajarkan atau ahli yang membantu mengembangkan keterampilan melalui pengalaman terstruktur menurut Dale (2003:111) dalam Kaswan (2011:3).

Pendapat lain dikemukakan oleh Rivai dan Sagala (2010:211-212) mendefinisikan pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori.

Sejalan dengan itu, menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2006:50) bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

(34)

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai definisi pelatihan maka penulis menggaris bawahi bahwa pelatihan yaitu salah satu cara mendapatkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan para pekerja yang mungkin sedang menurun sehingga perlu dibekali kembali dengan keterampilan untuk meningkatkan kinerja mereka.

b. Jenis-jenis Pelatihan

Menurut Akrani (2009) dalam Kaswan (2011:213-214), ada lima jenis pelatihan yang berbeda. Pelatihan-pelatihan itu adalah sebagai berikut:

1. Induction training(pelatihan induksi)

Bertujuan mengenalkan organisasi kepada karyawan yang baru diangkat. Ini merupakan pelatihan yang singkat dan informatif yang diberikan segera setelah bergabung dengan organisasi tersebut

2. Job training(pelatihan pekerjaan)

Berkaitan dengan pekerjaan khusus dan tujuannya adalah memberi informasi dan petunjuk yang sesuai kepada karyawan sehingga memungkinkan mereka melaksanakan pekerjaan secara sistematis, tepat, efisien, dan akhirnya dengan percaya diri.

3. Training for promotion(pelatihan untuk promosi)

(35)

4. Refresher training(pelatihan penyegaran)

Ialah memperbaharui keterampilan professional, informasi dan pengalaman seseorang yang menduduki posisi eksekutif penting.

5. Training for managerial development (pelatihan untuk pengembangan manajerial)

Diberikan kepada manajer agar meningkatkan efisiensinya dan dengan demikian memungkinkan mereka menerima posisi yang lebih tinggi. Perusahaan harus menyediakan semua jenis pelatihan.

c. Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan menurut Mangkunegara (2006:52) sebagai berikut :

1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi 2. Meningkatkan produktivitas kerja

3. Meningkatkan kualitas kerja

4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia 5. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja

6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal

(36)

d. Manfaat Pelatihan

Dalam hal ini pelatihan memiliki manfaat yang dapat dihasilkan, menurut Rivai dan Sagala (2010:217-218) manfaat pelatihan untuk karyawan sebagai berikut:

• Membantu karyawan dalam membuat keputusan dan pemecahan masalah yang efektif

• Melalui pelatihan dan pengembangan, variabel pengenalan, pencapaian prestasi, pertumbuhan, tanggung jawab, dan kemajuan dapat diinternalisasikan dan dilaksanakan

• Membantu mendorong dan mencapai pengembangan diri dan rasa percaya diri

• Membantu karyawan mengatasi stress, tekanan, frustasi, dan konflik

• Memberikan informasi tentang meningkatnya pengetahuan kepemimpinan, keterampilan komunikasi dan sikap

• Meningkatkan kepuasan kerja dan pengakuan

• Membantu karyawan mendeteksi tujuan pribadi sementara meningkatkan keterampilan interaksi

• Memenuhi kebutuhan personal peserta dan pelatih

• Memberikan nasihat dan jalan untuk pertumbuhan masa depan • Membangun rasa pertumbuhan dalam pelatihan

(37)

e. Faktor-faktor Pelatihan

Dalam melaksanakan pelatihan ini menurut Rivai dan Sagala (2010:225-226) ada beberapa faktor yang berperan yaitu:

1. Instruktur 2. Peserta

3. Materi (bahan) 4. Metode

5. Tujuan Pelatihan

Keterkaitan dan keterikatan antar faktor yang berperan dalam pelatihan dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Faktor yang berperan dalam pelatihan

Sumber: Rivai dan Sagala (2010:226)

Adapun dimensi pelatihan menurut Mangkunegara (2013:44) ialah sebagai berikut :

1) Instruktur

Instruktur adalah seorang pengajar yang cakap memberikan

Metode Instruktur

Peserta

Tujuan

(38)

bantuan yang sangat besar kepada suksesnya program pelatihan. Instruktur menjelaskan secara keseluruhan tujuan dari pekerjaan kepada peserta pelatihan kemudian menjelaskan tugas-tugas khusus untuk melihat relevansi dari masing-masing pekerjaan dan mengikuti prosedur kerja yang benar.

