• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahjatu tanwir li syaikh 'Abdul bashir al-dharuri: dirasah filologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahjatu tanwir li syaikh 'Abdul bashir al-dharuri: dirasah filologi"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

1

3.Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta:

(11)

2

(12)

3

(13)

4

(14)
(15)

6

Pedo a Pe ulisa “kripsi Bahasa da

Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN

(16)
(17)

8

(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)

15

1

.

2

.

3

.

4

.

5

(24)

16

.

. .

.

(25)

17

.

.

.

.

.

.

(26)

18

.

.

.

(27)

19

. . .

.

.

(28)

20

.

.

.

. .

(29)

21

. .

.

.

(30)

22

.

. .

(31)

23

.

.

(32)

24

.

(33)

25

.

.47 .

(34)

26

.

.

.

.

.

.

(35)

27

.

.

.

.

(36)

28

.

.

.

(37)
(38)

30

. .

.

(39)

31

.

(40)

32

. .

.

(41)

33

(42)

34

(43)

35

81

.

.

(44)

36

.

. .

(45)

37

.

.

.

.

. 92

(46)

38

(47)
(48)

40

(49)

41

.

(50)

42

.

.

.

(51)

43

.

(52)

44

.

.

(53)

45

(54)

46

(55)

47

.

.

(56)

48

.

.

.

.

(57)

49

.

.

(58)

50

.

.

(59)

51

. ا

.

(60)

52

.

(61)

53

.

(62)
(63)

55

.

.

(64)

56

(65)
(66)

58

(67)

59

(68)

60

(69)

61

.

(70)

62

(71)

15

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. KepadaNyalah kami memohon pertolongan.segala puji bagi Allah yang telah meletakkan kebaikan di dalam jiwa-jiwa yang terbuka dan yang memberikan cahaya terang di dalam hati-hati yang bersih. Shalawat serta salam selalu tercurahkan ke junjungan kita nabi besar Muhammad SAW pemilik kebenaran. Dan kebaikan selalu tercurahkan kepada keluarganya dan para sahabat pilihan dari golongan Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut

membantu kaum Muahajirin tersebut) Amma ba‟du.

Risalah ini menjelaskan dengan ringkas tentang kalimat-kalimat dan uangkapan-ungkapan serta hal-hal Al-Mukasyifaat tentang hakekat keadaan Ahlu llaahi dan perbuatan-perbuatannya dalam shalat. Dinamakanlah risalah ini dengan Bahja At-tanwiiri (cahaya nan indah) dalam penjelasan faedah-faedah yang

terlihat dari tabi‟at „Arif kepada Allah Ta‟laa dalam keberadaan ketika menghadirkan hatinya kepada Allah di dalam shalat. Dan kalimat-kalimat serta ungkapan-ungkapan indah ini tidak dijelaskan kecuali atas dasar pertanyaan

saudara kami Fakhruddin Abdul Jaliil Sulthon Al-Mankasari. Semoga Allah

senantiasa merahmati atas diri beliau. Kami memohon kepada Allah SWT agar

beliau dapat memeberikan manfa‟at atas dirinya dan para pengikut Tuhan semesta

alam.

Ketahuilah bahwasanya shalat adalah pegangan yang disukai bagi golongan-golongan „Aarifiin dan merupakan ritual bermunajat bagi gol ongan-golongan yang mendekatkan diri dan perjalanan bagi orang-orang yang menenmpuh jalan spiritualitas (As-saalikiina) dan merupakan dasar ataupun pangkal bagi golongan orang-orang yang beriman dan belenggu atau penjara bagi orang-orang munafik dalam mendekatkan diri kepada Tuhan pencipta alam.

Dinamakan „uruus (pegangan yang disukai) karena apabila golongan

(72)

64

senantiasa selalu beribadah kepada Allah SWT. Dengan kegembiraannya atas tercapainya hakekat dari keberadaan Allah SWT dan tidak menyekutukan ibadah kepada selainNYA dengan apapun. Dan dinamakan dengan perjalanan karena orang-orang „Aarifiina jika sedang melaksanakan sholat, seakan-akan naik ke hadirat Allah SWT dan para malaikat pun naik serta ikut mendampinginya menuju keharibaanNYA. Dan dinamakan dengan Al-Munajat karena dengan sholatlah dapat menguatkan suatu permohonan kepada Tuhannya di dalam bacaan shalat,

pujiannya, dan do‟anya dengan ucapan “ Kepada Engkaulah kami menyembah

dan kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Dan tunjukkanlah kami

menuju jalan yang lurus” (QS: Al-Fatihah: 5-6). Dan Allah SWT dengan segala kalamNYA di setiap bacaan , tetapi Dia berbicara dengan lisan atau ucapan sesuai kadar seorang hamba dari makna-makna dan wahyu dan Dia amat dekat dengan ataupun amat jauh kepadamu tergantung dari dirimu sendiri. Dan kamu mengharapkan agar Allah SWT selalu berada di sisi mu agar kamu bisa merasakan segala kebesaranNYA melalui panca inderamu.

Dan dinamakan dengan puncak akhir karena para As-Saalikiina mencapai batas akhir derajatnya di dalam sholat karena mereka adalah hamba yang menyembah kepada Allah SWT semata dan bukan kepada yang lainnya. Dan dinamakan dengan dasr atau pangkal pelindung bagi para golongan

Al-Mu‟taqidiina (yang beriman kepada Allah SWT) ketika sedang dalam keadaan sholat. Dan dinamakan sebagai belenggu atau penjara bagi golongan orang-orang Munafik jika dalam keadaan sholat, itu seperti penyembah matahari yang hanya beribadah sebagai rutinitas belaka. Ibarat seekor burung dalam sangkar. Maka

pegangan („Uruus) di sini adalah bagi Ahlu Al-Mahabbah kepada Allah SWT, seperti di dalam firmanNYA: “Adapun orang yang berimana sangat cinta kepada

Allah” ( QS: Al-Baqarah: 165). Dan perjalanan di sini bagi Ahlu Al-Walhi sebagai penambahan peningkatan kepada hakikat peribadatan seperti firman Allah SWT: “ Dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagiaan yang

lain beberapa derajat” (QS: Az-Zukhruf: 32). Dan bermunajat (meminta

(73)

65

Qaaf: 16). Dan puncak penghabisan bagi Ahlu Al-Wushul di dalam firman Allah SWT: “Dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan( segala sesuatu)” (QS:

An-Najm: 42).Dan merupakan asal atau pangkal bagi Ahlu At-Tatswiib dari golongan Al-Mu‟taqidiina tertera dalam firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh (berada) di dalam taman-taman surga, mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” (QS: Asy-Syuura: 22). Dan mendekatkan diri kepada Allah SWT Tuhan semesta alam dari golongan Ahlu Al-„Asyqi dan Ahlu Al -Mahabbah dalam beribadah kepada Tuhannya.