2) Peserta

Seorang peserta pelatihan hendaknya, dilatih untuk macam pekerjaan yang disukainya dan cocok untuk pekerjaan. Baik itu peserta manajerial maupun operasional.

3) Materi (Bahan)

Materi program pelatihan harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan. Materi pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan peserta atau memotivasi.

4) Metode

Metode yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis materi dan disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang menjadi kemampuan peserta.

5) Tujuan pelatihan

(39)

f. Analisikis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Analysis)

Pelatihan yang efektif dapat meningkatkan kinerja seseorang, namun sebaliknya pelatihan yang kurang baik atau tidak sesuai dengan kebutuhan justru dapat menimbulkan masalah baru seperti membengkaknya biaya pelatihan. Maka dibutuhkan analisis penilaian kebutuhan para pekerja. Menurut Kaswan (2011:64-72) tujuan keseluruhan fase penilaian kebutuhan adalah untuk menentukan apakah pelatihan dibutuhkan, dan jika dibutuhkan, memberi informasi yang dibutuhkan untuk merancang program pelatihan. Penilaian kebutuhan terdiri dari tiga tingkat sebagai berikut :

1) Tingkat Organisasi/Strategis

Analisis organisasi/strategis memeriksa faktor-faktor utama seperti budaya, misi organisasi, iklim bisnis,, sasaran jangka pendek dan jangka panjang, dan struktur. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi baik kebutuhan organisasi secara menyeluruh dan tingkat dukungan untuk pelatihan.

2) Tingkat Individu/Karyawan

(40)

organisasi. Sering analisis individu melibatkan penilaian peringkat kinerja karyawan dan selanjutnya mengidentifikasi karyawan atau kelompok karyawan yang kurang dalam keterampilan tertentu.

3) Analisis Tugas/Pekerjaan

Analisis tugas/pekerjaan adalah pemeriksaan terhadap tugas/pekerjaan yang dijalankan, berfokus pada kewajiban dan tugas di seluruh organisasi itu untuk menentukan pekerjaan yang mana yang membutuhkan pelatihan. Analisis pekerjaan seharusnya memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memahami persyaratan pekerjaan. Kewajiban dan tugas ini selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik lain yang dituntut untuk melaksanakan pekerjaan dengan memadai.

g. Metode Pelatihan

Dalam Mangkunegara (2006:60) menurut pendapat Andrew E. Sikula metode pelatihan adalah : “On the job; demonstration examples; simulation; apprenticeship; classroom methods (lecture,

coference, case study, role play-ing and programmed instruction); and

(41)

Gambar 2.2 Metode Pelatihan

Sumber : Andrew E. Sikula, 1981:251 1) On-the-Job Training

On-the-Job Training merupakan metode yang digunakan dimana seseorang dilatih untuk mempelajari pekerjaan atau tugas-tugas dalam suatu organisasi dengan terjun langsung melakukannya.

2) Magang

Magang merupakan suatu metode pelatihan yang terstruktur dengan proses kombinasi antara pelajaran yang di dapat sekolah dan praktek langsung di lingkungan kerja.

3) Belajar Secara Informal

Belajar secara informal merupakan suatu teknik pembelajaran yang tanpa disusun atau tidak terstruktur tetapi

Metode Pelatihan

Metode Simulasi

Metode Lainnya Metode

Ruang Kelas Metode

apprenti ceship Metode

demonst rasi dan contoh Metode

balai (Vestib

ule) Metode

Pekerja an (on the job)

Metode Studi Kasus Metode

Kuliah

Metode Bimbin

gan erencan Metode

Konfere nsi

Metode Bermain

(42)

melalui diskusi langsung dengan rekan kerja dengan memanfatkan perangkat atau peralatan yang seadanya.

4) Job Instruction Training

Job Instruction Training merupakan suatu teknik pelatihan dengan mengurutkan setiap tugas pekerjaan dan poin-poin penting untuk memberikan langkah-langkah pelatihan bagi karyawan.

5) Pengajaran

Pengajaran merupakan metode atau cara yang digunakan dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan berupa informasi yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan.

6) Pelajaran yang Terprogram

Pelajaran yang terprogram merupakan suatu teknik atau metode pelatihan terstruktur secara sistematis untuk memberikan ajaran tentang keterampilan pekerjaan dengan memberikan pertanyaan atau fakta dan mengizinkan peserta dalam menanggapi pertanyaan tersebut kemudian memberikan jawaban-jawaban akurat.

7) Pelatihan dengan Peralatan Audiovisual

(43)

8) Pelatihan dan Simulasi

Pelatihan dengan simulasi merupakan metode pelatihan dimana karyawan dilatih dengan menggunakan peralatan khusus dan dilakukan diluar pekerjaan.

9) Pelatihan Berbasis Komputer

Pelatihan berbasis komputer atauComputer-Based Training (CBT) merupakan metode pelatihan dengan menggunakan sistem berbasis komputer dengan tujuan agar karyawan atau peserta pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

10) Pelatihan Berbasis Internet

Pelatihan berbasis internet merupakan metode pelatihan dengan memberikan pengajaran berupa materi pelatihan secara online dan para karyawan atau peserta pelatihan dapat mengaksesnya.

h. Evaluasi Program Pelatihan

(44)

a. Kriteria pendapat

Kriteria ini didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai program pelatihan yang telah dilakukan. Hal ini dapat diungkapkan dengan menggunakan kuesioner mengenai pelaksanaan pelatihan. Bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan, pelatihan, metode yang digunakan, dan situasi pelatihan.

b. Kriteria belajar

Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes keterampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.

c. Kriteria perilaku

Kriteria pelaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes keterampilan kerja. sejauhmana ada perubahan perilaku peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.

d. Kriteria hasil

Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang diperoleh seperti menekan turnover, berkurangnya tingkat absen, meningkatnya produktivitas, meningkatnya penjualan, dan meningkatnya kualitas kerja dan produksi.

(45)

Tenaga kerja perlu mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan dalam melakukan pekerjaannya. Organisasi harus menaruh perhatian lebih agar segala sesuatunya berjalan aman. Karena bukan tidak mungkin hal yang tidak diinginkan terjadi dan menimpa pekerja akibat dari aktivitas kerjanya terutama yang penuh dengan resiko.

Keselamatan meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja. Sedangkan, kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik ataupun mental menurut Mondy dan Noe (1990) dalam Panggabean (2004:112). Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan, tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut (Rivai dan Sagala, 2010:792).

Selain itu menurut Sedarmayanti (2011:208) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan

Manajemen Pegawai Negeri Sipil” bahwa keselamatan dan kesehatan

(46)

kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.

Pada prinsipnya dasar keselamatan dan kesehatan kerja menekankan beberapa hal, yaitu:

1. Setiap karyawan berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan.

2. Setiap karyawan yang berada di tempat kerja harus dijamin keselamatannya.

3. Tempat pekerjaan dijamin dalam keadaan aman.

b. Tujuan dan Pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Rivai dan Sagala (2010:793) tujuan pentingnya K3 sebagai berikut:

1. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat

Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja, penyakit, dan hal-hal yang berkaitan dengan stress, serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, perusahaan akan semakin efektif. Peningkatan-peningkatan terhadap hal ini akan menghasilkan:

a. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

(47)

c. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim. e. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai

akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan. f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena

meningkatnya citra perusahaan.