Ketahuilah bahwasanya shalat mempunyai karakter yang berbeda-beda bagi masing-masing hamba. Shalat bagi golongan Ahlu Al-Farqi yang lebih suka

shalat secara individual tanpa berjama‟ah bahwasanya di hanya melakukan rutinitas garakan ruku‟ dan sujud saja, maka tidak akan bisa melihat untuk menghadap Allah SWT sejauh mata memandang dan tidak bisa melihat ataupun merasakan kebesaran Allah SWT di dalamnya kecuali dari segi pelindung dalam hal kepercayaan saja. Dan itu adalh sholatnya orang awam dari golongn Ahlu

Al-Bu‟di (golongan yang jauh terhadap Allah SWT). Dan pelindung adalah pengikat

bagi hati yang membutuhkannya, dan barang siapa yang membutuhkan

sekedar pelindung saja maka dia telah melakukan syirik kecil (riya) dan Allah SWT tidak menyukai hati orang yang melakukan syirik dan tidak akan

dima‟afkan, sesuai firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dari dosa selain dari (syirik) itu” (QS: An-Nisaa’: 48). Dan juga bagi yang membutuhkan imbalan atau pamrih , keluar dari peribadahan kepada Allah SWT, bahwasanya ia berada di golongan Ahlu Al-Ujroh yang jauh dari hakekat kekhusyu‟an hati sebagai pendekat kepada Ilahi Rabbi. Dan yang meyakini dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan

riya‟ dalam shalat bukan untuk beribadah untuk ridha Ilahi atau yang tidak bersungguh-sungguh/ tidak khusyu‟ dari dalam hatinya ketika melakukan hukum

(74)

66

menerima hal-hal haram menjadi halal setelah Takbiiratu Al-Ihram, maka setiap hal yang halal seutuhnya akan menjadi haram setelah Takbiiratu Al-Ihram, dan hubungan ketika Takbir adalah hubungan kepada Allah Azza Wa Jalla semata

dengan ucapan kepadaNYA “Allahu Akbar”, bukan kepada selainNYA .

Maka hubungan yang sesuai hakikat kebenaran tidak mungkin terdapat pembebanan atas sesuatu di dalamnya seperti tidak memungkinkannya bagi seseorang yang melakukan ihram untuk membawa bekal makanan dan minuman dan selainnya yang termasuk sesuatu yang halal untuk dilakukan di dalam shalat, maka pahamilah. Dan tidak diterima shalatnya bagi siapa saja yang masih memikirkan atau terikat dengan urusan-urusan duniawi di dalam hatinya dan tidak dianggap shalatnya walaupun benar dalam bilangan rukun kecuali dari segi

maghfirah dari Allah SWT. Karena dia telah keluar dari kekhusyu‟an untuk

menghdap Allah SWT, dan bagi orang yang sedang beada dalam shalat maka ia berada dalam keadaan menghadap Allah SWT. Maka keluarnya ia dari keadaan menghadap Allah SWT tidak dianggap sholat yang haqiqi karena arti shalat yang haqiqi adalah hubungan antara Tuhan dan hambaNYA. Dan barang siapa yang memutuskan hubungan antara dirinya dengan Tuahannya maka dia termasuk golongan orang bodoh dan lalai, maka tidak benar shalatya walaupun benar dalam

bilangan huku syar‟i (rukun) dan semoga Allah SWT senantiasa melindungi dari hal-hal tersebut. Dan Ahlu Al-Hadhroti (orang yang khusyuk) diharamkan aatas

ketidak khusyu‟an ketika shalat dan diharamkan untuk berpaling seperti

diharamkannya hal yang halal ketika takbir, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maka ini dinamakan sebagai takbir, yaitu Takbiiratu Al-Ihram.

Dan Muhammad Al-Ghazali rahmatullahi „alaihi suatu hari melaksanakan shalat sendiri terus-menerus di antara shaf-shaf atau barisan di belakang Imam

Ahmad Al-Ghazali rahmatullahi „alaihi, dan beliau adalah seorang hakim di

zamannya. Maka kemudian warga masyarakat memperhatikan atas apa yang diperbuatnya dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat terhadapnya. Kemudian beliau (imam Ahmad Al-Ghazali) memanggil saudaranya itu, dan dia pun berkata kepadanya: “kenapa kamu melakukan ini wahai

(75)

67

jika kamu melakukannya juga, maka aku akan melaporkan hal ini kepada sang raja sehingga beliau akan marah kepadamu ata bahkan membunuhmu”. Dan ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan sewaktu ashar, berdirilah sang imam dan shalat bersama para jama‟ah dan kemudian Muhammad menjadi

makmum. Ketika sang imam ruku‟, Muhammad pun ikut ruku‟ bersamanya, dan ketika sang imam berdiri untuk i‟tidal, kemudian Muhammad pun membatalkan

shalatnya. Lalu ia berkata: “Astaghfirullah”. Lalu ia pun shalat sendiri. Dan ketika shalat telah selesai, sang imam pun sangat marah kepada saudaranya itu. Muhammad pun berkata: “sabarlah wahai tuanku, aku akan bertanya kepadamu

tentang suatu hal”. Dan dia pun mengatakan: “tanyalah padaku apa yang ingin kamu tanyakan”. Muhammad pun berkata: “jika terdapat najis di pakaian

ataupun badan apakah shalat menjadi sah atau tidak?”. Sang Imam pun berkata:

“itu tidak sah”. Muhammad pun berkata: “inilah dia penjelasan bagaimana

shalat itu menjadi sah jikalau hati dalam keadaan kotor, dan aku ingin

mempertanyakan apakah shalatmu sudah benar dalam hal kekhusyu’an dan kesuciannya”. Maka terkejutlah hati sang imam terhadap saudaranya itu. Maka kemudian masuklah ia ke tengah-tengah kerumunan masyarakat dan berkata:

“Rasululullah SAW bersabda: bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk (rupa) kamu dan bukan kepada amalan-amaln kamu, tetapi melainkan Dia hanya melihat kepada hati-hati kamu dan niat kamu sekalian”. Dan syaikh Ibnu „Athoo‟illah mengatakan yang suci perbuatannya dan disertai dengan keikhlasan di dalam hatinya.

Ketahuilah bahwasanya Takbiiratu Al-Ihram tidak lengkap kecuali dengan

perjalanan dari „Alam As-Syahaadah ke „Alami Al-Jabaruuti,kemudian ke „Alam

Al-Malakuuti, lalu ke „Alam Al-Lahuuti . Dan dari tingkatan ini kemudian

menuju kepada Nama-nama dan Sifat-sifat. Dan dari tingkatan atau derajat ini mulai dari yang awal yang rendah menuju ke puncak Keesaan Dzat, dan itu merupakan penghabisan yang lengkap yang merupakan batas akhir, sehingga berada dalam keberadaan bersama Allah SWT. Maka katakanlah: “Allahu

(76)

68

kepada kasih sayangNYA. Maka pahamilah. Dan Allah SWT memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendakinNYA menuju jalan yang lurus.

Dan shalat bagi Ahlu Al-Jam‟i adalah dia meringankan atau memendekkan

ruku‟ ataupun memanjangkannya adalah sebagai kesaksian atas kebesaran Allah

„Azza Wa Jalla, seakan-akan ruhnya atau jiwanya pergi dari jasadnya untuk melihat dan menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Dan

ketidakmampuan untuk memanjangkan ataupun memendekkan ruku‟ serta sujud

adalah merupakan ibadah shalat dari golongan terendah yang mana tidak mengetahui proses dalam kesaksian untuk merasakan tanda-tanda kebesaran Allah

SWT di dalam ruku‟ dan sujud atas dasar kelemahan mereka. Lain halnya dengan

banyaknya kecintaan dari golongan Al-„Aasyiqiina dan Ar-Roogibiina kepada kebesaran Allah SWT. Seperti contohnya memanjangkan tuma‟niinah ketika

ruku‟ untuk proses merasakan kebesaran dan keagungan Allah SWT ketika

menghadap qiblat di dalam sujud sampai merasa sedekat mungkin dengan kehadirat Allah SWT seperti wirid (bacaan-bacaan do‟a) dan sebagian golongan Al-„Ashoogiri menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah SWT di dalam

ruku‟ dan sujud dan seakan-akan ruhnya pun keluar dari jasadnya. Dan ketika

berdiri dari ruku‟ maupun dari sujud dengan tergesa-gesa tanpa memanjangkannya, maka yang demikian itu seperti dalam keadaan perang yang dilakukan dengan cara tergesa-gesa, dan bukan dengan cara yang tenang atau

tuma‟niinah.

Barang siapa yang ingin bisa merasakan seluruh panca inderanya bisa

khusyu‟ ke hadirat Allah SWT, maka kumpulkanlah seluruh hajat atau keinginannya ketika sujud dan hadirkanlah seutuhnya pikiran, serta jiwa raganya dengan melupakan sejenak segala sesuatu kecuali dengan hanya terfokus keharibaan Allah SWT dan tidak menghadirkan di dalam hatinya kecuali keEsaan Allah SWT.

Dan Rasulullah SAW kadang-kadang memanjangkan i‟tidal dan kadang -kadang pula memendekkannya, mempercepat di karenakan keadaan yang lemah dari ummatnya ataupun keadaan yang kuat dari mereka. Dan di dalam hadist

(77)

69

jumroh . Dan juga ketika membaca do‟a sewaktu duduk sejenak bahwa

sesungguhnya terkadang cepat dan setelahnya pun demikian di karenakan keadaan yang kuat maupun yang lemah dari ummatnya.

Demikanlah keadaan ruh ketika mencintai dan menyayangi Tuhannya. Dan sesungguhnya ruh dan panca indera tidak berpaling kepada hal lain kecuali hanya kepada Allah SWT dengan kecintaan yang dalam di lautan kekhusyu‟an. Dan di situlah keberadaan Allah SWT. Barang siapa yang memasuki lautan itu maka ia tidak akan merasakan sesuatu apapun kecuali hanya merasakan kehadiran Allah SWT yang telah hadir di dalam dirinya atas kemampuannya untuk khusyu‟, atas penyatuan wujud dalam keAgungan Allah SWT. Dia tertarik diantara keAgungan yang tertinggi dan hal itu adalah merupakan puncak penghabisan seperti yang sudah kami sebutkan kami terdahulu ketika takbir, dan sebagian rukun-rukun yang terkadang lupa ketika melaksanakan shalat, maka diwajibkan qadha jika sedang dalam perjalanan dan mengetahui hubungan hal-hal yang tampak dari sisi luar dan hal-hal yang tidak tampak dari sisi dalam, dan bukanlah

hal yang tampak tanpa hal yang tidak tampak begitupula sebaliknya . Maka

jika dari segi batiniah adalah batal dan jika dari segi dzohir maka dibiarkan, dan diceritakan bahwa seorang lelaki dari golongan Ashoogiri dan ahlu Al-Dhuafaai melakukan sholat dengan cepat ketika hadirnya sang kholifah, sesungguhnya ia melihat kebesarannya dan kewibawaannya, sehingga meruntuhkan rukun-rukunnya dikarenakan dipercepatnya ibadah shalatnya. Dan ketika khalifah itu telah selesai dari shalatnya berkatalah ia kepada lelaki itu: “Ya

fulaan, kenapa kamu shalat seperti ini? Perbaikilah shalatmu dan jika kamu melakukan hal seperti itu lagi, aku akan membunuhmu dengan pedangku dengan pedangku”. Dan ia pun melepas pedangnya. Kemudian berdirilah Al-Walhu dan

dia shalat memanjangkan ruku‟ dan sujud sebaik-baik urutan dari shalatnya manusia. Dan ketika selesai dari shalatnya , berkatalah sang khalifah: “Ya fulaan,

kamu itu sesungguhnya mengetahui shalat, dan kenapa kamu shalat seperti orang yang sedang ketakutan sehingga tanpa tuma’niinah?”. Dia pun berkata:

(78)

70

keberadaanku dengan Tuhanku dan aku tidak merasakan apapun kecuali kehadiranNYA” . Kemudian sang khalifah berkata: “ini adalah karunia

Allah SWT yang telah Dia berikan padamu, dan ini bukan pembebanan dari suatu ilmu pengetahuan dan hasil usaha, melainkan semata-mata atas dasar karunia dari Allah SWT dengan kelengkapan kehadiran jiwa raganya”. Dan barang siapa yang menyerupai seperti itu dengan mengikuti hawa nafsunya dan membanggakan diri sendiri maka dia termasuk golongan orang munafik yang mana di hatinya hanya mementingkan urusan duniawi, seperti harta atau materi maka dia termasuk pembohong dari segi kelakuannya agar dipandang oleh ummat manusia.

Dan Rasulullah SAW pun mengisyaratkan bagi para ahli duniawi yang hanya mementingkan materi akan memperoleh adzab dari Allah SWT yang mana

adzab itu tidak akan diberikan kepada selain mereka . Karena perbuatan

seperti itu bukan merupakan ibadah keTuhanan dan bukan dari hukum-hukum

syar‟i dan bukan merupakan ajaran dari sunnah Rasul. Dan Rasulullah SAW

pernah bersabda: “segala macam perbuatan yang bukan merupakan perintah dari

kami maka hal itu adalah ditolak”. Dan di sebuah hadist juga disebutkan bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda: “ tidak dianggap lengkap

shalatnya kecuali bahwasanya ia dalam keadaan tidak mampu dengan memanjangkan shalatnya ketika ruku’ dan sujud”. Dan itu berlaku bagi golongan Al-Ashoogiri. Dan apabila ruh atau jiwa raganya tidak senantiasa menghadap kepada keEsaan Tuhan maka shalatnya bukanlah shalat yang haqiqi dan dianggap rusak.