2. Kerugian lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat Jumlah biaya yang sering muncul karena ada kerugian-kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.

Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:207), tujuan dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

1) Sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja bebas.

(48)

3) Memberi perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan, agar terhindar dari bahaya pengotoran bahan proses industrialisasi yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk industri.

c. Faktor-faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Sedarmayanti (2011:210), faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja, baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya:

1) Faktor fisik; meliputi penerangan, suhu, udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

2) Faktor kimia; berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan dan benda padat.

3) Faktor biologi; dari golongan hewan dan tumbuh-tumbuhan. 4) Faktor fisiologis; seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja. 5) Faktor mental psikologi; susunan kerja; hubungan di antara

karyawan atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya.

Faktor lain yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Handoko (2014:191), yaitu:

(49)

pengaman, melakukan pemeliharaan fasilitas dan mempergunakan petunjuk-petunjuk dan peralatan keamanan. 2) Pendidikan dan pelatihan, antara lain dengan melakukan

kegiatan-kegiatan pencegahan kecelakaan dengan mengendalikan praktek-praktek manusia yang tidak aman dan mendidik karyawan dalam hal keamanan.

3) Penciptaan lingkunngan kerja yang sehat, untuk pemeliharaan kebersihan lingkungan, menjaga kesehatan para karyawan. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat secara tidak langsung, akan mempertahankan atau meningkatkan produktivitas.

4) Pelayanan kebutuhan karyawan, terdapat kegiatan-kegiatan rutin yang dapat memeriksa kebutuhan yang diperlukan karyawan dan penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan karyawan seperti kamar mandi, ruang ganti pakaian dan lain-lain.

5) Pelayanan kesehatan, perusahaan dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan penyediaan dokter organisasi dan klinik organisasi.

d. Syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(50)

kecelakaan dan memberikan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja (Sedarmayanti, 2011:209).

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja berisi syarat keselamatan kerja, sebagai berikut:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatka diri pada waktu kebakaran atau kejadian yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat perlindungan diri pada karyawan.

7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebarluasnya suhu, kelembabab, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar laut, atau radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi, dan penularan. 9. Memperoleh penerangan cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu udara yang baik dan cukup. 11. Memelihara kebersihan, kesehatan, ketertiban. 12. Memperoleh keserasian antara proses kerja.

(51)

15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan “bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang”.

16. Mencegah terkena aliran listrik.

17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi.

e. Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Sedarmayanti (2011:212) harus ada kebijakan K3 yang disyahkan oleh manajemen puncak, yang secara jelas memberikan kerangka sasaran K3 dan komitmen dalam memperbaiki kinerja K3. Kebijakan harus:

1. Sesuai dengan sifat dan skala resiko K3 dari organisasi. 2. Mencakup komitmen untuk perbaikan berkelanjutan.

3. Mencakup komitmen ketaatan untuk memenuhi peraturan K3 dan persyaratan lainnya yang berhubungan dengan organisasi. 4. Terdokumentasi, diterapkan dan dipelihara.

5. Dikomunikasikan pada seluruh personel dengan menekankan karyawan untuk peduli dengan kewajiban K3-nya.

6. Tersedia pada pihak terkait.

7. Ditinjau secara periodik untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan sesuai dengan organisasi.

4. Kinerja

(52)

Menurut pendapat Moeheriono (2012:95) pengertian kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis organisasi. Pandangan lain dikemukakan oleh King (1993) dalam Hamzah dan Nina (2012:61) kinerja adalah tugas pokok yang dibebankan kepadanya. Berbeda dengan King, Maier sebagaimana yang dikutip oleh As’ad (1995:23) mengatakan bahwa

kinerja merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Sejalan dengan itu menurut Rivai dan Sagala (2010:548) kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

(53)

dan pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas makan dapat penulis simpulkan bahwa kinerja adalah hasil atau keluaran dari aktivitas kerja yang telah dilakukan sesuai dengan tanggung jawab dalam mencapai tujuan.

b. Tujuan dan Sasaran Kinerja

Tujuan kinerja menurut Wibowo (2012:48) kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan, membantu mendefinisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi supervisor dan pekerja saling berkomunikasi. Tujuan kinerja adalah menyesuaikan harapan kinerja individual dengan tujuan organisasi. Kesesuaian antara upaya pencapaian tujuan individu dengan tujuan organisasi akan mampu mewujudkan kinerja yang baik.

Kemudian sasaran kinerja menurut Wibowo (2012:63-64) merupakan suatu pernyataan secaraspesifik yang menjelaskan hasil yang harus dicapai, kapan, dan oleh siapa sasran yang ingin dicapai tersebut diselesaikan. Sifatnya dapat dihitung, prestasi yang dapat diamati, dan dapat diukur. Sasaran merupakan harapan.

Sebagai sasaran, suatu kinerja mencakup unsur-unsur di antaranya: 1. The performers, yaitu orang yang menjalankan kinerja.

(54)

kinerja yang dilakukan oleh performer.

3. A time element, menunjukkan waktu kapan pekerjaan dilakukan.

4. An evaluation method, tentang cara penilaian bagaimana hasil pekerjaan dapat dicapai.

5. The place, menunjukkan tempat di mana pekerjaan dilakukan.

c. Faktor-faktor Kinerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan oleh Amstrong dan Baron (1998:16) dalam Wibowo (2012:100), yaitu sebagai berikut:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat, keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu. 2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan

dan dukunganyang dilakukan manajer danteam leader.

3. Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan rekan sekerja.

4. System factors, ditunjukkan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

(55)

Di sisi lain menurut Mathis dan Jackson (2009:378) kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut :

1. Kuantitas dari hasil 2. Kualitas dari hasil

3. Ketepatan waktu dari hasil 4. Kehadiran

5. Kemampuan bekerja sama

Sejalan dengan itu seperti yang diungkapkan oleh Wilson Bangun (2012:234) terdapat lima dimensi dalam kinerja yaitu:

1. Jumlah pekerjaan, dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.

2. Kualitas pekerjaan, setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai dengan ketentuan. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.

(56)

waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga memengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Pada dimensi ini, karyawan dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

4. Kehadiran, suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan kerja sama, tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya.

d. Kinerja Individu dalam kelompok

(57)

1. Fasilitas sosial

Fasilitas sosial merupakan suatu kecenderungan bahwa kehadiran orang lain kadang-kadang meningkatkan kinerja individu dan pada waktu yang lain menghalanginya (Greenberg dan Baron, 2003;284).

2. SosialLoafing

Sosial loafing merupakan suatu kecenderungan bagi anggota kelompok untuk menggunakan lebih sedikit usaha individu pada tugas tambahan apabila ukuran kelompok meningkat (Greenberg dan Baron, 2003;284).

5. Hubungan Keterkaitan Antar Variabel

a. Hubungan keterkaitan pelatihan dengan kinerja

Menurut Rivai dan Sagala (2010:224) tujuan pelatihan harus dapat memenuhi yang diinginkan oleh perusahaan serta dapat membentuk tingkah laku yang diharapkan serta kondisi-kondisi bagaimana hal tersebut dapat dicapai. Tujuan yang dinyatakan ini kemudian menjadi standar terhadap kinerja individu dan program yang dapat diukur. Di ungkapkan oleh Wilson Bangun (2012:203) untuk mencapai efektivitas perusahaan tiga konsep ini perlu diintegrasikan, pelatihan, konerja dan pembelajaran karyawan. karena besarnya pengaruh pelatihan pada keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuannya, maka hubungan antara pelatihan dengan kinerja semakin menjadi penting.