Sedangkan bagi golongan Ahlu Al-Farqi yang melakukan shalat

berjama‟ah dan itu merupakan shalatnya golongan Al-Aqwiyaa‟u dari kaum-kaum

besar, maka shalatnya benar dan diterima dengan memanjangkan ruku‟ dan sujud dengan kekhusyu‟an yang lengkap untuk menghadap keEsaan Allah SWT dari

berpindahnya rukun-rukun shalatnya yang selalu bisa merasakan kebesaran Allah

SWT dan keEsaaNYA di dalam ruku‟nya dan sujudnya dan ia menjadi

saksi bahwasanya ia adalah yang melakukan ruku‟ dan sujud secara benar atau

(79)

71

kesaksiannya tanpa halangan. Inilah keadaan kejiwaan dari para pembesar golongan Al-„Aarifiina terhadap Allah SWT. Dan kesaksian di antara dua kedudukan ini adalah atu hal dan satu hakekat, dan hakekat Allah SWT adalah berdiri sendiri, begitulah hakekat pemahaman dari orang yang berilmu dari golongan kaum sufi, karena hakekat Allah SWT adalah berdiri sendiri dan

seorang yang „aalim (orang yang berilmu) adalah bersandar kepada Allah SWT.

Dan para Aqwiyaa‟u (para pembesar) keadaannya seperti halnya keadaan Ahlu Ad-Dhuafaa‟I dari para golongan Al-Ashoogiri seperti yang telah dijelaskan terdahulu bahwasanya mereka bukan tidak berproses di dalam kesaksian

mereka dari pertama kalinya mereka berdiri sampai akhir shalat, tetapi mengalami peningkatan dalam kesaksian mereka setelah berpindah-pindah. Maka diharuskan kepadamu untuk memahami tingkatan keadaan-keadaan di dalam kesaksianmu tentang perbuatan menuju puncaknya. Maka berdirinya kamu yang kedua diharuskan lebih utama dan lebih baik dari berdirinya kamu yang pertama. Dan sujud kedua kamu lebih utama dan lebih baik dari sujudnya kamu yang pertama, dan sujud kamu yang ketiga lebih utama dan lebih baik dari dua sujud kamu sebelumnya. Dan dari naiknya kamu yang kedua lebih utama dan lebih baik dari naiknya kamu yang pertama. Di sinilah kebersamaan jiwa bersama Allah SWT dari proses-proses perpindahan perbuatan-perbuatan menuju kesempurnaa shalat. Dan jika orang yang melakukan shalat mengetahui keberadaan Allah SWT di dalam shalatnya dengan merasakan kebesaran dan keweibawaan Allah SWT

dengan kekhusyu‟annya dan kerendahan hatinya di antara Tuhannya, dengan keridhoan kepadaNYA ataupun denganNYA, dan ia tidak melihat DzatNya yang

hilang .

Beginilah keadaan shalat yang haqiqi bagi mereka yang mengetahui atau merasakan keberadaan Tuhannya, sesuai sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwasanya Allah SWT tidak melihat kepada bentuk rupa kita, maupun pekerjaan, melainkan hanya melihat kepada niat kita masing-masing. Sebagaimana yang telah dijelaskan terdahulu. Dan jika kamu berkata bagaimana jika hari kiamat datang nanti?, aku berkata: “Jika sudah tetaplah imannya maka

(80)

72

atau menginginkan untuk mengampuninya maka Allah SWT akan mengampuninya”. Dan shalatnya golongan orang-orang lalai (Al-Ghoofiliina) diibaratkan seperti manusia yang berdiri tanpa jiwa atau roh dan duduk tanpa jiwa ataupun roh, tidak bisa berbicara ataupun diajak berbicara selamanya. Seperti hewan yang berbicara dan tidak bermanfaat. Maka sesungguhnya ia akan mati dalam keadaan yang lalai. Maka dari itu diperintahkan untuk bertaubat atas segala hal yang telah diwajibkan. Sesuai firman Allah SWT: “karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami Insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu”. (QS:Al-Baqarah 70). Dan shalat adalah saatnya atau waktunya bermunajat (memohon), bersaksi, dan menghadirkan diri kepada Allah SWT. Seperti yang telah disabdakan Rasulullah SAW: “jika

sesungguhnya di antara kamu ada yang sedang mendirikan shalat, maka

seseungguhnya ia sedang memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya Tuhannya berada di antara dirinya dan kiblat (keadaan yang dekat)”. Dan bermunajat itu hanya bagi golongan orang yang mendekatkan diri (Al-Muqorrobiina).

Beginilah keadaan shalat bagi golongan Al-„Aarifiina kepada Allah SWT. Maka pahamilah perkataan ini yang mana akan senantiasa membawa kepada kebahagiaan tingkat tinggi dan akan mencapai derajat yang tinggi pula, dan perkataan ini seluruhnya bersifat rahasia, baik secara lisan maupun tulisan kecuali hanya melalui kecintaan dari Allah SWT. Dan tidak dianggap shalat kecuali hanya bagi mereka yang hidup. Dan arti kematian di sini adalah kelalaian. Dan orang yang lalai jika melaksanakan shalat di dalam hati atau jiwanya tidak merasakan kehadiran Allah SWT dan tidak mengetahui atas apa yang telah ia ucapkan untuk Tuhannya. Seperti firman Allah SWT: “ dan sesungguhnya sapi itu masih samar bagi kami”(QS: Al-Baqarah: 70). Maka pahamilah dan Allah SWT akan memberikan petunjuk bagi siapa saja yang dikehendakinNYA menuju jalan yang lurus. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya bagi Allah SWT yang Maha Tinggi dan Agung.

Dan arti sebuah pengawasan adalah bahwa sesungguhnya Allah SWT

(81)

73

tempat berkumpul dengan niat untuk shalat jum‟at ataupun sekedar berkumpul

ataupun ingin shalat. Maka janganlah kamu keluar dari niat, semata-mata niatkanlah hanya karena Allah SWT. Dan kamu harus selalu berada dengan niat untuk selalu berada di jalan Allah SWT. Dari Allah SWT dan kepada Allah SWT ketika kamu berjalan. Dan ketika kamu berada di suatu majlis maka ucapkanlah

Allahu Akbar”, disertai rasa akan kehadiran Allah SWT dari dalam hatimu atau dalam jiwa dan ragamu, dan Allah SWT adalah yang Maha Besar dan Agung dari suatu apapun karena tidak ada yang menyamainNYA. Dan beginilah seharusnya kamu berkeingina. Dan jika kamu berkeinginan untuk masuk ke dalam masjid maka ucapkanlah salam. Barang siapa yang duduk di dalam masjid maka malaikat, jin, dan manusia semuanya berbaris di dalam masjid sampai para malaikat pun berbaris di pintu seperti yang telah diriwayatkan di dalam hadist.