(58)

Menurut Sedarmayanti (2011:217) dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, perusahaan harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja keselamatan dan kesehatan kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian sistem manajemen K3. Di ungkapkan oleh Wilson Bangun (2012:393) analisis bahaya kerja (job hazard analysis/JHA) merupakan proses kegiatan yang dirancang untuk memahami tugas-tugas dalam pekerjaan untuk mengatasi timbulnya kecelakaan kerja yang diakibatkannya. Penerapan JHA akan memiliki pengaruh besar terhadap kinerja keselamatan kerja.

c. Hubungan pelatihan dengan K3

(59)

B. Penelitian Terdahulu

Table 2.1

No. Peneliti

(tahun) Judul Penelitian Persamaan dan Perbedaan Hasil Penelitian

1. Dahmiri

1. Menggunakan variabel independen Pelatihan 2. Menggunakan Variabel

dependen kinerja Perbedaan:

1. Menggunakan analisis regresi sederhana

Hasil yang diperoleh yaitu pelatihan pada PT. Njonja Meneer

Semarang)

Persamaan:

1. Menggunakan variabel independen pelatihan 2. Menggunakan variabel

dependen kinerja 3. Menggunakan analisis

regresi linier berganda Perbedaan:

1. Menggunakan variabel independen pemberdayaan dan partispasi

Hasil yang diperoleh yaitu menunjukkan masing-masing vaiabel positif dan signifikan

1. Menggunakan variabel independen pelatihan 2.Menggunakan variabel

dependen kinerja 3. Menggunakan analisis

regresi linier berganda Perbedaan:

1. Menggunakan variabel independen jaminan sosial 2. Menggunakan Variabel

independen Insentif

Hasil yang diperoleh yaitu masing-masing variabel positif dan signifikan

mempengaruhi kinerja karyawan. dan juga menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut bersama-sama memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. 4. Indria Al

Kaustar,

1. Menggunakan variabel independen K3 2. Menggunakan Variabel

dependen kinerja 3. Menggunakan Analisis

regresi linier berganda

(60)

Musadieq (2013)

kinerja karyawan.

5. I Gst. Ngr. Ag. Indra Kesuma dan Gede Riana (2012)

Pengaruh Kompensasi, Pendidikan dan Pelatihan, Program

Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan di Hotel Kuta Paradiso Kuta, Badung

Persamaan:

1. Menggunakan variabel independen pelatihan 2. Menggunakan variabel

independen K3 3. Menggunakan variabel

dependen Kinerja 4. Menggunakan analisis

regresi linier berganda Perbedaan:

1. Menggunakan variabel kompensasi

Hasil yan diperoleh yaitu kompensasi, pendidikan dan pelatihan, program keselamatan dan kesehatan kerja secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan

C. Kerangka Berpikir

H1

H3

H2

Pelatihan (X1)

Kinerja (Y) Keselamatan dan Kesehatan

(61)

D. Hipotesis

1. H01= Pelatihan tidak berpengaruh terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran

Ha1= Pelatihan berpengaruh terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran

2. H02= Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak berpengaruh terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran

Ha2= Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) berpengaruh terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran

3. H03= Pelatihan dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak berpengaruh secara simultan terhadap kinerja petugas pemadam kebakaran

(62)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup sumber daya manusia. Dalam penelitian ini menguji dua variabel yaitu, variabel independen dan variabel dependen. variabel independen dalam penelitian ini adalah pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja, sedangkan variabel dependennya adalah kinerja petugas pemadam kebakaran. Penelitian ini termasuk pada jenis penelitian kuantitatif. Menurut Suharyadi dan Purwanto (2008:13) penelitian kuantitatif adalah data yang diperoleh dari sampel atau populasi yang berupa data kuantitatif atau data berupa angka. Penelitian ini bersifat studi kasus yang dilakukan di Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Objek tersebut sangat menarik untuk diteliti sebab, manusia merupakan satu-satunya aset hidup yang memiliki peranan penting dalam mencapai keberhasilan suatu organisasi. Petugas pemadam kebakaran merupakan sosok yang sanggup berjibaku menjinakkan si jago merah yang di sisi lain sangat beresiko bagi para petugas itu sendiri.