Kemudian berusahalah sebisa mungkin untuk senantiasa berada dalam barisan pertama dalam shalat, Karena shaf awal atau pertama itu adalah keadaan terdekat dengan keAgungan Tuhan .Dan begitulah halnya yang menjadi maksud para golongan Al-„Aarifiina yaitu kekhusyu‟annya untuk berada dekat dengan

Allah SWT . Maka ketahuilah hal itu dan lakukanlah, dan Allah SWT

memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendakinya menuju jalan yang lurus. Sebagai pengingat dalam proses perpindahan untuk bisa terus mengawasi

dalam kekhusyu‟an seperti yang telah kami sebutkan terdahulu. Dan afdholnya proses perpindahan dalam setiap urusan ataupun keadaan itu adalah seorang

„Aarif yang mengetahui keberadaan Allah SWT dalam setiap keadaan dan

perbuatannya dan tidak berpaling dari perasaannya akan Keagungan dan kebaikan Allah SWT.dan jika sesungguhnya ketika kamu berjalan dari satu tempat ke tempat lainnya, bahwasanya pindahnya kamu yang kedua lebih baik dan utama dari berpindahnya kamu yang pertama, dan begitu pula pindahnya kamu yang ketiga dan keempat lebih baik dan utama dari dua perpindahan kamu sebelumnya. Beginilah terus dalam proses kehadiran Allah SWT seperti yang telah kami sebutkan terdahulu di dalam shalat. Seperti firman Allah SWT: “Yang mereka itu

tetap mengerjakan shalatnya”. (QS: Al-Ma’aarij). Rasa bahwa setiap malamku adalah malam yang indah atau mulia, dan jika bisa bertemu setiap hari dengan

(82)

74

firman Allah SWT: “Dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud sebagai penghormatan”. (QS:

Al-Hijr). Dan Allah SWT menyuruh kepada para malaikat untuk bersujud kepada nabi Adam AS. Maka bersujudlah semua malaikat kecuali iblis yang tidak bersujud karena takut akan kedekatan kepada nabi Adam AS. Maka jika dalam kedekatan itu muncul maka rusaklah akibat dari hal tersebut (di karenakan watak nabi Muhammad SAW di benak nabi Adam AS di dalam sifat keEsaan Tuhan). Maka ketahuilah hal tersebut, dan bagi para pembesar, khalifah selalu menyertai karena Allah SWT dalam setiap bimbingan, hukuman, dan mengurus para ummat manusia dan perbaikan mereka agar menjadi sang khalifah Allah SWT. Bahwasanya Allah SWT adalah pembimbing, penunjuk kepada kebenaran, dan hakim kepada yang haqiqi, sabda nabi Muhammad SAW: “Sultan adalah sebagai pemimpin (pengasuh) di dunia”. Dan seorang khalifah itu bukanlah seorang pengasuh bagi alam ini kecuali hanya Allah SWT semata dan dialah yang menciptakan sebaik-baik ciptaan, maka ketahuilah hal itu. Dan khalifah itu sebagai pengasuh di bawah bimbingan Allah SWT, maka ketahuilah hal tersebut.

Dan bagi para „ulama dan para pembesar dinamakan seorang yang „aalim

(yang mengetahui) selalu menghadirkan hakekat dari Allah SWT.

Dan untuk ka‟bah sendiri bahwa Allah SWT menjadikannya sebagai sarana manusia (kaum muslim) untuk beribadah kepada Allah SWT. Seperti firman Allah SWT: ”Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram” (QS: Al -Baqarah: 144).Maka Rasulullah SAW menghadapkan badannya ke ka‟bah sesuai

perintah Tuhannya, seperti halnya para malaikat yang bersujud untuk nabi Adam AS, sujud untuk menghormati atas seizin Tuhannya, bukan sujud atas dasr ibadah

atau menyembah. Dan Adam itu seperti ka‟bah, dan dua hal itu merupakan hal

(83)

75

sesuatu lebih baik daripada tidak tahu (bodoh terhadap sesuatu) maka

ketahuilah hal tersebut.

Dan kebiasaan-kebiasaan, baik dari segi hal-hal fardhu, sunnah, haram, dan hal yang fardhu bagi Al-„Aarifiina adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, dan untuk sunnah seperti seseorang yang mempunyai keinginan untuk berbahagia (berpasangan). Dan untuk yang haram bagi para pelaku maksiat dan orang bodoh dengan mengikuti hawa nafsunya dari godaan syetan. Maka ketahuilah hal tersebut. Dan bagi orang-orang yang kaya maka mereka bisa dinamakan kaya bukan karena harta mereka, tapi karena mereka tetap merasa miskin di hadapan Allah SWT, yang sesuai firman Allah SWT: “Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan seusatu) lagi Maha Terpuji”. (QS: Faatir: 15). Dan Rasulullah SAW pun bersabda: “Barang siapa yang rendah hati akan kekayaannya maka telah

hilanglah 3 hal dari kesempitannya (yang merendahkannya)”. Dan Rasulullah SAW pun bersabda: “ Sejelek-jeleknya orang fakir adalah yang menyombongkan diri di golongan orang kaya, dan senikmat-nikmatnya orang kaya adalah yang rendah hati di hadapan orang fakir”. Maka ketahuilah hal tersebut.

Begitu pula dengan api dan angin yang merupakan tanda-tanda kebesaran

Allah SWT, dan bagi para golongan yang meninggalkan urusan duniawi

dan bagi orang yang tersiksa dengan segala siksaannya dan bagi orang yang bersedih dengan segala kesedihannya dan begitu pula dari semua kemuliaan-kemuliaan dan keindahan-keindahan yang tampak adalah bukan dari hal lain kecuali kemuliaan dariNya dan keindahanNya mencakup setiap keindahan, maka janganlah melakukan syirik dengan segala keindahan itu, maka jika kamu menyaksikan segala hal itu, bersujudlah dan jangan melakukan hal berdosa. Maka ketahuilah hal tersebut dari segala tanda-tanda kebesaran Allah SWT, maka masuklah segala sesuatunya itu, karena sesungguhnya yang berhasil masuk kepada tanda-tanda kebesaran Allah SWT akan menjadi manusia yang lengkap (utuh).