B. Metode Penentuan Sampel

1. Populasi

(63)

Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan yang terdiri dari 3 regu pemadam yaitu regu A, B dan C yang secara bergantian berjaga dengan jumlah populasi petugas pemadam kebakaran sebanyak 350 orang.

2. Sampel

Sampel adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian (Suharyadi dan Purwanto, 2008:12). Pengambilan sampel dilakukan secara convenience sampling yaitu berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur dan bersifat kooperatif. Disisi lain menurut Sugiyono sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar , dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (2011:81). Untuk mengetahui ukuran sampel maka digunakan rumus Slovin dengan presentase kelonggaran sebesar 10% dengan rumus:

n =

Keterangan:

(64)

n =

( , )

= 77

C. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau objek penelitian (Suharyadi dan Purwanto, 2008:14). Data primer tersebut diperoleh langsung dari responden. Data responden diperlukan untuk mengetahui tanggapan responden mengenai pelatihan, keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja petugas Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.

a. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti (Sugiyono, 2011:137).

(65)

b. Kuesioner (Angket)

Menurut Sugiyono (2011:142) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Menurut Ghozali (2013:47) skala yang sering dipakai dalam penyusunan kuesioner adalah skala ordinal atau sering disebut skala likert, yaitu skala yang berisi lima tingkat preferansi jawaban dengan pilihan sebagai berikut :

Table 3.1 Skala Likert

Keterangan Skor

Sangat setuju 5

Setuju 4

Ragu-ragu/Netral 3

Tidak setuju 2

Sangat tidak setuju 1

2. Data Sekunder

Menurut Suharyadi dan Purwanto (2008:14) data sekunder merupakan data yang sudah diterbitkan atau digunakan pihak lain. Contoh data sekunder adalah data yang diambil dari koran, majalah, jurnal, dan publikasi lainnya. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer sebagai data pendukung untuk melakukan penelitian.

D. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kualitas data, uji asumsi klasik dan analisis regresi linier berganda.

(66)

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2011:147).

2. Uji Kualitas Data a. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r table untuk degree of freedom(df)=n-2, dalam hal ini n adalah sample (n). Jika r hitung lebih besar dari r table dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid (Ghozali, 2013:52-53). Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation, yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan. Apabila nilai signifikan yang didapat dibawah 0,05 maka data yang diperoleh adalah valid. Serta dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang digunakan, ialah sebagai berikut:

(67)

b. Uji Reliabilitas

Dikemukakan oleh Ghozali (2013:47) uji reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Selain itu menurut Nunnally dalam Ghozali (2013:48) suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilaiCronbach Alpha> 0,70.

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang dibuat dapat dijadikan alat prediksi yang baik. Uji asumsi klasik yang akan digunakan yaitu uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas..

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel yang kecil (Ghozali, 2013:160).

(68)

distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2013:161).

Selain itu uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametric kolmogorov-smirnov (k-s). jika nilai signifikan dari pengujian kolmogorov-smirnov lebih besar dari 0,05 berarti data normal (Ghozali, 2013:164).

b. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali, 2013:139).

(69)

LnU2i=α+βLnXi+vi

Dari persamaan diatas, apabila koefisien parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik yaitu jika nilai signifikan di bawah 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dalam data model empiris yang diestimasi terdapat heterekodastisitas, dan sebaliknya jika parameter beta tidak signifikan secara statistik maka asumsi homokedastisitas pada data model tersebut tidak dapat ditolak (Ghozali, 2013:141-142).

c. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Multikolinieritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance lawannya (2)variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinieritas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau dama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali, 2013:105-106).