(84)

76

keBesaran Allah SWT dari setiap hal yang dilihatnya. Maka pahamilah dari hal tersebut segala bentuk warna, pandangan, dan bentuk dalam setiap gambaran alam. Dan setiap makhluk seperti tumbuhan pun semuanya bertasbih kepada Allah SWT karena segala sesuatu memiliki pasangan, maka tidak akan bertasbih kepadaNya kecuali dengan jiwanya, sesuai firman Allah SWT: “Dan tak ada

suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian

tidak mengerti tasbih mereka”. (QS: Al-Israa’: 44). Maka ketahuilah hal tersebut. Dan telah diketahui bahwa segala seseuatu tidak berpaling dari segala

macam kebesaran Allah SWT. Beginilah kesaksian para „Aarifiina terhadap Allah

SWT karena mereka bisa melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT di atas segala sesuatu. Dan kalian semua meninngikan Allah SWT maka Dia tidak akan meninggalkan dalam segala macam perbuatan kalian, dan kalian akan mendapatkan derajat yang tinggi jika kalian termasuk orang-orang yang benar, maka ketahuilah hal itu. Dan juga di dalam jiwanya, raganya, kesaksiannya dalam mencari ilmu pengetahuan selalu menghadirkan dengan itu semua kesadaran akan kehadiran Allah SWT maka akan menjadi manusia yang utuh atau lengkap. Adanya ilmu pengetahuan adalah bukti adanya Allah SWT seperti yang sudah kami sebutkan dari kitab kami (Al-A‟yaani Al-Tsaabitah) dan bagi yang telah mengerti tentang hikmah untuk bisa menyadari kebesaran Allah SWT maka ia

akan mendapatkan kepuasan dalam hidup dan bisa wafat dengan berarti ,

dengan di dalam hal dan dengan berbagai macam hal.

Maka ketahuilah hal tersebut.

(85)

77

atau diamnya di setiap keadaan untuk menambah kekhusyu‟an jiwa dalam

beribadah seperti di dalam shalat. Maka sesungguhnya kamu akan selalu bersama Allah SWT, maka jika kamu melakukan pergerkan yang kedua haruslah lebih baik dan utama dari pergerakan kamu yang pertama dan diamnya kamu yang kedua lebih baik dan utama dari diamnya kamu yang pertama dan berpindahnya kamu yang kedua lebih baik dan utama dari yang pertama dan harimu sekarang lebih baik dan utama dari kemarin dan malammu yang kedua lebih baik dan utama

dari yang pertama dan jangan sampai lalai dalam setiap keadaan. Maka dari

itu, seorang „Aarif mengatakan bahwa setiap malamku adalah malam yang suci seperti semua hari ibaratnya bertemu dengan hari jum‟at.

Hal inilah yang menambah ketaqwaan bagi As-Saalik. Dikatakan bahwa matahari pada siang hari dan terbenam ketika menjelang malam hari dan cahaya hati tidak akan terbenam untukmu. Diceritakan bahwasanya sebagian orang-orang sholeh dari saudaranya ada yang meninggal (mati suri) kemudian dia melihat dalam tidurnya atas apa yang Allah SWT perbuat padanya. Dan ia pun berkata padanya: “apa yang Allah SWT telah lakukan padamu?”, ia pun berkata: “Allah SWT memasukkan aku ke surga. Aku makan, minum, dan menikah”, maka ia pun

berkata lagi: “bukan itu yang ku tanyakan padamu, apakah kamu melihat Tuhanmu?”, kemudian ia berkata: “aku tidak melihatnya kecuali bagi mereka yang mengetahui saja”. Maka setiap yang kami katakan terhadap kebenaran haqiqi dari shalat sesuai firman Allah SWT: “Yang mereka itu tetap mengerjakan

shalatnya” (QS: Al-Ma’aarij: 23).

Dan untuk puasa, membayar dzakat, dan pergi haji semuanya

adalah kepatuhan, serta kejujuran, memuliakan tamu, bersilaturahmi, menjenguk orang sakit dan ziarah kubur dan melakukan perdamaian sesama kaum muslim

(86)

78

hadist disebutkan: dan dikatakan pula dalam hadist riwayat

Anas: Maka ketahuilah hal ini sebaik mungkin. Dan

jangan diteliti kecuali oleh para ahlinya. Rasulullah SAW bersabda: “janganlah

diantara kalian memberikan nasehat (pemahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan Sunnah) kecuali oleh para ahli, maka jika para ahli mendzolimi nasehat tersebut, maka mereka akan mendzolimi mereka (yang diberi nasehat)”. Dan juga: “Ucapkanlah atau ajarilah para manusia itu sesuai dengan kadar

kemampuan mereka”. Dan Allah SWT berfirman: “Dan barang siapa yang dianugerahi Al-Hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”. (QS: Al-Baqarah: 269).

(87)

79

ataupun segala urusan. Dan Dia adalah cahaya terang bagi orang-orang kafir dan bodoh. Dan Dia adalah yang pertama dan yang terakhir dan merupakan cahaya yang terlihat secara lahiriah maupun bathiniah dan Dia Maha Mengetahui atas

segala sesuatu. Ditanyakan kepada Abi Sa‟id Al-Jarroziimi: “apakah kamu

mengetahui tentang Allah SWT?”, kemudian dikatakan dengan menyatukan dari dua hal yang berlawanan tersebut. Demikianlah pengetahuan Sayyidinaa dan

Mu‟taqidiina Muhammad SAW dan para Nabi-nabi, para alim „ulama, dan para pewaris ajaran Rasulullah SAW. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan manfaat kepada kita semua dengan keberkahan mereka , dan menjadikan kita sebagai bagian dari golongan mereka, amien.

Dan cara ini tidak bisa didapat hanya dengan cara berdiam diri, kecuali dengan usaha yang sungguh-sungguh dan merendahkan hati serta menjaga dari hawa nafsu dan lain-lain dari berbagai macam kesungguhan suatu usaha di dalam sunnah-sunnah dan keimanan dalam beribadah atas hal-hal wajib, walaupun hal itu adalah hal yang jarang dan Allah SWT memberikan petunjuk atau hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki menuju jalan yang lurus. Dan barang siapa yang mengetahui segala hal itu dengan keyakinan yang haqiqi, maka orang itu

dinamakan seorang mu‟min yang sufi, dan jika memasuki dengan cara

mempelajari hingga paham dengan kepercayaan dan keyakinan, maka Allah SWT akan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Maka dari itu Rasulullah SAW

bersabda: “Barang siapa yang mati dan dalam keadaan tidak berilmu,

maka ia telah mati dalam keadaan yang hina”. Dan dikatakan pula: “barang

siapa yang tidak mempunyai guru (orang yang dijadikan panutan) maka setan adalah guru baginya”.

Dan Syaikh Abdu Al-Wahhab Sya‟rowiiAl-Mishriyi Al-Askandari yang

dimuliakan oleh Allah SWT mengatakan: “Barang siapa yang tidak mengetahui

para ayah dan kakeknya maka dia termasuk orang yang buta. Dan seandainya mengaku-ngaku mempunyai ayah selain ayahnya, maka orang itu termasuk dalam sabda Rasulullah SAW: “Allah SWT akan melaknat golongan manusia yang

(88)

80

mengaku-ngaku adalah dekat dengan hawa nafsu. Dan ada di antara kita yang mengaku-ngaku sebagai anak dari ayah kita yang lebih mementingkan ikatan batin daripada fisik, dan barang siapa yang seperti itu maka ia dinamakan dengan anak pungut tanpa orang tua asli (kandung) yang berada di jalanan, dan berlindung kepada Allah SWT dari hal itu.

Dalam keterangan tentang faedah-faedah dzikir, bahwasanya dzikir adalah permulaan dan akhir, maka permulaannya adalah ganbaran akhirnya, dan akhirnya adalah gambaran permulaannya. Ditanyakan kepada Junaidi Rahmatullaahi; “apa

arti dari sebuah akhir atau penghabisan?”, maka dikatakan: “kembali kepada

permulaan”. Ditanyakan juga: “apakah amal perbuatan yang meningkat akan

menjauhi kematian atau tidak?”, maka dijawab: “meningkatkan suatu amal perbuatan tidak menjauhkan dari kematian”. Dan suatu ilmu yang meningkat akan menjauhi dari kematian dengan banyak mengucapkan Laa Ilaa Ha Illallaahi (tidak ada Tuhan selain Allah) bagi para Ahlu dzikri, tetap hidup walaupun sudah wafat. Orang yang selalu berdzikir dengan orang yang lalai diibaratkan seperti orang yang hidup atau mati. Seperti rumah yang selalu dihiasi dengan dzikir dan rumah yang tidak pernah dihiasi dengan dzikir diibaratkan dengan hidup dan mati. Allah SWT menyebutkan bagi orang-orang yang lalai seperti dahan di pohon yang kering, juga seperti yang hidup di tengah-tengah kematian. Dan sesungguhnya malaikat kematian meminta izin terlebih dahulu kepada Ahlu Dzikri ketika akan mencabut nyawanya. Dalam hadist disebutkan: “jika kalian sedang melewati ladang surga (majlis dzikri) maka berkumpullah di dalamnya”. Kemudian dikatakan: “Ya Rasulullah, apa itu ladang surga?”, Rasulullah pun menjawab:

“Majis Ad-Dzikri, masuklah ke dalam majlis-majlis dzikir itu, karena sesungguhnya itu adalah ladang surga, berdirilah, bertasbihlah di dalamnya , dan berangkatlah dari rumahmu menuju padanya”. Dan bagi para ahli surga, tidak ada yang lebih menyedihkan dalam suatu waktu kecuali tidak berdzikir kepada Allah SWT. Dalam hadist: “tidak ada suatu amalan bagi seorang hamba yang dapat menghindari dari adzab Allah SWT selain dzikrullaah”.

Dan jika memasuki suatu rumah, maka seperti: “saya sendiri, tidak ada

(89)

81

itu akan menerangi, dan jika di dalamnya terdapat cahaya, maka akan terdapat cahaya yang terang di dalam cahaya. Dzikir itu mengucapkan kata bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang mana dzikir itu dapat membersihkan diri atau tubuh dari hal yang bersifat haram dan syubhat dan memusnahkannya. Maka jika hal yang

buruk telah dimusnahkan, dan yang tersisa hanya hal yang baik, kekhusyu‟an

dalam berdzikir bisa seakan-akan mendengar suara gemericik air, hembusan angin, suara api menyala jika membakar sesuatu, suara dahan-dahan pepohonan jika terkena hembusan angi, dan bahwa sesungguhnya sifat-sifat manusia itu berasal dari unsur-unsur itu, seperti debu, air, api, udara, bumi, dan langit dan apa-apa yang ada di antara keduanya. Dan jika telah mendengar sesuatu dari suara-suara tersebut, maka dia telah bertasbih kepada Allah SWT dan mensucikanNya dengan setiap ucapan, dan itu adalah hasil dari dzikir dengan segenap kemampuan yang ada dan seorang hamba yang semula diam dari dzikir, lalu tergeraklah hati di dalam dada seperti geraknya seorang anak di dalam perut ibunya, berdzikir

dengan kekhusyu‟an pada akhirnya akan membawa sampai alam Ketuhanan yang

merupakan alam yang tertinggi, seperti yang dikatakan Ibrahim AS:

“sesungguhnya aku pergi kepada Tuhanku yang akan memberiku petunjuk kepadaku”.

Dan puncak kekhusyu‟an akan membawa kepada alam yang tertinggi, dan

dapat menghayati nama-nama dan sifat-sifat yang dapat memperlihatkan

(90)

masing-82

masing. Dan dimulai dengan mengucapkan melalui hati seakan-akan kamu

keluar dari hal-hal selain kekhusyu‟an untuk menghadap kepada Alah SWT, dan

juga menggerakkan kepala ke kanan maupun ke kiri dengan ucapan

melalui hati seakan-akan telah masuk sesuatu di dalamnya segala hal dari berbagai cahaya Allah SWT, dan terlihat dari dua hal atau kelompok antara tenggorokan dan kepala. Bahwasanya golongan yang pertama di antara dua kelompok itu mencakup di dalam hari pembalasa, dan keduanya terdapat ketetapan akan KeEsaan Allah SWT yang tertanam di dalam hati ataupun menerangi dengan

suara dari dalam hati dengan ucapan kalimat , dan ketika mengucapkan

kalimat itu di dalam hati, upayakanlah hal itu dalam setiap keadaan ketika berdzikir, seakan-akan ketika kamu berdzikir, kamu merasakan kehadiran Allah SWT, dan Dia melihatmu, dan janganlah lalai ketika berdzikir, hadirkan hati

dengan kekhusyu‟an untuk menghadap kepada Allah SWT.Dan juga dimaksudkan

dalam berdzikir untuk menahan diri sebisa mungkin karena hal itu mempunyai pengaruh yang besar.