4. Analisis Regresi Linear Berganda

(70)

dalam penelitian ini adalah kinerja petugas pemadam kebakaran, sedangkan variabel independennya adalah pelatihan, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Y = Kinerja petugas pemadam kebakaran α = Konstanta

β1β2 = Koefisien variabel independen X1 = Pelatihan

X2 = Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) e = Error

Pembuktian hipotesis dilakukan melalui tiga pengujian, yaitu uji statistik t, uji statistik F, dan uji koefisien determinasi.

a. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013:98). Untuk menguji statistik t dengan membandingkan antara nilai thitungdengan ttabel. Apabila nilai thitung > ttabel maka ada pengaruh

(71)

yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, atau bisa juga signifikansi dibawah 0,05 yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel independen.

b. Uji Statistik F (Uji Simultan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel dependen/terikat. Quick look: bila nilai F lebih besar daripada 4 maka HO dapat ditolak pada derajat kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima HA, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan mempengaruhi variabel dependen. Atau dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai fhitung > ftable, maka H0 ditolak dan menerima Ha. (Ghozali, 2013:98).

c. Uji Koefisien Determinasi

(72)

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik (Ghozali, 2013:97).

E. Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional variabel memberikan batasan dan penjelasan mengenai ukuran variabel yang digunakan dalam penelitian. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-iteminstrumentyang akan berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2011:93).

(73)

Tabel 3.2

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi No. Indikator No.

Peryataan Ukuran

Pelatihan (X1)

Mangkunegara (2006:51)

Instruktur 1 Kecakapan

pengajar

1 dan 2 Ordinal 2 Penjelasan

tugas

3 dan 4

Peserta 3 Pelatihan

disukai

5 dan 6 Ordinal 4 Pelatihan

sesuai

7 dan 8 Materi (bahan) 5 Sesuai

Kebutuhan

9, 10 dan 11

Ordinal 6 Memotivasi 12,13 dan

14

Metode 7 Sesuai materi 15 dan 16 Ordinal 8 Sesuai jenis

pekerjaan

17 dan 18

Tujuan 9 Hasil yang

diharapkan

19 dan 20 Ordinal 10 Sesuai

11 Peralatan dan perlengkapan kerja yang sehat

14 Pemeliharaan

35 dan 36 Ordinal

16 Penyediaan berbagai

Gambar

Tabel 4.15Hasil Uji Kolmogorov Smirnov...................................................
Gambar 2.1 Faktor yang Berperan dalam Pelatihan........................................
Tabel 1.1Data Pendidikan dan Pelatihan
Tabel 1.2Rekap Laporan Kejadian Kebakaran Tahun 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling dengan bentuk non-probability yang diperoleh lewat pengambilan sampel dengan cara purposive

Bahkan sampai pada urusan dapur seperti pembagian makan, pengaturan jadwal menu hidangan kepada segenap santri, diatur oleh pengurus OSPC tepatnya Bagian Dapur.16 Tidak hanya

Menimbang : bahwa besaran tunjangan kehormatan Bekas Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat dan Janda/Dudanya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

Dengan telah selesainya Pokja Konstruksi Pekerjaan Pembangunan Pasar Duman Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Lombok Barat Tahun Anggaran 2017 mengadakan evaluasi ulang

Karls Kost menyediakan fasilitas sesuai dengan iklan yang tertera di internet (kaskus, OLX, twitter &amp;

Puji syukur kepada Tuhan yang penuh berkat dan rahmat atas perkenanNya serta dukungan dari pimpinan Universitas Kristen Indonesia Seminar Nasional dan call for paper

Sistem informasi gizi balita yang ada di Dinas Kesehatan Kota Semarang saat ini belum bisa menampilkan wilayah mana saja yang memiliki permasalahan gizi

penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA N 1 Suruh, dan sampel yang digunakan adalah kelas XII IPA 1 dan XII IPS 3 dengan total sampel 39 siswa. Hasil penelitian