Jika kamu mengucapkan melalui lisan kalimat kamu

(91)

83

mengucapkan kalimat itu dengan pertama kali menghadap ke kanan dengan

memfathahkan al-waawi ( ) kemudian menghadap kiri dan depan, dan

diatas itu kemudian menuju ke hati dengan (

dan untuk dzikir ini terdiri dari lima macam. Diantaranya dzikir untuk menarik diri dan mengirimkannya, dan hal itu adalah jawaban dari atas apa yang dikatakan bahwa sesungguhnya manusia bernafas setiap hari dan malam dengan dua puluh empat ribu orang maka kemudian ditanyakan kepada masing-masing individu dua pertanyaan. Yang pertama adalah sesungguhnya kamu atas apa yang telah diambil oleh seorang manusia. Dan yang kedua adalah atas apa yang telah dikirim. Dan jawabannya adalah sesungguhnya aku mengingatkanmu dengan ucapan sesuai diri kamu dan mengirimkannya, dan darinya itu adalah dzikir atas kebesaran Dzat yang diambil dari Allah SWT dengan membuang alif dan laam dan menyisakan al-haa terhadap harakat yang tiga. Maka kamu mengucapkan di sisi kanan ini yang berfathah dan sisi kiri dan yang berkasrah kemudian ditekankan ke dalam hati dengan dia berdhommah dan darinya untuk menjaga hati di setiap tempat dan dia berkata terlebih dahulu: “Yaa Rabbii”. Sebanyak dua puluh satu kali setelah kamu duduk kemudian kamu berkata di sisi kanan: “Yaa

(92)

84

sekitarmu di seluruh tubuhmu yang memenuhi seisi rumah. Kemudian terasalah dalam keadaanmu setelah diamnya kamu untuk berdzikir yang di antaranya adalah dzikir untuk mengendalikan jiwa dengan mengucapkan: “Yaa Syaikh” sebanyak seribu kali dan menggambarkan di dalam hati. Maka roh Syaikh akan menemuimu dan Allah SWT lebih mengetahui.

Ketahuilah bahwasanya cahaya yang telah diberikan Allah SWT bisa membuatmu bahagia. Bahwasanya Aku mengingatkanmu cahaya-cahaya yang memperlihatkan keadaan dzikir. Jika cahaya itu keluar dari sisi kanan, maka ketahuilah bahwasanya itu adalah cahaya dari Syaikh Al-Mursyid, dan jika cahaya itu berasal dari sisi kiri, maka cahaya itu adalah cahaya iblis, Maka berhati-hatilah. Jika cahaya itu berasal dari bawah ataupun dari atas maka itu adalah cahaya malaikat yang menjagamu. Dan jika terlihat pertemuan antara jiwa dan raga maka itu adalah cahaya diri, dan jika terlihat dari atas jiwa atau hati dengan berwarna putih maka itu adalah cahaya hati, dan jika dengan berwarna merah dengan putih maka itu juga cahaya roh atau jiwa. Dan jika terlihat tanpa arah dari berbagai macam arah yang enam dan tidak berwarna dan tidak bercirikan maka itu

adalah cahaya Allah „Azza wa Jalla. Kemudian jika kamu menginginkan syari‟at

-syariat di dalam dzikir maka katakanlah:

sebanyak mungkin seperti yang telah diingatkan. Sesungguhnya para

pendzikir dan yang lalai akan dzikirnya para golongan orang-orang lalai kemudian

membaca istighfar dengan lengkap sebanyak tiga kali, yaitu:

dan kemudian berharap untuk

(93)

85

berusaha mendapatkan hidayah maka ia akan mendapatkan ganjaran sesuai dengan yang dilakukannya”. Dan Allah SWT berfirman: “Dan bedzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkanNya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat” (QS: Al-Baqarah: 198). Dan dikatakan juga: “Hai manusia, ingatlah akan ni’mat

Allah kepadamu” (QS: Faathir: 3). Dan dikatakan juga: “Dan terhadap ni’mat

Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS: Adh-Dhuhaa: 11). Dan Allah SWT pun berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS: Ash-Shaff: 2-3).

Maka beristighfarlah terus menerus kepada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia Maha Pengasih dan Penyayang. Ini adalah akhir dari sedikit rangkaian kalimat-kalimat di dalam penjelasan perbuatan-perbuatan kejiwaan yang telah diperlihatkan oleh Allah SWT untuk seorang hamba yang lemah dan faqir (Syaikh Abi Al-fattah Abi Yahyaa „Abdu Al-Bashiiri Adh-Dharurii) semoga ampunan Allah SWT selalu tercurahkan pada beliau dan kedua orang tuanya dan untuk seluruh kaum muslim. Amien.

Kitab yang dikhususkan oleh para ahlu Al-„Aarif ini dengan memuliakan

(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)

93

1

.

2

(102)
(103)
(104)
(105)

97

Askar, S. Al-Azhar: KamusArab-Indonesia. Jakarta: Senayan Publishing, 2009.

Al Qur`an Dan Terjemahannya. Madinah Munawwaroh: Mujamma` Khadim al Haramain asy Syarifain al Malik Fadh li Thiba`at al Mushhaf asy Syarif, 1971.

Barried, Siti Baroroh. dkk. Pengantar Teologi Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, 1994.

Behrend, T. E., Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Perpustakaan Nasional RI, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Ecole Francaise D`Extreme Orient, 1998.

Chambert-Loir, Henri, dan Oman Fathurahman. Khazanah Naskah: Panduan Koleksi Naskah-Naskah Indonesia Sedunia – World Guide to Indonesian Manuscript Collections, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999.

Churchill, W. A, Watermarks in Paper in Holland, England, France, etc, in the XVII and XVIII Centuries and Their Interconnection, Menno Hertzberger and Co. Amsterdam, 1935.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Karya Insan Indonesia, 2002.

Fakultas Adab dan Humaniora. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Islam, Adib Misbachul. "Menguak Sufisme Tuan Rappang: Telaah atas Teks Daqaiq al-Asrar", Jurnal Lektur Keagamaan. Vol. 6, No. 2. 2008.

Lubis, Nabilah, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Cet.4. Jakarta: Puslitbang Departemen Agama RI, 2007.

Perpustakaan Nasional. Daftar Naskah Perpustakaan Nasional RI. Jakarta, 1992

(106)

98

Warson Munawwir, Ahmad. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Yatim,Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

(107)

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan sistem informasi menggunakan Data Flow Diagram (DFD) yang digunakan untuk mendesaian sistem informasi musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)

Gambar 3a menunjukkan grafik data asli dari Acetone, gambar 3b menunjukkan grafik data acetone dari hasil rekonstruksi dengan mengambil empat principal component yang pertama dan

Beberapa guru menggunakan satu simbol untuk melambangkan lebih dari satu konsep matematika yang sering membingungkan siswa dalam memahami materi.?. Apa yang dimaksud

Kazanın ortak bir buhar kollektörünün bağlı olduğu sistemlerde aşağıdaki sistemlerde hareket edilmelidir.Kazan çıkışında ne tip vana düzeni olursa olsun

Maka dari itu guna mencegah tindakan hacking yang dilakukan oleh para attacker khususnya, pada penelitian ini akan mengimplementasi sistem firewall yang dapat

Menurut Gagne, Wager, Goal, & Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan

Sistem dan tata pamong pimpinan program studi Ekonomi Pembangunan dalam kaitannya dengan sistem tata pamong yang kredibel, transparan, akuntabel, bertanggung jawab,

Faktor lainnya yang juga mempengaruhi tinggi rendahnya akumulasi logam timbal pada jaringan eceng gondok adalah tingkat kerapatan tumbuhan, dari hasil pengamatan